HUBUNGAN JENIS TRANSPORTASI KE SEKOLAH DENGAN STATUS GIZI, TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI DAN KEBUGARAN JASMANI REMAJA
PUTRI AKSOVA MASTURINA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Jenis Transportasi ke Sekolah dengan Status Gizi, Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan Kebugaran Jasmani Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Putri Aksova Masturina NIM I14124008
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK PUTRI AKSOVA MASTURINA. Hubungan Jenis Transportasi ke Sekolah dengan Status Gizi, Tingkat Kecukupan Zat Gizi, dan Kebugaran Jasmani Remaja. Dibimbing oleh HADI RIYADI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status gizi, tingkat kecukupan zat gizi dan kebugaran jasmani pada remaja berdasarkan jenis transportasi yang digunakan ke sekolah. Desain penelitian yang digunakan adalah crosssectional study dengan random sampling dengan jumlah contoh sebanyak 15 orang kelompok pejalan kaki, 13 orang kelompok bersepeda dan 15 orang kelompok bukan keduanya. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik individu, konsumsi pangan, status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan kebugaran jasmani. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara IMT/U, dan tingkat kecukupan zat gizi (p>0.05), kecuali tingkat kecukupan zat besi (p=0.026) pada ketiga kelompok tersebut. Aktifitas fisik dan tingkat kebugaran pada kelompok bersepeda lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, IMT/U, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi dengan skor kebugaran (p>0.05). Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia dan aktivitas fisik berpengaruh terhadap kebugaran jasmani seseorang sebesar 25.7% dengan kekuatan kolerasi yang sedang (R=0.507). Kata kunci: jenis transportasi, kebugaran jasmani, status gizi, tingkat kecukupan zat gizi
ABSTRACT PUTRI AKSOVA MASTURINA. Relationship Type of Transportation used to School with Nutritional Status, Nutritional Adequacy Level, and Physical Fitness in Adolescents. Supervised by HADI RIYADI. This research aimed to analyze nutritional status, nutritional adequacy, and physical fitness of adolescents based on a type of transportation that used to school. Design used for this study was a cross-sectional with random sampling with 15 subject of walker group, 13 subject of bikecycle group, and 15 subject non walker-bikecycle group. The data collected includes data of individual characteristics, food consumption, nutritional status, physical activity and physical fitness. The result showed no significant assosiation between BMI and nutritional adequacy (p>0,05) except nutritional adequacy level of iron (p = 0.026) on three groups type of transportation that used to school. Physical activity and physical fittness on bikecycle group is higher than the other groups. This study showed no significant association between gender, age, BMI, physical activity, nutrient intake with score of physical fittness (p>0.05). The results of a multiple regression showed that gender, age, and physical activity is positively associated with physical fitness of subjects (25.7%) and moderate correlation (R = 0.507). Keywords: nutritional adequacy level, nutritional status, physical fitness, type of transportation
HUBUNGAN JENIS TRANSPORTASI KE SEKOLAH DENGAN STATUS GIZI, TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI DAN KEBUGARAN JASMANI REMAJA
PUTRI AKSOVA MASTURINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Hubungan Jenis Transportasi ke Sekolah dengan Status Gizi, Tingkat Kecukupan Zat Gizi, dan Kebugaran Jasmani Remaja Nama : Putri Aksova Masturina NIM : I14124008
Disetujui oleh
Dr Ir Hadi Riyadi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian ini Hubungan Jenis Transportasi ke Sekolah dengan Status Gizi, Tingkat Kecukupan Zat Gizi, dan Kebugaran Jasmani Remaja dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksnakan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dapat. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan. 2. Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. 3. Bapak Budi selaku pembimbing lapang dan seluruh pihak SMP Negeri 09 Bekasi, Jatiasih atas izin dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung. 4. Keluarga tercinta : Ayah, Mamah, Hasna H. dan Nur Fadillah A. serta seluruh keluarga besar atas segala do’a dan dukungannya. 5. Sobat terdekat : Ni Putu Dewi A., Nur Azizah, Astri Sekar D., Lia Mar’atus S., Reni Rayendra P., Faiza Harsah, Intan Caesari, kak Tita Nia Fanina, kak Syarifah Nufus J., kak Eva Oktavera S., dan Gandis Asti R yang telah membantu selama penelitian dan memberikan semangat dan motivasi. 6. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 6 atas segala dukungan, perhatian, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2015 Putri Aksova M.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE PENELITIAN
4
Desain, Tempat, dan Waktu
4
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
10 11
Karakteristik Subjek
11
Status Gizi
14
Aktivitas Fisik
15
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
16
Kebugaran Jasmani
21
Uji Hubungan Antar Variabel
22
Analisis Regresi Linear Berganda
27
SIMPULAN DAN SARAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran hubungan jenis transportasi ke sekolah dengan
4
DAFTAR TABEL 1 Jenis variabel dan indikator penelitian 2 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi 3 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 5 Kategori tingkat kebugaran jasmani 6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan jenis transportasi 7 Sebaran subjek berdasakan kategori status gizi (IMT) 8 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik 9 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi 10 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein 11 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak 12 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan karbohidrat 13 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium 14 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat besi 15 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 16 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin C 17 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kebugaran
6 8 8 9 10 11 14 15 16 17 17 18 19 19 20 21 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja adalah aset bangsa dan penentu masa depan bangsa. Remaja merupakan periode yang paling rawan dalam perkembangan hidup seorang manusia untuk bertahan hidup di mana secara fisik akan mengalami perubahan yang spesifik dan secara psikologi akan mencari identitas diri (Sarwono 2007). Remaja merupakan masa di mana individu berkembang mulai saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual. Setiap individu mengalami perkembangan biologi, psikologi, dan sosiologi yang saling terkait satu sama lain. Secara biologi ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologi ditandai dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan secara sosiologi ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya sebagai seorang dewasa muda. Batasan usia remaja itu sendiri ialah 10-19 tahun (WHO 2014). Perkembangan remaja yang optimal tidak hanya tergantung dari pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik, melainkan didukung dengan pola hidup yang aktif dan sehat. Di sisi lain, remaja saat ini terbiasa melakukan kegiatan dengan bantuan alat-alat yang serba praktis, sehingga menjadi mudah lelah ketika melakukan kegiatan fisik yang bersifat aktif (Judarwanto 2005). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor risiko munculnya penyakit kronis. Rekomendasi untuk anak-anak dan remaja berusia 5-17 tahun setidaknya harus melakukan 60 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang sampai kuat setiap harinya. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan yaitu terdiri dari bermain, olahraga, penggunaan transportasi, edukasi fisik atau latihan yang dapat dilakukan di dalam keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar (WHO 2011). Saat ini ada berbagai pilihan transportasi anak-anak dan remaja menuju ke sekolah. Pilihan tersebut dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu transportasi aktif (berjalan kaki dan bersepeda) dan transportasi pasif (berkendara motor dan angkutan umum). Pemilihan transportasi aktif menuju ke sekolah dapat menjadi sumber dari aktivitas fisik yang memberi manfaat kesehatan dan kebugaran jasmani. Perbedaan kebugaran jasmani antara orang yang memilih transportasi aktif dan pasif dikarenakan efek langsung dari pemilihan jenis transportasi ke sekolah atau dapat disebabkan oleh keterlibatannya dalam aktivitas fisik yang telah disarankan sebelumnya (Ostergaard et al 2013). Bagi seorang anak, kebugaran sangat penting terutama sebagai modal utama dalam melaksanakan kegiatan belajar dan bermain. Anak yang bugar akan memiliki rentang perhatian lebih lama dalam belajar, bermain, atau berbagai kegiatan lainnya (Sriundy 2009). Kebugaran jasmani dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya asupan zat gizi dan status gizi. Survei tim pengembang Sport Development Index tahun 2007 meneliti kebugaran jasmani pelajar SD, SMP dan SMA di seluruh Indonesia. Hasilnya untuk kategori baik sekali 0%, baik 5,66%, sedang 37,66%, kurang 45,97%, kurang sekali 10,71%.
2
Di sisi lain, perkembangan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya semakin meningkat (BPS 2012). Pada tahun 2011 telah tercatat jumlah kendaraan bermotor di Jawa Barat sebanyak 4 330 405 unit. Penggunaan kendaraan bermotor ke sekolah, tentunya turut andil dalam bertambahnya jumlah kendaraan bermotor termasuk di Kota Bekasi. Dengan adanya hal tersebut, anak sekolah pengguna sepeda dan pejalan kaki pun semakin menipis. Tentu hal ini sangat berpengaruh pada kebugaran jasmaninya, belum lagi terkait status gizi dan tingkat kecukupan zat gizi pada anak. Oleh karena itu, mengacu pada permasalahan pemilihan jenis transportasi ke sekolah dan masih rendahnya kebugaran jasmani di Indonesia, penelitian tentang hubungan jenis transportasi ke sekolah dengan status gizi, tingkat kecukupan zat gizi dan kebugaran jasmani pada anak remaja menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan kebugaran jasmani pada remaja berdasarkan jenis transportasi yang digunakan ke sekolah. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik subjek. 2. Menganalisis status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran jasmani subjek. 3. Menganalisis perbedaan status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi, dan kebugaran jasmani subjek. 4. Menganalisis hubungan jenis kelamin, usia, status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi dengan kebugaran jasmani subjek. 5. Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi kebugaran subjek. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan nyata status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan kebugaran jasmani subjek antara ketiga kelompok. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi dengan kebugaran jasmani subjek. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pentingnya pemilihan jenis transportasi ke sekolah terkait dengan status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan kebugaran jasmani para remaja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah dan orangtua terkait tingkat kebugaran jasmani subjek dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terutama jenis kelamin, usia, status gizi, aktifitas fisik, dan asupan zat gizi. Diharapkan hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.
