HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUP (KELOMPOK SEBAYA) DENGAN SIKAP PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh: SUKA MAHENDRA NIM K8405038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUP (KELOMPOK SEBAYA) DENGAN SIKAP PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Oleh: SUKA MAHENDRA NIM K8405038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Soeparno, M.S.i.
Drs. AY. Djoko Darmono, M.Pd
NIP. 19481210 197903 1 002
NIP. 1953 0826 198003 1 005
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari
:_____________
Tanggal
:_____________
Tim Penguji Skripsi : Nama Terang
Ketua
Tanda Tangan
: Dra. Siti Rachani, M.Pd
___________
NIP. 1954 0213 1980032 001 Sekretaris
: Dr. Zaini Rahmat, M.Pd
___________
NIP. 195811171986011 001 Anggota I
: Drs. Soeparno, M.S.i.
___________
NIP. 19481210 197903 1 002 Anggota II
: Drs. AY. Djoko Darmono, M.Pd. NIP. 1953 0826 198003 1 005
Disyahkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001
___________
ABSTRAK
Suka Mahendra. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUP (KELOMPOK SEBAYA) DENGAN SIKAP PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010; (2) Hubungan antara Pergaulan Peer Group(kelompok sebaya) dengan Sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010; (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group (kelompok sebaya) dengan Sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif korelasional. Populasi penelitian ialah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010, sejumlah 160 siswa. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling sejumlah 40 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik angket. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan analisis statistik dengan teknik regresi ganda. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) “Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima karena ρ < 0,05. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx1y = 0,606 dan ρ = 0,000 . (2) “Ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group (kelompok sebaya) dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima karena ρ < 0,05. . Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx2y = 0,493 dan ρ = 0,002. (3) “Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group (kelompok sebaya) dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima karena ρ < 0,05. . Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan Ry(x1,2) = 0,662 dan ρ = 0,000. (4). Sumbangan Efektif pola asuh orang tua dengan sikap sebesar 36,774%. (5). Sumbangan efektif pergaulan peer group dengan sikap sebesar 6,996%. (6). Sumbangan relatif pola asuh orang tua dengan sikap sebesar 84,016%. (7). Sumbangan relatif pergaulan peer group dengan sikap sebesar 15,984%
ABSTRACT Suka Mahendra. THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTS TAKING CARE PATTERN, PEER GROUP INTERACTION WITH BEHAVIOR ON THE STUDENTS CLASS XI IPS OF SMA 3 SURAKARTA, IN EDUCATION YEAR OF 2009/2010. Essay, Surakarta: Teaching and Education Science Faculty of Surakarta, December 2009. This research aims to know : (1) The relationship between Parents Taking Care Pattern With Behavior on the students class XI IPS of SMA 3 Surakarta in the education year of 2009/2010; (2) The Relationship between Peer Group Interaction to Behavior on the students class XI IPS of SMA 3 Surakarta in the year of education year 2009/2010; (3) The Relationship Between Parents Taking Care Pattern, Peer Group Interaction with Behavior on the students class XI IPS of SMA 3 Surakarta in the Education Year of 2009/2010. The method which is used in this research is quantitative descriptive correlation. Population of the research is the whole of students class XI of SMA 3 Surakarta in the Education Year of 2009/2010, amounts 40 students. Data collecting Technique which is used, is questioner technique. Its Technique of Data analyze is statistic analyze with double regression technique. Based on the result of the research, it can be concluded : (1) “ There is positive relationship between parents taking care pattern with behavior on the students of class XI IPS SMA 3 Surakarta in the education Year of 2009/2010”, is accepted because p<0,05. It can be seen from data analyze which shows rx1y= 0,606 and P=0,000. (2) “ There is positive relationship between peer group interaction and behavior on the students of class XI IPS SMA 3 Surakarta in the education Year of 2009/2010, is accepted because p<0,05. It can be seen from data analyze result which shows rx2y=0,493 and p=0,002. (3) . There is positive between parents taking care pattern and peer group interaction with behavior on the students of class XI IPS SMA 3 Surakarta in the education year of 2009/2010”’ is accepted because p<0,05. It can be seen from data analyze which shows Ry(x1,2) =0,662 and p=0,000. (4) Effective contribution parents taking care pattern with attitude squal to 36,774%. (5) Effective contribution peer group interaction with attitude squal to 6,996%. (6) Relative contribution parents taking care pattern with attitude squal to 84,016%. (7) Relative contribution peer group interaction with attitude squal to 15,984%
MOTTO Ing Ngarso Sung Tulodha Ing Madyo Mangun Karsa Tut Wuri Handhayani (KI Hajar Dewantara) Allah tidak akan merubah nasib/keadaan suatu umat, jika umat itu sendiri tidak merubahnya (Q.S Ar.Ra’ad 11) Keberhasilan atau kesuksesan tak akan datang tanpa adanya doa dan kerja keras (Penulis)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk : 1. Ibu dan bapak tercinta, yang mendidik dan membesarkanku
dengan
penuh
kasih
sayang. Terima kasih telah menjadi orang tua terbaik di dunia ini. 2. Kakakku Ria Budiaman. Engkau adalah semangat bagiku. 3. Teman-temanku satu kelompok bimbingan. Terima
kasih
telah
menemaniku
menyelesaikan penulisan ini. 4. Untuk diriku, semoga ini menjadi langkah awal untuk meraih impian dan cita-citaku. 5. Almamater
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapi banyak hambatan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut dapat peneliti atasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuan, peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2. Bapak Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta, 3. Bapak Drs.MH. Sukarno,M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 4. Bapak Drs. Soeparno ,M.Si, Pembimbing I yang telah memberikan ijin, bimbingan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Drs. AY. Djoko Darmono, M.Pd, Pembimbing II yang telah memberikan ijin, semangat, bimbingan serta saran-saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Dr. Zaini Rahmad, M.Pd, Penasehat Akademik atas bimbingan dan nasehatnya. 7. Bapak Drs. Ngadiyo,M.Pd, Kepala SMA Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. 8. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan, bimbingan, do’a dan dukungannya selama ini Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan, bimbingan, do’a dan dukungannya selama ini.
9.
Teman-teman seangkatan dan seperjuangan di Program Studi Pendidikan Sosiologi – Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2005, terutama ( khoiril anwar udint) terima kasih untuk saran dan selalu menemaniku dalam kuliah ini, karena kalian saya bisa mengerti arti persahabatan yang sesungguhnya.
10. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait khususnya bagi kepentingan pendidikan terutama bidang pengajaran Sosiologi Antropologi.
Surakarta,
Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………............. i PENGAJUAN……………………………………………………………………. ii PERSETUJUAN……………………………………………………………….... iii PENGESAHAN……………………………………………………………….… iv ABSTRAK……………………………………………………………………..... vi MOTTO…………………………………………………………………….…... vii PERSEMBAHAN……………………………………………………………… viii KATA PENGANTAR…………………………………………………………... ix DAFTAR ISI………………………………………………………………..……. xi DAFTAR TABEL…………………………………………………….…………. xiii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xiv DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xv BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah…………………….………………..1
B.
Identifikasi Masalah…………… ……………………………5
C.
Pembatasan Masalah……………………...………………….6
D.
Perumusan Masalah…………………... …………………….7
E.
Tujuan Penelitian………………………………….…………7
F.
Manfaat Penelitian……………………………….…………..8
LANDASAN TEORI A.
Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua…………..……9 2. Tinjauan Tentang Pergaulan Peer group…………….…21 3. Tinjauan Tentang Sikap.....................…………………..36
B.
Penelitian Yang Relevan…………………………………....57
C.
Keranga Berpikir…………………………..………………..58
D.
Perumusan Hipotesis ………….……………………………60
BAB III
BAB IV
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN A.
Tempat dan Waktu Penelitian………………...…………….61
B.
Metode Penelitian……………………………………..…….62
C.
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel………..68
D.
Teknik Pengumpulan Data………………………………….78
E.
Teknik Analisis Data………………………………………..90
HASIL PENELITIAN A.
Deskripsi Data………………………………..……………..95
B.
Pengujian Prasyarat Analisis Data………………………….103
C.
Pengujian Hipotesis………………………………...……….110
D.
Pembahasan Hasil Analisis Data……………………………117
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A.
Kesimpulan…………………………………………………120
B.
Implukasi ………………………………………….………..121
C.
Saran ………………………………………………………..122
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..……………...124 LAMPIRAN………………………………………………………………………127
DAFTAR TABEL
Tabel Waktu Penelitian………..………………………………………………61 Tabel Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1).............................99 Tabel Distribusi Frekuensi Pergaulan Peer Group (X2)....................................100 Tabel Distribusi Frekuensi Sikap (Y)................................................................102 Tabel Rangkuman Uji Normalitas Pola Asuh Orang Tua..................................105 Tabel Rangkuman Uji Normalitas Pergaulan Peer Group.................................106 Tabel Rangkuman Uji Normalitas Sikap............................................................107 Tabel Rangkuman Uji Linieritas X1 dengan Y...................................................109 Tabel Rangkuman Uji Linieritas X2 dengan Y...................................................109 Tabel Koefisien Beta dan Korelasi Parsial Model Penuh...................................112 Tabel Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh..............................................112
DAFTAR GAMBAR
Gambar Kerangka Berpikir................................................................................60 Gambar Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua (X1)......................................99 Gambar Grafik Histogram Pergaulan Peer Group (X2)....................................101 Gambar Grafik Histogram Sikap (Y)................................................................103
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi Uji Coba Angket.....................................................................127 Lampiran 2. Soal-soal Angket...................................................................................130 Lampiran 3. Data skor variabel X1,X2,Y...................................................................159 Lampiran 4. Hasil Uji Validitas.................................................................................162 Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas.....................................................................................................169 Lampiran 6. Deskripsi Data butir X1........................................................................ 172 Lampiran 7. Deskripsi Data butir X2.........................................................................174 Lampiran 8. Deskripsi Data butir X3..............................................................................................................176 Lampiran 9. Sebaran/Distribusi Frekuensi dan Histogram X1..................................178 Lampiran 10. Sebaran/Distribusi Frekuensi dan Histogram X2................................180 Lampiran 11. Sebaran/Distribusi Frekuensi dan Histogram Y..................................181 Lampiran 12. Uji Normalitas.....................................................................................182 Lampiran 13. Uji Linieritas.......................................................................................186 Lampiran 14. Analisis Regresi Ganda.......................................................................192 Lampiran 15. Lembar Perizinan................................................................................195 Lampiran 16. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...................................199 Lampiran 17. Curriculum Vitae.................................................................................200
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju proses kedewasaan yang ditandai dengan emosi yang masih belum stabil dan masih berusaha untuk mencari identitas diri. Remaja merupakan bagian dari proses perkembangan manusia pada masa tertentu yakni antara anak-anak dan dewasa Dalam keberadaannya antara anak-anak dan dewasa, maka perilaku para remaja masih mencari identitasnya, yaitu ditandai oleh ketidakmantapan yang berpindah-pindah dari perilaku atau norma lama ke norma yang baru dan sebaliknya. Ketidakmantapan ini memang indikasi dari belum matangnya kepribadian. Masa remaja juga merupakan masa penyesuaian diri dengan tuntutan lingkungan yang baru. Bagi remaja yang mampu mengatasi dirinya akan mampu melalui masa transisi dengan lebih tenang. Bagi remaja yang kepribadiannya belum mantap dan situasi eksternal kurang memberikan rasa aman bisa muncul perilaku tidak wajar. Siswa SMA merupakan remaja yang mengalami masa perubahan tingkah laku dari anak-anak ke dewasa. Pada masa remaja berusaha mencari jati diri sehingga banyak terjadi pertentangan-pertentangan dalam diri remaja yang mengakibatkan timbulnya kecemasan dan kebingungan dalam diri remaja. Remaja akan berusaha membebaskan diri dari tekanan orang tua dan akan bersikap agresif terhadap sesuatu yang bertentangan dengan dirinya. Seorang remaja SMA akan menyadari betapa pentingnya hubungan yang baik dalam masyarakat. Mereka akan belajar bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulan sehingga akan membentuk perilaku dalam dirinya. Perilaku merupakan suatu hal yang kompleks karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pembawaan (hereditas) dan faktor lingkungan . Menurut Zainuddin (1993:3) perilaku adalah tindakan manusia yang dapat diamati / diobservasi dan dilakukan
pada waaktu tertentu. Sikap disebabkan karena adanya suatu stimulus yaitu suatu obyek fisik yang mempengaruhi seseorang dalam banyak cara. Setelah seseorang mengetahui adanya stimulus kemudian memprosesnya kedalam pengetahuannya yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu sikap dimana sikap tersebut akan diimplementasikan dalam suatu tindakan. Setiap anak dibekali dengan hati dan akal yang mulia, seiring dengan waktu anak akan mengalami perkembangan yang berupa perkembangan kepribadian dan pertumbuhan fisik yang menimbulkan suatu bentuk sikap yang berbeda.. Perkembangan tersebut terjadi atas dasar interaksi atau saling mempengaruhi antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan. Faktor bawaan berupa bakat, emosi dan pikiran, sedangkan faktor lingkungan berupa keluarga, sekolah dan masyarakat Pengalaman-pengalaman yang didapat dalam keluarga menentukan cara-cara bertingkah laku anak terhadap dunia luar dilingkungan keluarga. Dengan kata lain, perkataan, sikap, dan tingkah laku seseorang anak dalam pergaulannya di masyarakat mencerminkan bagaimana kehidupan keluarga anak yang bersangkutan. Apabila hubungan anak dengan keluarganya berlangsung secara kurang baik, maka kemungkinan besar pada umumnya hubungan anak dengan masyarakat di sekelilingnya akan berlangsung kurang baik pula, sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak perbuatan anak-anak yang menyeleweng dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kehadiran anak dalam keluarga membutuhkan tanggung jawab yang berat, karena anak tidaklah cukup dibesarkan saja dengan diberikan makanan dan pakaian tetapi menuntut pula sesuatu hal yang penting, antara lain adalah pendidikan. Dalam keluarga orang tua berperan sebagai seorang pemimpin yang berkewajiban mendidik anaknya. Orang tua secara manusiawi memberikan hidup, bertanggung jawab dan berkewajiban mengusahakan perkembangan anak yang sehat baik jasmani maupun rohani.Agar hubungan antara anggota keluarga dapat terbina dan terpelihara dengan baik, peranan orang tua sangat ditentukan oleh cara dan sikap dalam memelihara dan membimbing anak termasuk dalam cara-cara kepemimpinannya terhadap anak. Dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah orang tua, peran orang tua disini sebagai pendidik yang pertama dan utama sehingga sangat
besar pengaruhnya dalam menentukan berhasil tidaknya kepribadian anak. Mengingat betapa pentingnya peranan keluarga didalam pembentukan kepribadian anak, maka tingkah laku dan pergaulan serta harmonisasi atau kerukunan orang tua menjadi contoh bagi anak. Keadaan keluarga yang kurang harmonis dapat membawa pengaruh psikologis buruk bagi perkembangan mental dan pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk diluar rumah tidak dapat memberikan cukup waktu kepada anak-anaknya dapat mengakibatkan anak merasa dirinya diabaikan dan tidak dicintai. Kesempatan tersebut digunakan oleh anak untuk mencari kepuasan diluar dengan kawan-kawannya yang senasib dan akhirnya membentuk kelompok yang memiliki sifat-sifat agresif
dan dapat mengganggu
masyarakat, sehingga keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilainilai kebudayaan pada anak dan memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan dan perilaku anak. Karena disini orang tua mempunyai peranan dalam dua hal pokok yaitu peran memelihara dan mendidik yang akan sangat berpengaruh terhadap sikap perilaku anak. Dalam peran memelihara ini orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak seperti pangan, sandang, papan atau kebutuhan material lainnya. Dalam mendidik anak, orang tua dapat memberikan pendidikan secara non formal seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pengawasan dan bimbingan. Hal ini hanya akan terwujud jika antara anak dan orang tua itu terjadi interaksi yang mendalam. Karena adanya interaksi dengan orang tua dan anak yang tinggi anak akan menjadi lebih terbuka dengan orang tua sehingga mereka akan merasa aman dan mempunyai pegangan dalam bertindak. Dalam keluarga yang intensitas interaksinya kurang antara orang tua dan anak maka hal ini akan menyebabkan munculnya kenakalan anak, karena tidak mempunyai pegangan dan kontrol dalam bersikap dan bertindak. Intensitas interaksi orang tua dapat terlihat dari pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak. Pola asuh orang tua merupakan cara atau sikap yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sebagai perwujudan tanggung jawab dalam pembentukan kedewasaan anak. Untuk benar-benar menjadi orang dewasa dan tidak hanya dewasa secara fisik tetapi juga seorang remaja hendaknya mulai secara bertahap harus sudah memperoleh kebebasan dari orang tua, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan,
membina hubungan dengan teman sebaya dalam proses memenuhi tantangan ini remaja juga harus secara bertahap mengembagkan suatu filsafat kehidupan dan pengertian akan identitas diri. Sebelum remaja dapat berhasil meninggalkan rasa aman bergantung pada orang lain, mereka harus memiliki gagasan mengenai siapa diri mereka, kemana arah yang mereka tuju, bagaimana cara untuk mencapainya, sehingga remaja butuh pengarahan dan bimbingan dari orang –orang sekitarnya antara lain orang tua, guru, maupun tokoh masyarakat pada umumnya Dalam penulisan ini faktor keluarga lebih ditekankan pada pola asuh orang tua dalam mendidik, memelihara dan membesarkan anak. Tata cara orang tua dalam mendidik anak akan sangat berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Menurut Elizabeth Hurlock yang diterjemahkan Istiwidayanti (2000:7) ada tiga macam pola asuh yang sering digunakan oleh orang tua yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh permisife (laszess faire), dan pola asuh demokrasi. Bentuk pola asuh yang diterapkan pada anak harus disesuaikan dengan kondisi dan kepribadian anak, karena hal tersebut berhubungan dengan sikap dan anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh orang tua sangat penting dalam mendidik anaknya karena nilai-nilai dan pola-pola tingkah laku orang tua selalu menjadi patokan dalam bertindak. Dalam hal ini orang tua menjadi pendidik utama dan pertama dalam keluarga untuk menuju lingkungan yang lebih luas. Dalam upaya agar anak mematuhi norma-norma dan aturan-aturan dalam keluarga, kadang perlu juga anak diberikan hukuman tetapi hukuman ini harus bersifat mendidik. Selain faktor dari keluarga, faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku anak adalah pergaulan peer group. Pergaulan adalah proses terjadinya hubungan atau interaksi antar individu yang lain, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok, dengan kata lain pergaulan adalah hidup untuk berteman, kebersamaan atau hidup bermasyarakat, sedangkan yang dimaksud dengan peer group menurut Slamet Santoso (1999:81), " adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia dan status atau posisi sosial.. Pada perkembangannya remaja lebih sering berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan,minat, ketrampilan, dan perilaku lebih besar
daripada pengaruh keluarga. Disini remaja tidak lagi memilih teman-teman berdasarkan kemudahannya baik di sekolah ataupun di lingkunagan tetangga sebagaimana pada masa kanak-kanak, dan kegemaran pada kegiatan-kegiatan tidak lagi merupakan faktor penting dalam pemilihan teman. Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilainilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan yang dapat mempercayakan masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru. Dalam kelompok sebaya akan menimbulkan hubungan timbal balik antar anggotanya. Semua perilaku yang baik ataupun yang buruk akan mudah ditiru oleh anggota kelompok dan biasanya sikap dari mayoritas akan mudah ditiru dan menjadi identitas kelompoknya. Kelompok sebaya biasanya mempunyai ungkapan-ungkapan, bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai dan normanya sendiri. Kesemuanya itu menjadi cara hidup yang dijadikan acuan bertingkah laku dari para anggotanya. Didalam kelompok sebaya ini mempermudahkan dalam pertukaran informasi khususnya dalm berperilaku remaja yang satu dengan remaja yang lain. Informasi inilah yang mempengaruhi anggotaanggota dalam kelompok sebaya terhadap perilaku mereka. Berdasar latar belakang tersebut di atas, masalah pola asuh orang tua dan pergaulan peer group serta perilaku siswa sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, penulis mengangkat penelitian dengan judul “ Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Kelompok Sebaya Dengan Sikap Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas identifikasi masalah dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sikap manusia terbentuk karena faktor pembawaan dan lingkungan 2. Sikap merupakan perbuatan yang dapat diamati atau diobservasi dalam manusia
kehidupan
3. Nilai dan norma dalam masyarakat merupakan ukuran bagi menyimpang atau tidaknya sikap seseorang 4. Keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai kebudayaan pada anak sehingga memegang peranan penting dalam pembentukan sikap anak. 5. Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi remaja dalam bersikap 6. Keluarga yang harmonis dapat memberikan pengaruh pada perkembangan psikologi anak. 7. Kelompok sebaya dapat memberikan pengaruh terhadap sikap remaja, baik itu yang bersifat positif maupun negatif 8. Pergaulan kelompok sebaya dapat membentuk sikap seorang remaja dalam bersikap maupun bertindak 9. Dalam kelompok sebaya semua sikap yang baik maupun yang buruk akan ditiru oleh anggota kelompok dan biasanya perilaku dari mayoritas akan mudah ditiru
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah penulis uraikan maka masalah dibatasi pada pola asuh orang tua, pergaulan kelompok sebaya, dan sikap pada siswa. Maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Ruang Lingkup Permasalahan a. Pola asuh orang tua Tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak b. Pergaulan kelompok sebaya Proses dimana individu saling bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalinan persahabatan atau pertemanan. Interaksi ini terjadi dalam kelompok yang terdiri atas sejumlah individu-individu yang memiliki kesamaan, yaitu mereka mempunyai usia, minat dan perasaan yang sama. Dalam penelitian ini penulis membatasi pergaulan peer group pada remaja usia SMA
c. Sikap siswa tindakan siswa yang dapat diamati / diobservasi dan dilakukan di sekolah, di rumah maupun dilingkungan masyarakatnya. 2. Obyek Penelitian a. Variabel bebas X1 : Pola Asuh Orang Tua b. Variabel bebas X2: Pergaulan Kelompok Sebaya c. Variabel terikat Y: Sikap siswa 3. Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta
D. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil dari identifikasi masalah diatas maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut 1.
Apakah ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010?.
2. Apakah ada hubungan positif antara pergaulan kelompok sebaya dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010? 3. Apakah ada hubungan positif bersama antara pola asuh orang tua dan pergaulan kelompok sebaya dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010 2. Mengetahui hubungan pergaulan kelompok sebaya dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010
3. Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan pergaulan kelompok sebaya dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta. tahun ajaran 2009/2010
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis a). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam bidang ilmu Sosiologi Antropologi b). Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai masukan untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan masalah ini 2. Manfaat Praktis a). Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi orang tua agar dapat menggunakan bentuk pola asuh yang tepat sehingga mampu mendidik, mengasuh serta membesarkan anak sehingga nantinya perilaku anak akan sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat b). Memberikan solusi bagi masyarakat agar dapat menciptakan lingkungan yang baik dan mendukung tumbuh kembangnya anak. c). Memberikan pengertian kepada remaja bahwa keterlibatan seorang remaja dalam suatu kelompok akan menumbuhkan dampak yang positif maupun negatif
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana yaitu sikap dan kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan membesarkan anak dirumah. Sikap dan kebiasaan yang dimaksud menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada pola pengelolaan dan perawatan terhadap anak didik sebagai usaha mencapai kebahagiaan keluarga. Pola asuh orang tua merupakan cerminan interaksi orang tua dengan anak. Komunikasi ini melibatkan sikap, nilai dan kepercayaan orang tua untuk memelihara anaknya. Orang tua memiliki banyak tugas, salah satu diantaranya adalah mengasuh putra putrinya. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangatlah berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua selalu dinilai dan ditiru oleh anaknya yang kemudian secara sadar atau tidak sadar akan diresapi serta menjadi kebiasaan juga bagi anak-anaknya. Dalam mengasuh putra putrinya, orang tua dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah usia orang tua, jenis kelamin, status sosial dan lain sebagainya. Disamping itu juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan putra putrinya. Sikap tersebut dapat tercermin dalam pola asuh orang tua terhadap anaknya. Kemudian banyak pendapat yang mengemukakan pengertian dari pola asuh orang tua menurut cara pandang mereka masing-masing. Adapun pengertian pola asuh orang tua menurut para ahli sebagai berikut:
1) Singgih (2000: 55) menyatakan bahwa “ Pola asuh merupakan perlakuan orang tua dalam berinteraksi yang meliputi orang tua dalam menunjukkan kekuasaan dan tata cara orang tua mengasuh anak’’ Maksud dari pengertian diatas adalah bahwa kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderrung mengarah pada pola asuh yang diterapkan. Perlakuan orang tua yang dimaksud adalah cara mengatur tingkah laku anak yang dilakukan oleh orang tua sebagai perwujudan dari tanggung jawab dari pembentukan kedewasaan diri anak. Pembentukan kedewasaan diri pada anak akan mudah terbentuk apabila anak dengan orang tua mempunyai hubungan hangat dengan orang tuanya, merasa bahwa la disenangi serta mendapat perlakuan baik, akan tetapi hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan akan menyebabkan sukarnya perkembangan serta kedewasaan pada anak 2). Sam Vaknin. (2009) mengatakan bahwa “parenting is interaction between parent’s and children during their care” Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas bahwa pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Maksud dari pengertian di atas adalah bahwa pola asuh orang tua adalah perlakuan atau hubungan interaksi yang terjadi antara orang tua dengan anaknya. Interaksi ini terjadi antara orang tua dengan anak dalam proses membimbing, mendidik dan mengasuh. Hubungan disini dapat berupa perlakuan yang diberikan orang tua dalam menunjukkan perhatian kepada anak-anaknya. Dengan kata lain, bagaimana orang tua memahami keinginan-keinginan anaknya dapat terlihat dari cara orang tua mengasuh anaknya. Kegiatan pengasuhan ini dapat berupa cara-cara yang dilakukan oleh orang tua untuk mengatur anak-anaknya yang dapat diwujudkan dengan cara memberitahukan nilai atau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak. Tata cara orang tua ini biasanya akan menggunakan pola kepemimpinan tertentu dalam memperlakukan anak sesuai dengan kondisi anak dan keinginan orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya.
