1
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MAKAN TIDAK SEHAT PADA REMAJA PUTRI
Oleh: AZMIA KHAERUN NISA QUROTUL UYUN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MAKAN TIDAK SEHAT PADA REMAJA PUTRI
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog)
3
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MAKAN TIDAK SEHAT PADA REMAJA PUTRI
Azmia Khaerun Nisa Qurotul Uyun
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku makan tidak sehat, dan sebaliknya, semakin rendah harga diri maka semakin tinggi perilaku makan tidak sehat. Subjek dalam penelitian ini adalah siswi SMU Kolombo, remaja putri, berusia 15-18 tahun, kelas X dan XI. Subjek penelitian berjumlah 50 orang. Skala perilaku makan tidak sehat yang digunakan untuk penelitian ini adalah modifikasi skala perilaku makan tidak sehat dari Hartantri (1996) dan skala harga diri yang digunakan adalah Modifikasi SEI (Self Esteem Inventory) Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,5 for windows. Analisis data yang dilakukan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson, hasil analisis menunjukkan korelasi sebesar r = - 0.322 dengan p = 0.011 (1-tailed), sehingga skor p < 0.05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dan perilaku makan tidak sehat. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci: Harga Diri, Perilaku Makan Tidak Sehat.
4
Pengantar Pada tahun-tahun terakhir ini perihal masalah perilaku makan semakin meningkat, karena didukung peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya kegemukan (Hartantri, 1996), diperkuat pula oleh Trend mode yang mengagungkan tubuh langsing khususnya pada wanita dan stereotip terhadap kegemukan dan kekurusan. Pumariega bahkan menegaskan bahwa identitas budaya tubuh langsing ini paling banyak diinternalisasi remaja (hartantri 1996). Kerampingan tubuh ini diasosiasikan sebagai trait kepribadian yang disukai dalam pikiran masyarakat, sementara kegemukan dipandang memilki stereotip negatif. Stereotip tubuh langsing ini tampak juga di Indonesia, mengutip pendapat sumardjono yang menyatakan bahwa saat ini kegemukan sudah tidak trendi lagi (Aura, 2001). Berbagai hal ini mengakibatkan sebagian masyarakat berlomba-lomba mencari upaya bagaimana menurunkan berat badan dengan cepat dan mudah, upaya ini di negara-negara maju tidak terbatas pada orang dewasa saja, tetapi juga dialami remaja bahkan mulai terlihat pada para remaja awal. Remaja menjadi salah satu pusat perhatian mengingat remaja banyak mengalami perubahan fisik, kognitif, emosi, maupun sosial. Remaja merupakan maasa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan mental remaja (Grabber, Brooks_Gunn, Poikof, dan Warren, 1994). Menurut Millstein dan Nightiangle, salah satu ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan remaja ini berkaitan dengan masalah perilaku makan tidak sehat dan gangguan makan (dalam
5
Graber, dkk, 1998) seperti dalam laporan WHO bahwa remaja menghadapi peningkatan resiko hidup sehat yang mengarah pada peningkatan mortalitas dan morbiditas. Hal tersebut diperkuat dalam laporan kongres Amerika Serikat 1991 bahwa selama 20 tahun terakhir ini khusus pada kelompok usia remaja Amerika Serikat mengalami peningkatan morbiditas sebesar 11%. Gangguan makan dan perilaku makan tidak sehat seperti pembatasan makanan merupakan problem yang dialami sebagian besar remaja, khususnya remaja putri (Graber, dkk, 1994). Perubahan fisik menurut sarwono (1989) mempengaruhi perkembangan jiwa remaja karena sering menimbulkan perasaan tidak puas. Salah satu contoh perubahan fisik remaja yaitu peningkatan lemak dalam tubuh, ternyata menimbulkan ketidakpuasan remaja pada tubuhnya (Hill, dkk, 1992c) merasa dirinya gemuk, ingin tubuhnya lebih kurus dan ingin menurunkan berat badannya. Kemasakan fisik dan berkembangnya ukuran tubuh dapat berpengaruh terhadap berkembangnya diet dan perilaku makan tidak sehat (Graber, dkk, 1994) Pengertian perilaku makan tidak sehat adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak memberikan semua zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh (Sarintohe dan Prawitasari, 2006). Perilaku makan tidak sehat seperti diet, binge eating, kebiasaan makan pada malam hari dapat merusak kesehatan dan kesejahteraan psikologis individu. Perilaku makan tidak sehat berhubungan dengan gangguan fisik dan psikis remaja. Perilaku makan tidak sehat dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kebiasaan makan seseorang yang dapat merugikan dalam metabolisme tubuh (Graber, dkk, 1994). Apa yang ada di dalam pikiran
6
seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya, seperti misalnya banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan dan keinginan untuk menjadi kurus dengan mengurangi makan bahkan menolak untuk makan, hal ini dapat meningkat menjadi perilaku makan seseorang menjadi tidak sehat. Tingginya pravelensi perilaku makan tidak sehat pada remaja, sementara efek perilaku makan tidak sehat itu sendiri ternyata merusak kesehatan dan kesejahteraan individu
menimbulkan
pertanyaan
hal-hal
apakah
yang
berperan.
Dalam
perkembangannya masalah perilaku makan dan gangguan makan pada remaja. Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang beresiko mengembangkan perilaku makan tidak sehat pada remaja menunjukkan, faktor internal penyebab perilaku makan meliputi faktor status kemasakan fisik remaja, massa tubuh, usia, kepribadian, harga diri dan citra raga. Sementara faktor eksternal meliputi pengaruh hubungan dengan keluarga, status sosial ekonomi, dan nilai sosial masyarakat terhadap daya tarik dan kerampingan (Attie dan Brooks_gunn, 1989) Ketidakpuasan tubuh dan citra raga yang negatif menunjukkan harga diri yang rendah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik (Hurlock, 1991). Penelitian Secord dan Jourard (dikutip oleh Robinson dan Snaver, 1973) menunjukkan 43.56% dari harga diri wanita ditentukan oleh harga diri, sedangkan pengaruh pada pria lebih rendah yaitu 33,46%. Harga diri yang rendah seseorang dapat menurunkan kemampuannya mengembangkan diri dan membina hubungan dengan orang lain (Helmi dan Ramdhani, 1992). Menurut Furnham, salah satu dimensi penting dari harga diri seseorang adalah body esteem. Tingkat kepuasan
7
terhadap sosok tubuh yang tinggi diasosiasikan dengan tingkat harga diri sosial yang tinggi pula (Furnham dan Boughton, 1995). Oleh karena itu, beberapa ahli citra tubuh percaya bahwa ketidakpuasan terhadap sosok tubuh terutama apabila diikuti dengan adanya perasaan benci terhadap tubuhnya merupakan suatu ekspresi dari harga diri yang rendah dan perasaan indekuat. Tubuh merupakan bagian dari diri yang terlihat (bagian yang konkret), sehingga bila seseorang merasa ambivalent terhadap diri sendiri, mereka juga akan merasa ambivalent terhadap tubuhnya (Berhm, 1999) Reaksi sosial terhadap bentuk tubuh ini menyebabkan remaja perihatin akan pertumbuhan tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku. Adanya kesadaran diri bahwa dirinya tidak menarik seperti yang diharapkan, mendorong remaja mencari jalan untuk memperbaiki penampilan dirinya (Hurlock, 1991). Berbagai upaya akan dilakukan remaja untuk memilki penampilan fisik yang ideal, antara lain mempercantik diri dan menutup keadaan fisik yang kurang baik. Ketika remaja memiliki keinginan untuk tampil yang lebih menarik dengan tubuh yang ideal yaitu kurus maka remaja akan memilih untuk melakukan perilaku yang tidak sehat, diet sembarangan seperti minum obat pencahar, tablet pangganjal perut, dll dari pada melakukan diet yang seimbang, sehingga muncul perilaku makan yang tidak sehat. Diet tidak seimbang untuk menurunkan barat badan yang termasuk dalam perilaku makan tidak sehat diyakini oleh remaja dapat memperbaiki penampilannya yaitu dengan membatasi konsumsi makanan. Pembatasan dalam jangka waktu tertentu dapat mengurangi lemak tubuh yang diikuti menurunnya berat badan.
8
Penurunan kedua hal tersebut diharapkan dapat merubah bentuk tubuh sehingga makin mendekati figur ideal. Mengecilnya kesenjangan antara figur ideal dengan figur tubuh yang dimiliki dapat diartikan sebagai tanggapan yang semakin positif terhadap penampilan diri, hal ini merupakan salah satu modal remaja agar diterima oleh lingkungannya sehingga dapat meningkatkan harga diri remaja. Hasil penelitian Crawford dan Worsley menunjukkan perilaku makan tidak sehat lebih banyak dilakukan oleh wanita daripada pria (dalam Tiggemann, 1994). Penelitian Dewberry dan Usher (1994) menunjukkan bahwa wanita yang berperilaku makan tidak sehat ternyata memiilki harga diri yang lebih rendah dibanding mereka yangyang perilaku makannya sehat. Sementara itu penelitian lain menunjukkan bahwa remaja putri lebih banyak yang merasa tidak puas dengan keadaan tubuhnya dibandingkan remaja putra (Tiggemann dan Pennington, 1990). Penelitian mengenai perilaku makan tidak sehat remaja putri telah banyak dilakukan di negara lain, namun masih sedikit diteliti di Indonesia. Penelitian mengenai diet remaja ini dipandang penting mengingat remaja putri kota di Indonesia mulai mengalami masalah berat badan, baik kelebihan berat badan atau obesitas. Masalah berat badan ini mengakibatkan ketidakpuasan remaja terhadap penampilan fisiknya, yang berarti rendahnya harga diri remaja. Apalagi diperkuat dengan karakteristik remaja yang mulai menunjukkan ketertarikan yang tinggi pada lawan jenisnya, ketertarikan ini membuat remaja berusaha meningkatkan penampilannya agar semenarik mungkin, namun usaha remaja untuk mengatasi masalah berat badan tanpa ada pengetahuan mengenai cara menurunkan berat badan yang benar dapat
