Siti Nur Indah & Ety Apriliana|Hubungan antara Preeklampsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Siti Nur Indah1, Ety Apriliana2 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal. Sedangkan asfiksia merupakan penyebab kematian bayi kedua tersering setelah prematur dan BBLR. Pre eklampsia dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti: odema, hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20 minggu. Pre eklampsia dalam kehamilan menimbulkan dampak bervariasi. Mulai dari yang ringan hingga berat, misalnya mengganggu organ ginjal ibu hamil, menyebabkan hipoksia janin intrauteri, rendahnya berat badan bayi ketika lahir, dan melahirkan sebelum waktunya. Pre eklampsia mengakibatkan tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. sudah pasti ini akan mengurangi suplai oksigen dan makanan bagi bayi. Akibatnya, perkembangan bayi mejadi lambat, dan terjadi hipoksia intrauterin, lebih fatal lagi, penyakit ini bisa menyebabkan lepasnya jaringan plasenta secara tiba-tiba dari uterus sebelum waktunya. Ketidakmampuan bayi setelah dilahirkan untuk bernapas normal karena gangguan pertukaran dan transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan ketersediaan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Efek hipoksia ini adalah asfiksia. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pre eklampsia dalam kehamilan menyebabkan resiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. Kata kunci:asfiksia neonatorum, neonatus,preeklampsia.
Relationship between Preeclampsia in Pregnancy with Neonatal Asphyxia Abstract Preeclampsia is one of the main causes of maternal deaths. While asphyxia is the second most common cause of infant mortality after preterm and LBW.Preeclampsia in pregnancy is a serious complication in the second-third trimester with clinical symptoms such as edema, hypertension, proteinuria, convulsions to coma with gestational age over 20 weeks. Pre eclampsia in pregnancy impacts vary. Ranging from mild to severe, for example disrupt kidney pregnant women, causing fetal intrauterine hypoxia, the low weight of the baby when it is born, and gave birth prematurely. Preeclampsia in pregnancy lead to high blood pressure cause a reduction in shipments of blood to the placenta. surely this would reduce the supply of oxygen and food for the baby. As a result, the development of the baby becoming slow, and intrauterine hypoxia occurs, more fatal, the disease can lead to the release of placental tissue suddenly from the uterus prematurely. The inability of the baby after birth to breathe normally because of interference exchange and transport of oxygen from mother to fetus so that there is interference with the availability of oxygen and carbon dioxide expenditure. This is the effect of hypoxia asphyxia. Therefore it can be concluded that Preeclampsia in pregnancy lead to the risk of asphyxia in newborns. Keywords: neonatal asphyxia, neonatal, preeclampsia. Korespondensi:Siti Nur Indah | Alamat Pondok Arbenta, LK 001 Gedong Meneng, Rajabasa, Bandar Lampung | HP 082186662432|e-mail:
[email protected]
Pendahuluan Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan satu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Kesehatan prenatal, perinatal, dan postnatal menjadi sangat penting karena pada masa ini dianggap sebagai masa yang rawan terjadinya gangguan atau kecacatan.1
Menurut WHO diperkirakan sekitar 900.000 kematian bayi baru lahir setiap tahun diakibatkan asfiksia neonatorum. Laporan dari WHO menyebutkan bahwa sejak tahun 2000 – 2003 asfiksia menempati urutan keenam yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab kematian neonatal di seluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.2 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 359
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 55
Siti Nur Indah & Ety Apriliana|Hubungan antara Preeklampsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan (28%), pre eklampsia dan eklampsia (24%), infeksi (11%), partus lama (5%), dan abortus (5%).3 Kondisi Angka Kematian Bayi juga belum menggembirakan yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup.Angka kematian bayi dari tahun ke tahun mengalami penurunan walaupun belum memuskan. Berdasarkan riskesdas 2007 terdapat angka kematian bayi sebesar 24 per 1000, lebih rendah dibandingkan tahun 2002 yang sebesar 35 per 1000 kelahiran.3Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara – negara ASEAN seperti Singapura (3/1000 kh), Brunei Darussalam (8/1000 kh), Malaysia (10/1000 kh), Vietnam (18/1000 kh) dan Thailand (20/1000 kh).2Penyebab kematian neonatus adalah prematur dan berat badan lahir rendah (35%), asfiksia lahir (33,6%) dan sisanya karena infeksi, trauma jalan lahir serta cacat kongenital. 