Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
INTELLECTUAL CAPITAL DAN RETURN ON EQUITY: ANALISA METODE VALUE ADDED INTELLECTUAL COEFFICIENT (VAICTM) DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI Indah Permasari STIE Ekuitas, Bandung Bambang Rismadi Jurusan Akuntansi, STIE Ekuitas, Bandung Email:
[email protected] ABSTRACT This research is intended to measure the intellectual capital using the method of Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM). This research is also intented to evaluate the influence of intellectual capital toward return on equity within manufacturing firms, which are listed at Bursa Efek Indonesia (BEI). This research relies on secondary data, particularly the annual reports of various firms in terms of their income statements, and balance sheets for manufacturing firms, which are listed at BEI. The analysis method relies also on a simple linear regression and correlation product moment, at the confidence level of 95%. Statistical results indicated that intellectual capital has strongly influenced return on equity at 36.7%. Therefore, it can be concluded that intellectual capital is strongly influence return on equity on manufacturing firms at BEI during the period of 2005-2008. Keywords: intellectual capital, value added intellectual coefficient (VAICTM), return on equity (ROE).
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengukur intellectual capital dengan menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM). Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intellectual capital terhadap return on equity pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2005-2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, khususnya laporan tahunan dari beragam perusahaan, khususnya laporan laba/rugi dan neraca pada perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2005-2008 yang diperoleh dari website BEI. Metode analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan regresi linier sederhana dan correlation product moment, dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini memberikan penjelasan bahwa intellectual capital memiliki pengaruh yang kuat dengan kontribusi sebesar 36,7% terhadap return on equity. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara intellectual capital terhadap return on equity pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2005-2008. Kata Kunci: intellectual capital, value added intellectual coefficient (VAICTM), return on equity (ROE).
I. I.1.
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Mulai 1 Januari 2010, melalui Asean China Free Trade Area (ACFTA), Indonesia memasuki arena perdagangan bebas di Malaysia, Singapura, Thailand, Filiphina, dan Cina yang merupakan negara industri terbesar di Asia. Tujuan ACFTA untuk meningkatkan kerja sama di bidang perdagangan dan mencari pasar baru bagi negara-negara yang terlibat dalam ACFTA. Namun, banyak pihak yang menyangsikan kesiapan industri Indonesia dalam persaingan dagang ini. ACFTA menjadi suatu fenomena yang mengakibatkan industri sektor manufaktur nasional berada dalam kondisi hyper competition sehingga perusahaan manufaktur dituntut untuk meningkatkan daya saingnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Hubeis & Najib (2008: 4), dan Muhardi (2007) dimana dinyatakan bahwa persaingan yang tinggi saat ini memaksa organisasi untuk mencapai tingkat superior competitive advantage ketimbang para pesaing yang ISSN # 2252-6242
1
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
ada. Daya saing perusahaan dibentuk dengan cara menciptakan dan mengeksploitasi advantages yang diharapkan mampu menjadi competitive advantage dalam menghadapi tekanan persaingan yang ada. Peningkatan daya saing perusahaan dapat dilakukan dengan perspektif Resource-based View dan Market-based View. Namun, di era new economy sekarang ini, perusahaan harus mulai bersiap-siap menyongsong penciptaan competitive advantage dengan strategi yang lebih mendukung, yaitu menggunakan perspektif baru yang dinamakan Knowledgebased View (Anantadjaya, Comparative Literature Study on the Resource-Based Theory of the Firm and Knowledge-Based Theory of the Firm, 2008). Perspektif ini merupakan hasil pengembangan dari Resource-based View (Anantadjaya, 2008), yang menganggap pengetahuan sebagai sumber daya yang sangat stratejik bagi perusahaan (Anantadjaya, Nawangwulan, Sibarani, & Riwoe, 2011) Banyak faktor yang dapat membuat perusahaan menjadi lebih kokoh, dan bukan hanya ditunjukkan dengan aset fisik saja. Namun, dapat pula berupa suatu jumlah stockholder’s equity yang positif, kekuatan pada kinerja perusahaan, kemampuan intellectual perusahaan, inovasi yang terus-menerus dan pengambilan tindakan yang tepat. Kemampuan tersebut hanya mungkin terwujud jika perusahaan secara efektif mengembangkan intellectual capital yang dimilikinya (Anantadjaya, 2009). Intellectual capital merupakan aset berbasis pengetahuan dalam perusahaan sebagai basis kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi keunggulan perusahaan (Indra & Anantadjaya, 2011). Intellectual Capital memiliki komponen penting (Feimianti, 2013) yaitu Physical Capital (VACA), Human Capital (VAHU), dan Structural Capital (STVA). Ketiga komponen tersebut merupakan pengeluaran yang jika diterapkan secara efektif dan efisien, maka akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan perusahaan. I.2. 1. 2. 3.
Tujuan Penelitian ini adalah: Untuk mengetahui perkembangan intellectual capital pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2005-2008. Untuk mengetahui perkembangan ROE pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2005-2008. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital terhadap ROE pada perusahaanperusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2005-2008.
