104 EFIKASI BEBERAPA JENIS HERBISIDA TERHADAP TANAMAN PENUTUP TANAH LEGUMENOSA DI JALUR TANAMAN KOPI MUDA THE EFFICACY OF SOME HERBICIDES AGAINST LEGUMINOUS COVER CROPS IN THE PLANTING STRIPS OF YOUNG COFFEE I Ketut Ngawit Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK Beberapa tumbuhan kacang-kacangan penutup tanah yaitu Pueraia javanica, Centrosema pubescens dan Calopogonium mucunoides diberi perlakuan dengan beberapa jenis herbisida, yaitu Triclopyr (3,5,6trichloro-2-pyridinyloxy-acetic acid) dengan dosis 0,150; 0,300; dan 0,450 l b.a/ha, lalu dibandingkan terhadap perlakuan herbisida Paraquat (1,1-dimethyl-4,4-bipyrydilium), 2,4-D amine dan Goal-2E (Oxadiozon) dalam jalur-jalur tanaman kopi muda. Percobaan ini dilaksanakan di Desa Celelos, Kecamatan Gondang, Lombok Barat Nusa Tenggara Barat sejak bulan Februari sampai Desember 2006, dengan rancangan Acak Kelompok. Herbisida Triclopyr dosis 0,300 dan 0,450 l b.a/ha ternyata efektif untuk mengendalikan P. javanica, C. pubescens, C. mucunoides sampai 120 hari setelah aplikasi. Tanaman penutup tanah dapat ditekan pertumbuhannya oleh herbisida Tryclopyr dosis 0,150 l b.a/ha pada waktu 30 dan 60 hari setelah aplikasi, lalu efikasinya menurun pada waktu 90 hari setelah aplikasi. Aplikasi Triclopyr dosis 0,450 l b.a/ha dan Goal-2E mampu menurunkan berat kering P. javanica 92,21%; C. pubescens 96,35% dan C. mucunoides 99,0%, yang berbeda nyata dari perlakuaan herbisida Paraquat, 2,4-D amine, dan kontrol. P. javanica, C. pubescens, C. mucunoides dan beberapa jenis gulma berdaun lebar tidak cukup terberantas dengan herbisisa Tryclopyr dosis 0,150 l b.a/ha, Paraquat dan 2,4-D amine. ABSTRACT The legume cover crops i.e. Pueraia javanica, Centrosema pubescens and Calopogonium mucunoides were treated with Triclopyr (3,5,6-trichloro-2-pyridinyloxy-acetic acid) at the raters of 0,150; 0,300; and 0,450 l product/ha, then compered with Paraquat (1,1-dimethyl-4,4-bipyrydilium, 2,4D amine and Goal-2E (Oxadiozon) in the strips of young Coffee plantation. The experiment was carried out by Randomized Block Design in Celelos, Gandang, West Lombok, Nusa Tenggara Barat from February until December 2006. Tryclopyr at the raters of 0,150; 0,300; and 0,450 l product/ha were effective to control P. javanica, C. pubescens, C. mucunoides and broad-leaf weeds until 120 days after application. The legume cover crops were controlled by : Tryclopyr at the raters of 0,150 l product/ha at 30 and 60 days after application. The efficacy of Triclopyr decreased at 90 days after application. The application of 0,450 l product /ha triclopyr and Goal 2E decreased the dray matter of P. javanica 92,21%; C. pubescens 96,35% and C. mucunoides 99,0%, which were significantly different from the Paraquat, 2,4-D amine and untreated. P. javanica, C. pubescens, C. mucunoides and same of broad-leaf weeds were not adequately contolled by Triclopyr at the rate of 150 l product /ha; Paraqut and 2,4-D amine. _____________________ Kata kunci: herbisida, efikasi, gulma, kopi Keywords: herbicide, efficacy, weed, coffee PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran penting tersebut mencakup penyediaan lapangan kerja, devisa, pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan, dan pelestarian lingkungan. Peranan
I.K. Ngawit: Efikasi beberapa ...
