IX. RADIOFARMAKOLOGI PADA KEDOKTERAN NUKLIR Radiofarmakologi adalah bidang barn yang menarik dan mempunyai jangkauan yang luas untuk rised dan penelitian selanjutnya kedalam desain dan penggunaan radiofarmasetik. Radiofarmakologi bekerja sama dengan visio patologi menangani radiofarmasetik dalam sistem kehidupan. Studi dari distribusi dan mekanisme lokalisasi dari radiofarmasetik dalam organ yang berbeda adalah penting dari radiofarmakologi. Pengetahuan dari radiofarmakologi menyiapkan banyak informasi dan ketepatan dalam diagnosis dari sakit manusia. Sebelumnya, diterangkan metoda produksi dari radionuklida yang berbeda dan metoda labeling berbagai senyawa. Dalam hal ini didiskusikan berbagai aspek dari radiofarmakologi dari senyawa ini dan keutamaan mereka dalam evaluasi klinik dari berbagai penyakit pada manusia. Diskusi dibagi ke dalam seksi organ manusia yang berbeda. Pada tiap seksi struktur anatomik dan fungsi fisiologik dari organ diterangkan sikat dan tes radionuklidik yang diharapkan didiskusikan bersama dengan kegunaan klinik mereka, terutama dengan mengingat pada penggunaan radiofarmasetik, aspek farmakologiknya, dan mekanismenya lokalisasi. Sistem Susunan Syaraf Anatomi dan fisiologi Sistem syaraf pusat (SSP) terdiri dari dua bagian-otak dalam tengkorak dan spinal cord dalam kolom vertebral. Otak terdiri dari dua cerebral hemisphires simetrik (kiri dan kanan) dipisahkan oleh celah longitudinal. Setiap hemisphires mempunyai empat lobes frontal , parietal, temporal dan occipital-dan lobes ini dipisahkan oleh celah. Kedua serebelum dan pons adalah secara dorsal terletak antara cerebral hemisphires dalam posterior fossa dari celah. Serebelum bertanggung jawab untuk koordinasi motor dan orientasi space dari badan, sedangkan bentuk pons jembatan antara conecting links medula oblongata adalah daerah dari lewatan untuk traktus serabut syaraf yang memanjang antara spinal cord dan daerah yang lebih tinggi dari otak, ini mengandung pusat reflek tertentu dan syaraf kranial. Talamus dan hipotalamus terdapat di dalam interbrain dan fungsi mereka terlibat sensasi umum (luka, suhu, perasaan nyaman, masukan reflek). Glandula pituitary digantungkan dibawah hipotalamus. Di antara kiri dan kanan belahan dari interbrain terletak fentrikel ketiga sebagai lanjutan dari cerebral akiuedect. Ketiga fentrikel berkomunikasi dengan pertama dan kedua lateral fentrikel melalui intra fentrikular foramen. Fentrikel tempat
Universitas Gadjah Mada
berada sebagai perpanjangan dari kanal netral diatas medula. Fentrikel adalah space yang berisi cairan dengan otak. Choroid plexus adalah masa blood vessels yang terletak pada lateral fentrikel. Lapisan luar dari cerebral hemisphires tersusun dari material abu-abu dan diketahui sebagai kulit serebral. Di dalam ini terletak traktus dari serabut terdiri dari material putih sepanjang gumpalan material abu-abu. Telah diperkirakan bahwa kulit manusia mengandung sekitar 10-14 juta syaraf, yang sel syaraf dengan serabut syaraf aferent dan eferent. Semua sel ini dibentuk sebelum kelahiran dan tidak ada dari mereka, bila terluka, pernah digantikan. Otak dan spinal cord ditutup dengan meninges, seluruh cairan serebrospinal sirkulasi. Cairan serebrospinal adalah cairan tak berwarna mengandung beberapa limposid dan sama komposisinya dengan plasma. Sebagian besar komponen dari cairan serebrospinal disekresi oleh vaskular plexus (misalnya coroid plexus) sepanjang fentrikel. Cairan serebrospinal disekresi dengan kecepatan 50-400 ml/hari kedalam space cis tern dan suk aranoid (space antara dua lapisan meninges dalam susunan syaraf sentral) dan akhirnya diabsorbsi kembali ke dalam darah fena meninggalkan kranium. Cairan ini beraksi sebagai sockabsorber untuk otak. Serabut sel membutuhkan suplai oksigen konstan untuk survival. Suplai ini dijaga oleh blood fessel. Otak menerima sekitar 20% dari total kardiak output dan mengkonsumsi sekitar 20% dari total oksigen yang digunakan oleh seluruh badan waktu istirahat. Dua internal karotid dan dua fertebral arteri suplai darah ke otak, dan singgle anterior dan dua spinal arteri ke spinal cord. Semua darah fena dari susunan syaraf pusat kadang-kadang mengalir ke dalam fenakapa superior. Teknik Radiofarmasetik dan Imaging Imaging otak Prinsip dari imaging otak dikerjakan dengan mekanisme yang disebutnya bloodbrain barier (BBB), yang mengeluarkan banyak substansi dari dalam otak dari darah. BBB :nungkin campuran fungsional dari anatomik, fisiologik, dan fenomena metabolik, dimana Sari ini adalah efektif pada keadaan tertentu tergantung pada sifat fisiko kimia dari substansi. Barier adalah selektif. Beberapa senyawa seperti air, glukosa, sodium klorida, Jsb, siap masuk ke otak, dimana senyawa seperti sodium nitrit, sodium iodida, sukrosa, pigmen empedu dan beberapa yang umumnya digunakan radiofarmasetik juga sukar atau tidak sama sekali. Pemecahan dan BBB, seperti dalam hal tumor atau penyakit lain menghasilkan penetrasi dan senyawa ini kedalam otak. Jadi image otak
Universitas Gadjah Mada
normal menunjukkan tidak pengambilan dan sebagian besar radiofarmasetik dalam otak, disebabkan karena kekurangan difusi sederhana dari tracer yang disebabkan oleh BBB, dimana image abnormal menunjukkan prominen pengambilan radioaktivitas, menandakan pecahan BBB disebabkan oleh lesion. Sejumlah radiofarmasetik telah ditest untuk scaning otak dengan berbagai sukses. Dan semua ini,
206
Bi-nitrat mencapai rasio aktivitas tumor ke otak tertinggi,
tetapi ini digunakan dalam kedokteran nuklir dibatasi oleh tingginya energi proton (800 keV). Rasio tertinggi lainnya didapat dengan albumin teriodinasi. Keduanya klormerodrin dan lebih 99m
kecil
99m
dari
197
fIg-
Tc-sodium pertechnetat mencapai perbandingan tumor ke otak pada
albumin.
Senyawa
113m
99m
In-DTPA,
Tc-DTPA
dan
Tc-glukoheptonat juga telah digunakan pada imaging otak dengan cukup sukses.
Yang lain tapi kurang penting radiofarmasetik seperti
42
K,
84
Rb,
74
AS,
64
Cu,
52
Mn, dsb.
Karakteristik dari sebagian besar umumnya digunakan radiofarmasetik pada imaging otak diberikan pada tabel 9-1. Radiofarmasetik penting untuk imaging otak secara singkat diterangkan di bawah. Tabel 9-1. Rdiofarmasetik untuk imaging otak
99m
Tc-Sodium Pertechnetat Ini yang paling umum digunakan radiofarmasetik untuk imaging otak.
Radiopertechnetat (99mTcO4-) kebanyakan mirip kumpulan iodida dalam
sifat
biologiknya dan lokalisasi dalam tiroid, glandula salifari, mukosa gastrik, dan coroid plexus dari otak. Dengan injeksi intravena,
99m
TcO4- sebagian menjadi terikat pada
99m
protein plasma. Plasma kehilangan
Tc adalah sangat cepat dan ini disekresi oleh
mukosa gastrik dalam perut dan intestin. Sekitar 30% dari aktivitas injeksi di ekskresikan dalam urin dalam 24 jam pertama. Ekskresi fekal menjadi penting setelah 24 jam. Total urin dan ekskresi fekal dari radioaktivitas berlawanan,
99m 99m
TcO4- sekitar 50% dalam 3 hari dan hampir 70% dalam 8 hari. Yang
Tctereduksi dan
99m
Tc-khelat adalah dieliminasi oleh ginjal dan tidak
dikumpulkan dalam tiroid dan coroid plexus.
Universitas Gadjah Mada
Sekitar 10-20 mCi
99m
TcO4- diinjeksikan secara intrafena. Imaging dibuat 30-180
menit setelah injeksi dengan kolimasi NaI (TL) detektor kopel pada kamera gamma. Scintifotograph di taruh pada anterior, posterior, vertect, dan lateral proyeksi. Darah serebral mengalir bisa juga diukur dengan
99m
Tc dengan injeksi bolus dari
99m
TcO4-
secara intrafena dan diambil secara cepat berturutan scintifotograph dari otak pada anterioir , posterior, atau vertect proyeksi dengan kamera scintilasi pada
2-4 detik
interfal selama sekitar 1 menit. Studi urutan otak pada pasien normal menyatakan simetri dari aliran darah dalam 2 serebral hemisphires. Kenaikan perfusi akan menandakan vaskularitas pada lesion, seperti dalam beberapa tumor, dimana penurunan perfusi bisa mengindikasikan adanya infark. Coroid plexus mengakumulasi
99m
TcO4-dan tampak sebagai titik panas pada
scaning otak normal. Agar supaya memblok pengambilan coroid plexus, 200-300 mg potasium klorat diberikan secara oral pada pasien sekitar 30-60 menit sebelum injeksi 99m
TcO4-. Potasium perklorat jenuh tempat ikatan dari coroid plexus dan jadi mencegah
pengambilan 99mTc. 197
Hg-klormerodrin Keduanya
023
Hg- dan 197 Hg-klormerodrin telah digunakan untuk scaning otak,
walaupun yang terakhir itu dipilih karena dosis radiasinya rendah. Sekitar 1 mCi
197
Hg-
klormerodrin diinjeksikan intrafena dan image diambil dengan kamera gamma 3 jam setelah injeksi. Tingkat darah dari agen ini turun agak cepat ini dieskresi oleh ginjal dan jadi menghasilkan perbandingan aktivitas target ke non target tinggi. Ekskresi urin hampir 50%-70% dalam 24 jam. Lokalisasinya pada tumor terutama disebabkan oleh tingginya afinitas untuk jaringan protein. Kelambatan scan (6-24 jam setelah injeksi) diambil dalam kasus subdural hematoma, glioma, dan metastatik lision sebab nanti rasioaktivitas target ke non target lebih tinggi. Walaupun scan yang baik dari otak bisa didapat dengan agen ini, ini tidak lama digunakan sebab dosis radiasinya tinggi terhadap pasien.
Universitas Gadjah Mada
PENGGUNAAN RADIOISOTOP DALAM DIAGNOSA BEBERAPA PE-NYAKIT HEPAR Hepar terbentuk dari tiga unsur yang memegang peranan penting antara lain pada metabolisme, detoxifikasi bahan yang merupakan racun untuk tubuh manusia serta mengekskresikan bahan-bahan yang tidak berguna lagi untuk badan (waste producsts). Kegiatan unsur tersebut adalah :
1.
Sel-sel poligonal atau sel-sel parenchim
2.
Sel-sel Kupffer yang tergolong sistim reti kuloendoendotelial.
3.
Jalan-jalan darah dan empedu
Susunan anatomis kegiatan unsur tersebut sedemikian eratnya sehingga kelainan pada yang satu, maupun dalam bentuk baikpun dalam fungsi akan mempengaruhi unsur-unsur yang lain. Sel-sel parenchim tersusun sebagai barisan-barisan yang terpisah oleh sinusoidsinusoid yang tidak lain daripada jalan-jalan darah, yakni cabang-cabang terkecil dari vena porta. Diantara sel-sel tersebut terdapat pula saluran-saluran empedu yang terkecil yang seakanakan membungkus setiap sel untuk kemudian membentuk saluran-saluran yang lebih besar dan akhirnya bermuara pada saluran diluar hepar (extra hepatic bile ducts). Diding sinusoid-sinusoid tadi terbentuk dari sel-sel Kupffer dan antara sel-sel tersebut dengan sel-sel poligonal terdapat suatu ruangan yang dikenal dengan nama ruangan dari Disse (space of Disse). Sudah jatuh diluar tujuan karangan ini untuk membentangkan fungsi kedua macam sel tersebut dengan panjang lebar. Dalam hubungan dengan pembicaraan selanjutnya kiranya sudah cukup jika dikatakan disini bahwa sel-sel poligonal mampu menyerap bahan-bahan berwarna misalnya rose bengal (R.B), bromosulph-talein, dsb, sedangkan sel-sel Kupffer memiliki kemampuan untuk memfagositir bahan berbentuk partikel misalnya koloid. Partikel-partikel organik akan mengalami pemecahan (break down) pada metabolis-me sel tetapi partikel anorganik tidak dan akan menetap pada sel-sel Kupffer. Sifat kedua macma sel tersebut diatas dimanfaatkan untuk mempelajari peredaran darah dan kelainan-kelainan pada hepar. Aliran darah pada hepar terdiri atas 2 sistem yakni : 1.
