HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM (MPKP) DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN MAJENE Hardianti Anthon. P, Muh. Yassir, Adriani Kadir Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tetap Program Profesi Ners STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tidak Tetap STIKES Nani Hasanuddin Makassar
ABSTRAK Hardianti. Anthon. P, hubungan penerapan metode tim (MPKP) dengan kinerja perawat pelaksana diruang rawat inap di RSUD Kabupaten Majene (Dibimbing oleh Muh Yassir dan Adriani Kadir) Penerapan merupakan tindakan - tindakan yang dilakukan oleh individu dalam pelaksanaan rumusan yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode tim merupakan salah satu metode asuhan keperawatan professional yang dilaksanakan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Kinerja perawat pelaksana merupakan suatu pola tindakan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang diukur berdasarkan standar yang ditetapkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan penerapan metode tim dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Majene. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga perawat pelaksana yang ada di ruang rawat inap interna RSUD Kabupaten Majene yang berjumlah 35 orang. Pengambilan sampel menggunakan tekhnik total sampling, didapatkan 35 responden sesuai dengan criteria inklusi.Pengumpulan data di lakukan dengan menggunakan kuesioner. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan computer program Microsoft excel dan program statistic (SPSS). Analisis data mencakup univariat dengan mencari distribusi frekuensi, analisi bivariate dengan uji chi-square (P<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan antara timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana dengan nilai signifikan (P = 0,000 α= 0,05) penerapan pre conference dengan kinerja perawat pelaksana dengan nilai signifikan ( p= 0,000 α= 0,05) berarti terdapat hubungan antara ke dua variabel, penerapan post conference dengan kinerja perawat pelaksana dengan nilai signifikan (p=0,000 α=0,05) berarti terdapat hubungan antara variabel, penerapan ronde keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana dengan nilai signifikan (p=0,000 α=0,05) berarti ada hubunganantarakedua variable ini. Kata kunci : penerapan metode tim, kinerja perawat pelaksana PENDAHULUAN Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan sesuatu (rancangan, kepusan dan sebagainya). Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. (Anonim1, 2008) Defenisi penerapan menurut kamus istilah manajemen (1994 : 155) adalah pemanfatan keterampilan dan pengetahuan baru dibidang manajemen. Dapat dikatakan penarapan adalah tindakan pelaksanaan atau pemanfaatan keterampilan pengetahuan baru
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
dibidang manajemen untuk suatu kegunaan ataupun tujuan khusus. Dengan demikian pengaruh penerapan adalah daya yang timbul yang dapat mengubah tindakan pelaksanaan dibidang manajemen untuk suatu tujuan khusus. (Anonim 2, 2009) Penerapan adalah mencakup kemampuan untuk menerapkan informasi pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus ada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. (Nursalam, 2009) Penerapan adalah cara, perbuatan menerapakan, pemasangan, pemanfaatan. Penerapan merupakan suatu proses dari mulai cara perbuatan sampai pada manfaat yang telah dipraktikkan. (Emanuel, 2008)
1
Penerapan merupakan tindakantindakan yang dilakukan oleh individu dalam pelaksanaan rumusan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penerapan berkenaan dengan pelaksanaan. Kebiasaan. Permohonan. Penggunaan dan pengalaman. Penerapan dilaksanakan dalam sebuah hasil kerja yang diperoleh melalui sebuah cara untuk memperaktekkan didalam masyarakat. Menurut J.S Badudu (2007) penerapan adalah hal,cara atau hasil. (Satria, 2011) Menurut rian nugroho (2007) penerapan pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang di inginkan. Penerapan dapat dilaksanakan apabila keputusan yang ditetapkan sebelumnya sesuai dan selaras sehingga tujuan yang diinginkan pada organisasi dapat terwujud. (Arif, 2009) Penerapan menurut WJS Purwadarminta (2008) adalah peri hal memperaktekkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan dapat diartikan juga melakukan sesuatu secara rutin bukan hanya menggunakannya untuk sesekali waktu. (Rudiono, 2010) Penerapan asuhan keperawatan metode tim ini dikenal di Indonesia pada tahun 