3 Preeklampsia masih menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan perinatal. Preeklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, proteinuria dan edema. Preeklampsia pada ibu hamil menimbulkan dampak bervariasi. Mulai dari yang ringan hingga berat, misalnya mengganggu organ ginjal ibu hamil, menyebabkan hipoksia janin intrauteri, rendahnya berat badan bayi ketika lahir, dan melahirkan sebelum waktunya.4 Pada hipertensi dalam kehamilan (misal preeklampsia) tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. sudah pasti ini akan mengurangi suplai oksigen dan makanan bagi bayi. Akibatnya, perkembangan bayi mejadi lambat, dan terjadi hipoksia intrauterin, lebih fatal lagi, penyakit ini bisa menyebabkan lepasnya jaringan plasenta secara tiba-tiba dari uterus sebelum waktunya.5 Efek hipoksia adalah asfiksia neonatorum. Ketidakmampuan bayi setelah dilahirkan untuk bernapas normal karena gangguan pertukaran dan transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan ketersediaan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.6 Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.7 Oleh karena itu antenatal care yang baik dan pertolongan persalinan olehtenaga kesehatan sangat dianjurkan untuk deteksi dini dan penanganan komplikasi obstetrik yang mungkin timbul pada ibu hamil, bersalin dan bayi baru lahir. Pelayanan Antenatal Care yang kurang baik dapat menyebabkan masalah kesehatan pada masa kehamilan tidak dapat ditangani dengan baik termasuk preeklamsia. Hal ini sering menyebabkan ibu hamil datang ke petugas kesehatan dengan kondisi atau komplikasi kehamilan yang sudah parah. Keterlambatan penanganan ini menyebabkan perburukan kondisi ibu dan janin. Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang mempengaruhi di antaranya kondisi sosial ekonomi, rendahnya pendidikan, faktor sosial budaya, kurangnya kesadaran akan kesehatan dan belum berfungsinya secara optimal pelayanan kesehatan pada ibu pada masa kehamilan.8 Oleh karena itu, pada artikel ini akan membahas mengenai hubungan antara hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum. Isi Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa bekurangnya perfusiorgan akibat vasospasme dan aktivitas endotel yang ditandai dengan proteinuria dan hipertensi. Hipertensi yang dimaksudkan disini adalah terjadinya peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau peningkatan diastolik sekurang-sekurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg. Pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya dua kesempatan dengan perbedaan waktu 6 jam dan harus didasarkan pada nilai tekanan darah sebelumnya yang diketahui.9 Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Ditandai dengan perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat menyebabkan gangguan fungsi plasenta, diduga yang berperan menyebabkan hal ini adalah tiga faktor yaitu maladaptasi
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 56
Siti Nur Indah & Ety Apriliana|Hubungan antara Preeklampsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
imunologi, genetik predisposisi, dan faktor media-vaskular.10 Faktor yang pertama yaitu maladaptasi imunologi. Pengaruh imunologi ini didukung oleh penelitian epidemiologi mengenai kegagalan respon imun maternal yang secara langsung menyebabkan invansi tromboplastik dan gangguan fungsi plasenta. Kegagalan respon imun ini menjadi postulat yang menyebabkan berkurangnya Human leukocyte antigent (HLA) G protein yang normalnya diproduksi untuk membantu ibu mengenal komponen imunologi asing plasenta atau berkurangnya formasi dari bloking antibody untuk menekan atau imunoprotec dari imun asing plasenta.10 Faktor yang kedua yaitu genetic predisposisi. Preeklamsi diduga berhubungan dengan sigle recesives gene.dominant gen dengan incomplete penetrance atau multifakrorial. Penelitian lain mengatakan pasien dengan riwayat mempunyai anak intra uterine growth retardation (IUGR) dipertimbangkan mempunyai resiko untuk terjadi hipertensi pada kehamilan.10 Faktor yang terakhir yaitu faktor media-vaskular. Adanya defek vaskuler menyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi kronik, penyakit gangguan vaskuler, resistensi insulin dan obesitas menyebabkan perfusi plasenta yang berkurang sehingga meningkatkan resiko preeklamsia. Hal ini menjadi postulat berkembangnya preeklamsia menjadi tiga cara yaitu: defective plasentation, plasental ischemia, endothelial cell dysfunction. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”. Teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.10 Faktor predisposisi terjadinya preeklamsi menurut Varney adalah penyakit trofoblas, kehamilan multiple, penyakit hipertensi vaskuler kronik, penyakit renal kronik, diabetus mellitus, usia maternal diatas 35 tahun, nuliparitas, riwayat preeklamsia terdahulu dan riwayat keluarga.11 Patofisiologi preeklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.4 Tanda dan gejala preeklampsia dibedakan menjadi dua macam yaitu berdasarkan gambaran klinik ditandai dengan pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, proteinuria dan berdasarkan gejala subyektif yang ditandai sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual, muntah dan gangguan serebral lainnya: reflek meningkat dan tidak tenang.12 Klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi dua golongan yaitu preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Preeklamsi aringan di tandai dengan pertambahan berat badan, edema umum di kaki dan muka, hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90mmHg setelah gestasi20 minggu, proteinuria lebih atau sama dengan 300 mg per liter dan 1+ atau 2+ pada dipstick, danbelum ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan preeklamsia berat ditandai dengan tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg, proteinuria 2 gram per liter atau≥ 2+ pada dipstick, oliguria < 400 ml/24 jam, kreatinin serum > 1,2 mg/dl, nyeri epigastrium, edema pulmonum, sakit kepala di daerah frontal, diplopia dan pandangan kabur, serta perdarahan retina.13 Komplikasi preeklampsia dibedakan menjadikomplikasi pada ibu dan komplikasi pada janin/bayi. Komplikasi pada ibu di antaranya atonia uteri, sindrom HELLP, gagalginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, sedangkan komplikasi pada janin/bayi seperti asfiksia neonatorum, pertumbuhan bayi terhambat (Intra Uterin Fetal Retardation), hipoksia intrauteri, kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.14 Pre eklampsia saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 57
Siti Nur Indah & Ety Apriliana|Hubungan antara Preeklampsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
baru lahir. Patofisiologi terjadinya asfiksia neonatorum disebabkan oleh perubahan vaskuler yang terjadi selama kehamilan. Pada hamil normal terjadi invasitrofoblas kedalam lapisan arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut dan jaringan sekitarnya sehingga terjadi dilatasi spiralis dan jaringan matriks menjadi gembur sehingga memudahkkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Dampak dari distensi dan dilaatasi ini adalah terjadinya penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke plasenta cukup banyak sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spinalis” Sedangkan pada preeklamsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya, akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis” sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah iskemia plasenta dan hipoksia intra uteri.6 Jika janin mengalami kekurangan O2 dalam rahim akan merangsang usus janin untuk mengeluarkan mekonium, selain itu janin juga akan mengadakan pernafasan intra uterin sehingga terjadi aspirasi air ketuban dan mekonium dalam paru-paru yang menyebabkan bronkus tersumbat dan bila janin lahir alveoli tidak berkembang sehingga terjadi asfiksia.9 Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan, teratur dan adekuat.15 Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asedosis.5 Etiologi asfiksia neonatorum adalah hipoksia janin yang terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama hamil (seperti; gizi buruk, anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain), atau secara mendadak karena hal–hal yang diderita ibu dalam persalinan.6
Terdapat tiga faktor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir yaitu faktor ibu, faktor lain pusat dan faktor bayi. Penyebab asfiksia berdasarkan faktoribu di antaranya preeklamsia dan eklamsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan), penyakit ibu. Berdasarkan factor tali pusat yaitu lilitan tali pusat, talipusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus tali pusat, sedangkan factor bayi adalah bayi prematur, persalinan dengan tindakan, kelainan bawaan dan air ketuban bercampur mekonium.16 Patogenesis terjadinya asfiksia neonatorum adalah bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap N. Vagus sehingga bunyi jantung menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka N. vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari N.simpatikus. Denyut jantung janin lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Kekurangan O2 juga merangsang usus,sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia.Janin akan mengadakan pernafasan intra uterin, bila kita periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak berkembang. Tanda dan Gejala asfiksia neonatorum yaitu bayi tidak bernafas atau bernafas megap –megap, warna kulit kebiruan, kejang dan penurunan