II. II.1.
STUDI LITERATUR PENGERTIAN INTELLECTUAL CAPITAL Beberapa peneliti memberikan definisi yang beragam mengenai intellectual capital. Sangkala (2006: 7) menyatakan bahwa intellectual capital adalah “sumber daya organisasi yang berbasis pengetahuan dan menjadi dasar kompetensi organisasi untuk dapat hidup dan berkembang”. Ulum (2009:19) juga memberikan definisi yang serupa, yaitu; bahwa intellectual capital merupakan jumlah keseluruhan dari segala sesuatu yang ada di dalam sebuah perusahaan, dan memberikan keunggulan bersaing. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan nilai perusahaan dapat diperoleh dari intangible assets yang berasal dari fungsi organisasi, pengetahuan, teknologi informasi, kompetensi, dan efisiensi karyawan. Kesimpulan tersebut sejalan dengan pandangan Bukh, Nielsen, Gormsen & Mouritsen (2005: 49) yang menyatakan bahwa intellectual capital sebagai sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi dimana perusahaan dapat menggunakannya dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan. Menurut Abeysekera (2006: 66), manfaat dari intellectual capital tidak dapat ISSN # 2252-6242
2
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
segera diidentifikasi, namun diakumulasikan dalam periode long-term. Hal ini, sejalan pula dengan pandangan dari Ulum (2009: 84) yang menyatakan bahwa sekarang ini logika bisnis didasarkan pada pencapaian keberhasilan pertumbuhan dan penciptaan nilai (value creation) dalam jangka panjang. Maka dalam hal ini perusahaan harus memiliki suatu nilai tambah (value added). Nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui pengembangan intellectual capital perusahaan. II.2.
PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL Metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran intellectual capital yang terdapat dalam organisasi. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Ante Pulic di tahun 1997. Ulum (2009:86) menyatakan bahwa, “metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan dan merupakan instrumen untuk mengukur kinerja perusahaan”. Adapun rumus dari intellectual capital berdasarkan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM ) adalah (Ulum, 2009: 90); VAICTM = VACA + VAHU + STVA …………………………………………….…(2.1) Dimana; (1) VAICTM adalah Value Added Intellectual Coefficient, (2) VACA adalah Value Added Efficiency of Physical Capital, (3) VAHU adalah Value Added Efficiency of Human Capital, dan (4) STVA adalah Proportion of Value Added Efficiency by Structural Capital II.3.
PERHITUNGAN VALUE ADDED EFFICIENCY OF PHYSICAL CAPITAL (VACA) Physical Capital (PC) adalah suatu indikator dari value added yang tercipta atas modal yang diusahakan perusahaan dengan efisiensi. Yang termasuk sebagai PC adalah tipe tangible assets yang digunakan untuk operasi perusahaan, seperti; bangunan, tanah, peralatan, dan teknologi yang dapat dengan mudah dibeli dan dijual di pasar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa physical capital/capital employed (CE) adalah suatu aset yang dimiliki perusahaan dalam bentuk nyata guna menciptakan nilai bagi perusahaan. Aset yang dimiliki perusahaan harus digunakan untuk kebutuhan operasi secara efisien dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Menurut Ulum (2009: 87), “VACA adalah indikator untuk value added yang diciptakan oleh satu unit CE”. Jika satu unit CE menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan lain, maka perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE yang dimilikinya. Adapun rumus dari physical capital (VACA) sebagai berikut (Ulum, 2009: 89): VA VACA CE .....................................................................................................................(2.2)
Dimana; (1) VACA adalah Value Added Effieciency of Physical Capital, (2) VA adalah Value Added, dan (3) CE adalah Capital Employed/Physical Capital II.4.
PERHITUNGAN VALUE ADDED EFFICIENCY OF HUMAN CAPITAL (VAHU) Human capital (HC) merupakan suatu kekuatan intellectual yang bersumber dari manusia-manusia yang dimiliki perusahaan yaitu karyawan yang kompeten, berkomitmen, termotivasi dalam bekerja, dan setia pada perusahaan. Yu, Wang & Chang (2009: 14) menyatakan bahwa ”human capital refers to the knowledge, skills, and competencies of people in organization”. Hal tersebut dipertegas oleh Sangkala (2006: 47) yang menyatakan bahwa “human capital didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki anggota organisasi untuk digunakan dalam proses penciptaan aset intelektual”. Dalam hal ini, karyawan merupakan inti dari penciptaan kekuatan intelektual yang dapat menghilang ketika mereka sudah tidak bekerja untuk perusahaan lagi. HC sangat penting karena merupakan sumber dari inovasi, strategi, dan ISSN # 2252-6242
3
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
segala sesuatu yang menciptakan persepsi pasar yang positif. HC disebut juga personal skill yang dimiliki karyawan sehingga perusahaan dapat memenangkan persaingan. Menurut Sangkala (2006: 40), “human capital merupakan unsur yang sangat penting dari Intellectual Capital, karena dapat menciptakan kemampuan bagi perusahaan”. Kesimpulan definisi tersebut didukung oleh Yu, Wang & Chang (2009: 14) yang menyatakan bahwa latar belakang pendidikan karyawan (Anantadjaya, 2009) memberikan refleksi atas pengetahuan dan potensi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Maka jelaslah bahwa karyawan yang dimiliki oleh perusahaan merupakan aset yang tak ternilai (Anantadjaya, 2009) jika mereka loyal pada perusahaan dan terus-menerus menciptakan value bagi perusahaan. Nilai yang terkandung dalam HC ini memang tidak dicerminkan secara jelas dalam laporan keuangan, tetapi beban yang dikeluarkan perusahaan untuk pengembangan karyawan merupakan beban yang tergolong investasi intellectual capital dalam hal pengembangan HC. Rumus human capital (VAHU) adalah sebagai berikut (Ulum, 2009: 89):
VAHU
VA HC
...................................................................................................................(2.3)
Dimana; (1) VAHU adalah Value Added Effieciency of Human Capital, (2) VA adalah Value Added, dan (3) HC adalah Human Capital II.5.
