Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
Inovasi Pembelajaran Biologi Dalam Menciptakan Produk Unggulan Bagi Masyarakat Endang Semiarti
Laboratorium Bioteknologi, Departemen Biologi Tropika, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Selatan, Sekip Utara, Yogyakarta 55281.
[email protected]
Abstrak - Pendidikan dan Pengajaran Biologi di berbagai tingkatan, tingkat dasar sampai terapan, terus berkembang sesuai
perkembangan jaman, sehingga dikenal Biologi Klasik dan Biologi Moderen. Kurikulum Pendidikan Biologi harus dirancang untuk suatu pendidikan yang berkelanjutan (Education for Sustainable Development/EfSD). EfSD merupakan program pendidikan yang mengedepankan 3 pilar: Kesinambungan ekonomi, Keadilan sosial, dan Pelestarian lingkungan (termasuk biodiversitas dan biokonservasi). Pendidikan Biologi yang berkelanjutan merupakan pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang (utamanya adalah generasi muda) untuk berkontribusi lebih baik pada masa sekarang sampai masa yang akan datang, didukung dengan jejaring A-B-C-G (Academision-Bussiness-Community-Government) yang saling bersinergi. Peran guru dan siswa sebagai pelaku sangat besar dalam EfSD ini. Guru harus terus menggali kemampuan diri, dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga dapat memotivasi anak didik untuk dapat menciptakan ide-ide kreatif yang dapat menghasilkan produk-produk unggul yang berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Bidang Biologi mempelajari tentang makhluk hidup dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan, mulai dari hulu sampai hilir, dikenal dengan Biologi Dasar sampai Biologi Terapan. Biologi Dasar menekankan pembelajaran dan penelitian tentang dasar-dasar kehidupan dan mekanisme proses kehidupan, sehingga menghasilkan metode atau teori baru, yang selanjutnya akan digunakan dalam penelitian Biologi Terapan untuk menghasilkan produk berupa barang dan jasa yang berdaya guna bagi masyarakat dan industri. Oleh karena itu akan selalu ada saling keterkaitan antara kedua bidang tersebut untuk menghasilkan produk akhir. Produk-produk apa sajakah yang dapat dikembangkan dari penelitian biologi? Penelitian Biologi Moderen dapat dibagi menjadi 5 kelompok: 1) Biodiversitas (termasuk Biosistematik), 2) Biokonservasi (termasuk Ekologi dan Konservasi), 3) Biomedis (termasuk Bioforensik), 4) Bioprospecting (termasuk Biopharmaca), dan 5) Bioteknologi (termasuk Biomolekul, Bionanoteknologi dan Rekayasa Genetika). Dalam makalah ini akan diuraikan produk-produk unggulan dari kelompok ke-5, yaitu Bioteknologi, dan mengangkat Anggrek sebagai model komoditi hortikultura unggul yang akan dikembangkan dengan teknik kultur jaringan dan rekayasa genetika.
Kata
I.
kunci:
Biologi
Dasar,
Biologi
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan megabiodiversitas terbesar nomer dua di dunia setelah Brazilia. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya hayati (tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme) dirasa perlu untuk mengembangkan biologi sebagai ilmu dasar yang kuat untuk menunjang pengembangan ilmu lain yang terkait dengan sistem hayati. Dalam dasa warsa terakhir ini, perkembangan ilmu biologi semakin dinamis, kompetensi lulusan Program Studi Biologi terutama diarahkan pada peran kunci dalam pengelolaan dan pengembangan biodiversitas, dengan didasari biosistematika dan evolusi, biologi perkembangan, biologi sel dan molekular, biologi mikrobia, dan biologi
ISBN 978-602-74268-1-8
Terapan,
Bioteknologi,
EfSD,
Produk
Unggul.