1996 yang telah diterapkan dibeberapa rumah sakit. Dalam penerapannya metode tim memiliki beberapa kelebihan diantaranya, memungkinkan pelayanan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, dan memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Dengan kelebihan ini sangat memungkinkan metode tim akan meningkatkan kepuasan terhadap pasien, walaupun metode tim juga mempunyai kelemahan yaitu, komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu karna sulit untuk melaksanakannya pada waktu-waktu sibuk. (Heru supriyanto, 2007) Penerapan asuhan keperawatan metode tim menurut WHO askep merupakan prose atau kegiatan pada praktek yang diberikan secara langsung kepada klien atau pasien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic dan masalah yang dihadapi klien Penerapan asuhan keperawatan metode tim adalah sistem yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
lingkungan yang menopan pemberian asuhan keperawatan tersebut : ketenagaan keperawatan, metode asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. (Satria, 2011) Keperarawatan sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga professional bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya. Untuk memeberikan pelayanan keperawatan yang baik dan dapat bersaing dengan institusi lain dalam memberikan pelayanan keperawatan, diperlukan adanya metodepemberian asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan oleh karena pelayanan yang baik salah satunya diawali oleh motivasi perawat yang tinggi. (Nursalam, 2007 ). Model praktik keperawatan professional telah dilaksanakan dibeberapa Negara, termasuk rumah sakit di Indonesia, sebagai suatu upaya rumah sakit untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui beberapa kegiatan yang menunjang kegiatan keperawatan professional dan sistematik. (Nursalam, 2009) Di Indonesia jenis tenaga kesehatan perawat merupakan jumlah terbesar di banding dengan tanaga kesehatan yang lain, berdasarkan Depkes jumlah perawat di Indonesia sebesar 160.074 orang. Di Provinsi Sulawesi Barat jenis tenaga kesehatan perawat merupakan jumlah terendah dari beberapa provinsi yang ada di Indonesia, jumlah perawat yang ada di Sulawesi Barat sebesar 889 orang. Di Kabupaten Majene sendiri terdapat rumah sakit pemerintah salah satunya adalah rumah sakit umum daerah Kabupaten Majene. berdasarkan data dari Rekan Medis RSUD Kabupaten majene didapatkan jumlah perawat sebesar 65 orang. Dan terkhusus diruang rawat inap sebesar 35 orang. (Depkes, 2011 ) Sistem model keperawatan professional adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan 4 unsur, yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem model penerapan keperawatan professional (MPKP). Defenisi tersebut berdasarkan prinsis-prinsip nilai yang diyakini dan akan meningkatkan produksi / jasa pelayanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai tersebut sebagai pengambilan suatu keputusan yang independen, maka tujuan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud. (Nursalam,2007).
2
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa masyarakat pengguna pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu khususnya dalam pelayanan perawatan. Jadi pelayanan kesehatan utamanya keperawatan haruslah memberikan pelayanan yang berkualitas yang didukung oleh penerapan metode tim keperawatan professional yang sangat berpengaruh pada kinerja perawat pelaksana sebagaimana yang telah ditentukan dirumah sakit ini. Berdasarkan hasil observasi/ pengamatan awal peneliti dirumah sakit Majene telah menerapkan metode tim akan tetapi jauh dari penerapan metode tim yang sebenarnya mulai dari penerapan timbang terima kenyataan dilapangan terkadang dilaksanakan dijalan, pre dan post conference belum dilaksanakan ronde keperawatan yang seharusnya diperlukan pelibatan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan kenyataannya tidak melibatkan pasien, dan masih banyak kesalahan atau kekeliruan yang dilaksanakan dalam penerapan metode tim Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan penerapan metode tim (MPKP) dengan kinerja perawat pelaksana diruang rawat inap interna RSUD Kabupaten Majene” . BAHAN DAN METODE Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti, makaJenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan penerapan metode tim dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Majene. Penelitian ini lakukan di rumah sakit Majene pada Bulan juli sampai agustus 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga perawat pelaksana yang ada di ruang rawat inap interna RSUD Kabupaten Majene yang berjumlah 35 orang.Sampel pada penelitian ini berjumlah 35 orang ditentukan dengan cara total sampling, dimana penetapan sampel dengan cara mengambil semua populasi. Pengumpulan data Pengumpulan data dengan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari tempat penelitian, yaitu dari para perawat di ruang rawat inap interna RSUD Kabupaten Majene, data primer dari quisioner. Pengolahan data dilakukan dengan: a. Editing