Vena porta dengan cabang-cabangnya yang memecah menjadi sinusoidsinusoid yang bermuara pada V.centralis yang terletak ditengah-tengah lebuli hepar.
Universitas Gadjah Mada
Darah dari V.centralis akhirnya bermuara pada V.cava inferior. Beberapa cabang dari V.porta yang perlu diketahui untuk memahami apa yang nanti dibicarakan adalah :
a.
V. lienalis
b.
V. gastrica sinistra
c.
V. gastrica dextra
d.
V. Mesenterica
2.
Art.hepatica yang pada hepar memiliki cabang-cabang kecil yang kemudian menjadi V.hepatica yang bersama-sama dengan cabang-cabang V.centralis bermuara pada V.cava inferior.
Rupa-rupanya disamping kedua sistem tersebut ada pula kolateral-kolateral anatar arteri dan vena dan antara vena dan vena didalam hepar serta kolateral-kolateral yang tidak memegang peranan pada pengaliran darah hepar dan hanya melaluinya (bypass). Peranan kolateral-kolateral tersebut akan kita jumpai dalam pembicaraan selanjutnya. Kira-kira 20% dari seluruh volume darah beredar pada sinusoid-sinusoid, pulpa limpa (splenic pulp) dan "splanchnic veins". Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara darah yang memasuki dan yang keluar dari hepar dan tekanan yang terdapat pada "splanchnic veins" berkisar antara 10-20 mm Hg. Telah dikemukakan di atas bahwa sifat sel-sel poligonal dan sel-sel Kupffer untuk menyerap bahan-bahan tertentu dimanfaat-kan antara lain untuk mempelajari peredaran darah pada hepar. Sebelum perioda radioisotop cara yang digunakan dengan memanfaatkan sifat sel-sel poligonal ialah dengan menyuntikan larutan R.B.intra-vena dan peredaran darah diperhitungkan dengan menggunakan rumus Fickel :
Dimana L.P.F.
= liver plasma flow
Ca
= kadar R.B. pada art. hepatica sebe-lum hepar
Cv
= kadar R.B. pada vena hepatica
Universitas Gadjah Mada
Dari hasil perhitungan ini "liver blood flow" didapati dari rumus :
dimana H = hematokrit. Kelemahan-kelemahan cara tersebut selain dari memerlukan waktu lama ialah :
1.
Sangat ruwet untuk dikerjakan "Extraction officiency R.B. hanya 3% dan menentukan warna tersebut secara
kolorimetrik pada plasma tidak mudah.
2.
Sifat-sifat sel Kupffer untuk memfagositir partikel-partikel seperti koloid tadinya juga dimanfaatkan untuk menentukan besarnya aliran darah ke hepar.
Cara ini sangat ruwet untuk dikerjakan dan berdiri atas landasan yang tidak sehat, yakni
1.
Dianggap bahwa extraksi pada sel-sel dari darah telah lengkap pada satu kali aliran darah di hepar.
2.
Extraksi tidak terjadi pada sel-sel R.E.S. diluar hepar
3.
Daya extraksi sel-sel Kupffer tidak berubah pada hepar yang sakit
4.
Partikel-partikel harus memiliki ukuran-ukuran tertentu dan sama besarnya yakni 0,025 m.
Partikel yang lebih besar misalnya > 2 gm akan sangkut pada paru-paru dan yang < 0,025 gm akan melalui hepar dan memberi hasil pemeriksaan yang salah. Setelah digunakan radioisotop-radioisotop dalam bidang kedokteran cara-cara pemeriksaan lebih mudah dengan hasil yang lebih memuaskan dan "reliable". Dalam 1961 Greenlaw Cs. mengemukakan cata yang mereka gunakan untuk mempelajari sirkulasi partikel pada Annual meeting of the radiological sociaty of North America di Chicago. Cara ini agak mudah dilakukan dengan J131-hipuran yang disuntik intraspenic. Mereka pergunakan 2 detektor yang satu pada hepar dan satu pada garis tengah sternum ± 5 cm kaudal dari sudut Louris. Ada/tidak adanya "portal hypertension" dicek dengan mengukur tekanan pada pulpa limpa dan ada/tidak adanya varices pada cesofagus dicek dengan splenoporto- gram. Hasil yang mereka peroleh adalah seperti berikut : 1.
Normal
-
Puncak radioaktivitas pada hepar tercapai dalam waktu ± 8 sekonde p.i. dan sesudah itu kurva menurun.
Universitas Gadjah Mada
-
Puncak pada jantung tercapai pada menit ke 21, radioaktivitas pada puncak tersebut tidak begitu tingi dibandingkan dengan aktivitas pada puncak hepar. Kurva kemudian menurun dengan perlahan-lahan.
2.
"Portal hypertension" tanpa varices pada oesophagus :
-
Puncak kurva hepar masih tercapai dalam waktu normal yakni 7 sekonde tetapi menurunnya sangat lambat. Kurva jantung meningkat perlahan-lahan dan puncaknya lebih rendah dari biasa.
3.
"Portal hypertension" dengan varices pada oesophagus :
-
Radioaktivitas pada hepar barn mulai terlihat 7 sekonde p.i. dan puncaknya tercapai sesudah 11 sekonde. Sesudah mencapai puncaknya kurva berjalan datar.
-
Sebaliknya pada jantung puncak kurva tercapai 9 sekonde p.i., tinggi dan menurun dengan cepat.
Pendapat mereka tadi sesuai dengan hasil penyelidikan Iber Cs. dalam tahun 1960. Iber Cs. menyuntik R.I.H.S.A. intrasplenic dan menentukan volume plasma pada "splanchnic bed". Dalam keadaan normal mereka mendapat volume plasma sebesar 20%. Pada "Portal hypertension" tanpa sirkulasi kolateral 20% tadi menjadi 38% pada "Splanchnic bed" dan pada kolateral 22%. Pada cirrhosis hepatis dan sirkulasi kolateral angka-angka tadi menjadi berturut-turut 60% dan 35%. Keterangan yang diberikan oleh Berman Cs. yang mereka simpulkan dari penye-lidikan mereka ialah bahwa pada cirrhosis hepatis dengan atrofi, jaringan ikat (connective tissue) yang "membungkus" kapiler-kapiler dari V.porta menekan kapiler-kapile tersebut dan menyebabkan dilatasi dari jalan-jalan darah kaudal extrahepatal. Fungsi sel-sel hepar : Dengan diintroduksikan J131 R.B. pada 1955 oleh Teplin Cs. pada 1959, Nordyke dan Bland menggunakan bahan tersebut untuk menyelidiki fungsi sel-sel poligonal hepar. Sesudah menyuntik ± 25 ci J131 Rb. I.v. mereka mengikuti "Clearance rate" hepar dengan suatu detektor yang dipasang pada regio temporalis. Aktivitas radioisotop diikuti setiap menit selama ± 25 menit.
Universitas Gadjah Mada
Harga-harga normal berkisar antara 40 — 50% (rata-rata 45%). Makin tinggi harga perbandingan tadi, makin buruk fungsi sel-sel poligonal. Kelemahan test ini ialah bahwa ada "everlapping" dari harga-harga yang diperoleh pada misalnya cirrhosis hepatis, icsterus yang disebabkan oleh obstruksi batu, tumor, dsb. Nilainya test tersebut besar sekali dalam melakukan "follow up" penyakit yang diperiksa dan untuk menetapkan differensiasi antara "extra hepatic dan intra hepatic jaundice". (Terangkan dengan gambar scanning). Test ini pada bagian kami bisa digabungkan dengan scanning. Penderita harus berpuasa. Padanya disuntik ± 4 pci J131 R.B. per kg/berat badan i.v. dan 10 menit kemudian dilakukan scanning. Pemeriksaan ini penting sekali untuk menentukan therapi yang hams diberikan kepada penderita. Jika intrahepatic jaundice memerlukan pengobatan yang konservatif, penderita dengan "extra hepatic obstructive jaundice" hams segera dioperasi. Setelah selesai scanning I pada penderita diberi satu gelas susu sebagai cholagogun, dan satu jam kemudian dikerjakan scanning H. Jika tidak ada obstruksi, radioaktivitas akan dapat dilihat pada duodenum. Untuk mendapatkan gambar vesica fellae kita memberi suntikan 10-15 mgr morfine sulfat yang akan menyebabkan spasme pada sphinoter oddi dan mempengaruhi aktivitas kandung empedu (vesica fellae). Hal ini biasa dilakukan jika terdapat radioaktivitas pada duodenum untuk menentukan lokasi obstruksi. Namun, kita harus berhati-hati dengan menetapkan diagnosa jika pada scanning II duodenum masih kosong. Dalam hal demikian sebaiknya dilakukan scanning lagi 24 jam atau 48 jam kemudian sesudah mana kita dapat memberi diagnosa yang pasti. (Dijelaskan dengan contohcontoh). J131 R.B. juga dapat digunakan untuk mendeteksi "Space occupying lesions" pada hepar tetapi pengalaman menunjukkan bahwa untuk hal-hal tersebut hasil yang lebih baik diperoleh dengan mikrokoloid yang disenyawakan dengan Au198, Tc99matau In113m. Mikrokoloid diserap oleh sel-sel Kupffer : Pada hepar yang sehat sel-sel Kupffer yang tersebar secara teratur dan merata akan menyerap mikrokoloid tersebut dan pada gambar scan akan dilihat pembagian aktivitas yang merata pula.
Universitas Gadjah Mada
Pada tempat-tempat dimana terdapat sesuatu proses (ca, abses, kista, dsb) sel-sel tersebut akan lenyap dan pada tempat tersebut tidak ada radioaktivitas dan akan kelihatan sebagai suatu kekosongan (void). Apakah kekosongan tadi merupakan suatu proses beningan atau maligna dapat diselidiki dengan menggunakan "refill technique". Untuk itu penderita disuntik lagi dengan Se75- selenometionin dan kalau kekosongan tadi terisi jika 24 jam kemudian dikerjakan scan lagi, maka proses tadi adalah maligna. Sel-sel suatu proses maligna bertumbuh dengan cepat dan memerlukan protein atau asam amino yang banyak untuk pertumbu-han, antara lain terisi pada scan II. Pada gambar scan hepar kita hams perhati- kan pokok-pokok yang berikut :
1.
Besarnya
2.
Bentuknya
3.
Ada/tidak adanya "Space occupying lesions"
4.
Ada/tidak adanya gambar limpa (spleen)
Dalam keadaan normal gambar limpa tidak kelihatan. Limpa hanya kelihatan pada cirrhosis atau pada suatu "Space occupying lesion" yang besar dan yang menyebabkan penyerapan mikrokoloid oleh sel-sel R.E.S. secara kompensatorik. Kelihatannya limpa pada cirrhosis hepatis disebabkan "portal hypertension" yang menyebabkan suatu "shunt" ke limpa dan kolateral-kolateral seperti telah diterangkan tadi. "Reliability scan picture" hepar : Kelihatan/tidak kelihatannya semata sesu- atu proses pada hepar, misalnya metastasae carcinoma tergantung pada :
a.
Besarnyalluasnya proses tersebut
b.
Resolusi alat scan yang digunakan
c.
Lokasinya proses
d.
Caranya melakukan scan (dari tiga juruan) atau scanning technique
Reliability penilaian gambar scan pada umumnya ditaksir ± 80%, dengan "false positive" ± 7% dan "tlase negative" ± 13%. Apa yang menjadi dorongan untuk seorang dokter untuk meminta liver scan ? 1.
2.
Penderita dengan extra hepatic malig- nancy
Adakah metashasis pada hepar ?
Kalau ada bagaimana lokasinya ?
Penderita dengan kelainan dalam hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal. Klinis tidak terdapat kelainan pada hepar. Apa yang menyebabkan kelainan hasil laboratorium tadi ?
Universitas Gadjah Mada
3.
4.
Penderita dengan hepato megalie. Apa causanya
cirrhosis ?
amoeba hepatitis ?
Kalau ada suatu tumor pada hepar, apa sifatnya ? Untuk memuaskan rasa ingin tahu Saudara-saudara kalau sudah dapat diagnosa pada scan sebaiknya dilakukan biopsy untuk mengecek ""eliability" basil scan pada institut Saudara.
Universitas Gadjah Mada