3
KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Penggunaan berbagai jenis transportasi ke tempat tujuan dapat menjadi salah satu bentuk aktivitas fisik yang dilakukan. Adapun jenis transportasi yang dimaksud terbagi menjadi dua jenis yaitu transportasi aktif dan pasif. Aktivitas fisik menggunakan transportasi aktif yang dimaksud dapat berupa berjalan kaki dan bersepeda sedangkan transportasi pasif berupa menggunakan kendaraan. Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan terutama untuk meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani. Teratur tidaknya aktivitas fisik yang dilakukan dapat dipengaruhi oleh konsumsi pangan seseorang. Konsumsi pangan yang baik sangat diperlukan untuk menyediakan energi dalam menunjang aktifitas fisik sehari-hari seseorang. Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Kebutuhan fisiologis terkait dengan mengkonsumsi makanan ialah untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Kebutuhan psikologis terkait untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan kebutuhan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Melihat pentingnya fungsi dari konsumsi pangan tersebut tentu pada akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Konsumsi pangan yang bergizi, beragam dan berimbang pastinya akan menghasilkan status gizi yang baik, namun jika konsumsi pangan tidak sesuai maka status gizi yang diperoleh dapat menjadi kurang ataupun lebih. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan zat gizi seseorang yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi. Tentunya status gizi yang akan berpengaruh terhadap tingkat kebugaran seseorang. Jika status gizi seseorang baik, tentu tingkat kebugarannya akan lebih tinggi, namun jika status gizi seseorang tidak baik (kurang atau lebih) maka tingkat kebugarannya akan rendah. Kebugaran adalah keadaan tubuh seseorang dalam melaksanakan tugastugas setiap hari tanpa mengalami kelemahan yang berarti. Kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan adaptasi terhadap kegiatan fisik yang diberikan kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Tingkat kebugaran seseorang dapat dilihat dari skor tes kebugaran jasmani yang dilakukan. Salah satunya melalui Tes Kebugaran Jasmani Indonesia. Kerangka pemikiran hubungan jenis transportasi ke sekolah dengan status gizi, asupan zat gizi dan kebugaran jasmani pada remaja dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Karakteristik Subjek : 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Uang Saku 4. BB dan TB 5. Jarak Tempuh
Pengetahuan Gizi
AktivitasFisik JenisTransportasi : 1. Aktif 2. Pasif
Penyakit Infeksi
Konsumsi Pangan
Ketersediaan
Tingkat Kecukupan : 1. Energi 2. Pro, Lem, Kh 3. Vitamin & Mineral
Status Gizi IMT
Penyakit Non Infeksi
Kebugaran Jasmani TKJI
Prestasi Belajar
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan jenis transportasi ke sekolah dengan status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan kebugaran jasmani remaja
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di SMPN 09 Bekasi, Desa Jatiasih, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Sejarah singkat sekolah ini berawal ketika SMPN 1 Pondok Gede membuka kelas filial untuk persiapan SMP Negeri Jatiasih tahun 1983. Tanggal 18 Oktober 1985
5
turun SK Mendiknas tentang status Penegrian SMPN Jatiasih dan tanggal tersebut dianggap sebagai tanggal berdirinya SMPN 09 Bekasi. Sekolah ini memiliki akreditasi A, kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk kelas VII dan VIII berlangsung dari hari Senin hingga Jumat dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. Hari Sabtu, semua kelas VII dan VIII masuk pagi mulai pukul 07.00 sampai 13.00 WIB yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakulikuler wajib untuk kelas VII hingga pukul 16.00 atau 17.00 WIB. Sekolah ini mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yaitu paskibra, pramuka, PMR, basket, futsal, dan taekwondo. Pengambilan data dilakukan pada bulan September sampai November tahun 2014.
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Pemilihan subjek di SMPN 09 Bekasi dilakukan dengan teknik random sampling yang terbagi menjadi 3 kelompok. Kelas yang dijadikan subjek yaitu kelas VII dan VIII. Total kelas VII ada 9 kelas dan kelas VIII ada 10 kelas, dimana masing-masing kelas berisi 44 siswa/i. Jumlah subjek ditentukan berdasarkan rumus uji hipotesis (Lemeshow 1997) dengan jumlah minimal 16 orang per kelompok jenis transportasi. Kriteria inklusi subjek adalah remaja lakilaki dan perempuan, usia 10-19 tahun, jarak tempuh minimal pulang pergi ±300 m untuk kelompok bersepeda, bersedia menjadi partisipan sampai penelitian selesai, tidak sakit, tidak cacat jasmani dan tidak mendapat pengobatan.
z n
1 / 2
Ket :
n Z1-α/2 Z1-β P1 P2 P
2 P (1 P ) z1 P1 (1 P1 ) P2 (1 P2 )
2
( P1 P2 ) 2
= besar sampel minimal = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 0,05 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β 0,1 = perkiraan proporsi pelajar SMP pengguna transportasi aktif = perkiraan proporsi pelajar SMP pengguna transportasi pasif = (P1+P2)/2
Jumlah minimal ditambah 10% untuk menghindari adanya calon subjek yang gugur. Jumlah subjek yang mengikuti penelitian ini adalah sebanyak 18 orang per kelompok. Namun, saat tahap akhir penelitian berlangsung yaitu tes kebugaran, ada beberapa subjek yang gugur sebanyak 11 orang. Hal ini dikarenakan subjek sakit, mengikuti perlombaan antar sekolah (dispensasi/izin), dan mengundurkan diri. Selain itu, sempitnya waktu pelaksanaan di mana pihak sekolah hanya mengizinkan 1 sesi yang dilakukan pada hari Jumat pagi, 17 November 2014. Hal ini dikarenakan pihak sekolah sedang menjalankan Kurikulum Pendidikan tahun 2013 dengan jadwal yang begitu padat, kemudian terbiasanya subjek masuk siang sehingga subjek sulit untuk berangkat pagi dan banyaknya tugas subjek baik dari sekolah (PR) maupun rumah sehingga total subjek tidak memenuhi syarat. Banyaknya subjek yang mengundurkan diri juga didukung karena dalam satu kelas yang menjadi subjek berkisar 1-3 orang. Hal ini terjadi dikarenakan pemilihan subjek berdasarkan jenis transportasi ke sekolah
6
bukan per kelas. Total akhir subjek yang mengikuti keseluruhan proses penelitian yaitu sebanyak 15 orang kelompok jalan kaki, 13 orang kelompok sepeda dan 15 orang kelompok pasif. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan subjek dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi usia, jenis kelamin, jenis transportasi ke sekolah, uang saku, jarak tempuh, aktivitas fisik, tinggi badan dan berat badan, konsumsi pangan dan data kebugaran jasmani subjek. Data sekunder sebagai data pendukung yang diambil meliputi gambaran umum lokasi penelitian (jumlah murid dan guru, lama belajar, serta sarana dan prasarana) diperoleh dari lokasi penelitian. Berbagai jenis variabel dan indikator penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Data karakteristik subjek dan jenis transportasi ke sekolah dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada subjek. Data konsumsi pangan diperoleh dengan recall konsumsi pangan dengan bantuan kuesioner yang dilakukan selama dua kali, yaitu satu kali pada hari sekolah dan satu hari pada hari libur. Data aktivitas fisik diperoleh dengan cara record aktivitas fisik dua hari. Data status gizi diperoleh dengan pengukuran antropometri dan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT/U) perhitungan Z-score. Berat badan subjek diukur menggunakan timbangan digital dengan kapasitas maksimum 200 kg dan ketelitian 0.1 kg. Tinggi badan subjek diukur menggunakan stature meter dengan kapasitas maksimum 200 cm dengan ketelitian 0.1 cm. Data tingkat kebugaran jasmani subjek diperoleh melalui TKJI. Tabel 1 Jenis variabel dan indikator penelitian No Variabel 1 Karakteristik subjek 2
Jenis transportasi
3
Konsumsi pangan
Jenis Data Indikator Primer Usia, jenis kelamin, uang saku, dan jarak tempuh Primer Jalan kaki, sepeda dan pasif (kendaraan) Primer Konsumsi hari sekolah dan libur
4 5
Aktivitas fisik Status gizi
Primer Primer
Skor PAL IMT/U
6
Tingkat kebugaran Profil sekolah
Primer
Penjumlahan skor kelima item Arsip sekolah
7
Sekunder
Cara Pengumpulan Data Usia, jenis kelamin, uang saku, dan jarak dengan penjelasan dan kuesioner Penjelasan dan kuesioner
Wawancara langsung dengan metode recall 2x24 jam Penjelasan dan kuesioner BB dengan timbangan digital, TB dengan stature TKJI (Tes Kebugaran Jasmani Indonesia) Melihat arsip sekolah
7
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul dari responden. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban pertanyaan dalam kuesioner. Entry merupakan tahapan memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk setiap variabel sehingga menjadi data dasar untuk dianalisis. Data-data yang diperoleh dari kuesioner diolah menggunakan program Microsoft Excel 2013. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia subjek, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan perhitungan Z-score. Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan WHO (2007) yaitu sangat gemuk (>+3 SD), gemuk (+2 SD sampai dengan +3 SD), normal (2 SD sampai dengan 2 SD), kurus (-3 sd sampai -2 sd), sangat kurus (<-3 SD). Data konsumsi pangan yang diperoleh dari hasil recall selama 2x24 jam, kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi subjek yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin B1, dan vitamin C. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004).
Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke-j Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan ke-j Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) subjek digunakan rumus:
Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi subjek Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg) AKG = Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan Kecukupan vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus:
TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi AKGI = Angka kecukupan gizi subjek
8
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Energi dan protein
a. b. c. d. e. Lemak a. b. c. Karbohidrat a. b. c. Vitamin dan mineral a. b. Sumber : Depkes (1996), Gibson (2005)
Klasifikasi Tingkat Kecukupan Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) Normal (90-119% angka kebutuhan) Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan) Kurang (<20% kebutuhan energi) Normal (20-30% kebutuhan energi) Lebih (>30% kebutuhan energi) Kurang (<50% kebutuhan energi) Normal (50-65% kebutuhan energi) Lebih (>65% kebutuhan energi) Kurang (< 77% angka kebutuhan) Cukup (≥ 77% angka kebutuhan)
Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode subjek mengisi kuesioner dan hasilnya akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:
Keterangan : PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) w = alokasi waktu tiap aktivitas (jam) Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Kategori PAL1 PAL2 PAL3 PAL4 PAL5 PAL6 PAL7 PAL8 PAL9 PAL10
Keterangan Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca Duduk sambil menonton TV Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias Makan dan minum Jalan santai Berbelanja (membawa beban) Mengendarai kendaraan Menjaga anak Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih)
PAR 1 1.2 1.72 1.5 1.6 2.5 5 2.4 2.5 2.75
9
Tabel 3 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR (lanjutan) Kategori PAL11 PAL12 PAL13 PAL14 PAL15 PAL16 PAL17 PAL18
Keterangan Setrika pakaian (duduk) Kegiatan berkebun Officer worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) Officer worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) Olahraga (badminton) Olahraga (jogging, lari jarak jauh) Olahraga (bersepeda) Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola dan lain-lain)
PAR 1.7 2.7 1.3 1.6 4.85 6.5 3.6 7.5
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi empat kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Aktivitas Sangat Ringan Aktivitas Ringan Aktivitas Sedang Aktivitas Berat
Nilai PAL < 1.40 1.40-1.69 1.70-1.99 2.00-2.40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Data status kebugaran subjek diukur dengan melakukan TKJI (Tes Kebugaran Jasmani Indonesia) yang kategorinya dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu umur 6 s/d 9 tahun, umur 10 s/d 12 tahun, umur 13 s/d 15 tahun, dan umur 16 s/d 19 tahun. Pada penelitian ini, kategori yang digunakan hanya 2 kelompok yaitu umur 10 s/d 12 tahun dan umur 13 s/d 15 tahun. Kategori dengan juga membedakan jenis kelamin dimana kategori putra dan putri. TKJI merupakan battery test dimana terdiri dari : 1. Sprint atau lari cepat bertujuan untuk mengukur kecepatan. Kategori jarak yang harus ditempuh oleh masing-masing kelompok umur berbeda. Pada kelompok 10-12 tahun berlari dengan jarak 40 m sedangkan kelompok 1315 tahun berlari dengan jarak 50 m baik putra maupun putri. Pencatatan waktu dilakukan dalam satuan detik dengan satu angka di belakang koma. 2. Pull-Up bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan bahu. Penilaian kelompok umur 10-12 tahun baik putra maupun putri ialah waktu yang dicapai subjek untuk mempertahankan sikap gantung siku tekuk dalam satuan detik. Kelompok umur 13-15 tahun, penilaian putra dihitung frekuensi melakukan pull-up selama 60 detik, sedangkan yang putri yang dihitung waktunya. 3. Sit-Up bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut. Penilaian kelompok umur 10-12 tahun melakukan sit-up selama 30 detik, sedangkan kelompok umur 13-15 tahun selama 60 detik (frekuensi). 4. Vertical jump bertujuan untuk mengukur daya ledak otot tungkai dan tenaga eksplosif. Ukuran papan skala selebar 30 cm dan panjang 150 cm, dimana jarak antara garis skala satu dengan yang lainnya masing-masing 1 cm. Papan skala ditempelkan di tembok dengan jarak skala nol (0) dengan lantai 150 cm. Pertama berdiri menyamping papan skala dengan
10
mengangkat tangan ke atas ukur tinggi yang didapat, kemudian lakukan lompatan setinggi mungkin sebanyak tiga kali, tiap lompatan dicatat tinggi yang diperoleh kemudian ambil yang tertinggi, selisih antara raihan tertinggi dengan pengukuran pertama saat tidak melompat itu hasilnya. 5. Lari jarak sedang dilakukan untuk mengukur daya tahan jantung, pembuluh darah dan pernapasan (paru-paru).Jarak yang ditempuh bergantung pada kelompok umur masing-masing. Pada kelompok 10-12 tahun berlari dengan jarak 600 m baik putra maupun putri. Berbeda pada kelompok 13-15 tahun, untuk putra berlari dengan jarak 1000 m dan putri 800 m. Pencatatan waktu dilakukan dalam satuan menit dan detik. Kriteria kategori kebugaran kita harus menjumlahkan semua nilai dari lima item tes tersebut kemudian cocokan dengan Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5 Kategori tingkat kebugaran jasmani No. 1 2 3 4 5
Jumlah Nilai 22-25 18-21 14-17 10-13 05-09
Klasifikasi Baik Sekali Baik Sedang Kurang Kurang Sekali
(BS) (B) (S) (K) (KS)
Sumber : Depdiknas (1999)
Data-data yang telah diolah kemudian dianalisis menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) 16 for Windows. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Analisis deskriptif (persentase dan rata-rata) meliputi data karakteristik subjek, status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran jasmani subjek. 2) Uji beda One-Way ANOVA dan Kruskal Wallis digunakan untuk menguji perbedaan status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran jasmani subjek berdasarkan jenis transportasi ke sekolah. 3) Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan variabel status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi dengan tingkat kebugaran jasmani subjek. 4) Regresi linier berganda untuk melihat pengaruh semua variabel terikat terhadap skor TKJI. Definisi Operasional Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan seseorang mulai dari bangun sampai tidur kembali dan lamanya seseorang melakukan kegiatan tersebut. Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan. Asupan zat gizi adalah rata-rata konsumsi setiap jenis pangan per hari yang dinyatakan dalam satuan berat (gram) dan ukuran rumah tangga, yang diperoleh dari hasil recall 2x24 jam. Kebugaran adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental. Karakterisitik subjek adalah data-data subjek yang meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, berat badan, dan tinggi badan.
11
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan untuk digunakan berbagai fungsi biologis yang ditentukan melalui Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: sangat kurus <-3SD, kurus -3 SD s/d <-2 SD, normal -2 SD s/d 1 SD, gemuk >1 SD s/d 2 SD, sangat gemuk > 2 SD. Subjek adalah siswa/i kelas VII dan VIII SMPN 09 Bekasi, Desa Jatiasih, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Tingkat kebugaran adalah keadaan seseorang melakukan aktivitas fisik tanpa merasakan kelelahan yang nilainya diperoleh berdasarkan tes keolahragaan. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi zat gizi aktual terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2013) yang dinyatakan dalam persen. Transportasi aktif adalah kegiatan jalan kaki dan sepeda sebagai sarana transportasi dan bukan sebagai bentuk rekreasi seperti perjalanan ke atau dari sekolah untuk mempertahankan gaya hidup aktif. Transportasi pasif adalah kegiatan penggunaan kendaraan sebagai sarana transportasi dan bukan sebagai bentuk rekreasi seperti perjalanan ke atau dari sekolah dengan sepeda motor dan angkutan umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Subjek penelitian ini adalah siswa/i SMP Negeri 09 Bekasi yang duduk dibangku kelas VII dan VIII yang dipilih secara random sampling. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis transportasi ke sekolah, yaitu kelompok subjek jalan kaki, sepeda dan pasif (motor/angkutan umum). Karakteristik subjek merupakan suatu gambaran mengenai subjek meliputi ciri-ciri fisik maupun sosial. Karakteristik subjek meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, berat badan, tinggi badan, dan jarak tempuh. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan jenis transportasi secara lengkap disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan jenis transportasi Karakteristik subjek Usia 10-12 tahun 13-15 tahun Total Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jalan kaki n %
Sepeda n %
Pasif
Total
n
%
n
%
6 9 15
40.0 60.0 100.0
10 3 13
76.9 23.1 100.0
6 9 15
40.0 60.0 100.0
22 21 43
51.2 48.8 100.0
7 8 15
46.7 53.3 100.0
8 5 13
61.5 38.5 100.0
7 8 15
46.7 53.3 100.0
22 21 43
51.2 48.8 100.0
12
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan jenis transportasi (lanjutan) Karakteristik subjek Uang saku (Rp) ≤ 10 000 10 001-15 000 ≥ 15 001 Total Berat badan (kg) ≤ 35 35.1-45 ≥ 45.1 Total Tinggi badan (cm) ≤ 145 145.1-155 ≥ 155.1 Total Jarak tempuh (m) ≤ 1 000 10 001-3 000 ≥ 3 001 Total
Jalan kaki n %
n
Sepeda %
13 2 0 15
86.7 13.3 0.0 100.0
12 1 0 13
1 10 4 15
6.6 66.7 26.7 100.0
2 8 5 15 13 2 0 15
Pasif
Total
n
%
n
%
92.3 7.7 0.0 100.0
8 4 3 15
53.3 26.7 20.0 100.0
33 7 3 43
76.7 16.3 7.0 100.0
3 6 4 13
23.1 46.1 30.8 100.0
4 7 4 15
26.7 46.6 26.7 100.0
8 23 12 43
18.6 53.5 27.9 100.0
13.3 53.4 33.3 100.0
3 7 3 13
23.1 53.8 23.1 100.0
4 6 5 15
26.7 40.0 33.3 100.0
9 21 13 43
21.0 48.8 30.2 100.0
86.7 13.3 0.0 100.0
2 4 7 13
15.4 30.8 53.8 100.0
0 2 13 15
0.0 13.3 86.7 100.0
15 8 20 43
34.9 18.6 46.5 100.0
Usia Secara keseluruhan sebaran umur subjek berkisar antara 12-14 tahun dengan rata-rata 12.6±0.7 tahun. Seluruh subjek tergolong dalam kelompok remaja. Menurut Depkes (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda. Batasan usia remaja ialah 10-19 tahun (WHO 2014). Pengkategorian usia menjadi 10-12 tahun dan 13-15 tahun dilakukan berdasarkan rentang usia dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 dan pedoman Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI). Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar usia subjek kelompok jalan kaki dan pasif berada pada rentang usia 13-15 tahun (60.0%) tepatnya 13 tahun. Hal ini berbeda dengan kelompok sepeda, sebagian besar usia subjek kelompok sepeda berada pada rentang usia 1012 tahun (76.9%) tepatnya 12 tahun. Jenis Kelamin Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap pengeluaran energi dan tingkat kebugaran subjek. Berdasarkan tabel di atas, jenis kelamin kelompok jalan kaki dan pasif didominasi oleh perempuan (53.3%). Hal ini berbeda dengan kelompok sepeda, sebagian besar didominasi oleh laki-laki (61.5%). Pada kelompok sepeda, perbandingan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan sangatlah jauh berbeda. Hal ini dikarenakan memang kondisi sesungguhnya di sekolah tersebut dalam penggunaan sepeda sebagai alat transportasi ke sekolah lebih umum digunakan oleh subjek laki-laki daripada perempuan.
13
Uang Saku Uang saku yang diberikan orang tua kepada anak sekolah biasanya digunakan untuk keperluan membeli makanan, minuman, transportasi, dan kepentingan lainnya. Secara keseluruhan sebaran uang saku subjek berkisar antara Rp5 000-Rp20 000 dengan rata-rata Rp10 300±3 718. Berdasarkan tabel di atas juga dapat diketahui bahwa rentang uang saku yang berkisar ≤ Rp10 000 sebagian besar secara berurutan dimiliki oleh subjek kelompok sepeda (92.3%), jalan kaki (86.7%) dan pasif (53.3%). Khusus pada kelompok pasif, rentang uang saku yang berkisar Rp10 001-Rp15 000 termasuk paling tinggi yaitu 26.7% bahkan ≥Rp15 001 sebesar 20% dibanding lainnya. Rata-rata uang saku subjek kelompok pasif lebih besar (Rp12 300±4 399) daripada kelompok jalan kaki (Rp9 267±3 105) dan sepeda (Rp9 153±2 640). Hal ini dapat dikarenakan uang saku pada kelompok pasif digunakan untuk membeli bensin motor dan membayar ongkos angkutan umum. Berat dan Tinggi Badan Secara keseluruhan sebaran berat badan subjek berkisar antara 25.6-70.0 kg dengan rata-rata 42.4±9.8 kg. Kisaran berat badan subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif berturut-turut 30.9-60.4 kg, 25.6-70.0 kg dan 26.7-62.0 kg. Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar berat badan subjek berada pada rentang 35.1–45 kg untuk semua kelompok. Rata-rata berat badan subjek kelompok pasif lebih kecil (40.4±10.2 kg) daripada subjek kelompok sepeda (43.1±11.4 kg) dan jalan kaki (43.7±8.1 kg). Adanya kelebihan maupun kekurangan berat badan dari standar dapat mempengaruhi status gizi ideal. Menurut AKG (2013), berat badan ideal anak laki-laki usia 10-12 tahun ialah 34 kg dan usia 13-15 tahun ialah 46 kg. Kemudian, berat badan ideal anak perempuan usia 10-12 tahun ialah 36 kg dan usia 13-15 tahun ialah 46 kg. Secara keseluruhan sebaran tinggi badan subjek berkisar antara 135.0-168.7 cm dengan rata-rata 150.9±7.3 cm. Kisaran tinggi badan subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif berturut-turut 135.0-168.7 cm, 139.0-166.4 cm dan 136.8162.0 cm. Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar tinggi badan subjek berada pada rentang 145.1–155 cm untuk semua kelompok. Rata-rata tinggi badan subjek kelompok jalan kaki lebih tinggi (152.2±7.2 cm) daripada subjek kelompok pasif (150.3±7.8 cm) dan sepeda (150.4±7.3 cm). Adanya kelebihan maupun kekurangan tinggi badan dari standar dapat mempengaruhi status gizi ideal. Menurut AKG (2013), tinggi badan ideal anak laki-laki usia 10-12 tahun ialah 142 cm dan usia 13-15 tahun ialah 158 cm. Kemudian, tinggi badan ideal anak perempuan usia 10-12 tahun ialah 145 cm dan usia 13-15 tahun ialah 155 cm. Jarak Tempuh Secara keseluruhan sebaran jarak tempuh subjek berkisar antara 800-14 000 m dengan rata-rata 3 358±2 727 m. Kisaran jarak tempuh subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif berturut-turut 800-1 600 m, 1 000-4 000 m dan 3 000-14 000 m. Berdasarkan tabel di atas, jarak tempuh sebagian besar kelompok jalan kaki berada dalam rentang ≤ 1 000 m sebanyak 86.7%, sedangkan kelompok sepeda dan pasif berada pada rentang ≥ 3 000 m sebanyak 53.8% dan 86.7%. Rata-rata jarak tempuh subjek kelompok pasif lebih jauh (5 933±2 840 m) daripada subjek kelompok jalan kaki (1 027±212 m) dan sepeda (3 077±1 188 m).
14
Perbedaan jarak tempuh yang cukup jauh antar ketiga kelompok pada penelitian ini menjadi hal yang wajar. Menurut Chillon et al (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis transportasi ke sekolah yaitu jarak dari ke sekolah, kekhawatiran orangtua (persepsi) akan keamanan sang anak dan kondisi cuaca.
Status Gizi Riyadi (2007), mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi, oleh sebab itu antropometri diakui sebagai indikator yang baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi. Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara yang lebih dianjurkan untuk menentukan status gizi kurus, normal atau gemuk pada seseorang. Sebaran subjek berdasarkan status gizi disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Sebaran subjek berdasakan kategori status gizi (IMT) Status Gizi Kurus Normal Gemuk Total
n 0 12 3 15
J. Kaki % 0 80.0 20.0 100
n 1 9 3 13
Sepeda % 7.7 69.2 23.1 100
n 3 9 3 15
Pasif % 20.0 60.0 20.0 100
p value 0.608
Berdasarkan Tabel 7 di atas, status gizi kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif tersebar pada kategori kurus, normal, dan gemuk. Sebagian besar subjek memiliki status gizi normal pada kelompok jalan kaki (80%), sepeda (69.2%) dan pasif (60%). Rata-rata IMT pada kelompok jalan kaki adalah 18.8±2.7, kelompok sepeda 18.9±4.0, dan kelompok pasif 17.7±3.5. Hasil uji beda One-Way ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan IMT yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andersen et al (2009). Penelitian tersebut menunjukan tidak ada perbedaan tinggi badan, berat badan dan IMT berdasarkan jenis transportasi mereka ke sekolah. Status gizi yang homogen di mana sebagian besar masuk ke dalam kategori normal, dimungkinkan menjadi alasan tidak adanya perbedaan status gizi antara ketiga kelompok. Adapun rata-rata IMT per jenis kelamin yaitu pada laki-laki adalah 20.1±3.3 2 kg/m kelompok jalan kaki, 19.4±4.8 kg/m2 kelompok sepeda dan 18.6±4.2 kg/m2 kelompok pasif. Rata-rata IMT pada perempuan adalah 17.7±1.5 kg/m2 kelompok jalan kaki, 18.2±2.6 kg/m2 kelompok sepeda dan 16.9±2.9 kg/m2 kelompok pasif. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan IMT yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.118), kelompok sepeda (0.577), dan kelompok pasif (0.406).
15
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut WHO (2007), aktivitas fisik subjek sekolah dibagi atas beberapa bagian, yaitu tidur, waktu sekolah, waktu luang, mengerjakan tugas, melakukan perjalanan ke sekolah, dan berolahraga. Lamanya perjalanan ke sekolah tentu tergantung dari bagaimana cara dia menuju ke sekolah. Menurut Ostergaard et al.(2013) saat ini berbagai cara transportasi anak-anak dan remaja menuju ke sekolah terdiri menjadi 2 kelompok yaitu transportasi aktif (berjalan kaki dan bersepeda) dan transportasi pasif (berkendara). Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik Aktivitas Fisik Sangat Ringan Ringan Total
n 9 6 15
J. Kaki % 60.0 40.0 100
n 4 9 13
Sepeda % 30.8 69.2 100
n 10 3 15
Pasif % 66.7 33.3 100
p value 0.146
Berdasarkan Tabel 8 di atas, aktivitas fisik kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif tersebar pada kategori sangat ringan dan ringan. Rendahnya aktivitas fisik subjek didukung dengan hasil Riskesdas (2013) yang menyatakan proporsi penduduk ≥10 tahun berdasarkan aktivitas sedentari menurut karakteristik kelompok umur 10-14 tahun yaitu sebanyak 28.2% melakukan aktivitas sedentari <3 jam, 42.7% melakukan aktivitas sedentari 3-5.9 jam, dan 29.1% melakukan aktivitas sedentari ≥6 jam. Sebagian besar subjek memiliki aktivitas fisik sangat ringan pada kelompok jalan kaki (60%) dan pasif (66.7%), sedangkan pada kelompok sepeda sebanyak 69.2% memiliki aktivitas fisik ringan. Rata-rata nilai PAL pada kelompok jalan kaki adalah 1.4±0.1, kelompok sepeda 1.6±0.2, dan kelompok pasif 1.4±0.1. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan aktivitas fisik yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Schoeppe et al (2012). Penelitian tersebut menunjukan bahwa anak yang berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah memiliki tingkat aktifitas fisik lebih tinggi daripada anak yang menaiki mobil atau bus. Adapun rata-rata nilai PAL per jenis kelamin yaitu pada laki-laki adalah 1.39±0.09 kelompok jalan kaki, 1.50±0.17 kelompok sepeda dan 1.37±0.09 kelompok pasif. Rata-rata nilai PAL pada perempuan adalah 1.35±0.06 kelompok jalan kaki, 1.39±0.06 kelompok sepeda dan 1.39±0.13 kelompok pasif. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai PAL yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.323), kelompok sepeda (0.138), dan kelompok pasif (0.753). Tidak adanya perbedaan aktifitas fisik di antara ketiga kelompok mungkin dikarenakan sebagian besar aktivitas subjek dalam sehari-hari ialah sama, yaitu belajar di sekolah dari pukul 13.00 sampai 17.00 WIB, kemudian mengerjakan pekerjaan rumah di malam hari, tidur malam dan bermain keesokan pagi harinya. Khusus untuk aktivitas perjalanan ke dan dari sekolah menggunakan berbagai jenis transportasi ialah hanya sebagian kecil dari waktu 24 jam sehari.
16
Tingkat Kecukupan Zat Gizi Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG digunakan sebagai acuan untuk menentukan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) subjek. Adapun TKG yang dihitung pada penelitian ini terdiri dari Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Zat Besi, Vitamin B1 dan C. Tingkat Kecukupan Energi Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka Kecukupan Energi (AKE) subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki adalah 2100 kkal per hari dan perempuan adalah 2000 kkal per hari. Subjek dengan usia 13-15 tahun untuk laki-laki memiliki AKE sebesar 2475 kkal per hari dan perempuan adalah 2125 kkal per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan Energi Def. Berat Def. Sedang Def. Ringan Normal Lebih Total
J. Kaki n % 0 0 6 40.0 4 26.7 3 20.0 2 13.3 15 100
Sepeda n % 3 23.1 1 7.7 4 30.8 3 23.1 2 15.3 13 100
Pasif n 3 0 2 4 6 15
% 20.0 0 13.3 26.7 40.0 100
p value
0.361
Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar tingkat kecukupan energi kelompok jalan kaki masuk dalam kategori defisit sedang (40%), kelompok sepeda masuk dalam kategori defisit ringan (30.8%) sedangkan kelompok pasif masuk dalam kategori normal (26.7%) dan lebih (40%). Rata-rata asupan energi subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 2075±473.8 kkal per hari, 2071±382.7 kkal per hari dan 2065±490 kkal per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan energi yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan energi subjek per jenis kelamin yaitu subjek lakilaki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 2272±491.1 kkal per hari, 2029±313.4 kkal per hari dan 1746±766.0 kkal per hari. Rata-rata asupan energi subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 1882±592.1 kkal per hari, 2078±341.8 kkal per hari dan 2194±493.2 kkal per hari. Hasil uji beda TTest menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan energi yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.245), kelompok sepeda (0.735), dan kelompok pasif (0.165). Menurut Contento (2011) faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah preferensi, kebiasaan, ketersediaan, tradisi, budaya, dan pendapatan. Kecenderungan asupan energi yang sama antara ketiga kelompok kemungkinan disebabkan karena ketiga kelompok cenderung memiliki tingkat uang saku untuk jajan dan lokasi membeli jajanan yang sama sehingga akses dan daya beli terhadap pangan relatif sama dan konsumsinya cenderung tidak berbeda.
17
Tingkat Kecukupan Protein Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka Kecukupan Protein (AKP) subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki adalah 56 gram per hari dan perempuan adalah 60 gram per hari. Subjek dengan usia 13-15 tahun untuk laki-laki memiliki AKP sebesar 72 gram per hari dan perempuan adalah 69 gram per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein Def. Berat Def. Sedang Def. Ringan Normal Lebih Total
J. Kaki n % 9 60.0 3 20.0 0 0 2 13.3 1 6.7 15 100
Sepeda n % 6 46.1 3 23.1 3 23.1 0 0 1 7.7 13 100
Pasif n 7 0 2 4 2 15
% 46.7 0 13.3 26.7 13.3 100
p value
0.423
Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar tingkat kecukupan protein kelompok jalan kaki masuk dalam kategori defisit sedang (40%), kelompok sepeda masuk dalam kategori defisit ringan (30.8%) sedangkan kelompok pasif masuk dalam kategori normal (26.7%) dan lebih (40%). Rata-rata asupan protein subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 47.2±13.3 gram per hari, 47.8±9.7 gram per hari dan 50.9±17.9 gram per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan protein yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan protein subjek per jenis kelamin yaitu subjek lakilaki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 51±7.8 gram per hari, 47±8.5 gram per hari dan 39±15.2 gram per hari. Rata-rata asupan protein subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 44±21.5 gram per hari, 49±12.8 gram per hari dan 58±22.9 gram per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan protein yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.345), kelompok sepeda (0.830), dan kelompok pasif (0.202). Tingkat Kecukupan Lemak Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka kecukupan lemak subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki adalah 70 gram per hari dan perempuan adalah 67 gram per hari. Subjek dengan usia 13-15 tahun untuk laki-laki memiliki angka kecukupan lemak sebesar 83 gram per hari dan perempuan adalah 71 gram per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak Tingkat Kecukupan Lemak Kurang Normal Lebih Total
J. Kaki n % 7 46.7 3 20.0 5 33.3 15 100
Sepeda n % 6 46.2 6 46.2 1 7.6 13 100
Pasif n 8 1 6 15
% 53.3 6.7 40.0 100
p value 0.423
18
Berdasarkan Tabel 11, sebagian besar tingkat kecukupan lemak kelompok jalan kaki dan pasif masuk dalam kategori kurang (46.7% dan 53.3%), sedangkan kelompok sepeda masuk dalam kategori normal (46.2%) dan kurang (46.2%). Rata-rata asupan lemak subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 58.9±28.4 gram per hari, 57.8±11.3 gram per hari dan 59.9±24.8 gram per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan lemak yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan lemak subjek per jenis kelamin yaitu subjek lakilaki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 80±33.6 gram per hari, 57±22.3 gram per hari dan 59±29.7 gram per hari. Rata-rata asupan lemak subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 47±29.1 gram per hari, 59±19.5 gram per hari dan 54±27.7 gram per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan lemak yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok sepeda (0.512) dan kelompok pasif (0.831), kecuali pada kelompok jalan kaki (0.039). Tingkat Kecukupan Karbohidrat Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka kecukupan karbohidrat subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki adalah 289 gram per hari dan perempuan adalah 275 gram per hari. Subjek dengan usia 13-15 tahun laki-laki memiliki angka kecukupan karbohidrat sebesar 340 gram per hari dan perempuan adalah 292 gram per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat Kecukupan Karbohidrat Kurang Normal Lebih Total
J. Kaki n % 4 26.7 6 40.0 5 33.3 15 100
Sepeda n % 7 53.8 3 23.1 3 23.1 13 100
Pasif n 3 4 8 15
% 20.0 26.7 53.3 100
p value 0.441
Berdasarkan Tabel 12, sebagian besar tingkat kecukupan karbohidrat kelompok jalan kaki masuk dalam kategori normal (40%), kelompok sepeda masuk dalam kategori kurang (53.8%), dan kelompok pasif masuk dalam kategori lebih (53.3%). Rata-rata asupan karbohidrat subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 330±70 gram per hari, 341.4±90.2 gram per hari dan 337.1±97.1 gram per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan karbohidrat subjek per jenis kelamin yaitu subjek laki-laki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 357±88.9 gram per hari, 345±68.1 gram per hari dan 260±135.1 gram per hari. Rata-rata asupan karbohidrat subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 304±91.2 gram per hari, 329±99.5 gram per hari dan 379±78.3 gram per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.281) dan kelompok sepeda (0.277), kecuali pada kelompok pasif (0.041).
19
Tingkat Kecukupan Kalsium Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka kecukupan kalsium subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki dan perempuan adalah 1200 mg per hari. Subjek dengan usia 13-15 tahun untuk laki-laki dan perempuan memiliki angka kecukupan kalsium sebesar 1200 mg per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium Tingkat Kecukupan Kalsium Cukup Kurang Total
J. Kaki n % 0 0 15 100 15 100
Sepeda n % 0 0 13 100 13 100
Pasif n 0 15 15
% 0 100 100
p value 0.222
Berdasarkan Tabel 13, tingkat kecukupan kalsium semua kelompok masuk kategori kurang. Rata-rata asupan kalsium subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 201.3±89.2 mg per hari, 146.9±54.4 mg per hari dan 188.3±141.5 mg per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan kalsium yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan kalsium subjek per jenis kelamin yaitu subjek lakilaki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 179±130.5 mg per hari, 134±58.1 mg per hari dan 106±50.1 mg per hari. Rata-rata asupan kalsium subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 176±50.0 mg per hari, 181±84.9 mg per hari dan 251±250 mg per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan kalsium yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.764), kelompok sepeda (0.542), dan kelompok pasif (0.127). Tingkat Kecukupan Zat Besi Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka kecukupan zat besi subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki adalah 13 mg per hari dan perempuan adalah 20 mg per hari. Subjek dengan usia 13-15 tahun untuk laki-laki memiliki angka kecukupan zat besi sebesar 19 mg per hari dan perempuan adalah 26 mg per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat besi disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat besi Tingkat Kecukupan Zat Besi Cukup Kurang Total
J. Kaki n % 2 13.3 13 86.7 15 100
Sepeda n % 3 23.1 10 76.9 13 100
Pasif n 1 14 15
% 6.7 93.3 100
p value 0.026
Berdasarkan Tabel 14, sebagian besar tingkat kecukupan zat besi semua kelompok masuk kategori kurang. Rata-rata asupan zat besi subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 9.1±2.7 mg per hari, 10.4±3.1 mg per hari dan 10.4±4.5 mg per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kecukupan zat besi yang nyata antara ketiga kelompok(p<0.05).
20
Adapun rata-rata asupan zat besi subjek per jenis kelamin yaitu subjek lakilaki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 10±4.0 mg per hari, 9±3.0 mg per hari dan 7±3.0 mg per hari. Rata-rata asupan zat besi subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 8±2.3 mg per hari, 13±3.8 mg per hari dan 12±6.1 mg per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan zat besi yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.462), kelompok sepeda (0.195), dan kelompok pasif (0.185). Tingkat Kecukupan Vitamin B1 Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka kecukupan vitamin B1 subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki adalah 1.1 mg per hari dan perempuan adalah 1.0 mg per hari. Angka kecukupan vitamin B1 subjek usia 13-15 tahun untuk laki-laki adalah 1.2 mg per hari dan perempuan adalah 1.1 mg per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 Tingkat Kecukupan Vitamin B1 Cukup Kurang Total
J. Kaki N % 9 60.0 6 40.0 15 100
Sepeda n % 7 53.8 6 46.2 13 100
Pasif n 6 9 15
% 40.0 60.0 100
p value 0.335
Berdasarkan Tabel 15, sebagian besar tingkat kecukupan vitamin B1 kelompok jalan kaki dan sepeda masuk kategori cukup (60% dan 53.8%), sedangkan kelompok pasif masuk kategori kurang (60%). Rata-rata asupan vitamin B1 subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 1.9±1.4 mg per hari, 2.1±2.9 mg per hari dan 1.2±0.8 mg per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan vitamin B1 yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan zat besi subjek per jenis kelamin yaitu subjek lakilaki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 2±1.9 mg per hari, 1±1.1 mg per hari dan 1±0.8 mg per hari. Rata-rata asupan vitamin B1 subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 2±1.4 mg per hari, 2±1.9 mg per hari dan 1±0.9 mg per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan vitamin B1 yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.922), kelompok sepeda (0.244), dan kelompok pasif (0.233). Tingkat Kecukupan Vitamin C Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Angka kecukupan vitamin C subjek usia 10-12 tahun untuk laki-laki dan perempuan adalah 50 mg. Subjek dengan usia 13-15 tahun untuk laki-laki memiliki angka kecukupan vitamin C sebesar 75 mg per hari dan perempuan adalah 65 mg per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C disajikan dalam Tabel 16.
21
Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin C Tingkat Kecukupan Vitamin C Cukup Kurang Total
J. Kaki n % 2 13.3 13 86.7 15 100
Sepeda n % 1 7.7 12 92.3 13 100
Pasif n 1 14 15
% 6.7 93.3 100
p value 0.536
Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar tingkat kecukupan vitamin C semua kelompok masuk kategori kurang. Rata-rata asupan vitamin C subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 12.8±11.5 mg per hari, 23.5±57 mg per hari dan 11.9±13.9 mg per hari. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan vitamin C yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata asupan vitamin C subjek per jenis kelamin yaitu subjek laki-laki kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 10±9.3 mg per hari, 4±2.8 mg per hari dan 9±6.2 mg per hari. Rata-rata asupan vitamin C subjek perempuan kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif adalah 21±22.0 mg per hari, 28±29.6 mg per hari dan 18±26.9 mg per hari. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan vitamin C yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.203), kelompok sepeda (0.148), dan kelompok pasif (0.559).
Kebugaran Jasmani Kebugaran adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental. Kebugaran jasmani akan diperoleh apabila seseorang melakukan latihan rutin. Kebugaran akan mempengaruhi terhadap kinerja sehingga tidak akan cepat merasa lelah. Menurut Satya (2008), derajat kebugaran dapat menggambarkan seberapa baik penyesuaian fisik terhadap beban dan tugas fisik yang dilakukan dan seberapa cepat proses pulih dari kelelahannya. Semakin baik tingkat penyesuaian terhadap tugas fisik dan kecepatan pulih asalnya, maka semakin baik pula tingkat kebugaran yang dimilikinya. Sebaran subjek berdasarkan kategori kebugaran disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kebugaran Kebugaran Sedang Kurang Kurang Sekali Total
n 5 8 2 15
J. Kaki % 33.3 53.4 13.3 100
n 9 4 0 13
Sepeda % 69.2 30.8 0 100
n 5 9 1 15
Pasif % 33.3 60.0 6.7 100
p value 0.259
Berdasarkan Tabel 17 di atas, kebugaran kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif tersebar pada kategori sedang, kurang dan kurang sekali. Sebagian besar subjek masuk ke dalam kategori kebugaran kurang pada kelompok jalan kaki (53.4%) dan pasif (60%), sedangkan kelompok sepeda masuk kategori sedang (69.2%). Rata-rata skor kebugaran pada kelompok jalan kaki adalah 12.5±2.9, kelompok sepeda 13.6±1.8, dan kelompok pasif 12.5±1.9. Hasil uji beda Kruskal
22
Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kebugaran jasmani yang nyata antara ketiga kelompok (p>0.05). Adapun rata-rata skor kebugaran per jenis kelamin yaitu pada laki-laki adalah 11.6±3.5 kelompok jalan kaki, 13.1±2.2 kelompok sepeda dan 11.9±2 kg/m2 kelompok pasif. Rata-rata skor kebugaran pada perempuan adalah 13.4±1.9 kelompok jalan kaki, 14.4±0.6 kelompok sepeda dan 13.1±1.9 kelompok pasif. Hasil uji beda T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kebugaran jasmani yang nyata antara jenis kelamin (p>0.05). Nilai p value pada kelompok jalan kaki (0.259), kelompok pasif (0.236), dan khusus kelompok sepeda (0.535) menggunakan uji beda Mann Whitney. Walaupun tidak adanya perbedaan kebugaran jasmani antara ketiga kelompok berdasarkan hasil analisis, kita masih dapat melihat secara deskriptif. Jika dilihat dari banyaknya jumlah subjek yang masuk kategori kebugaran sedang, maka kelompok sepeda dapat dikatakan lebih bugar dari kelompok lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ostergaard et al (2013). Penelitian tersebut menunjukan bahwa kebugaran kardiorespatori dan otot pada pengguna transportasi aktif khususnya sepeda lebih tinggi daripada pengguna transportasi pasif. Menurut de Nazelle et al (2011) penggunaan transportasi aktif cenderung membawa manfaat besar bagi kesehatan individunya melalui peningkatan aktivitas fisik, berkurangnya menghirup polusi udara, paparan kebisingan, dan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Uji Hubungan Antar Variabel Hubungan Jenis Kelamin dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=-0.239, p=0.123). Walaupun penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, secara keseluruhan hasil persentasi tingkat kebugaran jasmani dalam kategori sedang lebih banyak dimiliki oleh subjek perempuan daripada subjek laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Carnethon et al (2005) yang menyatakan prevalensi tidak bugar lebih besar pada remaja (34.4%) dan dewasa (16.2%) perempuan daripada remaja (32.9%) dan dewasa (11.8%) laki-laki. Tingginya tingkat kebugaran perempuan khususnya pada kelompok sepeda, diperkirakan karena aktivitas di luar jam belajar seperti ekstrakulikuler yang diikuti yaitu paskibra. Seperti yang telah kita ketahui bahwa, ekstrakulikuler tersebut mewajibkan anggotanya memiliki kekuatan fisik yang tangguh serta selalu rutin dan disiplin dalam berlatih. Namun, variabel ekstrakulikuler ini tidak dibahas secara mendalam dalam penelitian ini. Hubungan Usia dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=-0.235, p=0.129). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai negatif, yang dapat diartikan semakin bertambah usia subjek maka skor kebugaran subjek semakin rendah dan sebaliknya.
23
Menurut Muslichatun (2005), usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebugaran jasmani seseorang, dimana pada usia pertumbuhan kebugaran jasmaninya akan lebih baik dikarenakan fungsi organ akan tumbuh dengan optimal. Sedangkan pada orangtua akan terjadi penurunan kebugaran jasmani dikarenakan banyak jaringan-jaringan dalam tubuh yang mengalami kerusakan. Hasil yang tidak signifikan pada ketiga kelompok kemungkinan dikarenakan usia antara kelas VII dan VIII tidak berbeda jauh, dimana sebaran usia subjek adalah 12-14 tahun. Tes kebugaran yang dilakukan pun dibedakan berdasarkan rentang usia, bukan kelas atau jenis transportasi. Hubungan IMT/U dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT/U dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=-0.034, p=0.828). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai negatif, yang dapat diartikan semakin tinggi nilai IMT/U subjek maka skor kebugaran subjek semakin rendah dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Arika (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan tingkat kebugaran siswa/i, dan sejalan juga dengan hasil penelitian Gonzales-Suarez et al. (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan status gizi bernilai negatif yang kuat dengan tingkat kebugaran seperti subjek yang memiliki status gizi obesitas memiliki tingkat kebugaran yang rendah (p<0.0001). Hasil yang tidak signifikan pada ketiga kelompok kemungkinan dikarenakan data IMT pada ketiga kelompok cenderung homogen yaitu sebagian besar masuk ke dalam kategori normal baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.218, p=0.160). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi aktivitas fisik subjek maka skor kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Janssen et al. (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan manfaat kesehatan pada anak usia sekolah dan remaja seperti berkurangnya resiko terkena obesitas, tekanan darah tinggi, bahkan kebugaran kardiovakular dan kesehatan tulang. Hasil yang tidak signifikan pada ketiga kelompok kemungkinan dikarenakan aktivitas fisik subjek yang sebagian besar masuk kategori ringan. Rutinitas subjek sehari-hari dihabiskan untuk sekolah dan tidur. Adapun sebagian besar waktu luang subjek diisi untuk bermain handphone dan menonton televisi. Pada kelompok jalan kaki dan sepeda menghabiskan waktu bermain handphone dan menonton televisi sebanyak ±4 jam sedangkan kelompok pasif sebanyak ±3 jam dalam sehari. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Kebugaran Uji hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan kebugaran dilakukan pada zat gizi makro dan mikro. Hal ini dikarenakan pada zat gizi makro yang terdiri dari protein, lemak dan karbohidrat merupakan sumber energi yang tinggi untuk
24
melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Salah satunya perjalanan berangkat dan pulang sekolah, yang secara rutin dapat berdampak kepada tingkat kebugaran seseorang. Begitu pun pada zat gizi mikro, dimana setiap zat gizi mikro memiliki fungsi masing-masing terhadap metabolisme tubuh (Beck 2000). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.055, p=0.725). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Konig et al (2003) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara zat gizi makro dengan kebugaran, dimana asupan energi lebih tinggi pada seseorang yang memiliki kebugaran jasmani yang lebih tinggi. Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi tingkat kecukupan energi subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Rachmawati (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05). Hal ini kemungkinan disebabkan karena terdapatnya faktor lain yang lebih mempengaruhi tingkat kebugaran subjek seperti faktor genetika, kebiasaan olahraga individu yang tidak diukur dalam penelitian ini. Selain itu tingkat kebugaran jasmani seseorang merupakan hasil kumulatif dari perilaku lampau hingga saat ini termasuk di dalamnya adalah perilaku konsumsi pangan, sehingga kemungkinan metode recall 2x24 jam pada penelitian ini belum mampu mewakili kebiasaan makan subjek pada masa sebelumnya. Metode recall 2x24 jam hanya mengandalkan daya ingat dan kemampuan subjek dalam memperkiran ukuran makan yang telah dikonsumsi. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pengembangan teknik recall untuk dapat menggambarkan kebiasaan makan dengan lebih baik. Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.013, p=0.933). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi tingkat kecukupan protein subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Menurut Genton (2011), asupan protein selama fase pemulihan akan meningkatkan pembentukkan massa otot yang lebih baik lagi sehingga dapat menunjang penampilan saat melakukan latihan yang pada akhirnya meningkatkan kebugaran jasmani seseorang. Hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian Hastuti dan Zulaekah (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05). Hubungan Tingkat Kecukupan Lemak dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan lemak dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.014, p=0.930). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi tingkat kecukupan lemak subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Konig et al (2003) yang menyatakan
25
bahwa adanya hubungan yang signifikan antara zat gizi makro dengan kebugaran, dimana seseorang yang memiliki kebugaran yang lebih tinggi berhubungan signifikan dengan kadar asam lemak tak jenuh dalam plasma darahnya. Kadar asam lemak tak jenuh dalam plasma secara signifikan berhubungan dengan asupan lemak tak jenuh pada seseorang. Namun, sejalan dengan penelitian Hastuti dan Zulaekah (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05). Hubungan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dengan Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.079, p=0.612). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi tingkat kecukupan karbohidrat subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian eksperimental Toma (2009) yang menyatakan bahwa diet tinggi karbohidrat disertai latihan mendayung selama tujuh minggu pada 9 subjek laki-laki dapat meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan ukuran otot gerak. Menurut Genton (2011), asupan karbohidrat di setiap waktu menjelang latihan dapat meningkatkan kebugaran jasmani seseorang karena metabolisme karbohidrat lebih cepat menghasilkan glukosa sebagai sumber energi serta cepat pula dalam proses pemulihan setelah latihan selesai. Namun, sejalan dengan penelitian Hastuti dan Zulaekah (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05). Hubungan Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Kebugaran Uji hubungan tingkat kecukupan kalsium dengan kebugaran dilakukan karena fungsi utama dari kalsium terkait dengan kebugaran yaitu untuk pembentukan tulang yang kuat (Beck 2000). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan kalsium dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.131, p=0.401). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi tingkat kecukupan kalsium subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Berbeda dengan hasil penelitian Mahesh et al (2014) yang menyatakan asupan kalsium, vitamin D dan aktivitas fisik yang tinggi diketahui berhubungan signifikan dengan kepadatan tulang seseorang dalam upaya menunjang kebugaran jasmani. Namun, sejalan dengan penelitian Rachmawati (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05). Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Kebugaran Uji hubungan tingkat kecukupan zat besi dengan kebugaran dilakukan karena fungsi utama dari zat besi terkait dengan kebugaran yaitu untuk pembentukan hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah (Beck 2000). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.027, p=0.863). Hasil uji hubungan pada ketiga
26
kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi tingkat kecukupan zat besi subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Berbeda dengan hasil penelitian Vaz et al (2011) yang menyatakan asupan zat besi dalam bentuk suplemen diketahui berhubungan signifikan dengan kebugaran jasmani khususnya dalam meningkatkan kapasitas aerobik dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dengan zat gizi mikro lain pada anak usia 7 hingga 10 tahun. Namun, sejalan dengan penelitian Rahmawati (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan tingkat kebugaran seperti kekuatan dan daya tahan tubuh subjek (p>0.05). Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin B1 dengan Kebugaran Uji hubungan tingkat kecukupan vitamin B1 dengan kebugaran dilakukan karena fungsi utama dari vitamin B1 terkait dengan kebugaran yaitu merupakan bagian dari sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin ini diperlukan untuk metabolisme asam piruvat (pyruvat acid), yaitu zat yang dihasilkan pada pemecahan glikogen dalam otot untuk menghasilkan energi (Beck 2000). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin B1 dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=-0.045, p=0.772). Berbeda dengan hasil penelitian Vaz et al (2011) yang menyatakan asupan vitamin B1 dalam bentuk suplemen diketahui berhubungan signifikan dengan kebugaran jasmani khususnya dalam meningkatkan kapasitas aerobik dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dengan zat gizi mikro lain pada anak usia 7 hingga 10 tahun. Namun, sejalan dengan penelitian Rachmawati (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B1 dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05). Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Kebugaran Uji hubungan tingkat kecukupan vitamin C dengan kebugaran dilakukan karena fungsi utama dari vitamin C terkait dengan kebugaran yaitu penting bagi sistem kekebalan tubuh serta pembentukan sel-sel dan jaringan tubuh (Beck 2000). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin C dengan kebugaran pada ketiga kelompok jenis transportasi (r=0.037, p=0.814). Hasil uji hubungan pada ketiga kelompok memiliki nilai positif, yang dapat diartikan semakin tinggi asupan vitamin C subjek maka kebugaran subjek semakin tinggi dan sebaliknya. Berbeda dengan hasil penelitian Vaz et al (2011) yang menyatakan asupan vitamin C dalam bentuk suplemen diketahui berhubungan signifikan dengan kebugaran jasmani khususnya dalam kapasitas aerobik dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dalam meningkatkan zat gizi mikro lain pada anak usia 7 hingga 10 tahun. Namun, sejalan dengan penelitian Rachmawati (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan tingkat kebugaran subjek (p>0.05).
27
Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung serta memprediksi nilai variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Analisis regresi linear yang digunakan adalah regresi berganda dikarenakan variabel terikatnya berupa variabel numerik dengan menggunakan metode backward. Pada metode ini, secara bertahap variabel yang tidak berpengaruh akan dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari analisis (Dahlan 2009). Analisis regresi linear berganda ini dilakukan karena mengingat hasil uji hubungan yang tidak berhubungan signifikan antara beberapa variabel dengan skor kebugaran. Analisis regresi linear berganda ini dilakukan unutuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap skor kebugaran seperti jenis kelamin, jenis transportasi, usia, IMT/U, aktivitas fisik (skor PAL), dan asupan zat gizi. Penggunaan variabel dummy dilakukan pada variabel jenis kelamin dan jenis transportasi. Hal ini dilakukan karena kedua variabel tersebut merupakan jenis data kategori (nominal). Penggunaan variabel dummy pada kedua variabel tersebut dilakukan dengan cara merubah jenis data kategori menjadi numerik. Yaitu, “1” untuk jenis kelamin laki-laki dan “0” untuk perempuan. Pada jenis transportasi, dikarenakan terdapat 3 jenis transportasi maka variabel dummy dibuat menjadi 2 jenis. Pertama, diberi nama JT_1 dimana angka “1” untuk subjek pejalan kaki dan “0” untuk subjek selain pejalan kaki. Kedua, diberi nama JT_2 dimana angka “1” untuk subjek pengguna sepeda dan “0” untuk subjek selain pengguna sepeda. Maka hasil dari analisis linear berganda ini ialah varibel jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik berpengaruh terhadap skor kebugaran. Berikut persamaan garis linear dari penelitian ini : Y = 15.735 – 1.768(Jenis kelamin) – 0.880(Usia) + 6.509(Aktivitas fisik) Persamaan garis linear ini memiliki nilai R dan R2 sebesar 0.507 dan 0.257 yang artinya variabel jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik dapat menjelaskan 25.7% dari skor kebugaran dengan kekuatan kolerasi yang sedang. Hasil uji ANOVA yaitu p=0.008 (p<0.05). Hal ini mengartikan bahwa persamaan garis linear di atas layak digunakan untuk mengukur kebugaran subjek. Penjelasan dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa pada penelitian ini skor kebugaran akan tinggi jika subjek berjenis kelamin perempuan dengan usia yang masih muda (remaja), memiliki aktivitas fisik yang tinggi, begitupun sebaliknya. Penetapan jenis kelamin perempuan dikarenakan pada penelitian ini tingkat kebugaran perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki seperti pada kelompok yang menggunakan sepeda ke sekolah. Untuk usia terkait dengan kebugaran, hal ini sejalan dengan Baur et al (2012) yang menyatakan bahwa daya tahan kardiorespiratori yang merupakan salah satu bagian dari kebugaran akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur. Penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang mempertahankan status gizinya dan rajin berolahraga secara teratur. Aktivitas fisik yang terkait dengan kebugaran, hal ini sejalan dengan Corder et al (2013) yang menyatakan bahwa dengan adanya perubahan intensitas aktifitas fisik dari sedang ke kuat dalam sehari-hari baik hari aktif maupun akhir pekan akan mempengaruhi kebugaran seseorang.
28
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Sebaran umur subjek berkisar antara 12-14 tahun dengan rata-rata 12.6±0.7 tahun. Jenis kelamin kelompok jalan kaki dan pasif didominasi oleh perempuan (53.3%) sedangkan kelompok sepeda oleh laki-laki (61.5%). Rata-rata uang saku subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif berturut-turut Rp9 267±3 105, Rp9 153±2 640 dan Rp12 300±4 399. Sebagian besar berat badan subjek berada pada rentang 35.1–45 kg untuk semua kelompok dengan rata-rata 42.4±9.8 kg. Sebagian besar tinggi badan subjek berada pada rentang 145.1–155 cm untuk semua kelompok dengan rata-rata 150.9±7.3 cm. Rata-rata jarak tempuh subjek kelompok jalan kaki, sepeda dan pasif berturut-turut 1 027±212 m, 3 077±1 188 m dan 5 933±2 840 m. Hasil pada penelitian ini, tidak terdapat perbedaan status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi, zat gizi makro dan mikro serta kebugaran jasmani antara ketiga kelompok jenis transportasi ke sekolah (p>0.05), kecuali tingkat kecukupan zat besi (p=0.026). Namun, jika dilihat dari jumlah banyaknya siswa/i yang masuk kategori kebugaran sedang maka kelompok sepeda dapat dikatakan lebih bugar dari kelompok lainnya baik laki-laki (50.0%) maupun perempuan (100%). Hasil uji kolerasi tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia, status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya dengan kebugaran jasmani (p>0.05). Namun, pada hasil uji regresi linier berganda kebugaran seseorang itu dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik.
SARAN Saran pada penelitian ini ialah sebaiknya dalam pemilihan subjek diturutsertakan kriteria inklusi berupa jarak tempuh minimal yang lebih besar lagi atau penetapan jarak yang sama sehingga terlihat perbedaan dari ketiga kelompok tersebut. Penggunaan metode recall 2x24 jam untuk mengetahui asupan energi dan zat gizi lainnya sebaiknya ada pengembangan teknik recall makanan jika memungkinkan. Saran bagi sekolah, sebaiknya menghidupkan kembali hidup aktif dengan cara melakukan promosi akan penggunaan transportasi aktif khususnya sepeda dalam upaya meningkatkan kebugaran jasmani dan mengurangi polusi udara di sekitar lingkungan sekolah.
29
DAFTAR PUSTAKA Andersen LB, Lawlor DA, Cooper AR, Froberg K, Anderssen SA. 2009. Physical fitness in relation to transport to school in adolescent: the Danish youth and sports study. Scand J Med Sci Sport. 19:406–411.doi: 10.1111/j.16000838.2008.00803.x. Baur DM, Hales D, Christophi CA, Cook EF, Kales SN. 2012. Age-related decline in cardiorespiratory fitness among career firefighters: modification by physical activity and adiposity. Journal Of Obesity. 1:6.doi: 10.1155/2012/710903. Beck ME. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta (ID): ANDI Yogyakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis tahun 1987-2012 [internet]. [diacu 2014 Februari 11]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id/. Carnethon MR, Gulati M, Greenland P. 2005. Prevalence and cardiovascular disease correlates of low cardiorespiratory fitness in adolescents and adults. American Medical Association. ISSN: 2981-2988, Volume 294, Nomor 23, Hml 1-7. Chillon P, Hales D, Vaughn A, Gizlice Z, Ni A, Ward DS. 2014. Cross-sectional study of demographic, environmental and parental barriers to active school travel among children in the United States. International Journal Of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 11:61.doi: 10.1186/1479-586811-61. Cholik dan Maksum. 2007. Sport Development Index. Jakarta: PT Indeks. Conteto IR. 2011. Nutritional Education. Kanada (US): Jones and Bartlett Publishers. Corder K, Craggs C, Jones AP, Ekelund U, Griffin SJ, Van Sluijs EMF. 2013. Predictor of change differ for moderate and vigorous intensity physical activity and for weekdays and weekends: a longitudinal analysis. International Journal Of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 10:69.doi: 10.1186/1479-5868-10-69. Dahlan MS. 2009. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta (ID): PT. Salemba Medika. de Nazelle A, Nieuwenhuijsen MJ, Anto JM, Brauer M, Briggs D, BraunFahrlander C, Cavill N, Cooper AR, Desqueyroux H, Fruin S et al. 2011. Improving health through policies that promote active travel: a review of evidence to support integrated health impact assessment. Environ Int. 37:766-777.doi:10.1016/j.envint.2011.02.003. [DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 1999. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2005. Definisi Remaja. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement. Rome: FAO/WHO/UNU. [FKM-UI] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
30
Genton L. 2011. Clinical Nutrition University: Calorie and macronutrient requirements for physical fitness. The European e-Journal of Clinical Nutrition and Metabolism. 6(11) e77-e84.doi:10.1016/j.eclnm.2011.01.008 Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Assessment. OXFORD UniversityPress.Second Edition. Gonzalez-Suarez CB, Caralipio N, Gambito E, Reyes JJ, Espino RV, Macatangay R. 2013. The association of physical fitness with body mass index and waist circumference in Filipino preadolescents. Asia-Pasific Journal Of Public Health. 25(1) 74-83.doi: 10.1177/1010539511412764. Janssen I, LeBlanc AG. 2010. Systematic review of the health benefits of physical activity and fitness in school-aged children and youth. International Journal Of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 7:40.doi: 10.1186/14795868-7-40. Hardinsyah, Briawan D. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. Hastuti NP, Zulaekah S. 2009. Hubungan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak dengan kesegaran jasmani anak sekolah dasar di SD N Kartasura I. Jurnal Kesehatan. ISSN:1979-7621, Volume 2, Nomor 1, Hml 49-60. Judarwanto W. 2005. Perilaku makan anak sekolah [internet]. [diacu 2014 Februari 11]. Tersedia dari: http://gizi.depkes.go.id/makalah/. Konig D, Vaisanen SB, Bouchard C, Halle M, Lakka TA, Baumstark MW, Alen M, Berg A, Rauramaa R. 2003. Cardiorespiratory fitness modifies the association between dietary fat intake and plasma fatty acids. European Journal Of Clinical Nutrition. 57:810-815.doi: 10.1038/sj.ejcn.1601613. Mahesh KT, Deo RT, Amod S. 2014. Role of physical activity in addition to calcium and vitamin D supplementation in the prevention of osteoporosis in postmenopausal women: an Indian scenario. Al Ameen Journal Of Medical Sciences. ISSN:0974-1143, Volume 7, Nomor 3, Hml 188. Ostergaard L, Kolle E, Johannessen JS, Anderssen SA, Andersen LB. 2013. Cross sectional analysis of the association between mode of school transportation and physical fitness in children and adolescents. International Journal Of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 10:91.doi: 10.1186/1479-586810-91. Rachmawati I. 2013. Hubungan status gizi, asupan zat gizi, dan aktivitas fisik dengan kebugaran anak sekolah di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmawati M. 2013. Hubungan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan kekuatan dan daya tahan taruna akademi imigrasi Depok, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Proporsi Penduduk ≥10 Tahun Berdasarkan Aktivitas Sedentari Menurut Karakteristik. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riyadi H, Khomsan A, Anwar F, Mudjajanto SE. 2007. Studi Implementasi Program Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat IPB. Satya WI. 2008. Kebugaran jasmani dalam mendukung kinerja. J IQRA, Ilmu Kependidikan dan Keislaman 4(2):211-222. Sarwono SW. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
31
Schoeppe S, Duncan MJ, Badland H, Oliver M, Curtis C. 2012. Associations of children’s independent mobility and active travel with physical activity, sedentary behaviour and weight status: a systematic review. J Sci Med Sport. 16(4):312–319.doi: 10.1016/j.jsams. 2012.11.001. Sriundy MIM. 2009. Profil kebugaran jasmani anak usia 7 – 13 tahun sebagai sasaran evaluasi penjasorkes. Jurnal Pendidikan Dasar. 10(1): 92-104. Toma K. 2009. Effects of high carbohydrate and low fat versus high protein and low carbohydrate diets on high intensity aerobic exercise [disertasi]. Columbus (US): Universitas Ohio. Vaz M, Pauline M, Unni US, Thomas T, Bharathi AV, Avadhany S, Muthayya S, Mehra R, Kurpad AV. 2011. Micronutrient supplementation improves physical performance measures in asian indian school-age children. The Journal Of Nutrition. 141:2017-2023.doi: 10.3945/jn.110.135012. [WHO] World Health Organization. 2014. Adolescent health [internet]. [diacu 2014 Februari 11]. Tersedia dari: http://www.who.int/topics/adolescent_health/en/. [WHO] World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years) [internet]. [diacu 24 Maret 2014]. Tersedia dari : http://www.who.inti/growthhref/who2007bmi-for-age/en/index.html. [WHO] World Health Organization. 2011. Global recommendation on physical activity for health [internet]. [diacu 2014 Februari 11]. Tersedia dari: http://www.who.int/dietphysicalactivity/factsheet_young_people/en/.