b. Bentuk Pola Asuh Orang Tua Peranan keluarga terhadap perkembangan sosial anak sangat ditentukan oleh tata cara dalam memelihara dan membimbing anak. Hal ini mudah diterima apabila keluarga merupakan sebuah kelompok sosial dengan tujuan, struktur, norma, dinamika kelompok, termasuk cara-cara kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu dalam kelompok tersebut. Menurut
Elizabeth
Hurlock
yang
diterjemahkan
Istiwidayanti
(2000:7), Pola sosialisasi orang tua yang digunakan dalam menanamkan disiplin pada anak ada tiga macam, yaitu otoriter, demokratis dan permisife". Melihat jenis pembagian pola asuh orang tua maka dipilihlah pembagian pola asuh oang tua Hurlock karena dianggap sudah mencakup semua garis besar pembagian dari pola asuh orang tua. Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk. pola asuh orang tua di atas akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Pola asuh berbentuk otoriter a). Pengertian Pola asuh otoriter berasal dari kata authoritarium yang artinya kepatuhan yang mutlak. Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pola asuh otoriter sebagai berikut: (1)
Pengertian pola asuh otoriter menurut Elizabeth B. Hurlock dalam alih bahasa Meitasari Tjandrasa (2004;125) yaitu
“pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang kaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua sehingga kebebasan anak untuk bertindak sesuai dengan keinginan diri sendiri sangat terbatas “ Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orang tua memaksakan kehendaknya kepada anak, sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan dan kepentingan anak ditentukan oleh orang tua. Perlakuan orang tua mendidik anaknya dengan cara disiplin yang keras. Dalam pola asuh otoriter ini anak akan ditekan oleh orang tua karena segala sesuatu dipaksa oleh orang tua. (2) Hetherington dan Parke dalam alih bahasa Soemitro (2000 : 66) menyatakan “Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasari pada sikap orang tua yang terlalu mengontrol anak dengan sedikit kasih sayang dan tanpa adanya kehangatan dalam rumah sehingga tidak mendasar pada aspek kedewasaan edukatif dalam membimbing anak.” Pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa pola asuh otoriter pada dasarnya merupakan pola asuh dimana orang tua terlalu mengontrol anak-anaknya namun tidak memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup pada anak-anaknya dan tidak mengandung aspek pendidikan pada anak-anaknya. Dalam pola asuh ini orang tua memiliki peraturan yang kaku dalam mengasuh anakanaknya dan membatasi anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai kehendak orang tuanya dan tidak ada kebebasan serta tidak ada komunikasi timbal balik. Orang tua tidak mendorong anak untuk membuat peraturan sendiri tetapi menentukan bagaimana harus
berbuat. Setiap pelanggaran baik besar atau kecil selalu diberi hukuman Dalam bentuk pola asuh otoriter, perlakuan orang tua dalam membesarkan dan mendidik anaknya menetapkan disiplin yang keras. Orang tua selalu menuntut kepatuhan anak, sehingga anak tidak dapat berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan dan kemampuan sendiri. Orang tua memiliki kaidahkaidah dan peraturan yang kaku memaksa dalam mengasuh anak. Mereka selalu mengontrol tingkah laku anak secara total, selalu mengatur kehidupan anak dan cenderung menghukum apabila anak berbuat sesuatu yang tidak diinginkan orang tua. b) Ciri Pola Asuh Otoriter Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa pola asuh otoriter dapat dilihat dengan mengetahui ciri-ciri sebagai berikut: (1) Ditandai dengan adanya pandangan orang tua yang selalu menganggap anak sebagai anak kecil yang harus diatur orang tua dan anak harus patuh seutuhnya, jika anak ingin menjadi anak baik. (2) Lebih sering menggunakan hukuman dari pada penghargaan terhadap perilaku anak, hukuman yang diterapkan dalam pola asuh ini lebih menggunakan hukuman badan / fisik dari pada hukuman psikis. (3) Adanya peraturan yang kaku dan tidak memberikan kesempatan anak untuk bebas bertindak, kecuali sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh orang tua. (4) Komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang didominasi para orang tua sehingga jarang terjadi dialog dalam keluarga, kalau ada lebih berupa larangan, perintah, ataupun kontrol yang tak dapat dibantah. c) Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap Anak
Pola asuh otoriter akan mengakibatkan anak tumbuh dalam keluarga yang penuh permusuhan dan pola asuh ini akan lebih meninggalkan bekas pada perilaku anak dan kepribadian anak, walau terlihat wajar namun dibalik anak terhadap orang tuanya yang mendidik terlalu keras akan tersimpan kekesalan yang terus menumpuk, sehingga akan meledak suatu saat. Selanjutnya anak akan melakukan hal-hal yang tidak semestinya. Dampak dari pola asuh otoriter bahwa anak akan merasa dunia itu penuh permusuhan dan selalu berperilaku sesuai perasaan itu. Karena cara mengasuh orang tua sangat keras dan tanpa toleransi anak menjadi menganggap dunia ini penuh dengan permusuhan dan sama sekali tidak ada kasih sayang. Anak tidak pernah diberi kesempatan berpendapat di rumah sehingga melampiaskan di luar rumah dan sering bersikap agresif.
2). Pola asuh berbentuk permisife (laissez faire) a) Pengertian Dalam pola asuh laissez faire orang tua akan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya pada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa kendali sama sekali dari orang tua. Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pola asuh laissez faire adalah sebagai berikut (1)
Menurut pendapat Singgih (1991 : 81) menyatakan bahwa : “Pimpinan dari orang tua yang laissez faire adalah kurang begitu tegas”. Anak menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua tidak menggunakan fungsinya sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan”. Pola asuh ini terlihat pada sikap orang tua yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri yang dianggap benar oleh anak tanpa adanya kendali dari orang tua. Anak sedikit sekali dituntut suatu tanggung
jawab dan kewajiban. Dengan kata lain orang tua seakan acuh tak acuh melepas tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak.. Orang tua mempunyai anggapan tentang masa depan anak ditentukan oleh anak itu sendiri tanpa campur tangan orang tua. Orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah dalam melaksanakan disiplin pada anak yang menyebabkan anak melakukan sikap menyimpang yang lebih besar. (2)
Menurut Nurbani Yusuf (1998 : 76) tipe kepemimpinan Laissez faire adalah “ Sikap dimana orang tua selalu memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada norma tertentu yang harus ditakuti”. Tipe kepemimpinan
kepemimpinan dimana
laisez
orang
tua
faire
merupakan
memberikan
pola
kebebasan
sepenuhnya pada anak tanpa memberikan aturan atau larangan pada anak tanpa memberikan aturan atau larangan pada anak bertindak atau mengambil keputusan sesuai keinginannya Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dipahami bahwa pola asuh laissez faire adalah pola asuh yang mendasarkan pada kebebasan anak dalam mengungkapkan keinginan dan kemauannya sendiri serta diijinkan membuat keputusan sendiri tanpa ada bimbingan dari orang tua, sehingga dapat dikatakan pola asuh ini adalah pola asuh yang acuh tak acuh pada anak. Dapat pula dikatakan pola asuh dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan dilakukan orang tua tidak pernah memberikan penjelasan dan pengarahan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh laissez faire hampir tidak ada komunikasi antara anak dan orang tua serta tidak ada disiplin sama sekali. b) Ciri-ciri Pola Asuh Laissez Faire
Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa pola asuh otoriter dapat dilihat dengan mengetahui ciri-ciri sebagai berikut (1) Orang tua menuruti kemauan anak baik yang bersifat positif maupun negatif (2) Orang tua juga cenderung memanjakan anak sehingga dalam keluarga tidak ada peraturan, hukuman maupun disiplin seperti yang diterapkan dalam pola asuh otoriter dan demokratis (3) Komunikasi terjadi satu arah yang didominasi anak yang berupa permintaan-permintaan, pengaduan atau rayuan agar permintaannya dikabulkan orang tuanya (4) Dalam pola asuh ini semua kebutuhan anak akan selalu dituruti atau dengan kata lain orang tua selalu menuruti permintaan anak walau sebenarnya permintaan anak tidak begitu berguna (5) Anak dibiarkan bebas berpendapat dan perilakunya dibiarkan berkembang tanpa bimbingan dari orang tua c) Dampak Pola Asuh Laissez Faire Anak yang berkembang dalam pola asuh laissez faire akan mengalami dampak-dampak seperti ketidak matangan mental dalam tindakannya. Ketidak matangan mental tersebut akan membawa anak tidak bisa mandiri, suka memerintah orang lain untuk semua keinginannya sehingga nantinya apapun juga selalu bergantung pada peranan orang tua. Anak disini juga akan merasa tertutup dan merasa tidak aman berada dilingkungannya karena anak dari kecil selalu tidak mendapat perhatian dari orang tua Pola asuh ini dapat juga menyebabkan seorang anak akan meremehkan orang lain karena anak terbawa oleh didikan orang tua yang jarang memarahi serta menyuruh anak untuk berbuat sesuatu sehingga anak akan selalu menganggap bahwa dirinyanya lah yang pantas dilayani
selain itu anak tersebut juga akan sulit untuk diajak bekerja sama atau saling menolong apabila dalam kesulitan. 3) Pola asuh berbentuk demokratis a) Pengertian Menurut
Elizabeth
B.
Hurlock
terjemahan
Meitasari
Tjandrasa(1993:93) pola asuh demokratis adalah : “Pola asuh orang tua yang ditandai dengan sifat orang tua yang mau menerima, responsif, dan sangat memperhatikan kebutuhan anak yang disertai tuntutan kontrol dan pembatasan”. Pola
asuh
demokratis
merupakan
tata
cara
orang
tua
memperlakukan anak keputusan diambil dengan persetujuan bersama. Dalam
bentuk
pola
asuh
demokratis,
orang
tua
selalu
menggunakan komunikasi timbal balik atau hubungan saling memberi dan menerima antara orang tua dan anak. Aturan-aturan yang ditetapkan orang tua diterima oleh anak karena diberikan alasan yang jelas.. Orang tua menekankan aspek pendidikan daripada aspek hukuman. Anak diberi kesempatan mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya. b). Ciri dan Sifat Pola Asuh Demokratis Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa pola asuh otoriter dapat dilihat dengan mengetahui ciri-ciri sebagai berikut (1)
Orang tua memandang anak sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang serta mempunyai inisiatif sendiri.
(2)
Orang tua bersikap membimbing dengan memberikan penjelasan, pengertian dan pelaran untuk membantu anak dalam menentukan dirinya.
(3)
Adanya sikap penerimaan orang tua, responsif dan sangat memperhatikan kebutuhan anaknya disertai pembatasan yang wajar sehingga anak diberi kekuasaan untuk menyampaikan masalahnya.