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus di lakukan penyuntingan ( editing ) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau koesioner tersebut. b. Coding Setelah semua koesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng”kodean” atau ”coding” , yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data ( data entry ). c. Memasukkan Data ( Data Entry ) atau processing Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk ”kode” ( angka atau huruf ) di masukkan ke dalam program atau ”software”komputer. d. Pembersihan Data ( cleaning ). Apabila semua data dari setiap sumber data atau setiap responden selesai dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini di sebut pembersihan data.(Notoatmojo, 2010 ). Analisis data Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel dengan variabel yang hendak diukur.Analisa data dilakukan melalui tahap editing, koding, tabulasi dan uji statistik.Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi. Menggunakan bantuan program SPSS for windows 16,0. Melalui tahapan-tahapan, kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode uji statistik univariat dilakukan untuk variabel tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk melihatdistribusi atau hubungan beberapa variabel yang dianggap terkait dengan menggunakan uji chi-square. Analisis data dilakukan dengan pengujian hipotesis Nol (Ho) atau hipotesis yang akan ditolak. Dengan menggunakan uji chi-square. Batas kemaknaan = 0,05, Ho ditolak jika p < 0,05 dan Ho diterima jika p > 0,05. Jika p < α (0,05) maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima yang berarti ada hubungan antara variabel independen dengan dependen.
3
Sedangkan jika p > α (0,05) maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Pendidikan SPK D3 S1 TOTAL
N 2 32 1 35
% 5,7 91,4 2,9 100
Sumber : Data Primer 2012
HASIL PENELITIAN Karakteristik Umum Responden a. Analisa Univariat Tabel 5.1 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur terhadap Penerapan Metode Tim (MPKP) dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan Interna RSUD Kabupaten Majene Tahun 2012 Umur n % 22 – 29 29 82,9 30 – 36 2 5,7 37 – 42 2 5,7 50 – 56 2 5,7 Total 35 100 Sumber : Data Primer 2012
Pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 35 responden, jumlah responden terbanyak yaitu berumur 22-29 orang (82,9%), Tabel 5.2 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin terhadap penerapan motode tim (MPKP) dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan interna RSUD Kabupaten Majene Tahun 2012 Jenis kelamin N % Laki – laki 8 22,9 Perempuan 27 77,1 Total 35 100 Sumber : Data Primer 2012
Pada tabel 2 diatas menunjukkan bahwa dari 35 responden jenis kelamin terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 27 orang dan laki-laki sebanyak 8 orang Tabel 5.3 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terhadap penerapan metode tim (MPKP) dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan interna RSUD Kabupaten Majene tahun 2012
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
Pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa pendidikan responden terbanyak adalah D3 sebanyak 32 (91,4) responden dan paling sedikit adalah responden yang berpendidikan S1 yaitu 1 (2,9) responden. Tabel 5.4 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja terhadap penerapan metode tim (MPKP) dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan interna RSUD Kabupaten Majene tahun 2012 Lama kerja N % 0 – 5 tahun 28 80,0 6 – 10 tahun 5 14,3 >10 tahun 2 5,7 Total 35 100 Sumber : Data Primer 2012
Pada tabel 4 diatas menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah yang lama kerjanya 0-5 tahun sebanyak 28 (80,0%) responden dan yang paling sedikit adalah yang lama kerjanya > 10 tahun yaitu 2 (5,7%) responden. b. Analisis Bivariat 1) Hubungan penerapan timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana Tabel 5.10 :Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Penerapan Timbang Terima Terhadap Penerapan Metode Tim (MPKP) Dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Perawatan Interna RSUD Kabupaten Majene Tahun 2012 Kinerja perawat Memua Tidak me Jumlah skan muaskan N % N % N % Cukup 24 68,6 2 5,7 26 74,3 kurang 2 5,7 7 20,0 9 25,7 Total 26 74,3 9 25,7 35 100 p value = 0,000 Sumber : Data Primer 2012 Timbang terima
4
Berdasarkan tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang menganggap timbang terima cukup dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 24 responden (68,6%), dan yang tidak memuaskan 2 responden (5,7%) sedangkan yang menganggap timbang terima kurang dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 2 responden (5,7%) dan tidak memuaskan 7 responden (20,0%) 2) Hubungan Pre kinerja perawat Tabel 5.11 :
conference
dengan
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Penerapan Pre conference Terhadap Penerapan MetodeTim (MPKP) Dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Perawatan Interna RSUD Kabupaten Majene Tahun 2012
Kinerja perawat Tidak Jumlah Memuas memuas kan kan N % N % N % Cukup 24 68,6 2 5,7 26 74,3 kurang 2 5,7 7 20,0 9 25,7 Total 26 74,3 9 25,7 35 100 P value = 0,000 Sumber : Data Primer 2012 Pre confer ence
Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 35responden yang menganggap pre conference cukup dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 24 responden (68,6%), dan yang tidak memuaskan 2 responden (5,7%) sedangkan yang menganggap pre conference kurang dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 2 (5,7%) dan tidak memuaskan 7 responden (20,0%) Dengan menggunakan uji statistic berdasarkan rumus pearsen chisqure di dapatkan nilai p = 0,000 dengan α = 0,05 dengan demikian p < α berarti Ho ditolak dan Ha diterima hal ini menunjukkan ada hubungan antara pre conference dengan kinerja perawat pelaksana.
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
3) Hubungan post conference dengan kinerja perawat Tabel 5.12 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Penerapan Post Conference Terhadap Penerapan Metode Tim (MPKP) dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Perawatan Interna RSUD Kabupaten Majene Tahun 2012 Kinerja perawat Memuas Tdk memu kan askan N % N % Cukup 26 74,3 1 2,9 kurang 0 0 8 22,9 Total 26 74,3 9 25,7 P value = 0,000 Sumber : Data Primer 2012 Post confer ence
Jumlah N 27 8 35
% 77,1 22,9 100
Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 35responden yang menganggap post conference cukup dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 26 responden (74,3%), dan yang tidak memuaskan 1 responden (2,9%) sedangkan yang menganggap post conference dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 0 (0%) dan tidak memuaskan 8 responden (22,9%) Dengan menggunakan uji statistic berdasarkan rumus pearsen chisqure di dapatkan nilai p = 0,000 dengan α = 0,05 dengan demikian p < α berarti Ho ditolak dan Ha diterima hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana. 4) Hubungan ronde keperawatan dengan kinerja perawat Tabel 5.13 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Penerapan Ronde KeperawatanTerhadap Penerapan Metode Tim (MPKP) dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Perawatan Interna RSUD Kabupaten Majene Tahun 2012
5
Ronde kepera watan Cukup Kurang Total
Kinerja perawat Memuas Tdk memu kan askan N % N % 26 74,3 1 2,9 0 0 8 22,9
26 74,3 9 25,7 P value = 0,000 Sumber : Data Primer 2012
Jumlah N 27 8
% 77,1 22,9
35
100
Berdasarkan tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang menganggap ronde keperawatan cukup dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 26 responden (74,3%), dan yang tidak memuaskan 1 responden (2,9%) sedangkan yang menganggap ronde keperawatan kurang dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 0 (0%) dan tidak memuaskan 8 responden (22,9%) Dengan menggunakan uji statistic berdasarkan rumus pearsen chisqure di dapatkan nilai p = 0,000 dengan α = 0,05 dengan demikian p < α berarti Ha diterima dan Ho ditolak hal ini menunjukkan ada hubungan antara timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 35 responden di Ruang Perawatan Interna RSUD KabupatenMajene, terdapat 22 responden yang mengalami tonsilitis kronik dan sebanyak 21 responden mengalami tonsililitis akut dengan hasil analisis sebagai berikut : 1. Hubungan Timbang Terima Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Untuk melihat apakah ada hubungan antara penerapan timbang terima dengan perawat kinerja pelaksana maka digunakan uji chi-square dengan tingkat signifikan α = 0,05 maka diperoleh p = 0,000 yang berarti p < α artinya bahwa antara penerapan timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana memiliki hubungan. Dengan demikian dalam penelitian ini Ha dinyatakan diterima dan Ho dinyatakan ditolak. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 35 responden yang menganggap bahwa pelaksanaan timbang terima yang cukup dan kinerja perawat pelaksana memuaskan terdapat 24 responden (68,6%) dan ada 7 responden (20,0) yang menyatakan bahwa penerapan timbang terima yang Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
cukup dan kinerja perawat pelaksana yang tidak memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kinerja perawat pelaksana kaitannya dalam penerapan timbang terima yang menunjukkan bahwa masih ada sebagian perawat pelaksana yang masih kurang menerapkan timbang terima dalam pemenuhan asuhan keperawatan pasien yang berdampak pada kinerja perawat pelaksana yang tidak memuasakan, hal ini sesuai yang di kemukakan oleh Snow (1992),dan Jhonson (2000), dan Cummings dan Worley (2001) yang menyatakan tim adalah satu set interaksi interpersonal yang struktur untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Yaitu sebuah tim melaksanakan tugas sesuai dengan strutur atau panduan yang ada maka tercapai sasaran yang diinginkan dengan baik, akan tetapi jika ada dari anggota tim yang tidak menjalankanya maka sasaran yang diinginkan tidak akan tercapai secara sempurna. (S. Suarli, 2009) Dari penelitian ini juga terdapat 2 responden (5,7%) yang menyatakan bahwa dalam penerapan timbang terima kurang dan kinerja perawat pelaksana memuaskan sebanyak 2 responden (5,7%), dan yang menyatakan timbang terima kurang dan tidak puas akan kinerja perawat pelaksana sebanyak 2 responden. Hal ini bisa saja terjadi disebabkan oleh banyak faktor yang di hadapi oleh perawat pelaksan antaranya adalah beban kerja perawat lebih banyak dan berat dimana harus menjaga pasien selama 24 jam.Sebagai mana yang dikatakan oleh (Ilyas, 2007) bahwa beban kerja yang berlebihan dapat juga mengganggu penampilan kerja yang akhirnya berdampak negative kepada kinerja perawat tersebut secara otomatis juga mempengaruhi kualitas kerjanya.Misal pemberian tugas tambahan yang tidak sesuai dengan kemampuan perawat seperti jumlah pasien yang harus dirawat, waktu kerja dan lain-lain. (Ilyas, 2007) 2. Hubungan Pre dan post Conference Dengan Kinerja Perawat Pelaksana a. Pre conference Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 35 responden yang menganggap pre conference cukup dengan kinerja perawat pelaksan yang memuaskan yakni 24 responden (68,6%) dan yang menganggap
6
penerapan pre conference cukup tapi tidak memuaskan sebanyak 7 responden (20,0%), hal ini menunjukkan bahwa dalam kinerja perawat pelaksana yang masih kurang menerapkan pre conference menunjukkan bahwa masih ada sebagian perawat pelaksana yang masih kurang menerapkan pre conference dalam pemenuhan asuhan keperawatan pasien yang berdampak pada kinerja perawat pelaksana yang tidak memuaskan. Sebagai mana di kemukakan oleh gilbert (1997) kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesaui tugas dan fungsinya dan Mayer (1991) yang mengatakan bahwa kinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Begitu pula dalam pelaksanaan pre conference yang dilaksanakan sebelum berinteraksi dengan pasien yang berguna dalam proses pemberian asuhan keperawatan untuk pasien apakah sesuai dengan direncanakan atau tidak. (Subekti, 2008) Dalam penelitian ini juga dari 35 responden dalam penerapan pre conference yang kurang dan memuaskan sebanyak 2 responden (5,7%), sedangkan yang menyatakan yang tidak memuaskan sebanyak 2 responden (5,7%). Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini salah satunya yaitu masa kerja dan pengalaman kerja dari perawat pelaksana yang kurang dalam penerapan metode tim pada pemenuhan asuhan keperawatan pada pasien. Sebagai mana kemukakan oleh Potter dan Perry (2005) menyatakan bahwa lama kerja biasanya berkolerasi dengan pengalaman, masa kerja yang lama otomatis membuat pengalaman semakin bertambah, seperti yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa perawat pelaksana yang lama kerjanya dikatakan kurang yaitu 28 responden (80,0%) . jadi semakin lama kerja seseorang maka semakin paham orang tersebut, Potter dan Perry mengatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja, semakin tinggi pula produktifitasnya yang diharapkan darinya karna ia semakin berpengalaman dan mempunyai keterampilan yang baik dalam
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
menyelesaikan tugas yang di berikan kepadanya. (Adatama, 2007) Untuk melihat apakah ada hubungan dengan antara dengan penerapan pre conference dengan kinerja perawat pelaksana maka digunakan uji chi-square dengan tingkat sinifikan α = 0,05 maka di peroleh p = 0,000 yang berarti p < α artinya bahwa antara penerapan pre conference dengan kinerja perawat pelaksana memiliki hubungan. Dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil penelitian ini mempunyai kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudiono (2011), tentang hubungan penerapan metode timdengan kinerja perawat pelaksana di ruang inap interna RS. DR Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pre conference dengan kinerja perawat pelaksana dengan 46 responden dan yang memuaskan yakni 32 responden (69,6%), dan yang tidak memuaskan 10 responden (21,7%), sedangkan yang menganggap Pre conference kurang dengan kinerja perawat yang memuaskan yakni 0 responden dan yang tidak memuaskan 4 responden (8,7%) didapatkan nilai P = 0,006 dengan α = 0,05 (Rudiono, 2011) Dari teori yang ada maka Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim. b. Post conference Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang menganggap post conference cukup dengan kinerja perawat pelaksana memuaskan yakni 26 responde (74,3%), dan yang menyatakan bahwa penerapan post conference kurang dengan kinerja perawat pelaksana yang tidak memuaskan berjumlah 8 responden (22,9%) .
7
Hal ini menunjukkan bahwa ketika penerapan post conference tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab maka akan mempengaruhi kinerja perawat tersebut dalam perampungan hasil tindakan pemberian asuhan keperawatan pasien pada saat itu seperti yang di utarakan oleh Ahmad s. Ruky tentang kinerja yaitu catatan tentang hasil yang di peroleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu. Hal serupa di kemukakan oleh WHO bahwa kinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kedua teori ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kinerja responden dalam penerapan post conference yang memuaskan sebanyak 26 (74,3%) responden jadi penerapan post conference di ruang rawat inap interna RSUD Kabupaten Majene belum sepenuhnya melaksanakan post conference dalam metode tim, begitu pula dalam pelaksanaan post conference yang dilaksanakan setelah berinteraksi dengan pasien yang nanti hasil dari post conference ini akan diberikan ke sift selajutnya yang berguna untuk dalam proses pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dalam perencanaan asuhan keperawatan selanjutnya. Dari penelitian ini pula perawat pelaksana yang menyatakan penerapan post conference kurang dari kinerja yang memuaskan 0 (0%) sedangkan perawat pelaksana yang menyatakan tidak puas berjumlah 1 (2,9%) responden hal ini terjadi karna beberapa faktor yang menjadi pengaruhnya salah satunya yaitu tingkat pendidikan dari perawat pelaksana dimana penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang berpendidikan D3 berjumlah 32 responden (69,6%) sedangkan yang berpendidikan S1 berjumlah 1 responden (2,9%). Menurut Nursalam menyatakan bahwa latar belakang pendidikan sangat beerpengaruh dalam kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan karna semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahuannya semakin tinggi tuntunan kinerja dalam pelaksanaan
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
asuhan keperawatan di rumah sakit.(Nursalam, 2009) Dalam penelitian ini didapatkan bahwa penerapan post conference masih ada kinerja perawat pelaksana yang tidak memuaskan yang nantinya akan berdampak dalam pemberian asuhan untuk pasien yaitu masih ada 9 (25,7%) responden yang masih kurang dalam menerapkan post conference. Untuk melihat apakah ada hubungan antara penerapan post conference dengan kinerja perawat pelaksana maka digunakan uji chisquare dengan tingkat signifikan α = 0,05 maka di peroleh ρ = 0,000 yang berarti ρ < α artinya bahwa antara penerapan post conference dengan kinerja perawat pelaksana memiliki hubungan dengan demikian dalam penelitian ini Ha dinyatakan diterima dan H0 ditolak. Hasil penelitian ini mempunyai kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudiono (2011), tentang hubungan penerapan metode tim dengan kinerja perawat pelaksana di ruang inap interna RS. DR Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pre conference dengan kinerja perawat pelaksana dengan 46 responden dan yang memuaskan yakni 32 responden (69,6%), dan yang tidak memuaskan 9 responden (19,6%), sedangkan yang menganggap Pre conference kurang dengan kinerja perawat yang memuaskan yakni 0 responden dan yang tidak memuaskan 5 responden (10,9%) didapatkan nilai P = 0,006 dengan α = 0,05 (Rudiono, 2011) Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan (tindak lanjut).Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka peneliti berasumsi bahwa pre conference dan post conference harus lebih ditingkatkan apalagi dalam komunikasi antara perawat dengan ketua tim agar perawat bisa lebih
8
bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan. 3. Hubungan Ronde Keperawatan Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang menganggap ronde keperawatan cukup dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan yakni 26 (74,3%) responden, dan perawat pelaksana yang menyatakan penerapan ronde keperawatan cukup dengan kinerja perawat pelaksana yang tidak memuaskan 1 (2,9% ) responden, sebagai mana dijelaskan dalam nursalam (2007) yang menjelaskan bahwa ronde keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien dengan melibatkan pasien dalam proses keperawatan yang dilaksanakan hal ini dikemukakan oleh Agus Kuntoro (2010) yang menyatakan metode tim dapat meningkatkan kerjasama dan koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas dalam pemberian asuhan keperawatan. Dari teori ini menunjukkan bahwa ketika ronde keperawatan dilaksanakan dengan baik dalam pemenuhan kebutuhan pasien dimana dalam pelaksanaannya melibatkan tenaga kesehatan lain guna memberikan yang terbaik kepada pasien maka akan menghasilkan hasil yang maksimal pula begitu pula sebaliknya.(Kuntoro, 2010) Dari hasil penelitian ini pula didapatkan bahwa perawat pelaksana yang menyatakan bahwa penerapan ronde keperawatan kurang dengan kinerja perawat pelaksana yang memuaskan berjumlah 0 (0,0%) sedangkan yang menyatakan yang tidak memuaskan berjumlah 8 responden (22,9%), berdasarkan defenisi dari Nursalam (2007) tentang ronde keperawatan yang menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan metode untuk menggali dan membahas secara mendalam tentang maslah keperawatan yang terjadi pada pasien dengan melibatkan tim keperawatan, kepala ruangan, dokter, ahli gizi dan melibatkan pasien secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa ronde keperawatan dapat berhasil ketika terjalin kerjasama tim kesehatan yang baik sebagaimana dikemukakan oleh ilyas (2007) bahwa kerja sama tim adalah merupakan kemampuan mental seorang personal untuk dapat bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan. Selain kerja sama tim yang menjadi berhasil atau
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
tidaknya ronde keperawatan adalah pendidikan dari tim kesehatan tersebut seperti yang dikatakan oleh Nursalam (2009) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan sangat berpengaruh dalam kinerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan karena semakin tinggi tingkat pendidikan seorang semakin tinggi pula tingkat pendidikanya maka semakin tinggi tuntunan kinerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit. (Nursalam, 2009) Untuk melihat apakah ada hubungan antara penerapan ronde keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana maka digunakan uji chi-square dengan tingkat signifikan α = 0,05 maka di peroleh ρ= 0,061 yang berarti p > α artinya bahwa antara penerapan ronde keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana tidak memiliki hubungan. Dengan demikian dalam penelitian ini Ha dinyatakan ditolak dan Ho ditolak. Hasil penelitian ini mempunyai kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudiono (2011), tentang hubungan penerapan metode tim dengan kinerja perawat pelaksana di ruang inap interna RS. DR Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menyatakan bahwa ada hubungan antara timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana dengan 46 responden dan yang memuaskan yakni 32 responden (69,6%), dan yang tida memuaskan 10 responden (21,7%), sedangkan yang menganggap timbang terima kurang dengan kinerja perawat yang memuaskan yakni 0 responden dan yang tidak memuaskan 4 responden (8,7%) didapatkan nilai P = 0,006 dengan α = 0,05 (Rudiono, 2011) dari teori yang ada maka ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan peneliti maka peneliti berasumsi bahwa ronde keperawatan merupakan hal yang sangat mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terlebih lagi ketika didalam melaksanakan asuhan keperawatan, akan jauh lebih baik hasilnya jika perawat lebih meningkatkan kerjasama antara perawat dengan ketua tim sehingga dalam
9
pelaksanaan asuhan keperawatan lebih mudah dan bertanggung jawab. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan penerapan metode tim dengan kinerja perawat pelaksana diruang rawat inap interna RSUD Kabupaten Majene maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara penerapan timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana RSUD Kabupaten Majene 2. Ada hubungan antara penerapan Pre dan post conference dengan kinerja perawat pelaksana RSUD Kabupaten Majene 3. Ada hubungan antara penerapan ronde keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana RSUD Kabupaten Majene
SARAN 1. Kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pihak rumah sakit terkhusus RSUD Kabupaten Majene dalam hal meningkatkan produktivitas perawat pelaksana guna memaksimalkan terwujudnya pelayanan keperawatan/kesehatan. 2. diharapkan bagi manajemen rumah sakit, agar lebih meningkatkan peneran metode tim dengan kinerja perawat pelaksana 3. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar nantinya dapat melakukan penelitian yang lebih spesifik mengenai hubungan penerapan metode tim dengan kinerja perawat pelaksana
DAFTAR PUSTAKA
Agus Kuntoro, 2010. Manajemen Perawatan Kesehatan. EGC. Jakarta Alimul H, Azis. 2007 a. Pengantar Konsep Dasar keperawatan Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta Arif Wangsa, 2009. Penerapan Metode Tim Dengan Kerja Perawat Di Ruang Bedah (Tidak di Publikasikan) Skripsi Nani Hasanuddin Makassar Depkes RI 2011.Jumlah tenaga kesehatan di Indonesia, Depkes RI. Jakarta Firmansyahjf.blogspot.com/2012/03/ Praktik Keperawatan html Gaffar La ode Jumadi 2008. Pengantar Keperawatan Profesional . Jakarta Hasmoko Emanuel Vensi. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Klinis Perawat Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang Indonesia Nurse. Model Praktik Keperawatan Profesional Indonesia.http://Indonesianursing.com /2008/05/19 Model- Praktik- Keperawatan- Provesional- Di Indonesia Marquis.Bassie.dkk. 2010. Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan Teori Dan Aplikasi. Edisi.4 Jakarta Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan. Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan. Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta Priharjo Robert, 2008, Konsep Dan Prespektik Keperawatan Profesional, EGC. Jakarta Perawattegal.wordperss.com/2009/08/29/ Konsep Dasar Keperawatan Perkembangan Konsep Dan Tren Keperawatan
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
10
Rudiono, 2010 Hubungan Penerapan Metode Tim Dengan Kinerja perawat Di Ruang Rawat Inap Interna.RS. DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2011 (Tidak di publikasikan) Skripsi FKM UMI Satria.2011 Penerapan Metode Tim Dengan Tingkat kepuasan Pasien (Tidak di Publikasikan). Skripsi Stikes Nani Hasanuddin Situmorang Chaidir. 2008. Mengikuti Prosedur Menjaga Kesehatan Kerja. Direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah departemen pendidikan nasional. Jakarta Subekti Heru. Indikator Kinerja.(www/http.blogspot.com) Sudarma, Maman. 2009. Sosiologi Untuk Kesehatan. Salemba Medika, Jakarta S. Suarli, 2009. Tugas Kepala Ruangan. EGC. Jakarta Suliani.2007. Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Pirngadi Medem.Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara Tjandra Yoga Adatama. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 3. UI Press. Jakarta. Tresnaningsih Erna. 2010. Kesehatan Kinerja dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Jakarta. Uhud Anusyatul, Kurniawati, Herwasih Surya, Indiani Sri Rejeki. 2009. Pedoman Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Praktek dan Penelitian. Salemba Medika. Jakarta Wibowo, 2007. Manajemen Kinerja. Rajawali Pres. Jakarta Www.artikata.com/arti-381428- Penerapan- html Www Jambilaw.club.com/2010/12/ Pertanggung Jawaban Hukum Perawat. Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Yaslis, Ilyas. 2007. Kinerja : Teori, Penilaian, dan Penilitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI. Jakarta
Volume 1 Nomor 5 Tahun 2012 ● ISSN : 2302-1721
11