III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja,
PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi. Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang berasal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat serta BPS Cimahi. 3.2.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square) ditemukan oleh Carl
Friedrich Gauss, seorang ahli matematika dari Jerman. Estimasi koefisien regresi dilakukan melalui metode Ordinary Least Square (OLS). Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linier berganda. Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing di Kota Cimahi. Pengolahan data menggunakan Eviews 4.1, Minitab 14 dan Microsoft Excel. 3.2.1. Metode Ordinary Least Square (OLS) Model regresi linear merupakan suatu model yang dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel X (variabel bebas) terhadap variabel Y (variabel tak bebas). Jika hanya terdapat satu variabel dependen dan satu variabel independen disebut analisis regresi sederhana, tetapi jika terdapat beberapa variabel independen disebut analisis regresi berganda.
Model regresi dengan lebih dari satu variabel independen secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : =
+
+
+ …+
+
i = 1,2,….,n
(3.1)
di mana : Yi β0 βi Xi ui n
= variabel tak bebas (dependent variabel) = intersep = koefisien kemiringan = Variabel bebas yang menjelaskan variabel tak bebas Y (independent variabel) = unsur gangguan (galat) = banyaknya variabel dependen dalam fungsi
Metode estimasi OLS mempunyai asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi yaitu: 1.
Nilai et yang diharapkan (expected value) adalah nol, yaitu E(et|xt) = 0, karena nilai y yang diharapkan hanya dipengaruhi oleh variabel independen E(y) = β0 + β 1 xt
2.
Tidak ada korelasi antara ui dengan u j {cov (ui. uj) = 0}; i≠j, artinya, deviasi Yi dari rata-rata populasi (mean) tidak menunjukkan pola {E( u i,uj ) = 0}.
3.
Homoskedastisitas ; yaitu besarnya varian ui sama atau var (u i) = σ2 untuk setiap i.
4.
Kovarian antara u i dan Xi nol {cov (u i. Xi) = 0}, artinya tidak ada korelasi antara u i dan Xi. Jika terdapat hubungan di mana Xi meningkat dan mengakibatkan u i juga meningkat atau ketika Xi menurun, maka ui juga mengalami penurunan maka
dapat dikatakan bahwa hal tersebut menunjukkan adanya korelasi antara ui dan Xi. 5.
Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan yang nyata antar independen dalam model regresi.
Asumsi di atas adalah asumsi yang diperlukan agar penduga koefisien regresi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), atau mempunyai sifat linier, tidak bias. 3.2.2. Perumusan Model Model yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model penelitian Ferdiyan (2006) mengenai pengaruh otonomi daerah terhadap pertumbuhan investasi di Provinsi Jawa Barat yang menyatakan bahwa investasi berhubungan dengan suku bunga, tingkat inflasi, PDRB, dan upah minimum. Model tersebut sesuai dengan masalah yang akan dianalisis, tetapi dilakukan penyesuaian dengan kondisi di Kota Cimahi. Investasi berhubungan dengan infrastruktur, dalam hal ini adalah panjang jalan yang diaspal. Semakin baik infrastruktur diharapkan semakin banyak pula realisasi investasi yang ada di suatu daerah. Inflasi juga mempunyai hubungan dengan investasi. Inflasi yang tinggi membuat investor enggan untuk berinvestasi, akibatnya nilai realisasi investasi menurun. PDRB suatu daerah juga mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi. PDRB merupakan salah satu ukuran pertumbuhan perekonomian daerah. Perekonomian yang baik merupakan daya tarik bagi investor. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan dalam pelaksanaan investasi di Indonesia. Peraturan yang dibuat diharapkan menjadi daya tarik bagi investor
untuk berinvestasi. Dari keterkaitan antara faktor-faktor tersebut, maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah : PMA t = β0 + β1 Jalant + β2 Inft + β 3 PDRBt + β4 Tkt + β5 D + e
(3.3)
di mana : PMA
= investasi PMA riil Cimahi tahun dasar 2000 (miliar rupiah)
Jalan
= panjang jalan yang diaspal (Km)
Inf
= inflasi Cimahi
TK
= banyaknya angkatan kerja yang bekerja (orang)
PDRB
= Produk Domestik Regional Bruto riil Cimahi (miliar rupiah)
D
= Dummy di mana D=0 tahun sebelum dan D=1 sesudah adanya PTSP,
e
= error term
t
= periode waktu (tahun)
3.2.3. Pengujian Model Setelah mengestimasi parameter regresi dengan metode OLS, dilakukan pengujian terhadap parameter tersebut. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian statistik, pengujian ekonometrik dan pengujian ekonomi. Pengujian statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Sedangkan pengujian secara ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah parameter yang diestimasi melakukan pelanggaran atau tidak terhadap asumsi klasik OLS. Sedangkan pengujian ekonomi dilakukan untuk melihat apakah tanda dan besaran koefisien dugaan yang diperoleh sesuai dengan teori ekonomi.
3.2.4. Kriteria Statistik 3.2.4.1.Uji Koefisien Determinasi (R-Squared) Nilai R-squared menyatakan seberapa besar variasi atau keragaman dari variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. R-squared mempunyai 2 sifat (Gujarati, 1978), yaitu 1. Nilai R-squared selalu non negatif. 2. Nilai terkecil 0 dan terbesar 1 Jika R-squared bernilai nol maka artinya keragaman dari variabel dependen tidak dapat diterangkan oleh variabel independennya. Sebaliknya. jika nilai Rsquared bernilai satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna. 3.2.4.2.Uji F Uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara bersama-sama. Uji F juga digunakan untuk melihat apakah model penduga yang dipakai sudah layak untuk menduga parameter yang ada di dalam persamaan. Hipotesis yang digunakan secara umum adalah sebagai berikut : H0 =βi= 0, artinya tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap penanaman modal asing H1 = β i ≠ 0, artinya minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh terhadap penanaman modal asing Uji statistik yang digunakan : F hit = di mana :
∕ /(
)
(3.4)
SSR
= jumlah kuadrat regresi
SSE
= jumlah kuadrat galat
k
= jumlah variabel terhadap intersep
n
= jumlah pengamatan/sampel
Kriteria uji : F-hitung > Ftabel, maka tolak H0 F-hitung < Ftabel, maka terima H0 Jika F-hitung > F-tabel maka tolak H0 artinya ada minimal satu parameter yang berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen atau signifikan secara statistik. Jika hasil yang didapat F-hitung < F-tabel maka terima H0 , artinya secara bersama variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel endogen. 3.2.4.3. Uji t Pengujian ini digunakan untuk menghitung koefisien regresi tiap variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah : H0 : β i = 0 H1 : β i ≠ 0;
i = 1, 2,…, n
Uji statistik yang digunakan sebagai berikut : =
(3.5)
di mana: b βi Seβ
= Parameter dugaan = Parameter hipotesis = Standar eror parameter β
Kriteria Uji : t-hitung > ttabel, maka tolak H0 t-hitung < ttabel, maka terima H0 Jika t-hitung > t-tabel maka tolak H0 berarti variabel signifikan atau berpengaruh nyata secara statistik pada taraf nyata. Jika hasil yang didapat t-hitung < t-tabel maka terima H0 yang berarti variabel yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 3.2.5. Kriteria Ekonometrik 3.2.5.1. Uji Normalitas Uji ini diakukan untuk mengetahui apakah residual (error term) terdistribusi normal atau tidak. memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Uji normalitas error term yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Jarque-Bera Test. Kriterianya adalah sebagai berikut : H0 : Error term terdistribusi normal. H1 : Error term tidak terdistribusi normal. di mana jika nilai Probability Jarque-Bera pada model lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka disimpulkan bahwa model memiliki error term terdistribusi normal.
3.2.5.2. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan keadaan di mana semua residual atau error mempunyai varian yang tidak konstan atau berubah-ubah. Heteroskedastisitas menyebabkan varian koefisien regresi yang besar, yang selanjutnya akan mengakibatkan
uji
hipotesis
yang
tidak
akurat.
Untuk
menguji
adanya
heteroskedastisitas perlu dilakukan uji White. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu : H0 : homoskedastisitas H1 : heteroskedastisitas Dengan kriteria ujinya Probability Obs* R-squared
α maka tolak H0
Probability Obs* R-squared
α maka terima H0
Jika tolak H0 maka terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model, dan jika menerima H0 maka tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model. 3.2.5.3. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. OLS mengasumsikan bahwa error merupakan variabel random yang tidak berkorelasi agar penduga bersifat BLUE walaupun masih bersifat tak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi (serrial correlation) dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW). Untuk melihat seberapa besar pengaruh autokorelasi. dapat ditunjukkan dari koefisien korelasinya atau ρ. Besarnya koefisien tersebut adalah -1 < ρ < 1. )
(3.6)
Dari persamaan di atas akan didapat nilai statistik DW. Jika statistik DW bernilai 2, ρ bernilai 0, berarti tidak ada autokorelasi. Nilai statistik DW 0, ρ bernilai 1, maka ada autokorelasi positif. Jika statisik DW bernilai 4, ρ bernilai -1, berarti ada autokorelasi positif.
Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Autokorelasi positif
0
Tidak dapat diputuskan
dL
Tidak ada autokorelasi
du
2
Tidak dapat diputuskan
4-du
Autokorelasi negatif
4-dL
4
Sumber : Gujarati (1978)
Gambar 5. Statistik d Durbin-Watson 3.2.5.4. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas pada model persamaan. Adanya multikolinearitas mengakibatkan varian koefisien regresi menjadi besar, koefisien determinasi (R2) tetap tinggi dan banyak variabel yang tidak signifikan. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diuji dengan melihat koefisien korelasi antar variabel independen yang terdapat pada matriks koefisien korelasi. Multikolinearitas juga dapat diuji dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Model tersebut mengandung multikolinearitas jika nilai VIF-nya > 10. Jika nilai VIF > 10, maka korelasi antar variabel bebas mencapai 0,9, di mana VIF = bebas.
(
)
dengan R2 adalah koefisien determinasi antara variabel
3.2.6. Analisis Shift Share Analisis shift share adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, baik dari segi pendapatan maupun sisi tenaga kerja pada suatu wilayah (Budiharsono, 2001). Penelitian ini akan menganalisis tentang PDRB yang ada di kota Cimahi. Dari hasil analisis dapat dilihat perkembangan suatu sektor dibandingkan dengan sektor lainnya yang ada pada daerah tersebut. 3.2.6.1. Analisis PDRB Kota Cimahi Jika dalam suatu wilayah terdapat m wilayah/daerah (j=1,2,3,…,m) dan n sektor ekonomi (i=1,2,3,…,n), maka perubahan dalam PDRB dapat dinyatakan sebagai berikut : ∆
=
+
+
(3.7)
di mana : ∆ Yij
=
perubahan PDRB sektor i pada wilayah j
PRij
=
persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan nasional
PPij
=
persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional
PPWij =
persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah Nilai PR, PP, dan PPW dapat diperoleh dengan menggunakan perumusan
sebagai berikut :
1. PDRB provinsi pada sektor i pada tahun dasar analisis : =
(3.8)
di mana : Yi
= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis
Yij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
2. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis : ′ =
′
(3.9)
di mana : Y’i
= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis
Y’ij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis
3. Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis : ..
=
(3.10)
di mana : Y..
= Total PDRB provinsi dari sektor ke i pada tahun dasar analisis
Yij
= Total PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
4. Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis : ..
=
(3.11)
di mana : Y..
= Total PDRB provinsi dari sektor ke i pada tahun akhir analisis
Yij
= Total PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis
3.2.6.2. Rasio PDRB Kota Cimahi dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Ra, Ri, dan ri) Nilai Ra, Ri, dan ri merupakan indikator perubahan PDRB dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis. 1. Ra Nilai Ra dihitung dari selisih antara total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis dengan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis. Penghitungannya adalah sebagai berikut : =
′ ..
.. ..
(3.12)
di mana : Ra
= rasio pendapatan nasional
Y’..
= total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis
Y..
= total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis
2. Ri Ri adalah selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Penghitungannya adalah: = di mana : Ri
= Rasio pendapatan dari sektor i
Y’i
= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis
Yi
= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis
(3.13)
3. ri ri adalah selisih antara PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis dibagi PDRB kota pada sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Penghitungannya adalah : =
(3.14)
di mana : ri
= rasio pendapatan sektor i pada wilayah j
Y’ij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis
Yij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
3.2.6.3. Pertumbuhan Regional (PR) Komponen PR adalah perubahan PDRB pada suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, kebijakan ekonomi regional, atau hal-hal lain yang memengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Rumus PR adalah : =(
)
(3.15)
di mana : PRij
= komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j
Yij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
Ra
= persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional
3.2.6.4. Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen PP terjadi karena perbedaan permintaan produk akhir, perbedaan ketersediaan bahan mentah, perbedaan kebijakan industri, dan perbedaan struktur dan keragaman pasar. PP dapat dirumuskan sebagai berikut : =(
−
)
(3.16)
di mana : PPij
= komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j
Yij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
Ri-Ra
= persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional
Jika PPij < 0 berarti sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya lambat, sedangkan apabila PPij > 0 berarti bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat. 3.2.6.5. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Komponen PPW ini mengukur besarnya peningkatan atau penurunan pendapatan regional terkait dengan pertumbuhan sektor-sektor industri tertentu di daerah yang bersangkutan dibandingkan dengan daerah / wilayah lain. Jika suatu daerah mempunyai kelebihan tertentu, misalnya sumber daya alam maka pertumbuhan pangsa wilayahnya akan mempunyai nilai positif (memiliki daya saing baik), sedangkan daerah yang tidak mempunyai keuntungan secara lokasional akan mempunyai pertumbuhan pangsa wilayah yang negatif. Komponen PPW dirumuskan sebagai berikut : =(
−
)
(3.17)
di mana : PPWij
= komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j
ri-Ri
= Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah
Yij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis Jika PP + PPW ≥ 0 maka pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk
ke dalam kelompok maju. Sebaliknya, jika PP + PPW < 0 maka pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j pertumbuhannya tergolong lambat. Berikut adalah diagram hubungan antara PP, PN, dan PPW Komponen Pertumbuhan Nasional Maju PP + PPW ≥ 0 Wilayah ke-j sektor ke-i
Wilayah ke-j sektor ke-i Lambat PP + PPW < 0
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Komponen Pertumbuhan Proporsional
Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono, Firdaus, dan Sahara (2007)
Gambar 6. Model Analisis Shift Share 3.2.6.6. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih Profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dievaluasi dengan menggunakan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Persentase petumbuhan pangsa wilayah (PPWij) diwakili oleh sumbu vertikal sedangkan
persentase pertumbuhan proporsional (PPij) digambarkan oleh sumbu horizontal. Nilai PP dan PPW di kuadran I adalah positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektorsektor yang ada di wilayah tersebut mempunyai daya saing yang baik dan pertumbuhan yang cepat. Nilai PP positif dan nilai PPW negatif di kuadran II. Hal ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang ada pertumbuhannya cepat, tetapi daya saingnya lemah. Nilai PP dan PPW negatif di kuadran III. Hal ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang ada memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang lemah. Nilai PP negatif dan PPW positif di kuadran IV. Hal ini berarti sektor-sektor yang ada memiliki pertumbuhan yang lambat tetapi mempunyai daya saing yang baik. Bagian yang berada diatas garis 45 0 yang memotong kuadran II dan IV menunjukkan bahwa suatu wilayah termasuk ke dalam kelompok wilayah yang progresif, sedangkan bagian bawah garis menunjukkan bahwa suatu wilayah termasuk ke dalam kelompok wilayah yang pertumbuhannya lambat.
PPW Kuadran IV
Kuadran I
PP
Kuadran III
Kuadran II
Sumber : Budiharsono (2001) Gambar 7. Hubungan antara PP, PN, dan PPW
Dari komponen PP.j dan PPW.j akan didapat nilai pergeseran bersih (PB.j) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PB.j dirumuskan sebagai berikut : .
=
.
+
(3.18)
.
dengan .
= .
+
+
=
+
+ ⋯+ +
(3.19) + …+
(3.20)
di mana : PB.j
= pergeseran bersih wilayah ke j
PP.j
= komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah ke j
PPW.j =komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke j Profil pertumbuhan sektor pereonomian dapat dilihat garis yang memotong kuadran II dan IV melalui sumbu yang membentuk sudut 450. Garis tersebut merupakan nilai PB.j = 0. Bagian atas garis tersebut menunjukkan PB.j > 0 yang menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut pertumbuhannya progresif (maju). Sebaliknya jika sektor-sektor perekonomian berada di bawah garis 450 berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat. Persentase perubahan PDRB, PR.j, PP.j, dan PPW.j mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Rumusannya adalah sebagai berikut : %∆
.
=
(
)
100%
(3.21)
%
=
.
.
100%
(3.22)
%
=
.
.
100%
(3.23)
% %
.
.
=
.
= .
100% 100%
(3.24) (3.25)
Persentase perubahan PDRB, PR, PP, PPW, dan PB mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan.