Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
ISSN: 2089-5917
PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN KERJA APARATUR (SURVEY PADA SEKRETARIAT DPRK BIREUEN PROVINSI ACEH)
M. Yusuf 1*) 1 Dosen
Program Studi Manajemen STIE Kebangsaan Bireuen *)
[email protected]
__________________________________________________________________________
ABSTRAK Pada dasarnya suatu organisasi bukan hanya mengharapkan karyawaan yang memiliki kompetensi, cakap dan trampil tetapi juga kemauan mereka untuk bekerja giat untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Artinya mereka memiliki dorongan atau daya gerak untuk bekerja yang disebut dengan motivasi. Motivasi kerja merupakan salah satu unsur penting dalam kepegawaian sebuah lembaga, artinya motivasi harus dimiliki setiap pegawai. Pegawai dengan motivasi kerja yang baik akan melaksanakan setiap pekerjaan yang diberikan dengan sebaik-baiknya dan mengarahkan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Motivasi kerja yang rendah atau kurang baik akan merugikan lembaga, karena dengan motivasi kerja yang rendah pencapaian tujuan lembaga akan tertunda. Oleh karena itu motivasi kerja merupakan sesuatu yang penting yang harus dimiliki pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis “Pengaruh Kompetensi Dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Aparatur (Survey Pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen. Hasil penelitian, menujukkan terdapat hubungan yang cukup erat dan pengaruh kompetensi dan motivasi cukup signifikans terhadap kepuasan kerja. Namun motivasi lebih tinggi pengaruhnya dibandingkan kompetensi pegawai aparatur secretariat DPRK Bireuen. Kata Kunci : Kompetensi, Motivasi, Kepuasan Kerja, Aparatur Sekretariat DPRK Bireuen __________________________________________________________________________
1. Pendahuluan Provinsi Aceh, salah satu dari 33 privinsi di Indonesia yang dilanda konflik vertikal selama 30 tahun, berakhir dengan terjadinya perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka tanggal 15 Agustus 2005. Musibah Tsunami 26 Desember 2004 juga berakibat kepada lambatnya pembangunan dan kemajuan daerah ini dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia. Terutama tingkat daya saing dan pembangunan manusianya. Berdasarkan data yang di-keluarkan Badan Pusat Statistik Nasional, pemba-ngunan manusia Aceh menepati peringkat ke-15 tahun 2011. Tetapi indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi Aceh terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal
ini mengindikasikan kondisi SDM Provinsi Aceh mengalami perkembangan, namun apabila dibandingkan dengan Provinsi terdekatnya yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, kondisi IPM Provinsi Aceh masih menduduki peringkat terakhir. Oleh karena itu, hal ini menjadi perhatian pihak pemerintah Aceh untuk lebih meningkatkan pem-bangunan sumber daya manusia. Terjadinya Perubahan pola penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang telah membawa perubahan fundamental dalam sistem Pemerintahan Daerah, yaitu dari sistem pemerintahan yang sen-
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
1
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
tralistik kepada desentralisasi. Sistem pemerintahan desentralisasi ini merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang dititik beratkan kepada daerah Kabupaten/Kota sehingga daerah Kabupaten/Kota memiliki keleluasaan untuk mengelola rumah tangga daerahnya dengan prinsip otonomi daerah dengan kewenangan sendiri yang mandiri. Menurut Bastian (2006: 2) menyimpulkan ”otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut”. Berdasarkan UU No 11 tahun 2006, mengatur tentang Pemerintahan Aceh yang memiliki kewenangan khusus terutama dalam masalah pendidikan, adat istiadat dan Syariat Islam, mengharuskan Pemerintah Daerah agar memiliki kemampuan dalam mengatur dirinya sendiri. Penyerahan sebagian wewenang yang dipegang Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang dinamakan dengan otonomi daerah, berakibat pada meningkatnya kebutuhan pada sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memajukan daerahnya dengan meningkatkan daya saing daerah. Jika dikaitkan dengan era globalisasi yang terjadi saat ini yang terlihat dari adanya persaingan yang ketat dan peningkatan ekspektasi masyarakat yang tinggi, maka sudah seharusnya pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, agar lebih giat dan lebih mengambil inisiatif dalam peningkatan peranannya sebagai pelaksana pembangunan dan pelayanan kepada publik, sehingga mampu menangani masalah–masalah pembangunan ekonomi, seperti; penciptaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran, peningkatan daya beli masyarakat, dan meningkatnya kepuasan masyarakat atas pelayanan. Untuk melakukan optimalisasi berbagai aktivitas pembangunan, suatu instansi diperlukan Sumber Daya Manusia yang handal dan kompeten. Setiap organisasi beroperasi dengan menggunakan seluruh sumber dayanya untuk dapat menghasilkan produk baik barang/jasa yang bisa dipasarkan. Dalam hal ini pengelolaan sumber daya yang dimiliki organisasi meliputi sumber daya finansial, fisik, SDM, dan kemampuan teknologis dan sistem (Simamora dalam Esay dan Ardianti, 2013:1). Karena sumbersumber yang dimiliki perusahaan bersifat terbatas, sehingga organisasi atau perusahaan dituntut mampu memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi.
ISSN: 2089-5917
Amiruddin (2012:4) menyebutkan alasan yang menyebabkan MSDM harus menjadi pendorong peningkatan kinerja, antara lain: 1). Persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk dapat menurunkan biaya dan kecepatan. Penurunan biaya dan kecepatan dapat dilakukan dengan menghilangkan non-value added work. Selama ini Departemen Sumber Daya Manusia lebih banyak melakukan pekerjaan – pekerjaan yang sifatnya administratif. Pekerjaan administratif merupakan non-value added work yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan menyita waktu cukup banyak. Akibatnya, kontribusi biaya SDM juga cukup besar atas biaya keseluruhan yang harus ditanggung perusahaan. 2) Persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk memberikan kualitas pelayanan yang lebih tinggi. Kualitas layanan yang lebih tinggi harus didukung oleh peningkatan kualitas layanan di semua bagian organisasi, termasuk Departemen SDM. Departemen ini harus menyediakan layanan dengan cepat dan tepat kepada Departemen lain dalam organisasi. Peningkatan kepuasan kerja pegawai yang berkerja di berbagai instansi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas secara khusus bagaimana menganalisis manajemen SDM berbasis kompetensi sehingga bisa menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi organisasi pemerintah yang dapat berimplikasi terhadap peningkatan kepuasan kerja pegawai sehingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999, yang disempurnakan oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka organisasi Pemerintah Pusat maupun Daerah harus disusun kembali disesuaikan dengan urusan dan kewenangan yang diserahkan oleh pusat maupun yang diterima oleh Daerah. Penyerahan urusan dan kewenangan tersebut oleh pusat telah disertai dengan personil, perlengkapan dan pembiayaannya sehingga mengakibatkan aparat Pemda, meningkat jumlahnya. Pembentukan Dinas-dinas daerah atau unit instansi baru akan membawa pengaruh terhadap aparatur Pemerintah Daerah, dimana jumlah aparatur akan meningkat seiring banyak dan besarnya lembaga dinas daerah yang didirikan sehingga otonomi daerah akan menjadi boomerang jika tidak disertai dengan persiapan matang. Pemerintah Daerah akan mengalami kesulitan jika kemampuan aparatnya tidak memadai. Dengan adanya penyerahan urusan dan kewenangan, khususnya penyerahan urusan kepegawaian ke daerah sehingga terjadi penambahan atau
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
2
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
pengalihan aparatur secara besar-besaran ke tubuh pemerintahan daerah akan membawa akibat terhadap pengembangan aparatur mulai dari masuknya sampai pensiun. Di lingkungan Pemerintah Daerah, peranan pegawai baik secara individu maupun kelompok adalah sangat penting dan menentukan. Pegawai sebagai aset dan unsur utama dalam organisasi memegang peranan yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Semua unsur sumber daya organisasi tidak akan berfungsi tanpa ditangani oleh manusia yang merupakan penggerak utama jalannya organisasi. Dalam setiap aktivitasnya haruslah tepat waktu dan dapat diterima sesuai rencana kerja yang ditetapkan atau dengan kata lain mempunyai efektivitas dan kinerja yang tinggi. Tanpa kinerja yang baik atau tinggi dari apartur sulit bagi suatu organisasi dalam proses pencapaian tujuannya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Steers dalam Sianturi (2012:946); “tanpa kinerja yang baik disemua tingkat organisasi, pencapaian tujuan dan keberhasilan organisasi menjadi sesuatu yang sangat sulit dan bahkan mustahil”. Agar aparatur pemerintah daerah mampu bekerja optimal sekaligus menepis kesan negatif tentang aparatur pemerintah selama ini, maka kemampuan aparatur perlu senantiasa ditingkatkan terutama dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Adapun prasyarat untuk menciptakan sumber daya aparatur yang ideal, menurut Idrus dalam Amri (2009:419) aparatur yang berpengetahuan tinggi, professional, visi jauh kedepan, berwawasan luas, bertanggung jawab, bersih dan berwibawa, berdisiplin tinggi, berdedikasi tinggi, kreatif dan inovatif serta mempunyai jiwa