32
33
LAMPIRAN
34
35
Hasil Analisis SPSS Uji Beda Status Gizi ANOVA
IMT/U Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
11.796 468.207 480.003
Mean Square 2 40 42
5.898 11.705
F
Sig. .504
.608
Uji Beda Aktivitas Fisik Test Statisticsa,b Aktivitas Fisik Chi-Square 3.842 Df 2 Asymp. Sig. .146 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Jenis Transportasi
Uji Beda Tingkat Kecukupan Zat Gizi Test Statisticsa,b Energi
Protein
Lemak Karbohidrat Kalsium
Chi-Square 2.040 1.719 Df 2 2 Asymp. Sig. .361 .423 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Transportasi
.089 2 .956 Jenis
Uji Beda Tingkat Kebugaran Jasmani Test Statisticsa,b TKJI Chi-Square 2.703 Df 2 Asymp. Sig. .259 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Jenis Transportasi
1.637 2 .441
Besi
Vit. B Vit. C
3.014 7.283 2.188 1.247 2 2 2 2 .222 .026 .335 .536
36
Uji Hubungan Jenis Kelamin dengan Kebugaran Correlations
Jenis Kelamin 2 Spearman's rho Jenis Kelamin 2 Correlation Coefficient
1.000
-.239
.
.123
43
43
-.239
1.000
.123
.
43
43
Sig. (2-tailed) N TKJI
Correlation Coefficient
TKJI
Sig. (2-tailed) N
Uji Hubungan Usia dengan Kebugaran Correlations
Umur (thn) Spearman's rho Umur (thn)
Correlation Coefficient
TKJI
1.000
-.235
.
.129
43
43
-.235
1.000
.129
.
43
43
Sig. (2-tailed) N TKJI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Uji Hubungan IMT/U dengan Kebugaran Correlations
IMT/U Spearman's rho IMT/U
Correlation Coefficient
TKJI
1.000
-.034
.
.828
43
43
-.034
1.000
.828
.
43
43
Sig. (2-tailed) N TKJI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Uji Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Correlations
Aktivitas Fisik Spearman's rho Aktivitas Fisik
Correlation Coefficient
1.000
.218
.
.160
43
43
Correlation Coefficient
.218
1.000
Sig. (2-tailed)
.160
.
43
43
Sig. (2-tailed) N TKJI
TKJI
N
37
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro dengan Kebugaran Correlations
Energi Spearman's rho Energi Correlation Coefficient
Protein Lemak Karbohidrat
1.000
.826**
.401**
.891**
.055
.
.000
.008
.000
.725
43
Sig. (2-tailed) N
43
43
43
43
**
1.000
**
**
.013
.000
.
.000
.000
.933
43
43
43
43
43
**
**
1.000
.183
.014
.008
.000
.
.241
.930
43
43
43
43
43
.891**
.694**
.183
1.000
.122
.000
.000
.241
.
.436
43
43
43
43
43
Correlation Coefficient
.055
.013
.014
.122
1.000
Sig. (2-tailed)
.725
.933
.930
.436
.
43
43
43
43
43
Protein Correlation Coefficient
.826
Sig. (2-tailed) N Lemak Correlation Coefficient
.401
Sig. (2-tailed) N Karbo hidrat
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) N
TKJI
TKJI
N
.582
.582
.694
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uji Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Mikro dengan Kebugaran Correlations
Kalsium Spearman's rho Kalsium Correlation Coefficient
.319*
.131
.
.053
.002
.037
.401
43
43
43
43
43
**
.036
.027
Correlation Coefficient
.297
1.000
Sig. (2-tailed)
.053
.
.003
.819
.863
43
43
43
43
43
**
**
1.000
.180
-.045
.002
.003
.
.249
.772
43
43
43
43
43
*
.036
.180
1.000
.037
.037
.819
.249
.
.814
43
43
43
43
43
Correlation Coefficient
.131
.027
-.045
.037
1.000
Sig. (2-tailed)
.401
.863
.772
.814
.
43
43
43
43
43
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
.466
N Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
.319
N TKJI
TKJI
.466**
N
Vit. C
Vit. C
.297
N
Vit. B
Vit. B
1.000
Sig. (2-tailed) Besi
Besi
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.436
.436
38
Analisis Regresi Linear Berganda Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
15.735
7.333
Jenis Kelamin 2
-1.768
.643
-.880
Aktivitas Fisik 6.509 a. Dependent Variable: TKJI
Umur (thn)
Standardized Coefficients Beta
T
Sig.
2.146
.038
-.391
-2.749
.009
.480
-.255
-1.834
.074
2.793
.330
2.331
.025
Model Summaryb Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
DurbinWatson
1 .507a .257 .200 2.043 2.593 a. Predictors: (Constant), Aktivitas Fisik, Umur (thn), Jenis Kelamin 2 b. Dependent Variable: TKJI ANOVAb Model 1
Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
4.498
.008a
Regression 56.339
3
18.780
Residual
39
4.175
162.824
Total 219.163 42 a. Predictors: (Constant), Aktivitas Fisik, Umur (thn), Jenis Kelamin 2 b. Dependent Variable: TKJI
39
KUESIONER PENELITIAN Kode Responden :
HUBUNGAN JENIS TRANSPORTASI KE SEKOLAH DENGAN STATUS GIZI, ASUPAN ZAT GIZI DAN KEBUGARAN JASMANI REMAJA A. Halaman Muka 1. Nama Pewawancara 2. Nama Responden 3. Nama Desa/Kelurahan 4. Kode responden/sampel 5. Tanggal wawancara
: : : : :
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
40
41
SURAT PERNYATAAN Setelah mendengar dan memahami penjelasan penelitian, dengan ini saya menyatakan SETUJU / TIDAK SETUJU untuk ikut sebagai responden/sampel dan mengisi dengan sejujur-jujurnya penelitian Hubungan Jenis Transportasi Ke Sekolah Dengan Status Gizi, Asupan Zat Gizi Dan Kebugaran Jasmani Remaja. Bekasi, …….……………….. Tanda tangan, (……………………….)
B. Identitas Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Kelas Jenis kelamin TTL Alamat No. Telp Berat badan Tinggi badan Ekstrakulikuler
: : VII/VIII : (1) Laki-laki : : : : kg : cm :
(2) Perempuan
C. Jenis Transportasi 1. Transportasi
: (1) Berjalan kaki (3) Naik Motor 2. Jarak rumah ke sekolah : m 3. Uang saku/hari : Rp
(2) Bersepeda (4) Angkutan Umum
42
D. Data Konsumsi Tabel 1 Food recall 24 jam hari sekolah Waktu Makan
Nama Makanan
Jenis bahan makanan
URT
Gram
43
Tabel 2 Food recall 24 jam hari minggu/libur Waktu Makan
Nama Makanan
Jenis bahan makanan
URT
Gram
44
E. Aktivitas Fisik Petunjuk pengisian Daftar aktivitas fisik ini adalah perincian seluruh aktivitas yang dilakukan dalam 24 jam. Hal ini dirincikan pada dua hari yang berbeda yaitu satu hari efektif (sekolah) dan satu hari lain (weekend atau hari besar). Kolom yang diisi adalah kolom lama (dalam satuan jam) dan keterangan (bila ada). Contoh pengisian No. 1. 2. 3. 4. 5.
Waktu 22.00-06.00 06.00-06.15 06.15-06.30 06.30-06.45 06.45-07.00 Dst
Kegiatan Tidur Mandi Siap-siap Sarapan Berangkat sekolah
Keterangan
Naik sepeda
Tabel 3 Daftar aktivitas hari sekolah No.
Waktu
Kegiatan
Keterangan
45
Tabel 4 Daftar aktivitas hari minggu/libur No.
Waktu
Kegiatan
Keterangan
46
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Putri Aksova Masturina dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1992 di Jakarta. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Kamijan dan Ibu Imas Sophalina dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis dinyatakan lulus dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Curug 2 pada tahun 2003, kemudian penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP HUTAMA dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Bekasi pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima di IPB lewat jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada pada tahun 2009, pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi sejak tanggal 12 September sampai dengan 9 Desember 2011. Penulis melakukan Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Katering Sehati IPB sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 25 Februari 2012. Penulis melanjutkan kuliah dan telah lulus seleksi masuk Alih Jenis Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012 melalui jalur tes tulis dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis juga telah melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kali Buaya, Kec. Telagasari. Kab. Karawang sejak tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Agustus 2014.