lingkungan sehingga dapat mengemas pemanfaatan biodiversitas secara berkelanjutan. Bioteknologi merupakan teknologi yang menggunakan agen hayati untuk peningkatan kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi dalam dasa warsa terakhir ini, maka di era biologi moderen ini aplikasi bioteknologi sangat memungkinkan dilakukan secara multidisiplin untuk memperoleh kemanfaatan yang lebih besar untuk berbagai keperluan, misalnya teknik kultur sel dan jaringan untuk perbanyakan massal tanaman yang penting dalam waktu cepat dan bahan yang kecil/sedikit, atau memperbaiki sifat tanaman/hewan/mikroorganisme dengan
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
1
2
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
rekayasa genetika sehingga dihasilkan produk rekayasa genetika (PRG) yang unggul. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ini bioteknologi juga mengembangkan nanobioteknologi, yaitu teknologi yang menggunakan agen hayati pada skala nanometer, atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom berukuran nanometer (Ridho, 2015). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer dan akan menghasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Nolting (2005) menyatakan bahwa material berukuran nanometer memiliki sifat fisika dan kimia yang lebih unggul dari material ukuran besar. Sifat tersebut dapat diubah melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar partikel. Venkatesan (2010) mengunakan sistem tersebut untuk mengembangkan nanorobot untuk menanggulangi penyakit kanker. Dalam hirarki biologi, sebenarnya sudah ada sejumlah wujud yang berdimensi nanometer. Double helix DNA memiliki diameter sekitar 2 nm dan ribosom memiliki diameter sekitar 25nm. Atom-atom memiliki diameter sekitar 0,1 sampai 0,4 nm sehingga material yang berukuran nanometer hanya mengandung puluhan hingga ribuan atom. Sebagai perbandingan, rambut manusia memiliki diameter 50.000 hingga 100.000 nm, sehingga 1 nm kira-kira sama dengan sehelai rambut yang diameternya dibelah menjadi 100 ribu bagian (Ng, 2013).. Akhir-akhir ini para peneliti mikrobiologi telah menemukan mikroorganisme yang dapat mensintesis nanopartikel fungsional dan mengubah kemampuan oksidasi dari logam, menghasilkan nanomaterial logam. Hal ini membuka kesempatan dan peluang untuk mengeksplorasi aplikasi baru biosintesis nanomaterial logam. Mikrobia dapat bekerja dengan baik pada kondisi habitat dan lingkungan yang baik. Kemampuan mikrobia ini mendasari riset bionanoteknologi hijau (Green Bionanotechnology) yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan (Ng, 2013). Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang biologi, dapat dimulai dari pengenalan biodiversitas sehingga diketahui sifat dan kegunaan dari sumberdaya hayati kita yang beraneka ragam, kemudian dicari usaha untuk pengelolaan sumberdaya hayati tersebut untuk optimalisasi penggunaan dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan hidup manusia, tetapi tetap
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
harus dijaga kelestarian populasinya secara berkesinambungan supaya tidak punah dengan usaha Biokonservasi. II.
PEMANFAATAN SUMBERDAYA HAYATI
Keberadaan sumber daya hayati (SDH) yang melimpah di Indonesia merupakan anugerah Tuhan yang tidak terkira. Hal ini mengingat SDH dapat digunakan oleh manusia untuk berbagai tujuan antara lain untuk pemenuhan kebutuhan bahan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan estetika. Di bidang hortikultura, sebagai negara yang memiliki dua musim sebenarnya potensi Indonesia sebagai penghasil produk-produk unggulan hortikultura hampir tidak memiliki pesaing. Artinya bahwa potensi Indonesia sungguh besar, yatu memiliki kekayaan sumberdaya komoditas pertanian yang tinggi serta ketersediaan lahan pertanian yang lebih luas. Variasi topografi dan model demografi untuk menghasilkan produk yang bervariasi juga terbuka luas (http://pertaniansehat.com,2015). Kendala yang sering terjadi diantaranya adalah, kontinyuitas dan kualitas produk hortikultura yang sering diabaikan oleh produsen hortikultura (http://www.kemendag.go.id, 2016). Bicara kontinuitas tentu saja produsen atau petani harus memiliki sistem budidaya yang terencana sekaligus memperhatikan berbagai kondisi. Kontinuitas produk hortikultura juga berkaitan langsung dengan konsistensi petani dalam mengusahakan produk hortikultura tertentu atau bahkan lebih spesifik. Tidak mudah berganti-ganti komoditas atau sekedar latah mengikuti tren. Kualitas produk hortikultura juga masih sering menjadi penghalang terciptanya produk