PERHITUNGAN PROPORTION OF VALUE ADDED EFFICIENCY BY STRUCTURAL CAPITAL (STVA) Structural Capital (SC) merupakan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan intelektual dan inovasi manusia untuk menciptakan kekayaan. Selain itu, SC merupakan nilai dari prosedur, teknologi, rutinitas, dan sistem yang berada di dalam perusahaan. Adapun rumus dari structural capital (STVA) adalah sebagai berikut (Ulum, 2009: 90): STVA
SC VA
.....................................................................................................................(2.4)
Dimana; (1) STVA adalah Proportion of Value Added Efficiency by Structural Capital, (2) SC adalah Structural Capital, dan (3) VA adalah Value Added II.6.
RETURN ON EQUITY (ROE) Salah satu indikator dari rasio profitabilitas adalah ROE. Menurut Juhandi (2007: 25), ROE adalah perbandingan antara pendapatan bersih (earning after tax) dengan modal (equity). Rumus pengembalian ekuitas yang digunakan adalah (Juhandi, 2007: 25; Mardiyanto, 2009):
ROE
EAT Equity
...................................................................................................................(2.5)
II.7.
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP ROE Pengaruh intellectual capital terhadap ROE dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Chen, Cheng & Hwang (2005) dengan menggunakan model VAICTM untuk menguji hubungan antara intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan serta menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan. Kinerja keuangan yang digunakan adalah market to book value, ratios of equity, ROE, ROA, growth in revenue (GR) dan employee productivity. Chen, Cheng & Hwang (2005) menggunakan analisis regresi dengan SPSS. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Chen, Cheng & Hwang (2005) juga membuktikan bahwa intellectual capital dapat menjadi salah satu indikator untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa mendatang.
ISSN # 2252-6242
4
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Penelitian Tan, Plowman & Hancock (2007) dengan menggunakan sampel 150 perusahaan yang listing di Bursa Efek Singapura melihat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan yang digunakan adalah ROE, Earning Per Share (EPS), dan Annual Stock Return (ASR). Hasilnya konsisten dengan penelitian Chen, Cheng & Hwang (2005) bahwa rata-rata pertumbuhan intellectual capital suatu perusahaan berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa mendatang. Dari hasil penelitian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa intellectual capital dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas suatu perusahaan (Feimianti, 2013), yang dapat diukur dengan menggunakan metode VAICTM. Jika intellectual capital yang dimiliki oleh suatu perusahaan itu baik, maka nilai perusahaan yang diukur dengan ROE juga akan mengalami kenaikan. II.8.
KERANGKA PEMIKIRAN Dalam membangun daya saing, perusahaan dapat menggunakan strategi dengan perspektif Market-Based View (MBV) yang fokus strateginya dengan cara melindungi pasar dan membuat rintangan bagi pesaing (barriers to entry). Namun, MBV dipandang tidak mampu menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi setiap saat. Dengan keterbatasan tersebut, muncul perspektif Resource-Based View (RBV) yang fokus strateginya berupaya untuk mendongkrak keberhasilan perusahaan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh sebuah organisasi. RBV dipandang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut (Anantadjaya, 2008), karena RBV hanya berkonsentrasi pada akuisisi, dan melindungi sumber daya yang penting, serta kurang menciptakan nilai bagi perusahan, khususnya hubungan antara sumber daya dan daya saingnya (Anantadjaya, Nawangwulan, Sibarani, & Riwoe, 2011). Gambar 2.1: Skema Kerangka Pemikiran PERUSAHAAN
Strategi Daya Saing Perusahaan
Resource Based View
Knowledge Base View
Kinerja Keuangan Perusahaan
Market Based View
Laporan Keuangan Rasio Profitabilitas
Return on Equity (ROE) Intellectual Capital (IC)
Keterangan PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP RETURN ON EQUITY DENGAN METODE VALUE ADDED INTELLECTUAL COEFFCIENT (VAICTM)
....................
Dibahas Tidak dibahas
Pengembangan RBV dan adanya penelitian tentang inovasi teknologi memungkinkan munculnya perspektif Knowledge-Based View (KBV) yang fokus kepada pengelolaan aset perusahaan (Anantadjaya, 2008). Munculnya perspektif KBV telah menyebabkan bidang-bidang penelitian dipengaruhi oleh KBV dan banyak perusahaan mengadopsi pengetahuan ke dalam aktifitas kerjanya. Saat ini logika bisnis didasarkan kepada pencapaian keberhasilan pertumbuhan dan penciptaan nilai (value creation) dalam jangka panjang (Indra & Anantadjaya, ISSN # 2252-6242
5
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
2011) sehingga perusahaan dituntut untuk memiliki suatu nilai tambah (value added). Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan mengembangkan intellectual capital perusahaan. Perspektif intellectual capital (Feimianti, 2013) muncul sebagai perluasan dari KBV. Intellectual capital merupakan sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang mana perusahaan dapat menggunakannya dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan (Indra & Anantadjaya, 2011). Intellectual Capital dapat diukur dengan menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM). Sedangkan, untuk melihat kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan profitabilitas atas penerapan intellectual capital dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio keuangan berupa rasio profitabilitas dengan indikator ROE (Anantadjaya, Nawangwulan, Sibarani, & Riwoe, 2011). II.9.
HIPOTESA Berdasarkan kerangka pemikiran dan paradigma penelitian di atas, maka hipotesis di dalam penelitian ini adalah “terdapat pengaruh intellectual capital terhadap ROE”. III.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengambil fokus terhadap 25 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2005-2008 (www.idx.co.id, 2009; www.bi.go.id, 2009). Walaupun laporan keuangan dari perusahaan manufaktur tersebut sudah tersedia, namun untuk dapat melakukan analisa kuantitatif terhadap intellectual capital, perlu dilakukan langkah perhitungan terlebih dahulu, dengan menggunakan rumus yang sudah dijabarkan sebelumnya. IV. PEMBAHASAN DATA IV.1. PERHITUNGAN VACA Seperti yang dituliskan sebelumnya, physical capital atau capital employed adalah suatu indikator value added yang tercipta atas modal yang diusahakan perusahaan dengan efisiensi. Physical capital adalah tangible assets yang digunakan untuk operasional perusahaan, seperti; bangunan, tanah, peralatan, dan teknologi yang dapat dengan mudah dibeli dan dijual di pasar. Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, rumus dari VACA adalah (Ulum, 2009: 89): VA VACA CE .....................................................................................................................(4.1)
IV.2. PERHITUNGAN VA Perhitungan value added dilakukan dengan memperhitungkan nilai output dan input dari suatu perusahaan berdasarkan catatan dan laporan keuangan. Menurut Ulum (2009: 87), “output mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual ke pasar. Sedangkan, input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue (selain beban karyawan)”. Dengan demikian, perhitungan VA adalah (Ulum, 2009: 88): VA
= Output – Input ………………………...…………………………….………(4.2)
Dengan menggunakan contoh dari PT. Semen Gresik, Tbk., maka perhitungan nilai VA untuk tahun 2008 adalah 12,21 milyar – 6,86 milyar = 5,35 milyar. Dengan cara yang sama, nilai VA untuk perusahaan manufaktur periode 2005-2008 dapat dihitung. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai VA cukup bervariasi. Terdapat 11 perusahaan manufaktur yang terus mengalami peningkatan VA selama periode 2005-2008, yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Surya Toto Indonesia Tbk, PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Prashida Aneka Niaga Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT Shcering-Plough Indonesia Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk, PT Unilever Indonesia ISSN # 2252-6242
6
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Tbk dan PT Langgeng Makmur Industri Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur tersebut mampu bertahan di pasar dengan menciptakan VA yang terus meningkat di setiap tahunnya. Namun, terdapat pula empat perusahaan yang mengalami penurunan VA pada tahun 2008. IV.3. PERHITUNGAN CE Perhitungan capital employed dilakukan dengan memperhitungkan dana yang tersedia pada perusahaan berupa modal fisik dan aset keuangan dari suatu perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai aktiva tetap dan aktiva lancar yang terdapat dalam laporan keuangan. Perhitungan Capital Employed adalah (Ulum, 2009: 89): CE = Aktiva tetap + Aktiva lancar = Dana yang tersedia ………………………..(4.3) Dengan menggunakan contoh dari PT. Semen Gresik, Tbk. di tahun 2008, Rp. 3,31 milyar + 7,08 milyar = Rp. 10,39 milyar. Dengan cara yang sama nilai capital employed untuk perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian periode 2005-2008 mengalami fluktuasi. Terdapat 15 perusahaan manufaktur yang terus mengalami peningkatan CE selama periode 2005-2008, yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Surya Toto Indonesia Tbk, PT Asahimas Flat glass Tbk, PT Astra Internasional Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Ricky Putra Globalindo Tbk, PT Jembo Cable Company, PT Aqua Golden Mississipi Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk, PT DaryaVaria Laboratoria Tbk, PT Shcering-Plough Indonesia Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk, dan PT Langgeng Makmur Industri Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur tersebut terus menambah capital employed/physical asset yang dimilikinya. IV.4. PERHITUNGAN VACA Setelah diperoleh nilai VA dan CE untuk setiap perusahaan, maka perhitungan VACA dilakukan dengan membagi nilai VA dengan CE, sebagai berikut (Ulum, 2009: 89);
VACA
VA CE
.621.824 105.354 .392.299.870 0.52 .......................................................................................(4.4)
Dengan cara yang sama, nilai VACA untuk perusahaan manufaktur yang dijadikan sebagai objek penelitian selama periode 2005-2008, menunjukkan tingkat pemanfaatan capital employed/physical capital yang dimilikinya. Terdapat 7 perusahaan manufaktur yang mengalami peningkatan nilai VACA selama periode 2005-2008: PT Semen Gresik Tbk, PT Surya Toto Indonesia Tbk, PT Inti Keramik Alam Sari Industri Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Prashida Aneka Niaga Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Langgeng Makmur Industri Tbk. Peningkatan nilai VACA terbesar dihasilkan oleh PT Unilever Indonesia, Tbk. Hal ini menunjukan PT Unilever Indonesia, Tbk lebih baik dalam memanfaatkan capital employed/physical capital yang dimilikinya dalam upaya untuk menciptakan VA dibandingkan dengan perusahaan manufaktur lainnya dalam periode yang sama. Nilai VACA terendah dimiliki oleh PT Surya Intrindo Makmur Tbk. Pada tahun 2005 dan 2008, yaitu sebesar -1% dan -28%. Sedangkan, nilai VACA terendah pada tahun 2006 dimiliki oleh PT Ever Shine Tex Tbk sebesar 0,2% dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk sebesar 5% pada tahun 2007. Hal ini menandakan ketiga perusahaan tersebut belum mengoptimalkan capital employed/physical capital yang dimilikinya. IV.5. PERHITUNGAN VAHU Perhitungan VAHU dilakukan dengan cara menghitung nilai VA dan HC, dengan rumus berikut (Ulum, 2009: 89):
