IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP’s) KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD RAA SOEWONDO PATI PERIODE JULI-DESEMBER 2015
ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Oleh NITA PRASETIYOWATI NIM. 050112A063
PROGRAM STUDI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN AGUSTUS, 2016
i
ii
Identifikasi Drug Related Problems (DRP’s) Kategori Ketidaktepatan Dosis Pada Pasien Hipertensi Geriatri Di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati Periode Juli-Desember 2015 Nita Prasetiyowati Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Email :
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Perubahan fisiologik akibatproses menua dan penurunan status fungsional dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung pada problem yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems). Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan tingkat kejadian yang cukup tinggi. Pada usia tua prevalensi hipertensi meningkat hingga 50%. Menurut profil Jawa Tengah tahun 2012 hipertensi terjadi sebanyak 554.771 kasus (67,57%). Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran DRP’s kategori ketidaktepatan dosis pada pengobatan penyakit hipertensi geriatri di instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati Periode Juli-Desember 2015. Metode penelitian : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan retrospektif, dengan jumlah sampel 97 yang memenuhi kriteria diambil secara proportional sampling. Analisis data menggunakan program Statistic Package for the Social Science (SPSS). Analisis univariate dengan distribusi frekuensi. Hasil : Hasil penelitian menunjukkanbahwaketidaktepatan dosis terjadi pada 9 pasien (9,3%), diantaranya adalah pasien yang mendapatkan peresepan obat overdose sebanyak 8 pasien (8,2%). Underdose sebanyak 1 pasien (1,0%), frekuensi pemberian obat tidak tepat (1,0%), sedangkan penggunaan obat dengan dosis tepat sebesar (90,7%) menurut Drug Information Handbook tahun 2015. Jenis obat yang mengalami ketidaktepatan dosis adalah amlodipine dan nifedipine. Simpulan :Drug Related Problems (DRP’s) kategori ketidaktepatan dosis pada pengobatan hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati periode Juli-Desember 2015 yaitu sebanyak 9 pasien (9,3%).
Kata Kunci : Drug Related Problems (Drp’s), Hipertensi, Geriatri, Dosis Kepustakaan : 68 (1997-2015)
1
ABSTRACT Background: Physiological changes due to the aging process and decreased functional status may influence drug therapy that lead to the problems related to drugs (drug related problems). Hypertension is a disease with high enoughincidence rate.In old age the prevalence of hypertension increases by 50%. According to the Central Java profile in 2012 hypertension occurred as many as 554.771 cases (67.57%).Objectives: This study aimed to obtain the description of DRP's category of incorrect dose in the treatment of hypertensive geriatric patients in the outpatient installation at RAA Soewondo General Hospital Pati period of July – December 2015. Method : This research was a descriptive study by using a retrospective approach, with the samples of 97 fulfilled the criteria taken by proportional sampling. Analysis of data used the program of Statistic Package for Social Science (SPSS). Univariate analysis used frequency distribution. Result : The results show that the incorrect dose occurred in 9 patients (9.3%), including patients who received drug prescription, overdose occurred in 8 patients (8,2%). underdose occurred in 1 patient (1,0%), the frequency drugs of incorrect (1,0%), while the use of medication with the right dose was (90,7%) according to the Drug Information Handbook in 2015. The types of drugs that incorrect dose is amlodipine and nifedipine. Conclusion : Drug Related Problems (DRPs) in the category of incorrect dose in the treatment of hypertensive geriatric patients in the Outpatient Installation in RAA Soewondo Hospital Pati period of July to December 2015 occurred in 9 patients (9,3%). Keywords
: Drug Related Problems (DRPs), Hypertension, Geriatric Medicine, Dose Biliographies:68 (1997-2015)
2
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perubahan fisiologik akibat proses menua, multipatologik, presentasi penyakit tidak spesifik, dan penurunan status fungsional dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung pada problem yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems) (Pramantara, 2007). Hipertensi merupakan penyakit yang sering di sebut Silent killer. Pada masa lansia hipertensi merupakan penyakit yang sering terjadi. Hipertensi merupakan tekanan darah yang melebihi batas tekanan darah normal dimana terjadi peningkatan darah sistolik dan diastolik melebihi batas normal yang terjadi tiga kejadian terpisah pada seseorang, yaitu > 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan > 90 mmHg untuk tekanan diastolik pada lansia (Smeltzer&Bare, 2013). Prevalensi hipertensi di Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 mengalami penurunan jumlah kasus. Hipertensi Esensial, yaitu sebanyak 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2011 (634.860 kasus/72,13 %). Sedangkan prevalensi kejadian hipertensi pada RSUD RAA Soewondo tahun 2015 sebesar 1768 (1,92%).Drug Related Problems (DRP’s) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat potensial yang mengganggu keberhasilan terapi yang diharapkan. Menurut Cipolle dkk(1998), DRP’s kategori dosis terbagi menjadi duabagian yaitu dosis rendah (underdose)dan dosis tinggi(overdose). Keduanya dikategorikan tidak tepat jika dosis dan frekuensi yang diberikan lebih rendah atau lebih tinggi dari buku standar. Untuk mencegah dan menghindari masalah terkait ketepatan dosis antihipertensi pada pasien usia lanjut agar dapat memberikan outcome terapi yang diinginkan, dibutuhkan pemahaman yang baik tentang terapi pengobatan kategori ketidaktepatan dosis obat pada pasien. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian pada pengobatan hipertensi pasien rawat jalan di RSUD RAA Soewondo Pati terhadap kemungkinan terjadinya Potential Drug Related Problems (DRP’s) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri. 2. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengidentifikasi gambaran Drug Related Problems (DRP’s) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri. b. Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui jumlah kasus Drug Related Problems(DRP’s) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri. 2) Untuk mengetahui angka kejadian Drug Related Problems (DRP’s) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri 3
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan pendekatan deskriptif.Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan adanya Drug Related Problems (DRP’s) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien hipertensi geriatri yang menjalani pengobatan rawat jalan di RSUD RAA Soewondo Pati selama periode bulan Juli sampai Desember 2015 yang memenuhi kriteria tertentu. Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi. 1. Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini adalah : a. Rekam medik pasien hipertensi geriatri ( ≥65 tahun). b. Pasien hipertensi dengan tekanan darah ≥ 140/90. c. Pasien geriatri yang mengalami hipertensi dengan riwayat kompllikasi yang tidak menderita gagal ginjal dan tidak menjalani hemodialisa. d. Pasien yang menderita hipertensi rawat jalan yang menjalani pengobatan antihipertensi di RSUD RAA Soewondo Pati periode Juli-Desember 2015. 2. Kriteria Eksklusi merupakan keadaan subjek tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian. Yang termasuk kriteria eksklusi adalah : a. Pasien yang menderita hipertensi rawat jalan yang menjalani pengobatan antihipertensi di RSUD RAA Soewondo Pati periode Juli-Desember 2015 tidak lengkap meliputi diagnosa yang tidak ada maupun tidak dapat terbaca jelas. b. Pasien hipertensi geriatri yang mendapatkan satu jenis obat terapi. Perhitungan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus untuk menentukan besar sampel dengan deskriptif kategorik dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 97 (Dahlan,2010). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Proportional Sampling. Proportional Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi penelitian (Sugiyono, 2003).Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di RSUD RAA Soewondo Pati. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa Lembar Pengumpul Data (LPD). Analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis univariat tentang ketidaktepatan dosis pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat jalan RSUD RAA Soewondo dengan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Data yang dicatat dari kartu rekam medik pasien kemudian dianalisis terjadinya ketidaktepatan dosis berdasarkan dosis maupun frekuensi dengan buku standar yang ada, yaitu: Drug Information Handbook tahun 2015. 4
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Karakteristik Pasien a) Distribusi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Diagnosa Medis Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati Periode Juli-Desember 2015 Keterangan Jumlah Persentase (%) Perempuan 55 56,7 Laki-laki 42 43,3 Jenis Kelamin Total 97 100,0 Lanjut Usia (65-74 72 74,2 tahun) Usia Tua (75-90 24 24,7 tahun) Umur Sangat Tua (>90 1 1,0 tahun) Total 97 100,0 Hipertensi stage 1 25 25,8 Hipertensi Stage 2 55 56,7 Diagnosa Medis Hipertensi Stage 3 17 17,5 Total 97 100,0
Hasil penelitian di RSUD RAA Soewondo Pati pada97 pasien hipertensi geriatri menunjukkan bahwa karakteristik pasien yang paling banyak adalah perempuan terdapat 55 pasien perempuan (56,7%) dan 42 pasien (43,3%) terjadi pada pasien laki-laki. Umur antara 65-74 dengan hipertensi stage 2. Dari data di atas dapat dilihat bahwa ternyata pasien perempuan lebih dari 50 % menderita hipertensi. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena adanya pengaruh sindrom withdrawal estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause yang menghasilkan produksi hormon pituitary dan hormon saraf lain yang berlebihan. Namun demikian hubungan antara tingginya resiko hipertensi dengan masa menopause pada wanita belum terlalu jelas (Kaufmann, 2005). Pada usia lanjut sering ditemukan menderita sakit hipertensi karena TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri dan mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Kuswardhani, 2005). b) Distribusi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan Penyakit Penyerta Tabel 2. Distribusi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan Penyakit Penyerta di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati Periode Juli-Desember 2015 5
No
Penyakit Penyerta
Jumlah
Persentase (%)
1.
Diabetes Milletus
22
22,7
2.
Dispepsia
18
18,6
3.
Dislipidemia
12
12,4
4.
Osteoarthritis
10
10,3
5.
Gastritis
6
6,2
6.
Vertigo
5
5,2
7.
Bronkitis
3
3,1
8.
Infeksi Saluran Kemih
2
2,1
9.
Cephalgia
2
2,1
10.
Osteoarthritis- Diabetes Milletus Osteoarthritis-Dispepsia
2
2,1
2
2,1
2
2,1
1
1,0
14.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Stroke Non Hemoragik (SNH) Gout
1
1,0
15.
Disuria
1
1,0
16.
Stomatis
1
1,0
17.
Edema
1
1,0
18.
Struma
1
1,0
19.
Neuropathy- Dislipidemia
1
1,0
20.
Diabetes Milletus-Ulcus
1
1,0
21.
Osteoarthritis -Dislipidemia
1
1,0
22.
Vertigo-Dislipidemia
1
1,0
23.
Dispepsia- Infeksi Saluran Kemih Total
1
1,0
97
100,0
11. 12. 13.
Hasil Penelitian menunjukkan penyakit penyerta yang paling banyak terjadi adalah diabetes mellitus yaitu sebanyak 25 pasien (22,7%). Hipertensi merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM. Hipertensi meningkatkan resisten insulin, karena itu hipertensi harus diterapi dengan baik (Susman, 1997; dalam Mihardja,2009). Pada pasien DM, hiperglikemi sering dihubungkan dengan hiperinsulinemia, dislipidemia, dan hipertensi yang bersama-sama mengawali terjadinya penyakit kardioavaskuler dan stroke. Kadar insulin yang berlebih tersebut menimbulkan peningkatan retensi natrium oleh tubulus ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Kadar insulin yang tinggi juga bisa menyebabkan inisiasi aterosklerosis, yaitu dengan stimulasi proliferasi sel-sel endotel dan sel-sel otot pembuluh darah (Masharani dan German,2003). 6
c) Pola Pengobatan Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan Obat Antihipertensi Tabel 3.Distribusi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati Periode Juli-Desember 2015 No.
Obat Antihipertensi
Jumlah
Persentase (%)
1.
CCB
25
25,8
2.
ARB
18
18,6
3.
CCB-ARB
14
14,4
4.
Beta Blocker
11
11,3
5.
CCB-Beta Blocker
8
8,2
6.
ACEI
7
7,2
7.
CCB-Diuretik
5
5,2
8.
Diuretik
3
3,1
9.
ARB-Diuretik
3
3,1
10.
CCB-ACEI
2
2,1
11.