unggul. Sebagian besar petani bahkan masih sering meremehkan penanganan post harvest atau pasca panen. Padahal pasar dunia akan produk hortikultura yang segar sangat menuntut standar mutu tertentu. Produk jenis ini sangat rentan kerusakan dalam penanganan dan pengemasan. Petani dan produsen harus faham teknologi yang digunakan dan harus memperlakukan produk ini secara spesial. Menurut Bungaran Saragih, Mantan Menteri Pertanian RI, pola budidaya hortikultura harus berorientasi pasar. Manajemen pasca panen menjadi penentu kualitas dari produk hortikultura. Hasil produknya wajib memperhatikan ukuran, rasa dan corak sesuai selera pasar. Dukungan pengusaha di bidang hortikultura diperlukan untuk melakukan kegiatan seperti yang dilakukan pebisnis hortikultura di Thailand, dan negara
ISBN 978-602-74268-1-8
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
lainnya. Mereka melakukan dari mulai melakukan eksport, memiliki kargo hingga perbankan. Karena itu, pengusaha di Indonesia harus menjadi koordinator pengembangan agribisnis hortikultura (http://www.kementan.go.id, 2016). Pengembangan hortikultura sebagai SDH perlu mempertimbangkan konsep EfSD. Keberadaan tanaman tersebut harus selalu dijaga, sebagian harus diperbanyak untuk dibudidayakan dalam rangka menjaga eksistensi nya di alam, dan sebagian lainnya dapat diperjual belikan, bahkan diekspor sebagai sumber devisa negara. Dalam konsep EfSD (Sudibyo, 2009), siswa sebagai generasi muda harus diberi bekal kemampuan hardskill dan softskill untuk perbanyakan tanaman unggul tersebut, bahkan berinovasi dengan iptek untuk menciptakan teknologi baru yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas tanaman, disamping meningkatkan kuantitas tanaman. Sehingga kontinyuitas dan mutu produk dapat terjamin. Produk Pertanian Unggulan Indonesia Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 76/Permentan/OT.140/12/2012 Produk Hortikultura Unggul Indonesia adalah produk hortikultura yang memiliki potensi daya saing dan memperhatikan kearifan lokal. Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air, yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Produk Hortikultura adalah semua hasil yang berasal dari tanaman hortikultura yang masih segar atau yang telah diolah (http://www.kementan.go.id, 2015). Daya Saing Hortikultura adalah status produk hortikultura yang dikembangkan sesuai dengan agroekologi wilayah pengembangan, serta memiliki nilai strategis, dan/atau memiliki potensi komersial, dan/atau memiliki keunggulan spesifik. Jaminan ketersediaan sarana sebagaimana dimaksud antara lain: benih, pupuk; bahan pengendali OPT, zat pengatur tumbuh; dan/atau bangsal pascapanen. Kementerian Perdagangan optimistis bahwa produk hortikultura Indonesia mampu bersaing dengan produk hortikultura dari negara lain sehingga produk nasional dinilai kompetitif baik untuk pasar luar negeri maupun domestik. Produk hortikultura Indonesia seperti buah-buahan masih unggul dari segi rasa, tetapi dari segi tampilan masih harus terus diperbaiki supaya lebih menarik bagi konsumen. Oleh karena itu pengembangan iptek sangat diperlukan untuk perbaikan kualitas dan kuantitas tanaman hortikultura kita.
ISBN 978-602-74268-1-8
Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI), telah mengembangkan 13 sumber daya genetik tanaman hias, yaitu Alpinia (13 aksesi), Mawar (17 aksesi), Anyelir (28 aksesi), Anthurium (47 aksesi), Gladiol (88 aksesi), Lili (6 aksesi), Anggrek (876 aksesi), Aglaonema (66 aksesi), Phillodendron (45 aksesi), Kostus (10 aksesi), Krisan (61 aksesi), Raphis (10 aksesi), Heliconia (6 aksesi). Koleksi tanaman hias ini ada 15 jenis yang sudah dirilis, yaitu Anggrek Phalaenopsis (21 varietas), Anggrek Spathoglottis (10 varietas), Anggrek Dendrobium (11 varietas), Anthurium (7 varietas), Anyelir (8 varietas), Gladiol (17 varietas), Krisan Pot (4 varietas), Lili (13 varietas), Mawar (17 varietas), Mawar mini (3 varietas), Sedap malam (1 varietas), Tapeinochilos ananassae (2 varietas), Zingiber spectabile (1 varietas).Alpinia purpurata (4 varietas), dan Anthurium (7 varietas) (http://balithi.litbang.pertanian.go.id, 2016). Hal ini sangat menarik, karena Indonesia sebagai negara beriklim tropis justru banyak mengembangkan tanaman subtropis seperti Krisan dan Lili, sehingga untuk menumbuhkannya di negara kita diperlukan greenhouse dan teknologi yang dapat membudidayakan tanaman tersebut secara massal di dataran tinggi. Namun, saat ini perkembangan iptek telah memungkinkan teknik perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien dengan teknik kultur jaringan. III.
EFSD UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA GENETIK UNGGUL
Program EfSD mempertimbangkan 3 dimensi/pilar yaitu: Kesinambungan ekonomi, Keadilan sosial, dan Pelestarian lingkungan termasuk biodiversitas dan diversitas kultur dan budaya (Sudibyo, 2009). Hal ini supaya kehidupan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Fokus target pelaksanaan EfSD melibatkan secara aktif generasi muda (youth), dipersiapkan secara multidisiplin dan berbasis riset. Program EfSD selain direncanakan secara cermat, juga harus diimplementasikan secara nyata pada sebuah komunitas/area secara berkesinambungan, diikuti dengan langkah monitoring, evaluasi dan perbaikan program dan terakhir perlu ada penjaminan terhadap mutu program dan cara pelaksanaannya: munculnya kesadaran, responsibilitas, kapabilitas dan jejaring kerja sama (Sudibyo, 2009). Melalui EfSD diharapkan akan terbangun kapasitas komunitas atau bangsa yang mampu membangun, mengembangkan dan meng-implementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development, yaitu kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
3
4
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
beberapa ecosystem, antara lain: Pengembangan kualitas SDM dan teknologi, Pemeliharaan lingkungan dan diversitas, Keadilan sosial, Keselarasan dan kelestarian budaya, dan Keseimbangan produksi dan konsumsi. EfSD mendidik manusia sadar tentang individual responsibility yang harus dikontribusikan, yang menghormati hak-hak orang lain, alam dan diversitas, dapat menentukan pilihan/keputusan yang bertanggung-jawab, dan mampu mengartikulasikan semua itu dalam tindakan nyata. Melalui EfSD, kita secara bersama mempunyai komitmen untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih aman-nyaman bagi kita semua, baik sekarang maupun dimasa mendatang bagi anak cucu kita. Ini merupakan sebuah pemahaman tentang kompleksitas dan diversitas secara komprehensif serta bagaimana cara mengubah segala perkembangan ke arah sustainibilitas, dan dilaksanakan melalui perencanaan dan pelaksanaan yang bijaksana, serta disosialisasikan secara efektif dan meluas. Dengan EfSD, inovasi pembelajaran biologi dapat dilakukan dengan memberikan dasar ilmu biologi kepada siswa di kelas maupun di lapangan/daerah sekitar, praktek di laboratorium dan kemudian diberikan kesempatan untuk kunjungan ke instansi terkait baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang menggunakan ilmu biologi sebagai dasar dan bioteknologi untuk menghasilkan produk unggulan. IV.
BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi adalah ilmu biologi terapan yang sebenarnya merupakan pengembangan dari ilmu biologi dasar, antara lain: biologi molekuler, mikrobiologi, genetika, biokimia. Ilmu-ilmu inipun berkaitan erat dengan ilmu-ilmu yang lain seperti anatomi, embriologi, taksonomi dan fisiologi. Pemanfaatan bioteknologi bagi kehidupan manusia telah berlangsung sangat lama, dalam hal manusia memanfaatkan biologi untuk memperoleh barang dan jasa bagi kepentingan hidupnya. Kemudian dengan adanya perkembangan beberapa ilmu dasar serta teknikteknik biologi molekuler moderen, maka dibedakan adanya bioteknologi konvensional (lama) dan bioteknologi non-konvensional (moderen). Untuk selanjutnya akan diambil sebagai model hortikultura unggul adalah tanaman Anggrek. Hal ini disebabkan karena kesukaan orang terhadap keindahan bunga Anggrek akan selalu berkelanjutan, terutama untuk dekorasi acara kenegaraan, pernikahan, dan lainnya.
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
V.
BIOTEKNOLOGI ANGGREK