ISSN # 2252-6242
7
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
VAHU
VA HC
...................................................................................................................(4.5)
Setelah mendapatkan nilai VA dan nilai HC untuk setiap perusahaan manufaktur, maka dapat dihitung nilai VAHU adalah sebagai berikut: VAHU dari PT. Semen Gresik, Tbk. di tahun 2008 = 5.354.620.824/1.391.895.068 = 3,85…(4.6) Dengan cara yang sama nilai VAHU untuk perusahaan manufaktur yang dijadikan sebagai objek penelitian periode 2005-2008 dapat dihitung sebagai indikator besarnya value added yang dihasilkan dari dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Terdapat lima perusahaan manufaktur yang mengalami peningkatan nilai VAHU selama periode 2005-2008. Yaitu: PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dan PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk. Dengan nilai VAHU terbesar di setiap tahun dihasilkan oleh PT Unilever Indonesia Tbk. Hal ini menunjukan keenam perusahaan manufaktur tersebut telah mengoptimalkan dana karyawan yang dimilikinya untuk menciptakan value added bagi perusahaan. Nilai VAHU terendah dimiliki oleh PT Surya Intrindo Makmur Tbk. Pada tahun 2005 dan 2008, yaitu sebesar -7% dan -42%. Sedangkan, nilai VAHU terendah pada tahun 2006 dan 2007 dimiliki oleh PT Ever Shine Tex Tbk sebesar 2% dan 55%. Hal ini menandakan kedua perusahaan tersebut belum memanfaatkan dana pengembangan karyawan yang dimilikinya secara optimal dalam menciptakan value added bagi perusahaan. IV.6. PERHITUNGAN STVA STVA merupakan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan intelektual dan inovasi manusia untuk menciptakan kekayaan dan juga merupakan nilai dari prosedur, teknologi, rutinitas, dan sistem yang berada di dalam perusahaan. Rumus dari STVA adalah sebagai berikut (Ulum, 2009: 90): STVA
SC VA
.....................................................................................................................(4.7)
IV.7. PERHITUNGAN SC Setelah mendapatkan nilai VA dan nilai HC untuk setiap perusahaan manufaktur, maka dapat dihitung nilai SC sebagai berikut (Ulum, 2009: 90): SC
=
VA – HC …………………………………………………..………….(4.8)
Dengan menggunakan contoh dari PT. Semen Gresik, Tbk, di tahun 2008, maka diperoleh nilai SC = 5.354.620.824 – 1.391.895.068 = 3.962.725.756 ………………………(4.9) Dengan cara yang sama nilai SC untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang dijadikan sebagai objek penelitian periode 2005-2008 dapat dihitung. Nilai SC yang dimiliki perusahaan cukup berfluktuasi. Terdapat 10 perusahaan manufaktur yang terus mengalami peningkatan Structural Capital selama periode 2005-2008. Yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Astra Internasional Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk, PT Shcering-Plough Indonesia Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk dan PT Unilever Indonesia Tbk. Hal ini menandakan kesepuluh perusahaan manufaktur tersebut menciptakan nilai bagi perusahaan dikarenakan pemanfaatan aset fisik dan pengembangan karyawan yang dilakukannya. Namun, terdapat pula lima perusahaan yang mengalami penurunan Value Added pada tahun 2008. IV.8. PERHITUNGAN STVA ISSN # 2252-6242
8
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Setelah didapatkan nilai SC dan VA untuk setiap perusahaan, maka perhitungan dilakukan dengan membagi nilai SC dengan VA (Ulum, 2009: 90): SC 3.962.725.726 STVA = ---------------- = --------------------------- = 0,74 ………………………….…(4.10) VA 5.354.620.824 Dengan cara yang sama, seperti diatas dengan menggunakan contoh dari PT. Semen Gresik, Tbk di tahun 2008, nilai STVA untuk perusahaan yang dijadikan sebagai objek penelitian periode 2005-2008 dapat dihitung. Lima perusahaan manufaktur mengalami peningkatan nilai STVA selama periode 2005-2008, yaitu: PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dan PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk. Nilai STVA terbesar pada tahun 2005 dan 2008 dihasilkan oleh PT Surya Intrindo Tbk. Namun, perusahaan ini memiliki nilai STVA terendah pada tahun 2007. Nilai STVA terbesar pada tahun 2006 dan 2007 dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk sebesar 91%. Nilai STVA terendah dimiliki oleh PT Multistrada Arah Sarana Tbk pada tahun 2005 sebesar -1% dan PT Ever Shine Tex Tbk pada tahun 2006 dan 2008. IV.9. PERHITUNGAN INTELLECTUAL CAPITAL MENGGUNAKAN METODE VAICTM (VALUE ADDED INTELLECTUAL COEFFICIENT) Setelah diperoleh nilai VACA, VAHU, dan STVA untuk setiap perusahaan manufaktur, maka perhitungan intellectual capital dilakukan dengan menjumlahkan nilai VACA, VAHU dan STVA (Ulum, 2009: 90): VAICTM = VACA + VAHU + STVA = VACA + VAHU + STVA = 0,52 + 3,85 + 0,74 = 5,11 ……………..….