ARB-Beta Blocker
1
1,0
Total
97
100,0
Keterangan : CCB : calcium chanel blocker ARB : Angiotensin II receptor blocker ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pola peresepan penggunaan jenis obat antihipertensi pada 97 pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat jalan RSUD RAA Soewondo Pati periode Juli sampai Desember 2015. Pada penggunaan obat tunggal antihipertensi lebih banyak diresepkan dari pada yang diberikan secara kombinasi. Obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal diantarannya adalah golongan CCB (calcium chanel blocker) yaitu Amlodipin, Diltiazem, Nifedipin yaitu sebesar 25,8% . Obat golongan CCB bekerja dengan cara mencegah atau menghambat masuknya ion-ion kalsium ke dalam sel-sel otot polos pembuluh darah dan tekanan darah menurun (Karyadi, 2002). Saseen dan Carter (2005) menyatakan bahwa CCB merupakan salah satu golongan antihipertensi tahap pertama dan dapat mengurangi kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pasien lanjut usia dengan hipertensi sistolik. Antagonis kalsium terbukti memiliki efektifitas, keamanan dan dapat ditoleransi oleh pasien lanjut usia (Harvey dan Woorward,2001).
7
d) Pola Pengobatan Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan Obat Non Antihipertensi Tabel 4. Distribusi Terapi Suportif Penyakit Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Jalan RSUD RAA Soewondo Pati Periode Juli-Desember 2015 Anti inflamasi non steroid Kortikosteroid Analgetik Narkotik Antiemetik Antibiotik Anti Angina Antitrombolitik Anti vertigo Antidiabetic Tukak Duodenum Glikosida Jantung Tukak lambung, Gastritis Antihiperlipidemia Anti Rematik Neurotropik/ Neurotonik Anti ansietas dan anti insomnia Antidepresan Hipertiroid Anti fungi
Parasetamol, Meloxicam, Asam mefenamat, X-flam (Kalium diklofenak), Methylprednisolon, Dexametason Codein Domperidone, Vomitas (Domperidone) Cefixim, Amoxicillin, Co-Amoxiclav, Ciprofloxacin, Thiampenicol ISDN Aspilet Betahistine Gliclazide, Metformin, Gliquidone, Deculin (Pioglitazone Hcl), Glimepiride Sukralfat, Ulsidex(Sukralfat) Digoxin Ranitidine, Rebamipid, Lansoprazole, Omeprazole, Rantin (Ranitidine), Antasida Atorvastatin, Simvastatin, Lovastatin, Gemfibrozil Allopurinol, Ketoprofen, Tofedex (Dexketoprofen trometamol), Glukosamin , Dexketoprofen, Piracetam , Neurotam (Piracetam) Zypras (Alprazolam), Diazepam, Amitriptyline PTU (Propiltiourasil) Candistatin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat yang digunakan bersama paling banyak digunakan adalah antidiabetik karena penyakit penyerta yang terjadi paling banyak adalah Diabetes Miletus.Pasien hipertensi geriatri menerima obat-obat tersebut ditujukan untuk mendukung pengobatan hipertensi yang sebagian besar sudah parah dan mengalami penyakit lain akibat hipertensi seperti stroke, gagal jantung, dan penurunan fungsi ginjal akibat penuaan dan penggunaan obat. Dengan kondisi fisiologis geriatri yang mengalami penurunan fungsi organ maka obat-obat yang metabolismenya di hati dan ginjal harus dilakukan penyesuaian dosis (Prest, 2002). 2) Dosis Antihipertensi a) Ketidaktepatan Dosis Berdasarkan Penggunaan Antihipertensi Menurut Dosis Di RSUD RAA Soewondo Pati Tabel 5. Distribusi Pola Penggunaan Antihipertensi Menurut Dosis Variasi
Golongan
Obat antihipertensi
Keterangan
Jumlah
8
Persent ase (%)
Tunggal5. Lanjutan CCB Tabel
Amlodipin
Distribusi Pola Penggunaan Antihipertensi Nifedipin
ACE Inhibitor
Beta blocker
Underdose Tepat dosis Menurut Dosis Overdose Underdose Tepat dosis Overdose
0 19 5 1 1 0
0 19,6 5,2 1,0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose Underdose Tepat dosis Overdose Underdose Tepat dosis Overdose Underdose Tepat dosis Overdose Underdose
0 7 0 0 2 0 0 4 0 0 5 0 0
0 7,2 0 0 2,1 0 0 4,1 0 0 5,2 0 0
Tepat dosis Overdose Underdose Tepat dosis Overdose Underdose Tepat dosis Overdose
18 0 0 2 0 0 1 0
18,6 0 0 2,1 0 0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 3 0
0 3,1 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 8 0
0 8,2 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 2 0
0 2,1 0
Underdose Tepat dosis
0 0
0 0
Captopril
Carvedilol
Propranolol
Bisoprolol
ARB
Diuretik
Valsartan
Furosemid
Spironolakton
Kombinasi
CCB+Diuretik
AmlodipinFurosemid
AmlodipinSpironolakton
NifedipinFurosemid
CCB+ARB
AmlodipinValsartan
AmlodipinIrbesartan
AmlodipinCandesartan
9
DiltiazemCandesartan
CCB+Beta Blocker
AmlodipinBisoprolol
NifedipinBisoprolol
CCB+ACEI
AmlodipinRamipril
AmlodipinCaptopril
ARB+Diuretik
CandesartanSpironolakton
CandesartanFurosemid
ARB+Beta Blocker
LosartanCarvedilol
Overdose
2
2,1
Underdose Tepat dosis Overdose
0 2 0
0 2,1 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 6 1
0 6,2 1,0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 2 0
0 2,06 0
Underdose Tepat dosis Overdose
0 1 0
0 1,0 0
Berdasarkan tabel 5. dapat diketahui bahwa dalam pengobatan hipertensi, dosis yang digunakan untuk setiap jenis antihipertensi berbeda-beda. Dosis tunggal antihipertensi yang paling sering digunakan adalah amlodipine golongan Ca channel blocker dengan dosis 5mg, 80mg/160 mg adalah valsartan golongan ARB. Sedangkan pada dosis kombinasi terbanyak yang diberikan adalah kombinasi antara golongan CCB dengan ARB dengan penggunaan dosis 5mg/80mg. Penggunaan obat yang diberikan kepada pasien sesuai dengan dosis terapi sebanyak 88 pasien (90,7%), Overdose sebanyak 8 pasien(8,2%), sedangkan Underdose sebanyak 1 pasien ( 1,0%). b) Ketidaktepatan Penggunaan Antihipertensi Menurut Dosis Tabel 6. Distribusi Frekuensi Ketidaktepatan Penggunaan Antihipertensi Menurut Dosis Dosis Jumlah Persentase ( % ) Tidak Tepat 9 9,3 Tepat 88 90,7 10
Total 97 100,0 Berdasarkan tabel 6. dapat diketahui bahwa dalamdosis antihipertensi yang digunakan tidak tepat 9,3% dan penggunaan obat dengan dosis tepat sebesar 90,7%. c) Ketidaktepatan Penggunaan Antihipertensi Menurut Frekuensi Pemberian Tabel 7. Distribusi Ketidaktepatan Penggunaan Antihipertensi Menurut Frekuensi Pemberian Frekuensi Jumlah Persentase ( % ) Pemberian Tidak Tepat 1 1,0 Tepat 96 99,0 Total 97 100,0 Berdasarkan tabel 7. dapat diketahui bahwa dalam pengobatan hipertensi pasien geriatri, mayoritas dosis frekuensi pemberian penggunaan obat antihipertensi sudah tepat (99,0%) dan ketidaktepatan dalam pengobatan yang dilihat dari frekuensi pemberiannya sebesar (1,0%). d) Drug Related Problems ( DRP’s) Kategori Ketidaktepatan Dosis Tabel 8. Distribusi Ketidaktepatan Penggunaan Antihipertensi Menurut Kategori Ketidaktepatan Dosis DRP’s Jumlah Persentase (%) Overdose 8 8,2 Dosis Terapi 88 90,7 Underdose 1 1,0 Total 97 100,0 Dari hasil penelitian di instalasi rawat jalan RSUD RAA Soewondo pati mayoritas tepat dosis yaitu dosis tepat sebesar 90,7% sedangkan ketidaktepatan dosis terjadi sebanyak 9,3%.Ketidaktepatan dosis terjadi diantaranya adalah overdose (8,2%), dan underdose (1,0%). 1. Overdose Pemberian obat dengan dosis diatas terapi mengakibatkan peningkatan resiko efek toksik. Dosis pemberian harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada literatur Drug Information Handbooktahun 2015. Terapi hipertensi pada lansia, termasuk pada lansia dengan isolated systolic hypertension sama dengan terapi hipertensi secara umum. Pada kebanyakan individu, dosis awal yang lebih rendah disarankan untuk menghindari gejala efek samping, bagaimanapun dosis standar obat antihipertensi dan beberapa obat untuk menangani komplikasi diperlukan pada kebanyakan pasien untuk 11