Indonesia memiliki kurang lebih 5.000 spesies anggrek alam dari 30.000 spesies anggrek alam yang ada di dunia. Dari spesies anggrek alam tersebut, 1.327 jenis terdapat di Jawa dan selebihnya di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan pulau-pulau lainnya. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Hj. Mufidah Jusuf Kalla, Indonesia berpotensi menguasai dan menjadi pemain utama perdagangan anggrek di pasar internasional asalkan ada dukungan dari pemerintah (http://www.antaranews.com, 2015). Namun, kenyataannya industri anggrek nasional masih tertinggal dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand, Taiwan, Malaysia, dan Singapura. Bahkan sampai saat ini daya saing komoditas anggrek di tanah air masih tergolong lemah. Sejumlah faktor yang mempengaruhi di antaranya penerapan sistem produksi yang tidak efisien, tidak adanya jaminan mutu, kontinuitas, dan ketepatan waktu pengiriman, harga produk yang terlalu tinggi dan pemilihan komoditas yang tidak sesuai dengan preferensi pasar. Berbagai usaha perlu dilakukan untuk mendongkrak industri anggrek nasional dan penyelamatan anggrek alam Indonesia diantaranya penangkaran dengan persilangan konvensional, Kultur jaringan, dan rekayasa genetika. Sejalan dengan pendapat Ketua Umum PAI tersebut, Pengembangan industri anggrek nasional sudah saatnya ditekankan pada industri yang bersifat padat modal dan sarat teknologi tinggi. Peranan para investor dalam penanaman modal di bidang pengembangan anggrek sangat diharapkan dan pemerintah diharapkan menyediakan regulasi yang kondusif bagi penanaman modal di tanah air. Untuk pengembangan potensi anggrek ini diperlukan upaya pembenahan secara komprehensif di berbagai subsistem yang tekait, termasuk subsistem penyediaan sarana produksi dan teknologi pendukung, proses produksi, pengawasan mutu produk, pasca panen, serta distribusi dan pemasaran. Di bidang peranggrekan ini, para ahli tanaman maupun para penggemar tanaman hias telah mengadakan penelitian-penelitian secara intensif untuk pembudidayaan atau pemuliaannya. Diawali pada tahun 1856, seorang peneliti dari Inggris yang bernama John Dominy berhasil membuat silangan pertama pada anggrek yaitu dari dua spesies anggrek Calanthe. Sejak saat itu membuka peluang baru bagi para pemulia anggrek untuk menyilangkan anggrek dari 1 famili untuk menghasilkan anggrek hibrida dengan sifat bunga dan habitus yang unik. Sekarang ini banyak dikerjakan untuk anggrek-anggrek yang memiliki
ISBN 978-602-74268-1-8
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
nilai komersial tinggi, seperti: Cattleya, Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda, Cymbidium, Oncidium, Miltonia, Aranda dan Arachnis. Perbanyakan tanaman anggrek dengan kultur jaringan berhasil dikerjakan pertama kali oleh Gavino Rotor seorang ahli botani Amerika pada tahun 1949 yang berhasil memperoleh plantlet dari kultur nodus dari tangkai bunga anggrek bulan (Phalaenopsis) pada medium Knudson yang telah dimodifikasi. Hasil ini lah yang menjadi pionir untuk pengembangan bioteknologi moderen. Studi genetika-molekuler pada tanaman anggrek telah dirintis oleh para ahli taksonomimolekuler dengan tujuan penggolong-golongan tanaman anggrek sesuai dengan sifat molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dari mitokondria. Dan dengan ditemukannya ensim restriksi (endonuklease) yang dapat memotong-motong DNA dan ensim ligase yang dapat menyambung DNA, maka biologi molekuler berkembang menjadi rekayasa genetika. Rekayasa genetika atau metode DNA rekombinan adalah suatu teknik memanipulasi gen-gen pembawa sifat keturunan, menitipkannya pada plasmid Ti dari bakteri tanah Agrobacterium tumefaciens untuk dipindahkan ke tanaman. Gen asing yang dimasukkan melalui Ti plasmid tersebut akan terintegrasi/ menyatu dengan genom tanaman target, turut bereplikasi dan terekspresi pada tanaman transgenik hasil rekombinasi DNA tadi. Diharapkan tanaman transgenik akan menunjukkan sifat-sifat unggul seperti yang direncanakan oleh para perancangnya. Di dalam makalah ini disampaikan beberapa kemungkinan dan prospek penggunaan bioteknologi moderen di bidang peranggrekan, yaitu ditekankan terutama pada dua aspek: 1. Pengenalan beberapa teknik kultur jaringan untuk perbanyakan massal; 2. Pengenalan beberapa teknik biologi molekuler dan rekayasa genetika untuk pemuliaan tanaman anggrek. 1.