(4.11) Dengan cara yang sama, seperti contoh diatas dari PT. Semen Gresik, Tbk, di tahun 2008, nilai intellectual capital untuk perusahaan manufaktur yang dijadikan sebagai objek penelitian periode 2005-2008 dapat dihitung. Hasil memperlihatkan bahwa nilai rata-rata IC perusahaan manufaktur periode 2005-2008 cukup mengalami fluktuasi. Hanya terdapat 5 perusahaan yang terus mengalami peningkatan nilai IC selama periode 2005-2008, yaitu: PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dan PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk. Nilai rata-rata IC terbesar dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk sebesar 13,99. Pada tahun 2005, nilai rata-rata IC sebesar 4,05. Terdapat sepuluh perusahaan yang memiliki nilai IC di atas rata-rata, yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Astra Internasional Tbk, PT Surya Intrindo Makmur Tbk, PT Supreme Cable Manufacturing&Commerce Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT Shcering-Plough Indonesia Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk dan PT Unilever Indonesia Tbk. Hal ini menandakan penerapan IC pada perusahaan manufaktur di Indonesia belum begitu besar. Nilai IC tertinggi dimiliki oleh PT Surya Intrindo Makmur Tbk sebesar 14,59. sedangkan, nilai IC terendah dimiliki oleh PT Ever Shine Tex Tbk sebesar -0,21. Pada tahun 2006, penerapan nilai IC dari perusahaan-perusahaan manufaktur cenderung mengalami penurunan. Hanya ada delapan perusahaan yang mengalami perkembangan nilai IC, yaitu: PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dan PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk. Namun, pada tahun 2006 banyak perusahaan manufaktur yang memiliki nilai IC di atas rata-rata sebesar 1,71. Hal ini berarti penurunan IC pada perusahaan manufaktur lain tidak separah yang diderita PT ever Shine Tex ISSN # 2252-6242
9
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Tbk. PT Ever Shine Tex Tbk mengalami penurunan nilai IC hingga -39,27 yang juga merupakan nilai IC terendah di tahun 2006. Nilai IC tertinggi masih dihasilkan oleh PT Unilever Indonesia Tbk sebesar 13,56. Pada tahun 2007, nilai rata-rata IC yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006, yaitu sebesar 3,67. Hanya terdapat tujuh perusahaan saja yang mengalami penurunan nilai IC dan hanya sebelas perusahaan memiliki nilai IC di atas rata-rata. Hal ini menunjukan adanya peningkatan jumlah perusahaan dalam menerapkan nilai IC dibandingkan tahun 2005 dan 2006. Nilai IC terendah dimiliki oleh PT Surya Intrindo Makmur Tbk sebesar -1,69. sedangkan, nilai IC terbesar dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk sebesar 14,36. Walaupun pada tahun 2008 terjadi krisis keuangan global, kondisi tersebut tidak menimbulkan perubahan bagi perusahaan-perusahaan manufaktur dalam menerapkan IC, bahkan nilai IC cenderung mengalami peningkatan dan rata-rata nilai IC 2008 mengalami peningkatan menjadi 4,23. Hal tersebut dikarenakan perusahaan-perusahaan manufaktur yang menerapkan IC sadar akan keunggulan IC untuk keberlangsungan hidup perusahaan yang dapat dirasakan dalam waktu jangka panjang, sehingga mereka tidak mengurangi penerapan IC dalam perusahaannya. Nilai IC terendah kembali dimiliki oleh PT Ever Shine Tex Tbk sebesar 0,05. sedangkan, nilai IC terbesar dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk sebesar 14,28. IV.10. PERKEMBANGAN ROE DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal yang dimilikinya. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau earning after tax (EAT) (Juhandi, 2007: 25): Earning After Tax (EAT) 2.523.544.472 ROE = -------------------------------------- = -------------------- = 31.3% …….(4.12) Equity 8.069.585.873 Dengan cara yang sama, seperti contoh dari PT. Semen Gresik, Tbk, di tahun 2008, nilai ROE untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang dijadikan sebagai objek penelitian periode 2005-2008 dapat dihitung. Berdasarkan perhitungan nilai ROE, perusahaan manufaktur pada periode 2005-2008 mengalami fluktuasi. Hanya terdapat 4 perusahaan yang terus mengalami peningkatan ROE dari tahun 2005 sampai 2008, yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Ever Shine Tex Tbk, PT Surya Intrindo Makmur Tbk, dan PT Unilever Indonesia Tbk. PT Ever Shine Tex Tbk memang mengalami peningkatan. Tetapi, nilai rata-rata terendah ROE periode 2005-2008 yaitu sebesar -8,78%. Hal tersebut dikarenakan penerapan IC yang rendah pada PT Ever Shine Tex Tbk. Nilai rata-rata ROE terbesar dihasilkan oleh PT Shcering-Plough Indonesia Tbk sebesar 78,81%. Nilai ROE besar yang dimiliki PT Shcering-Plough Indonesia Tbk karena penerapan IC yang selalu di atas rata-rata selama periode 2005-2008. Pada tahun 2005, nilai rata-rata ROE sebesar 15,71%. Terdapat 12 perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas rata-rata, yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Surya Toto Indonesia Tbk, PT Asahimas Flat glass Tbk, PT Astra Internasional Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk, PT Prashida Aneka Niaga Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Langgeng Makmur Industri Tbk. Hal ini menandakan profitabilitas pada perusahaan manufaktur di Indonesia cukup besar. Nilai ROE tertinggi dihasilkan oleh PT Prashida aneka Niaga Tbk sebesar 147,44%. ISSN # 2252-6242
10
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
sedangkan, nilai ROE terendah dimiliki oleh PT Shcering-Plough Indonesia Tbk, sebesar 83,25%. Pada tahun 2006, nilai ROE dari perusahaan-perusahaan manufaktur cenderung mengalami penurunan. Hanya terdapat 5 perusahaan yang menghasilkan nilai ROE di atas ratarata sebesar 19,20%. Yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Surya Toto Indonesia Tbk, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, PT Shcering-Plough Indonesia Tbk dan PT Unilever Indonesia Tbk. Peningkatan ROE paling tinggi dimiliki oleh PT Shcering-Plough Indonesia Tbk yaitu menjadi 171,38%. Nilai ROE terendah dimiliki oleh PT Surya Intrindo Makmur Tbk sebesar 24,07%. sedangkan, nilai ROE terbesar dimiliki oleh PT Shcering-Plough Indonesia Tbk sebesar 171,38%. Pada tahun 2007, nilai rata-rata ROE yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2005 dan 2006, menjadi 20,06%. Terdapat sembilan perusahaan yang mengalami penurunan nilai ROE dan delapan perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas rata-rata. Hal ini menunjukan adanya peningkatan jumlah perusahaan dalam menghasilkan profitabilitas dibandingkan tahun 2006. Nilai ROE terendah dimiliki oleh PT Surya Intrindo Makmur Tbk sebesar -11,70%. sedangkan, nilai ROE terbesar dimiliki oleh PT Shcering-Plough Indonesia Tbk sebesar 147,80%. Penurunan nilai ROE pada tahun 2008 banyak dipengaruhi oleh krisis keuangan global yang terjadi, hal ini sangat mempengaruhi iklim investasi yang terjadi di Indonesia. Dan imbasnya harga-harga saham dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di BEI ratarata mengalami penurunan karena berkurangnya transaksi di Bursa oleh investor, dengan menurunnya harga saham, nilai ROE pun mengalami penurunan. Namun, masih terdapat tiga belas perusahaan yang mengalami peningkatan nilai ROE tahun 2008. Terdapat pula enam perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas rata-rata. Yaitu: PT Semen Gresik Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT Brisstol-Myers Squibb Indonesia Tbk, PT Shcering-Plough Indonesia Tbk dan PT Unilever Indonesia Tbk. Nilai ROE terendah kembali dimiliki oleh PT Shcering-Plough Indonesia Tbk sebesar -8,80%. sedangkan, nilai ROE terbesar dimiliki oleh PT Ever Shine Tex Tbk sebesar 304,40%. IV.11. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP RETURN ON EQUITY IV.11.1.ANALISA REGRESI LINIER SEDERHANA Data yang digunakan dalam analisis ini adalah intellectual capital (X) sebagai variabel bebas dan Return on Equity (Y) sebagai variabel terikat. Analisa dilakukan dengan menggunakan software SPSS for Windows. Setelah data diolah, maka bentuk persamaan yang diperoleh adalah: y = 8,441 + 3,682x; atau ROE = 8,441 + 3,682 IC
Persamaan tersebut menunjukan bahwa: Variabel intellectual capital memiliki koefisien regresi bertanda positif (+) sebesar 3,682. Hal ini berarti penambahan intellectual capital sebesar 1% akan meningkatkan profitabilitas (ROE) sebesar 3,682%. Konstanta sebesar 8,441 menyatakan bahwa jika variabel intellectual capital sama dengan nol, maka nilai konstan bertanda positif (+) menunjukan naiknya nilai profitabilitas (ROE) sebesar 8,441.
IV.11.2.ANALISA KORELASI PRODUCT MOMENT Analisis korelasi product moment dalam penelitian ini digunakan untuk mencari tingkat hubungan antara variabel intellectual capital (X) dan return on equity (Y). Dari hasil perhitungan, dapat diketahui adanya korelasi positif sebesar 0,606 antara intellectual capital (X) ISSN # 2252-6242
11
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
dan return on equity (Y) pada 25 perusahaan manufaktur yang listing di BEI periode 2005-2008. Hal ini menandakan semakin besar intellectual capital, maka semakin besar return on equity. Nilai rtabel untuk taraf kesalahan 5% dengan n = 25 diperoleh 0,396. Lalu nilai rtabel untuk 1% = 0,505. Mengingat nilai rhitung lebih besar dari rtabel (baik untuk kesalahan 5% maupun 1%, dengan nilai 0,606 > 0,505 > 0,396), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan sebesar 0,606 antara intellectual capital terhadap return on equiy. Nilai 0,606 menunjukan keeratan hubungan antara intellectual capital dan return on equity termasuk kriteria kuat. IV.11.3.UJI KOEFISIEN DETERMINASI Koefisien determinasi di dalam penelitian ini adalah r2 = 0,6062 = 0,367. Hal ini berarti bahwa besarnya pengaruh intellectual capital terhadap return on equity adalah sebesar 36,7%. Sedangkan, 63,3% lainnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak masuk dalam model yang diteliti di dalam penelitian ini. Dugaan yang dapat diperkirakan mengenai faktor tersebut, diantaranya adalah kondisi ekonomi, politik, sosial, hukum, keamanan nasional maupun global, dan isu atau rumor yang terjadi. IV.11.4.UJI HIPOTESIS Merumuskan hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha) H0 : β1 = 0, dimana intellectual capital tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return on equity. Ha : β1 ≠ 0, dimana intellectual capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return on equity. Dengan tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dengan taraf bebas dk = 25 – 1-1 = 23, dan menghitung nilai thitung (uji dua pihak) sebesar 3,654, kemudian melakukan perbandingan antara thitung dan ttabel. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut, untuk taraf kesalahan 5%, uji dua pihak, dan dk = 25 – 1-1 = 23, diperoleh ttabel = 2,609. Perbandingan antara thitung dan ttabel dilakukan untuk menentukan apakah hipotesa yang dibangun akan ditolak atau diterima. Mengingat nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (3,654 > 2,069), maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara intellectual capital dan return on equity pada perusahaan manufaktur yang sudat terdaftar di BEI pada periode 2005-2008. V. V.1. 1.
KESIMPULAN & SARAN KESIMPULAN Perkembangan intellectual capital perusahaan manufaktur yang terdaftar BEI pada periode 2005-2008 masih belum begitu besar. Selama periode 2005-2008, hanya terdapat 5 perusahaan yang terus mengalami peningkatan intellectual capital. Pada tahun 2005, terdapat 10 perusahaan yang memiliki nilai intellectual capital di atas rata-rata. Walaupun terjadi kemunduran di tahun 2006, namun penurunan nilai intellectual capital pada periode tersebut tidak terlalu besar. Pada tahun 2007, terdapat peningkatan jumlah perusahaan dalam menerapkan nilai intellectual capital ketimbang tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2008, intellectual capital cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata nilai intellectual capital di tahun 2008, mengalami peningkatan sebesar 4,23%. Hal tersebut disebabkan karena perusahaan manufaktur sudah mulai menyadari keunggulan dari intellectual capital untuk keberlangsungan hidup perusahaan. Hal ini yang mendorong perusahaan manufaktur untuk tidak mengurangi penerapan intellectual capital dalam kegiatan operasional perusahaannya. Nilai terendah intellectual capital yang dihasilkan adalah –39,27% pada tahun 2006, dan terbesar adalah 14,59% pada tahun 2007.
ISSN # 2252-6242
12
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
2.
Perkembangan nilai rata-rata return on equity perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2005-2008, cenderung mengalami peningkatan. Nilai terendah return on equity yang dapat dihasilkan adalah –83,25% pada tahun 2005, dan terbesar adalah 304,40% pada tahun 2008.
3.
Intellectual capital terhadap return on equity memiliki hubungan kuat dengan pengaruh sebesar 36,7%. Berdasarkan uji statistik t pada tingkat signifikansi 5%, nilai thitung > ttabel (3,654 > 2,069). Dengan demikian, Ho ditolak, dan hal ini menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara intellectual capital dan return on equity pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2005-2008.
V.2.
SARAN Perusahaan yang terdaftar di BEI harus lebih mengoptimalkan intellectual capital yang dimilikinya agar tercipta kenaikan profitabilitas. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian terhadap intellectual capital secara lebih mendalam dan lebih fokus terhadap indikator yang membentuk intellectual capital melalui metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM). Penelitian hendaknya menggunakan sampel dan periode yang lebih luas lagi.
DAFTAR PUSTAKA Abeysekera, I. 2006. The Project of Intellectual Capital Disclosure: Researching the Research. Journal of Intellectual Capital. Vol 7. No 1. 66-71. Anantadjaya, S. P. (2008, March). Comparative Literature Study on the Resource-Based Theory of the Firm and Knowledge-Based Theory of the Firm. Jurnal Sistem Informasi, Vol. 3, No. 1 , 39-50. Anantadjaya, S. P. (2009). Measuring Human Resources: A Case Study in Small and Medium Enterprises. Seminar Nasional Industrial Services (hal. 101-114). Cilegon, Banten, Indonesia: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Anantadjaya, S. P., Nawangwulan, I. M., Sibarani, M., & Riwoe, J. C. (2011, November). Firm's Diversification Strategy, Risk & Incentives (Viability Study on Indonesian SMEs). 7th Asia Pacific Management Accounting Association Conference & Doctoral Colloquium Proceedings. Shah Alam, Malaysia: APMAA. Bukh, C. Nielsen, P. Gormsen, and J. Mouritsen. 2005. Disclosure of Information on Intellectual Capital in Danish IPO Prospectus. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol 18. No 6, 713-732. Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. An Empirical Investigation of The Relationship between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance. Journal of Intellectual Capital. Vol 6. No 2, 159-176. Feimianti, E. (2013, July). Value Creation of Intellectual Capital Towards Financial Performance and Market Valuation in Publicly-Listed Consumer Goods Industry. Undergraduate Thesis (ID # 134-09-114, School of Accounting, Faculty of Business Administration & Humanities). BSD City, Serpong, Tangerang, Banten, Indonesia: Swiss German University. Hubeis, Musa dan Mukhamad Najib. 2008. Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hung-Chao Yu, Wen-Yin Wang, dan Chingfu Chang. 2009. The Pricing of Intellectual Capital in The IT Industry. Journal of Intellectual Capital. National Chengchi University, Taipei, Taiwan, 1-40. Indra, J., & Anantadjaya, S. P. (2011). Balancing the Firm's Scores: A Performance and Control Study in Indonesian Financing Industry. 7th Asia Pacific Management Accounting Association Conference & Doctoral Colloquium. Shah Alam, Malaysia: APMAA ISSN # 2252-6242
13
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Juhandi, Nendi. 2007. Manajemen Keuangan. Jakarta: Pelangi Nusantara. Mardiyanto, Handono. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Muhardi. 2007. Strategi Operasi untuk Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sangkala. 2006. Intellectual Capital Management. Jakarta: YAPENSI. Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. 2007. Intellectual Capital and Financial Returns of Companies. Journal of Intellectual Capital. Vol.8, No 1, 76-95. Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital. Yogyakarta: Graha Ilmu. www.idx.co.id, diakses pada tanggal 20 November 2009. www.bi.go.id, diakses pada tanggal 20 November 2009.
ISSN # 2252-6242
14