9
dapat menimbulkan perilaku makan yang tidak sehat, dan ternyata lebih merugikan individu baik secara medis, psikis, maupun ekonomis. Berdasarkan hal tersebut, penulis berpendapat bahwa harga diri pada remaja putri dapat mempengaruhi perilaku makan seseorang, apabila seorang remaja putri memiliki harga diri rendah maka akan cenderung memiliki perilaku makan yang tidak sehat, sebab individu tersebut mudah untuk tidak percaya diri dan merasa tidak berharga dengan keadaan fisiknya yang tidak ideal sehingga individu tersebut melakukan kebiasaan makan yang tidak sehat, sebaliknya apabila seorang remaja putri memiliki harga diri tinggi akan memilih perilaku makan yang sehat. Individu yang memilki harga diri tinggi ini menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan tetapi tidak menjadi rendah diri karena hal tersebut, melainkan dapat menghargai dirinya apa adanya, sehingga tidak terbujuk melakukan perilaku beresiko saperti perilaku makan tidak sehat. Definisi perilaku makan tidak sehat dalam penelitian ini adalah kebiasaan atau perilaku makan seseorang yang dapat merugikan dalam metabolisme tubuh (Graber, dkk, 1994). Perilaku makan tidak sehat seperti binge eating, kebiasaan makan pada malam hari, diet tidak seimbang seperti dalam bentuk pengurangan konsumsi makanan ataupun dengan menggunakan cara lain, seperti obat pencahar, tablet pengganjal perut, dan lain-lain dapat menganggu kesehatan. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya, perilaku makan tidak sehat orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. perilaku makan tidak sehat yang akan dikaji dalam penelitian ini terbentuk dari tiga aspek pokok yang mempengaruhi perilaku makan, yaitu:
10
a. Aspek eksternal atau external eating, mencakup situasi yang berkaitan dengan acara makan dan faktor makanan itu sendiri dari segi bau, rasa, dan penampilan makanan. b. Aspek emosi atau emotional eating, mengacu pada bukti-bukti yang ada, emosi yang dilibatkannya hanya emosi negatif, seperti rasa takut, cemas, marah, dan sebagainya. c. Aspek restraint atau restrained eating, merupakan usaha secara kognitif dalam perilaku makan untuk melawan dorongan makan. Perilaku makan tidak sehat yang merupakan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lebih banyak dialami remaja wanita daripada remaja laki-laki, karena remaja wanita lebih suka menonjolkan penampilan fisik agar selalu menarik perhatian lawan jenis. Secara umum, faktor-faktor yang beresiko mengembangkan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan termasuk perilaku makan tidak sehat remaja dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor internal individu dan faktor eksternal individu (Kast dan Rosenzweig, dalam Ronodikoro dan Afiatin, 1990), yaitu: a)
Kemasakan fisik dan usia
b)
Massa tubuh dan berat badan
c)
Health belief
d)
Kepribadian
e)
Pengaruh hubungan keluarga
11
f)
Nilai sosial masyarakat terhadap daya tarik dan kerampingan tubuh
g)
Status Sosial ekonomi keluarga Menurut Coopersmith (1967), harga diri adalah penilaian secara global terhadap
diri sendiri yang bersifat khas mengenai kemampuan, keberhasilan, serta penerimaan yang dipertahankan oleh individu. Harga diri berasal dari interaksi individu dengan orang lain dan merupakan dasar pembentukkan konsep diri. Selanjutnya Coopersmith menyatakan bahwa harga diri merupakan suatu penilaian pribadi tentang penghargaan yang diekspresikan didalam sikap individu terhadap dirinya sendiri. Lebih jauh lagi Coopersmith menerangkan bahwa harga diri dalam perkembangannya terbentuk dari interaksi individu dengan lingkungannya dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya (Coopersmith, 1967). Coopersmith
menyebutkan
beberapa
ciri-ciri
harga
diri.