Teknik Kultur Jaringan Untuk Pembuatan Bibit Tanaman Anggrek Secara Massal
Kultur jaringan adalah suatu teknik perbanyakan tanaman dengan cara menumbuhkan jaringan atau sel secara aseptis/suci hama pada medium buatan di dalam botol untuk menghasilkan tanaman baru dengan jumlah yang besar dan memiliki sifat yang seragam dan sama dengan induknya (klon). Berdasarkan bahan tanaman (eksplan) yang digunakan, terdapat beberapa teknik kultur jaringan tanaman anggek (Arditti and Ernst, 1993), yaitu:
ISBN 978-602-74268-1-8
1. Kultur ujung batang (shoot-tip culture): apabila eksplan yang digunakan adalah potongan ujung batang, berhasil pada Phalaenopsis, Orchis dan Paphiopedilum. 2. Kultur ujung akar (root-tip culture): eksplan adalah ujung akar, berhasil pada Cymbidium, Epidendrum, Phalaenopsis, Rhynchostylis dan Cyrtopodium. 3. Kultur daun (leaf culture): eksplan yang digunakan adalah potongan daun (leaf disc), berhasil pada Hammabrya paludosa dan Cymbidium. 4. Kultur kuncup bunga dan segmen tangkai bunga (Flower bud and segment culture): Ascovinetia, Neostylis, Cymbidium, Phalaenopsis dan Phragmopedium, 5. Kultur batang (Stem culture): berhasil pada Arundina dan Dendrobium. 6. Kultur inflorescences: eksplan adalah tangkai bunga aadan bunga yang masih muda, berhasil pada Phalaenopsis dan Cymbidium. 7. Kultur sel: dari suspensi sel Cymbidium. 8. Kultur protoplas: protoplas diambil dari daun Stratiotes aloides. 9. Fusi sel/protoplas: yaitu menggabungkan protoplas dari 2 tanaman yang berbeda, pada anggrek telah dilakukan untuk beberapa jenis tetapi protoplas hasil fusi tersebut belum dapat beregenerasi menjadi tanaman (plantlet). Plantlet hasil fusi protoplas telah berhasil diperoleh dari hasil fusi protoplas antara tanaman Nicotiana glauca dan N. langsdorffii, juga antara tanaman Arabidopsis dan Brassica menjadi Arabidobrassica. Dengan teknik kultur jaringan ini keuntungan yang didapatkan ialah antara lain dapat dihasilkan bibit tanaman dengan waktu relatif cepat, jumlah besar dan sifat yang seragam secara genetik tanpa memerlukan lahan yang terlalu luas (cukup di dalam skala laboratorium). Para penganggrek banyak yang menggunakan teknik kultur jaringan ini untuk pembibitan. Tanaman anggrek hasil kultur jaringan ini disebut juga ‘meriklon’. Bibitbibit meriklon ini umumnya dijual dengan harga yang lebih mahal daripada bibit hasil perkecambahan biji. Teknik terbaru di dalam kultur jaringan anggrek ini ialah usaha untuk mendapatkan galur murni tanaman anggrek dengan sifat unggul melalui kultur serbuk sari (microspore culture). 2.
Teknik Rekayasa Genetika Untuk Tanaman Anggrek Dengan Sifat Baru Yang Unggul
Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman terutama adalah teknik pembuatan tanaman transgenik yang memiliki
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
5
6
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
sifat yang lebih unggul dibandingkan kedua orang tuanya (Watson et al., 1992). Sifat suatu tanaman ditentukan oleh gen yang terdapat di dalam kromosom pada inti sel dari tanaman tersebut. Gen terdiri atas beberapa nukleotida yang membawa kode genetika atau sifat-sifat pewarisan keturunan. Urutan nukleotida tersebut membentuk suatu pita yang disebut dengan asam deoksiribonukleat (DNA). Dengan memanipulasi gen pembawa sifat unggul tersebut (mengutak-atik urutan DNAnya), memotong dan memasukkannya ke dalam tanaman anggrek induk, maka diharapkan anak-anaknya nanti akan mengekspresikan sifat yang sama dengan gen asing yang dititipkan tadi (Collins and Petolino, 1984).. Oleh karena itu gen asing ini harus dapat berintegrasi/menyatu dengan DNA tanaman induk. Tahapan rekayasa genetika meliputi: 1. 2. 3. 4.
Isolasi DNA dan/ RNA Pemotongan DNA dengan ensim restriksi Isolasi gen dari genom tanaman Isolasi cDNA(complementary DNA) untuk gen tersebut 5. Kloning cDNA ke dalam bakteri E.coli. 6. Amplifikasi cDNA, gen/fragmen DNA dengan metode polymerase chain reaction (PCR) 7. Pembuatan konstruksi plasmid untuk pembuatan tanaman transgenik. 8. Transformasi plasmid yang berisi gen asing ke vektor (Agrobacterium tumefaciens) 9. Transformasi Ti plasmid yang berisi cDNA/ gen asing ke tanaman target (T0). 10. Seleksi tanaman transgenikIsolasi tanaman transgenik (T1), karakterisasi dan pemeliharaannya. Di bidang peranggrekan pembuatan tanaman transgenik untuk tujuan pemuliaan ini masih jarang dilakukan. Nadeau et al. (1996) telah berhasil membuat tanaman anggrek transgenik dari jenis Phalaenopsis dengan sifat fisiologi yang unggul dalam perkembangan gamet betinanya. Semiarti et al. (2007 dan 2010) telah berhasil merakit tanaman transgenik anggrek bulan putih asli Indonesia Phalaenopsis amabilis (L) Blume dengan menyisipkan gen kunci penumbuh tunas Knotted1-like Arabidopsis thaliana (KNAT1) sehingga tanaman tersebut mampu membentuk multitunas dalam watu singkat pada kultur in vitro tanpa penambahan fitohormon. Mursyanti et al. (2015) telah berhasil mendapatkan embrio somatik dari daun anggrek hibrida mini berdaun variegata Phalaenopsis “Sogo Vivien” dari hasil penyisipan gen pembentuk embrio somatik AtRKD4 ke dalam daun tanaman anggrek tersebut. Tsai et al. (2003) juga telah berhasil mengisolasi gen pembungaan pada tanaman
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
anggrek Oncidium. Yu et al. (2000) berhasil mengisolasi dan mengkarakterisasi gen KNOX1 homolog pada anggrek Dendrobium Madame Thong-In di Singapura. Sim et al. (2007) dapat mempercepat pembungaan anggrek D. Madame Thong-In dan membungakannya di dalam botol. Suyitno (2014) dengan irradiasi sinar X dapat membungakan anggrek Spathoglottis plicata di dalam botol, sedangkan Mercuriani et al. (2014) dapat membungakan secara in vitro anggrek P. amabilis dengan penyisipan gen pembungaan PaFT (Phalaenopsis aphrodite Flowering Time). Selai n itu, teknologi DNA microchip, dapat digunakan untuk mengetahui ekspresi gen dengan cepat. Dan masih banyak teknik biologi molekular dan genetika lainnya yang dapat mendukung peningkatan potensi unggul tanaman anggrek kita. Terutama untuk tujuan konservasi anggrek alam kita supaya keberadaannya di alam selalu berkelanjutan. Secara prospektif, penelitian bioteknologi ini dapat menjadi dasar pemikiran bahwa kombinasi teknik kultur jaringan dan rekayasa genetika dapat digunakan sebagai suatu terobosan baru untuk menciptakan tanaman unggulan dalam rangka pemuliaan tanaman dan membuat bibit tanaman tersebut dalam jumlah besar. Sehingga pencerabutan anggrek dan tanaman lainnya di hutan dapat ditekan. Perbanyakan anggrek dan tanaman langka dapat dilakukan untuk mendukung pelestarian tanaman unggulan secara in situ dan ex situ. VI.
KENDALA YANG DIHADAPI DAN PEMECAHANNYA
Tidak dipungkiri bahwa penggunaan bioteknologi moderen yang canggih ini akan sangat besar manfaatnya bagi kita para pecinta dan pengusaha anggrek. Kendala yang dihadapi, yaitu masih kurangnya tenaga ahli (pakar) yang menguasai bioteknologi tanaman (terutama biologi molekuler tanaman) dan kurangnya biaya yang memadai untuk pengadaan sarana dan prasarana penelitian, berupa alat-alat laboratorium dan bahan-bahan kimia yang diperlukan. Untuk itu usaha yang tekun dari para peneliti dan pecinta anggrek/tanaman unggul/langka harus didukung dengan pendanaan dari pemerintah, asosiasi anggrek/tanaman lain dan para pengusaha ekspor tanaman di tanah air sebagai hubungan simbiosis mutualisme. Dalam waktu dekat diharapkan dapat terwujud anggrek dan tanaman-tanaman unggulan yang merupakan produk bioteknologi Indonesia. VII.
PERSPEKTIF
Prospek Biologi masa kini adalah Biodiversitas, Bioteknologi, Biomedis, Biokonservasi, Bioforensik, Biomarine, Bio-computational, dan
ISBN 978-602-74268-1-8
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
Bio-nanoteknologi. Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam dan sumberdaya hayati yang sangat kaya dan luar biasa. Anggrek sebagai salah satu contoh sumber daya hayati dan sumber daya genetik penting di Indonesia dapat dikaji dari berbagai aspek. Dari segi biodiversitas, dengan mengetahui biodiversitas anggrek alam Indonesia maka kita bisa memetakan potensi anggrekanggrek lokal didaerah. Selain itu kita juga bisa dengan tepat menentukan status anggrek tersebut dihabitatnya sehingga dapat dengan cepat menangani ancaman terhadap anggrek tersebut. Dalam bioteknologi, telah banyak dipaparkan sebelumnya. Anggrek sebagai objek pengembangan bioteknologi masih belum banyak digunakan. Hal ini merupakan peluang yang baik terutama bagi Indonesia yang memiliki biodiversitas anggrek yang sangat besar. Masih banyak sumber daya alam Indonesia yang belum tereksplorasi. Dengan menerapkan EfSD diharapkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat namun tetap memperhatikan kelestarian dan dampak terhadap lingkungan. VIII.
REFERENSI
[1]
Arditi, J. and R. Ernst (1993). Micropropagation of Orchids. John Wiley and Sons, New York. pp. 1-23.
[2]
Collins, G.B. and J.G. Petolino, (1984). Application of Genetic Engineering to crop improvement. Martinus Nyhoff/DR. W. Junk Publishers. Boston
[3]
Nadeau, J. A., X. S. Zhang, J. Li, S.D. O’Neill. (1996). Ovule development: Identification of Stage-Specific and Tissue specific cDNAs. Plant Cell 8, 213239.
[4]
Ng, CK; Sivakumar K; Liu X; Madhaiyan M; Ji L; Yang L; Tang C; Song H; Kjelleberg S; Cao B. (2013). "Influence of outer membrane c-type cytochromes on particle size and activity of extracellular nanoparticles produced by Shewanella oneidensis.". Biotechnology and Bioengineering 110 (7): 1831–7. doi:10.1002/bit.24856. PMID 23381725.
[5]
Nolting B, “Biophysical Nanotechnology”. In: “Methods in Modern Biophysics”, Springer, 2005, ISBN 3-540-27703-X
[6]
Mercuriani, I.S., A.Slamet, B.S. Utami, A.B. Sasongko3, Aziz-Purwantoro,
ISBN 978-602-74268-1-8
S.Moeljopawiro, and E. Semiarti (2014). Induksi Pembungaan in Vitro pada Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Blume Indonesia. Agros Vol.16 No.2: 273-277. [7]
Mursyanti, E., Aziz-Purwantoro, S.Moeljopawiro and E. Semiarti (2015). Induction of Somatic Embryogenesis through Overexpression of ATRKD4 Genes in Phalaenopsis “Sogo Vivien”. Indonesian Journal of Biotechnology Vol. 20, No. 1, pp.26-37.
[8]
Ridho, J (2015). Mengenal Nanoteknologi. http://operator it.blogspot.co.id/2013/11/mengenal nano-teknologi.html
[9]
Semiarti, E., H. Iwakawa, C. Machida, and Y. Machida, (2001). Prospek genetika molekuler tanaman dengan sistem model Arabidopsis thaliana. Fusii 8, 65-68.
[10] Semiarti, E., A. Indrianto, A. Purwantoro, S. Isminingsih, N. Suseno, T. Ishikawa, Y. Yoshioka, Y. Machida, and C. Machida. (2007). Agrobacterium Mediated Transformation Of The Wild Orchid Species Phalaenopsis amabilis. Plant Biotechnology 24, 265-272 (2007). [11] Semiarti,E., A. Indrianto, A. Purwantoro, I. N. A. Martiwi, Y. M. L. Feroniasanti, F. Nadifah, I. S. Mercuriani, R. Dwiyani, H. Iwakawa, Y. Yoshioka, Y. Machida and C. Machida (2010). High-frequency genetic transformation of Phalaenopsis amabilis orchid using tomato extract-enriched medium for the pre-culture of protocorms. The Journal of Horticultural Science and Biotechnology, Vol. 85 No. 3: 205-210. [12] Sim, G.E., C.S. Loh and C.J. Goh (2007). High frequency early in vitro flowering of Dendrobium Madame Thong-In (Orchidaceae). Plant Cell Rep 26:383–393 [13] Sudibyo, Retno. S. (2009). Sosialisasi Pendidikan untuk Pengembangan Berkelanjutan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [14] Suyitno, Al., Aziz-Purwantoro, K. Dewi and E.Semiarti (2016). X-Ray Irradiation On Seeds Suppressed The Growth Rate Of Embryo of Spathoglottis Plicata Blume Orchids In Vitro. Abstract presented in International Conference on Biodiversity, March 19.2016. Yogyakarta. [15] Watson, J.D., M. Gilman, J. witkowski and
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
7
8
Prosiding Seminar Nasional Masif II Tahun 2016
M. Zoller (1992). Recombinant DNA. 2nd ed. Scientific American Books. New York. [16] Yu, H. S.H. Yang, and CJ Goh (2000). DOH1, a clss 1 knox gene, is required for maintenance of the basic plant architecture and floral transition in orchid. Plant Cell 12:2143-2160 [17] Venkatesan, M., Jolad B, editors. Emerging Trends in Robotics and Communication Technologies (INTERACT). 2010 International Conference on . Nanorobots in cancer treatment; 12/3-5; Chennai: IEEE; 2010.
FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang
doi:10.1109/INTERACT.2010.5706154 [18] http://pertaniansehat.com/read/2012/10/0 8/produk-hortikultur-indonesiamenembus-pasar-dunia.html [19] http://www.kemendag.go.id/id/economicprofile/10-main-and-potentialcommodities/10-main -commodities [20] http://balithi.litbang.pertanian.go.id/ halsdg -0108-44.html [21] http://www.antaranews.com/print/46382/i ndonesia-berpotensi-kuasai-perdagangananggrek.
ISBN 978-602-74268-1-8