(4)
Komunikasi terjadi dua arah, komunikasi dapat berjalan sangat akrab, lancar dan banyak sekali proses diskusi antar anak dan orang tua.
c) Dampak Pola Asuh Demokratis Pola asuh ini berdampak pada perkembangan kondisi anak, anak akan lebih mandiri berpikir penuh inisiatif dalam tindakannya, memiliki konsep diri yang sehat, positif dan penuh rasa percaya diri yang direfleksikan pada perilaku yang aktif, terbuka dan spontan. Kebebasan yang ada dalam keluarga dapat menjadikan akan mempunyai sifat kerja sama yang baik dan memiliki pengendalian diri yang lebih baik, kreatifitas lebih besar dan bersifat ramah kepada orang lain sehingga dalam lingkungan sekolahnya dapat bersosialisasi dengan baik. Pola asuh ini sangat tepat diterapkan pada anak ketika anak menginjak masa remaja karena dalam masa remaja terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa sehingga dalam diri anak muncul banyak sekali goncangan-goncangan akibat belum sempurnanya perkembangan fisik dan psikis pada anak. Anak cenderung mempunyai keinginan melawan terhadap orang tua yang terlalu mengekangnya. Sehingga dalam masa ini orang tua harus menggunakan pola asuh demokratis sehingga dimata anak orang tua bukanlah sesuatu yang menakutkan tetapi sebagai seorang sahabat yang mengerti dirinya.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Asuh Orang Tua Orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak, belum tentu menggunakan satu pola asuh saja, ada kemungkinan mereka menggunakan pola
asuh yang luwes atau gabungan antara pola asuh otoriter, permisife (laissez faire) dan demokratis atau bisa juga secara bergantian. Walaupun demikian ada kecenderungan orang tua lebih menyukai atau sering menggunakan satu pola tertentu. R Diniarti M. So'oed dalam bukunya TO. Ihromi (1999:52), rnenyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan pola asuh orang tua terhadap anak, yaitu : 1) Usia orang tua 2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat di sekitarnya. 3) Kursus-kursus 4) Jenis kelamin orang tua 5) Status sosial ekonomi 6) Konsep peranan orang tua 7) Jenis kelamin anak 8) Usia anak 9) Persepsi orang tua Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan pola asuh orang tua tersebut dapat penulis jelaskan sebagai berikut : 1) Usia orang tua Pada orang tua yang usianya masih muda cenderung memilih pola asuh yang demokratis atau liberal dan mereka yang sudah tua biasanya menggunakan pola asuh yang otoriter. Hal ini dikarenakan bahwa orang tua yang berusia masih muda cenderung lebih supel dan terbuka terhadap anaknya. Sedangkan orang tua yang sudah tua mereka cenderung lebih kaku dalam mendidik anaknya dan sangat tertutup sehingga kurang adanya komunikasi antara anak dan orang tua. 2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat di sekitamya Pilihan ini biasanya dilakukan oleh orang tua yang masih muda dan kurang pengalaman. Mereka lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap baik oleh masyarakat di sekitarnya dari pada oleh keyakinannya sendiri. Misalnya. salah satu tetangga menggunakan pola asuh otoriter dan akhirnya anak dapat
menjadi seorang tentara. Kemudian cara/pola tersebut ditiru untuk diterapkan pada anak. Padahal penggunaan pola otoriter yang diterapkan tetangga itu disebabkan karena anak tetangga memiliki karakteristik yang mungkin saja tidak terdapat pada diri anak sendiri. 3). Kursus-kursns Orang
tua
dewasa
yang
telah
mengikuti
kursus
persiapan
perkawinan kesejahteraan keluarga atau kursus pemeliharaan anak, akan lebih mengerti tentang
anak
dan
kebutuhan-kebutuhannya
sehingga mereka cenderung menggunakan pola yang demokratis. 4) Jenis kelamin orang tua Umumnya wanita sebagai seorang ibu lebih mengerti tentang anak karena itu lebih demokratis terhadap anaknya dibanding dengan pria. Seorang ibu biasanya lebih terbuka, lebih dekat dan lebih mengerti akan kebutuhan kasih sayang anaknya sehingga kedekatan ini menimbulkan suasana yang harmonis. Sedangkan seorang ayah biasanya lebih kaku dan kurang perhatian akan kasih sayang terhadap anaknya sehingga kurangnya komunikasi antara ayah dan anak dalam keluarga. 5) Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi sangat mempengaruhi orang tua dalam bersikap dan berperilaku. Sikap dan perilaku orang tua lebih ditentukan pada keadaan ekonomi keluarga dalam mengambil keputusan dalam memperlakukan anak. Hal ini dikarenakan bahwa ekonomi adalah sangat krusial dalam sebuah keluarga. Dalam keluarga yang berstatus ekonomi tinggi orang tua bisa memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh anaknya, tetapi sebaliknya dalam keluarga yang berstatus ekonomi rendah orang tua akan sulit memberikan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anaknya. 6) Konsep peranan orang tua Orang tua yang tradisional akan cenderung menggunakan pola asuh yang bersifat otoriter. Hal ini disebabkan karena orang tua yang tradisional masih
terikat oleh adat istiadat yang masih kaku dan belum mengikuti perkembangan zaman, Sedangkan orang tua yang modern cenderung menggunakan pola yang bersifat demokratis atau permisif. Dalam hal ini orang
tua
yang
modern
bersifat
lebih
dinamis
dan
mengikuti
perkembangan jaman sehingga mereka memberikan kebebasan yang luas pada anaknya. 7) Jenis kelamin anak Orang tua memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Biasanya anak perempuan dijaga lebih ketat sehingga menggunakan pola otoriter, sedangkan untuk anak laki-laki cenderung lebih demokratis atau liberal. 8) Usia anak Umumnya pola asuh otoriter sering digunakan pada anak kecil, karena mereka belum mengerti secara pasti mana yang baik dan yang buruk, sehingga orang tua lebih sering menekan atau memaksa. 9) Persepsi orang tua Pada faktor ini, orang tua cenderung menyamakan pola yang dianggap baik oleh masyarakat. Pilihan ini dilakukan oleh orang tua yang usianya masih muda dan kurang pengalaman. Sehinggal lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap baik oleh masyarakat sekitar daripada oleh keyakinan sendiri, padahal setiap anak mempunyai kondisi kepribadian berbeda yang harus dipertimbangkan dalam pola asuh orang tua.
2. Tinjauan Tentang Pergaulan Peer Group a. Pengertian Pergaulan
Pergaulan adalah proses terjadinya hubungan atau interaksi antar individu satu dengan yang lain, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok, dengan kata lain pergaulan adalah hidup untuk berteman, kebersamaan atau hidup bermasyarakat. Pergaulan adalah istilah yang sering
disebut-sebut orang untuk menjelaskan tentang segala hal yang berkenaan dengan hal-hal yang berhubungan dengan teman atau pertemanan. Beberapa pendapat mengemukakan pengertian dari pergaulan menurut cara pandang mereka masing-masing. Adapun definisi pergaulan menurut para tokoh adalah sebagai berikut: 1) Menurut Soedomo Hadi (2005:63), "Pergaulan adalah kontak langsung antara individu satu dengan individu yang lain, termasuk didalamnya antar pendidik dan anak didik". Dalam hal ini pergaulan meliputi tingkah laku individu yang saling berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu tertentu. Dalam pergaulan tersebut akan terjadi interaksi sosial dimana interaksi sosial tersebut berasal dari semua kehidupan sosial, sehingga tanpa interaksi sosial tidak akan ada kehidupan bersama. 2) Menurut Daliman (1997:14) "Pergaulan adalah kontak antara orang yang satu dengan lainnya atau interaksi antara person dengan person lain". Dalam pergaulan sehari-hari terjadi kontak antara satu orang dengan orang lain maupun interaksi sosial antara person satu dengan person lain dan dalam interaksi tersebut tidak lepas adanya proses saling mempengaruhi. Pergaulan merupakan hubungan antar individu maupun kelompok secara langsung sehingga akan memberi pengaruh bagi remaja dalam bertingkah laku dalam kehidupan. Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan hahwa pergaulan merupakan proses dimana individu saling bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalinan persahabatan atau pertemanan. Dalam persahabatan ini mereka dapat merasakan sosialisasi dengan orang lain dan saling merasakan kehangatan dalam interaksi dengan sesamanya. Setiap manusia secara naluri mempunyai dorongan untuk bergaul dengan orang lain. Dorongan ini dalam kehidupan sehari-hari terwujud dengan adanya saling berkomunikasi, saling berkunjung, mengadakan hubungan sosial maupun hubungan antar pribadi.
b. Pengertian Peer Group Pada hakekatnya manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang dituntut adanya saling berhubungan antara sesama dalam kehidupannya. Individu dalam kelompok sebaya (peer group) merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Peer group atau kelompok sebaya merupakan suatu proses penting artinya bagi proses pendewasaan remaja. Hal ini disebabkan kelompok sebaya merupakan wadah untuk tumbuh dan berkembangnya suatu kepentingan atau masalah bersama mengembangkan kecakapan-kecakapan dan pengetahuan-pengetahuan tertentu. Remaja juga memperoleh kesempatan menguji kecakapan dan menambah pemahaman tentang dirinya sendiri. Beberapa pendapat mengemukakan pengertian dari peer group menurut cara pandang mereka masing-masing. Adapun definisi kelompok sebaya menurut para tokoh adalah sebagai berikut: 1) Menurut Slamet Santoso (1999:81), "Peer Group adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia dan status atau posisi sosial”. Remaja akan masuk dalam lingkungan kelompok yang memiliki usia, status dan posisi sosial yang sama. Kesamaan ini akan membuat seorang remaja lebih mudah dalam merasakan, mengerti, dan menumbuhkan rasa toleransi antara anggota satu dengan yang lain. Mereka juga akan saling bertukar pengalaman yang dimiliki antara satu dengan yang lainnya. 2)
http://www.google.co.id/peer group, 20:30, 30 Juli 2009, “Peer Group adalah suatu kelompok orang yang mempunyai kesamaan umur, status sosial, dan minat untuk mengembangkan hubungan dengan anggota dan untuk menemukan kecocokan antar anggota dalam kelompok”. Seorang remaja akan mengembangkan hubungan sosialisasi lebih intensif dengan sesama anggota kelompok untuk menemukan persamaan atau kecocokan dalam bidang umur, status sosial, dan minat dalan kelompoknya, setelah
menemukan persamaan atau kecocokan tersebut maka remaja akan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peer group adalah suatu kelompok orang yang memiliki umur, status, dan minat serta perasaan yang sama. Di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Di dalam peer group atau kelompok sebaya ini, individu merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan rasa sosial sejalan dengan perkembangan kepribadiannya.
c. Pengertian Pergaulan Peer Group Pergaulan merupakan proses dimana individu saling bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalur persahabatan atau pertemanan, sehingga dalam pergaulan tersebut akan memunculkan interaksi sosial. Oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak akan ada kehidupan bersama. Interaksi sosial seorang remaja tidaklah sama dalam hal erat dan seringnya hubungan. Semakin kuat hubungannya semakin besar pula pergaulan antar individu. Pergaulan seorang remaja merupakan hal –hal yang penting dalam masa remaja tersebut, karena dalam pergaulan ini akan menentukan arah kehidupan remaja dan sangat berpengaruh terhadap citra diri remaja. Dalam pergaulan akan menjadikan remaja menjadi lebih dekat dengan lingkungan dan teman-temannya, karena mereka menganggap bahwa pergaulan dapat memahami keinginannya sehingga mereka ingin menghabiskan waktunya bersama teman-temannya dalam bergaul. Remaja dalam bergaul akan merasa diberi status dan memperoleh simpati Peer group merupakan hal penting dalam masa-masa remaja dimana remaja pertama kalinya menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama. Dari jalinan yang kuat ini terbentuk norma, nilai, dan simbol yang lain atau berbeda dengan yang ada di rumah mereka masing-masing. Bahkan
norma, nilai dan simbol antara kelompok satu dengan kelompok yang lain berbeda. Peer group merupakan suatu proses penting artinya bagi proses pendewasaan remaja. Hal ini disebabkan kelompok sebaya merupakan wadah untuk tumbuh dan berkembangnya suatu kepentingan atau masalah bersama, mengembangkan kecakapan-kecakapan dan pengetahuan-pengetahuan tertentu . Remaja juga memperoleh kesempatan menguji kecakapan dan menambah pemahaman tentang dirinya sendiri. Dari uraian tentang pergaulan dan peer group di atas dapat diartikan bahwa pergaulan peer group adalah proses dimana individu saling bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalinan persahabatan atau pertemanan dalam suatu kelompok orang yang memiliki umur, status, dan minat serta perasaan yang sama.