Menurut
Coopersmith, bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi merupakan individu yang puas atas karakter dan kemampuan dirinya Mereka akan menerima dan memberikan penghargaan yang positif dalam dirinya, sehingga akan menumbuhkan rasa aman, aktif dan berhasil dalam menyesuaikan diri atau bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan sosialnya, kemudian akan membawa pengaruh pada perilaku yang positif, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah adala individu yang tidak puas dengan karakteristik dan kemampuan diri, terfokus pada kelemahannya, hilang kepercayaan dirinya, sehingga mereka akan merasa tidak aman
12
dan sulit untuk mengekspresikan dirinya dalam lingkungan, rendahnya harga diri ini dapat membawa pengaruh kurang baik bagi perilaku individu dalam kehidupannya. Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki harga diri yang tinggi akan merasa percaya diri pada dirinya sendiri dan akan sukses dalam hubungan sosialnya. Sedangkan orang yang memiliki harga diri yang rendah akan mengalami kesulitan dalam menerima diri sendiri terutama dalam penampilan (merasa tidak menarik), segan untuk bersosialisasi. Dengan mengetahui tinggi rendahnya harga diri diasumsikan dapat diketahui pula perilaku diet dan pola makannya. Kekurangan pada diri remaja dapat menyebabkan kurang percaya diri dan mengakibatkan rendahnya harga diri karena adanya penilaian yang salah tentang dirinya sendiri. Oleh karena itu, remaja perlu mengubah apa yang ada pada dirinya agar penilaian terhadap dirinya menjadi positif. Bila sebelumnya merasa penampilannya tidak menarik karena berat badan yang berlebihan, maka diubahlah penampilannya agar tampak menarik. Ada banyak cara yang dilakukan remaja untuk memperbaiki fisiknya, namun karena ketidaktahuan mereka tentang pola makan yang baik, sehingga mengganggu pola pengaturan makannya sehingga mereka memilki kebiasaan makan yang tidak sehat, akibatnya remaja justru mengalami gangguan makan. Mengacu pada pemaparan diatas, disimpulkan ada hubungan antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Diasumsikan remaja yang memiliki harga diri yang tinggi, tidak akan terpengaruh untuk melakukan kebiasaan makan yang tidak sehat dalam usahanya untuk memperbaiki penampilan, mereka
13
akan tampil percaya diri dengan apa yang ada pada dirinya. Sedangkan, remaja yang harga dirinya rendah akan cenderung memiliki perilaku makan tidak sehat akibay dari perilaku diet yang tidak seimbang agar penampilannya menarik, menurut mereka dengan berdiet hingga terjadi perilaku makan tidak sehat merupakan hal yang biasa asal mereka dapat menurunkan berat badannya sehingga mereka dapat percaya diri terhadap diri mereka. Untuk mencapai kepercayaan diri dan kesuksesan hubungan sosial remaja tidak seharusnya sampai melakukan hal-hal secara berlebihan seperti perilaku makan tidak sehat. Berdasarkan asumsi tersebut, penelitian ini menguji hubungan harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Berdasarkan semua pemaparan diatas, maka penulis ingin mengetahui sejauh mana harga diri dapat mempengaruhi perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Hartantri (1996), Citra Raga dan Perilaku makan tidak sehat pada Remaja Putri,. Subjek penelitian Remaja putri berusia sekitar 16-19 tahun yang semuanya berjenis kelamin wanita. Alat ukur yang digunakan skala perilaku diet dari Dutch Eating Behavior Quetionaire (DEBQ) yang disusun oleh Van Strein, at al. Hasil Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara citra raga dengan perilaku diet pada remaja putri. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Zainurrofikoh (2001). Hubungan antara Kebermaknaan Hidup dengan Harga diri pada mahasiswa. Subjek penelitian ini yaitu Mahasiswa Universitas Gajah Mada tahun 1999 – 2000 yang masih aktif kuliah. Alat ukur yang digunakan adalah skala harga diri SEI yang telah dimodifikasi. Hasil penelitian adalah ada hubungan antara kebermaknaan hidup dengan harga diri pada mahasiswa.
14
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri.
Manfaat Penelitian Dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah penelitian yang beresiko terhadap kesehatan, khususnya kecenderungan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri ditinjau dari harga diri. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya psikologi sosial dan psikologi kesehatan serta memberikan informasi tentang keterkaitan antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja. Dari segi praktis diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa yang dapat dipahami sebagai pembelajaran bahwa harga diri memiliki peran pada diri remaja khususnya remaja putri untuk menentukan perilakunya, memberikan masukan bagi lembaga pendidikan dalam usaha pemberian informasi mengenai perilaku hidup sehat, khususnya perilaku makan pada remaja putri, dan memberikan informasi tambahan bagi praktek konseling mengenai masalah perilaku makan pada remaja, khususnya perilaku makan tidak sehat. Apabila terbukti bahwa harga diri berperan penting terhadap timbulnya kecenderungan perilaku makan tidak sehat, maka praktisi dapat mengantisipasi dengan meningkatkan harga diri remaja.
15
Perilaku Makan Tidak Sehat Perilaku makan tidak sehat adalah kebiasaan atau perilaku makan seseorang yang dapat merugikan dalam metabolisme tubuh (Graber, dkk, 1994). Perilaku makan tidak sehat individu dapat dilihat melalui perilaku makan sehari-hari. Perilaku makan tidak sehat individu dalam penelitian ini diungkap dengan skala perilaku makan tidak sehat yang dimodifikasi oleh Hartantri (1996) dari teori Schachter, Herman dan Polivy, serta Herman dan Mack (Ruderman, 1986) yaitu berdasarkan 3 aspek: Restrained eating, Emotional eating, dan External eating. Nilai total yang diterima menunjukkan tinggi rendahnya perilaku diet individu. Semakin tinggi nilai total yang diperoleh, berarti semakin tinggi pula perilaku dietnya.
Harga Diri Harga diri adalah penilaian secara global terhadap diri sendiri yang bersifat khas mengenai kemampuan, keberhasilan, serta penerimaan yang dipertahankan oleh individu yang berasal dari interaksi individu dengan oranglain. Untuk mengukur harga diri pada individu, digunakan skala harga diri dimana skala ini disusun berdasarkan 4 ciri-ciri harga diri yang membangun kesuksesan seseorang dari Coopersmith, yaitu kekuasaan, keberartian, kebajikan dan kopetensi. Harga diri juga berkaitan dengan rasa percaya diri individu terhadap keadaan fisiknya. Nilai total yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya harga diri seseorang. Semakin tinggi nilai total yang diperoleh maka semakin tinggi harga dirinya, begitu pula sebaliknya semakin rendah skor yang diterima maka semakin rendah pula harga dirinya.
16
Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat pada remaja putri. Semakin rendah harga diri, maka semakin tinggi perilaku makan tidak sehatnya. Sebaliknya, semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku makan tidak sehat pada remaja putri.
Metode Penelitian Identifikasi Variabel - Variabel tergantung : Perilaku Makan Tidak Sehat - Variabel bebas
: Harga Diri
Subjek Penelitian Subjek penelitian ini memiliki karakteristik sebagai remaja tengah yang berusia antara
15 – 18 tahun berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh WHO
(Hartantri, 1996), duduk dikelas 1 dan 2 SMU di Yogyakarta dan seluruhnya terdiri dari remaja wanita.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuantitatif dan kualitatif . 1. Skala Harga Diri
17
2. Skala Perilaku Makan Tidak Sehat
Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesis penulis menggunakan analisis statistik dengan teknik analisis korelasi product momen dari Pearson. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS-11,5 for Windows.
Hasil Penelitian Subjek dari penelitian ini berjumlah 50 orang yang memiliki klasifikasi siswa SMU Kolombo Yogyakarta yang mencakup kelas XA, XB, XC, XI IPS 1 dan XI IPS 2, yang berusia antara 15-18 tahun, subjek berjenis kelamin seluruhnya wanita. Dengan deskripsi usia sebagai berikut: Tabel 1 Deskripsi Usia Subjek No usia 1 15 2 16 3 17 4 18 Total
Jumlah 5 17 24 4 50
Persentase (%) 10 % 34 % 48 % 8% 100 %
Gambaran data hasil penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi hasil penelitian dibawah ini:
18
Tabel 2 Deskripsi Data Penelitian Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik Xmak Xmin Mean SD Xmak Xmin Mean SD Perilaku 59 34 48.28 5.584 84 21 52.5 10.5 Makan tidak sehat Harga Diri 68 40 54.88 5.854 80 20 50 10 Berdasarkan data yang diperoleh, Penulis menggolongkan subjek ke dalam lima kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi dengan membuat kategorisasi masing-masing berdasarkan deskripsi data penelitian. Sebaran Hipotetik dari skala harga diri dan skala perilaku diet dapat diuraikan untuk mengetahui keadaan subjek penelitian yang berdasarkan pada kategori standar deviasi, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 Kriteria Kategorisasi Skala Perilaku Makan Tidak Sehat Kategori Rentang Skor Jumlah Prosentase Sangat Rendah X < 33.6 0 0% Rendah 33.6< X = 46.2 17 34 % Sedang 46.2 < X = 58.8 31 62 % Tinggi 58.8 < X = 71.4 2 4% Sangat Tinggi X > 71.4 0 0% Tabel 4 Kriteria Kategorisasi Skala Harga Diri Kategori Rentang Skor Jumlah Prosentase Sangat Rendah X < 32 0 0% Rendah 32 < X = 44 1 2% Sedang 44 < X = 56 29 58 % Tinggi 56 < X = 68 20 40 % Sangat Tinggi X > 68 0 0%
19
Dari kedua kategorisasi ini diperoleh hasil, mayoritas subjek berada pada tingkat harga diri dalam kategori sedang, yaitu sebesar 58 % dan mayoritas subjek berada pada tingkat perilaku makan tidak sehat dalam kategori sedang, yaitu sebesar 62 %.
Uji Asumsi a. Uji Normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sebaran skor pada variabel penelitian mengikuti distribusi kurve normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 11.5 dengan statistik tehnik One Sample Kolmogorof Smirnov Test. Variabel Perilaku diet menunjukkan K-SZ = 0.577; p= 0.894 (p > 0.05), dan variabel harga diri menunjukkan K-SZ = 0.550; p= 0.923 (p > 0.05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa kedua alat ukur tersebut memilki sebaran normal. b. Uji Linieritas. Uji linieritas ini dilakukan untuk mengetahui linieritas variabel perilaku diet dengan variabel harga diri. Uji linieritas ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 11.5 yaitu untuk statistik compare mean. Diperoleh bahwa f = 7.620 dan p = 0.010 (p < 0.05) dan deviation from linearity f = 1.901; p = 0.58 (p > 0.05). Hasil uji linieritas menunjukkan antara variabel perilaku makan tidak sehat dan variabel harga diri tidak mengikuti garis linier dan bersifat tidak linier.
20
Uji Hipotesis Hubungan antara perilaku makan tidak sehat dengan harga diri dapat diketahui dengan cara melakukan uji hipotesis. Hasil analisis data dengan menggunakan tehnik korelasi product moment dari Pearson pada program komputer SPSS versi 11.5, diperoleh angka koofesien korelasi (r) sebesar = - 0.322 dengan p = 0.011 (p <0.05). Maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara harga diri dan perilaku makan tidak sehat yang diajukan peneliti diterima.
Pembahasan Hasil Analisis data dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara harga diri dan perilaku diet pada remaja putri, semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku diet pada remaja putri, sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin tinggi perilaku dietnya. Harga diri merupakan salah satu aspek yang penting dari kepribadian. Harga diri adalah penilaian secara global terhadap diri sendiri yang bersifat khas mengenai kemampuan, keberhasilan, serta penerimaan yang dipertahankan oleh individu. Harga diri mempengaruhi setiap perilaku manusia. Pada remaja putri penampilan fisik sangat diperhatikan, pada masa remaja sering terjadi ketidakpuasan terhadap keadaan diri, ketidakpuasan ini menunjukkan rendahnya harga diri, sehingga para remaja berusaha memperbaiki keadaan fisiknya agar timbul rasa percaya diri dan akibatnya meningkat pula harga dirinya. Reaksi Sosial dan tekanan budaya terhadap bentuk tubuh yang ideal juga mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan tentang
21
keadaan tubuhnya, sehingga remaja menjadi prihatin dan resah ketika pertumbuhan badannya tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku, seperti halnya yang terjadi pada sebagian remaja putri yang bertubuh gemuk maupun bertubuh ideal dengan harga diri yang rendah maka ia akan merasa resah, tidak percaya diri dan berusaha untuk memperbaiki keadaan fisiknya seperti melakukan diet. Pada sebagian remaja dorongan untuk melakukan diet ini tampaknya dipengaruhi oleah keinginan remaja untuk tampil menarik dan diterima oleh lingkungan sosialnya. Remaja sangat memperhatikan penampilan fisiknya karena pada tahap ini timbul dorongan kuat untuk memperluas lingkup pergaulannya dan juga adanya perubahan fisik yang drastis yang dialami yang menyebabkan remaja sangat memperhatikan fisiknya. Jika sebelumnya individu yang masih anak-anak lebih banyak bersosialisasi dalam kelompok sebaya yang sejenis, sewaktu memasuki remaja individu tersebut akan memperluas kelompok teman sebaya dengan mengikutsertakan lawan jenisnya. Perhatian terhadap penampilan remaja meskipun sangat tergantung pada remaja yang bersangkutan, namun dipengaruhi juga oleh faktor eksternal, seperti tanggapan orang-orang di sekitar remaja tentang penampilannya. Apabila lingkungan memberikan reaksi negatif dan diperkuat oleh persepsi diri remaja yang negatif pula, maka kemungkinan remaja tersebut memiliki harga diri yang rendah karena memiliki persepsi terhadap dirinya yang negatif. Pada masa remaja, sebagian besar remaja putri merasa tidak puas dengan keadaan tubuhnya, dan karena hal itu remaja banyak melakukan usaha agar tampil lebih menarik. Ketidakpuasan tubuh dan keinginan
22
untuk tampil menarik yang berlebihan dalam lingkunan mengindikasikan adanya harga diri remaja yang rendah, mereka merasa tidak percaya diri dengan keadaan tubuhnya, hal ini mendorong remaja untuk memperbaiki penampilan fisiknya. Cara yang paling banyak dilakukan remaja untuk mengatasi masalah berat badan biasanya dengan melakukan diet dengan tujuan menurunkan berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik. Menurut coopersmith (1967), ada 4 kriteria yang membangun kesuksesan seorang individu sebagai aspek-aspek dari harga diri. Pada aspek kekuatan, seseorang mampu mengontrol diri sendiri, kekuatan ini pada situasi tertentu diperlihatkan dengan adanya penghormatan dan penghargaan dari orang lain, seseorang yang mempunyai kemampuan ini biasanya akan menunjukkan sifat asertif. Remaja yang memiliki harga diri tinggi mampu mengontrol keadaan dirinya, baik secara emosi maupun perilakunya dalam hal ini adalah perilaku diet, sehingga perilaku makannya pun dapat terkontrol dan terjaga, maka remaja ini pun dapat menghindari perilaku diet yang negatif. Pada aspek keberartian, individu membutuhkan adanya penerimaan, perhatian dan kasih sayang dari orang lain. Perhatian ditunjukkan dengan adanya penerimaan dari orang lain atau lingkungan, semakin banyak ekspresi yang diterima individu, maka individu semakin akan merasa berarti, begitu pula dengan penerimaan lingkungan terhadap keadaan fisik remaja, remaja yang marasa tidak diterima secara fisik akan mempengaruhi harga dirinya sehingga remaja akan melakukan usaha untuk memperbaiki keadaan dirinya seperti melakukan diet, sedangkan pada remaja yang berharga diri tinggi akan dapat menerima keadaan diirinya karena remaja ini memiliki
23
persepsi yang positif terhadap dirinya. Kemudian pada aspek kebajikan, menunjukkan adanya kepatuhan kepada moral dan etika yang biasanya ditanamkan oleh orang tua. Permasalahan nilai ini pada dasarnya berkisar pada permasalahan benar dan salah. Selanjutnya, aspek kompetensi, menunjukkan performansi yang prima dalam mencapai apa yang dicitakannya. Individu dengan harga diri yang tinggi memiliki skill yang ia butuhkan dan akan merasa mampu mengatasi setiap masalah yang dihadapinya dan akan bertahan, oleh karena itu remaja yang memilki daya kompetensi tinggi tidak terpengaruh dengan melakukan diet karena remaja ini memiliki persepsi yang positif tentang dirinya, sehingga remaja akan merasa puas dengan bagaimanapun keadaan dirinya, dan juga remaja memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi semua masalah yang dihadapinya dari lingkungan. Melihat sumbangan efektif harga diri terhadap perilaku diet pada penelitian ini yang sebesar 10,3 % mengindikasikan adanya faktor lain yang turut mempengaruhi perilaku diet. Faktor-faktor tersebut secara garis besar bisa dibedakan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hal yang belum dikontrol dalam penelitian dan kemungkinan mempengaruhi perilaku diet antara lain faktor hubungan remaja putri dengan ibunya, hubungan remaja putri dengan ayahnya, dan tekanan masyarakat terhadap stereotipe daya tarik tubuh serta health belief , mungkin faktor-faktor ini yang lebih banyak memberi sumbangan terhadap timbulnya perilaku diet pada remaja putri. Sumbangan harga diri terhadap perilaku diet subjek dalam penelitian ini, kemungkinan berkaitan dengan pengaruh budaya dalam negara kita. Indonesia
24
sebagai salah satu negara berkembang tampaknya belum mengalami tekanan yang tinggi akan budaya tubuh ramping seperti yang telah dialami di negara-negara maju seperti di Inggris, Amerika Serikat dan Jepang (Mukai dan Mc Closkey). Hill dan Silver (Hartantri, 1996) menambahkaan bahwa masyarakat di negara-negara maju itu memiliki stereotipe negatif terhadap individu bertubuh gemuk, bahkan lebih jauh, tubuh gemuk dipandang sebagai stigma (Crocker, dkk, 1993 dalam Hartantri, 1996). Sedangkan di negara kita adat saling menghargai dan menghormati sebagai bangsa timur masih tinggi sehingga perlakuan tidak sesuai bagi remaja yang bertubuh tidak ideal tidak banyak terjadi, namun karena adanya pengaruh harga diri dari remaja maka mereka tetap berusaha memperbaiki keadaan fisiknya agar diterima oleh lingkungannya. Hasil perilaku diet pada penelitian tergolong sedang dengan prosentase 62 %, hal ini mungkin juga disebabkan oleh beberapa hal , seperti subjek dalam penelitian ini kemungkinan sudah memiliki harga diri yang cukup tinggi, menurut Azwar (Hartantri,1996), harga diri merupakan komponen psikologis yang penting yang menentukan peluang seorang remaja untuk terlibat dalam perilaku yang beresiko terhadap kesehatan, salah satunya adalah perilaku diet untuk menurunkan berat badan (French, dkk, 1994). Individu yang memiliki harga diri yang tinggi dapat menerima diri dan menganggap dirinya lebih dari orang lain walaupun sadar bahwa dirinya tidak sempurna. Oleh karena itu, penerimaan dan pemahaman diri subjek dalam penelitian ini sudah cukup baik atau positif sehingga subjek dengan harga diri yang cukup tinggi tidak ingin merubah keadaan dirinya.
25
Harga diri subjek pada hasil penelitian ini tergolong sedang sebesar 58 %, artinya subjek memiliki persepsi yang cukup positif terhadap dirinya. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi dapat menerima diri dan menganggap dirinya lebih dari orang lain walaupun sadar bahwa dirinya tidak sempurna. Oleh karena itu, penerimaan dan pemahaman diri yang positif ini membuat individu yang berharga diri tinggi tidak ingin merubah dirinya. Lingkungan juga mempengaruhi harga diri remaja, seperti lingkungan sekolah ataupun dalam masyarakat. Bagi remaja kehidupan sosial bersama teman sebaya merupakan salah satu bagian penting dalam pengalaman hidupnya. Adanya perasaan diterima dalam kelompok sebayanya di sekolah dan diluar memberikan pengaruh positif pada penerimaan diri subjek terhadap penampilan fisiknya, yang selanjutnya mengakibatkan meningkatnya harga diri remaja. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil penelitian tentang harga diri dan perilaku diet ini dapat memenuhi tujuan penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara harga diri dan perilaku diet pada remaja putri. Namun perlu diingat bahwa subjek pada penelitian ini terbatas pada remaja dengan usia antara 15 – 18 tahun saja dan tidak memakai metode sampling sehingga generalisasi hasil penelitian ini terbatas pada remaja putri yang menjadi subjek pada penelitian ini saja. Walaupun penelitian ini terbatas pada remaja putri dengan rentang usia tersebut di atas, namun kemungkinan besar hasil yang sama akan terlihat pada tahap perkembangan selanjutnya. Sesuai dengan pendapat Pliner dan Chaiken (dalam
26
Hartantri, 1996) bahwa perhatian wanita terhadap penampilan, makan, dan berat badan akan terus menerus sepajang rentang kehidupannya.
Kesimpulan Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara harga diri dan perilaku diet pada remaja putri, yaitu semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku diet, sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin tinggi perilaku diet pada remaja putri. Dalam penelitian ini harga diri sebagai salah satu hal yang mempengaruhi perilaku diet memberi sumbangan sebesar 10.3 %.
