JST Kesehatan Januari 2014, Vol.4 No.1 : 25 – 33
ISSN 2252-5416
HAMBATAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANIANGPAJO KABUPATEN WAJO Exclusive Breast Feeding Obstacles in Work Area of Public Health Centre (PHC) Maniangpajo of Wajo Regency Sriwati1, Mappeaty Nyorong2,Sudirman Natsir2 1
Bagian Akbid Prima Sengkang Bagian Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
2
(Email:
[email protected])
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis hambatan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Maniangpajo Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Jenis penelitian adalah desain penelitian kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus. Pengumpulan informasi dilakukan dengan Wawancara Mendalam dan Observasi Partisipasi Pasif. Informan penelitian adalah Ibu menyusui yang tidak ASI eksklusif dan Bidan wilayah setempat. Informan ditentukan secara purposif.. Hasil penelitian: menunjukkan bahwa hambatan dalam pemberian ASI eksklusif adalah produksi ASI yang sedikit yang disebabkan kurangnya persiapan ibu dalam merencanakan ASI eksklusif, kesibukan ibu bekerja, kurangnya dukungan keluarga dan petugas kesehatan, adanya persepsi kaum ibu terhadap pertumbuhan yang baik bagi bayi ”bayi montok” dengan susu formula. Kebiasaan masyarakat memberikan air putih, madu, teh, kopi dan kelapa muda kepada anak pascapersalinan serta adanya kepercayaan produksi ASI terhenti karena kaget (takkitte), pengaruh makhluk ghaib (ampa-ampareng) dan bekerja berat sehingga keadaan ASI encer (malawi) serta basi sehingga anak tidak mau menyusu. Program ASI eksklusif puskesmas melalui kerja sama bagian KIA, bagian Gizi dan bagian Promosi kesehatan belum berjalan dengan baik. Mental provider menjadi salah satu penghambat dalam pemberian ASI eksklusif. Kurang persiapan dalam produksi ASI, kurang kesadaran, tradisi budaya, dan Gencarnya Promosi ASI eksklusif menjadi penghambat dalam pemberian ASI Eksklusif. Kata kunci: Hambatan, ASI eksklusif
ABSTRACK The research aimed to analyse the exclusive breast feeding obstacles in the work area of PHC Maniangpajo, Wajo Regency, South Sulawesi. This was a qualitative research design with the case study approach. Information collection was conducted through a profound interview and Passive Participative observation. The research informants were determined by purposive sampling method. The informants in the research were mothers who gave the exclusive breast feeding and the local midwives. indicates that the obstacles in the exclusive breast feeding are a little breast milk caused by lact of the mothers’ preparation in planning the exclusive breast feeding, mothers’ business in working, lack of families and health officials’ support, mothers’ perception on the good growth of "chubby babies" by giving the formula milk, the community’s habit to give fresh water, honey, tea, coffee and coconut to the babies of post partum, existence of the belief that the breast milk production stopped due to the shock (takkitte), effect of supernatural creature (ampa-ampareng), heavy work so that the milk is dilute (malawi) and stale so that the babies do not want to suckle. The program of the exclusive breast feeding of PHC through the cooperation KIA department, Nutrition department, and health promotion department have not functioned well. The mental provider becomes one of the obstacles in the exclusive breast feeding. Lact of the mothers’ preparation in
25
Sriwati
ISSN 2252-5416
planning the exclusive breast feeding, lack of awareness, cultural traditions, and the incessant promotion of exclusive breast feeding becomes obstacles in the exclusive breast feeding. Keywords: obstacle, exclusive breast feeding
jarang juga fasilitas kesehatan justru memberikan susu formula kepada bayi baru lahir, dan banyak ibu bekerja yang menganggap repot menyusui sambil bekerja (Riksani, 2012). Menurut Ulek M, et al (2012) di Bhaktapur Nepal, kurang mendapatkan informasi pada saat kunjungan antenatal dan kunjungan klinik rutin, merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua di dalam memberika ASI eksklusif. Menurut Siregar (2004) dalam Aprilia Y, (2009), Engebretsen I.MS et al (2010), Petit A.I (2008) di Uganda, Mahmood S.E et al (2009) di India, alasan dikemukakan oleh ibu-ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya, antara lain; ibu merasa produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam mengisap, ibu bekerja, keinginan untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hambatan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Maniangpajo.
PENDAHULUAN Program ASI Eksklusif merupakan program promosi pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi tanpa memberikan makanan atau minuman lain. Tahun 1990, pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PPASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui eksklusif kepada bayi dari lahir sampai usia 4 bulan. Tahun 2004, sesuai dengan anjuran WHO, pemberian ASI eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan (Kemenkes, 2004) dalam Jafar N (2012) Berdasarkan data dari Direktorat Bina Gizi menunjukkan bahwa capaian cakupan ASI eksklusif di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2012. Capaian cakupan ASI eksklusif sebesar 55,7 % dan pada tahun 2011 sebesar 68%. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2010 pada bayi 0-6 bulan sebesar 80% (Depkes, 2007) dalam Jafar N (2012). Cakupan ASI eksklusif Kab. Wajo tahun 2011 sebesar 68% dan tahun 2012 sebesar 78,8%. Adapun cakupan ASI eksklusif khusus wilayah puskesmas Kecamatan Maniangpajo pada tahun 2009 sebesar 20%, tahun 2010-2012 sebesar 57,1% (Dinkes Wajo, 2012) Masih rendahnya cakupan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan, dipengaruhi banyak hal, diantaranya rendahnya pengetahuan dan kurangnya informasi pada ibu dan keluarga mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif, tata laksana Rumah Sakit ataupun tempat bersalin lain yang seringkali tidak memberlakukan bed-in (ibu dan bayi berada dalam satu kasur) atau rooming-in (rawat gabung), tidak
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Maniangpajo Kabupaten Wajo. Jenis penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini diambil dengan cara Pupossive sampling, yang menjadi informan adalah ibu menyusui tidak ASI eksklusif dan Bidan wilayah setempat. Metode Pegumpulan Data Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui dua cara,
26
Hambatan, ASI eksklusif
ISSN 2252-5416
yaitu Wawancara Mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara yang berisi tentang pertanyaan hambatan Produksi ASI, hambatan Kesadaran, hambatan keberterimaan oleh budaya, hambatan program ASI Eksklusif Puskesmas dan hambatan berupa gencarnya promosi susu formula. Cara pengumpulan data lain dilakukan dengan Observasi Partisipasi Pasif (Passive participation) serta pengumpulan data sekunder dengan Telaah Dokumen.
janin sehat seperti makan ikan, sayur dan buah, saya melahirkan di rumah karena lebih nyaman di rumah......saya minta persetujuan bidan, kata bu bidan bisa datang ke rumah menolong persalinan saya.....Alhamdulillah lahir normal.” (TN, 19 tahun). ASI Terlambat Keluar Pada umumnya ibu bersalin mengatakan bahwa produksi ASI baru keluar setelah 1 (satu) hari sampai 3 (tiga) hari pasca bersalin. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya ibu tidak memahami bahwa kolustrum merupakan proses produksi ASI. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “Setelah melahirkan belum ada ASI, tiga malam kemudian baru keluar air susuku, langsung deras membuat badanku menggigil, hari kedua baru saya menyusui karena anak dikaca karena dioperasi caesar” (SP, 30 tahun)
Metode Analisis Data Teknik analisis data menurut Milles dan Huberman (1984) dalam Bungin (2005) dan teknik ini yang digunakan oleh peneliti, diterapkan melalui tiga alur, yaitu Reduksi data (Data Reduction), Data Display atau penyajian data dan Conclusion Drawing/Verification atau pencarian makna dan kata kunci peristiwa. HASIL Karakteristik Infoman Sebagian besar ibu menyusui tidak ASI eksklusif berumur 19 s.d 40 tahun, usia bayi 6 s.d. 12 bulan. Anak pertama dan anak kedua. Berdasarkan tingkat pendidikan dari SD s.d. Sarjana. Berdasarkan keadaan dan sarana melahirkan yaitu kelahiran normal di rumah dan Puskesmas dan indikasi caesar di Rumah Sakit.