d. Latar Belakang Terbentuknya Peer Group Peer group merupakan suatu kelompok yang dibentuk oleh individuindividu yang mempunyai persamaan usia dan status sosial. Peer group ini muncul karena setiap anggotanya mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama. Hal ini akan mendorong seorang anak untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan membuat suatu kelompok baik itu teman sekolah, teman bermain bahkan anak kerabat. Karena mereka merasa bahwa hanya teman-teman dalam kelompoknya saja yang dapat mengerti, memahami dan merasakan apa yang sedang dialami. Menurut Slamet Santoso (1999:83) “Latar belakang munculnya peer group yaitu : “(1) Adanya perkembangan proses sosialisasi (2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan (3) Perlu perhatian dari orang lain (4) Ingin menemukan dunianya”. Latar belakang tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 1) Adanya perkembangan proses sosialisasi
Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mencoba bersosialisasi dalam lingkungan. Dalam usia remaja ini mereka sedang belajar memperoleh kemantaban dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa yang baru. Sehingga individu mencari kawan yang memiliki perasaan, keinginan dan kebutuhan yang sama. Dalam kelompok individu dapat saling berinteraksi satu sama lain, berusaha mengerti dan memahami satu sama lain agar dapat diterima dalam kelompok tersebut. 2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan Secara psikologis, individu membutuhkan penghargaan dari orang lain agar mendapatkan kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu individu bergabung dengan teman sebayanya, yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. Dengan begitu individu merasakan adanya kebersamaan atau kekompakan dalam kelompok teman sebayanya. 3) Perlu perhatian dari orang lain Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian, dari lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan seperti dalam kegiatan organisasi remaja di kampung-kampung. Mereka menginginkan keberadaannya diakui dalam kelompok. Individu memerlukan perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebaya di mana individu merasa sejajar dengan yang lain, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status seperti jika mereka bergabung dalam dunia orang dewasa. 4) Ingin menemukan dunianya Dalam peer group individu dapat menemukan dunia sendiri yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan dalam segala bidang, misalnya pembicaraan tentang masalah pacar, pendidikan, kegemaran dan hal-hal yang menarik lain yang tidak dapat mereka bicarakan dengan orang tua atau orang dewasa lain.
e. Ciri-ciri Peer Group Peer Group merupakan suatu kelompok yang dibentuk oleh individuindividu yang mempunyai persamaan usia dan status sosial. Peer group atau kelompok sebaya mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan jenis kelompok lain. Ciri-ciri dari peer group menurut Slamet Santosa (1999:87) yaitu : “(1) Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas (2) Bersifat sementara (3) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas (4) Anggotanya adalah individu yang sebaya”. Ciri-ciri peer group tersebut dijelaskan berikut ini : 1). Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas Peer group atau Kelompok sebaya terbentuk secara spontan. Kelompok ini tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas karena semua anggota mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama, tetapi tetap ada satu orang di antara anggota dianggap sebagai seorang pemimpin yaitu anak yang paling disegani dan paling mendominasi dalam kelompok. 2). Bersifat sementara Peer group ini bukanlah merupakan suatu organisasi resmi dan kemungkinan tidak dapat bertahan lama karena tidak ada struktur organisasi yang jelas lebih-lebih jika keinginan masing-masing anggota berbeda-beda dan tidak mencapai kesepakatan. Dapat juga mereka dipisahkan karena keadaan seperti pada teman sebaya saat lulus sekolah dan masing-masing anggotanya melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi yang berbeda-beda. 3) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan luas Setiap anggota peer group berasal dari lingkungan yang berbeda dan mempunyai aturan serta kebiasaan yang berbeda pula. Dalam peer group mereka akan saling memperkenalkan kebiasaan masing-masing, sehingga mereka dapat saling belajar. Secara tidak langsung kebiasan-kebiasaan yang beraneka ragam tersebut dipilih dan disesuaikan dengan kelompok, untuk melanjutkan dijadikan sebagai kebiasaan kelompok.
4) Anggotanya adalah individu yang sebaya Peer group yang terbentuk secara spontan ini beranggotakan individu-individu yang memiliki persamaan usia dan posisi sosial. Contoh konkritnya ialah pada anak-anak SMP atau SMA, di mana mereka mempunyai tingkat usia, keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.
f. Fungsi Peer Group Peralihan dari kehidupan lingkungan keluarga menuju kehidupan lingkungan orang dewasa dalam masyarakat merupakan perubahan yang besar dari individu. Dalam peer group anak belajar bersosialisasi dengan anggota kelompoknya yang mana mereka saling bertukar informasi dan pengalamanpengalaman hidup. Peer group merupakan wadah untuk saling mengerti dan memahami antar anggota yang memiliki usia dan tujuan yang sama. Dalam hal ini peer group mempunyai beberapa fungsi dalam perkembangan kedewasaan anak. Menurut Slamet Santosa (1999:85), menyebutkan fungsi peer group sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Mengajarkan kebudayaan Mengajarkan mobilitas sosial Membantu peranan sosial yang baru Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. Peer group mengajar moral orang dewasa. Di dalam Peer group individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Di dalam Peer group anak-anak mempunyai organisasi-organisasi sosial yang baru. Fungsi peer group di atas diuraikan sebagai berikut :
1) Mengajarkan kebudayaan Dalam peer group diajarkan keadaan yang berbeda di tempat tersebut, individu yang masuk dalam kelompok dituntut untuk menyesuaikan dengan kelompoknya baik cara bertingkah laku, sikap dan gaya berpakaian. Anggota
dari kelompok sebaya terdiri dari individu-individu yang mempunyai perbedaan dalam hal kebudayaan maupun kebiasaan-kebiasaan. Dalam pergaulan peer group remaja diajarkan kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga setiap mdividu yang berada dalam kelompok sebayanya bisa mempelajari kebudayaan maupun kebiasaan-kebiasaan yang berbeda 2) Mengajarkan mobilitas sosial Seorang anak akan senang bila masuk dalam kelompok sebayanya yang memiliki status sosial yang lebih tinggi. Dengan masuk dalam kelompok yang berstatus sosial yang tinggi maka status mereka juga akan meningkat. Seorang anak yang berda dalam peer group status sosialnya akan lebur menjadi satu bagian dengan kelompoknya karena identitas kelompoknya juga berarti identitas dirinya. 3) Membantu peranan sosial yang baru Dalam peer group akan memberikan kesempatan bagi para anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru. Setiap anak mempunyai peran dalam peer group sehingga interaksi yang terjalin sesuai dengan peranan dan tujuan dari kelompoknya. 4) Peer Group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat Peer group dapat memberikan informasi tentang hubungan sosial individu dan orang yang berprestasi baik dapat dibandingkan dalam kelompoknya. Bila suatu kelompok sebaya sukses maka anggota-anggotanya juga baik. Dalam hal ini orang tua dan guru lebih mudah dalam pengawasannya terhadap anak karena identitas seorang anak juga merupakan identitas dari kelompoknya. 5) Dalam Peer Group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. Karena dalam peer group ini mereka dapat merasakan kebersamaan dalam kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya. Seorang individu akan memecahkan permasalahan-permasalahan hidupnya yang tidak bisa diselesaikan dengan orang tua ataupun guru di sekolahnya.
6) Peer Group mengajar moral orang dewasa Anggota peer group bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa, untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka belajar kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti orang dewasa tetapi mereka tidak mau disebut dewasa. 7) Di dalam Peer Group individu dapat mencapai kebebasan sendiri Kebebasan disini diartikan sebagai kebebasan berpendapat, bertindak atau menemukan identitas diri. Seorang individu lebih mudah mengekspresikan dirinya dalam peer group tanpa ada pekerjaan dari orang tua maupun orang dewasa diluar kelompoknya. Karena dalam kelompok itu anggota yang lain juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. 8) Di dalam Peer Group, anak-anak mempunyai organisasi-organisasi sosial yang baru. Anak belajar tingkah laku yang baru yang tidak terdapat dalam keluarga. Mereka belajar tentang bagaimana menjadi teman, bagaimana berorganisasi, bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok lain, dan bagaimana menjadi pemimpin dan pengikut. Dalam hal ini anak merasakan bagian dari keseluruhan status sosial, minat, dan tujuan yang ingin dicapai dari kelompot.
g. Peranan Peer Group Dalam peer group setiap individu mempunyai peranan dalam bersosialisasi antar anggota tentang cara berinteraksi, bertingkah laku, dan mencapai tujuan. Peer group mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap perkembangan kepribadian remaja. Namun di sisi lain, tidak sedikit remaja yang mclakukan tindak kenakalan karena pengaruh peer group. Syamsu Yusuf (2002:60) mengemukakan peranan peer group bagi remaja adalah memberikan kesempatan bagi remaja untuk ; 1) Belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain 2) Belajar mengontrol tingkah laku sosial
3) Balajar mengembangkan ketrampilan, dan minat yang relevan dengan usianya 4) Belajar Saling bertukar perasaan dan masalah. Peranan peer group di atas akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain Peer group mengajarkan seorang individu untuk menjalin suatu hubungan dengan teman-teman dalam anggota kelompoknya. Dalam peer group mereka akan lebih mudah bergaul dan bersosialisasi karena mereka memiliki berbagai kesamaan, seperti usia, status sosial, dan minat serta tujuan. Seorang individu merasa sebagai bagian dari satu kesatuan kelompok yang memberikan peran bagi tiap-tiap anggotanya. Dalam peer group mereka belajar tentang bagaimana bersikap, berperilaku dan cara mencapai sebuah tujuan.
2) Belajar mengontrol tingkah laku sosial Dalam peer group seorang anak akan lebih mudah dalam pengawasannya, karena tingkah laku setiap individu menunjukkan perilaku umum dari kelompoknya. Hal ini mempermudah orang tua maupun guru di sekolah dalam memberikan pengawasan pada mereka. Seorang anak yang melakukan penyimpangan atau membawa nama buruk dari kelompoknya sehingga kelompoknya akan memberikan tekanan dan peringatan pada anak tersebut. 3) Belajar mengembangkan ketrampilan, dan minat yang relevan dengan usianya Dalam peer group seorang anak dapat mengembangkan ketrampilannya karena dalam kelompok tersebut banyak teman-teman yang mempunyai kegemaran yang sama. Dalam hal ini anak akan lebih mudah dalam mengembangkan ketrampilannya serta menumbuhkan minat yang relevan diantara teman sebayanya untuk menurunkan eksistensi dalam kelompoknya. 4) Belajar saling bertukar perasaan dan masalah.
Dalam peer group seorang anak lebih nyaman karena teman sebaya biasanya yang lebih mengerti akan dirinya dan persoalan yang dihadapi. Mereka saling bersama menumpahkan segala perasaan dan permasalahan hidup yang tidak dapat mereka ceritakan pada orang tua maupun gurunya. Kebersamaan inilah yang menyebabkan tali persahabatan antar anggota sangat kuat. Mereka tak segansegan untuk menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya, seperti masalah percintaan, persahabatan sampai dengan permasalahan keluarga.
h. Bentuk-Bentuk Peer Group Kelompok dalam peer group mengalami penggolongan lagi dan kelompok ini bisa beranggotakan besar maupun kecil sesuai dengan interaksi antar anggotanya. Penggolongan kelompok remaja menurut Elizabeth Hurlock dalam Istiwidayani (2000:215) adalah sebagai berikut: 1) Teman dekat 2) Kelompok kecil 3) Kelompok besar 4) Kelompok yang terorganisasi 5) Kelompok geng Untuk lebih jelasnya macam-macam kelompok sebaya tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 1) Teman dekat Teman dekat terdiri dari dua atau tiga orang yang mempunyai jenis kelamin minat dan kemampuan yang hampir sama. Beberapa kemiripan itu membuat mereka sangat akrab dan saling mempengaruhi satu sama lain , walaupun kadang-kadang terjadi juga perselisihan, tetapi dengan mudah mereka melupakan 2) Kelompok kecil Terdiri dari beberapa kelompok teman dekat, pada mulanya mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi jenis kelamin laki-laki
dan perempuan. Di antara orang-orang yang berlainan jenis kelamin, hubungan teman dekat (walaupun tidak selalu) berkembang menjadi hubungan romantis. 3) Kelompok besar Terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, lalu berkembang dengan meriingkatnya minat dan interaksi antara mereka. Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat antar anggotanya berkurang sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara mereka. 4) Kelompok yang terorganisasi Kelompok ini mempunyai struktur organisasi atau susunan kepengurusan yang jelas dan terwujud dalam organisasi sekolah atau masyarakat yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja. Kelompok ini masih berada dibawah bimbingan dan pengawasan orang dewasa sehingga remaja yang mengikuti kelompok ini sering merasa bosan karena mereka menganggap telah diatur dan dibatasi ruang geraknya. 5) Kelompok geng Remaja yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin akan mengikuti kelompok geng. Kelompok geng biasanya terdiri dari anak-anak berjenis kelamin sama dan minat utama mereka adalah untuk menghadap penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial. Kelompok geng sebenarnya tidak berbahaya asalkan orang dewasa masih tetap mengarahkannya. Sebab dalam kelompok itu kaum remaja dapat memenuhi kebutuhannya, misalnya,
kebutuhan dimengerti, kebutuhan
dianggap, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru, kebutuhan berprestasi dan kebutuhan rasa aman yang semuanya tersebut tidak dapat diperoleh dari rumah maupun dari sekolah.
i. Pengaruh Perkembangan Peer Group Pada dasarnya manusia di samping sebagai makhuk individual juga sebagai makhhluk sosial. Dalam perkembangan sosialnya, anak juga dipengaruhi oleh
perkembangan kepribadian dalam dirinya. Peer group berpengaruh dalam kehidupan pribadi seorang anak dan kelompoknya. Pengaruh perkembangan peer group meliputi dua hal yaitu pengaruh peer group terhadap kelompoknya dan pengaruh peer group terhadap individu dalam kelompok. Menurut Havinghurst dalam bukunya Slamet Santoso (1999:88), "Pengaruh perkembangan peer group mengakibatkan munculnya “in group'' dan ''out group” dan adanya kelas-kelas sosial" terhadap kelompoknya. Pengaruh perkembangan peer group tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1) Munculnya 'In' dan 'Out'Group Pengaruh dari perkembangan peer group dalam lingkungan sosial adalah akan memunculkan kelompok atau teman sebaya yang mempunyai usia, status sosial, dan minat yang sama dalam kelompok tersebut, selain itu juga akan memunculkan kelompok atau teman sebaya yang mempunyai usia, status sosial, dan minat yang bcrbeda. Dalam pengaruh perkembangan peer group ini kelompok sebaya yang mempunyai usia, status sosial dan minat yang sama disebut dengan group yang berada di dalam kelompoknya ( in group) dan kelompok sebaya yang mempunyai usia, ststus sosial dan minat yang berbeda disebut group yang berada di luar kelompoknya (out group). Contoh yang mudah mengenai in dalam dan out group dapat dirasakan dalam suatu kelas, di mana seorang siswa akan mempunyai teman akrab yang berada dalam peer groupnya dan teman yang tidak akrab atau teman biasa yang berada di luar peer groupnya. Teman yang akrab tersebut dinamakan group dalam dan teman yang tidak akrab atau teman biasa dinamakan group luar. 2) Muncul adanya kelas-kelas sosial Pembentukan peer group sering kali didasarkan atas persamaan status sosial ekonomi seseorang, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin. Biasanya mereka yang miskin akan sulit diterima masuk dalam kelompok orang kaya, selain itu peer group juga berpengaruh
terhadap kemampuan kreativitas dan kegemaran yang sama. Hal ini akan menimbulkan kelompok-kelompok dengan kreativitas dan kegemaran yang berbeda-beda Misalnya : seorang remaja yang gemar olah raga akan membentuk kelompok sesuai dengan kegemarannya atau seseorang yang suka dengan melukis akan membentuk kelompok sesuai dengan kesukaannya yaitu melukis Menurut Slamet Santoso (1999:89), "Pengaruh dari perkembangan peer group terhadap individu dalam kelompok ada yang positif dan ada yang negatif”. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Pengaruh positif dari peer group adalah : a) Apabila seorang anak berkembang bersama dengan lingkungan peer groupnya
maka
mereka
akan
lebih
mudah
dalam
perkembangan sosialisasinya yang lebih luas. b) Dalam peer group seorang individu akan terbentuk rasa solidaritas yang cukup kuat dengan anggota dalam kelompoknya. c) Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat membentuk suatu masyarakat yang direncanakan karena mereka dapat membedakan
dan
menyaring
kebudayaan
yang
bertentangan dengan kelompoknya. d) Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan dan melatih bakatnya. e) Dalam peer grcup akan mendorong setiap anggota untuk lebih mandiri karena mereka dapat mengaktualisasikan dirinya lebih luas dalam kelompoknya f) Dalam peer group setiap anggota dapat mengeluarkan pendapatnya dan perasaannya tentang hubungan antar anggota dan tentang kelompoknya. 2) Pengaruh negatif dari peer group adalah : a) Sulit menerima seseorang dari
luar kelompok
yang tidak
mempunyai kesamaan. b) Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota dari kelompoknya. c) Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya. d) Timbulnya persaingan antar anggota kelompok ataupun dengan kelompok lain. e) Timbulnya
pertentangan atau gap-gap antar peer group, misalnya:
antara kelompok kaya dengan kelompok miskin.
3. Tinjauan tentang sikap a. Pengertian Tentang Sikap Dalam menjalankan kehidupan manusia melakukan akitivitas-aktivitas atau perilaku. Syarat suatu sikap adalah jika orang yang bereaksi memiliki arti terhadap orang lain atau balasan yang datangnya dari orang lain. Sikap manusia diambil suatu gambaran mengenai tingkah laku manusia yang dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau memberikan dukungan yang positif atau negatif terhadap satu sama lain dalam proses interaksi dimana mereka saling membentuk perilakunya. Dalam psikologi, sikap merupakan fungsi dari individu dan situasinya.Setiap individu akan berindak dengan cara yang berbeda dalam situasi tertentu, situasi tersebut mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi sikap individu yang bersangkutan. Sikap individu akan merefleksikan karakter yang dibawanya ke dalam situasi tertentu. Sikap manusia dapat bersifat lahiriah maupun batiniah, berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan dan kelakukan itu terdiri dari intervensi positif kedalam situasi atau sikap pasif yang sengaja tidak mau terlibat, dan kata sikap hanya untuk perbuatan yang memiliki arti bagi seseorang.
Beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian dari sikap menurut cara pandang mereka masing-masing. Adapun definisi perilaku menurut para tokoh adalah sebagai berikut: 1)
Menurut
Zainuddin
(1993:3)
“Sikap
adalah
tindakan
yang
dapat
diobservasikan”. Tindakan yang dapat diobservasikan adalah suatu tindakan yang dapat diwujudkan
dan
dapat
diamati
secara
nyata.
Perilaku
merupakan
pengembangan kepribadian yang dimanifestasikan kedalam tindakan individu yang dapat diamati/diobservasi secara obyektif. 2) Kartini kartono (1990:153) menyatakan bahwa “Sikap merupakan suatu reaksi yang dapat diamati atau diobservasi sehingga reaksi tersebut akan nampak hasilnya secara nyata”. Suatu reaksi tersebut terjadi jika ada suatu rangsangan atau stimulus yang ditujukan pada individu yang kemudian diwujudkan dalam suatu tindakan yang nyata dan dapat diobservasi. Sikap merupakan suatu kesediaan untuk melakukan suatu tindakan atau memberikan respon atas rangsang yang diberikan oleh suatu objek sikap. Respon yang diberikan ini dapat berupa tanggapan, penilaian atau tingkah laku yang melibatkan aspek pemikiran, perasaan dan kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan.. 3) Bimo walgito (1997:43) memberi batasan bahwa “Sikap adalah suatu respon, tindakan, aktivitas komplek gerak yang dilakukan suatu organisasi atau individu” Pada dasarnya pendapat Bimo Walgito hampir sama dengan beberapa pendapat di depan. Sikap merupakan respon atau tanggapan yang kompleks dari suatu individu atau kelompok yang diwujudkan melalui suatu gerak yang kompleks. Dalam interaksi tersebut manusia saling memberikan respon terhadap apa yang terjadi dan segala sesuatu yang berrhubungan dengan hal tersebut. Respon terhadap stimulus yang diberikan inilah yang disebut sebagai sikap. Dalam hal ini sikap atau respon antar individu berbeda-beda dan
terbentuk sepanjang siklus hidup manusia yaitu dari mulai dilahirkan hingga kematian. Sikap tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sikap tersebut muncul karena rangsangan atau dorongan baik dari dalam maupun dari luar individu dan sebagian terbesar perilaku individu sebagai respon terhadap rangsangan atau dorongan dari luar individu tersebut. Dorongan dari dalam yang dimaksud dapat berupa kebutuhan, keinginan, kegelisahan, perhatian, rasa bersalah dan lain sebagainya, sedangkan dorongan dari luar dapat berupa dorongan dari orang tua dan masyarakat, penghargaan, bahaya, ancaman, harapan orang lain dan sebagainya. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan tindakan manusia yang merupakan hasil dari reaksi, aktivitas komplek gerak, respon atau tanggapan dari suatu organisasi atau individu yang dapat diamati atau diobservasi dan dilakukan pada waktu tertentu sehingga halhal yanh diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan b. Ciri-Ciri Sikap Sikap merupakan hasil reaksi atau tanggapan dari stimulus atau rangsangan dari luar individu yang sifatnya sangat kompleks, namun sikap manusia dapat diobservasi secara nyata. Sikap manusia tidak sederhana dapat dipahami dan diprediksikan. Berbagai faktor penting seperti hakekat stimulus itu sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sikap individu memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku seriring lingkungannya. Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2000:151-152) dalam skripsi Aprina Rasita Dewi sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5)
Perilaku bukan dibawa sejak ia dilahirkan Perilaku berubah-ubah Perilaku itu tidak berdiri sendiri Objek perilaku dapat berupa sesuatu hal tertentu Perilaku mempunyai segi-segi perasaan
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Sikap bukan dibawa sejak ia dilahirkan, artinya sikap dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dan lain-lain penggerak kegiatan manusia yang menjadi pembawaan baginya dan yang terdapat padanya sejak dilahirkan. 3) Sikap itu berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari orang atau sebaliknya, sikap dapat dipelajari karena sikap dapat berubah pada diri orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya perilaku pada orang tersebut. 3) Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. 4) Objek dari sikap itu dapat sesuatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Bahwa objek dari sikap adalah bermacammacam dapat berupa sesuatu hal ataupun kumpulan dari sesuatu hal tersebut. 5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sikap seseorang tidak dapat terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor faktor yang mempengaruhi, seperti yang dikatakan oleh Sigmund Freud dalam Atkinson (1992:12) yang mengatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia berasal dari proses yang tidak disadari (unconscious processes). Yang dimaksud dengan proses yang tidak disadari ialah pemikiran, rasa takut, keinginankeinginan yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh terhadap
sikapnya. Setiap orang lahir dengan membawa berbagai impuls, banyak dari impuls pada masa kanak-kanak yang dilarang dan dihukum oleh para orang tua dan masyarakat berasal dari naluri pembawaan (innate instinct). Melarang impuls tersebut hanya akan mengakibatkan mereka keluar dari kesadaran dan menggantikannya dengan ketidaksadaran yang tetap berpengaruh terhadap sikap . Berdasarkan pendapat Freud di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sikap manusia terutama tidak dikuasai oleh akal tetapi oleh naluri-naluri irrasional, dan sebagian besar sikap kita dipengaruhi oleh yang tidak disadari, suatu tempat penyimpanan ingatan dan keinginan-keinginan yang tidak pernah timbul mencapai kesadaran atau lebih ditekan, yaitu didorong keluar dari kesadaran, sebab menimbulkan rasa takut atau malu dalam diri. Menurut Soerjono Soekanto sikap dinamakan juga peranan, yaitu sikap yang berkisar pada pola-pola interaksi manusia. Dalam hal ini Soerjono Soekanto (2002:244) menjelaskan wujud peranan (perilaku) mencakup 3 hal yaitu: 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Sikap yang ditunjukkan oleh seseorang selain disebabkan oleh proses mental yang tidak disadari dan peranannya seperti di atas, perilaku tersebut juga dapat disebabkan oleh pengaruh dari lingkungan sekitar. Menurut Krasner dan Ulmann (Atkinson 1992:12) “Tindakan tidak dapat dipisahkan dari situasi tempat tindakan itu berlangsung”. Pengertian ini memberikan gambaran bahwa sikap seseorang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan lingkungan atau tempat perilaku terjadi. Dengan kata lain lingkungan mempunyai andil yang cukup besar dalam mempengaruhi perilaku individu, sebab selain menjadi tempat perilaku
berlangsung, lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi sikap itu sendiri. Lingkungan yang mempengaruhi sikap dalam diantarannya yaitu: 1) Lingkungan keluarga sebagai lingkungan pertama individu memperoleh pendidikan; 2) Lingkungan teman sebaya sebagai lingkungan bagi individu untuk berinteraksi dengan teman yang seusia dan membentuk kelompok atau komunitas sendiri; 3) Lingkungan masyarakat sebagai lingkungan sosial yang lebih luas untuk tempat individu bersosialisasi. Hubungan sikap individu dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Masyarakat
Komunitas Teman sebaya
Keluarga
Individu Gambar 1. Hubungan Individu dengan Lingkungan Sosial Calhoun dan Accocela (1990:412-414) mengemukakan bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sikap manusia. Ada 4 cara
bagaimana lingkungan dapat mempengaruhi sikap, yaitu: 1)
Lingkungan
menghalangi sikap, akibatnya juga membatasi apa yang kita lakukan;
2)
Lingkungan mengundang atau mendatangkan sikap, sehingga dapat menentukan bagaimana kita harus bertindak; 3) Lingkungan dapat membentuk diri. Sikap yang dibatasi lingkungan dapat menjadi bagian tetap dari diri, yang menentukan arah perkembangan kepribadian pada masa yang akan datang; 4) Lingkungan akan mempengaruhi citra diri seseorang. Sikap individu yang dipengaruhi oleh kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis yang mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain yang khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain, sehingga citra dirinya akan terbentuk. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap individu disebabkan oleh faktor-faktor: 1) Proses mental yang tidak disadari yang berasal dari impuls yang ia bawa sejak dilahirkan. 2) Peranan yang dapat membatasi dan mengatur perilaku seseorang. 3) Lingkungan yang menjadi tempat perilaku tersebut berlangsung, mencakup lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok teman sebaya.
d. Bentuk-Bentuk Sikap Sikap merupakan sesuatu yang dapat diamati dan diobservasi akan tetapi sikappada dasarnya sangat kompleks. Menurut Notoadmojo ( 1996 : 5) bentukbentuk operasional sikap dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Sikap dalam bentuk pengetahuan, 2) Sikap berbentuk perilaku,
3) Sikap dalam
bentuk perbuatan atau tindakan Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Sikap dalam bentuk pengetahuan, yaitu informasi yang
dimiliki untuk
mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Informasi yang dimiliki akan menentukan perilaku tertentu, mengenai tersedia atau tidsak kesempatan dan sumber daya yang diperlukan. Hal ini dapat berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan dimasa lalu atau dipengaruhi oleh informasi tak langsung mengenai sikap itu misalnya dengan melihat pengalaman orang lain atau teman yang pernah melakukannya. 2) Sikap berbentuk perilaku, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan dan rangsangan dari luar subyek, sehingga alam sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup didalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut selain alam itu sendiri. Faktor lingkungan sosial budaya juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan dan pembentukan perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan mengenai
apa yang bersifat normatif (yang
diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif subyektif dalam diri individu. 3) Sikap dalam bentuk perbuatan atau tindakan, yaitu tindakan nyata berupa faktor perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perilaku individu tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sikap tersebut muncul karena rangsangan dari luar individu, sebagai respon terhadap rangsangan atau dorongan dari luar. Pendapat lain tentang bentuk sikap adalah menurut Sarlito (2003:11) perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu : 1) sikap normal/tidak menyimpang/ konform (perilaku positif), 2) sikap abnormal/deviant/menyimpang (perilaku negatif) Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Sikap normal (Sikap Positif) Sikap yang normal/sikap positif adalah sikap yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat sikap yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penyesuaian diri adalah kemampuan untuk mengubah diri
sesuai lingkungan atau sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya. Penyesuaian diri merupakan proses menyelaraskan antara kondisi dari individu sendiri dengan sesuatu objek perangsang, melalui kegiatan belajar. Proses penyelarasan diri ini meliputi usaha mencocokkan atau mempertemukan antara kondisi diri individu yang selalu didasari oleh berbagai jenis kebutuhan dengan objek berupa lingkungan fisik, psikis atau rohaniah, usaha ini dilakukan melalui proses belajar sehingga akhirnya terjadi kebiasaan. Dalam proses penyesuaian diri selalu terjadi interaksi antara dorongan-dorongan dari dalam diri individu dengan suatu perangsang atau tuntutan lingkungan sosial. Interaksi dalam hal ini bisa berkecenderungan positif maupun negatif positif berarti ada kecocokan antara kebutuhan dorongan kebutuhan berikut cara pemenuhannya dengan tuntutan lingkungan berupa : aturan, adat dan norma masyarakat. Keadaan demikian menunjukkan adanya penyesuaian diri yang baik, sedangkan negatif bermakna tidak ada kecocokan atau munculnya konflik antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan.. Penyesuaian diri yang sehat dapat diartikan pula sebagai adanya konformitas, yakni adanya kecocokan antara norma pribadi dan norma sosial. Penyesuaian diri diperlukan adanya proses pemahaman diri dan lingkungannya, sehingga dapat terwujud keselarasan, kesesuaian, kecocokan atau keharmonisan interaksi diri dan lingkungan. Proses pemahaman diri dan lingkungan merupakan proses yang harus ditempuh agar sampai kepada adanya kecocokan
antara
terpenuhinya
dorongan
kebutuhan
dengan
tuntutan
lingkungan.Tanpa pemahaman diri dan pemahaman lingkungan yang baik dan tepat, individu akan sukar untuk mempertemukan kepentingan subjektif dengan kenyataan objektif. Penyesuaian diri selalu berproses dan berkembang secara dinamis, sesuai dengan dinamika lingkungan hidup dan perkembangan dorongan keinginan
individu. Proses penyesuaian diri menurut Soeparwoto ( 2004 . 154 ) ada beberapa tahap : a) Tahap pertama Individu menyadari bahwa pada dirinya ada sejumlah kebutuhan ( needs ) yang mendorongnya untuk berusaha untuk -memenuhinya. b) Tahap kedua Individu mulai melakukan telaah atau nienipelajari konclisi clmnva yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan, dorongan-dorongan yang muncul. c) Tahap ketiga Terjadinya insight atau penambahan tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. d) Tahap keempat Upaya menginteraksikan antara kebutuhan beserta kemampuan dirinya dalam memenuhi kebutuhan tersebut dengan peluang, tuntutan dan keterbatasan lingkungannya. e) Tahap kelima Individu memunculkan perilaku atau tindakan sebagai hasil proses interaksi sebagaimana terjadi pada tahap keempat. Sikap normal atau positif dikendalikan oleh peraturan-peraturan. Anak tidak dapat diharapkan untuk mengetahui seluruh kebiasaan kelompok, ataupun untuk berperilaku menurut cara yang benar-benar bermoral atau sesuai. Meskipun demikian pada waktu anak mencapai rnasa remaja, anggota kelompok sosial mengharapkan mereka bersikap sesuai dengan kebiasaan kelompok. Bila mereka gagal melakukannya hal ini umumnya disebabkan mereka tidak ingin melakukannya dan bukannya karena mereka tidak mengetahui apa yang diharapkan kelompok. Sikap yang dapat disebut normal tidak saja sesuai dengan standar sosial yang diharapkan melainkan juga dilaksanakan dengan sukarela. la muncul bersamaan dengan peralihan kekuasaan eksternal ke internal terdiri atas tingkah laku/perilaku yang diatur dan dalam, yang disertai perasaan tanggung jawab pribadi untuk tindakan masing-masing. Sikap positif pada prinsipnya didasari oleh perilaku dan pandangannya terhadap individu dan lingkungan yaitu apabila individu dapat mewujudkan
kesesuaian, kecocokan, dan keharmonisan antara dorongan pribadi dan tuntutan atau harapan lingkungan sosialnya, sehingga terjadi perkembangan pribadi dan sosial yang wajar dan sehat. Adapun karakteristik sikap normal atau positif menurut Soeparwoto ( 2004 :160 ) adalah sebagai berikut : a) Kemampuan menerima dan memahami sebagimana adanya. b) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. c) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif diluar dirinya. d) Memiliki perasaan aman yang memadai. e) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran. f) Bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik. g) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi h) Mampu bertindak sesuai nilai yang berlaku serta selaras dengan hak dan kewajibannya. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: a) Kemampuan menerima dan memahami sebagaimana adanya. la sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan- kekurangan disamping kelebihannya. la tidak akan memusuhi dirinya sendiri, membenci apabila merusak
keadaan
dirinya
betapapun kurang
memuaskan
menurut
penilaiannya. Pada pihak lain bukan bersikap pasif menerima keadaan demikian,
melainkan
ada
usaha
aktif
disertai
kesanggupan
mengembangkan segenap bakat, potensi, serta kemampuannya secara maksimal. b) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Dalam berperilaku ia selalu bersikap mau belajar dari orang lain, dapat mengakui keadaan orang lain baik mengenai kekurangan maupun kelebihannya, sehingga secara terbuka ia mau menerima balikan atau feedback dari orang lain. c) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada
dirinya dan kenyataan objektif diluar dirinya. Yaitu adanya kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya, dan tidak akan melakukan hal-hal yang jauh diluar kemampuannya. Terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. d) Memiliki perasaan aman yang memadai. Berarti tidak dihantui rasa cemas ataupun ketakutan dalam hidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman artinya bahwa orang atau individu tersebut mempunyai harga diri yang mantap, dan perasaan terlindung mengenai keadaan dirinya, sehingga individu tidak merasa terancam oleh lingkungan dimana ia berada tetapi bahkan dapat menaruh kcpercayaan diri terhadap lingkungan. e) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran. Yaitu adanya pengertian dan penerimaan keadaan diluar
dirinya walaupun
sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau keinginannya. Ketulusan menerima perbedaan, membiarkan orang lain sebagaimana adanya dan jauh dari sikap memaksakan kemauan agar orang lain seperti apa yang dikehendakinya. f) Bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik. Yaitu kemampuan bersikap dan berbicara atas dasar kenyataan sebenarnya, jauh dan keinginan berpura-pura atau bersembunyi dibalik kepalsuan Disampimg itu ada kemauan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakinya. g) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi. Yang tercermin dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain. Yaitu mempunyai tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempunyai pengertian yang dalam, sikapnya tidak dibuat-buat, tidak mudah tersinggung, marah atau kecewa, atau dengan kata lain ia mampu mengendalikan dirinya.
h) Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya. Mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpa adanya paksaan dalam setiap perilakunya. Sikap dan keberadaannya selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas keinsyafan sendiri. Norma tersebut dijadikan miliknya, dengan kata lain individu mampu memanfaatkan atau menggunakan haknya secara wajar sesuai dengan tata kehidupan masyarakat. Demikian pula dalam melakukan kewajibannya mampu memenuhinya sesuai dengan tuntutan masyarakat, antara keduanya terjadi perimbangan yang selaras dan rasional. 2) Sikap abnormal atau menyimpang Sikap menyimpang adalah sikap yang tidak dapat diterima masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada (Kartini Kartono, 2006 : 13). Dari pendapat Kartini Kartono dapat diartikan bahwa setiap sikap yang tidak sesuai, tidak serasi, atau tidak dapat diterima masyarakat pada umumnya, bertentangan dengan norma maupun nilai yang berlaku dalam lingkungannya digolongkan sebagai perilaku menyimpang. Menurut James W Van Der Zanden dalam buku sosiologi ( 1997 : 64 ), "Sikap menyimpang adalah sikap yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. Dari pendapat James dapat ditarik suatu pengertian bahwa sikap yang bagi sejumlah orang dianggap hina, tercela atau diluar dari batas toleransi maka disebut sebagai sikap menyimpang, sedangkan menurut Bimo Walgito (1994 : 56), "Sikap menyimpang adalah suatu sikap yang diekspresikan oieh seseorang atau beberapa anggota masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku yang telah diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat”. Dari pendapat Bimo Walgito dapat ditarik suatu pengertian bahwa sikap yang diekspresikan oleh individu baik secara disadari maupun tidak
disadari tidak sesuai dengan norma yang telah diakui dan diterima dalam masyarakat akan dianggap sebagai sikap menyimpang Sikap menyimpang pada seorang remaja terjadi karena adanya pengaruh maupun faktor-faktor yang dapat mendorong kuat seorang anak remaja melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya perilaku menyimpang pada remaja antara lain : (1) Penyebab dari dalam si remaja sendiri (internal ) (a) Kurangnya penyaluran emosi Pada masa remaja kondisi emosi tampak lebih tinggi atau lebih intens dibandingkan dengan keadaan normal, meningginya emosi remaja karena berkaitan dengan mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar endokrin. Emosi yang tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau rnudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk mekanisme pertahanan diri. Selama masa penyesuaian biasanya remaja mengalami perasaan tidak iman dan tidak menentu, yang dapat memicu meningkatnya emosi . Emosi yang tinggi pada masa remaja sebaiknya tidak dibiarkan begitu saja, tetapi perlu mendapat penyaluran atau penanganan yang baik agar tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan. (b) Kelemahan
dalam
pengendalian
dorongan-dorongan
dan
kecenderungannya. Dalam diri remaja terdapat banyak sekali dorongan-dorongan untuk mencoba hal-hal yang baru, dan apabila dorongan-dorongan itu tidak terpenuhi konsekuensinya adalah timbul frustasi. Dimana keadaan batin remaja tidak dapat terpuaskan karena adanya suatu rintangan dan remaja tersebut akan sangat kecewa.
(c) Kegagalan prestasi sekolah atau pergaulan Kegagalan prestasi bagi seorang remaja adalah hal yang paling menakutkan karena makin tinggi prestasi seseorang makin besar rasa harga dirinya, dan apabila makin rendah prestasi mengakibatkan kurang harga diri. (d) Kekurangan dalam pembentukan hati nurani. Remaja yang merasa aman dengan kasih sayang serta dihargai akan merefleksikan suatu watak yang bahagia, perilaku kasih sayang dan hubungan yang sehat dengan orang lain. Sebaliknya, anak yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini menampakkan adanya penarikan diri, kebencian, permusuhan, kecemasan dan agresivitas. (2) Penyebab dari luar remaja (eksternal) (a) Lingkungan keluarga Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar pada remaja, keluarga yang tidak harmonis akan memberi pengaruh yang buruk bagi remaja. Begitu juga dengan keluarga yang tidak utuh atau retak akan memberi dampak yang buruk pada anak. (b) Lingkungan masyarakat: 1. Perkembangan teknologi menimbulkan kegoncangan pada remaja yang belum memiliki kekuatan mental untuk menerima perubahan perubahan
baru.
Teknologi yang semakin canggih sangat
berpengaruh bagi perkembangan remaja misalnya dengan adanya internet banyak sekali remaja yang menyalahgunakan teknologi tersebut karena remaja yang belum memiliki kekuatan mental justru menggunakannya untuk melihat gambar-gambar porno dari situs-situs internet.
.
2. Faktor sosial-politik, sosial-ekonomis, dengan mobilisasi-mobilisasi sesuai dengan kondisi secara keseluruhan atau kondisi-kondisi setempat seperti di kota-kota besar dengan ciri-ciri khasnya. Perubahan yang terjadi secara cepat dan tidak menentu pada bidang sosial, ekonomi, dan politik memberi dampak negatif bagi perkembangan remaja. 3. Kepadatan penduduk yang menimbulkan persoalan demografis dan bermacam kenakalan remaja. Padatnya jumlah penduduk semakin membuat remaja tertekan dalam mengembangkan kebebasannya sehingga banyak bermunculan kasus kenakalan remaja Sikap yang menyimpang atau deviant merupakan suatu bentuk tingkah laku yang mengingkari terhadap nilai dan norma. Bentuk reaksinya adalah pelarian diri dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2003:207) sikap menyimpang dapat dibedakan menjadi 2 yaitu , 1. Kenakalan remaja, 2. Gangguan kejiwaan Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kenakalan remaja a.) Pengertian Menurut Singgih (1992 : 90) "Kenakalan remaja adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seorang remaja baik secara sendirian maupun secara kelompok yang bersifat melanggar ketentuan-ketentuan
hukum,
moral
dan
sosial
yang
berlaku
dimasyarakat". Suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar aturan atau nonna yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok yang dilakukan remaja digolongkan pada kenakalan remaja. Menurut Sarlito Sarwono Wirawan (2003 : 207) "Kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum". Setiap perilaku atau tindakan yang menyimpang atau melanggar hukum disebut kenakalan remaja akan tetapi pendapat ini kurang tepat karena
tidak pelakunya tidak dijelaskan secara jelas dilakukan remaja atau orang dewasa. Sikap atau tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan orang muda dianggap sebagai kenakalan remaja pendapat ini juga kurang lengkap karena orang muda ini hanya dibatasi umur dan tidak membatasi apakah orang muda yang dimaksud sudah menikah atau belum menikah karena dibawah umur 18 tahun apabila sudah menikah tidak dapat disebut sebagai remaja lagi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja dibawah usia 18 tahun dan belum menikah yang secara sendirian maupun kelompok, melanggar hukum, moral dan sosial yang berlaku dimasyarakat dan jika dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan. b.) Ciri -ciri pokok kenakalan remaja (1) Adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral. (2) Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau norrna sosial yang ada dilingkungan hidupnya. (3) Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-18 tahun dan belum menikah. c). Bentuk- bentuk kenakalan remaja Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja atau dapat juga dilakukan bersama-sama suatu kelompok remaja. Jensen (dalam Sarwono, 2002 : 207) membagi kenakalan remaja ini menjadi 4 jenis yaitu : a). kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, b). kenakalan yang menimbulkan korban materi, c). kenakalan yang tidak menimbulkan kerugian dipihak orang lain, d). kenakalan yang melawan status.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai benkut: a.) Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: kenakalan mi menimbulkan kerugian secara fisik pada orang lam misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan b). Kenakalan yang menimbulkan korban materi : kenakalan ini merugikan orang lain secara materi tetapi tidak menimbulkan kerugian secara fisik pada orang lain, misalnya : perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan Iain-lain. c). Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain : kenakalan ini sebenarnya sangat rnerugikah dirinya sendiri tetapi
tidak
merugikan
orang
lain,
misalnya
:
pelacuran,
penyalahgunaan obat d.) Kenakalan yang melawan
status misalnya :
kenakalan yang
sifatnya mengarah pada kebebasan yaitu sebuah pengingkaran status sebagai akibat banyaknya aturan-aturan yang harus ditaati, misalnya : mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua, minggat dari rumah, membantah perintah orang tua dan Iain-lain. Selain itu untuk menilai kenakalan remaja hendaknya perlu diperhatikan faktor kesengajaan atau kesadaran dari individu yang bersangkutan. Selama anak atau remaja itu tidak tahu pula akan konsekuensinya
maka
ia
tidak
dapat
digolongkan
sebagai
nakal.
Karakteristik atau bentuk-bentuk kenakalan remaja adalah sebagai berikut : a.) Membohong : memutar balikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menipu kesalahan. b). Membolos : pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. c.) Kabur
:
meninggalkan rumah
menentang keinginan orang tua.
tanpa ijin orang tua atau
d). Keluyuran : pergi sendiri maupun berkelompoK tanpa tujuan dan mudali menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. e). Bersenjata
tajam
:
memiliki
dan
membawa
benda
yang
membahayakan orang lain. Misalnya : pisau, pisau silet, pistol dan sebagainya. f.) Pergaulan buruk : bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. g). Berpesta
pora
hura-hura
:
berpesta
pora semalam
suntuk
tanpa pengawasan, sehingga timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial ) h) Membaca pornografi
:
membaca buku-buku cabul, ponografi,
tidak senonoh atau melihat gambar-gambar yang berada di internet yang menampilkan gambar yang tidak sepantasnya untuk dilihat. i) Mengkompas : secara sendirian atau berkelompok meminta uang pada orang lain dengan paksa, makan dirumah makan tanpa membayar atau naik bis tanpa karcis. Perbutan tersebut sangatlah merugikan orang lain karena dengan sengaja merampas barang atau kepunyaan orang lain j) Melacurkan diri : merusak diri dengan cara mentato tubuhnya minum-minuman keras, mengisap ganja, pecandu narkoba, sehingga merusak dirinya maupun orang lain. Tampilan urakan, berpakaian tidak pantas juga termasuk tingkah laku merusak diri. 2. Gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan merupakan salah satu dari bentuk perilaku menyimpang yang sering terjadi di masyarakat saat ini. Penggolongan gangguan kejiwaan menurut Sarlito Sarwono Wirawan (2003 ; 220) adalah sebagai berikut:
1. mental stress yang menimbulkan : a. hiperaktivitas b. depresi 2. neurosis a. phobia b.obsesi 3. reaksi konversi 4. skizofirenia 5. anorezia nervosa Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : a. Hiperaktivitas. Tanda-tandanya : 1) selalu gelisah, mudah terangsang, mudah tersinggung 2) mengganggu anak lain 3) tidak pernah menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas 4) tidak bisa memusatkan perhatian 5) tuntutannya tinggi, mudah frustasi 6) sering menangis 7) emosi cepat berubah 8) tingkah lakunya sulit diduga b. Depresi. Gejalanya antara lain : 1) selalu sedih 2) pesimis, berpandangan negatif pada diri sendiri, dunia dan masa depan. 3) cara
berpakaian kurang teratur, ekspresi wajah murung,
bicaranya sedikit dan perlahan dan gerak tubuhnya lamban 4) tidak nafsu makan, insomnia, sakit diberbagai bagian tubuh, siklus haid tidak teratur. 2. Neurosis a. Phobia
Ketakutan yang luar biasa tanpa alasan yang jelas kepada halhal yang lazimnya tidak menimbulkan ketakutan. Seperti : gelap, keramaian, tempat sempit, dan sebagainya. b. Obsesi Adanya pikiran atau perasaan atau keyakinan yang sangat kuat tentang suatu hal yang diikuti dengan kecenderungan untuk terusmenerus melakukan hal tersebut. Walaupun yang bersangkutan menyadari bahwa hal itu yang tidak masuk akal, Seperti : perasaan bahwa kedua tangannya selalu kotor karena selalu memegang benda-benda
yang
penuh
bersangkutan
sering
sekali
kuman
sehingga
mencuci
orang
tangannya
yang
walaupun
tangannya baru saja dicuci beberapa menit yang lain. 3. Reaksi konversi Yaitu kecemasan yang dialihkan kepada tubuh. Misal : cemas menghadapi ujian, cemas menghadapi lingkungan baru, selalu berkeringat dingin dan sakit perut waktu menghadapi ujian dan sebagainya. 4. Skizoirenia Tanda-tandanya : a. Cara berpikir tidak teratur dan tidak logis, cara bicara melantur dan gagasan yang meloncat-loncat. b. Tidak
mampu
melihat
kenyataan
dengan
benar
dan
perasaan
dan
timbullah halusinasi. c. Tidak mampu melakukan hubungan sosial d. Tidak
mampu
mengendalikan
gagasan,
tingkah lakunya sehingga ia bisa tertawa sambil menangis, memarahi semua orang yang lewat atau menari ditengah jalan. 5. Anorexia Nervosa
Suatu jenis gangguan obsesi kompulsi yang khas yaitu penderita mempunyai obsesi ingin Iangsing.
B. Penelitian Yang Relevan Secara teoritis, pada dasarnya pembentukkan sikap seseorang tidak dapat terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor - faktor yang mempengaruhi. Faktor ini dapat berupa faktor yang berasal dari dalam ataupun dari luar diri individu. Berikut adalah penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan : Penelitian yang dilakukan oleh Retno Puji Purwati dengan judul “Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Konsep Diri dengan sikap social pada siswa kelas X SMA Batik Surakarta tahun ajaran 2008/2009”. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap sosial, ada hubungan antara konsep diri dengan sikap sosial, ada hubungan antara pola asuh orang tua dan konsep diri dengan sikap social pada siswa Penelitian yang dilakukan oleh Toma Arfiantoro dengan judul “Hubungan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan persepsi tentang pacaran pada siswa kelas XI SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan persepsi tentang pacaran, ada hubungan yang signifikan antara pergaulan peer group dengan persepsi tentang pacaran, ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan persepsi pacaran. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Aprina Rasita Wardani dengan judul “Hubungan antara pola asuh siswa dan status sosial dengan perilaku pada siswa SMA Negeri Kartasura tahun ajaran 2007/2008”. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan perilaku pada siswa, ada hubungan antara status sosial dengan perilaku pada siswa, ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial dengan perilaku pada siswa.
C. KERANGKA BERFIKIR Sikap manusia sangat kompleks, akan tetapi sikap manusia itu dapat diamati secara nyata. Sikap manusia bukan hanya pembawaan, tetapi terbentuk dari lingkungaan. Lingkungan dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis cenderung mengamati lingkungan sosial. Dalam hal ini lingkungan yang dimaksud adalah keluarga, nilai, norma dan masyarakat. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Tanpa interaksi dengan orang lain kemungkinan anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara sosial, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hatinya. