INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN)
LAELA NUR RAHMAH
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ABSTRAK
LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus Linn). Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan SURYO WIYONO. Tanaman bunga matahari (Helianthus annuus) merupakan perdu jenis kenikiran yang memiliki potensi produksi untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti pangan, industri makanan, pakan ternak, tanaman hias, tanaman obat, dan sumber bahan baku biodiesel. Penelitian ini bertujuan menginventarisasi OPT di kebun petani bunga matahari di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Lima puluh tanaman contoh diambil secara acak pada kebun petani seluas 3000 m2. Jenis OPT dan gejala kerusakan tanaman di lapangan diamati dan dicatat. Contoh serangga yang ditemukan dikoleksi untuk diidentifikasi di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga dan Musium Serangga, sedangkan contoh bagian tanaman sakit dikoleksi untuk diidentifikasi di Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Serangga hama yang ditemukan pada tanaman bunga matahari adalah kepik hijau Nezara viridula (Linn.) (Hemiptera: Pentatomidae), wereng daun Amrasca biguttula biguttula Ish. (Homoptera: Cicadellidae), ulat gerayak Spodoptera litura (Fbr.) dan ulat tongkol jagung Helicoverpa armigera (Hbn.) (Lepidoptera: Noctuidae), ulat bulu Amsacta transiens dan Clostera restitura (Wlk.) (Lepidoptera: Arctiidae), ulat bulu Euproctis virguncula Wlk. (Lepidoptera: Lymantriidae), ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae), ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), dan belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae). Penyakit yang ditemukan pada tanaman bunga matahari adalah layu fusarium (Fusarium sp.), bercak daun (Choanephora sp. dan Curvularia sp.), busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.).
INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN)
LAELA NUR RAHMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi Nama NIM
: Inventarisasi Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari (Helianthus Annuus Linn) : Laela Nur Rahmah : A34051571
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Endang Sri Ratna, PhD
Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. MAgr
NIP: 19580120 198203 2001
NIP: 19690212 199203 1003
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Dadang, MSc NIP. 19640204 199002 1002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 20 Oktober 1987. Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Andi Suhandi dan Ibu Tjitjah Suhaedah. Penulis lulus dari SMUN 2 Sukabumi tahun 2005 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa baru di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama di IPB, penulis ikut serta dalam berbagai kegiatan dan kepanitian yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB, serta aktif sebagai pengurus HIMASITA periode 2007-2008, BEM KM IPB periode 2006-2007 dan 20082009. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun 2007 dan 2009. Penulis telah berpartisipasi aktif sebagai penyaji makalah Seminar Nasional Perlindungan Tanaman yang bertema “Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi Perubahan Iklim Global dan Sistem Perdagangan Bebas” pada tanggal 5-6 Agustus 2009.
PRAKATA Syukur Alhamdulillah, segala puji tetap tercurah pada Allah SWT atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Karya ilmiah ini merupakan persyaratan tugas akhir untuk meraih gelar sarjana Proteksi Tanaman, dengan judul Inventarisasi Organisme Pengganggu Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus LINN). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada 1. Ibunda tercinta, kakak, serta adik yang senantiasa dengan tulus mendoakan dan memberi dukungan moriil maupun spiritual hingga saat ini. 2. Dra. Endang Sri Ratna, PhD dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. MAgr yang telah membimbing dan memberikan arahan serta saran dalam penyusunan tugas akhir ini. 3. Bapak Putra Giyanto yang telah memberikan fasilitas lahan penelitian tanaman bunga matahari. 4. Bapak Rahmat Rahardjo yang telah membantu dalam penyediaan pustaka acuan tentang budidaya tanaman bunga matahari. 5. Bapak Agus Sudrajat dan Bapak Sodiq yang telah membantu secara teknis penyediaan alat-alat pertanian yang dibutuhkan di lapangan, serta Bapak Dede Sukaryana dan Bapak Endang yang membantu dalam persiapan seminar dan sidang. 6. Semua teman Departemen Proteksi Tanaman 42, Mafaza, dan teman-teman di BEM KM yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan isi skripsi ini.
Bogor, Maret 2010
Laela Nur Rahmah
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ........................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................
ii
PRAKATA ........................................................................................
iii
DAFTAR ISI .....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ..........................................................................
1
Tujuan .......................................................................................
2
Manfaat .....................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus LINN) ...............
3
Klasifikasi Tanaman Bunga Matahari ................................. Syarat Tumbuh ................................................................... Budidaya ............................................................................ Manfaat dan Kandungan Tanaman Bunga Matahari ............
4 6 6 7
Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari ..........................
9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
22
Bahan dan Alat .........................................................................
22
Penentuan Tanaman Contoh, Identifikasi Hama dan Penyakit serta Tingkat Kerusakan Tanaman Bunga Matahari ..........
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan .......................................
25
Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari ..........................
26
Hama pada Tanaman Bunga Matahari ................................ Penyakit pada Tanaman Bunga Matahari ............................
26 41
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
49
LAMPIRAN ......................................................................................
52
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Lahan pertanaman bunga matahari yang baru diolah ......................
26
2. Grafik jumlah populasi serangga pada tanaman bunga matahari .........................................................................................
27
3. Nimfa belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae) ...........................
29
4. Ulat penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae). Atas: tubuh larva dilihat dari samping, bawah: larva sedang menggerek biji ................................
30
5. Grafik luas serangan oleh H. armigera pada biji bunga matahari ....
31
6. Imago ulat gerayak Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) .....
32
7. Ulat bulu Amsacta transiens. (Lepidoptera: Arctiidae). Kiri: a. Pita dorsal memanjang , b. rambut integumen pendek, c. Rambut integumen panjang, d. pita lateral arah miring; Kanan: Ulat dan gejala serangan pada daun bunga matahari. ......................
33
8. Ulat bulu Clostera restitura (Lepidoptera: Notodontidae). Atas: ulat pada daun muda; bawah: ulat pada biji ...........................
34
9. Ulat bulu Euproctis virguncula (Lepidoptera: Lymantriidae) pada dasar dan kelopak bunga matahari ..................................................
36
10. Ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae)........................................
36
11. Pupa ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae) ...................................
37
12. Grafik rata-rata luas serangan dan tingkat kerusakan tanaman bunga matahari oleh serangga hama penggigit pengunyah.............
38
13. Kepik hijau Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae) ...............
40
14. Nimfa wereng daun Amrasca biguttula biguttula (Hemiptera: Ciccadellidae) ...............................................................................
40
15. Grafik tingkat kejadian penyakit setiap minggunya pada tanaman bunga matahari ...............................................................
41
16. Gejala kerusakan tanaman oleh Fusarium sp. Kiri: Gejala layu fusarium; kanan: konidia Fusarium sp. ......................................... 17. Gejala kerusakan tanaman oleh Choanephora sp. Kiri: Gejala
43
bercak daun; kanan: konidia Choanephora sp. ..............................
44
18. Gejala kerusakan tanaman oleh Curvularia sp. Kiri: Gejala bercak daun; kanan: spora Curvularia sp. .....................................
45
19. Gejala kerusakan pada bunga matahari oleh Rhizopus sp. Kiri: Gejala busuk bunga; kanan: konidium Rhizopus sp. ......................
46
20. Gejala kerusakan pada bunga matahari oleh Alternaria sp. Kiri: Gejala hawar; kanan: konidium Alternaria sp. ......................
47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kepadatan populasi serangga hama pada tanaman bunga matahari .
53
2. Tingkat kejadian penyakit setiap minggunya pada tanaman bunga matahari .........................................................................................
53
3. Rata-rata luas serangan dan kerusakan oleh hama pada tanaman bunga matahari .................................................................
54
4. Luas serangan oleh H. armigera pada biji bunga matahari..............
54
5. Data hasil pengukuran suhu harian dan kelembapan nisbi di lapang
55
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bunga matahari (Helianthus annuus Linnaeus) adalah tanaman perdu jenis kenikiran yang berasal dari daerah Amerika Utara, Meksiko, Chili, dan Peru (Jamaludin 2008). Biji bunga matahari pada mulanya dikenal oleh penduduk asli Amerika sebagai bahan pokok dalam pembuatan makanan ringan yang dikenal dengan ”kuaci” yang diketahui mampu memenuhi kebutuhan pangan dari biji yang kaya protein dan lemak (Chase 2005). Di Indonesia, potensi produksi bunga matahari telah dilaporkan sekitar tahun 2003, yaitu melalui penanaman tanaman tersebut di wilayah Blitar dengan hasil rata-rata mencapai 1675 kg/ha (Anonim 2009). Tanaman ini dapat dijumpai sebagai bunga pekarangan yang memiliki nilai estetika tinggi, banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias dan dijual dalam bentuk bunga potong maupun bunga pot (Chase 2005). Bunga matahari juga termasuk komoditas ekspor-impor tanaman hias. Volume ekspor tanaman hias secara umum mencapai 3.343.562 kg pada periode tahun 2003-2008 (Ditjenhort 2008). Di luar negeri, bunga matahari dibudidayakan lebih intensif untuk keperluan skala industri, karena memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi (CAB International 2005). Minyak bunga matahari telah menjadi minyak nabati yang paling utama ketiga di dunia setelah kedelai dan sawit, terutama diproduksi sebagai sumber bahan utama dalam pembuatan margarin. Minyak biji bunga matahari memiliki kualitas yang hampir setara dengan minyak zaitun, sehingga sering digunakan sebagai minyak sayur bumbu salad, juga sebagai bahan baku industri kosmetik dan pelumas (Jamaludin 2008).
Minyak nabati asal bunga
matahari juga digunakan untuk sediaan bahan baku pembuatan sabun dan cat. Kualitas terbaik dari minyak bunga matahari ini diperoleh dari varietas biji hitam dengan kandungan minyak sekitar 50%-60%. Di Indonesia, minyak biji bunga matahari sangat berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku industri biodiesel selain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, dan randu (Sanjaya 2007).
Berdasarkan data Automotive Diesel Oil Corporation
2
menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia terus meningkat (Hambali 2002). Walaupun dilaporkan pada tahun 1995 kebutuhan BBM melebihi produksi dalam negeri, namun di era abad 20 ke depan diperkirakan sediaan BBM alami akan habis, dan perlu dipertimbangkan pengembangan produk alternatif biodiesel lain. Mengingat kebutuhan dan pemasaran produk bunga matahari di dalam negeri maupun ke luar negeri memiliki prospek yang cukup tinggi, maka dapat memberi peluang petani di Indonesia untuk membudidayakan tanaman ini dalam skala luas (Anonim 2009). Walaupun demikian, organisme pengganggu tanaman (OPT) seringkali menjadi salah satu faktor penghambat dalam budidaya tanaman. Secara umum, kerusakan oleh OPT berpengaruh terhadap hasil panen, yaitu berupa penurunan jumlah produksi, penurunan mutu produksi, atau kedua-duanya yang mengakibatkan kerugian ekonomi dan seringkali memerlukan biaya pengendalian yang cukup besar (Palungkun & Indriani 1992). Permasalahan OPT pada tanaman budidaya bunga matahari sudah banyak dilaporkan di luar negeri. Lebih dari 150 spesies hama (Charlet & Brewer 2004) dan 30 jenis penyakit (Clarke 1999) dilaporkan menyerang tanaman bunga matahari di seluruh dunia. Di Indonesia, informasi OPT tanaman bunga matahari belum banyak dilaporkan, sehingga perlu dilakukan penelitian dasar inventarisasi dan identifikasi OPT pada tanaman ini. Menurut Semangun (1994), informasi tentang OPT sangat diperlukan sebagai salah satu dasar untuk menentukan pengendaliannya. Tujuan Penelitian ini bertujuan menginventarisasi OPT di kebun petani bunga matahari. Manfaat Melalui
penelitian
ini
harapannya
dapat
memberikan
informasi
keanekaragaman jenis hama dan penyakit pada setiap fase pertumbuhan bunga matahari (Helianthus annuus Linnaeus), sehingga dapat digunakan sebagai acuan pustaka untuk membantu dalam penyusunan rekomendasi pengendalian.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus Linnaeus) Bunga matahari (Helianthus annuus L.) adalah tumbuhan asli dari daerah Amerika Utara, Meksiko, Cili, dan Peru. Tanaman ini merupakan tumbuhan semusim dari suku kenikiran (Compositeae atau Asteraceae).
Hingga kini
anggota genus Helianthus diperkirakan terdiri atas 67 spesies. Saat ini bunga matahari merupakan sumber minyak sayur utama di dunia. Sejak dulu Rusia telah menjadi produsen terbesar bunga matahari, diikuti oleh Argentina dan Amerika Serikat, yang menempati posisi ketiga dalam produksi bunga matahari di seluruh dunia (Berglund 2007). Sampai saat ini budidaya bunga matahari telah dilakukan oleh negara-negara besar lainnya seperti Perancis, Hungaria, Cina, India, dan lainlain (CAB International 1995). Hampir seluruh bagian tanaman bunga matahari dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti pangan, industri, pakan ternak, tanaman hias dan bahan tanaman obat, sehingga budidaya bunga matahari dikelompokkan berdasarkan kegunaannya sebagai berikut (Anonim 2008): Kultivar penghasil minyak. Bagian tanaman yang dimanfaatkan berupa biji.
Biji bunga matahari jenis ini memiliki cangkang biji yang tipis.
Kandungan minyak biji matahari berkisar antara 48% hingga 52%. Kultivar penghasil minyak dapat menghasilkan biji yang mengandung asam oleat hingga 80%-90%. Kelompok kuaci. Biji bunga matahari dibudidayakan untuk menghasilkan bahan baku makanan ringan biji kuaci. Biji yang dihasilkan oleh kultivar ini umumnya hanya memiliki kandungan asam oleat yang lebih kecil (hanya 25%) bila dibandingkan kultivar penghasil minyak. Kelompok pakan ternak. Tanaman dipanen dalam bentuk daun sebagai pakan ternak atau pupuk hijau. Tanaman ini memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, kandungan lisin yang rendah, dan kandungan metionin yang tinggi dibandingkan kedelai, sehingga dapat digunakan sebagai
4
pakan ternak. Kandungan protein tanaman bunga matahari sama dengan rumput-rumputan tetapi lebih tinggi daripada jagung (Putnam et al. 1999). Kelompok tanaman hias. Beberapa kultivar dari kelompok ini memiliki berbagai variasi ukuran dan warna helaian mahkota bunga yang sangat menarik dan umumnya memiliki banyak cabang yang menghasilkan bunga. Kelompok tanaman obat. Setiap bagian tanaman bunga matahari dapat dimanfaatkan sebagai tanaman herba untuk mengobati penyakit seperti flu, batuk, demam, sakit tenggorokan, menurunkan kolesterol tinggi, dan sakit paru-paru.
Klasifikasi tanaman bunga matahari Tanaman bunga matahari diklasifikasikan menurut CAB International (2005) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Domain
: Eukaryota
Phylum
: Spermatophyta
Subphylum : Angiospermae Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Asterales
Familia
: Asteraceae
Genus
: Helianthus
Spesies
: Helianthus annuus Linnaeus
Bunga matahari (Helianthus annuus L.), merupakan tanaman perdu semusim (herba annual) berbatang basah, umumnya berumur pendek atau kurang dari setahun (Anonim 2008, CAB International 2005). Pohon berbatang tegak, agak melengkung pada tanaman yang dewasa, seringkali tidak bercabang; tinggi 90- 400 cm; batang berdiameter relatif kecil, kurang dari 5 cm, dan berbulu kasar.
5
Bunga matahari jenis liar biasanya mempunyai banyak percabangan pada batangnya dibandingkan dengan tanaman budidaya yang umumnya hampir tidak atau jarang memiliki percabangan. Daun tunggal berbentuk jantung, berdiameter terpanjang 15 cm dan lebar 12 cm. Tangkai daun relatif panjang berpangkal pada batang pokok dengan susunan berhadapan.
Daun yang tumbuh kemudian,
berukuran lebih besar dan berbentuk oval, tepi daun bergerigi dan kedua permukaan daun dilapisi rambut-rambut halus berkelenjar maupun tidak berkelenjar, serta letak daun berseling dan tersusun spiral. Bunga majemuk terletak di ujung batang, berbentuk tandan atau bongkol yang tersusun pada dasar atau kepala bunga (reseptakel) berbentuk seperti cawan dengan permukaan datar sampai cembung atau cekung berdiameter sampai 30 cm (Anonim 2008). Bunga matahari dikenal berperilaku heliotropik, yaitu pada siang hari permukaan bunga menghadap ke arah matahari dan pada malam hari bunga tertunduk ke arah bawah. Susunan bunga pada cawan terdiri atas dua lapisan: bunga steril terletak di sekeliling tepi luar cawan dengan helaian mahkota bunga berbentuk pita berukuran panjang antara 10-15 cm dan bunga-bunga biseksual berukuran kecil berbentuk tabung terletak di bagian tengah cawan dan tersusun spiral melingkar dari pusat bongkol. Bunga bagian luar ini mudah gugur dan memiliki warna helaian mahkota sangat menarik, yaitu kuning, kadang-kadang putih, biru, oranye atau merah, sedangkan bunga-bunga kecil di bagian dalam memiliki helaian mahkota bunga berwarna cokelat.
Setelah terjadi proses
pembuahan pada bunga kecil, maka akan terbentuk biji dengan kulit biji tipis, satu lapisan endosperma, embrio lurus dan dua keping biji. Seluruh biji-biji tersebut tersusun dalam kelompok di permukaan cawan dan kesatuan ini disebut sebagai buah. Biji bunga matahari berbentuk seperti telur terbalik (bagian ujung agak menyegi empat dengan ujung rompang dan bagian pangkal membulat). Ukuran dan warna biji bervariasi seperti putih, krem, cokelat, ungu, hitam, atau putih kelabu dengan garis hitam. Biji-biji yang sudah matang akan mudah dilepaskan dari cawannya.
6
Syarat tumbuh Tanaman bunga matahari sangat cocok tumbuh pada tanah berpasir hingga tanah liat dengan pH berkisar dari 6,5 sampai 7,5 (Franzen 2007). Tanaman ini tidak dapat hidup di daerah yang tergenang air karena perakarannya mudah membusuk, sehingga memerlukan drainase yang baik.
Kebutuhan air selama
masa pertumbuhan tanaman umumnya berkisar antara 300 dan 700 mm, walaupun hal ini bergantung pada kultivar tanaman, tipe tanah dan iklim. Curah hujan lebih dari 1000 mm dapat meningkatkan resiko perendaman lahan serta kondisi lingkungan tersebut mendukung timbulnya penyakit tanaman. Bunga matahari akan lebih baik pertumbuhannya apabila ditanam di lahan terbuka dengan penyinaran cahaya matahari langsung. Di daerah yang memiliki iklim empat musim, hari cahaya panjang menyebabkan tanaman menjadi tinggi. Pada saat pembentukan dan pematangan biji, tanaman memerlukan kondisi udara yang kering untuk mendapat kualitas biji yang baik. Tanaman yang tumbuh di daerah beriklim panas menghasilkan biji bunga matahari dengan kadar minyak relatif rendah dengan komposisi asam linoleat yang rendah dan asam oleat yang tinggi dibandingkan dengan biji yang diperoleh dari daerah beriklim dingin.
Budidaya Bunga matahari umumnya dibudidayakan di daerah dingin hingga subtropis. Di daerah tropis bunga matahari dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian hingga 1500 m dpl. dengan temperatur optimum 23-27 °C dan kelembaban yang relatif kering.
Bunga ini umumnya ditanam
sebagai tanaman hias di pekarangan rumah, paling subur tumbuh di daerah pegunungan yang memiliki kelembaban udara cukup dan banyak mendapat sinar matahari langsung. Tanah yang sesuai untuk pertumbuhan bunga matahari adalah tanah berpasir hingga tanah liat, dengan drainase yang baik dan pH yang berkisar antara 6,5 sampai 7,5 (Franzen 2007). Tanaman H. annuus diperbanyak dengan biji. Benih berasal dari biji bunga pertama induknya yang sudah tua. Benih sebaiknya disemai dahulu sebelum ditanam. Penyemaian dalam skala besar dapat dilakukan dengan cara menabur
7
benih di atas tanah basah di dalam bedengan, sebaliknya untuk keperluan skala kecil, benih cukup disemai pada media tanah di dalam pot. Benih ini mudah berkecambah dan cepat membesar. Bibit baru dapat dipindahkan ke lokasi tanam bila tingginya telah mencapai 15-20 cm, biasanya memerlukan waktu semai 10 hari. Satu bibit ditanam dalam satu lubang, dengan jarak tanaman 1 m2. Jika jarak tanaman terlalu rapat, batang tidak akan berkembang optimal maupun bercabang, ukuran bunga kecil bahkan kerdil. Bibit sebaiknya ditanam pada tanah gembur. Pada awal tanam, setiap 3 kg pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran lembu) per tanaman ditaburkan di sekeliling bibit.
Pemupukan diulangi setelah tanaman berumur
sebulan ditambah dengan 25 gram pupuk ZA per batang. Dua minggu kemudian, ditambahkan 15 gram TSP per batang. Selama pemeliharaan tanaman, saluran pembuangan air harus diperiksa supaya tidak terjadi genangan air, sehingga tidak mudah terserang hama maupun penyakit. Pada saat tanaman berumur 2 bulan sudah mulai terbentuk kuncup bunga pada batang utama, kemudian diikuti tumbuhnya kuncup pada cabang-cabang yang terletak pada ruas-ruas daun di bawahnya. Satu batang tanaman bisa menghasilkan 10-12 tangkai bunga. Penyiraman setidaknya dilakukan satu kali sehari. Hiasan mahkota bunga matahari mampu menarik serangga yang turut membantu proses penyerbukan untuk menghasilkan biji bagi perbanyakan dan pertumbuhan anak benih baru.
Manfaat dan kandungan kimia tanaman bunga matahari Di Amerika Utara, bunga matahari dikenal sebagai tanaman bunga penghias pinggiran kota yang mempunyai nilai estetika tinggi dan tetap indah meski disimpan dalam pot. Bunga matahari selain dikenal sebagai tanaman hias sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Setiap bagian tanaman memiliki khasiat sebagai berikut: a) Bunga: antipiretik, hipotensif, menurunkan tekanan darah, mengurangi rasa nyeri (analgetik), nyeri haid (dysmenorrhoe), nyeri lambung (gastric pain), sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, tekanan darah tinggi, radang payudara (obat luar), radang persendian (obat luar), kosmetik (mencegah penuaan dini), dan sulit melahirkan.
8
b) Akar: Anti inflamasi, analgesik, antitusif, diuretic, batuk, batu ginjal, bronkhitis, keputihan (leucorrhoe), anti radang, peluruh air seni, pereda batuk, dan menghilangkan nyeri. c) Daun: Anti inflamasi, analgesik, antipiretik, anti radang, mengurangi rasa nyeri, dan anti malaria. d) Biji: Anti disentri berdarah, membangkitkan nafsu makan, lesu, sakit kepala, merangsang pengeluaran cairan tubuh (hormon, enzym, dll.), dan merangsang pengeluaran campak (measles). e) Sumsum dari batang dan reseptakel: Merangsang vitalitas energi, menenangkan
liver,
merangsang
pengeluaran
air
kemih,
menghilangkan rasa nyeri pada waktu buang air kemih, nyeri lambung, air kemih bedarah (hematuria), ari kemih berlemak (chyluria), kanker lambung, kanker esophagus dan malignant mole. Sumsum dari batang dan dasar bunga (reseptakel) mengandung hemiselulosa yang menghambat penyakit sarcoma 180 dan Ehrlich ascitic carcinoma pada tikus (Anonim 2008). Bagian tanaman bunga matahari mengandung berbagai komposisi bahan kimia yang bermanfaat untuk kesehatan sebagai berikut (Anonim 2007): a) Bunga:
quercimeritrin,
(flavon
glikosida),
sianidinmonoglukosida
(antosian glikosida), xantofil, kholina, betaina, sapogenin, helianthoside AB-C, oleanolic acid, echinocystic acid. b) Biji: protein globulin, albumin, glutolin, asam amino esensial, betasitosterol, prostaglandin E, chlorogenic acid, quinic acid, phytin, dan 3,4benzopyrene. Di dalam 100 g minyak biji bunga matahari atau 100 g lemak total terkandung 9,8 g lemak jenuh dan lemak tidak jenuh yang terdiri atas 11,7 g asam oleat, 72,9 g asam linoleat, dan kolesterol. c) Buah: lemak, kolin, lesitin, betaina, dan zat samak. d) Sumsum dari batang dan reseptakel mengandung hemicellulose yang menghambat sarcoma 180 dan Ehrlich ascitic carcinoma pada tikus. Biji bunga matahari sering dimanfaatkan sebagai bahan pokok dalam pembuatan makanan ringan yang dikenal dengan ”kuaci”, dan saat ini semakin banyak dikonsumsi dan disukai sebagai makanan cemilan oleh penduduk modern
9
Amerika (Chase 2005, Stern 2006). Biji bunga matahari yang kaya protein dan lemak secara luas digunakan oleh penduduk asli Amerika sebagai sumber buah kering yang diolah lebih lanjut menjadi tepung dan diketahui mampu memenuhi kebutuhan pangan untuk bahan tambahan dalam pembuatan roti.
Selain itu,
tanaman bunga matahari dibudidayakan secara komersial sebagai penghasil minyak sayur dan mentega setelah dibersihkan dari sekam dan diekstrak dari bijinya (Stern 2006).
Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti hama dan penyakit, seringkali menjadi kendala dalam budidaya tanaman setiap komoditas pertanian. Berbagai jenis serangga hama tanaman bunga matahari telah dilaporkan di Amerika Utara, di antaranya adalah kepik hijau Nezara viridula (Linn.) (Hemiptera: Pentatomidae) dan ulat penggerek Helicoverpa armigera (Hbn.) (Lepidoptera: Noctuidae) yang merupakan hama utama pada bagian biji dan wereng daun Amrasca biguttula biguttula Ish. (Homoptera: Cicadellidae) serta ulat gerayak Spodoptera litura (Fbr.) (Lepidoptera: Noctuidae) yang merupakan hama minor pada bagian daun maupun bunga matahari (Hill 1987). Ulat bulu Amsacta transiens Wlk. (Lepidoptera: Arctiidae), Clostera restitura (Wlk). (Lepidoptera:
Notodontidae),
Euproctis
virguncula
Wlk.
(Lepidoptera:
Lymantriidae), ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae), ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), dan belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), dapat dijumpai di pertanaman bunga matahari, walaupun diduga tanaman ini bukan merupakan inang utamanya. Penyakit yang ditemukan pada tanaman bunga matahari adalah layu fusarium (Fusarium sp.), bercak daun (Choanephora sp. dan Curvularia sp.), busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.). Namun, hanya busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.) yang secara umum pernah dilaporkan sebagai gejala penyakit pada bunga matahari di Amerika Utara.
10
Kepik hijau, Nezara viridula (Linn.) (Hemiptera: Pentatomidae) Kepik hijau merupakan hama penting di daerah tropik. Kepik hijau ini bersifat polifag pada pertanaman padi, tomat, cabai, kapas dan lain-lain (Pracaya 2007). Di Amerika Utara, kepik ini dilaporkan sebagai hama primer biji bunga matahari (Hill 1987). Kepik hijau memiliki panjang tubuh 16 mm.
Selama
hidupnya, imago betina mampu meletakkan 10-90 butir tersusun dalam kelompok di permukaan daun. Perkembangan telur menjadi dewasa membutuhkan waktu 48 minggu. Siklus hidup kepik 60-80 hari, maksimum mencapai 6 bulan. Imago betina menyerang tanaman fase pembungaan, sehingga menimbulkan kerusakan pada biji yang sedang berkembang. Kerusakan utama tidak hanya disebabkan oleh tusukan dan hisapan nimfa dan imago kepik secara langsung, melainkan disertai racun yang diinjeksikan dari kelenjar ludah kepik.
Racun ini dapat
menimbulkan kelayuan daun dan pucuk daun serta kematian tanaman. Kerusakan pada biji bunga matahari menunjukkan gejala biji kempis. Cara pengendalian yang tepat untuk menekan perkembangan hama ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan telur dan nimfanya kemudian dimusnahkan. Cara pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan tabuhan parasitoid telur Ooencyrtus malayensis (Ferr.) dan Telenomus sp. (Pracaya 2007).
Ulat tongkol jagung, Helicoverpa armigera (Hbn.) (Noctuidae: Lepidoptera) Ulat ini bersifat polifag, menyerang jagung, tomat, tembakau, kapas, kentang, jarak, polong pupuk hijau, bermacam-macam sayuran, dan tanaman hias (Pracaya 2007). Pada tanaman jagung, biasanya ulat melubangi buah tetapi ada juga yang memakan daun. Di Amerika Utara, ulat ini merupakan hama primer penggerek biji bunga matahari (Heel, 1987). Hama ini hidup di dataran rendah sampai ketinggian 2000 dpl. Ngengat makan dengan cara menghisap madu dari bunga-bunga tanaman. Ngengat bertelur sampai 1000 butir. Biasanya ngengat meletakkan telur pada tanaman yang sedang berbunga, sehingga saat telur menetas, larva muda telah mempunyai sediaan pakan di tempatnya.
Telur
berbentuk bulat, diletakkan satu per satu dalam jumlah yang besar pada bagian permukaan atas daun tanaman inang. Larva memiliki variasi warna, di antaranya
11
hijau, hijau kekuningan, hijau kecokelatan, cokelat tua, dan cokelat muda. Larva bersifat kanibal, biasanya satu tanaman atau tongkol jagung jarang terdapat lebih dari satu atau dua larva. Larva berpupa di permukaan tanah, dibungkus kokon yang terbuat dari partikel tanah. Perkembangan telur sampai imago memerlukan waktu ± 35 hari. Cara pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami, yaitu parasitoid telur Trichogramma nana, parasitoid larva Eriborus argenteopilosa dan cendawan Metharizium. Cara pengendalian kimia yang telah dilaporkan, yaitu dengan penggunaan insektisida berbahan aktif sipenmetrin dan monokrotofos (Pracaya 2007).
Ulat grayak, Spodoptera litura (Fbn.) (Lepidoptera: Noctuidae) Spodoptera litura merupakan salah satu hama daun pada pertanaman bunga matahari (Hill, 1987). Di Indonesia, hama ini dianggap penting, karena bersifat polifag dan sering menyerang berbagai komoditas tanaman seperti kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. Ulat umumnya menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif, yaitu memakan daun tanaman muda dengan menyisakan tulang daun saja dan pada fase generatif saat tanaman mulai berbunga dan berbuah (Direktorat Perlindungan Tanaman 1985). Menurut Adisarwanto & Widianto (1999) serangan S. litura menyebabkan kerusakan sekitar 12,5% dan lebih 20% pada tanaman kedelai umur lebih dari 20 hst. Ngengat meletakkan telur dalam kelompok yang terdiri atas beberapa ratus butir telur di permukaan atas daun. Puncak peneluran terjadi pada malam kedua setelah eklosi.
Ngengat betina kawin 3-4 kali selama hidupnya, sedangkan
ngengat jantan kawin hingga 10 kali. Seekor ngengat dapat meletakkan 20002600 telur dalam waktu 6-8 hari. Kelompok telur dututupi oleh rambut atau sisik imago (Kalshoven 1981). Stadia telur 2-3 hari. Stadia larva terdiri atas lima instar.
Larva muda umumnya berwarna
kehijauan. Larva instar I dan II hidup berkelompok di sekitar kulit telur dan memakan epidermis daun bagian bawah. Larva instar lanjut mempunyai tanda dua bintik hitam berbentuk seperti bulan sabit pada ruas abdomen ke empat dan ke sepuluh yang dibatasi oleh alur-alur lateral dan dorsal memanjang berwarna kuning di sepanjang tubuhnya (Kalshoven 1981). Larva instar lanjut memakan
12
helaian daun dengan menyisakan tulang daun pada malam hari. Oleh karena itu, instar instar III dan IV merupakan instar yang sangat berbahaya bagi tanaman, karena perilaku makannya yang rakus dan pada kepadatan populasi yang tinggi dapat menggunduli seluruh daun tanaman (Ditlintan 1985). Lama stadia larva berkisar antara 20-26 hari (Deptan 1981). Pupa berkembang di dalam tanah di dekat tanaman inang. Stadia pupa berkisar antara 7-10 hari. Usaha pengendalian S. litura pada tanaman bunga matahari dilaporkan dengan menggunakan teknik pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu dengan cara menanam tanaman perangkap jarak pagar yang menarik S. litura di sekeliling dan di dalam pertanaman (CAB International 2005). Pengendalian lain dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau penggunaan NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus).
NPV merupakan salah satu jenis virus patogen yang
berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak, karena bersifat spesifik, selektif, efektif untuk hama-hama yang telah resiten terhadap insektisida dan aman terhadap lingkungan (Laoh 2003).
Wereng daun, Amrasca biguttula biguttula Ish. (Homoptera: Cicadellidae) Wereng hijau bersifat polifag, dilaporkan sebagai hama utama pada tanaman bunga matahari (CAB International 2005). Hama ini juga menyerang inang lain seperti okra (Abelmoschus esculentus), kacang tanah, kedelai, terung, dan kentang. Selain itu dapat hidup pada tanaman bayam, tomat, lobak, dan jagung. Persebaran hama ini meliputi daerah Indonesia, India, Bangladesh, Nepal, Pakistan, Afghanistan, Vietnam, Jepang, Cina, Taiwan dan Kepulauan Pasifik. Tubuh imago wereng berwarna hijau kekuningan dengan sepasang bercak hitam jelas terletak di bagian verteks kepala dan di areal ujung sayap depan. Panjang tubuhnya sekitar 2,5 mm. Sayap depan memiliki jumbai berwana hijau kecokelatan dan tungkai berwarna hijau. Pada siang hari, serangga ini tinggal di bawah permukaan daun, sedangkan pada sore hari kadang-kadang bergerak naik ke permukaan daun. Jika wereng terganggu, dia akan lari menyamping dengan cepat untuk mencari tempat yang aman.
Imago mampu terbang cukup jauh,
terutama jika ada angin. Lama hidup imago 11 hari. Imago betina menyisipkan telur di bagian mesofil helaian daun muda atau di dalam tangkai daun. Seekor
13
imago menghasilkan 17-38 telur selama hidupnya.
Telur berwarna putih
kekuningan, panjang 0.73 mm dan lebar 0.24 mm. Telur ini dapat jelas dilihat dengan menggunakan metode pewarnaan yang diuraikan oleh Moorthy et al. (1988). Stadia telur 8-10 hari. Nimfa terdiri atas 5 instar, dengan masing-masing stadia 3-5 hari.
Tubuh nimfa berwarna kuning kehijauan dengan tungkai
kebiruan. Wereng A. biguttula biguttula tidak diketahui menularkan penyakit yang disebabkan oleh virus ataupun mikoplasma.
Gejala awal kerusakan yang
diakibatkan oleh isapan wereng ini adalah menguningnya daun, diikuti dengan pengerutan disekitar tepi daun, dan kemudian daun mengeriting dengan lengkungan menghadap ke arah atas. Ujung dan tepi daun berkembang menjadi daerah nekrotik. Stadium lanjut seluruh daun menjadi kecokelatan. Kerusakan berat menyebabkan tanaman kerdil.
Satu generasi mampu hidup kira-kira 3
bulan, bergantung pada kondisi lingkungan sekitar.
Curah hujan merupakan
faktor utama mortalitas nimfa dan dewasa. Populasi serangga dapat berkurang berkaitan dengan suhu rata-rata rendah (29°C), kelembaban nisbi tinggi (> 78%), dan lama penyinaran matahari kurang dari 6,4 jam.
Pada tanaman bunga
matahari, serangan oleh wereng ini bersama-sama dengan kutu kebul menyebabkan kehilangan hasil sebesar 9,2% (Balasubramanian & Chelliah 1985 dalam CAB International 2005). Di India Utara, pengendalian wereng ini digunakan penanaman tumpang sari antara tanaman kapas, tanaman bunga matahari, dan kacang hijau atau tanaman bunga matahari dengan okra (CAB International 2005). Pengendalian lain dapat digunakan dengan menanam varietas tahan tanaman bunga matahari, seperti contohnya varietas EC 15527, EC 27501, dan EC 68415. Musuh alami hama ini adalah predator dari famili Coccinellidae dan Chrysopidae, parasit telur Mymaridae, parasit nimfa dan imago Dyrinidae (Pracaya 2007). Di dataran India, dilaporkan bahwa dengan ketiadaan musuh alami yang efektif, pengendalian hama ini dibantu dengan menggunakan insektisida yang berbahan aktif endosulfan, monokrotofos, dan karbaril (Pracaya 2007).
14
Ulat bulu, Amsacta transiens Wlk. (Lepidoptera: Arctiidae) Amsacta merupakan hama polifag yang biasa terdapat pada tanaman herba, semak belukar, dan pohon-pohon tinggi. Larva berwarna cokelat dengan garis terang pada dorsal dan rambut yang berwarna putih keabu-abuan. kebanyakan berwarna putih atau kuning.
Pupa berwarna abu-abu.
Spirakel Imago
memiliki sayap depan berwarna cokelat terang dengan sedikit bintik; kepala dan torak berwarna putih; dan abdomen berwarna kuning muda dengan barisan bintik hitam. Imago betina mampu menghasilkan sampai 1500 telur. Lama stadia telur 5,5-7 minggu.
Pengendalian dapat dilakukan dengan parasitoid telur, yaitu
Apanteles creatonoti yang berasal dari Famili Braconidae (Kalshoven 1981). Serangga ini tidak dilaporkan sebagai hama tanaman bunga matahari.
Ulat bulu, Clostera restitura (Wlk.) (Lepidoptera: Notodontidae) Menurut Kalshoven (1981), spesies serangga ini dikenal sebagai Clostera restitura (Wlk.). Ulat berwarna cokelat kekuningan atau oranye yang ditandai dengan adanya tonjolan pada ruas ke-4 dan ke-11 di permukaan dorsal tubuhnya, serupa dengan tonjolan yang umum dijumpai pada ulat yang tergolong famili Noctuidae. Larva berpupa pada daun tempat larva melakukan aktivitas makan. Perkembangan mulai dari telur hingga menjadi imago memerlukan waktu 33 hari. Larva memakan tanaman jenis Flacourtiaceae (CAB International 2005).
Ulat bulu, Euproctis virguncula Wlk. (Lepidoptera: Lymantriidae) Ulat ini bersifat polifag dan umum ditemukan di daerah Jawa, Sumatra, dan India. Ulat berwarna hitam dengan pita kuning di bagian dorsal tubuh, tetapi terkadang memiliki banyak warna. Larva memiliki tuberkel yang berwarna merah dan hitam.
Tuberkel yang berwarna merah ditumbuhi tumpukan rambut dan
terdapat pada bagian belakang kepala, sedangkan tuberkel yang berwarna hitam terdapat pada bagian distal abdomen larva dengan ditumbuhi rambut berwarna putih.
Tebu, padi, sayuran, kacang-kacangan, Malvaceae, beberapa tanaman
semak, dan pohon diketahui sebagai inang dari ulat ini. Ulat seringkali terlihat makan pada bagian bunga (padi, kopi, lamtoro, Tephrosia). Pupa berwarna coklat
15
kelabu. abdomen.
Ngengat berwarna putih dengan warna kuning pada bagian anal Telur ditumbuhi bulu yang berwarna cokelat tua dan diletakkan
berkelompok. Perkembangan dari telur hingga imago membutuhkan waktu ±35 hari. Cara pengendalian ulat ini dapat memanfaatkan parasitoid, seperti Apanteles femoratus, Megarhogas sp., Eulectrus ceylonensis, dan Winthemia divorsoides.
Ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae) Ulat kantung umumnya polifag. Tanaman yang diketahui sebagai inang ulat ini adalah kelapa sawit, pinang, enau, dan pisang. Ulat hidup dan beraktifitas di dalam kantung yang terbuat dari potongan daun kering atau gerigitan kulit batang yang dijalin dengan benang sutera.
Hama ini bergerak dengan menjulurkan
kepala dan sebagian toraks dari kantungnya. Ukuran kantung bertambah sesuai dengan ukuran dan perkembangan larva. Warna kantung biasanya hitam kelabu. Ulat ini memakan daun, bunga, dan kulit tanaman dengan sangat rakus. Pupa terdapat di dalam kantung. Pupa yang akan berkembang menjadi ngengat jantan, sebagian tubuhnya menyembul dari dalam kantung untuk persiapan eklosi (CAB International 2005) Ngengat jantan yang keluar dari pupa memiliki sayap yang pendek, tubuh tidak memiliki sisik dan antena berambut.
Ngengat betina
berbentuk menyerupai ulat, tidak bertungkai maupun bersayap, serta antena tidak berkembang dan mereduksi berupa tonjolan kecil. Ulat tetap hidup di dalam kantung, dengan pengecualian ujung abdomen menjulur keluar dari kantung untuk keperluan kawin. Sesudah perkawinan, ngengat betina bertelur dalam kantung (Pracaya 2007). Telur tersebut menetas dalam kantung. Ulat muda ini keluar dari kantung dan mulai mengeluarkan benang suteranya untuk menggantungkan diri pada substrat, kemudian digunakan untuk menyebar dengan bantuan angin, manusia, atau binatang lain. Setelah menetap ulat muda ini lalu membentuk kantung sendiri.
Ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae) Ulat Famili Geometridae umumnya memiliki tubuh berbentuk silinder dan memiliki dua pasang tungkai palsu (proleg) di bagian ventral ruas abdomen ke- 6
16
dan ke-10. Ulat bergerak menjengkal yaitu dengan melekukkan abdomennya membentuk setengah lingkaran ke arah depan tubuh seperti gerakan lintah, sehingga ulat ini dikenal sebagai ulat jengkal (CAB
International 2005,
Kalshoven 1981). Serangga dilaporkan merusak tanaman kacang hijau, kedelai, kentang, kakao, dan tembakau. Ngengat aktif malam hari, langsung berpasang-pasangan pada hari eklosi dan mulai meletakkan telur pada hari ke dua dan ketiga setelah kopulasi dan berlanjut hingga lima hari. Ngengat jantan biasanya mati segera setelah kawin dan ngengat betina mati setelah meletakkan kelompok telur yang terakhir. Ngengat meletakkan 50 telur selama hidupnya. Telur berbentuk bulat dan berwarna hijau kebiruan, diletakkan dalam kelompok di permukaan kulit kayu. Saat menjelang menetas, warna telur berubah menjadi kehitaman. Lama stadia telur 3 hari. Larva yang baru keluar dari telur memencar dengan bantuan angin. Larva ulat jengkal merusak daun-daun agak tua, yaitu dengan cara mengigit daun dari arah pinggir. Jika serangan berat, ulat memakan daun dengan rakus dan menyisakan tulang daunnya saja. Sebagai contoh pada tanaman kakao, jika daun telah habis, larva ini akan menyerang bunga dan buah. Saat larva sudah besar biasanya masuk ke dalam tanah yang gembur untuk berpupa pada kedalaman 2-3 cm. Lama stadium pupa adalah 6 hari. Ngengat berwarna cokelat keabu-abuan dan aktif pada malam hari.
Belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae) Belalang ini merupakan hama utama tanaman padi dan tidak dilaporkan sebagai perusak tanaman bunga matahari. Nimfa dan imago dapat mengakibatkan kerusakan yang parah (Kumari & Lyla 2001). Gejala yang ditinggalkan oleh belalang adalah gerigitan pada daun. Belalang mempunyai ciri-ciri tubuh berwarna kuning-hijau atau kuning-coklat dan terdapat garis gelap pada bagian punggung(CAB International 2005). Bagian tibia tungkai belakang berwarna kebiru-biruan.
Panjang tubuh imago jantan
adalah 18,3-27 mm, sedangkan imago betina 24,5-39,5 mm. Panjang sayap depan imago jantan dan betina masing-masing adalah adalah 14-24,5 mm dan 20,5-31,5
17
mm. Telur berbentuk seperti silinder, berukuran 4,5-5,2 mm, lebar 1,2-1,6 mm. Warna telur kuning atau coklat kekuningan. Imago meletakkan 15-30 telur di dalam tanah. Stadia telur 10 hari dan umumnya menetas pada pagi hari. Nimfa terdiri atas 5 instar. Nimfa I berukuran sekitar 7 mm dan berwarna hijau dengan mata majemuk serta tampak berkilau abu keperakan. Nimfa II berukuran sekitar 6-11 mm, sedangkan nimfa instar III adalah 9-14 mm. Nimfa instar III dicirikan dengan adanya bakal sayap depan berbentuk seperti lidah dan bakal sayap belakang membraneus berbentuk setengah lingkaran.
Nimfa IV
berukuran 12-17 mm, sedangkan nimfa V berukuran 16-22 mm.
Nimfa
melakukan aktivitas makan pada tanaman padi selama 3-5 hari setelah menetas. Pengendalian dapat dilakukan dengan pembajakan sawah hingga kedalaman 1020 cm sehingga telur yang berada di permukaan tanah akan mati oleh panas sinar matahari atau dimakan oleh musuh-musuh alami (CAB International 2005). Dengan cara ini pula, telur akan terkubur dalam tanah sehingga telur yang menetas akan berkurang.
Pengendalian dengan membajak sawah mampu
mengendalikan hama hingga 70-80%.
Pengendalian secara kimia dapat
digunakan insektisida yang berbahan aktif piretroid, metamidofos, organofosfat, klordimeform hidroklorida, asam tiosulfurik, dan BHC (gammaxene).
Layu fusarium (Fusarium sp.) Fusarium merupakan cendawan patogen yang banyak menyerang sayuran, tanaman perkebunan, dan tanaman hias. Tanaman yang biasanya diserang oleh patogen ini adalah kapas, pisang, tebu, tembakau, dan kopi.
Patogen ini
merupakan patogen tular tanah, oleh karena itu mampu bertahan lama dalam tanah. Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari cendawan ini. Cendawan ini menginfeksi bagian akar, terutama pada bagian pelukaan, lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Fase vegetatif cendawan ini berbentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh baik pada bermacam-macam medium agar yang mengandung ekstrak sayuran. Awalnya miselium tidak berwarna, semakin tua warnanya berubah menjadi krem, akhirnya koloni tampak memiliki benang-benang berwarna cokelat. miselium yang lebih tua akan membentuk klamidospora.
Pada
Cendawan banyak
18
membentuk mikrokonidium bersel 1, tidak berwarna, lonjong atau bulat telur berukuran 6-25 x 2,5-4 μm. Makrokonidium lebih jarang dijumpai, bila ada berbentuk kumparan, tidak berwarna, kebanyakan bersekat 2 atau 3, serta berukuran 25-33 x 3,5-5,5 μm (Semangun 1994). Pemencaran cendawan dapat terjadi melalui pengangkutan bibit, tanah yang terbawa angin atau air, dan terbawa oleh alat pertanian. Menurut Clayton (1923 dalam Semangun 1994), penyakit berkembang pada suhu tanah 21-33 °C. Suhu optimumnya adalah 28 °C. Kelembaban tanah selain membantu pertumbuhan tanaman, juga dapat membantu perkembangan penyakit. Tanaman yang terinfeksi patogen ini akan mengalami gangguan dalam pengangkutan air dan hara tanah sehingga menyebabkan tanaman menjadi layu. Gejala serangan patogen akan terjadi lebih berat pada tanaman yang tumbuh pada tanah yang mengandung banyak unsur nitrogen tetapi miskin akan unsur kalium. Cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah meningkatkan suhu tanah dengan menggunakan mulsa plastik atau penanaman varietas tahan. Pengendalian dengan pestisida kurang memberikan harapan atau tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Bercak daun choanephora (Choanephora sp.) Choanephora merupakan parasit lemah yang tumbuh pada sisa tanaman mati. Choanephora menyerang jaringan yang telah mengalami pelukaan secara mekanik atau karena serangan serangga saat makan dan peletakan telur. Cendawan ini diketahui juga menyerang tanaman okra, kembang kol, kopi, kentang, dan kedelai. Di Malaysia, kerugian akibat serangan cendawan ini dapat mencapai 20% pada tanaman okra (CAB International 2005). Cendawan Choanephora, anggota dari Choanephoraceae yang termasuk ke dalam golongan Phycomycetes ini membentuk konidium dan sporangiofor. Bentuk konidiofor tidak bercabang, mempunyai kepala yang bulat, dan dari kepala ini muncul banyak kapitulum bulat yang menumpu sterigma.
Pada
sterigma ini terbentuk konidium bergaris-garis, berbentuk jorong, serta bersel 1. Bentuk sporangiofor tidak bercabang, pada bagian ujungnya membengkok, mengandung satu sporangium dengan satu kolumela. Sporangiospora berbentuk bulat telur atau menyerupai kumparan, tersusun dari satu sel, dan pada kedua
19
ujungnya terdapat rambut halus.
Miselium juga membentuk klamidospora
interkalar dengan dinding yang agak tebal.
Selain itu, cendawan dapat
membentuk zigospora (Semangun 1994).
Bercak daun curvularia (Curvularia sp.) Curvularia sp. adalah cendawan hyphomycetes yang merupakan patogen fakultatif bagi kebanyakan spesies tanaman, seperti tanaman serealia dan rumput rumputan (CAB International 2005). Curvularia sp. dapat ditemukan di daerah tropik maupun subtropik.
Kelembaban tinggi pada daerah tropis merupakan
lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan cendawan ini, dengan suhu optimum 27-40 °C. Inang lain dari cendawan ini adalah padi, jagung, nanas, kubis, dan kelapa. Cendawan ini memiliki hifa cokelat yang berseptat dan konidia transparan berukuran 8-14 x 21-35 µm.
Konidiofor berwarna cokelat, dengan bentuk
sederhana atau bercabang yang biasa disebut sebagai pertumbuhan genikulat simpodial.
Konidia cendawan ini disebut juga porokonidia yang lurus atau
pyriform, cokelat, multiseptat, dan memiliki tonjolan dasar hila yang gelap. Septat yang trasparan dan membagi setiap konidium menjadi sel yang berlipatlipat. Septum pusat sering nampak lebih gelap dibandingkan dengan yang lain. Pembengkakan sel pusat menyebabkan konidium tampak bersiku (Boedijn 1933 dalam CAB International 2005).
Busuk bunga (Rhizopus sp.) Busuk bunga merupakan penyakit yang penting dalam keadaan cuaca basah dan menyebabkan penurunan hasil panen. Awal gejala ditandai dengan busuk basah kecokelatan yang tidak merata pada reseptakel. Bercak membesar secara bertahap kemudian menjadi lunak dan mengandung banyak air. Bercak ditutupi dengan miselium putih yang kemudian menjadi hitam karena tampilan sporangia. Bila infeksi berat, bagian yang membusuk menyebar ke tangkai bunga dan bunga matahari. Penyakit ini hanya akan menyerang bila bunga sudah terbentuk atau bunga mengalami kerusakan.
Bunga bertambah busuk seiring dengan umur
20
tanaman. Pembusukan biji sangat bergantung pada tahap perkembangan infeksi Rhizopus. Larva H. armigera telah diketahui berperan dalam penyebaran dalam penyakit ini pada saat pra-infeksi. Penyebaran penyakit juga berkorelasi positif dengan burung yang merusak bunga saat pencarian pakan. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah aplikasi secara bersama-sama antara insektisida dan fungisida setelah bunga terbentuk, sehingga kerusakan pada bunga dapat dihindari (IKISAN 2008).
Hawar alternaria (Alternaria sp.) Hawar alternaria merupakan penyakit yang paling serius menyerang pada musim hujan.
