ISSN 1693-9654
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 8, No. 2, September 2012
1. PERBEDAAN SKOR KECEMASAN SEBELUM DAN SETELAH PEMBERIAN KONSELING PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMANSARI KOTA TASIKMALAYA Yanyan Bahtiar 1, Ida Rosdiana 2, Lela Susilawati 3
2. UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI INFUSA DAUN ANDONG Cordyline terminalis L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN
(
H.E.Muharam Priatna1, Desti Maharani2
3. ASSESMENT GIZI ATLET PRA-PORDA XI-2010 JAWA BARAT KONTINGEN KOTA TASIKMALAYA (TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, ASUPAN DAN STATUS GIZI ATLET) Iis Marwan1 4. ANALISIS DETERMINAN PEMILIHAN SUSU FORMULA AWAL BAGI BAYI UMUR 0-6 BULAN DI KABUPATEN CIAMIS Lilik Hidayanti, Nur Lina1 5. UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKOLESTEROL EKSTRAK ETANOL BAYAM (Amaranthus cruentus L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR Rini Mulyani, H.E.Muharam Priatna1 6. PENGARUH PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI KABUPATEN TASIKMALAYA Siti Novianti1, Anto Purwanto2
TERHADAP
KEJADIAN
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya
i
ISSN 1693-9654
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Volume 8, nomor 2, September 2012 Pelindung Rektor Universitas Siliwangi Tasikmalaya Pembantu Rektor I,II,III,IV Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Penanggung Jawab Kepala LP2M Universitas Siliwangi Tasikmalaya DR. Dedi Kusmayadi, SE.AK., M.Si
Pemimpin Redaksi Prof. Dr. H. Kartawan, SE., MP.
Penyunting Sri Maywati, SKM., M.Kes Andik Setiyono, S.KM., M.Kes
Pembantu Pelaksana Nurhaelah, BA
Alamat Redaksi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya Telp : 0265-330634 Fax : 0265-325812 Email :
[email protected]
ii
ISSN 1693-9654
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Volume 8, nomor 2, September 2012
DAFTAR ISI
DEWAN REDAKSI ....................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. PENGANTAR REDAKSI ..............................................................................
i ii iii
Perbedaan Skor Kecemasan Sebelum dan Setelah Pemberian Konseling pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tamansari Kota Tasikmalaya Yanyan Bahtiar 1, Ida Rosdiana 2, Lela Susilawati 3 ............................................ 665 Uji Aktivitas Antiinflamasi Infusa Daun Andong ( Cordyline terminalis L.) Terhadap Tikus Putih Jantan H.E. Muharam Priatna1, Desti Maharani2 ........................................................... 676 Assesment Gizi Atlet Pra-Porda Xi-2010 Jawa Barat Kontingen Kota Tasikmalaya (tingkat pengetahuan gizi, asupan dan status gizi atlet) Iis Marwan1 .................................................................................................... 686 Analisis Determinan Pemilihan Susu Formula Awal Bagi Bayi Umur 0-6 Bulan di Kabupaten Ciamis Lilik Hidayanti, Nur Lina1.................................................................................. 699 Uji Pendahuluan Aktivitas Antikolesterol Ekstrak Etanol Bayam (Amaranthus cruentus L.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Rini Mulyani, H.E.Muharam Priatna1 ................................................................. 710 Pengaruh Perilaku Pencegahan Terhadap Kejadian Filariasis Di Kabupaten Tasikmalaya Siti Novianti1, Anto Purwanto2 .......................................................................... 722
iii
ISSN 1693-9654
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Volume 8, nomor 2, September 2012
PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah pada bulan September tahun 2012 ini Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya kembali menerbitkan Jurnal kesehatan komunitas yang merupakan terbitan ke 2. Jurnal ini memuat hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan yang telah dilakukan oleh civitas akademika FKM UNSIL sebagai perwujudan dari pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi dan hasil Penelitian Politeknik Kesehatan Tasikmalaya Jurusan Keperawatan Gigi dan Jurusan S1 Stikes Bhakti Tunas Husada. Pada terbitan pada periode kali ini diketangahkan 6 (delapan) judul tulisan. Judul yang kami terbitkan meliputi bidang ilmu Promosi Kesehatan, Farmasi, Olahraga dan Rekreasi, Epidemiologi, Gizi Masyarakat. Kami sangat berharap penerbitan Jurnal Kesehatan Komunitas dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan, para peneliti serta para pembaca setia jurnal ini, serta besar harapan kami partisipasi dari para praktisi di bidang kesehatan untuk dapat berperan serta mengkontribusikan tulisannya demi pengkayaan jurnal ini. Di samping itu kami juga menantikan kritik dan masukan yang membangun demi untuk peningkatan kualitas dari jurnal kami.
Tasikmalaya, September 2012
Redaksi
iv
PENGARUH PERILAKU PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN TASIKMALAYA Siti Novianti1, Anto Purwanto ABSTRAK Filariasis merupakan penyakit endemis di Indonesia, dimana kabupaten Tasikmalaya adalah salah satunya. Kejadian penyakit filariasis pada manusia terjadi karena adanya gigitan nyamuk vektor penular yang mengandung mikrofilaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku pencegahan dengan kejadian filariasis di kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kasus kontrol. Kasus dengan sediaan darah positif mikrofilaria sebanyak 31 orang diperoleh berdasarkan laporan Survei Darah Jari (SDJ) Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan kontrol dengan sediaan darah negatif mikrofilaria sebanyak 93 orang diperoleh dengan pencocokan berdasarkan alamat yang sama, jenis kelamin dan rentang umur yang sama dengan kasus. Analisis bivariat menggunakan uji statistik chi square dan analisis multivariat dengan regresi logistik ganda pada taraf signfikasi < 0,05. Hasil analisis analisis bivariat dengan uji statistik chi square diperoleh hasil bahwa perilaku pencegahan berupa penggunaan obat anti nyamuk (nilai p = 1,000) dan pemakaian kasa nyamuk pada ventilasi rumah (nilai p=0,690) tidak berhubungan dengan kejadian filariasis. Tetapi kebiasaan keluar rumah di malam hari (nilai p=0,05;OR=3,70) dan kebiasaan menggantungkan pakaian (nilai p=0,007; OR=3,82) berhubungan dengan kejadian filariasis. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa perilaku kebiasaan keluar rumah malam hari (nilai p = 0,001 dan OR 5,25) dan kebiasaan menggantungkan pakaian (nilai p = 0,001 dan OR 5,03) merupakan faktor risiko dominan yang mempengaruhi kejadian malaria di kabupaten Tasikmalaya. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa variabel kebiasaan keluar rumah pada malam hari dan kebiasaan menggantungkan pakaian berpengaruh terhadap kejadian filariasis di kabupaten Tasikmalaya. Adapun saran untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya adalah agar meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya mengenai pentingnya praktik pencegahan agar terhindar dari infeksi filariasis, melalui Puskesmas terutama di wilayah yang terdapat kasus filariasis. Kata kunci : perilaku pencegahan, filariasis ABSTRACT
Filariasis is an endemic disease in Indonesia and Tasikmalaya Regency is one of the endemic areas of filariasis Filariasis incidences in humans are caused by an infecting vector mosquito that contains microfilaria..The objective of this research was to determine influence preventive behaviour with filariasis incidences in Tasikmalaya regency. This research used case control method. The case consist of 31 person selected base on those population who had been confirmed as positively diagnosed filariasis according to the result of a finger blood survey (SDJ)in 8 sub district in Tasikmalaya regency.The control consist of 93 persons with a matching based on the same sex, age and domicilied in the same area. Statistical analysis used chi
1
Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi
Pengaruh Perilaku Pencegahan Terhadap Kejadian Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya Siti Novianti, Anto Purwanto square test to determine relationship and logistic regression to determine predominant factors of filariasis incidence by 0,05 significant level. The result of a bivariat test with a chi square showed that the behavioral factor such as as used anti-mosquito (p value = 1,000) and mosquito netting (p value = 0,690 )were not statistically significant. The other behavioral factor such as going outside at night (p value=0,05; OR=3,70) and hanging clothes (p value=0,007;OR=3,82) were statistically significant related to filariasis incidences in Tasikmalaya regency. The result of mutivariabel test showed that going outside at night (p value=0,001; OR=5,5 )and hanging clothes (p value=0,001; OR=5,03) statistically significant as predominant factor influenced with filariasis incidence. The conclusion of the research was that behaviour of going outside at night and hanging clothes are influence with filariasis incidences. The suggestion to the health agency of Tasikmalaya regency is that it should enhance the understanding of community especially the importance of preventive practices to avoid filariasis infection by Public Health Service which are found the cases of filariasis. Key words : preventive behaviour, filariasis
