Jurnal Kelola – MMP UKSW – ISSN Online No: 2443 -0544
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENEMPATAN GURU SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SUMBA TIMUR Agus Maramba Meha
[email protected] PPS-Magister Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
Bambang Ismanto
[email protected] PPS-Magister Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This study intends to describe the condition of primary school teachers in East Sumba regency and explain the process of teacher appointment policy implementation in East Sumba descriptively by looking at four important variables based on the model of Edwards III, namely; communication, resources, disposition and bureaucratic structures. This research was conducted in two local government bureaucracies at East Sumba, the Department of Education Youth and Sports and the Regional Employment Board. The data sources of this study were collected from officials of two relevant bureaucracies and some elementary school teachers. The method of this study is descriptive qualitative and data were collected using observation, documentation, interviews, and also used data triagulasi for analysis. The results showed that the numbers of civil primary school teachers were only 1303 while numbers of the classes were 1765. Generally the ideal ratio of teachers and students is 1:30 according to the technical instructions in the Joint Ministerial Decree of 5 Ministers, but specifically there are many schools that have high enough ratio. Local goverment recruited 1257 non civil teachers to respond lack of the teachers’ number. In other side, the academic qualifications of civil teachers in East Sumba regency are still 86% who were undergraduated. This study also shows the implementation of teacher appointment has not been performing well, it was shown from uneven distribution of teachers in each elementary school, it was influenced by four variables: communication, resources, dispotition and bureaucratic structures, either directly or indirectly. Keywords: Teacher appointment, policy implementation, regional autonomy
PENDAHULUAN Pendidikan Nasional Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional indonesia 46
Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan guru SD di Kab. Sumba Timur (Agus M. Meha dan Bambang Ismanto)
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selanjutnya pada ayat (3) ditegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Di era otonomi daerah saat ini pemerintah pusat telah melibatkan pemerintah kabupaten/kota dalam mengurus atau mengelolah pendidikan di daerahnya. Salah satu kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pendidikan yaitu pada sektor tenaga pendidik serta tenaga kependidikan. Sebagaimana dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat 3 disebutkan bahwa “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu”. Salah satu urusan pemerintahan yang diatur dan dikelola oleh daerah adalah bidang pendidikan, sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa Penyelenggaraan Pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Oleh karena itu pendidikan merupakan sektor yang utama dan mendapat perhatian secara kusus dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidika dengan ketersedian tenaga pendidik yang memadai. Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat 3 ditegaskan bahwa, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, serta peningkatan mutu pendidikan, pemerintah mengeluarkan UU No14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, yang dalam pasal 24 ayat 3 dinyatakan “Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan”. Oleh karena pendidikan dijalankan melalui gerakan otonomi daerah atau desentralisasi, maka menurut pandangan Tilaar (2002 dalam Mashuri 2009), adalah menjadi suatu keharusan untuk segera diimplementasikan dalam sistem bernegara sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah dalam membangun masyarakat yang demokratis, masyarakat berprestasi dan peningkatan daya saing bangsa. Sehingga dalam konteks kedaerahan, otonomi pendidikan harus dapat mengakomodir secara fleksibel berbagai kebutuhan masyarakat di daerah, mampu menciptakan masyarakat lokal yang berprestasi, dan mampu meraih kemajuan daerah setempat melalui suatu kebijakan pendidikan yang tepat. 47
Kelola, Vol.1, Juni – Desember 2013: 46-58
Proses desentralisasi selain mempengaruhi semua proses aspek penyelenggaraan maupun pelaksanaan pendidikan, tidak terkecuali juga mempengaruhi reformasi guru sebagai bagian dari proses ini, sebagian besar tanggung jawab yang terkait dengan pengangkatan dan penempatan guru dialihkan dari tingkat nasional ke tingkat kabupaten/ kota. Pemeritah telah menetapkan kebijakan teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS, melalui Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama Nomor 05/X/PB/2011, SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, 48 Tahun 2011, 158/PMK.01/2011, 11 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. pemerintah kabupaten/ kota memiliki tugas seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama 5 Menteri Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pemerataan guru PNS adalah sebagai berikut: 1. Menyusun produk hukum dalam bentuk peraturan bupati/walikota atau produk hukum lainnya terkait penataan dan pemerataan guru PNS yang merujuk pada Peraturan Bersama; 2. Sosialisasi program penataan dan pemerataan guru PNS diwilayah kabupaten/kota; 3. Verifikasi data guru dan analisis kebutuhan guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di setiap satuan pendidikan di wilayah kabupaten/kota; 4. Penyediaan Peta Guru yang menginformasikan tentang kelebihan dan/atau kekurangan guru PNS di wilayah kabupaten/kota dengan tembusan disampaikan kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD); 5. Pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan; 6. Penyediaan dana pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan di wilayah kabupaten/ kota; Kebijakan penataan serta pemerataan guru PNS melalui SKB 5 Menteri, merupakan salah satu kebijakan desentralisasi pendidikan dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam mengatur segala kebutuhan guru di wilayahnya. Chan & Sam (2005) mengemukakan kelemahan yang mungkin timbul dalam implemetasi kebijakan desentralisasi pendidikan melalui Undang-Undang Otonomi Daerah adalah: 1. Kurang siapnya SDM daerah terpencil 2. Tidak meratanya pendapatan asli daerah (PAD), khususnya daerah-daerah termisikin 3. Mental korup yang telah membudaya dan mendarah daging 4. Menimbulkan raja-raja kecil di daerah surplus 5. Dijadikan komoditas 6. Belum jelasnya pos-pos pendidikan, sehingga akan cukup merepotkan Depdiknas dalam mengalokasikannya. Pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur yang memiliki 22 kecamatan juga memperoleh kewenangan dalam menjamin keberlangsungan pendidikan dengan memenuhi kebutuhan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana prasarana pendidikan dasar yang memadai. Pada kecamatan tertentu ada desa yang masih sangat sulit dijangkau dengan transportasi hal ini disebabkan oleh letak wilayah dan akses jalan yang belum begitu baik. Begitu pula dengan jumlah sekolah dasar yang masih belum merata dan 48
Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan guru SD di Kab. Sumba Timur (Agus M. Meha dan Bambang Ismanto)
ironisnya lagi jumlah guru yang ditempatkan pada sekolah-sekolah dasar di wilayah ini masih belum sesuai dengan kebutuhan tenaga pendidik. Sebagai contoh yang terjadi di SDI Tanaraing dimana jumlah siswa sebanyak 137 namun guru yang ditempatkan sebanyak 7 orang guru, ini tentu berbeda dengan salah satu sekolah yaitu SDM Praingkareha dimana jumlah siswa 247 orang sedangkan guru yang ditempatkan hanya 3 orang, berbeda dengan SDI Waingapu 2 dengan 26 guru dan siswa 697, sedangkan jumlah guru yang sangat terbatas yaitu hanya terdapat 2 orang guru dengan jumlah siswa 100 orang pada SD Paraipajurung. Dalam SKB 5 Menteri menjelaskan kebutuhan guru kelas sekolah dasar, dimana Setiap rombel 20-32 siswa, Setiap rombel diampu oleh 1 (satu) orang guru kelas. Penempatan guru yang tidak merata di Kabupaten Sumba Timur, turut mempengaruhi rasio murid terhadap guru antar