Hawar ini memiliki distribusi luas.
Penyakit tersebut menyebabkan
pengurangan benih 27-80% pada tanaman bunga matahari, yaitu dengan mempengaruhi kualitas biji saat pengecambahan awal biji bunga matahari dan berdampak dalam pengurangan jumlah bibit per kepala, serta mengurangi kandungan minyak 17-33%, dan masing-masing kerusakan tersebut telah dilaporkan di India (IKISAN 2008).
Di Indonesia, cendawan ini menyerang
tanaman kentang dan menginfeksi daun-daun tua terlebih dahulu. Penyakit sering ditemukan pada saat iklim kering, bila cuaca lembab cendawan akan banyak membentuk konidium. Cendawan dapat terbawa biji, sehingga jika biji tersebut ditanam akan menginfeksi semai. Sisa-sisa tanaman sakit dapat menjadi sumber infeksi, karena cendawan dapat bertahan sebagai konodium dan miselium yang dibentuk pada malam hari (Semangun 1994). Miselium berwarna coklat muda, konidiofor tegak, bersekat dengan ukuran 50-90 x 8-9 μm. Konidiofor berbentuk gada terbalik, coklat berukuran 145-370 x 16-18 μm, mempunyai sekat melintang 5-10 buah, dan 1 atau lebih sekat membujur.
Konidium mempunyai paruh (beak) pada ujungnya, paruh
bersekat. Panjang paruh lebih kurang separuh dari panjang konidium. Miselium dapat hidup pada daun-daun sakit selama satu tahun atau lebih, dan konidium tetap hidup selama 17 bulan pada suhu kamar (Anon 1977 dalam Semangun 1994). Persebaran konidium dibantu oleh angin. Konidium dapat berkecambah pada suhu 6-34 °C, suhu optimum 28-30 °C di dalam air. Pada suhu tersebut,
21
konidium dapat berkecambah dalam waktu 35-45 menit. Tanaman yang baik pertumbuhannya karena dipupuk secara seimbang dan mendapat penyiraman yang cukup kurang mendapat gangguan penyakit ini. Menurut Suhardi (1988 dalam Semangun 1994) terdapat tanda-tanda bahwa pemupukan dengan urea pada musim hujan akan meningkatkan serangan. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara rotasi tanaman dan tanaman ditanam pada drainase yang baik atau perawatan biji dengan air panas (hot water treatment) pada suhu 50 °C selam 30 menit. Cara pengendalian kimia yang telah dilaporkan, yaitu dengan penggunaan fungisida berbahan aktif kaptafol, propineb, mankozeb, dan maneb (Anon 1984; Suhardi et al. 1976 dalam Semangun 1994).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di pertanaman bunga matahari milik petani pemula di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Identifikasi dan perhitungan hama dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga dan Musium Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Identifikasi penyakit dilakukan di Klinik Tanaman,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan April 2009 sampai Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman bunga matahari (H. annuus Linn) dan pupuk dasar. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, gelas plastik, kantung plastik berukuran 20 x 30 cm, gunting, kuas, mikroskop cahaya, dan stiker label, kamera Spectra vertex dv3. Penentuan Tanaman Contoh, Identifikasi Hama dan Penyakit serta Tingkat Kerusakan Tanaman Bunga Matahari Lima puluh tanaman contoh diambil dari 1 petak kebun contoh, berukuran ± 3000 m2 dengan pola penentuan tanaman secara acak. Tiga tahap pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan langsung tingkat kerusakan hama dan kejadian penyakit tanaman saat berada di lapang, pengambilan contoh hama, gejala serangan hama dan penyakit tanaman untuk diamati, serta diidentifikasi di laboratorium. cendawan.
Identifikasi gejala penyakit dibatasi hanya dari kelompok Bagian tanaman yang diamati adalah batang, daun dan bunga.
Pengamatan pertama dilakukan pada tanaman berumur 2 MST.
Pengamatan
berikutnya dilakukan dengan interval 1 minggu hingga minggu 9 MST. Sebagai data tambahan, gambaran umum lokasi pengamatan dicatat dan pengambilan foto hama, gejala kerusakan hama, serta penyakit yang diamati langsung di lapang serta suhu lingkungan lapang dicatat menggunakan alat pencatat suhu EL-USB2.
23
Serangga yang ditemukan pada tanaman diambil dan dikoleksi dalam keadaan hidup dengan cara dimasukkan ke dalam gelas plastik.
Hasil
pengambilan gambar serangga dan tanggal serta tempat serangga ditemukan pada bagian tanaman dikoleksi dan dicatat.
Serangga koleksi lapang tersebut
diidentifikasi di laboratorium menggunakan acuan pustaka yang sesuai, seperti Kalshoven (1981) dan CAB International (2005).
Bagi larva serangga yang
masih instar muda dilakukan pemeliharaan terlebih dahulu agar ukuran tubuhnya bertambah besar dan tanda morfologinya mudah dikenali, sebagian dipelihara sampai imago. Jumlah serangga yang ditemukan hinggap pada tanaman serta kerusakan tanaman oleh serangga hama berupa gerigitan oleh larva dan gejala bercak hijau kekuningan oleh kepik dan wereng bagian tanaman diamati dan dicatat langsung di lapang.
Besaran luas serangan oleh hama menggigit-
mengunyah dihitung dengan menggunakan rumus: L = n/N x 100% dengan
L : Luas serangan n : Jumlah tanaman yang terserang N : Jumlah tanaman contoh yang diamati
sedangkan tingkat kerusakan pada daun tanaman dihitung dengan rumus: KT = n/N x 100% dengan
KT
: Tingkat kerusakan tanaman
n
: Jumlah daun yang terserang dalam satu tanaman
N
: Jumlah daun dalam satu tanaman
Pengamatan gejala sakit oleh cendawan patogen dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapang, dan sebagian contoh tanaman tersebut dibawa ke Klinik Tanaman untuk identifikasi jenis patogen. Persentase kejadian penyakit dihitung dengan rumu KP = n/N x 100% dengan
KP
: Kejadian penyakit
n
: Jumlah tanaman yang terserang
N
: Jumlah tanaman contoh yang diamati
24
Penentuan jenis cendawan dilakukan dengan kunci identifikasi yang sesuai, seperti Barnett & Hunter (1998). Pengambilan semua koleksi hama dan patogen penyebab penyakit dilakukan setiap minggu selama dua bulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Pengamatan hama dan penyakit dilakukan pada pertanaman bunga matahari milik petani binaan atau pemula di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor (Gambar 1). Lahan yang digunakan sebagai areal penanaman bunga matahari sebelumnya telah ditanami jagung, diberakan selama 1 bulan, kemudian ditanami tanaman bunga matahari pertama, dan sekitar 1 bulan kemudian ditanami tanaman bunga matahari kembali.
Suhu pada lahan
pertanaman sekitar 33,9 ºC. Pertanaman bunga matahari dikelilingi pertanaman ubi jalar dan jagung di bagian Selatan, persawahan di bagian Utara, lahan kosong di bagian Barat dan Timur.
Selain itu, terdapat pohon kelapa dan pisang
disekitarnya meskipun tidak banyak. Kondisi lahan budidaya banyak ditumbuhi gulma, dengan kondisi lahan seperti itu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bunga matahari, yaitu menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan menjadi kerdil. Di kebun tersebut, saat tanaman memasuki fase reproduksi, tinggi tanaman tidak mencapai 1 meter, sedangkan berdasarkan keterangan dari petani tanaman bunga matahari dapat tumbuh hingga ketinggian 0,9-4 meter. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi variasi jumlah serangga hama, kerusakan tanaman dan kejadian penyakit di antaranya teknik budidaya tanaman oleh petani sebagai berikut. Berdasarkan keterangan petani contoh, benih contoh yang ditanam adalah kultivar Aztec Gold Hybrid, yang memiliki ciri fisik biji berwarna hitam. Benih yang ditanam berasal dari hasil perbanyakan biji dari tanaman generasi kedua. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 30 cm pada luas lahan 3000 m2. Tanah mengalami pengolahan, dicangkul, dibuat guludan agar tidak terendam air. Pupuk yang digunakan adalah urea dan NPK, pupuk ini diberikan pada tanaman setelah tanaman berumur 1 minggu dan kemudian dilakukan setiap 3 minggu sekali. Penyemprotan pestisida berbahan aktif fipronil dilakukan jika tampak pada tanaman ada hama atau ulat, dengan takaran 5 ml formulasi Regent 50 SC dalam 1000 ml air. Berdasarkan pengamatan dapat
26
Gambar 1 Lahan pertanaman bunga matahari yang baru diolah ditunjukkan bahwa kendala utama saat budidaya tanaman ini adalah sebelum tanaman dipanen, beberapa tanaman mengalami kelayuan, bahkan gejala penyakit tanaman mulai teramati sejak pengamatan pertama dilakukan.
Selain itu,
perawatan tanaman juga menjadi faktor penghambat budidaya. Petani setempat tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai pemupukan, sehingga perawatan tidak maksimal dan penyiraman pun dilakukan bergantung pada tingkat kekeringan tanah. Oleh karena itu, perkembangan tanaman tidak maksimal dan perkembangan lebih lanjut banyak biji yang kempis tidak berisi, padahal penanaman tanaman ini semula diharapkan untuk memproduksi kuaci dan minyak sayur.
Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari Hama pada Tanaman Bunga Matahari Keanekaragaman jenis serangga pada tanaman bunga matahari yang ditemukan di lapang di antaranya adalah serangga dengan pola makan menggigitmengunyah, yaitu belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), ulat penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera (Hbn.) dan ulat grayak Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae), ulat bulu Amsacta transiens Wlk. (Lepidoptera: Arctiidae), ulat bulu Clostera restitura (Wlk). (Lepidoptera: Notodontidae) dan ulat bulu Euproctis virguncula Wlk. (Lepidoptera: Lymantriidae), ulat jengkal
27
(Lepidoptera: Geometridae), serta ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae); dan serangga dengan pola makan menusuk-menghisap, yaitu kepik hijau Nezara viridula (Linn.) (Hemiptera: Pentatomidae), dan wereng daun Amrasca biguttula biguttula Ish. (Hemiptera: Cicadellidae)
Kepadatan populasi masing-masing
serangga hama juga ditunjukkan pada Gambar 2. Rata-rata suhu dan kelembapan nisbi harian di lingkungan pertanaman bunga matahari adalah 33,9 ºC dan 25% (Lampiran 5). Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, kepadatan populasi masing-masing serangga hama cenderung meningkat setiap minggunya, kecuali kepadatan populasi belalang Oxya sp. yang nampak menurun dan tidak ditemukan lagi di pertanaman pada pengamatan selanjutnya, yaitu dari 0,08 ekor/50 tanaman pada 2 MST menjadi 0 ekor/50 tanaman pada 3 MST.
Kepadatan populasi kepik
N. viridula yang ditemukan di lapangan relatif meningkat setiap minggunya, dengan jumlah populasi tertinggi dibandingkan dengan populasi serangga lainnya, yaitu berkisar 0,12-0,88 ekor/50 tanaman pada 6-9 MST.
Hill (1987),
menyebutkan bahwa biji bunga matahari merupakan inang utama N. viridula. Tinggi rendahnya kepadatan populasi serangga hama di lapang disebabkan faktor intrinsik serangga hama dan faktor ektrinsik atau lingkungan (biotik dan abiotik), seperti migrasi, keberadaan inang utama atau inang alternatif, atau ketertarikan biologi serangga hama terhadap inangnya (Hill 1987).
Gambar 2 Jumlah populasi serangga pada tanaman bunga matahari
28
Kepadatan populasi E. virguncula di lapang merupakan populasi yang cukup tinggi setelah N. viridula, yaitu 0,02-0,26 ekor/50 tanaman yang meningkat pada 4 MST. Pada pengamatan ini, ulat bulu A. transiens memiliki kepadatan populasi yang relatif rendah di pertanaman, yaitu berkisar 0,02-0,04 ekor/50 tanaman. Hasil tinjauan berbagai pustaka, ulat ini tidak tercatat sebagai hama tanaman bunga matahari, sehingga keberadaan ulat diduga oleh adanya migrasi dari tanaman semula yang berada disekitarnya.