strategis dalam perekonomian, subsektor perkebunan mempunyai peran yang signifikan dalam penyediaan lapangan kerja dengan kontribusi sekitar 17 juta pada tahun 2003. Peran ini relatif konsisten, baik ketika Indonesia mengalami masa krisis maupun dalam masa booming. Terhadap PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah
105 sekitar 2,9 % atau sekitar 2,6 % PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17,6%, sedangkan terhadap PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3,0% dan 2,8% (Badan Pusat Statistik, 2004). Sejalan dengan dinamika yang terjadi, subsektor perkebunan secara terus menerus mengalami perubahan lingkungan strategis. Pertama, perubahan lingkungan strategis tersebut bersumber dari isu globalisasi yang pada dasarnya menuju pada liberalisasi perdagangan dan industri. Kedua, perubahan lingkungan strategis pada isu-isu lingkungan. Ketiga, sektor pertanian juga mengalami perubahan lingkungan strategis yang berpangkal dari pelaksanaan otonomi daerah. Perubahan faktor politik dan krisis multi-dimensional yang kini dihadapi Indonesia juga merupakan sumber perubahan lingkungan strategis. Salah satu strategi yang menjadi keharusan dalam merespon perubahan lingkungan strategis adalah melakukan penerapan teknologi termutakhir. Untuk itu pengelola perkebunan perlu memperhatikan mengenai perkembangan teknologi perkebunan yang sudah dikembangkan maupun yang masih perlu dikembangkan pada masa mendatang. Pengembangan perkebunan kopi tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya dan tujuan dari pengembangannya, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor kebijakan pengembangan komoditas ini sangat dipengaruhi oleh arah pengembangannya terutama jangka panjang. Kebijakan pengembangan perkebunan kopi saat ini masih diarahkan untuk peningkatan produktivitas dan mutu hasil kopi untuk meningkatkan nilai ekspor. Disamping ditujukan untuk meningkatkan produktivitasnya, perkebunan kopi juga mempunyai banyak manfaat lain terutama untuk konservasi lahan dan juga bisa dikembangkan ke arah agro wisata (Hulupi dan Mawardi, 1998). Sebagai komoditas andalan perkebunan, dimasa yang akan datang pengembangan kopi di Indonesia tetap penting mengingat beberapa keunggulan yang masih memungkinkan terjadinya peningkatan daya saing secara optimal. Keunggulan tersebut diantaranya adalah: (1) Masih terbukanya peluang peningkatan produktivitas dan kualitas lahan dan tanaman dengan ketersediaan IPTEK dan tenaga kerja yang memadai; (2) Terbukanya peluang peningkatan nilai tambah dari kegiatan diversifikasi usaha; (3) Pola pengembangan yang mendukung usahatani berkelanjutan; (4) Eksistensi keberadaan kopi Indonesia masih
diperhitungkan dunia karena karakteristik yang dimiliki jenis kopi Indonesia tersebut tidak dapat digantikan oleh kopi negara lain; (5) Potensi pengembangan produk spesial dan organik serta agrowisata berbasis kopi; (6) Potensi lahan yang sesuai agroklimat (1.000 dpl.) berpoteni tinggi seluas 9,6 juta ha; (7) Permintaan dunia terhadap kopi arabika dan robusta yang masih cukup tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka strategi pengembangan perkopian ke depan adalah mewujudkan sistem dan usaha agribisnis kopi dalam suatu Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIM-Bun) yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan dan terdesentralisasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Sehubungan dengan itu, di wilayah NTB luas areal perkebunan kopi pada akhir tahun 2006 hanya mencapai 4.400 ha. Produktivitasnya tergolong masih rendah, karena rata-rata produksi yang dapat dicapai per tahun berdasarkan luasan areal yang dikelola hanya mencapai 0,5 ton/ha, sementara rata-rata produktivitas nasional mencapai 2,5 ton/ha (Disperindag Tk.I NTB, 2003). Ada beberapa faktor yang diduga cukup signifikan berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas perkebunan kopi di wilayah NTB. Faktor yang dimaksud adalah masih rendahnya potensi sumber daya manusia, lingkungan fisik terutama iklim dan tanah yang kurang mendukung, kurangnya penerapan teknologi budidaya dan kurangnya infra sturktur sebagai pendukung dalam pengembangan usaha perkebunan kopi. Kendala lain yang selalu menjadi hambatan untuk mengembangkan usaha perkebunan kopi adalah masalah gulma. Permasalahan ini semakin signifikan pengeruhnya pada saat tanaman masih muda (0 – 3 tahun). Sehingga pengendalian gulma pada perkebunan kopi merupakan kegiatan rutinitas yang menyedot biaya produksi cukup tinggi, yaitu mencapai 25 30 % dari biaya produksi per tahun (UPP Kopi Kebun Induk Pupuan, 1998). Salah satu alternatif yang digunakan untuk pengendalian guma pada tanaman kopi muda adalah dengan cara biologi menggunakan tanaman penutup tanah dari kelompok leguminosa seperti Pueraia javanica, Centrosema pubescens dan Calopogonium mucunoides serta dari kelompok tanaman lain seperti ubi jalar dan talas. Penanaman tanaman penutup tanah untuk pengendalian gulma dapat memberikan keuntungan antara lain: 1) Pertumbuhan gulma terutama dari kelompok rumput-rumputan dan teki dapat dieliminir sampai 95%; 2) Tanaman penutup tanah dari Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007
106 kelompok leguminosa mampu menyumbangkan unsur nitrogen ke dalam tanah; 3) Dapat menahan laju erosi tanah dengan memperbaiki sistem limpasan (run-off), menahan kadar lengas tanah, menambah bahan organik sehingga struktur tanah yang baik dapat tetap dipertahankan (Sudiman dan Amypalupy, 1998). Masalahnya dalam penggunaan tanaman penutup tanah adalah diperlukannya perawatan yang intensif terutama pada awal pertumbuhannya sampai umur 2 bulan. Kemudian setelah berumur 1 – 2 tahun, sering diikuti oleh tumbuhnya gulma berdaun lebar sehingga perlu pemurniannya secara berkala. Pada stadia tumbuh lebih lanjut tanaman penutup tanah tumbuh dengan cepat dan subur sehingga merambah ke jalur tanaman kopi, bahkan sampai melilit ke batang dan cabangsabang serta kanopi daun tanaman kopi. Pada periode ini diperlukan pengendalian penutup tanah leguminosa tersebut secara intensip. Pengendalian tanaman penutup tanah selama ini pada areal perkebunan umumnya dilakukan secara konvensional dengan membabat dan mencangkul pada areal pinggiran jalur-jalur tanaman kopi (Burhendhy dan Sianturi, 1996). Pengendalian cara ini memang cukup efektif dan selektif mengendalikan pertumbuhan tanaman penutup tanah tersebut, namun dalam prakteknya di lapang ternyata kurang efisien karena memerlukan banyak tenaga kerja, waktu dan biaya. Selain itu biji-biji maupun ruas-ruar serta bonggol tanaman penutup tanah berkemampuan tinggi untuk tumbuh kembali, akibatnya penyebaran tanaman penutup tanah itu menjadi tidak terkendali sehingga justru tanaman itu sendirilah yang menjadi gulma berbahaya. Untuk mengatasi permasalahan penggunaan tanaman penutup tanah tersebut, beberapa peneliti telah menganjurkan beberapa jenis
herbisida seperti Tryclopyr, 2,4-D amine, Alachlor dan Goal 2E yang efektif menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar dapat digunakan untuk mengendalikan tanaman penutup tanah (Fitriana et al.., 1988). Namun demikian penggunaan herbisida tersubut lebih banyak untuk pengendalian gulma golongan berdaun lebar pada tanaman tebu, teh, karet, dan kelapa sawit, pakan ternak maupun pada areal bukan lahan pertanian (Siswanto et al., 1997). Herbisida tersebut bekerja secara sistemik dan selektif, terserap melalui daun dalam bentuk ester dan juga dapat terabsorpsi lewat akar dalam bentuk garam. Karena itu efektifitas dan selektifitasnya pada perkebunan kopi perlu dikaji lebih mendalam. Terutama dampaknya terhadap tanaman kopi mengingat tanaman kopi sangat peka terhadap perlakuak-perlakuan bahan pembaik tanah seperti herbisida, karena sistem perakaran kopi yang berada dangkal di permukaan tanah. Sehubungan dengan hal itu, maka telah dikukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemempanan beberapa jenis herbisida dalam mengendalikan tanaman penutup tanah dan gulma berdaun lebar pada tanaman kopi muda serta dampaknya terhadap intensitas keracunan tanaman kopi. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan melakukan percobaan di kebun milik petani di Desa Celelos, Kecamatan Gondang Lombok Barat, NTB, mulai bulan Februari sampai bulan Desember 2006. Perlakuan-perlakuan yang diuji adalah seperti pada Tabel 1. Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat (4) ulangan. Luas petak perlakuan 2,5 x 40 m yang merupakan lajur tanaman kopi, sehingga pada setiap petak perlakuan terdapat 20 pohon tanaman.
Tabel 1. Narasi perlakuan-perlakuan percobaan Perlakuan Triclopyr 480 EC Triclopyr 480 EC Triclopyr 480 EC Paraquat 2,4-D amine Goal 2E Pengendalian cara manual dieder dengan cangkul Kontrol
Dosis aplikasi (b.a/ha) 0,150 l/ha 0,300 l/ha 0,450 l/ha 0,500 l/ha 0,600 l/ha 0,500 l/ha 2 kali
I.K. Ngawit: Efikasi beberapa ...
-
Waktu aplikasi (bulan setelah tanam) Umur tanaman penutup tanah 20 bulan Umur tanaman penutup tanah 20 bulan Umur tanaman penutup tanah 20 bulan Umur tanaman penutup tanah 20 bulan Umur tanaman penutup tanah 20 bulan Umur tanaman penutup tanah 20 bulan Saat tanaman berumur 30 bulan dan 60 bulan -
107 Lokasi percobaan perupakan perkebunan kopi rakyat varietas Robusta yang berumur 40 bulan, dengan jarak tanam 2,0 x 2,5 m dengan tanaman penutup tanah yang berumur 20 bulan yang didominasi Pueraia javanica dan Calopogonium mucunoides serta bercampur dengan gulma Melastoma malabathricum, Chromolaena odorata, Ageratum conycoides dan Lantana camara (golongan berdaun lebar), Imperata cylindrica, Brachiaria mitica, Paspalum commersonii, Digitaria ciliaris (golongan rumput-rumputan). Jenis tanah adalah entiosol, dengan ketinggian tempat ± 550 m dpl. Parameter yang diamati adalah : 1. Luas penutupan tanaman penutup tanah (%), dilakukan dalam selang waktu 15 hari setelah aplikasi herbisida atau mulai 15, 30,45, 60,90, dan 120 hari setelah aplikasi herbisida. Luas petak sampel pengamatan 1m x 1m, sebanyak 5 buah yang tata letaknya ditentukan secara random sampling beraturan dengan arahan garis diagonal petak perlakuan. 2. Bobot kering tanaman penutup tanah leguminosa masing-masing species dipisahkan. Pengamatan dilakukan pada saat 30, 60, 90 dan 120 hari setelah aplikasi. Sampel ditetapkan seluas 0,5 m2 sebanyak 5 buah untuk setiap perlakuan yang distribusinyan ditentukan dengan metode random sampling beraturan. Tanaman sampel yang diambil kemudian dipisahkan antara organ yang mati/kering dengan organ yang hidup, lalu organ yang hidup/segar dikeringkan dalam oven dan ditimbang. 3. Kemempanan (daya berantas) herbisida terhadap tanaman penutup tanah dilakukan dalam selang waktu 15 hari setelah aplikasi herbisida atau mulai 15, 30,45, 60,90, dan 120 hari setelah aplikasi herbisida. Nilai kemempanan herbisida dihitung berdasarkan nilai SDR (some dominance ratio) masingmasing jenis tanaman penutup tanah, dengan rumus sebagai berikut (Ngawit, 1996) :
Eh =
I0 − Ih x 100 % I0
Eh = Nilai kemempanan herbisida (%) I0 = Nilai SDR tanpa perlakuan herbisida; Ih = Nilai SDR pada perlakuan herbisida Berdasarkan nilai perhitungan kemempanan tersebut, herbisida yang diuji kemempanannya digolongkan ke dalam katagori
kemempanan, seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori kemempanan herbisida No. 1 2 3 4 5
Nilai kemempanan (%) 0 > 0 - 25 > 25 - 50 > 50 - 75 > 75 -100
Kategori Kemempanan Tidak mempan Kurang mempan Cukup mempan Mempan Sangat mempan
Sumber : PT. Bayer Agrochemicals Indonesia, Jakarta. 4.
Keracunan tanaman kopi diamati setelah tampak adanya gejala keracunan umum seperti pucuk tanaman melengkung dan layu, warna daun kuning, coklat lalu mengering yang dimulai dari bagian tepi ujung daun. Pengamatan keracunan tanaman dimulai 15, 30, 45, 60, 90 dan 120 hari setelah aplikasi. Nilai keracunan tanaman dihitung berdasarkan persentase komulatif daun yang keracunan pada setiap pohon tanaman. Perhitungannya adalah dengan rumus sebagai berikut (Ardjasa et al., 1977):
DK =
a x 100 % a+b
DK = Persentase komulatif daun keracunan a = Komulatif daun keracunan; b = Komulatif daun yang tidak keracunan Berdasarkan perhitungan komulatif daun keracunan tersebut, nilai keracunan tanaman oleh herbisida digolongkan kedalam salah satu kategori keracunan, seperti disajikan pada Tabel 3 berikut (Ardjasa et al., 1977) : Tabel 3. Kategori keracunan herbisida No. 1 2 3 4 5
Nilai Keracunan (%) 0-5 > 5 - 25 > 25 - 50 > 50 - 75 > 75
Kategori Keracunan Tidak keracunan Keracunan ringan Keracunan sedang Keracunan berat Keracunan sangat berat
Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007
108 HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Penutupan Tanah Penutupan total oleh Pueraria javanica (Pj). Centrosema pubescen (Cp), dan Calopogonium mocunoides (Cm) pengamatannya dilakukan secara visual dengan menggunakan alat “leaf area detector” dan dinyatakan dalam persen. Hasil pengamatan persentase penutupan total dari ketiga tanaman tersebut (Pj + Cp + Cm) disajikan pada Tabel 4. Pengamatan secara visual terhadap tanaman penutup tanah sebagai sasaran dilakukan secara total, mengingat Pueraria javanica yang mendominasi areal tanam sedangkan Centrosema pubescen, dan Calopogonium mocunoides tereliminir perkembangannya. Mendominasinya perkembangan Pueraria javanica karena berkaitan dengan kemampuan tumbuhnya yang lebih cepat dibandingkan dengan Centrosema pubescen dan Calopogonium mocunoides di samping itu helaian daun P javanica lebih lebar sehingga kanopinya lebih cepat menutup areal tanam. Pada Tabel 4 tampak bahwa pertumbuhan total dari semua jenis tanaman penutup tanah pada awal pengamatan 15 HSA berkisar antara 4,8 – 44,85 %. Penutupan tersebut meningkat mencapai 86,90 % pada saat 120 hari setelah aplikasi untuk perlakuan herbisida 2,4-D, dan untuk herbisida Paraquat 80,0%. Sedangkan pada petakan kontrol (tanpa perlakuan) penutupan tananaman penutup sejak awal perlakuan sampai 120 hari setelah aplikasi herbisida tampak konstan pada kisaran 80,45 –
Tabel 4.
Perlakuan
Triclopyr Triclopyr Triclopyr Paraquat 2,4-D Goal 2E Manual Kontrol
91,78 %. Aplikasi herbisida Triclopyr dosis 0,3 – 0,45 l b.a/ha dan Goal 2E cukup mempan mengendalikan pertumbuhan tanaman penutup tanah sampai 120 hari setelah aplikasi di mana penutupannya hanya mencapai 17,28 dan 14,26%. Triclopyr dosis 0,150 l b.a/ha eketifitasnya kurang menekan pertumbuhan tanaman penutup tanah ini, di mana penutupannya hanya mencapai kisaran 30,74 – 34,35 pada saat 45 – 60 hari setelah aplikasi, kemudian pertumbuhan tanaman penutup tanah kembali normal, yaitu mencapai 80,89 - 84,10 % pada saat 105 da 120 hari setelah aplikasi. Adapun herbisida Paraquat dan 2,4-D amine, hanya efektif mengendalikan tanaman penutup tanah sampai 60 HSA dengan penutupan masing-masing sebesar 15,66% dan 15,69%, kemudian terjadi pertumbuhan kembali 75 HSA dan tumbuh normal pada saat 120 HSA dengan penutupan masing-masing 80,00%, 86,90%, dan 85,00%. Daya Berantas Herbisida Daya berantas (kemempanan) tiap herbisida dan cara pengendalian manual ditentukan berdasarkan kemampuannya menekan populasi dan pertumbuhan tanaman penutup tanah dan gulma. Nilai kemempanan herbisida dihitung berdasarkan nilai SDR (some dominance ratio) masing-masing jenis gulma dan tanaman penutup tanah dinyatakan dalam besaran persen antara 0 – 100%, dengan katagori kemempanan dari tidak mempan sampai sangat mempan. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 5.
Rata-rata persentase penutupan total ketiga jenis tanaman sasaran (Pj+Cp+Cm) akibat perlakuan beberapa jenis herbisida pada berbagai periode setelah aplikasi Dosis liter b.a/ha 0,150 0,300 0,450 0,500 0,600 0,500 2 kali
15 HSA 44 ,85 21,66 14,63 12,76 22,43 14,52 4,80 80,45
Petutupan total oleh tanaman penutup tanah (Pj+Cp+Cm) % 30 45 60 75 90 105 HSA HSA HSA HSA HSA HSA 38,27 30,74 34,35 37,88 67,90 80,89 15,65 10,86 11,00 7,30 8,78 16,61 12,80 6,75 4,00 9,10 11,00 14,00 8,21 5,22 15,66 49,10 60,26 79,21 12,32 8,14 15,69 66,27 76.80 86,00 6,44 3,80 14,00 24,8 74,60 16,60 2,10 2,00 1,80 3,54 10,10 15,45 82,66 85,00 88,00 87,90 86,80 88,95
b.a = Bahan aktif; HSA = Hari setelah aplikasi
I.K. Ngawit: Efikasi beberapa ...
120 HSA 84,10 17,28 14,26 80,00 86,90 16,00 15,66 91,78
109 Tabel 5.
Perlakuan
Daya berantas (kemempanan) beberapa jenis herbisida terhadap tanaman penutup tanah pada jalur tanaman kopi muda Dosis liter b.a/ha 0,150 0,300 0,450 0,500 0,600 0,500 2 kali
Daya berantas (kemempanan) % 15 30 45 60 75 90 105 120 HSA HSA HSA HSA HSA HSA HSA HSA Triclopyr 84,80 88,27 30,74 34,35 8,80 6,90 1,89 1,10 Triclopyr 80,66 90,65 88,80 78,00 77,30 75,78 46,61 37,28 Triclopyr 84,60 92,80 86,75 84,00 79,20 76,00 54,00 44,20 Paraquat 82,66 98,24 95,02 75,66 30,10 10,26 9,21 0,00 2,4-D 82,46 92,32 98,10 75,69 26,27 6.80 6,00 0,90 Goal 2E 84,78 96,40 83,80 64,00 24,85 4,60 1,60 0,00 Manual 84,80 92,10 92,00 91,80 83,54 10,10 5,45 4,66 Kontrol 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Keterangan : b.a = Bahan aktif; HSA = Hari setelah aplikasi; 0% = tidak mempan ; >0 - 25% = kurang mempan; >25 - 50% = cukup mempan; >50 - 75% = mempan; dan >75 - 100%= sangat mempan. Pada Tabel 5 terlihat bahwa aplikasi herbisida Triclopyr dosis 0,15 l b.a/ha daya berantasnya terhadap tanaman penutup tanah sangat mempan (nilai kemempanan 88,27 – 84,80%) sampai 30 HAS, kemudian kemempanannya semakin berkurang yaitu hanya cukup mempan pada pengamatan 35 – 60 HAS, dan setelah 75 hari kemempanannya berkurang drastis yaitu sampai tidak mempan pada pengamatan 90, 105 dan 120 HSA. Hal sebaliknya terjadi untuk aplikasi herbisida ini dosis 0,30 dan 0,45 l b.a/ha, yaitu daya berantasnya sangat mempan sampai 90 hari setelah aplikasi, meskipun kemudian daya berantasnya menurun menjadi cukup mempan pada saat 105 – 120 HSA. Herbisiada Paraquat, 2,4-D dan Goal 2E daya berantasnya terhadap tanaman penutup tanah juga tidak lebih baik dibandingkan dengan herbisida Triclopyr dosis 0,30 dan 0,45 l b.a/ha. Kemempananya yang terbaik, yaitu tergolong sangat mempan hanya terjadi sampai pada saat pengamatan 60 HSA, kemudian kemempanannya menurun menjadi kurang mempan sampai tidak mempan samasekali sejak pengamatan 90 – 120 HSA. Hal ini berbeda dengan herbisida Triclopyr yang diaplikasikan dengan dosis 0,30 dan 0,45 l b.a/ha, yang masih tetap sangat mempan sampai 90 HSA. Tampaknya pengendalian cara manual, yaitu pengendalian dengan cara membabat yang dilakukan sebanyak dua kali saat 30 HSA dan 60 HSA, juga tidak mampu secara konstan menekan pertumbuhan dan populasi penutup tanah dan gulma berdaun lebar. Bobot Kering Tanaman Penutup Tanah Bobot kering tanaman penutup tanah yang diamati meliputi Pueraria javanica, Centrosema pubescens, dan Calopogonium mocunoides. Data
rata-rata bobot kering biomas Pueraria javanica disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 tampak bahwa Triclopyr dosis 0,15 l b.a/ha tidak efekbtif menekan pertumbuhan P. javanica karena bobot kering biomasnya tidak berbeda nyata dengan bobot kering yang didapatkan dari petakan kontrol (tidak disiang) pada beberapa periode setelah aplikasi seperti saat 30, 90 dan 120 HSA. Herbisida Goal 2E ternyata paling efektif menekan pertumbuhan P. javanica sejak pengamatan 30 – 120 HSA, di mana bobot keringnya hanya mencapai 12,26 – 15,44 g/m2 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyiangan manual (disiang dua kali), saat pengematan 30 dan 60 HSA. Namun demikian perlakuan penyiangan manual tidak mamu mempertahankan efektifitasnya sampai saat pengamatan 90 dan 120 HSA, karena bobot biomas P. javanica kembali meningkat sampai mendekati pertumbuhan normal. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan herbisida Triclopyr 0,15 l b.a/ha, Paraquat dan 2,4-D amine, bahwa kemampuannya menekan pertumbuhan P. javanica semakin berkurang sejalan dengan semakin lamanya waktu aplikasi. Tampaknya selain herbisida Goal 2E, ternyata herbisida Triclopyr dosis 0,30 dan 0,45 l b.a/ha, juga efektif menekan pertumbuhan P. javanica selama pengamatan, karena bobot biomas kering yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan bobot biomas kering pada perlakuan herbisida Goal 2E. Rata-rata bobot kering C. pubescens pada berbagai periode setelah aplikasi beberapa jenis herbisida disajikan pada Tebel 7. Populasi C. pubescens sangat rendah yang tercermin dari bobot kering yang berkisar antara 13,68 – 19,24 g/m2 pada saat sebelum aplikasi herbisida. Rendahnya populasi tersebut disebabkan antara
Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007
110 lain, karena pada saat tanam dilakukan campuran dengan P. javanica dan C. mocunoides yang merata yaitu 1 : 1: 1, sehingga akibat dari kemampuan tumbuh dari C. pubescens yang relatif lebih lambat menyebabkan pertumbuhannya tertekan oleh dominansi P. javanica Di samping itu sifat fisiologis dari bijibiji C. pubescens dan C. mocunoides yang masa dormansinya lebih lama dari P. javanica diduga besar pengaruhnya terhadap kemampuan dari tanaman penutup tanah ini bersaing dengan tanaman laiannya. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat 30, 60, 90 dan 120 hari setelah aplikasi terlihat bahwa herbisida Goal 2E dan Triclopyr dengan osis 0,30 dan 4,5 l b.a/ha tetap lebih unggul menekan pertumbuhan C. pubescens dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini tercermin dari bobot keringnya yang nyata lebih Tabel 6.
Perlakuan
rendah dibandingkan dengan perlakuan disiang dua kali, sampai saat pengamatan 120 HSA. Hal yang sama tampaknya terjadi pula terhadap populasi C. Mucunoides. Pada saat sebelum aplikasi herbisida populasinya juga sangat rendah karena tereliminir oleh P. jacanica, hal ini tampak pada Tabel 8, bahhwa bobot kering biomas C. mucunoides berkisar antara 5,04 – 9,24 g/m2. Jadi semakin jelas tampak bahwa aplikasi herbisida triclopyr dosneis 0,30 dan 0,45 l b.a/ha serta herbisida Goal 2E lebih efektif menekan secara total tanaman penutup tanah meskipun pada awal periode setelah aplikasi tidak nyata pengaruhnya. Akan tetapi setelah periode aplikasi 60 HSA kemampuannya menekan pertumbuhan tanaman penutup tanah tetap konstan dan bahkan lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan manual disiang 2 kali.
Rata-rata bobot kering biomas P. javanica pada beberapa periode beberapa jenis herbisida di jalur tanaman kopi muda Dosis liter a.i/ha 0,150 0,300 0,450 0,500 0,600 0,500 2 kali
setelah aplikasi
Bobot kering biomas P. javanica (g/m2) 30 HSA 60 HSA 90 HSA 188,60 e 152,44 f 179,88 cd 39,96 d 33,71 d 22,76 a 32,46 d 24,67 c 16,45 a 16,33 b 18,80 bc 67,54 b 34,67 cd 56,86 e 178,68 cd 14,28 ab 14,77 ab 12,26 a 10,12 a 9,26 a 168,32 c 188,12 e 190,84 g 194,66 d 5,48 6,32 12,66
0 HSA 120 HSA Triclopyr 187,16 192,65 c Triclopyr 189,21 20,32 a Triclopyr 190,22 15,89 a Paraquat 182,33 198,76 c 2,4-D 190,24 194,21 c Goal 2E 187,13 15,44 a Manual 188,64 188,26 b Kontrol 192,24 198,21 c BNJ 0,05 NS 8,24 Keterangan : NS = Non significant b.a = Bahan aktif HSA = Hari setelah aplikasi Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% uji BNJ. Tabel 7.
Perlakuan
Rata-rata bobot kering biomas C. pubescens pada beberapa periode setelah aplikasi beberapa jenis herbisida di jalur tanaman kopi muda Dosis liter b.a/ha 0,150 0,300 0,450 0,500 0,600 0,500 2 kali
Bobot kering biomas C. pubescens (g/m2) 30 HSA 60 HSA 90 HSA 8,60 d 4,44 b 0,88 a 6,96 bc 3,01 a 0,76 a 5,46 ab 2,68 a 0,45 a 7,33 cd 6,80 c 5,54 b 6,67 bc 6,86 c 8,68 d 4,28 a 1,77 a 0,26 a 5,12 ab 4,56 b 7,32 c 18,12 e 19,80 d 19,64 e 1,66 1,33 1,26
0 HSA 120 HSA Triclopyr 13,68 0,65 a Triclopyr 15,21 0,32 a Triclopyr 17,22 0,89 a Paraquat 18,33 8,46 b 2,4-D 17,24 10,21 c Goal 2E 17,13 0,44 a Manual 18,64 8,26 b Kontrol 19,24 18,21 d BNJ 0,05 NS 1,66 Keterangan : NS = Non significant b.a = Bahan aktif HSA = Hari setelah aplikasi Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% uji BNJ.
I.K. Ngawit: Efikasi beberapa ...
111 Herbisida triclopyr dosis 1,5 dan 3,0 l b.a/ha, mulai efektif menekan pertumbuhan tanaman penutup tanah pada periode setelah aplikasi 60 HAS, kemudian sedikit menurun pada periode 90 dan 120 HAS sehingga tanaman tersebut tumbuh kembali (regrowth). Hal ini diduga erat kaitannya dengan sifat dari herbisida ini yang resistensinya di dalam tanah maupun agen hanya dapat mencapai 2 – 6 bulan sehingga untuk tetap mempertahankan efektifitasnya perlu diapikasikan secara periodek dalam setahun (Sudiman dan Amypalupy, 1998). Bila ditelaah pengaruh masing-masing jenis herbisida terhadap pertumbuhan ketiga jenis tanaman penutup tanah tersebut, ternyata kemempanan masing-masing jenis herbisida yang diaplikasikan berbeda-beda. Perbedaan kemempanan masing-masing jenis herbisida tersebut terutama karena perbedaan bahan aktifnya. Herbisida Triclopyr dan Goal 2E ternyata lebih mempan mengendalikan tanaman penutup tanah dibandingkan dengan herbisida paraquat dan 2,4-D amine. Hal ini karena herbisida Triclopyr daya racunnya bersitat kontak sistemik akibat adanya gugus oksadiazolin-5-on dan ester isooktil-2,4-D yang menyusun bahan aktifnya. Selaian itu adanya gugus ester isooktil-2,4-D menyebabkan nilai volatilitas dan volaritas bahan aktif herbisida ini lebih rendah, sehingga lebih banyak terabsorpsi dan lebih mudah melewati jaringan kutikula dan parenkim dalam proses penetrasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Klingman (1973), bahwa ester 2,4-D
Tabel 8.
Perlakuan Triclopyr Triclopyr Triclopyr Paraquat 2,4-D Goal 2E Manual Kontrol BNJ 0,05
nilai volatilitas dan volaritasnya lebih rendah dibandingkan dengan garam-garam 2,4-D dan persenyawaan amida. Dinyatakannya pula oleh Fletcher dan Kirkwood (1982), bahwa agar molekul-molekul herbisida yang terdapat pada lapisan kutikula dapat masuk ke dalam sel-sel yang hidup, harus melewati lapisan pektin dan sellulose yang bersifat hydrophelik. Persenyawaan-persenyawaan yang dapat menembus lapisan tersebut adalah persenyawaan non polar seperti sifat-sifat persenyawaan molekul herbisida Triclopyr. Hal yang sama juga di duga menyebabkan herbisida Goal 2E dengan bahan aktif oxyflourfen lebih mempan dibandingkan dengan herbisida 2,4-D amine dan paraquat. Selain itu oxyflourfen daya racunnya lebih kuat dan waktu persistensinya lebih lama (2 – 6 bulan), karena adanya substitusi atom hidrogen (H) oleh atom flour (F) pada kedudukan Heksa gugus fenilnya (Audus, 1971 cit. Ngawit, 1996). Dampak herbisida terhadap Keracunan Tanaman Kopi Tingkat keracunan tanaman kopi akibat aplikasi herbisida di jalur-jalur antara tanaman diamati berdasarkan gejala-gejala keracunan yang nampak secara visual. Gejala keracunan yang diamati berupa perubahan bentuk dan kenampakan dauan seperti daun berlekuk, daun keriting, klorosis ataupun terbakar dan mengering. Rata-rata tingkat keracunan tanaman kopi akibat aplikasi beberapa jenis herbisida disajikan pada Tabel 9.
Rata-rata bobot kering biomas C. mocunoides pada beberapa periode setelah aplikasi beberapa jenis herbisida di jalur tanaman kopi muda Dosis liter b.a/ha 0,150 0,300 0,450 0,500 0,600 0,500 2 kali
0 HSA 6,68 5,21 7,22 6,33 5,66 5,04 6,14 7,04 NS
Bobot kering biomas C. pubescens (g/m2) 30 HSA 60 HSA 90 HSA 3,60 c 2,04 b 0,12 a 3,16 c 1,01 a 0,06 a 3,70 c 1,11 a 0,05 a 2,83 bc 2,10 b 1,12 b 5,67 d 3,66 c 6,68 c 2,08 b 0,87 a 0,06 a 1,12 a 1,06 a 1,32 b 8,06 e 8,80 d 9,24 d 0,876 0,333 0,122
120 HSA 0,10 a 0,05 a 0,02 a 8,46 c 8,21 c 0,03 a 4,26 b 8,66 c 0,266
Keterangan : NS = Non significant b.a = Bahan aktif HSA = Hari setelah aplikasi Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% uji BNJ.
Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007
112 Tabel 9. Nilai rata-rata keracunan tanaman kopi muda berumur 20 bulan akibat aplikasi beberapa jenis herbisida Perlakuan Triclopyr
Dosis liter b.a/ha 0,450
Paraquat
0,500
2,4-D
0,600
Goal 2E
0,500
Nilai keracunan (%) dan kategorinya 30 HAS 45 HAS 11,10 (ringan) 0,02 (tidak keracunan) 43,66(sedang) 40,10 (sedang) 1,45(tidak keracunan) 40,45(sedang) 38,01 (sedang) 2,24(tidak keracunan) 21,24 (ringan) 10,34 (ringan) 0,01 (tidak keracunan) 15 HAS 20,66 (ringan)
60 HAS 0, 01(tidak keracunan) 1,01 (tidak keracunan) 1,0 (tidak keracunan) 0, 01 (tidak keracunan)
Keterangan : b.a = Bahan aktif HSA = Hari setelah aplikasi 0 – 5 % = Tidak ada keracunan; > 5 – 25 % = keracunan ringan; > 25 – 50 % = keracunan sedang >50 – 75 = Keracunan berat; > 75 % = Keracunan sangan berat/ total (tanaman mati).
Herbisida triclopyr dosis 0,15; 0,30 dan 0,45 l b.a/ha serta Goal 2E dosis 0,05 l b.a/ha tidak menimbulkan keracunan yang berarti pada tanaman kopi muda yang berumur 20 bulan. Tanaman hanya mengalami keracunan ringan pada saat periode setelah aplikasi 15 – 30 HAS, kemudian tanaman kembali normal tidak menglami keracunan setelah 45 HAS. Perlakuan herbisida Paraquat dan 2,4-D amine yang menimbulkan keracunan lebih keras yaitu sampai kategori keracunan sedang sampai periode setelah aplikasi 45 HAS namun tanaman kembali tumbuh normal pada periode setelah aplikasi 60 HAS. Tingkat keracunan yang dialami tanaman kopi ini, tidak menimbulkan hambatan yang berarti terhadap aktivitas fisiologis dan metabolisme di dalam sel-sel jaringan tumbuhan karena tanaman mampu mentolelir sifat toxik moleku-molekul herbisida tersebut. Hal ini dinyatakan oleh Naser dan Turco (1994), bahwa daun tanaman yang mulanya mengalami gejala keracunan ringan sampai sedang, bila beberapa hari kembali segar, pertumbuhan tanaman secara keseluruhan tidak terganggu. Pertumbuhan tanaman terhambat bila jaringan titik tumbuh (meristem) yang rusak parah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Herbisida Goal 2E dan Triclopyr dosis 0,30 dan 4,5 l b.a/ha efektif mengendalikan tanaman penutup tanah P. javanica , C. pubescent, dan C. mucunoides pada jalurjalur tanaman kopi muda umur 20 bulan,
I.K. Ngawit: Efikasi beberapa ...
2.
3.
tanpa menimbulkan keracunan bagi tanaman kopi. kemempanannya itu terlihat sampai 120 hari setelah aplikasi. Kemempanan herbisida Goal 2E dan Triclopyr dosis 0,30 dan 4,5 l b.a/ha tercermin dari kemampuannya menekan pertumbuhan P. javanica yang mendominasi areal pertanaman kopi muda melalui pengurangan terhadap bobot biomas kering P. javanica masing-masing sebesar 91,98 % dan 92,21 % sampai periode 120 hari setelah aplikasi. Herbisida Paraquat dan 2,4-D amine hanya cukup efektif mengendalikan pertumbuhan P. javanica, C. pubescent, dan C. mucunoides pada jalur-jalur tanaman kopi muda sampai periode 60 hari setelah aplikasi, kemudian efektifitasnya berkurang pada periode setelah aplikasi 90 – 120 h ari sehingga tanaman penutup tanah tersebut tumbuh kembali (regrowt), yang tercermin dari semakin meningkatnya bobot biomas kering tanaman pada periode tersebut.
Saran Pengendalian gulma pada perkebunan kopi yang masih muda, disarankan menggunakan tanaman penutup tanah leguminose seperti P. javanica , C. pubescent, dan C. mucunoides, namun perlu dikendalikan pertumbuhannya dan dimurnikan dari gulma berdaun lebar secara berkala. Pengendalian dan pemurniannya dari gulma-gulma golongan berdaun lebar dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida Triclopyr dosis 3,0 – 4,5 l b.a/ha dan Goal 2E dosis 0,5 l b.a/ha.
113 DAFTAR PUSTAKA Ardjasa, S., A. Sudiman, dan H. Pane, 1977. Gulma pada Tanaman Palawija dan Cara Pengendaliannya. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Bogor. 13 p. Badan Pusat Statistik , 2004. Data Kontribusi Sub Sektor Perkebunan terhadap Pruduk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Humas Kantor BPS, Propinsi NTB, Mataram. Burhendhy, I., dan M. Sianturi, 1996. Membangun Penutup Tanah Kacangan di Areal Perkebunan Karaet. BPPP, Sembawa, 37 p.
Mengenal Kunci Pencirinya. Gelar Teknologi Pengembangan Kopi Arabika di Lampung Barat, Liwa, 16 – 18 Januari 1996. 35 p. Klingman, G.C., 1973. Weed Control in The Tropics. Leonord Hill, London. 507 p. Ngawit, I Ketut, 1996. Degradasi Herbisida Atrazin Akibat Diinokulasi Jenis Bakteri Pelarut Fosfat dan Efek Residunya terhadap Pertumbuhan Kedelai pada Vertisol Lombok Selatan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung. Bandung, 99 p.
Disperindag Tk. I NTB,2003. Data Eksport dan Impor komuiditi Perekbunan di NTB. Humas Diperindag Tk. I NTB, Mataram.
Siswanto, Kuswanhadi dan A. Sudiman, 1997. Efikasi Herbisida Imazapyr terhadap Tanaman Penutup Tanah Legumenosa. BPPP, Sembawa, 20 p.
Fitriana, M., Y. Syawal dan E. Wijaya., 1996. Studi Residu Herbisida Picloran, Triclopyr dan 2,4-D amine terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacangan Penutup Tanah. Prosiding Konf. Ke VIII HIGI, Bandung 24 – 26 Maret 1996. p. 239 – 244.
Sudiman, A. dan K. Amypalupy, 1998. Efikasi Triclopyr terhadap Tanaman Penutup Tanah Leguminosa pada Tanaman Karet Muda. Prosiding Konf. Ke IX HIGI, Bogor 22 – 24 Maret 1998. p. 286 – 295.
Fletcher, W.W., and R.C. Kirkwood., 1982. Herbicides an Plant Grouwth Regulators. Granada, London, Toronto, Sydney, New York. 408 p.
UPP Kopi Kebun Induk Pupuan, 1998. Sistem Pemangkasan Tanaman Kopi Robusta. Proyek Rehabilitasi dan Pengembangan Tanaman Eksport, Dinas Pertanian Tk. II Tabanan, Bali, 159 p.
Hulupi, R. dan S. Mawardi, 1996. Bahan Tanam Unggul Anjuran Kopi Arabika dan cara
Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007