Jumlah ASI Sedikit Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan langkah awal untuk memantapkan kegiatan menyusui dan membantu menyukseskan kegiatan ASI eksklusif, khususnya dalam merangsang produksi ASI. Menurut RM dan UN proses inisiasi tidak dilakukan pada saat melahirkan, meskipun melahirkan normal. Berikut kutipan wawancara dengan informan: “Saat lahir, bayi disimpan di dadaku hanya sekilas, hanya dilakukan seperti ini saja (dipraktekkan dengan meletakkan tangan didada),..... selalu saya ASI pada waktu itu,...... saya tidak pernah disampaikan seperti itu(proses IMD)........pernah saya baca dibuku merah anak, apabila anak lahir prematur supaya hangat diletakkan didada.” (RM, 28 tahun) Kondisi yang lain juga berlaku pada salah satu ibu yang kurang percaya diri menyusui anaknya meskipun memiliki produksi ASI cukup deras, tetapi kondisi payudaranya yang memiliki puting
Hambatan Produksi ASI Kurang Persiapan Untuk Menyusui Hambatan Produksi ASI bila ibu tidak mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk menyusui. Bagaimana keluarga berusaha memperoleh informasi tentang perawatan payudara sampai kepada keutamaan ASI bagi bayi serta memilih tempat bersalin yang mendukung ASI eksklusif. Berikut persiapan responden dalam menghadapi kelahiran: “Tidak pernah diberikan praktek perawatan payudara, bu bidan hanya anjurkan perbaiki makanannya supaya 27
Sriwati
ISSN 2252-5416
masuk kedalam sehingga ibu merasa anaknya tidak puas dalam menyusu. Berikut kutipan wawancara dengan informan: “Lumayan banyak ASIku, tetapi payudaraku datar/masuk ke dalam, jadi anak susah menyusu, rewel dan mudah lapar, tidak mau mulutnya berhenti mengunyah, jika diayun susah menyusui, jadi saya bantu susu formula.” (CW, 40 tahun) Adanya persepsi ibu terkadang dipengaruhi oleh budaya secara turun temurun dari orang tua maupun mertua. Menurut persepsi salah satu ibu RM dari hasil wawancara bahwa penyebab produksi ASI berkurang karena payudara kecil. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “ Tidak pernah banyak air susuku dari anak pertama, mungkin karena payudaraku juga kecil,......... karena payudaraku yang sebelah tidak banyak ASInya, kecil sebelah, sampai sekarang tetap menyusui”. (RM, 28 tahun)
kaget dalam bahasa bugis “takkitte” akibat sering kerja berat, sehingga produksi ASI berhenti. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “Pada awalnya ada ASI tapi lamakelamaan hilang, “takkitte” , mungkin karena saya sibuk bekerja, sering mencuci banyak........ dari awal dibantu susu dot........kasihan anak selalu menangis, jangan sampai lapar.....kuat sekali minum susu......tapi kenapa lamakelamaan hilang, ...... kata bu bidan sering-sering anaknya diberi ASI,.... anak lebih banyak minum susu formula daripada ASI karena sedikit ASIku, anak menyusu hanya sampai lima bulan.” (BD, 23 tahun). Hambatan Kesadaran Kurang pengetahuan tentang ASI eksklusif dan Kolustrum Meskipun sebagian besar informan tidak memahami tentang pengertian ASI Ekslusif, namun terdapat informan yang mengetahui tentang manfaat pemberian ASI Ekslusif. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “ Menurutku ASI meresap,.....kalo susu formula mungkin hanya membuat anak kenyang saja, jadi biarpun saya bantu susu dot tetap saya ASI ......karena menurutku bagus jika anak tetap menyusu (ASI).......itu biasa kubaca di internet......cuman perasaan tidak cukup..... bagus karena untuk daya tahan tubuhnya anak,”. (RM, 28 tahun). Pengetahuan tentang kolustrum sangat berpengaruh terhadap kesadaran ibu menahan diri untuk tidak terpengaruh memberikan makanan atau minuman selain ASI. Beberapa ibu seperti BL yang tidak memahami kolustrum, berikut kutipan wawancara dengan informan: “Tidak pernah saya lihat (kolustrum).........pada saat itu saya disuruh langsung ASI, katanya (bidan, keluarga) biarkan anak belajar menyusu, saya tidak tau apakah ada ASIku atau bagaimana, sebelumnya tidak pernah disampaikan........... saya juga tidak pernah buang, begitu juga anak pertama.
ASI Terbuang Temuan yang menyebabkan produksi ASI hilang akibat ASI banyak yang menyebabkan payudara bengkak sehingga anak malas menyusu pada ibunya. Adanya persepsi ibu bahwa ASI encer yang diistilakan dalam bahasa bugis “malawi”. Sehingga ibu menganggap bayi tidak suka. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu informan : “Anakku tidak mau menyusu, jadi kubantu susu dot, tidak kental juga (malawi),...... banyak ASIku, pul, payudara bengkak dan lecet, kata dokter sering-sering anak disusui, tapi anak tidak mau menyusu........ tidak kental/cair karena tidak sama anak kedua seperti santang, cuman seperti air kelapa, sejak saat itu ASIku hilang”. (SP, 30 tahun). Persepsi lain salah satu ibu bahwa anak tidak mau menyusu karena ASI basi akibat payudara bengkak. Sehingga ibu menganggap bayi tidak suka. Menurut kepercayaan masyarakat setempat ASI 28
Hambatan, ASI eksklusif
ISSN 2252-5416
Tapi anak selalu rewel, saya tanya bu bidan adakah susu bisa dikasi bayiku, saya dikasi susu bubuk tapi dilarang pake dot, bu bidan bilang kalau sudah ada ASI tidak usah lagi minum susu, tapi tetap saya bantu, karena anak malas menyusu.” (BL, 35 tahun).
budaya masyarakat setempat menganggap bahwa ASI akan keluar banyak apabila melalui proses “marremme” oleh dukun yaitu kegiatan memijit seluruh badan ibu nipas setelah melahirkan selama 3 hari berturut-turut untuk merangsang produksi ASI. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “Pada waktu melahirkan saya juga dibantu dukun beranak, tradisi orang tua bahwa meskipun dibantu bidan tetap juga dibantu dukun, supaya ada yang pimpin dalam proses ritual adat acara hakekah, ASIku keluar banyak setelah setelah melalui proses “maremme” oleh dukun.” (LN, 19 tahun). Temuan menarik juga disampaikan oleh mantan bidan koordinator, bahwa selama bertugas di puskesmas terdapat di wilayah kerjanya suatu tradisi yang dilakukan oleh orang jawa. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “ Pada umumnya orang jawa memberikan kelapa muda bayinya setelah lahir, biarpun dilarang katanya tidak bisa tidak karena sudah tradisi di keluarga dari dulu, karena kenyataannya selama ini tidak ada masalah dan dia tunjukkan semua anaknya sudah besar dan sehat, bukan hanya kelapa muda, pernah juga saya dapatkan pagi-pagi setelah persalinan, anaknya diberikan serelak (makanan pendamping ASI) padahal sebelumnya saya wanti-wanti tidak boleh memberi makanan apapun selain ASI, meskipun hanya air putih, langsung dia bilang begitu tradisi keluarga saya.” ( RN, 58 tahun). Hambatan lain tentang pemberian ASI Ekslusif berhubungan dengan budaya setempat, yaitu adanya kepercayaan masyarakat bahwa produksi ASI bisa berhenti karena kaget (takkitte), ada pengaruh makhluk halus (ampaampareng). Berikut kutipan wawancara dengan informan: “Pada saat itu saya terserang diare, karena selalu turun dari rumah buang air besar, kata orang kampung “ampaamparengng”, sehingga “takkitte”
Pertumbuhan Bayi Besar dengan Susu Formula Kesadaran ibu untuk menggunakan ASI eksklusif masih kurang, hal ini disebabkan karena adanya anggapan pada ibu bahwa pemberian susu formula pada bayi dapat menyebabkan pertumbuhan bayi lebih cepat. Berikut kutipan wawancara dengan informan: “Anakku yang pertama ASI, sakitsakitan, tidak sama dengan anak kedua selama dibantu dengan susu formula, agak montok kelihatan, tapi tidak mau memang menyusu, kemungkinan karena ASIku tidak kental (malawi).” (SP, 28 tahun). Ibu Tidak memiliki Motivasi Memberikan ASI Apabila Bekerja dan Kuliah Kesadaran ibu masih sangat minim untuk tetap memberikan ASI kepada bayinya meskipun ibu bekerja di luar rumah. Meskipun pada dasarnya ibu sudah mengetahui ASI bisa diperas dan disimpan ketika akan bepergian. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “Banyak ASIku, tetapi saya sangat sibuk dipasar, jadi saya ajarkan minum susu formula, ....pernah dianjurkan bu bidan ASI saja selama 6 bulan, ...tidak sempat saya peras ASI........umur 3 bulan saya bantu susu formula.......tapi di rumah saya tetap ASI, malam tidak pernah dibantu susu, seandainya ada yang jaga mungkin bisa pulang menyusui, padahal anak tidak suka sebenarnya susu formula, saya sendok-sendokkan saja.” (PS, 35 tahun). Hambatan dalam keberterimaan oleh budaya Salah satu kepercayaan yang mempengaruhi produksi ASI yaitu 29
Sriwati
ISSN 2252-5416
ASIku, anakku tidak mau lagi menyusu bahkan tidak mau melihat ASI dan marah apabila disuguhkan ASI, seperti pada payudara ada setannya...........satu bulan lima hari ASI........sampai sekarang minum susu formula.” (TN, 19 tahun).
sampai 5 hari makanya saya bantu susu formula, Menurut keluarga,suamiku dengan mamaku kalau habis air susumu, sambung saja susu formula daripada anak menangis terus, kasihan anak bagaimana kalau lapar , anak ASI hanya sampai 5 bulan”.(GR 28 tahun) Kehidupan kota, dengan pergaulan yang sudah modern dianggap sangat berpengaruh terhadap penggunaan susu formula menurut penuturan bidan mantan koordinator yang sudah 20 tahun menjabat di puskesmas setempat. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “ Ibu-ibu muda sekarang sudah modern dan sudah pintar tanpa disuruh sudah beli sendiri susu formula, mereka ikutikutan sama tetangga, dan menganggap tidak mampu kalau tidak membelikan susu formula anaknya, apalagi disini sudah seperti kota, susu formula gampang didapat di mana-man, tidak seperti dulu waktu masih pertama saya bertugas di sini ibu-ibu masih banyak menyusui bayinya tanpa dibantu susu formula” (RN, 58 tahun)
Hambatan Dalam Program ASI Eksklusif Puskesmas Adanya program keberhasilan ASI eksklusif memerlukan dukungan dari berbagai pihak yang terkait terutama dalam bentuk penyampaian informasi, khususnya di Puskesmas, program yang terkait yaitu KIA, promkes dan gizi. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “Bentuk kerjasama antara petugas bidan, promkes, dan gizi terkadang tidak sesuai, menurut bagian gizi batasan ASI ekskusif ada batasan 1 bulan,2 bulan, 3 bulan atau 4 bulan sampai 6 bulan, sementara kita bidan 6 bulan,ASI 6 bulan saja tanpa makanan atau minuman lain, lain lagi dengan promkes paling dia tanya ibu ASI atau PASI, kalo dia tanya ASI 6 bulan dikategorikan ASI, padahal penyajiannya waktu lahir dia tidak tahu apakah dibantu susu botol atau bagaimana. Jadi mereka hanya dalam bentuk pelaporan saja”. (AM, 38 tahun)
Mental Model Provider Pada hari-hari pertama melahirkan, banyak ibu gelisah karena ASInya belum keluar. Hal ini sering menjadi alasan petugas kesehatan memberikan susu formula sebagai alternatif pengganti ASI agar ibu tidak memberikan makanan lain yang dapat membahayakan bayi. Berikut kutipan wawancara dengan informan: “ Sebelum ada ASI keluar, ada susu bubuk diberikan bu bidan,karena anak susah menetek dan selalu rewel dua hari kemudian baru keluar ASIku, dia menganjurkan lebih sering menyusui.” (CW, 40 tahun). “Pernah kerjasama dengan produsen susu formula sebelum ada perda untuk bayi bermasalah (bayi yang dibantu susu formula), Biasanya jika ibu bersikeras mau memberikan susu formula bayinya dari pada diberikan kopi, madu selama menunggu ASI, lebih baik dberikani susu formula. Tetapi sekarang ada perda sudah tidak dilakukan, hanya kerjasama
Hambatan Gencarnya Promosi Susu Formula Ibu Terpengaruh Dengan Promosi Susu Pengganti ASI Hasil wawancara beberapa informan menunjukkan bahwa pada dasarnya ibu terpengaruh dengan promosi susu formula yang ada di media – media, kerabat serta teman Berikut kutipan wawancara dengan informan : “ Sering saya nonton di TV , macammacam merek susu untuk anak-anak ..... anakku minum laktogen karena dari awal dibelikan bapaknya di apotik, sekarang sudah banyak juga dijual di toko-toko”. (SP, 30 tahun) “ Selama menyusui ASI tidak pernah deras,........karena ASI telat keluar 30
Hambatan, ASI eksklusif
ISSN 2252-5416
susu untuk ibu hamil dan ibu bersalin.” (AM, 38 tahun, AY, 25 tahun). PEMBAHASAN Upaya untuk memperoleh keberhasilan menyusui selain pengetahuan, upaya dapat dilakukan dengan perencanaan persalinan yang mendukung program ASI eksklusif, seperti sarana kesehatan yang mendukung pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini), sarana persalinan yang menyediakan rawat gabung. Produksi ASI akan berlangsung baik apabila manajemen laktasi dilakukan dengan baik, mulai dari kunjungan antenatal (ANC), masa segera setelah melahirkan sampai pada masa menyusui. Manajemen laktasi pada kunjungan ANC dimulai dengan pelatihan tentang perawatan payudara, penyuluhan tentang gizi yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kesehatan ibu. Hal ini merupakan kewajiban bidan untuk menjelaskan setiap kunjungan. Menurut hasil wawancara bidan bahwa memberian informasi terhadap ibu melahirkan pertama tidak sesering dengan ibu yang akan melahirkan anak kedua atau ketiga dengan pertimbangan sudah memiliki pengalaman sebelumnya. Kegagalan ASI eksklusif juga di temukan pada informan yang kurang percaya diri terhadap produksi ASInya, ibu merasa produksi ASInya tidak mencukupi kebutuhan anak. Hal ini karena payudara datar, payudara kecil, sehingga memilih alternatif menambah susu formula. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Agunbiade et al (2012), Uchenna G.O (2012) di Southwest Nigeria bahwa (62,5%) tidak memiliki kepercayaan diri untuk menyusui secara eksklusif. Dalam penelitian meskipun beberapa informan tidak mengetahui batasan ASI eksklusif tetapi Informan mempersepsikan ASI eksklusif melalui manfaat ASI. Berdasarkan pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI eksklusif tersebut, seharusnya akan mempengaruhi kesadaran ibu dalam mengaplikasikannya