Saran Berdasarkan penelitian ini, ada beberapa saran yang dikemukakan oleh peneliti, yaitu: 1. Bagi subjek penelitian / remaja Harga diri remaja dalam penelitian ini tergolong sedang yang menunjukkan remaja putri memiliki persepsi yang positif terhadap dirinya. Keadaan ini hendaknya dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi. Untuk mempertahankan dan meningkatkan penampilan fisiknya, remaja putri boleh saja melakukan diet asal dengan cara-cara yang sehat dan terkontrol 2. Bagi peneliti selanjutnya -
Penelitian selanjutnya diharapkan mencoba meninjau faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku diet pada remaja putri, kemasakan fisik, tahap
27
perkembangan, pengaruh hubungan baik keluarga antara remaja putri dengan ibu atau ayahnya, pengaruh teman sebaya serta pengaruh budaya terhadap daya tarik dan kerampingan tubuh, mengingat sumbangan harga diri yang kecil terhadap perilaku diet pada remaja putri -
Menambah subjek penelitian, agar tidak terbatas pada remaja putri, seperti digunakan pula subjek remaja putra sehingga dapat dilihat pula bagaimana pola hubungan yang ada yang mungkin berbeda dengan pola hubungan yang ada pada remaja putri. Selain itu subjek penelitian ini hanya terbatas jumlahnya, mungkin dalam penelitian lain dapat menggunakan subjek yang lebih banyak dan luas dan menggunakan metode sampling sehingga penerapan hasil penelitian dapat lebih baik atau umum.
3. Bagi pihak-pihak yang perduli pada permasalahan remaja - Harga diri remaja dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang dapat diselenggarakan di sekolah atau lingkungan masyarakat. Dan menjelaskan pada orang-orang disekitar remaja bahwa penerimaan dan penghargaan pada renaja sangat berguna untuk meningkatkan harga diri remaja. -
Perilaku diet pada remaja hendaknya diarahkan pada metode yang sehat dengan cara memberikan informasi yang jelas dan benar mengenai perilaku diet yang sehat dan pengaruh negatif dari perilaku diet yang salah.
28
DAFTAR PUSTAKA
Attie .I. & Brooks Gunn .J. 1989. Development of Eating Problem in Adolescent Girls: A Longitudinal Study. Developmental Psychology, 25, 1, 70 – 79
Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi ke 5. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Coopersmith, S. 1967. The Antecedent of Self Esteem. San Fransisco: W. H. Freeman and Company.
French, S. A., & Jeffery, R. W. 1994. Consequences of Dieting to Lose Weight: Effects on Physical and Mental Health. Health Psychology, 13, 3, 195-212 Furhmann, B. S. 1990. Adolescence Adolescent. 2nd Edition. Glenview, Illinois: Scott, Forresman & Co.
Graber, J. A., Brooks Gunn, J. C., Paikoff, R. L., & Warren, M. P. 1994. Prediction of Eating Problem: An 8-year Study of Adolescent Girls. Develpomental Psychology, 30, 6, 823-834
Hartantri, E., 1996. Citra Raga dan Kecenderungan Perilaku Diet pada Remaja Putri. Skripsi (tidak diterbitkan), Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Helmi, A. F., & Ramdhani, N. 1992. Konsep Diri dan Kemampuan Bergaul. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Hidayah. 1999. Hubungan antara Harga Diri dengan Kolektivitas dengan Kecenderungan Perilaku Konsumtif pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
29
Hill, A. J., Oliver, S., & Rogers, P. J. 1992. Eating in Adult World: The Rice of Dieting in Childhood and Adolescence. British Journal of Clinical Psychology. 31, 95-105.
Hurlock, E. B. 1976. Personality Development. New Delhi: Mc Graw-Hill. Publishing Company TMH Edition.
Lester, R., & Petrie, T. A. 1995. Personality and Physical Correlates of Bulimic Symptomology Among Mexican America Female College Students. Journal of Counseling Psychology, 42, 2, 199-203.
Maria, H., Prihanto, S. F. X., & Sukamto, M. E. 2001. Hubungan Antara Ketidakpuasan Terahadap Sosok Tubuh (Body Dissatisfaction) dan Kepribadian Narsistik dengan Gangguan Makan (Kecenderungan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa). Anima. Indonesian Psychological Journal, 16, 3, 272-289.
Mukai T, McCloskey L. A., 1996. Eating Attitudes Among Japanese And American Elementary SchoolGirls. Journal of Cross-Cultural Psychology, 27, 4, 424 – 435 Santrock J. W., 2003. Adolescense, Perkembangan Remaja. 6th Edition. The University of Texas Dallas. Penerbit Erlangga.
Sarintohe, E. & Prawitasari, J. E., 2006. Teori Sosial Kognitif dalam Menjelaskan Perilaku Makan Tidak sehat pada Anak yang Mengalami Obesitas. Sosiosains, 19, 3 (Juli). 345-355
Setyaningsih, H., 1992. Citra Raga, Pemakaian Kosmetika, dan Harga Diri pada Remaja Putri. Skripsi (Tidak diterbitkan), Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
30
Zainurofikoh, 2001. Hubungan antara Kebermaknaan Hidup dengan Harga Diri pada Mahasiswa. Skripsi (Tidak diterbitkan), Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.