Meskipun demikian, ulat ini
berpotensi menyebabkan penggundulan daun, karena satu ekor ulat instar lanjut mampu menghabiskan 2-3 helai daun setiap kali makan. Kepadatan populasi hama lain, yaitu ulat grayak S. litura, ulat bulu C. restitura, ulat jengkal, serta ulat kantung sangat rendah, jumlah populasinya masing-masing berkisar antara 0,020,06 ekor/50 tanaman. Berdasarkan pengamatan, penyebab rendahnya kepadatan populasi ulat kantung dan ulat jengkal diduga karena bunga matahari bukan inang utama ulat ini, seperti contohnya keberadaan ulat kantungdi lapangan dapat disebabkan oleh migrasi dari tanaman inang utama yaitu kelapa sawit dan pisang yang terdapat di sekitar pertanaman. Demikian halnya dengan penemuan ulat S. litura di pertanaman diduga karena ada migrasi dari inang utamanya, yaitu ubi jalar yang terdapat disekitar pertanaman, sedangkan C. restitura diduga karena sanitasi pertanaman yang kurang baik, sehingga kebun banyak ditumbuhi gulma yang menjadi salah satu inang dari hama ini. Jumlah populasi H. armigera dan A. biguttula biguttula, masing-masing berkisar 0,02-0,08 ekor/50 tanaman dan 0,040,18 ekor/50 tanaman, relatif lebih tinggi dari jumlah serangga di atas. Menurut Hill (1987) & (CAB International 2005), tanaman bunga matahari merupakan inang utama dari kedua hama tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, serangga hama yang dinilai penting dalam penurunan hasil produksi biji bunga matahari adalah kepik N. viridula dan H. armigera yang menyerang biji, karena keduanya merupakan hama utama dan menyebabkan biji tidak dapat dipanen. Kedua hama ini juga dilaporkan sebagai hama utama pada tanaman bunga matahari di Amerika Utara.
Serangan ulat
S. litura dan Amsacta sp. yang menyerang daun menyebabkan daun gundul dan pertumbuhan tanaman terhambat, meskipun kedua hama ini bukan merupakan hama utama tanaman bunga matahari, dan serangan wereng hijau A. biguttula
29
biguttula menyebabkan daun menguning dan mengkeriting yang dilaporkan sebagai hama utama tanaman bunga matahari di Amerika Utara (Hill 1987). Belalang, Oxya sp. Belalang Oxya sp. memiliki tubuh berukuran, 3-3,5 cm, bagian permukaan ventral tubuh berwarna hijau muda kekuningan, sedangkan bagian dorsal tubuh berwarna hijau kecokelatan (Gambar 3).
Belalang ini memakan daun muda
maupun daun tua tanaman bunga matahari.
Gejala kerusakan berupa lubang
gerigitan pada tengah dan tepi daun hingga daun habis.
Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa belalang cenderung menyerang daun tanaman bunga matahari saat fase tanaman vegetatif, yaitu 2 dan 3 MST. Hal tersebut diduga, belalang relatif lebih menyukai daun tanaman bunga matahari yang masih berumur muda. Kedatangan belalang ini diperkirakan karena pertanaman bunga matahari berdekatan dengan hamparan padi sawah di bagian timur kebun, dan diketahui bahwa belalang ini merupakan hama tanaman padi di lahan sawah basah, rawa, maupun lahan agak kering (Hill 1987).
Gambar 3 Nimfa belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae)
30
Ulat Penggerek Tongkol Jagung, Helicoverpa armigera (Hbn.) Hasil pengamatan di lapang, menunjukkan bahwa tubuh ulat H. armigera berukuran 3-35 mm berwarna cokelat muda dengan permukaan integumen berkutil dan ditumbuhi rambut halus (Gambar 4). Tubuh ulat memiliki variasi warna, yaitu hijau kekuningan, hijau, hijau kecokelatan, cokelat tua, dan cokelat muda.
Larva instar lanjut berukuran 40 mm.
Menurut Hill (1987), ulat ini
termasuk hama yang polifag yaitu pemakan segala tanaman dan termasuk hama utama pada tanaman bunga matahari (Hill 1987). Pada tanaman bunga matahari, larva H. armigera menggerek bagian biji saat bunga mekar atau piringan biji dalam keadaan terbuka dan ada pula yang memakan daun. Setiap daun atau bunga hanya terserang oleh satu ekor larva saja, diduga karena larva ini bersifat kanibal.
Gambar 4 Ulat penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae). Atas: tubuh larva dilihat dari samping, bawah: larva sedang menggerek biji
31
Pada fase generatif kerusakan bunga oleh hama H. armigera terjadi pada 6 MST (Gambar 5). Kerusakan pada bunga tersebut disebabkan oleh ulat tongkol jagung H. armigera. Secara umum, luas serangan meningkat setiap minggunya seiring pertumbuhan tanaman. Rendahnya luas serangan pada 6-8 MST yaitu 28,9% diduga karena jumlah ulat di lahan pertanaman yang rendah disertai tanaman yang mulai berbunga relatif masih rendah. Namun, pada 9 MST tampak luas serangan yang meningkat tajam, yaitu mencapai 21,7%. Hal tersebut diduga karena pada minggu ke-9 jumlah bunga yang mekar mulai bertambah sehingga jumlah serangga hama maupun luas serangan hama bertambah yang berbanding lurus dengan luas serangannya. Sebagai tambahan, serangan pada bunga yang disebabkan oleh kepik N. viridula juga cukup tinggi (Gambar 5).
Menurut
Schneiter & Miller (2007), saat tanaman berumur 8 MST bunga masih dalam fase generatif awal (kuncup atau early flower), sedangkan mulai berumur 9 MST umumnya tanaman telah memiliki bunga sempurna dengan biji yang telah terbentuk.
Serangga dapat hidup dan berkembangbiak apabila ketersediaan
makanan mencukupi kebutuhannya (Hill 1987).
Gambar 5 Luas serangan oleh H. armigera pada biji bunga matahari
32
Ulat Grayak, Spodoptera litura (F) Ulat grayak S. litura merupakan hama polifag. Menurut Hill (1987), hama ini bukan sebagai hama utama tanaman bunga matahari.
Ngengat berwarna
cokelat gelap keabu-abuan, panjang tubuh 1,5-2 cm dan rentang sayap 3-3,8 cm (Gambar 6).
Warna tubuh ulat grayak bervariasi.
Tubuh larva instar akhir
berwarna hijau kehitaman dengan tanda bulan sabit berwarna hitam pada kedua sisi ruas abdomen ke-4 hingga ke-9, yang terletak di antara dua garis longitudinal berwarna kuning di bagian lateral dan laterodorsal (Kalshoven 1981). Pada saat pengamatan, satu atau dua ekor larva instar 2 atau 3 ditemukan berkelompok pada lipatan daun disertai gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa lubang-lubang gerigitan pada daun bunga matahari dengan menyisakan tulang daun, sehingga menghasilkan gejala menyerupai jaring. Selain itu terdapat larva instar lanjut yang ditemukan pada daun dengan gejala lubang bekas gerigitan yang hampir menghabiskan seluruh daun.
Gambar 6 Imago ulat gerayak Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae)
33
Ulat Bulu, Amsacta transiens Wlk. Ulat bulu ini merupakan serangga polifag. Tubuh larva berukuran 3-5 cm. Larva berwarna oranye kecokelatan dengan kepala bagian depan hitam dan tungkai yang berwarna cokelat kemerah-merahan (Gambar 7). Pada bagian dorsal tubuh terdapat pita memanjang berwarna kuning kecokelatan (7a), dilengkapi rambut-rambut pendek berwarna kuning kecokelatan (7b) dan rambut-rambut yang lebih panjang berwarna kuning berujung abu-abu (7c), dan pada bagian lateral setiap ruas tubuh terdapat pita dengan arah miring (7d). Tanda morfologi tubuh ulat ini mirip dengan ulat spesies Amsacta transiens Walk. yang diuraikan oleh Kalshoven (1981).
Larva instar lanjut relatif banyak ditemukan ketika
tanaman memasuki fase pertumbuhan generatif, dan seringkali ditemukan di bagian permukaan bawah daun. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh ulat bulu ini adalah berupa gerigitan yang dimulai pada tepi daun hingga ke tengah daun (Gambar 7). Ulat ini sangat rakus, dan dapat menghabiskan seluruh daun, sehingga diduga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman bunga matahari terhambat.
Gambar 7 Ulat bulu Amsacta transiens. (Lepidoptera: Arctiidae). Kiri: a. Pita dorsal memanjang , b. rambut integumen pendek, c. Rambut integumen panjang, d. pita lateral arah miring; Kanan: Ulat dan gejala serangan pada daun bunga matahari.
34
Ulat Bulu, Clostera restitura Menurut Kalshoven (1981), ulat C. restitura ini dilaporkan terdapat pada tanaman lobi-lobi, rukem dan Flacourtiaceae liar. Tubuh larva berukuran 3-5 cm. Larva instar awal berwarna hijau gelap dengan pita hijau terang di bagian dorsal tubuh, sedangkan larva instar lanjut berwarna oranye kecokelatan dan pada ruas abdomen ke-dua dan ke-delapan terdapat tonjolan ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam (Gambar 8). Saat pengamatan, umumnya ulat ditemukan pada
Gambar 8
Ulat bulu Clostera. restitura (Lepidoptera: Notodontidae). Atas: ulat pada daun muda; bawah: ulat pada biji.
35
tanaman bunga matahari fase vegetatif dan seringkali ditemukan di bagian permukaan daun tua yang terletak di bagian bawah tanaman. Ulat memakan daun mulai dari tepi hingga ke tengah daun tetapi tidak menggunduli daun.
Pupa
ditemukan bergelantung pada sisa daun yang telah dimakan. Hama ini banyak ditemukan di pertanaman diduga karena petani tidak melakukan pengendalian gulma sehingga sanitasi kebun kurang, karena saat pengamatan banyak larva ditemukan pada gulma di sekitar pertanaman. Ulat Bulu Euproctis virguncula Tubuh larva secara umum berukuran 2,5-3 cm. Tubuh larva instar awal berwarna kuning pucat dengan kumpulan sikat rambut berwarna hitam di bagian dorsal tubuh. Tubuh larva instar lanjut berwarna cokelat kotor, ditumbuhi rambut berwarna putih kelabu, dengan pita dorsal berwarna kuning dan garis merah di bagian tengahnya. Di bagian belakang kepala terdapat sepasang tuberkel (bintil) berwarna merah oranye menumpu sikat rambut berwarna cokelat. Di bagian distal kepala hingga ujung abdomen terdapat deretan bintil hitam dengan bintik-bintik warna putih yang menumpu rambut rambut pada tubuh (Gambar 9).
Tanda
morfologi tubuh ulat ini sesuai dengan tanda ulat spesies Euproctis virguncula Walk. yang diuraikan oleh Kalshoven (1981). Tanda lain ulat ini adalah pada ruas abdomen ke-tiga, ke-empat, dan ke-sepuluh terdapat sepasang bintil yang menumpu sikat rambut berwarna cokelat tua, seperti contoh gambar E.catala yang dilaporkan oleh Kalshoven (1981). Hasil pengamatan menunjukkan larva instar awal menyerang tanaman bunga matahari secara bergerombol pada daun saat fase vegetatif, yaitu berupa gejala kerusakan daun menyerupai jala. Larva instar awal ini juga ditemukan menyerang reseptakel bunga saat fase generative. Selain merusak bagian tanaman, ulat ini seringkali meninggalkan eksuvia (bekas ganti kulit) yang berambut lebat, sehingga dari segi keindahan tanaman menyebabkan ketidaknyamanan dan kotor.
Larva instar lanjut menyerang daun maupun
reseptakel tanaman secara soliter. Gejala kerusakan oleh larva instar lanjut ini berupa gerigitan pada pangkal reseptakel bunga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.
36
Gambar 9
Ulat Euproctis virguncula (Lepidoptera: Lymantriidae) pada dasar dan kelopak bunga matahari
Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae) Tubuh ulat jengkal Geometridae berukuran 3-3,5 cm.
Larva muda
berwarna hijau dan larva instar lanjut berwarna cokelat kehijauan (Gambar 10). Larva memiliki tiga proleg, dua proleg terletak pada ruas abdomen ke-5 dan 6, dan satu proleg berada pada ruas akhir abdomen. Larva bergerak dengan cara menjengkal. Hama ini hanya menyerang daun bunga matahari yang masih muda dengan cara memakannya mulai dari tepi daun hingga ke tengah, namun tidak sampai menghabiskan seluruh daun.
Gambar 10 Ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae)
37
Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) Ulat kantung Psychidae ditemukan menyerang daun tanaman bunga matahari.
Ulat membentuk kantung berwarna hitam kelabu kecokelatan dan
tinggal didalamnya sehingga ulat akan selalu membawa kantungnya (Pracaya 2007). Kantung terbuat dari daun-daun kering yang dirangkai dengan bantuan benang sutera (Kalshoven 1987). Bagian atas dan bawah kantung tetap terbuka untuk makan dan mengeluarkan feses. Bila bagian bawah kantung ditekan, ulat akan muncul keluar dari kantung. Tubuh ulat ini berwarna cokelat kemerahan dan berukuran 35 mm. Pada pengamatan di lapang ditemukan pupa ulat kantung pada daun muda tanaman bunga matahari (Gambar 11). Menurut Hill (1987), saat akan berpupa ulat menggantung pada daun dengan bantuan benang sutera. Larva instar awal hanya memakan epidermis daun saja sehingga gejala kerusakan menyerupai jaring, sedangkan larva instar lanjut memakan daun muda maupun daun tua hingga ke tulang daun. Kerusakan oleh ulat kantung pada
Gambar 11 Pupa ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae)
38
pertanaman bunga matahari relatif rendah diduga karena di sekitar pertanaman bunga matahari terdapat pohon pisang dan kelapa yang merupakan inang utama, sehingga ulat tersebut lebih memilih tanaman tersebut sebagai inang utamanya. Menurut Pracaya (2007), inang utama dari ulat kantung ini dilaporkan adalah kelapa, kelapa sawit, dan pisang. Walaupun ulat ini bersifat polifag, Hill (1987) tidak melaporkan sebagai hama utama pada tanaman bunga matahari. Selain mengamati hama, luas serangan dan tingkat kerusakan tanaman diamati. Persentase luas serangan dan kerusakan tanaman bunga matahari ini disebabkan oleh serangga menggigit mengunyah pada daun yaitu ulat dan belalang yang secara umum meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 12). Luas serangan terendah terjadi pada awal tanam yang hanya mencapai 14,3% dan perlahan-lahan meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif (4 MST) menjadi 40,8%. Rata-rata luas serangan bertambah pada fase generatif tanaman yaitu 5 MST menjadi 78% dan luas serangan tertinggi pada fase akhir pertumbuhan tanaman dicapai hingga 100%.