sekolah dasar, beberapa sekolah mempunyai rasio yang tinggi sedangkan sekolah dasar yang lain rosionya rendah, seperti yang terjadi di SD Maumaru, SDN Praingkareha dan beberapa sekolah dasar lainnya, dimana rasio murid terhadap guru melebihi standar minimal yang telah ditentukan oleh pemerintah dimana raiso guru terhadap siswa sangat tinggi yaitu berkisaran 1:50 keatas. Berbeda dengan beberapa sekolah seperti SDN Waingapu 1, SDN Umamapu, SDI Tanaraing dan Sekolah dasar lainnya dimana rasionya sangat rendah dan sesuai dengan petujuk dalam SKB 5 Menteri. Berdasarkan data worldbank 2013, tampak pada umumnya sekolah-sekolah di pedesaan dan daerah terpencil kekurangan guru, sementara sekolah-sekolah di perkotaan memiliki jumlah guru yang lebih banyak daripada ketentuan standar kepegawaian nasional. Selain itu guru yang lebih berkualitas dan lebih berpengalaman umumnya terkonsentrasi di daerah perkotaan yang lebih makmur. Kemudian Chan & Sam (2005), menjelaskan sampai saat ini sekolah yang maju diperkotaan dapat terus bertahan dengan kemajuannya, sedangkan sekolah yang kekurangan guru di pedesaan/daerah terpencil semakin terisolasi dan semakin terpuruk/menurun kualitasnya. Dengan penyebaran guru sekolah dasar yang tidak merata pada setiap sekolah di Kabupaten Sumba Timur, hal ini tentu dapat mempengaruhi tingkat prestasi yang dimiliki oleh sekolah serta turut berpengaruh pada anak didik, dimana dengan jumlah guru yang terbatas mereka akan terabaikan selama jam sekolah atau proses belajar berlangsung, ditambah lagi dengan guru yang tidak berkualitas dalam proses pembelajaran, sehingga akan mengakibatkan anak didik tidak secara maksimal mendapatkan pengetahuan dengan baik di sekolah. Fakta-fakta di atas mengisyaratkan adanya permasalahan dalam implementasi kebijakan pemda Sumba Timur khususnya dalam bidang penempatan guru. Winarno, (2012) menjelaskan suatu kebijakan harus diimplemetasikan agar mempunyai dampak atau mencapai tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Selanjutnya Nugroho (2009) mengemukakan implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. 49
Kelola, Vol.1, Juni – Desember 2013: 46-58
Menurut Edwards III, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhi-nya. Selanjutnya Edwards III, lebih membicarakan faktor-faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan adalah komunikasi, sumber-sumber, kecendrungan-kecendrungan atau tingkahlaku–tingkahlaku dan struktur birokrasi. Komunikasi, merupakan persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melakukan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Sumber-sumber, Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif. Sumber-sumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. Kecendrungan/sikap, Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya bila tingkahlaku-tingkahlaku atau prespektif-prespektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit. Struktur birokrasi, Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan serta Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi publik Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin merumuskan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kondisi guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur? 2. Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1)mendeskripsikan kondisi guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. 2) mendeskripsikan implementasi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur dalam penempatan guru sekolah dasar. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana akan mendeskripsikan peristiwa dan pemikiran, pandangan serta keputusan pemerintah Kabupaten Sumba Timur dan implementasi kebijakan penempatan guru sekolah dasar. Berhubungan dengan penelitian implementasi kebijakan maka model implemetasi yang digunakan adalah Model Edwards III, dimana membicarakan empat faktor atau variabel krusial yang mempengaruhi keberhasilan dalam implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecendrungankecendrungan atau tingkahlaku-tingkahlaku dan srtuktur birokrasi. Dengan pemahaman bahwa subjek penelitian adalah apa dan siapa sumber informasi dalam penelitian maka yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pejabatpejabat Badan Kepegawaian Daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur yang 50
Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan guru SD di Kab. Sumba Timur (Agus M. Meha dan Bambang Ismanto)
terkait langsung dalam kebijakan penempatan guru sekolah dasar serta beberapa guru sekolah dasar. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan observasi, studi dokumentasi dan wawancara mendalam. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis kualitatif, setelah divalidasi terlebih dulu melalui triangulasi data. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi (Profil) Pendidik Sekolah Dasar di Kabupaten Sumba Timur Pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah menjamin terselenggaranya pendidikan dari satuan pendidikan anak usia dini serta satuan pendidikan dasar dan menengah hingga pada tingkat kecamatan, kelurahan dan desa. untuk tingkat satuan pendidikan dasar dalam hal ini sekolah dasar (SD) sampai pada tahun 2012 di Kabupaten Sumba Timur terdapat 167 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Dasar Swasta sebanyak 69 unit. Dalam sebaran sekolah dasar pada tiap kecamatan sangat beragam, untuk kecamatan dengan jumlah sekolah dasar paling sedikit yaitu di kecamatan Katala Hamu Lingu dengan 5 unit sedangkan untuk kecamatan dengan jumlah terbanyak yaitu pada kecematan Kota Waingapu dan kecamatan Kambera dengan masing-masing sebanyak 18 unit. Serta letak sekolah dengan desa-desa atau perkampungan yang belum mempunyai akses jalan yang baik juga sangat beragam. Sehingga anak didik yang hendak ke-sekolah harus menempuh jarak yang jauh bahkan alat transportasi tidak ada. untuk berangkat kesekolah biasanya mereka mulai berangkat dari rumah pukul 5 (lima) pagi dengan modal berjalan kaki. Selain persolaan jarak yang harus ditempuh oleh anak didik pada saat hendak ke sekolah, ketersediaan guru di sekolah yang akan mendidik dan mengajarkan mereka suatu pengetahuan juga masih sangat kurang, dengan jumlah guru yang kurang pada setiap sekolah tentu akan mempengaruhi proses belajar anak didik yang tidak maksimal. Sampai pada tahun 2013 jumlah tenaga pendidik (guru PNS) sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur sebanyak 1303 orang guru PNS, sedangkan berdasarkan data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur menggambarkan kebutuhan guru sekolah dasar sebanyak 2534 orang, maka kekurangan guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur sampai saat ini sebanyak 1231 orang guru. Tentu dengan kekurangan guru yang cukup besar, akan dapat mempengaruhi proses penempatannya, Dimana pendistribusian guru tidak sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi rombongan belajar yang ada. Hanya pada kecamatan Kota Waingapu yang jumlah gurunya dalam setiap sekolah dasar melebihi rombongan belajar yang ada, dimana guru PNS sebanyak 220 dengan robongan belajar sebanyak 191. Di lain sisi dengan masalah jumlah guru yang masih sangat terbatas yang dapat mempengaruhi penempatan serta yang terutama berpengaruh dalam proses pembelajaran serta perkembangan anak didik, juga secara kualifikasi akademik yang dimiliki oleh guruguru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur secara keseluruhan belum memenuhi standar kualifikasi akademik yang harus dimiliki seorang tenaga pendidik/guru pada tingkat satuan pendidikan dasar. guru yang berpedidikan S1 hanya sebanyak 184 orang, DIII 6 orang, DII 552 orang, DI 6 orang dan SLTA sebanyak 555 orang, atau sebanyak 86% guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur belum memenuhi standar 51
Kelola, Vol.1, Juni – Desember 2013: 46-58
minimum sebagai syarat seorang pengajar bila dilihat dari kualifikasi akademik. Ironisnya lagi sebagian guru yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik, mereka hanyalah lulusan SMA yaitu sebanyak 43%, sedangkan jumlah guru sekolah dasar yang memiliki standar kualifikasi akademik S1 hanya sebesar 14% dari keseluruhan guru PNS yang ada di Kabupaten Sumba Timur. Secara keseluruhan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur yang kualifikasi akademiknya di bawah standart terutama bagi guru-guru yang hanya lulusan SPG setara SMA mereka adalah guru-guru senior yang pada masa penerimaan dan pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) belum dikeluarkannya aturan yang mengaharus setiap tenaga pendidik memiliki kualifikasi akademik minimal DIV dan berpendidikan S1. 2. Implementasi Kebijakan Pemenuhan Standar Tenaga Pendidik Sekolah Dasar Di Kabupaten Sumba Timur Dalam upaya menangani masalah kekurangan guru, sejauh ini pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah mengambil sebuah langkah kebijakan dengan merekrut tenaga pendidik non PNS. Diantaranya tenaga pendidik yang direkut oleh pemerintah daerah adalah guru PTT (pegawai tidak tetap) dan juga guru honorer atau guru komite yang direkrut oleh sekolah yang bersangkutan sesuai kebutuhannya di sekolah untuk mengisi kekurangan guru. guru PTT mereka adalah guru honorer yang kemudian diangkat oleh pemerintah daerah untuk menjadi pegawai tidak tetap yang digaji oleh pemerintah daerah. Sedangkan guru honorer atau guru komite digaji oleh sekolah dengan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Hingga tahun 2013 jumlah tenaga pendidik non PNS yang telah diangkat pemeritah daerah maupun sekolah sebanyak 1257 orang diantaranya guru PTT sebanyak 56 orang dan guru honorer atau komite sebanyak 1201 orang yang tersebar diseluruh sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. Dalam megusahakan pemenuhan kualifikasi akademik bagi guru sekolah dasar yang belum memenuhi kualifikasi akademik setara S1 maupun DIV, pemerintah daerah Sumba Timur telah bekerjasama dengan Universitas Cendana Kupang dalam melakukan program kuliah percepatan yang dikenal dengan Penilain Prestasi Kerja dan Hasil Belajar atau (PPKHB) bagi guru PNS. Sedangkan kusus bagi guru-guru PTT dan guru komite diberikan inisiatif untuk mengikuti kuliah pada PGSD di Universitas Terbuka yang ada di Kabupaten Sumba Timur. Dengan kegiatan perkuliahan dilakukan setiap hari minggu sehingga tidak mengganggu proses mengajar dan kegiatan kependidikan lainnya di sekolah. Dalam surat keputusan bersama (SKB) 5 Menteri pemerintah mewajibkan agar setiap pemerintah daerah menyusun produk hukum dalam bentuk peraturan bupati/ walikota atau produk hukum lainnya terkait penataan dan pemerataan guru PNS yang merujuk pada Peraturan Bersama. Namun di Kabupaten Sumba Timur belum membuat sebuah kebijakan secara tertulis melalui perda atau perbup mengenai penempatan guru sekolah dasar baik guru PNS maupun guru non PNS, sejauh ini masih mengacu pada PP
52
Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan guru SD di Kab. Sumba Timur (Agus M. Meha dan Bambang Ismanto)
No 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Bila dilihat dari jumlah secara keseluruhan baik guru PNS maupun guru non PNS sebetulnya sudah cukup untuk memenuhi kekurangan guru yang terjadi pada setiap sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru, namun dalam implementasinya penempatan guru masih kurang merata. Sebagai contoh yang terjadi pada sekolah dasar SDI Waingapu 2 Kecamatan Kota Waingapu memiliki kelebihan guru dimana jumlah keseluruhan guru yang ditempatkan pemerintah maupun yang diangkat oleh sekolah tersebut sebanyak 41 orang guru, dengan rincian guru PNS sebanyak 27 orang, guru komite 13 orang dan guru PTT 1 orang, sedangkan jumlah rombongan belajarnya hanya sebanyak 21 rombel. Maka bila dilakukan perhitungan di SDI Waingapu 2 memiliki kelebihan guru sebanyak 20 orang bila dalam perhitungannya menyesuaikan rombongan belajar yang ada. Sedangkan berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah lain, seperti halnya yang terjadi pada sekolah dasar SDN Kabanda yang terletak di Kecamatan Ngadu Ngala dengan jumlah rombongan belajar pada sekolah tersebut sebanyak 6 (rombel), tetapi pada kenyataannya guru yang ditempatkan hanya sebanyak 2 orang guru PNS. Maka dapat dikatakan pada SDN Kabanda mengalami kekurang guru sebanyak 4 orang, sedangkan dilain sekolah memiliki kelebihan guru yang cukup besar seperti SDI Waingpu 2 terdapat kelebihan guru sebanyak 