mencapai target tekanan darah (Depkes, 2006). Pemberian dosis terapi hipertensi memerlukan penyesuaian tingginya tekanan darah, karena pasien sudah lansia kemudian tekanan darah stagenya sudah stage 2 dan stage 3, maka diperlukan peningkatan dosis untuk mencapai target tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian ketidaktepatan dosis, pasien yang mendapatkan peresepan obat overdose sebanyak 8 pasien (8,2%).Overdose pada penggunaan obat antihipertensi tunggal diantaranya terdapat pada golongan CCB yaitu amlodipine. Overdose amlodipine terjadi pada peresepan pasien dengan hipertensi stage 1 yang diresepkan dengan dosis 5mg-10mg sekali sehari. Sedangkan berdasarkan Drug Information Handbook tahun 2015 dosis awal hipertensi adalah 2,5 mg sekali sehari. Efek samping penggunaan amlodipine dosis tinggi antara lain adalah hipotensi ortostatik dengan reflek takikardi. Hipotensi ortostatik yaitu berkurangnya tekanan darah yang bermakna bila melakukan perubahan posisi tubuh seperti berdiri dari posisi duduk, bangun dari posisi tidur dan dapat diikuti dengan pusing atau hilang kesadaran. Berkurangnya tekanan darah sistolik >20 mmHg atau tekanan darah diastolik >10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi berdiri lebih sering dijumpai pada lansia dengan hipertensi sistolik, diabetes, dan yang menggunakan diuretik, venodilator, dan beberapa obat-obat psikotropik (Anonima, 2006). Sedangkan reflek takikardi adalah peningkatan denyut jantung, yang dapat menyebabkan mempermudah terjadinya angina (Nafrialdi, 2007). Jenis DRP’s yang terjadi termasuk dalam potensial sebab tidak ada gejala klinis yang menunjukkan terjadinya toksisitas atau gejala efek samping yang terjadi tetapi harus diwaspadai sebab hanya beresiko terjadi dan bergantung kembali pada keluhan pasien yang tercatat dalam rekam medik. 2. Underdose Underdose adalah pemberian dosis obat pada pasien hipertensi geriatri yang lebih kecil dari dosis lazim yang tercantum dalam buku standar. Berdasarkan hasil penelitian ketidaktepatan dosis pasien yang mendapatkan peresepan obat underdose sebanyak 1 pasien (1,0%). Underdose pada penggunaan obat antihipertensi tunggal terdapat pada nifedipin golongan CCB yang diberikan 10 mg 2 kali sehari. Menurut Drug Information Handbook tahun 2015 dosis nifedipin yang dianjurkan adalah dosis awal 30-60 mg/ hari dan dosis maksimum 90-120/hari. Maka rekomendasinya ialah menaikkan dosis nifedipin. Adanya obat yang diberikan underdose memungkinkan tekanan darah pasien tidak mencapai target. Dosis yang digunakan dibawah dosis kisaran terapi untuk menimbulkan respon dan konsentrasi obat dalam serum pasien dibawah range terapi yang diharapkan. 12
Sedangkan pada penggunaan obat antihipertensi kombinasi tidak ada dosis obat yang mendapat peresepan underdose. 3. Frekuensi Pemberian Antihipertensi Tujuan diberikan aturan pemakaian adalah agar kadar obat dalam darah tetap dalam konsentrasi yang diinginkan sehingga dapat mempertahankan efek klinik. Hal ini dapat terjadi jika obat yang diberikan dengan interval waktu yang lebih pendek dari waktu untuk eliminasi obat yang diberikan pada dosis sebelumnya (Joenoes, 2004). Jika frekuensi yang diberikan lebih rendah dari anjuran, maka obat akan dieliminasi dan kadar obat dalam darah lebih rendah sehingga efek yang diinginkan tidak tercapai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas frekuensi pemberian antihipertensi sudah tepat (99,0%). Meskipun demikian masih terdapat frekuensi pemberian antihipertensi yang tidak tepat sebanyak (1,0%) karena frekuensi pemakaian dari nifedipin 2 kali sehari dengan dosis 10mg. Ketidaktepatan frekuensi pemakaian obat antihipertensi akan berpengaruh terhadap efek yang akan mengakibatkan berubahnya respon tubuh. Sehingga akan menyebabkan dosis kurang (underdose) atau bahkan dosis terlalu banyak (overdose) D. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian identifikasi Drug Related Problems Kategori ketidaktepatan dosis dapat diambil kesimpulan: 1. Dosis terapi antihipertensi yang tepat adalah 88 pasien (90,7%), sedangkan yang tidak tepat adalah sebanyak 9 pasien (9,3%) dari 97 pasien. 2. Frekuensi pemberian antihipertensi yang diberikan tepat sebanyak 96 pasien (99%). Sedangkan yang tidak tepat yaitu sebanyak 1 pasien (1,0%). 3. Pemberian dosis pada 97 pasien mengalami Drug Related Problemsyaitu overdose terjadi pada 8 pasien (8,2%), sedangkan underdose terjadi pada 1 pasien (1,0%) yang didalamnya termasuk dalam frekuensi pemberian yang tidak sesuai. Dosis terapi yang tepat di RSUD RAA Soewondo terjadi pada 88 pasien (90,7%) sesuai dengan pustaka Drug Information Handbooktahun 2015. E. UCAPAN TERIMA KASIH Seluruh civitas akademika STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Ketua Program Studi Farmasi Stikes Ngudi Waluyo Ungaran Drs. Jatmiko Susilo, Apt., M.Kes, Dosen Pembimbing I Dian Oktianti, S.Far., M.Sc.,Apt., Dosen Pembimbing II Richa Yuswantina, S.Farm.,Apt.,M.si F. DAFTAR PUSTAKA Anonima, 2006, Pharmaceutical Care untuk Hipertensi, hal 17-23, DepartemenKesehatan RI, Jakarta. Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,75, 82-83, 90-95, 101-105, Mc Graw Hill, New York. 13
Dahlan, M.S.,2010, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Edisi III, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Harvey, P. A., And Woodward, M. C.,(2001). Management of Hypertention in Older People, Geriatric Therapeutics, Aged Care Servis Austin and Repatriation Medical Centre: Victoria. Joenoes, Z. N., 2004, ARS Prescibendi, Resep yang Rasional, Edisi I, 4966,Airlangga Univercity Press, Surabaya. Kaufmann, G.R., 2005, Epidemiology of Hypertension, dalam Battegay, E.J.,Lip, G.Y.H., Bakris, G.L., Hypertension Principles and Practice,29, Taylor and Francis Group, Boca Raton. Kuswardhani, R, A, T. (2005). Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jurnal Penyakit Dalam Volume 7. Nomor 2. FK Unud: Denpasar. Lacy F. Charles, dkk 2015. Drug Information Handbook 24th edition. American Pharmacist Association : Lexi-Comp. Masharani. U., German. M. S. 2007. dalam a lange greenspan’s basic and Clinical Endocrinology (8th ed), McGraw Hill Companies, USA. 18:661-747 Mihardja, L.,2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus dalam Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta Nafrialdi, 2007, Antihipertensi dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapiedisi 5, 341-343, Departemen Farmakologi dan TerapeutikFakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Pramantara, I.D.P., 2007, Kekhususan Masalah Kesehatan Usia Lanjut yang Terkait Terapi Obat, Makalah Seminar Nasional: MenyiapkanStrategi Terpadu untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Obatpada Pasien Geriatri, Fak. MIPA Jur. Farmasi, UII Yogyakarta, 16 Juni 2007. Prest, M., 2002, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam Aslam, M., Tan,C.K., Prayitno, A., Farmasi Klinis, 203-215, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Saseen, J.J., & Maclaughlin, E. J., (2008), Cardiovascular Disorder: Hypertension, Editor : Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M., Pharmacotherapy A Pathophysiological Approach, Sixth Edition, MC GRAWHILL Medical Publishing Division: New York. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2013. Buku Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.ed.8. Jakarta : EGC.
14