Rata-rata tingkat
kerusakan tanaman juga rendah pada fase vegetatif berkisar mulai 1-4 minggu setelah tanam dengan tingkat kerusakan 5-13,7% dan rata-rata tingkat kerusakan
Gambar 12 Rata-rata luas serangan dan tingkat kerusakan tanaman bunga matahari oleh serangga hama penggigit pengunyah
39
tertinggi dicapai pada 9 minggu setelah tanam yaitu 95,5%. Kerusakan daun ini meningkat secara bertahap setiap minggu, walaupun pada minggu ke-2 tampak kerusakan sedikit meningkat dibandingkan minggu ke-3. Hal ini diduga bahwa daun yang terserang saat pengamatan selanjutnya (3 MST) gugur dan dalam setiap satu kali interval pengamatan umumnya tumbuh 2-4 helai daun baru, sedangkan daun baru tersebut ada yang tidak terserang hama seperti pengamatan sebelumnya. Rendahnya tingkat kerusakan pada 1-4 MST diduga karena jumlah daun yang masih sedikit, sehingga serangga belum banyak yang hinggap pada tanaman budidaya serta variasi hama yang belum beragam. Sebaliknya tingginya tingkat kerusakan pada 5-9 MST diduga terjadi karena migrasi serangga pemakan daun dan bunga. Pada tanaman berumur muda, jumlah daun masih sedikit, sehingga serangga yang hinggap jumlahnya terbatas. Keanekaragaman jumlah serangga hama di pertanaman mempengaruhi luas serangan dan kerusakan yang ditimbulkan.
Semakin tinggi jumlah dan keanekaragaman jenis atau spesies
serangga hama di pertanaman, semakin tinggi luas serangan dan kerusakan yang ditimbulkannya (Hill 1987). Menurut Schneiter & Miller (2007), bunga matahari berumur 1-4 MST hanya tumbuh sekitar 2-8 daun saja dengan panjang daun hanya 4 cm dan sebaliknya pada 5-9 MST jumlah daun meningkat hingga 20 helai dan luasan daun bertambah pada setiap tanaman. Kepik Hijau, Nezara viridula (Linn.) Kepik N. viridula termasuk serangga polifag. Imago kepik berwarna hijau merata, berukuran 16 mm (Gambar 13). Inang utama hama ini adalah kedelai, walaupun dapat ditemukan pula pada inang lain seperti padi, jagung, tembakau, kentang, cabai, kapas dan berbagai jenis pepolongan. Menurut Hill (1987) kepik hijau merupakan hama utama yang menyerang biji bunga matahari.
Hasil
pengamatan lapang menunjukkan bahwa bagian biji yang terserang terdapat bekas tusukan berupa bintik hitam. Isapan kepik menyebabkan biji kempis yang diduga mengakibatkan kadar minyak biji menurun.
40
Gambar 13
Kepik hijau Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae)
Wereng Daun, Amrasca biguttula biguttula Ish. Wereng hijau A. biguttula biguttula berukuran 2-2,5 mm, tubuh berwarna hijau muda atau hijau kekuningan, tungkai berwarna hijau dan sayap transparan (Gambar 14).
Ukuran sayap melebihi panjang tubuhnya.
Wereng hijau ini
menghisap daun tanaman bunga matahari. Gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa daun menguning atau berwarna hijau kekuningan dan daun mengkeriting.
Gambar 14 Nimfa wereng daun Amrasca. Biguttula biguttula Wereng sangat aktif, apabila terganggu mereka cepat bergerak ke tepian daun untuk mencari tempat yang aman. Wereng daun ini polifag dan merupakan hama utama pada bunga matahari (CAB International 2005).
41
Penyakit pada Tanaman Bunga Matahari Penyakit yang ditemukan pada tanaman bunga matahari adalah layu fusarium (Fusarium sp.), bercak daun (Choanephora sp. dan Curvularia sp.), busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.).
Tingkat
kejadian penyakit secara umum stabil pada fase vegetatif tanaman, yaitu mulai pengamatan minggu I sampai minggu VI, dan cenderung meningkat dengan cepat pada fase generatif tanaman mulai pengamatan minggu VII hingga akhir pengamatan (Gambar 15). Rata-rata kejadian penyakit pada daun disebabkan oleh cendawan Curvularia sp. dan Choanephora sp., masing-masing berkisar 0-42,2% dan 0-55,6%, sedangkan pada bunga yang disebabkan oleh cendawan Alternaria sp. dan Rhizopus sp., masing-masing berkisar 0-47,8% dan 0-20,8%.
Layu
fusarium merupakan gejala penyakit yang menyerang seluruh tanaman dan memiliki kejadian penyakit yang berkisar 0-10,2%, merupakan kisaran kejadian penyakit terendah.
Gambar 15 Tingkat kejadian penyakit setiap minggunya pada tanaman bunga matahari Kisaran kejadian penyakit tertinggi pada daun disebabkan oleh cendawan Choanephora sp., terutama pada 8 MST yang terlihat meningkat tajam, sedangkan pada bunga disebabkan oleh Alternaria sp. Menurut Semangun (1997), gejala
42
penyakit hawar yang disebabkan oleh Alternaria sp akan meningkat tajam pada saat fase generatif atau saat tanaman banyak yang berbunga, seperti 9 MST pada tanaman bunga matahari. Tinggi rendahnya kejadian penyakit di lapang diduga karena masing-masing gejala dapat menyerang tanaman pada kedua fase atau hanya salah satu fase petumbuhan saja, yaitu fase vegetatif atau fase generatif. Berdasarkan hasil pengamatan, gejala penyakit bercak daun yang disebabkan Curvularia sp. dan Choanephora sp. serta layu fusarium telah nampak pada 2 MST, sedangkan gejala penyakit yang menyerang bunga, seperti busuk bunga dan hawar alternaria umumnya nampak pada 6 MST.
Kejadian penyakit layu
fusarium dan hawar alternaria diduga merupakan penyakit yang dinilai penting pada tanaman bunga matahari.
Meskipun kejadian penyakit layu fusarium
cenderung terlihat rendah setiap minggunya, namun mampu menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh normal bahkan menyebabkan tanaman mati sebelum tanaman berbunga. Kejadian tersebut terjadi pula pada hawar alternaria yang cenderung meningkat setiap minggu terutama pada 8 MST dan mampu menyebabkan biji tidak dapat dipanen. Kedua penyakit tersebut dinilai sebagai penyebab utama dalam penurunan hasil produksi. Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit, hanya hawar alternaria dan busuk bunga Rhizopus yang juga ditemukan menyerang tanaman bunga matahari di Amerika Utara.
Namun, terdapat perbedaan antara hawar alternaria yang
menyerang tanaman bunga matahari di Amerika Utara dengan di Indonesia, yaitu di Amerika Utara gejala penyakit ini menyerang bagian batang tanaman, sedangkan di Indonesia gejala penyakit menyerang bagian bunga dan biji tanaman. Untuk gejala penyakit lainnya merupakan gejala penyakit lokal, yang sampai saat ini hanya diketahui sebagai gejala penyakit yang menyerang tanaman bunga matahari di Indonesia.
43
Layu Fusarium (Fusarium sp.) Penyakit layu fusarium (Fusarium sp.) pada tanaman bunga matahari ditunjukkan dengan gejala daun pucat, tampak suram dan layu. Tanaman menjadi kerdil dan pertumbuhannya terhambat (Gambar 16). Gejala layu tersebut diawali pada daun muda di bagian atas tanaman, kemudian sedikit demi sedikit menjalar ke seluruh tanaman dan akhirnya mati. Jika batang tanaman dibelah, tampak bagian pembuluh kayu berwarna cokelat.
Kadang-kadang kelayuan tanaman
diawali dengan menguningnya daun tua di bagian bawah tanaman. Penyakit layu fusarium ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman berumur muda. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman vegetatif maupun generatif.
Sunarjono (1985 dalam Semangun 1997), menyatakan bahwa bila
tanaman yang ditanam pada tanah yang kurang memiliki drainasi dan aerasi yang
Gambar 16
Gejala kerusakan tanaman oleh Fusarium sp. Kiri: Gejala layu fusarium; kanan: konidia Fusarium sp.
44
baik akan mudah terjangkit layu fusarium. Keadaan yang hampir sama diperoleh bahwa pertanaman bunga matahari yang terjangkit layu fusarium ini kurang mendapatkan drainasi dan aerasi yang baik, dan gejala serangan mulai tampak saat tanaman masih berumur 2 MST. Gejala penyakit layu ini memiliki kesamaan dengan gejala penyakit layu fusarium pada tanaman ketimun dan tanaman tomat, yaitu menyebabkan layu atau menguningnya daun-daun yang disertai dengan menjadi cokelatnya pembuluh kayu (Semangun 1997).
Hasil pengamatan
mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman ini terserang cendawan Fusarium sp. dengan ciri: konidium berbentuk perahu kano atau sabit dan memiliki lebih dari satu sekat dan berwarna bening atau hialin (Barnett & Hunter 1998). Bercak Daun Choanephora (Choanephora sp.) Penyakit bercak daun choanephora (Choanephora sp.) pada tanaman bunga matahari ditunjukkan dengan gejala bercak cokelat pada daun yang mula-mula berukuran kecil kemudian beberapa bercak menyatu dan membesar menjadi bercak besar berbentuk tidak beraturan, dan bercak tersebut dikelilingi oleh halo kuning (Gambar 17). Apabila bercak terus melebar, maka seluruh daun berwarna cokelat dan daun menjadi kering. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman vegetatif maupun generatif. Gejala tersebut ditemukan di seluruh bagian daun muda maupun tua, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang berarti. Menurut Semangun (1997), bila bercak daun hanya menyerang daun tua saja, tidak akan menimbulkan kerugian yang berarti.
Gambar 17 Gejala kerusakan daun oleh Choanephora sp. Kiri: Gejala bercak daun; kanan: konidia Choanephora sp.
45
Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Choanephora sp. yang memiliki ciri konidium berbentuk jorong, bersel satu yang kedua ujungnya lancip serta berwarna cokelat agak gelap. Pada kedua ujung spora terdapat bentuk menyerupai rambut halus (Barnett & Hunter 1998). Bercak Daun Curvularia (Curvularia sp.) Penyakit bercak daun curvularia (Curvularia sp.) pada tanaman bunga matahari ditandai dengan gejala bercak dengan tepi tidak teratur pada bagian ujung daun. Bagian pusat bercak berwarna cokelat keputihan dan bagian tepi cokelat tua, dengan halo kuning (Gambar 18). Bercak meluas ke pangkal daun dan pada akhirnya seluruh daun mengering kemudian mati. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman vegetatif maupun generatif. Menurut Wahyuni (1979 dalam Semangun 1997), gejala penyakit yang sama dilaporkan terjadi pada daun tanaman kencur, kunyit, dan kunci di Jawa Tengah.
Gambar 18 Gejala kerusakan daun oleh Curvularia sp. Kiri: Gejala bercak daun; kanan: spora Curvularia sp. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Curvularia sp. yang memiliki ciri konidium bersekat 3-5, bentuk konidium jorong dan menyempit di kedua ujungnya.
Pada beberapa
46
konidia berkembang lebih lanjut dan bentuknya berubah membengkok atau menyiku. Konidium berwarna cokelat gelap di bagian tengah dan lebih terang di kedua ujung (Barnett & Hunter 1998). Busuk Bunga (Rhizopus sp.) Penyakit busuk bunga (Rhizopus sp.) ditandai dengan gejala awal bercak basah kecokelatan yang tidak merata pada reseptakel bunga matahari. Bercak kemudian meluas ke bagian tangkai bunga maupun mahkota bunga hingga ke biji (Gambar 19). Jaringan bertanda bercak menjadi busuk lunak dan mengandung banyak air. Penyakit ini hanya akan menyerang bila bunga sudah terbentuk atau saat fase pertumbuhan tanaman generatif. Namun, pada saat pengamatan kondisi cuaca kering yaitu mencapai 33,9 ºC, sehingga bunga terserang bergejala busuk kering. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Rhizopus sp. yang memiliki ciri konidium bulat disertai dengan konidiofor yang tidak bersekat dan pada ujung konidiofor terdapat rizoid (Barnett & Hunter 1998).
Gambar 19 Gejala kerusakan pada bunga matahari oleh cendawan Rhizopus sp. Kiri: gejala busuk bunga; kanan: konidium Rhizopus sp.
47
Hawar Alternaria (Alternaria sp.) Penyakit hawar alternaria (Alternaria sp.) pada tanaman bunga matahari ditandai dengan gejala perkembangan bercak cokelat sampai cokelat tua pada kelopak bunga kemudian menyebar ke seluruh bunga. Bercak yang meluas ini menyebabkan seluruh kelopak berwarna cokelat gelap dan kering (Gambar 20).
Gambar 20 Gejala kerusakan pada bunga matahari oleh cendawan Alternaria sp. Kiri: gejala hawar; kanan: konidium Alternaria sp. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman generatif atau umumnya saat tanaman berumur 8 MST. Menurut Anon (1985 dalam Semangun 1997), hawar ini lebih sering dijumpai pada daerah yang beriklim kering dan lembab. Pertanaman yang kurang subur cenderung lebih rentan terhadap penyakit (Anon 1977 dalam Semangun 1997).
Berdasarkan pengamatan di lapangan,
tanaman bunga matahari ditanam pada pertanaman yang kurang subur dengan suhu setiap kali pengamatan yang cukup tinggi, yaitu berkisar 33,9 °C dengan kelembaban nisbi 25%.
Tanaman bunga matahari yang sudah berbunga
cenderung lebih rentan terhadap penyakit ini. Gejala penyakit pada tanaman bunga matahari yang ditimbulkan memiliki kesamaan dengan gejala penyakit pada daun tanaman kentang, yaitu memiliki gejala khas bercak cokelat awal dengan cincin yang sepusat. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Alternaria sp. yang memiliki ciri konidia yang berwarna gelap dan dilengkapi sekat menyilang maupun longitudinal (Barnett & Hunter 1998).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Serangga perusak daun bunga matahari adalah ulat grayak S. litura, ulat Amsacta sp., ulat C. restitura, E. virguncula, ulat kantung, ulat jengkal, belalang Oxya, dan wereng A. biguttula biguttula. Serangga perusak biji bunga matahari adalah kepik hijau N. viridula dan ulat penggerek H. armigera. Serangga perusak tanaman bunga matahari yang jumlahnya relatif dominan ditemukan selama pengamatan adalah kepik hijau N. viridula. Luas serangan ulat pemakan daun tertinggi mencapai 40,8% terjadi pada fase vegetatif tanaman dan 100% terjadi di akhir musim tanam atau pada fase generatif tanaman. Hama yang dinilai cukup penting adalah N. viridula dan H. Armigera pada biji serta S. litura, A. biguttula biguttula, dan ulat Amsacta sp. pada daun. Penyakit layu fusarium (Fusarium sp.), bercak daun Choanephora sp., dan bercak daun Curvularia sp.menyerang fase vegetatif maupun generatif tanaman bunga matahari.
Penyakit busuk bunga (Rhizopus sp.) dan hawar alternaria
(Alternaria sp.) menyerang tanaman fase generatif. Tingkat kejadian penyakit tertinggi yaitu 55,6% disebabkan oleh cendawan Choanephora sp., dan tingkat kejadian penyakit terendah yaitu 10,2% disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Saran Penelitian mengenai hama dan patogen yang menyerang pertanaman bunga matahari perlu dikaji lebih mendalam pada areal budidaya tanaman yang lebih luas, karena tanaman bunga matahari bukan sebagai tanaman asli Indonesia yang pada saat ini baru mulai dibudidayakan secara monokultur dalam luasan yang sempit. Keanekaragaman dan tingkat kerusakan oleh OPT tanaman bunga matahari diharapkan akan lebih bervariasi pada areal pertanaman yang lebih luas, sehingga kiat pengendalian hama terpadu dapat dirancang untuk mengantisipasi kerusakan tanaman yang akan ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA [CAB] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2005. Crop Protection Compendium. Wallingford, UK: CAB International. Disajikan dalam Compact Disk (CD). [Ditjenhort] Direktorat Jendral Hortikultura. 2008. Volume Ekspor Tanaman Hias Indonesia. Departemen Pertanian. http://dithias.hortikultura.deptan.go.id/data%20dan%20informasi/Daftar%20 Tanaman%20Hias%20Unggulan.pdf [29 Desember 2009]. Adisarwano, Widianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang Surut. Jakarta: Penebar Swadaya. Anonim. 2004. Minyak bunga matahari, sumber bahan bakar masa depan. Kompas 18 Desember 2004. http://64.203.71.11/kompascetak/0412/18/Otomotif/1445611.htm [21 Nov 2008]. Anonim. 2007. Manfaat bunga matahari. SUNFLOWER. http://bungamatahariku.blogspot.com/search/label/Manfaat%20%20bunga%20matahari [21 November 2008]. Anonim. 2008. Bunga matahari (Helianthus annuus). Conectique.com, Inc. http://www.conectique.com/tips_solution/health/herbs/article.php?article_id =4900 [21 Nov 2008]. Anonim. 2008. Bunga matahari, pereda aneka nyeri. Harian Kompas. http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/06/23061426/bunga.matahari.per eda.aneka.nyeri [21 Nov 2008]. Anonim. 2008. Bunga matahari. Wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/BungaMatahari [21 Nov 2008].
Project.
Anonim. 2008. Sunflower disease management. IKISAN. http://www.ikisan.com/links/ap_sunflowerDisease%2520Management.shtm [04 Feb 2009]. Anonim. 2009. Bunga matahari ”tanaman seribu manfaat” http://produkbungamatahari.wordpress.com/2009/06/23/bunga-matahari%E2%80%9Ctanaman-seribu-manfaat%E2%80%9D/ [31 Desember 2009]. Barnet H, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera Fungi ofImperfect Fungi. Edisi ke-4. . Minnesota: APS Press. Berglund DR. 2007. Introduction. Di dalam. Berglund DR, editor. Sunflower production. North Dakota: North Dakota State University.
50
Borror DJ, Triplehon CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Brotowidjiyo MD, penyunting. Yogyakarta: UGM Press. Charlet LD, Brewer GJ. 2004. Sunflower insect pest management in North America. Radcliffe's IPM World Textbook. http://ipmworld.umn.edu/chapters/charlet2.htm [04 Feb 2009]. Chase MW. 2005. Relationships between the families of flowering plants. Di dalam. Henry RJ, editor. Plant Diversity and Evolution: Genotypic and Phenotypic Variation in Higher Plants. Cambridge: CABI Publishing. hlm 7-23. Clarke R. 1999. Diseases of sunflowers. Department of Primary Industries. http://www.dpi.vic.gov.au/dpi/nreninf.nsf/childdocs/22C871BE2A0105794 A25 [27 Nov 2008]. Departemen Pertanian. 1981. Hama dan Penyakit Tanaman Padi. Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian.
Jakarta:
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1985. Pengenalan Jasad Pengganggu Tanaman Palawija. Jakarta: Dirjen Pertanian Tanaman Pangan. Franzen D. 2007. Hybrid selection and production practices. Di dalam. Berglund DR, editor. Sunflower production. Fargo: North Dakota State University. Hambali E. 2002. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Depok: Penebar Swadaya. Hill Dennis S. 1987. Agricultural Insect Pest of The Tropics and Their Control. Ed-2. New York: Cambridge University Press. Jamaludn M. 2008. Bunga matahari, pereda aneka nyeri. Kompas. 6 Agustus 2008. http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/06/23061426/bunga.matahari.per eda.aneka.nyeri [21 Nov 2008]. Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crop in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-vanHoeve. Terjemahan dari De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kumari S, Lyla KR. 2001. A Survey of The Pest of Orchids. Journal of Tropical Agriculture 39 (2001): 32-34 [Jurnal online]. http://www.jtropag.in/index.php/ojs/artcle/viewPDFInterstitial/19/14 [29 Desember 2009]. Laoh JH, Puspita F, Hendra. 2003. Kerentanan larva Spodoptera litura F. terhadap virus nuclear polyhedrosis. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 145-151.
51
Palungkun R, Indriani YH. 1992. Hama Penyakit Sayur dan Palawija. Ed ke-1. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman ed. revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Putnam DH, Oplinger ES, Hicks DR, Durgan BR, Noetzel DM, Meronuck RA, Doll JD, Schulte EE. 1990. Sunflower. Universitas Minnesota, St Paul, MN 55108. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/afcm/sunflower.html [27 Nov 2008]. Sanjaya A. 2007. Analisis penggunaan minyak jarak sebagai bahan campuran biodiesel terhadap unjuk kerja mesin diesel [skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra [Disediakan secara online]. digilib.petra.ac.id/…/jiunkpe-ns-n1-2007-24402033-6460-minyak_jarakchapter2.pdf [29 Desember 2009]. Schneiter AA, Miller JF. 2007. Introduction-stage of sunflower development. Di dalam. Berglund DR, editor. Sunflower production. North Dakota: North Dakota State University.hlm 1-5 Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Stern KR. 2006. Introductory Plant Biology. Ed ke-10. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Sudarmo S. 1991. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Yogyakarta: Kanisius.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1
Kepadatan populasi serangga hama pada tanaman bunga matahari
Serangga hama
Pengamatan minggu ke1
2
3
4
5
N. viridula
0
0
0
0
0
H. armigera
0
0
0
0
A. transiens
0
0
0
8
9
0.12 0.12
0.88
0.42
0
0.04 0.08
0.02
0.02
0.04
0.02
0.04 0.04
0.06
0.02
0
0
0
0.02
0
0.02
0.04
0.02
0.02
0
0
0
0.02
0.04 0.06
0.06
0.02
Belalang Oxya sp.
0
0.08
0.08
0
0
0
0
0
0
A. biguttula biguttula
0
0
0
0.04
0.18
0.04
0
0
0
S. litura
0
0
0
0.02
0.02
0.02 0.02
0.06
0
0
0
0
0
0
0.06
0
0.02
0
0
0
0
0.26
0
0.04
0.04
0.02
Ulat kantung (Psychidae) C. restitura
Ulat jengkal (Geometridae) E. virguncula
6
7
0
0.06
Lampiran 2 Tingkat kejadian penyakit pada tanaman bunga matahari
Gejala penyakit
Pengamatan minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
10.2
6
2
4
0
0
6.7
4.3
0
4.1
0
4
0
2
6.3
55.6
0
Bercak daun curvularia
0
4.1
2
2
6
6
22.9
42.2
13
Busuk bunga rhizopus
0
0
0
0
0
0
20.8
2.22
0
Hawar alternaria
0
0
0
0
0
0
2.1
26.7
47.8
Layu fusarium Bercak daun choanephara
54
Lampiran 3 Rata-rata luas serangan dan tingkat kerusakan pada tanaman bunga matahari oleh serangga hama penggigit pengunyah Pengamatan
Luas serangan
minggu ke-
(%)
1
14.3
5
2
40.8
13.7
3
24
5.5
4
40
7.7
5
78
22.8
6
92
40.2
7
95.8
77.6
8
100
93.1
9
100
95.5
Kerusakan oleh hama (%)
Lampiran 4 Luas serangan bunga pada tanaman bunga matahari oleh H. armigera Pengamatan
Kerusakan oleh hama
minggu ke-
(%)
1
0
2
0
3
0
4
0
5
0
6
2
7
4.2
8
8.9
9
21.7
55
Lampiran 5 Data hasil pengukuran suhu harian dan kelembapan nisbi di lapang Tanggal
Waktu
AM/PM
Kelembapan nisbi (%)
Suhu (°C)
25/2/2009
12:00:00
AM
25
31,5
25/2/2009
12:05:00
PM
25
32
25/2/2009
12:10:00
PM
25
33
25/2/2009
12:15:00
PM
25
33,5
25/2/2009
12:20:00
PM
25
33
25/2/2009
12:25:00
PM
25
33,5
25/2/2009
12:30:00
PM
25
33,5
25/2/2009
12:35:00
PM
25
35
25/2/2009
12:40:00
PM
25
34,5
25/2/2009
12:45:00
PM
25
33,5
25/2/2009
12:50:00
PM
25
32,5
25/2/2009
12:55:00
PM
25
33,5
25/2/2009
13:00:00
PM
25
34
25/2/2009
13:05:00
PM
25
34,5
25/2/2009
13:10:00
PM
25
34,5
25/2/2009
13:15:00
PM
25
34,5
25/2/2009
13:20:00
PM
25
34,5
25/2/2009
13:25:00
PM
25
34,5
25/2/2009
13:30:00
PM
25
35
25/2/2009
13:35:00
PM
25
35
25/2/2009
13:40:00
PM
25
35
25/2/2009
13:45:00
PM
25
35
25/2/2009
13:50:00
PM
25
34,5
25/2/2009
13:55:00
PM
25
34,5
25/2/2009
14:00:00
PM
25
34
25/2/2009
14:05:00
PM
25
34
25/2/2009
14:10:00
PM
25
33,5
25
33,9
Rata-rata
Keterangan: data direkam setiap 5 menit selama 2 jam