20 orang baik itu guru pns maupun guru honor. Mengacu pada model implementasi yang dikemukakan George C. Edwards III dimana ada empat variabel atau factor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik yaitu Komunikasi, Sumber Daya, Kecedrungan-kecendrungan (sikap), dan Struktur birokrasi. Dalam hal implementasi penempatan guru di Kabupaten Sumba Timur, ke-empat faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan baik lagsung maupun tidak lansung. a. Dari segi komunikasi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga menganalisis serta membuat perencanaan kebutuhan guru yang masih dalam bentuk konsep kemudian akan diajukan kepada Badan Kepegawaian Daerah sebagai pelaksana teknis untuk memproses yang kemudian hasilnya dikeluarkan melalui SK Bupati. selanjutnya dinas pendidikan akan menginformasikan kepada guru-guru yang mendapatkan kebijakan mutasi. juga berkomunikas secara informal bersama pemeritah kecamatan, sekolah serta masyarakat, dalam hal menyampaikan atau menginformasikan kebutuhan guru yang diperlukan di sekolah. b. Sumber daya, Meskipun jumlah guru sudah dipenuhi melalui pengangkatan guru non PNS, namun pada kenyataannya belum menjawab kebutuhan secara keseluruhan, dimana masih terdapat sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga guru, ini dapat dikatakan bahwa para pelaksana kebijakan atau birokrasi yang mempunyai kewenangan dalam hal ini kurang memiliki ketrampilan atau kualitas yang merupakan sumber penting dalam mengatur serta mengelola manajemen guru dengan baik. Fasilitas fisik juga merupakan sumber penting dalam implementasi penempatan guru. Guru sekolah dasar boleh memadai untuk memenuhi kebutuhan proses pengajaran di sekolah, namun 53
Kelola, Vol.1, Juni – Desember 2013: 46-58
tanpa fasilitas yang mendukung maka implementasi juga akan terhambat. Sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur pada umum masih mengalami kekurangan fasilitas terutama bagi sekolah-sekolah yang ada pada pedesaan, seperti ruang kelas, ruang perpustakaan dan juga rumah dinas bagi guru. Dengan fasilitas yang serba kekurangan, hal ini yang menjadi alasan kuat bagi guru-guru dalam menghindari penempatan pada sekolah-sekolah pedalaman serta berbagai macam alasan lainya. c. Kecendrungan/sikap, kecendrungan guru-guru di Kabupaten Sumba Timur, dimana mereka lebih memilih untuk mengajar pada sekolah yang berada di sekitar perkotaan, kecendrungan ini tidak dapat dipungkiri karena guru yang bersangkutan memiliki banyak alasan, seperti mengikuti suami dimana tempatnya bekerja, ada juga yang beralasan karena kesehatan sehingga lebih dekat dengan fasilitas kesehatan di perkotaan agar dapat melakukan kontrol kesehatan. Kecendrungan lain juga dapat terjadi dimana guru-guru yang ditempatkan pada sekolah dasar yang jauh dari perkotaan, sering ditemukan absen atau jarang masuk sekolah. Hal ini dapat terjadi karena pelaksana kebijakan seperti pengawas sekolah dari dinas pendidikan tidak secara baik mengawasi dan bahkan pengawas sekolahpun jarang untuk melakukan pemantaun lansung ke sekolah terutama sekolah-sekolah yang jauh dari perkotaan. d. Struktur birokrasi, pada masa desentralisasi saat ini, pemerintah pusat menetapkan kuota jumlah guru PNS yang bisa diangkat oleh kabupaten/kota. Kemudian kabupaten/ kota menyeleksi guru yang akan mereka angkat. Secara teknis, kabupaten/kota yang menyeleksi guru PNS. Tetapi, dana untuk gaji guru PNS tersebut sebenarnya disalurkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota melalui dana anggaran umum (DAU). Dalam hal pengakatan guru PNS, pemerintah daerah berkerja sama dengan pemerintah pusat dalam menentukan besaran kuota jumlah guru yang akan diangkat berdasarkan berbagai pertimbangan dari lembaga-lembaga Negara yang secara langsung terlibat. Selanjutnya dalam hal penempatan guru pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menata dan mengelola distribusi guru bersama lembaga-lembaga daerah yang terkait berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat mengenai standar minimal tenaga pendidik pada setiap tingkat satuan pendidikan. Struktur birokrasi dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga melakukan analisis kebutuhan dalam bentuk konsep perencanaan yang akan diperlukan kemudian diajukan ke Badan Kepegawaian Daerah sebagai pelaksana teknis yang mempunyai wewenang dalam penempatan dan mutasi pegawai negeri sipil termasuk di dalamnya guru PNS, kemudian Badan Kepegawaian Daerah meninjau usulan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, bila selama peninjauan yang dilakukan Badan Kepegawaian Daerah belum tepat maka akan di kembalikan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan kemudian akan diadakan rapat bersama untuk menganalisa kembali kebutuhan guru di lapangan, yang selanjutnya badan kepegawaian daerah akan mengurus mutasi guru melalui SK Bupati. SIMPULAN DAN SARAN 54
Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan guru SD di Kab. Sumba Timur (Agus M. Meha dan Bambang Ismanto)
Jumlah guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur secara umum sangat kurang. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah memenuhi kekurangan dengan merekrut guru non PNS. Meskipun secara kuantitas guru sekolah dasar telah mencukupi, namun tidak secara keseluruhan sekolah dasar memiliki jumlah guru yang memadai, hal ini dapat dikatakan penempatan yang dilakukan oleh pengelola tenaga pendidik tidak merata dan tepat. Selain itu, 86% guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur belum memenuhi standar minimal kualifikasi akademik yaitu DIV atau S1. Implementasi kebijakan penempatan guru belum terlaksana dengan baik, dimana masih terdapatnya sekolah-sekolah yang kekurangan guru dalam jumlah yang besar, hal ini merupakan dampak secara langsung maupun tidak langsung yang dipengaruhi oleh empat variable (komunikasi, sumber daya, kecendrungan/sikap, struktur birokrasi) Rekomendasi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur perlu membuat suatu perangkat hukum yang mengatur pengelolaan penempatan guru PNS maupun non PNS, sehingga dalam pelaksanaan pendistribusian guru pada setiap sekolah dapat dilaksanakan secara merata sesuai dengan kebutuhan. Serta perlu untuk meningkatkan kerjasama yang sudah berjalan dengan perguruan tinggi, serta memberikan beasiswa kepada guru PNS agar termotivasi dalam meningkatkan kualifikasi akademik. Dan melakukan kegiatan pelatihan pengajaran bagi guru-guru non PNS yang masih berpendidikan SMA. Melihat empat variabel penting yang dikemukan Edwards yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan penempatan guru, maka disarankan: 1) Pemerintah Kabupaten Sumba Timur perlu melibatkan pemerintah kecamatan, masyarakat, terutama pihak komite sekolah secara formal sehingga guru yang ditempatkan benar-benar sesuai kebutuhan dan terkontrol pelaksanaan tugasnya disekolah. 2) meningkatkan pembangunan fasilitas pendukung seperti ruang kelas, ruang perpustakaan serta rumah dinas guru, sehingga guru yang ditempatkan pada daerah terpencil mendapat kenyamanan dalam menjalankan tugasnya. 3) mengupayakan ketersedian insentif tambahan berupa tunjangan finansial bagi guru-guru yang bertugas didaerah pedalaman. Dan juga harus tegas dan memberi sanksi kepada setiap sikap guru yang lebih memilih mengajar diperkotaan, dan guru-guru pedalam yang jarang masuk sekolah serta pelaksana atau pengawas sekolah yang terlihat jarang untuk melakukan pengawasan di sekolah. 4). Dalam urusan mutasi serta penempatan guru PNS, pemerintah daerah perlu untuk memberikan kewenangan secara langsung kepada dinas pendidikan pemuda dan olahraga beserta perangkat birokrasi dibawahnya, sehingga dinas dengan leluasa mengelola pendistribusian tenaga pendidik. DAFTAR PUSTAKA Amtu, O (2011) Manajemen Pendidikan Di Era Otonomi Daerah: Konsep, Strategi, Dan Implementasi. Bandung: Alfabeta Arikunto, Suharsimi dan Jabar, S Abdul. (2009) Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoretis Praktis Bagi Mahasiswa Dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara 55
Kelola, Vol.1, Juni – Desember 2013: 46-58
Bungin, Burhan. (2010) Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Public, dan Ilmu Social lainnya. Jakarta: Prenada Media Group BPS, (2012), Sumba Timur Dalam Angka 2012. Waingapu: BPS Chan S.M & Sam, T.T (2005) Analisi SWOT; Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Danim, Sudarwan. (2011) Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta Faisal, Sanafiah. (1990) Penelitian Kualitatif; Dasar Dan Aplikasi. Malang: Y A 3 Malang Fattah, N. (2012) Analisis Kebijakan Pendidikan: Rumusan Analisis Kebijakan Pendidikan Yang Baik Mencakup Proses, Metode Dan Teknik, Serta Prosedur Untuk Memecahkan Masalah Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Gaffar, M.F. (2008), Pembiayaan Pendidikan Nasional Indoesia, Tantangan, Peta Permasalahan dan Strategi Perubahan Manajemen Pembiayaan Pendidikan Nasional Indonesia. Diasajikan pada konvensi nasional pendidikan Indonesia VI. Di Universitas Pendidikan Ganesha, Bandung, Hotel Aston, 17-19 November 2008. Hamid, E.S & Malian, S. (2005) Memperkokoh Otonomi Daerah; Kebijakan, Evaluasi dan Saran.Yokyakarta: UII Pres Ismanto, Bambang. (2011) Kebijakan Pendanaan Pendidikan (Studi Tentang Program, Implementasi, Dampak, Pengawasan dan Pertanggungjawaban Pendanaan Pendidikan Di Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah). Disertasi. Bandung: Administrasi Pendidikan, Pascasarjana, Unversitas Pendidikan Indonesia Mashuri, Saefuddin. 2009. Penguatan Kebijakan Pemerintah Daerah Dan Implementasi Otonomi Pendidikan : STAIN Datokarama Palu. Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.3, Desember 2009:347-358 Malik, Fadjar. (2005). Holistika Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Pemkab Sumba Timur (2013), Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Sumba Timur Tahun 2014. Pemkab Sumba Timur (2007), Master Plan Pendidikan; Renacana Induk Pengembangan Pendidikan Kabupaten Sumba Timur Tahun 2008-2028. Salatiga: Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur Dan Universitas Kristen Artha Wacana Nasution, (2003), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nugroho, Riant (2008), Public Policy: Teori Kebijkan – Analisis Kebijakan – Proses Kebijakan – Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fifth Estate – Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta : Elex Media Komputindo.
56
Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan guru SD di Kab. Sumba Timur (Agus M. Meha dan Bambang Ismanto)
Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di Kabupaten/Kota. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Dan Kompetensi Guru Sagala, Syaiful. (2011) Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Satori, Djama’an dan Aan Komariah, (2009), Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandug: Alfabeta. Sugiyono, (2008) Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharto, Edi. (2006), Analisis Kebijakan Publik (Panduan Praktis Mengkaji Masalah Dan Kebijakan Sosial). Bandug: Alfabeta. Suparlan, (2005) menjadi guru efektif. Yokyakarta: Hikayat Publishing. Tilaar, H.A.R. (2006), Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tilaar, H.A.R dan Nugroho R. (2008), Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Usman, M.U. (2005) Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor: 14 Tahun 2005 Tetang Guru dan Dosen. Undang-Undang Republik Indonesia, Daerah.
Nomor:
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor: 20 Tahun 2003 Tetang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Wahab, S.A. (2012) Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Winarno, Budi. (2012) kebijakan public; Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yokyakarta: C A P S. Worldbank (2013) Mendayagunakan Guru dengan Lebih Baik: Memperkuat Manajemen Guru untuk Meningkatkan Efisiensi dan Manfaat Belanja Publik. Disusun 57
Kelola, Vol.1, Juni – Desember 2013: 46-58
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samer Al-Samarrai, Daim Syukriyah dan Imam Setiawan, Bank Dunia. Worldbank (2011) Mentransformasi Tenaga Pendidikan Indonesia Volume II: Dari Pendidikan Prajabatan hingga ke Masa Purnabakti: Membangun dan Mempertahankan Angkatan Kerja yang Berkualitas Tinggi, Efisien, dan Termotivasi. Public Disclosure Authorized ______, Iktisar,Public Disclosure Authorized 38778 V.1
58