PENDAHULUAN Filariasis merupakan penyakit menahun dan disebabkan oleh cacing filaria yang terdiri dari tiga spesies yaitu Brugia malayi, Brugia timori dan Wuchereria bancrofti. Indonesia yang beriklim tropis merupakan salah satu negara endemis filariasis. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan cacat seumur hidup, stigma sosial maupun hambatan psikososial sehingga menurunkan produktifitas kerja penderita, keluarga dan masyarakat yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar (Depkes, 2006). Penderita kasus kronis di Jawa Barat sampai dengan bulan Desember 2007 tercatat sebanyak 390 orang dan ada kurang lebih 500 orang sudah terkena posifif mikrofilaria, yang tersebar di 240 desa/kelurahan dan 24 kabupaten/kota di Jawa Barat. Laporan Riskesdas Jawa Barat tahun 2007 menyebutkan bahwa kabupaten Tasikmalaya merupakan wilayah dengan prevalensi tertinggi yaitu 0,17%,
menyusul kemudian kabupaten Karawang dan kabupaten
Cirebon. Walaupun rentang prevalensi di Provinsi Jawa Barat hanya 0 – 0.20 dan masih di bawah rata-rata nasional (0,47), namun kejadian filariasis tetap harus menjadi perhatian karena merupakan penyakit tular vektor dan bersifat kronis (Riskesdas,2007). Penduduk
yang
mempunyai
kebiasaan
tidur
diruang
terbuka
sehingga
sulit
menggunakan kelambu serta rumah dengan ventilasi yang tidak memakai kawat kasa merupakan salah satu aspek untuk terpapar filaria karena gigitan nyamuk dan juga kebiasaan penduduk yang berada diluar rumah pada malam hari akan semakin meningkatkan risiko terpapar filaria (Putra, 2007). Penggunaan obat anti nyamuk dan kebiasaan menggantungkan pakaian sebagaimana penelitian Nasrin (2008) juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian filariasis. Laporan program P2MPL Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya menyebutkan bahwa pada tahun 2009-2010 telah ditemukan kasus kronis sebanyak 51 orang yang berasal dari laporan puskesmas. Berdasarkan hal tersebut dan merujuk kepada peraturan WHO, Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya selanjutnya melaksanakan Survei Darah Jari (SDJ) di 9
723
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vo. 8, No. 2, September 2012
kecamatan dengan target pemeriksaan tiap kecamatan sebanyak 500 penduduk yang berada di sekitar lokasi tempat ditemukannya kasus kronis. Hasil Survei Darah Jari di 9 kecamatan terhadap 4673 orang,
ditemukan 32 orang (0,7%) positif mikrofilaria Wuchereria bancrofti
dalam sediaan darahnya. Proporsi kasus positif terbanyak berdasarkan hasil SDJ ditemukan di kecamatan Cipatujah (17 kasus positif atau 53,31%). Sedangkan umur untuk kasus positif yang ditemukan bervariasi, dengan rentang 11 – 70 tahun dan sebagian besar ditemukan pada wanita (63%) (Dinkes Tasikmalaya,2009). Banyaknya kasus filariasis yang terjadi di kabupaten Tasikmalaya diantaranya berhubungan dengan faktor lingkungan seperti sanitasi lingkungan yang kurang memadai dan mendukung untuk perkembangan vektor penular filariasis, terbatasnya pemahaman masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta mobilitas penduduk. Beberapa upaya untuk menanggulangi filariasis di kabupaten Tasikmalaya telah dilakukan, diantaranya adalah pengobatan masal di kecamatan Cisayong yang dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis, dimana pengobatan masal tersebut telah berlangsung selama 4 tahun. Menurut Depkes, lama pengobatan masal adalah selama 5 tahun untuk selanjutnya dinyatakan bebas filariasis. Hasil SDJ yang dilaksanakan di kabupaten Tasikmalaya diperoleh informasi bahwa spesies cacing yang ditemukan adalah Wuchereria bancrofti. Hal ini sesuai dengan Depkes yang menjelaskan bahwa untuk provinsi Jawa Barat, distribusi spesies cacing yang ditemukan adalah B. malayi dan W. bancrofti dengan jenis vektor Culex quinquefasciatus dan Mansonia indiana. Aspek perilaku merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat kesehatan masyarakat. Perilaku dalam
hal ini adalah perilaku kesehatan, dimana meliputi perilaku
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, perilaku pencarian pengobatan, serta perilaku yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan. Meningkatnya kerentanan seseorang untuk terinfeksi filariasis diantaranya disebabkan karena terbatasnya upaya pencegahan maupun pemeliharaan kesehatan agar terhindari dari gigitan nyamuk penular filariasis (Solita, 2000). Masih terbatasnya penelitian di Tasikmalaya terutama yang berhubungan dengan faktor risiko filariasis yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan maupun peneliti lain menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini, dengan harapan menjadi bahan informasi dan masukan dalam memaksimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan filariasis di kabupaten Tasikmalaya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk bentuk studi analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Variabel bebas adalah perilaku pencegahan yang melipupti penggunaan obat anti nyamuk, pemakaian kasa nyamuk pada ventilasi rumah, kebiasaan keluar rumah pada malam hari dan kebiasaan menggantungkan pakaian serta variabel bebasnya adalah kejadian filariasis. Kasus adalah penduduk yang didiagnosis terinfeksi filariasis yaitu sebanyak 31 orang, berdasarkan hasil survey darah jari (SDJ) yang dilakukan oleh Dinkes kabupaten Tasikmalaya dan kontrol adalah
724
Pengaruh Perilaku Pencegahan Terhadap Kejadian Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya Siti Novianti, Anto Purwanto penduduk dengan hasil filariasis negatif berdasarkan hasil SDJ sebanyak 93 orang dan dipasangkan berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Pengambilan data dilakukan dengan
wawancara menggunakan isian kuesioner. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square dan selanjutnya dilakukan analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik ganda.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Tasikmalaya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, dengan ibukota Singaparna, dan terletak sekitar 380 km sebelah tenggara Jakarta. Terdiri dari 40 kecamatan 2
dengan luas wilayahnya 2.563,35 Km . Sebagian besar wilayah merupakan daerah pegunungan, dengan puncaknya Gunung Galunggung dan Gunung Telagabodas. Tasikmalaya memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata di dataran rendah 20°-34° C dan di dataran tinggi 18°-22° C. Curah hujan rata-rata 2.072 mm/tahun. Berdasarkan hasil Sensus BPS tahun 2010, jumlah penduduk di kabupaten Tasikmalaya adalah sebesar 1.675.544 jiwa, dengan jumlah penduduk yang bekerja sebesar 756.064 jiwa, dengan proporsi jumlah penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk total adalah 45,12%.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Tinggal
Tabel 1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tempat Tinggal di Kabupaten Tasikmalaya Tempat Tinggal
Kasus f
Kontrol %
f
%
Ciawi
1
3,2
3
3,2
Sukahening
1
3,2
3
3,2
16
51,6
48
51,6
Padakembang
2
6,5
6
6,5
Jatiwaras
1
3,2
3
3,2
Kecamatan
7
22,6
21
22,6
Cisayong
2
6,5
6
6,5
Cipatujah
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa proporsi terbanyak responden baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol berasal dari kecamatan Cipatujah yaitu masingmasing sebesar 51,6%.
725
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vo. 8, No. 2, September 2012
Hasil Analisis Hubungan Praktik Pencegahan dan Kejadian Filarasis Tabel 2 : Hasil Analisis Hubungan Praktik Pencegahan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011 Praktik Pencegahan
Kategori
Penggunaan obat anti nyamuk Pemakaian kasa nyamuk Menggantungkan pakaian Keluar rumah malam hari
a. Tidak b. ya a. b. a. b. a. b.
Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak
Kejadian Filariasis Kasus Kontrol n=31 % n=93 % 11 35,5 35 37,6 20 64,5 58 62,4 28 90,3 87 93,5 3 9,7 6 6,5 7 22,6 49 52,7 24 77,4 44 47,3 22 71,0 37 39,8 9 29,0 56 60,2
Nilai P
OR 95% CI
1,000
0,911 (0,531-2,126)
0,690
0,644 (0,151-2,744)
0,007
3,818 (1,499-9,727)
0,050
3,70 (1,535-8,913)
Proporsi responden yang menggunakan obat nyamuk lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus (64,5%) dibandingkan kelompok kontrol. Hasil analisis mengenai penggunaan obat nyamuk tidak didapatkan hubungan signifikan dengan kejadian filariasis. Peneitian ini tidak sejalan dengan penelitiannya Nasrin (2008) dimana penggunaan obat anti nyamuk merupakan faktor protektif untuk mencegah gigitan nyamuk penular filariasis. Obat anti nyamuk merupakan salah satu upaya untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk dan mudah diaplikasikan, baik berupa anti nyamuk yang dibakar, di semprot, maupun di oles (repelen). Tetapi obat anti nyamuk ini tentu tidak akan efektif kalau penggunaannya tidak pada saat jam puncak kepadatan populasi nyamuk atau responden memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Hanya sebagian kecil kasus maupun kontrol yang menggunakan kasa nyamuk, yaitu sebanyak 9,7% pada kelompok kasus dan 6,6% pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik tidak ditemukan hubungan yang
bermakna dengan kejadian filariasis. Hal ini sejalan dengan
penelitiannya Setiawan (2008). Penggunaan kasa nyamuk memiliki fungsi yang hampir sama dengan penggunaan kelambu, yaitu untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah dan menggigit penghuni rumah. Sebagian besar responden tidak menggunakan kasa nyamuk pada ventilasi rumahnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemahaman penduduk tentang pentingnya upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk, maupun karena keterbatasan sosial ekonomi sehingga pemakaian kasa bukan dianggap sebagai prioritas kebutuhan. Sebanyak 52,7% kelompok kontrol memiliki kebiasaan untuk tidak menggantungkan pakaian, proporsinya jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok kasus (22,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian
Juriastuti
et
all
(2010)
yang
menemukan
hubungan
antara
kebiasaan
menggantungkan pakaian dengan kejadian filariasis. Pakaian yang menggantung di dalam rumah merupakan tempat istirahat nyamuk (resting place) setelah menghisap darah. Keberadaan resting place di dalam rumah semakin mendekatkan kontak antara nyamuk dengan manusia. Hasil penelitian sebagaimana pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa proporsi keluar rumah malam hari pada kelompok kasus sebesar 29% dan sebesar 60,2% yang ditemukan pada kelompok kontrol. Hasil analisis statistik ditemukan adanya hubungan signifikan dengan
726
Pengaruh Perilaku Pencegahan Terhadap Kejadian Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya Siti Novianti, Anto Purwanto kejadian filariasis. Nilai OR sebesar 3,7 memiliki interpretasi bahwa keluar rumah pada malam hari memiliki risiko untuk terinfeksi filariasis 3,7kali lebih besar dibandingkan perilaku tidak keluar rumah malam hari.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Setiawan (2008) dimana
keluar rumah bukan merupakan faktor risiko filariasis. Kebiasaan keluar rumah malam hari berkaitan dengan kebiasaan vektor penular filariasis, dimana pada umumnya mereka memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari untuk mencari makan. Pola kebiasaan waktu menggigit nyamuk dewasa membentuk dua kali puncak pada malam hari, yaitu sesaat setelah matahari terbenam dan menjelang matahari terbit (Juriastuti, 2010). Pada umumnya masyarakat di pedesaan memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari untuk berkumpul dan bersosialisasi dengan tetangga, pengajian, bahkan beberapa yang pergi ke sumber air yang terletak di luar rumah. Kebiasaan ini apabila tidak disertai dengan pemakaian alat pelindung diri seperti pakaian yang tertutup maupun penggunaan obat repelen tentu akan meningkatkan risiko digigit nyamuk penular filariasis. Selanjutnya
variabel
yang
memiliki
nilai
p
<0,25
(variabel
kebiasaan
tidak
menggantungkan pakaian dan tidak keluar rumah pada malam hari) dilakukan uji multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda dengan metode Backward Lr dan hasilnya sebagai berikut : Tabel 3: Hasil Analisis Multivariat Praktik Pencegahan dan Kejadian Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya 95% CI Lower Upper
Variabel
B
SE(B)
Nilai p
OR
Menggantungkan pakaian
1,659
0,514
0,001
5,252
1,919
14,374
Keluar rumah malam hari
1,617
0,485
0,001
5,039
1,946
13,044
Konstan
-3,509
Keterangan : akurasi model 75%
Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik seperti pada tabel 3 di atas, kedua variabel yaitu tidak menggantungkan pakaian dan tidak keluar rumah pada malam hari merupakan faktor risiko kejadian filariasis, dengan masing-masing OR untuk menggantungkan pakaian adalah 5,25 dan OR untuk keluar rumah pada malam hari adalah sebesar 5,05.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan a. Tidak ada hubungan penggunaan obat nyamuk dan kejadian filariasis b. Tidak ada hubungan pemakaian kasa nyamuk dan kejadian filariasis c. Ada hubungan antara menggantungkan pakaian dan kejadian filariasis d. Ada hubungan antara keluar rumah pada malam hari dan kejadian filariasis e. Perilaku menggantungkan pakaian dan keluar rumah pada malam hari berpengaruh dengan kejadian filariasis
727
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vo. 8, No. 2, September 2012
Saran Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya melalui Puskesmas terutama yang di wilayahnya terdapat kasus filariasis agar dapat meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya mengenai pentingnya praktik pencegahan agar terhindar dari infeksi filariasis.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbangkes Depkes RI, Laporan Hasil RISKESDAS Provinsi Jawa Barat. Bandung; 2007. h. 8 Budi S. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis Malayi di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Mulia kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah [Proseding]. Lampung; 2008 Chin J, Nyoman K. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: CV. Infomedika, Edisi 17 Cetakan II; 2006. h. 232-235 Depkes RI, Epidemiologi Filariasis. Jakarta: Ditjen PP & PL; 2006 Depkes RI. Pedoman Program Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM&PL; 2002 Dinkes Kab. Tasikmalaya. Laporan Kegiatan P2B2 Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya; 2009 Mahdiniansyah, Penelitian tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian filariasis malayi, Kecamatan Cempaka Mulia Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah [Tesis]; 2002 .
Nasrin Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku Yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat [Tesis]. Semarang: Undip; 2008 Puji Juriastuti et all. Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna. Makara Kesehatan Vol. 14 No. 1 Juni 2010; 31-36 Putra, A 2007. Risiko Filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi, [Tesis] FKUGM, Yogyakarta. Soekidjo N. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia; 2003. Solita S. Sosiologi Kesehatan. Yogjakarta: UGM Press; 2000 Tinni Rusmartini, Fitri Yuliantina. Prevalence Study of Re-emerging Lymphatic Filariasis in West Java, Indonesia. [diunduh pada 2 Oktober 2010]. Tersedia dalam www.ptat.thaigov.net
728