dalam pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Hal ini sejalan dengan Lupton D dalam Amir L.H,( 2011), di Australia bahwa meskipun pada dasarnya informan menyadari bahwa menyusu sendiri lebih baik, praktis dan dapat mempererat hubungan kasih sayang, namun pengetahuan tidak dapat diterjemahkan ke dalam tindakan. Temuan lain hasil penelitian ini adalah kesadaran ibu memberikan ASI eksklusif masih kurang, disebabkan adanya anggapan pada ibu bahwa pemberian susu formula pada bayi dapat menyebabkan pertumbuhan bayi lebih cepat, hal ini Berdasarkan persepsi ibu dari hasil penelitian bahwa bayi ASI terlihat kurang montok, sakit-sakitan, sementara bayi yang diberi susu formula terlihat lebih montok. Menyusui dan meninggalkan bayi untuk sementara (bekerja atau kuliah) bisa seiring sejalan, asalkan ibu mempunyai motivasi yang kuat dan ilmu yang cukup untuk terus menyusui. Tentunya Ibu memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar terutama keluarga. Hasil penelitian, kesadaran ibu masih kurang terhadap pemberian ASI eksklisif. Hal ini karena motivasi tidak ditemukan terhadap informan memberikan ASI kepada bayinya meskipun ibu bekerja di luar rumah. Hal ini dapat dilihat dari penuturan informan yang tidak berusaha menyiapkan ASI pada saat akan meninggalkan bayinya untuk sementara waktu. Hal ini sejalan dengan penelitian Ulak M et al (2012) di Bhaktapur Nepal, setengah dari sepertiga jumlah ibu yang Bekerja di luar rumah dilaporkan menjadi alasan untuk tidak menyusui secara eksklusif. Ungkapan yang sama menurut Perera P.J et al (2012) di Srilangka yaitu Alasan utama untuk meninggalkan ASI eksklusif adalah ibu memulai pekerjaan, kecemasan ibu tentang kecukupan ASI dan kegagalan pertumbuhan. Kebiasaan budaya yang masih ditemukan oleh bidan setempat selama menolong persalinan, bayi masih diberi air putih, madu, teh, kopi bahkan kelapa 31
Sriwati
ISSN 2252-5416
muda dan adanya kepercayaan masyarakat bahwa produksi ASI bisa berhenti karena kaget (takkitte), ada pengaruh makhluk halus (ampaampareng) dan kerja berat, sehingga ASI yang dihasilkan encer(malawi) dan basi membuat bayi tidak mau menyusu, serta adanya kepercayaan yang berpengaruh terhadap produksi ASI bahwa ASI akan banyak keluar apabila dukun sudah (marremme) pada ibu,artinya memijit seluruh tubuh ibu bersalin selama tiga hari setelah melahirkan. Budaya sangatlah mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Dalam konsep Bourdieu dalam Amir L.H. ( 2011), adanya kecenderungan prilaku individu memahami dan bertindak sesuai dengan latar belakang sosial mereka yang mempengaruhi sikap dan prilaku berdasarkan norma-norma budaya yang diwariskan ke generasi berikutnya. Berdasarkan wawancara dari beberapa informan menunjukkan bahwa pada dasarnya ibu terpengaruh dengan promosi susu formula. Sehingga susu formula dikalangan ibu sudah menjadi tradisi sebagai alternatif pengganti ASI. Hal ini sejalan dengan pernyataan menurut Bourdieu dalam Amir L.H. (2011), bahwa Jika wanita telah tumbuh dalam masyarakat dimana pemberian susu formula adalah tradisi, maka tradisi mempengaruhi sikap dan prilaku. Dampak dari promosi tidak langsung tersebut akan sangat mempengaruhi prilaku masyarakat sangat luas. Petugas kesehatan memainkan peranan yang sangat penting di dalam praktek pemberian susu formula. Susu formula terkadang didapatkan informan dari bidan jika sesuai dengan merek yang telah diminum sebelumnya. Kerjasama bidan dengan produsen susu memang pernah dilakukan sejak dulu menurut penuturan informan, namun selama peraturan daerah tentang pelarangan pemberian susu formula untuk usia 0 sampai 6 bulan sudah berlaku, kerjasama hanya dilakukan untuk susu ibu hamil dan bayi usia 6 bulan ke atas.
KESIMPULAN DAN SARAN Produksi ASI menjadi hambatan dalam pemberian ASI eksklusif karena kurangnya persiapan ibu dalam merencanakan ASI eksklusif serta kurangnya dukungan keluarga dan petugas kesehatan. Kesadaran ibu terhadap pertumbuhan bayi masih kurang ditandai dengan persepsi bayi montok dengan susu formula dibandingkan pada saat ASI serta ibu tidak memiliki motivasi memberikan ASI apabila ibu bekerja dan kuliah, dipengaruhi oleh pemahaman yang kurang terhadap ASI eksklusif. Kebiasaan budaya yang masih dilakukan oleh masyarakat dengan memberikan air putih, madu, teh, kopi bahkan kelapa muda dan serlak pada saat persalinan, kepercayaan bahwa produksi ASI berhenti karena “takkitte”, “ampaampareng” serta kerja berat sehingga keadaan ASI “malawi” serta basi menyebabkan anak tidak mau menyusu, dan kepercayaan bahwa “marremme” merupakan proses yang mempengaruhi produksi ASI. Namun, bukanlah merupakan budaya yang mengikat di daerah penelitian dan kebiasaan Susu formula sudah menjadi tradisi pengganti ASI. Program ASI Eksklusif Puskesmas melalui kerja sama bagian KIA, bagian Gizi dan bagian Promosi kesehatan belum berjalan baik, KIA dan Promosi hanya dalam bentuk pelaporan. Mental provider menjadi salah satu penghambat dalam pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya Pemberdayaan Ibu Hamil melalui pengembangan KIE dalam bentuk inovasi baru yakni komunikasi berantai sehingga informasi terkait ASI Ekslusif dan IMD tidak hanya bersifat satu arah yang datangnya dari petugas kesehatan/Bidan tetapi juga bersifat dua arah sehingga informasi juga bisa berasal dari ibu dan dapat menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan. Perlunya pemberian pemahaman yang sistimatis tentang batasan ASI eksklusif, manfaat IMD, manfaat Kolustrum dan manfaat ASI 32
Hambatan, ASI eksklusif
ISSN 2252-5416
secara mendalam terhadap Ibu sehingga produksi ASI yang kurang bukan lagi menjadi penghambat dalam ASI eksklusif. Sasaran promosi tentang pemberian ASI eksklusif perlu diperluas kepada seluruh keluarga secara komprehensif. Memaksimalkan peran petugas kesehatan ( KIA, Gizi dan Promkes) melalui kerjasama berdasarkan tanggungjawab masing-masing. Diharapkan adanya konselor ASI sebagai pendamping Ibu dalam menyukseskan ASI eksklusif. Serta diharapkan ibu menyikapi bahwa memberikan ASI dengan niat mengharap pahala dari Allah SWT akan menjadi investasi dunia dan akhirat.
http://www.internationalbreastfeedin gjournal.com/content/5/1/13 Jafar,N.(2012), Makalah Asi Eksklusif. http://repository.unhas.ac.id/handle/ 123456789/2691, Mahmood S.E, Srivastava A, Shrotriya V.P, Mishra P, (2012). Infant feeding practices in the rural population of north India http://www.jfcmonline.com. Perera P.J.et al. (2012). Actual exclusive breastfeeding rates and determinants among a cohort of children living in Gampaha district Sri Lanka: A prospective observational study. http://www.internationalbreastfeedin gjournal.com/content/7/1/21 Petit,A,I. (2008). Perception and Knowledge on Exclusive Breastfeeding Among Women Attending Antenatal and Postnatal Clinics. A Study from Mbrara Hospital Uganda. www.ajol.info.index.php/dmsj/articl e/viewfile/53349/41927 Riksani, R., (2012), Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Edisi 1. Jakarta Timur: Dunia Sehat Uchenna O. (2012). Problems encountered by breastfeeding mothers in their practice of exclusive breast feeding in tertiary hospitals in Enugu State, South-east Nigeria. International Journal of Nutrition and Metabolism Vol. 4(8), pp. 107 – 113. DOI: 10.5897/IJNAM11.057. ISSN 2141-2499 ©2012 Academic Journals. http://www.academicjournals.org/ijn am Ulak M, Chandyo R.K, Mellander L, Shrestha P.S, Strand T.A, (2012). Infant feeding practices in Bhaktapur, Nepal: a cross-sectional, health facility based survey. http://www.internationalbreastfeedin gjournal.com/content/7/1/1
DAFTAR PUSTAKA Agunbiade O.M. (2012). Problems encountered by breastfeeding mothers in their practice of exclusive breast feeding in tertiary hospitals in Enugu State, South-east Nigeria. http://www.internationalbreastfeedin gjournal.com/content/7/1/5 Amir L.H. (2011). Social theory and infant feeding. http://www.internationalbreastfeedin gjournal.com/content/6/1/7 Aprillia, Y., (2009), Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Kepada Bidan Di Kabupaten Klaten. http://eprints.undip.ac.id/23747/1/Ye sie_Aprillia.pdf Bungin. (2005). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dinas Kesehatan, (2012). Laporan Perbaikan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo. Engebretsen I.MS, Moland K.M, Nankunda J, Karamagi C.A, Tylleskär T, Tumwine J.K. (2010). Gendered perceptions on infant feeding in Eastern Uganda: continued need for exclusive breastfeeding support
33