kewirausahaan. Pengembangan aparatur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk peningkatan kapasitas dalam rangka peningkatan kinerja aparatur guna memberikan dampak pada pelayanan yang lebih baik. Berdasarkan pasal 17 ayat (2) UndangUndang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 ditentukan bahwa pengangkatan PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip profesionalisme, sesuai dengan kompotensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Kompetensi diperlukan dalam menyempurnakan penilaian kinerja karena melalui analisa kompetensi dapat diklarifikasi kriteria dalam menentukan
ISSN: 2089-5917
keefektifan manajer maupun individu lainnya. Kompetensi juga dapat digunakan menguji evaluasi kinerja apakah sudah efektif atau perlu perbaikan. Dessler (2004:713) mengatakan kompetensi mengacu pada karakter knowledge, skill, abilities setiap individu atau karakter yang mempengaruhi job performance individu secara langsung. Data berikut ini mendeskripsikan mengenai kompetensi pegawai di Sekretariat DPR Kabupaten/ Kota di Provinsi Aceh, yang diuraikan pada Gambar 1 berikut
Gambar 1. Data Kompetensi Pegawai Sumber : Preliminary Research, 2015 Hasil studi pendahuluan pada Pegawai dilingkungan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen, yang diambil dari 10 responden secara random dan wawancara yang telah dilakukan pada bulan Januari 2015 yang lalu, hasil penelitian menggambarkan bahwa kompetensi sosial pegawai yang terkait dengan indikator kemampuan dalam melakukan komunikasi aktif, penyaluran aspirasi, tanggap terhadap dinamika masyarakat dan kemampuan menjalin kerjasama belum sesuai dengan harapan atau kompetensi pegawai belum optimal. Sedangkan untuk kompetensi tehnis merupakan penilaian tertinggi oleh responden, hal ini dikarenakan bahwa besarnya nilai kompetensi tehnis sesuai dengan pendapat Suprihanto (2001:63-64) menyarankan bagi organisasi yang menginginkan kinerja tinggi harus mendorong untuk mengenali kompetensi tehnis yang kritis untuk mensukseskan penilaian kinerja karyawannya dan harus memastikan bahwa kompetensi yang sama telah dimasukkan dalam proses penilaian kinerja. Dalam hal ini kemampuan aparatur pemerintah daerah relatif masih rendah, yang antara lain disebabkan kurangnya pendidikan dan pelatihan serta biaya yang kurang mendukung untuk peningkatan sumber daya manusia, disamping itu sistem pembinaan karier yang tidak jelas dan tidak konsisten mengakibatkan aparat tidak terdorong untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya.
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
3
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
Pada dasarnya suatu organisasi bukan hanya mengharapkan karyawaan yang memiliki kompetensi, cakap dan trampil tetapi juga kemauan mereka untuk bekerja giat untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja merupakan salah satu unsur penting dalam kepegawaian sebuah lembaga, artinya motivasi harus dimiliki setiap pegawai. Pegawai dengan motivasi kerja yang baik akan melaksanakan setiap pekerjaan yang diberikan dengan sebaik-baiknya dan mengarahkan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Data berikut ini mendeskripsikan mengenai motivasi kerja pegawai di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh, yang diuraikan pada Gambar 2 berikut :
Gambar 2. Data Motivasi Pegawai Sumber : Preliminary Research, 2015 Berdasarkan Gambar di atas, dapat diketahuai bahwa sebagian besar para pegawai menyukai tantangan tugas yang menantang dan ketahanan bila dibandingkan dengan dimensi lainnya, sedangkan nilai terendah terdapat pada dimensi inovatif. Hal ini mengindikasikan bahwa para pegawai dinilai masih memiliki kelemahan pada aspek inovatif dalam bekerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhankeluhan dan masalah personalia vital lainnya. Deskripsi mengenai kepuasan kerja pegawai di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen, menyatakan bahwa sebagian besar para pegawai mempersepsikan sistem promosi dan supervisi merupakan dimensi yang dominan perannya bila dibandingkan dengan pengakuan antar pencapaian hasil kerja.
ISSN: 2089-5917
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis “Pengaruh Kompetensi Dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Aparatur (Survey Pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen Di Provinsi Aceh).” Alasan penelitian dilakukan karena terdapat beberapa masalah yang peneliti identifikasi dilapangan, yakni; (1) Ketertinggalan Provinsi Aceh yang terlihat dari lemahnya daya saing, dimana secara nasional masih menempati posisi kedua terendah. (2) Tata kelola kelembagaan (Good Govermance) belum berjalan sebagaimana mestinya. (3) Tuntutan rakyat yang semakin kritis terhadap pelayanan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah.(4) Masyarakat belum puas atas kualitas jasa maupun barang yang diberikan oleh instansi pemerintah.(5) Kurangnya pendidikan dan pelatihan serta biaya yang kurang mendukung untuk peningkatan sumber daya manusia. (6) Sarana dan Prasarana pelayanan publik yang dimilliki oleh pemerintah masih sangat terbatas. (7) Kompetensi pegawai didasarkan pada data preliminary research masih terdapat kelemahan pada kompetensi sosial dan kompetensi intelektual/strategik. (8) Motivasi pegawai didasarkan hasil preliminary research masih terdapat kelemahan pada motivasi berinovasi. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : menyoroti masalah-masalah yang berhubungan dengan kompetensi yang berpengaruh kepada kepuasan kerja aparatur pada Sekretariatan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen Aceh. 2. Landasan Teoritis Pengembangan Sumber Daya Aparatur Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Awal Januari 2001 merupakan tekad bersama baik aparat pusat maupun aparat daerah untuk pelaksanaan otonomi daerah di wilayah Nasional Indonesia yang desentralisasi. Rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian serta pemberian wewenang ataupun tugas dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk menjalankan rumah tangga sendiri. Hal ini tentu saja dapat memberikan peluang sekaligus tantangan bagi setiap daerah termasuk Provinsi Aceh itu sendiri. Pengembangan sumber daya aparatur amat penting karena dapat meningkatkan kemampuan aparatur baik kemampuan profesionalnya, kemampuan wawasannya, kepemimpinannya maupun pengabdian-
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
4
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
nya sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja seorang aparatur (Notoatmodjo, 2003:38). Tuntutan yang terasa kuat untuk melakukan pengembangan sumber daya manusia baik oleh organisasi pemerintah maupun swasta adalah disebabkan oleh hal-hal: 1) Tingkat pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia masih relatif rendah, 2) Suasana kerja yang kurang menyenangkan atau adanya kejenuhan karena terlalu lama bekerja pada suatu tempat, 3) Adanya tuntutan organisasi terhadap perubahan,dan 4) Adanya perkembangan zaman yang sangat pesat. Senada dengan hal tersebut diatas, Siagian (2002: 184), Handoko (2006:123), Martoyo (2000:62) menyatakan terdapat beberapa masalah atau alasan utama mengapa perlu diadakannya pengembangan sumber daya manusia yaitu: 1) Adanya pegawai/ aparatur baru yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan tugasnya, 2) Pengetahuan pegawai/aparatur yang perlu pemuktahiran,3) Selalu terjadi perubahan, tidak hanya karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi juga karena pergeseran nilai-nilai sosial budaya, 3) Kemungkinan perpindahan pegawai, 4) Pegawai/aparatur yang sudah berpengalamanpun perlu belajar dan menyesuaikan dengan organisasi, kebijaksanaan dan prosedur-prosedurnya (guna meningkatkan mutu pelaksanaan tugasnya sekarang maupun masa datang). Kompetensi Pegawai Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, termasuk diantaranya kemampuan seseorang untuk mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru dan meningkatkan manfaat yang disepakati. Kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan orang di tempat kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci standar masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh individual yang menjalankan tugas dan tanggungjawab secara efektif sehingga mencapai standar kualitas profesional dalam bekerja. Kompetensi didefinisikan sebagai “an underlying characteristic of an individual that is causally to criterion referenced effective and /or superior performance in a job situation” (.Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2007:87). Artinya kompetensi merupakan karakteristik individu yang melekat, kompetensi merupakan bagian dai kepribadian individu yang relatif dan stabil, dan dapat dilihat serta diukur dari perilaku individu
ISSN: 2089-5917
yang bersangkutan, ditempat kerja atau dalam berbagai situasi. Untuk itu kompetensi seseorang mengindikasikan kemampuan berperilaku seseorang dalam berbagai situasi yang cukup konsisten untuk suatu periode waktu yang cukup panjang dan bukan hal yang kebetulan semata. Kompetensi memiliki persyaratan yang dapat menduga secara empiris terbukti merupakan penyebab suatu keberhasilan. Rethans, et.al (2002:902) menyatakan “competence (behaviour), competency, test behaviour, professionnal behaviour (actual) performance and test performance are only some of them.” Hal ini mengindikasikan bahwa kompetensi dan kinerja saling berkaitan satu sama lainnya dan merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Winterton (2005:1) menyatakan bahwa output kompetensi pegawai di antaranya pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Patrick (2007:3) menyatakan kompetensi perlu berkorelasi dengan job performance supaya dapat diukur dan mampu untuk perbaikan melalui pelatihan dan pengembangan, tetapi masih banyak organisasi yang tidak memasukkan kompetensi ketika melakukan penilaian manajemen kerja. Schoroeder seperti dikutip oleh Stuart, R dan Lindsay dalam Janjua dkk (2012:37) mendefinisikan kompetensi sebagai “karakter, sifat, pengetahuan, skill dan motivasi pokok seorang pemegang jabatan yang telah dikaitkan secara kualitas dengan kinerja manajerial yang unggul.” Berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 14 Tahun 2011 mendefinisikan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Dessler (2001:15) membagi kompetensi seorang pegawai ke dalam 3 aspek inti, yaitu karakter knowledge, skill, abilities. Dalam konteks penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kompetensi dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu (Anonim : SANKRI, 2003 :75-76) : 1) Kompetensi Teknik (technical competence) yaitu kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Definisi yang sama dimuat dalam PP no 101/2000 tentang DIklat Jabatan PNS, bahwa kompetensi teknis adalah kemampuan PNS dalam bidang teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas masingmasing. Bagi PNS yang belum memenuhi persyaratan kompetensi jabatan perlu mengikuti Diklat teknis yang berkaitan dengan persyaratan kompetensi jabatan masing-masing.
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
5
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
2) Kompetensi Manajerial (managerial competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas organisasi. Kompetensi manajerial meliputi kemampuan menerapkan konsep dan teknik perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi kinerja unit organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip good governance dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan termasuk bagaimana mendayagunakan kemanfaatan sumberdaya pembangunan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. 3) Kompetensi Sosial (Social Competence), yaitu kemampuan melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kompetensi sosial dapat terlihat di lingkungan internal seperti memotivasi SDM dan atau peran serta masyarakat guna meningkatkan produktivitas kerja, atau yang berkaitan dengan lingkungan eksternal seperti melaksanakan pola kemitraan, kolaborasi dan pengembangan jaringan kerja dengan berbagai lembaga dalam rangka meningkatkan citra dan kinerja organisasi, termasuk bagaimana menunjukkan kepekaan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai sosial budaya dan sikap tanggap terhadap aspirasi dan dinamika masyarakat. 4) Kompetensi intelektual/Strategik (intellectual / strategic competence), yaitu kemampuan untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke depan. Kompetensi intelektual ini meliputi kemampuan merumuskan visi, misi, dan strategi dalam rangka mencapai tujuan organisasi sebagai bagian integral dari pembangunan Nasional, merumuskan dan memberi masukan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang logis dan sistematis, juga kemampuan dalam hal memahami paradigma pembangunan yang relevan dalam upaya mewujudkan good governance. Berdasarkan uraian mengenai dimensi kompetensi pegawai di atas, maka penelitian ini menggunakan dimensi kompetensi yang bersumber dari Covey, Roger dan Rabecca Meril dalam Nasution (2006); Anonim (2003) dan Moeheriono (2009:8) yang terdiri dari : a) Kompetensi Teknis, berhubungan dengan: pemahaman pegawai terhadap tugas, kemampuan dalam menangani konflik organisasi, dan kemampuan dalam mencari alternatif (solusi) b) Kompetensi manajerial/konseptual, berhubungan dengan keterampilan dalam menangani tugas organisasi, yang terdiri dari kemampuan dalam menerapkan konsep dan teknik, kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya organi-
ISSN: 2089-5917
sasi, kemampuan dalam menangani tugas dan kemampuan dalam melaksanakan manajemen pemerintahan c) Kompetensi sosial, berhubungan dengan keterampilan pegawai dalam menjalin hubungan dan komunikasi di dalam organisasi, yakni : kemampuan dalam melakukan komunikasi, kemampuan dalam menanggapi aspirasi, tanggap terhadap dinamika masyarakat, dan kemampuan dalam menjalin kerja sama d) Kompetensi intelektual/strategik, berhubungan dengan pengetahuan pegawai dalam berpikir secara strategic dengan visi jauh ke depan. Kompetensi intelektual/strategik terdiri dari : kemampuan untuk berpikir stratejik, kemampuan dalam merumuskan visi, misi dan strategi, dan kemampuan dalam pengambilan keputusan serta kemampuan dalam melaksanakan fungsifungsi organisasi Motivasi Pegawai Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Morrison dalam Nengsy, Nelly dan Agusti (2013:6) memberikan pengertian motivasi sebagai “kecenderungan seseorang melibatkan diri dalam kegiatan yang mengarah sasaran.” Jika prilaku tersebut mengarah kepada suatu objek (sasaran), maka dengan motivasi tersebut akan diperoleh pencapaian target yang sebesar-besarnya, sehingga efektifitas kerja akan dicapai. Menurut Gibson yang diterjemahkan oleh Haryanto dalam Manurung (2013:1168) bahwa “motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan menimbulkan dan mengarahkan prilaku.” “Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan yang telah ditentukan” (Mulyasa, 2001: 140). Abraham Sperling mengemukakan bahwa “motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecendrungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri” (Mangkunegara, 2001 : 93). Stanford dalam Mangkunegara (2002:93) berpendapat bahwa “motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia kearah suatu tujuan tertentu.” Robbins (2003:208) motivasi “merupakan kemauan untuk menggunakan usaha tingkat tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kemampuan individu.” Menurut Luthans (dalam
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
6
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
Thoha, 2007:207), motivasi terdiri tiga unsur, yakni kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goals).
ISSN: 2089-5917
2)
Kepuasan Kerja George dan Jones yang diterjemahkan oleh Hasibuan (2005:75) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “kumpulan perasaan dan kepercayaan seseorang tentang pekerjaan mereka saat ini.” Menurut pendapat Luthans yang diterjemahkan oleh Vivin Handika (2006:243) kepuasan kerja adalah “hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.” Menurut Mathis dan Jackson yang diterjemahkan oleh Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hie (2006:121) kepuasan kerja adalah “keadaan emosional yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.” Sedangkan kepuasan kerja menuru Mc-Shane yang diterjemahkan oleh M. Ansyar (2008:119) merupakan “evaluasi dari seseorang terhadap pekerjaan dan konteks kerjanya.”
3)
4)
5)
6)
kan, serta pekerjaan yang dapat memberikan status. Upah/gaji Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja. Promosi Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda dan bervariasi pula imbalannya. (Milton dalam Sigit, 2003). Supervisi Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula. (Ruvendi, 2005) Kelompok kerja Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai individu. Kondisi kerja Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) missalnya, pegawai akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka (Milton dalam Sigit, 2003).
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2003:225) yaitu sebagai berikut : a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment) b. Perbedaan (Discrepancies); Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. c. Pencapaian nilai (Value attainment) d. Keadilan (Equity); Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. e. Komponen genetik (Genetic components); Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.
Untuk dapat memiliki kinerja yang tinggi dari karyawannya, maka organisasi harus menjaga kompetensi para anggotanya agar selalu merasa puas terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja tersebut, seseorang yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu (Robbins, 2006:91).
Selain itu terdapat faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja Robbins (2003 :181).
3. Metodologi Penelitian
Sementara Luthans yang diterjemahkan oleh Vivin Andika (2006:243) ada beberapa faktor penentu kepuasan kerja karyawan dalam perusahaan, yaitu sebagai berikut : 1) Pekerjaan itu sendiri Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosan-
Brahmasari dan Agus Suprayetno (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa motivasi kerja dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan penelitian tersebut motivasi kerja sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat mencapai kepuasan kerja.
Desain Penelitian Secara deskriptif pembatasan masalah diuraikan sebagai berikut : (1) Variabel penelitian ini dibatasi pada variabel kompetensi dan kepuasan kerja aparatur. (2) Lokus penelitian pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bereuen di Provinsi Aceh. (3) Unit analisis yang digunakan
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
7
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
ISSN: 2089-5917
pada penelitian ini adalah pegawai yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Dan (4) Teknik sampling dilakukan secara cluster proportional stratified random sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis Jalur (Path Analysis).
Surya, (2003); Johnson dan Schwitzgebel & Kalb (dalam Djaali, 2008) Kepuasan Kerja
Kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah bahwa kepuasan kerja seorang pegawai ditentukan oleh kompetensi dan motivasi. Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
(Luthans, 2006; Ruvendi, 2005; Milton dalam Sigit, 2003)
Menyukai umpan balik Inovatif Ketahanan Merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang pekerjaannya
Kompetensi Kepuasan Kerja Motivasi
Gambar 3. Kerangka Konseptual (Sumber : Robbins, 2003) Penelitian akan dilakukan pada Sekretariat DPR Kabupaten Bireuen. Adapun yang menjadi objek penelitian dalam ini adalah pegawai yang berstatus PNS pada Sekretariat DPRK Lhokseumawe dengan ruang lingkup penelitian berhubungan dengan Kompetensi, motivasi dan kepuasan kerja pegawai Sekretariat DPR Kabopaten Bireuen. Objek penelitian ini adalah seluruh pegawai Sekretariat DPR Kabupaten Bireuen berjumlah 90 orang. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas, terdiri dari: Kompentensi (X1) dan Motivasi (X2). Sedangkan variabel Terikat adalah Kepuasan Kerja (Y). Berdasarkan konsep teori, hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka penjelasan operasionalsisasi variabel penelitian dapat dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Variabel Kompetensi Pegawai (Covey, Roger dan Rabecca Meril, 1994 dan SANKRI, 2003 serta Moeheriono, 2009). Motivasi Pegawai McClelland, (1987) Schultz & Sidney (1993)
Konsep Konsep yang dipakai pada penelitian ini kompetensi pegawai yang mengacu pada SANKRI, 2003, yang didukung teori. (Dessler, 2001) Konsep yang dipakai pada penelitian ini motivasi berprestasi.
Dimensi Kompetensi Teknis Kompetensi manajerial/ konseptual Kompetensi sosial Kompetensi intelektual/Stra tegik Menyukai tantangan tugas Bertanggung jawab secara personal
Pekerjaan itu sendiri Upah/gaji Promosi Supervisi Kelompok kerja Pengakuan
Peralatan Analisis Data Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis Regresi Berganda dengan persamaan regresi sebagai berikut : Y = a + b1x1 + b2x2 + e Dengan: Y = Kepuasan Kerja, X1 = Kompetensi, X2 = Motivasi, a = Konstanta, b1 – b2 = Koefisien Regresi, e = Standart. Error. Pengolahan datanya melalui software Statistical Product and Service Solution (SPSS).
4. Hasil dan Pembahasan Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan peneltitian survey pada pegawai Sekretariat DPR Kabupaten Bireuen yang berjumlah 90 orang, diperoleh data sebagai berikut. Tabel 2. Karakteristik Responden Uraian Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Total
Usia responden <20 tahun 20 24 tahun 25 29 tahun 30 – 34 tahun 35 – 39 tahun >40 tahun Total Pendidikan terakhir SLTA Diploma Sarjana Pascasarjana Lain-lain Total
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
Jumlah (org)
Persentase
69 21 90
76,7 23,3 100,0
8 7 14 28 16 17 90
8,9 7,8 15,6 31,7 17,8 18,9 100,0
62 9 17 2 0
68,9 10,0 18,9 2,2 0,0
90
100,0
8
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
Pendapatan/bulan (Juta) < Rp. 1,0 Rp.1,0-Rp.1,499 Rp.1,5-Rp.1.999 Rp.2,0-Rp.2,499 >Rp. 2,5 Total
ISSN: 2089-5917
2
Uji Korelasi dan Koefisien Determinasi (R ) 15 33 6 11 25 90
36,7 16,7 6,7 12,2 27,8 100,0
Sumber : Data Primer, 2015 (diolah)
Kompetensi Kerja Kompetensi mengacu pada karakter knowledge, skill, abilities setiap individu atau karakter yang mempengaruhi job performance individu secara langsung. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa mayoritas responden (53,3%) menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam menjalankan tugas cukup baik.
Hasil pengujian korelasi yang dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini, dapat dijelaskan bahwa koefisien korelasi (R) sebesar 0,548 yang menunjukkan derajat hubungan (korelasi) antara variabel independen dengan variabel dependen masuk kategori cukup erat. Hal ini berarti bahwa kompetensi dan motivasi mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja dalam tingkatan cukup signifikans. Selanjutnya dari pengujian koefisien determinasi 2
diperoleh nilai R sebesar 0,300. Hal ini berarti bahwa besarnya pengaruh kompetensi dan motivasi adalah sebesar 30% terhadap kinerja, sedangkan sisanya 70% merupakan pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Tabel 3. Koefisien Korelasi
Motivasi Kerja Konsep yang dipakai pada penelitian ini motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang pekerjaannya. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa motivasi pegawai dalam menjalankan tugas pada sekretariat DPR Kabupaten Bireuen bekerja secara mandiri.
R
R Square
,548
Analisis Regresi Hasil pengolahan data antar variabel yang sudah diperiksa semua asumsi klasiknya, yang validitas/ reliabilitas data, normalitas data, mutikolineritas, maka model hubungan antar variabel yang diteliti diformulasikan sebagai: Y = 2,067 + 0,272X1 + 0,201X2 Selanjutnya untuk menguji dan menilai signifikansi dari estimasi yang diperoleh dari persamaan regresi linier berganda dilakukan uji korelasi dan koefisien determinasi, uji F dan uji t.
,300
Std. Error of the Estimate
,284
,3889
Uji Signifikansi Model regresi (Uji-F) Berdasarkan pengujian statistik-F Snedecor, mengenai kepastian model hubungan (regresi) antara variabel yang diteliti dalam simultanius model, dperoleh melalui uji-F berikut: Tabel 4. Hasil Uji F
Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang pekerjaannya. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat kepuasan kerja pada pegawai Sekretariat DPR Kabupaten Bireuen. Dari seluruh item pertanyaan memperoleh respon positif dari responden kecuali item pernyataan tentang Kekompakan rekan kerja, mayoritas responden (53,3%) menyatakan bahwa para pegawai kurang kompak dalam bekerja, sikap sendiri-sendiri dan individualis masih tinggi dikalangan pegawai.
Adjusted R Square
Sum of Squares
Df
Mean Square
5,641
2
2,821
Residual
13,155
87
,151
Total
18,797
89
Regression
F 18,653
Sig. ,000 (a)
a Predictors: (Constant), Kompetensi, motivasi b Dependent Variable: Kepuasan Kerja Dari tabel diatas diperoleh hasil bahwa F hitung = 18,653 sedangkan F tabel = 4,820 dengan tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%, sehingga F hitung > F tabel. Oleh karena itu, maka secara statistik model regresi diatas dinyatakan signifikans untuk menggambarkan hubungan matematis dari variabel yang diteliti. Dengan kata lain terdapat hubungan signifikans antara kompetensi, motivasi pegawai terhadap kepuasan kerja. Uji Signifikansi Koefisien regresi (Uji-t) Berdasarkan pengujian statistik-t student, mengenai kepastian kedua koefisien regresi yang dapat mengungkap pengaruh secara parsial kedua variabel bebas (independent), diperoleh melalui uji-
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
9
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
ISSN: 2089-5917
statistik-t. Tabel 5 menunjukkan hasil yang diperoleh dalam mengungkap pengaruh masingmasing variabel bebas, didasari oleh uji-t tentang signifikansi koefisien masing-masing. Hasil uji-t, variabel kompetensi dengan t=3,040 dengan signifikansi 0,003 dan motivasi dengan t=3,654 dengan signifikansi 0,000 (Lihat tabel 5.). Hal ini dapat diartikan bahwa kompetensi dan motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat DPR Kabupaten Bireuen. Dimana pengaruh komptensi kerja terhadap kepuasan kerja sebesar lebih dari 3 derajat. Jika kompetensi pegawai naik 10% akan meningkatkan kepuasan kerja 30%. Sedangkan motivasi lebih tinggi, yakni pengaruhnya 3,654 derajat. Artinya jika motivasi kerja pegawai meningkat 10% akan meningkatkan kepuasan kerja sebesar 36,54%. Tabel 5. Hasil Uji t Coefficients(a)
(Constant)
Unstandardized Coefficients Std. B Error 2,067 ,294
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta 7,021
,000
Kompetensi
,272
,089
,297
3,040
,003
Motivasi
,201
,055
,357
3,654
,000
a Dependent Variable: Kepuasan Kerja
5. Simpulan Penggerak utama organisasi atau perusahaan adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu diantara faktor penting dalam mewujutkan tujuan organisasi atau perusahaan yang telah ditetapkan adalah apabila sumberdaya manusianya berkinerja baik. Kepuasan kerja pegawai sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen dipengaruhi oleh kompetensi yang dmiliki oleh para pegawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja sebesar 30%, sedang sisanya 70% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Motivasi para pegawai dalam bekerja sangat baik. Terutama indikator motivasi bekerja secaara mndiri. Hal ini terlihat dari tanggapan responden terhadap kuesioner yang menunjukkan indikator variabel motivasi bekerja secara mandiri, dibandingkan dengan indikator variabel motivasi bekerja secara mandiri. Hasil pengujian korelasi (R) membuktikan terdapat hubungan (korelasi) antara kompetensi dan motivasi terhadap kepuasan kerjas pegawai Sekretariat DPR Kabupten bireuen dalam tingkatan sedang. Dan hasil pengujian statistic membuktikan kedua variabel signifikans memaknakan kepuasan kerja.
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, Idris. 2012. Pengaruh Regulasi dan Ketersediaan Anggaran terhadap Kinerja Pelayanan Aparatur SKPD dan Implikasinya pada Kualitas Pelayanan Publik di Provinsi Aceh. Jurnal Kebangsaan, Vol.1 No.1,Jan 2012. Anonim, 2003, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) : Buku I Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Negara, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Dessler, Garry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Indeks. Jakarta. -------------------, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT INDEX. Gibson et al, 2000. Organisasi, Jilid 1 dan 2, alih bahasa Agus Dharma, Erlangga, Jakarta. Handoko, Hani T, 2006. Pengantar Manajemen. Gramedia : Jakarta Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo 2003. Perilaku Organisasi, Terjemahan: Erly Suandy, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Andi. Martoyo, S.2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogjakarta. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bandung: Ghalia Indonesia. Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi Duabelas, Penerbit. Salemba: Jakarta. Robbins, Stephen P., 2007. Organizatuonal Behavior 12th New Jersey. Prentice Hall. Sigit, Soehardi, 2003, Perilaku Organisasi, BPFE UST, Yogyakarta Simamora, Henry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 2, STIE YKPN. Yogya. Spencer, L M., & Spencer, S.M. 1993. Competence at Work : Models for Superior Perfomance. New York: John Wiley & Sons, Inc Steers. 1985. Efektivitas Organisasi Kaidah Tingkah Laku, Erlangga, Jakarta Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Rajagrafindo. Persada, Jakarta. Thoha, Mifiah. 2007. Kepemimpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan Prilaku. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka. Winterton, J., Delamare-Le Deist, F. & Stringfellow, E. (2005). Typology of knowledge, skills and competences: clarification of the concept and prototype. Centre for European Research on Employment and Human Resources. Groupe ESC Toulouse. Research report elaborated on behalf of Cedefop/Thessaloniki.
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
10
Jurnal Kebangsaan, Vol.4 No.8 Juli 2015
M. Yusuf | Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Aparatur
ISSN: 2089-5917
11