kesadaran.15 Gejala asfiksia diklasifikasikan berdasarkan nilai apperance (colour = warna kulit), pulse (heart rate = denyut nadi), Grimace (refleks terhadap rangsangan), activity (tonus otot), dan Respiration (usaha bernapas) atau sering disebut APGAR.Asfiksia diklasifikaikan menjadi tiga jenis yaitu asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) asfiksia ringan-sedang (nilai APGAR 4-6) dan bayi normal (nilai APGAR 7-10).17 Skor APGAR dinilai pada menit pertama, menit kelima, dan menit kesepuluh setelah bayi lahir, untuk mengetahui perkembangan keadaan bayi tersebut. Namun dalam situasi tertentu, skor APGAR juga dinilai pada menit ke sepuluh, kelima belas, dan kedua puluh, hingga total skor sepuluh.18
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 58
Siti Nur Indah & Ety Apriliana|Hubungan antara Preeklampsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir 18
Tabel 1. Nilai APGAR Tanda 0 Appeara Pucat/ nce sianos is
Pulse Grimace
HR tidak ada Tidak ada respon
1 Badan meraah jambu ekstremi tas biru HR < 100
2 Merah jambu komplit
Grimace fasial
Batuk
HR > 100
Activity
Lumpuh
Sedikit fleksi
Posisi fleksi/aktif
Respiration
Tidak/ada
Lambat tidak teratur
Menan gis, udara masuk baik
Ringkasan Preeklampsia pada kehamilan menimbulkan dampak bervariasi. Gejala ditandai dengan edema hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20 minggu dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, pascapartus. Pada pre eklampsia, tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. mengurangi suplai oksigen dan makanan bagi bayi mengakibatkan asfiksia neonatorum. Tanda dan Gejala asfiksia neonatorum adalah tidak bernaf asatau bernafas megap–megap, warna kulit kebiruan, kejang dan penurunan kesadaran. Penilaian asfiksia dapat menggunakan skor APGAR. Skor APGAR dinilai dari 5 item yaitu appereance, pulse, grimace, activity dan respiration. Efek dari asfiksia neonatorum mulai dari kerusakan fungsi organ, ganguan motorik, retardasi mental bahkan kematian. Simpulan Disimpulkan bahwa, preeklampsia dalam kehamilan pada ibu meningkatkan resiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. DaftarPustaka 1. Gilang, Harsoyo N, Maya DR. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi di RSUD Tugurejo). [Skripsi]. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. 2012: 11-19.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta :Kementerian Kesehatan RI: 2014. 3. Zainud A. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Pontianak. Jurnal Penelitian Berita Ilmu Keperawatan. 2009;2(1):1-6. 4. Rossa, A. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil dengan Pre-eklampsia di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Mei 2005-Mei 2006. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2006. 5. Hashemi, A. Hubungan Paritas pada Penderita Preeklampsia Berat Terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD dr. Soebandi Kabupaten Jember. [Skripsi]. Jember: Universitas Jember. 2015. 6. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. 7. Manuaba IBG, Chandra IA, Fajar M.Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC. 2008: 475-480. 8. Jumiatun. Hubungan antara Preeklamsia dalam Persalinan dengan Kejadian Asfeksia di RSUD Kab.Batang. Jurnal Kebidanan STIKes Widya Husada: Semarang. 2013;11:1-17. 9. Cunningham,FG., et.al. Obstetri William, Edisi 21. Jakarta: EGC. 2006. 10. Gilbert ES, Harmon JS. Manual of High Risk Pregnancy and Delivery. (Fifth Edition). St. Louis : Mosby. 2011. 11. Jan MK, Carolyn LG. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney. (Edisi Kedua). Jakarta: EGC. 2010. 12. Gerungan, JC. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Bidan Poltekes Manado. 2014;2(1).66-72. 13. De Cherney, Nathan. Current Obstetric and Gynaecologic Diagnosis and Treatment. 10th ed. New York : McGrawHill. 2007. p780-8 14. Wagner LK. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American Family Pshysician Web. December 15, 2004;70;12: 1-12. 15. Snyder EY, Cloherty JP. Perinatal Asphyxia. dalam: Cloherty JP, Stark AR (eds.)Manual of Neonatal Care. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2012. p51555
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 59
Siti Nur Indah & Ety Apriliana|Hubungan antara Preeklampsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
16. Azwar A. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: NPKKR/POGI dan JHPIEGO Corporation. 2008. 17. Ridhanillah GS. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (studi di RSUD Tugurejo Semarang). [undergraduate thesis]. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang; 2012. 18. Haws. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta : EGC. 2007.
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 60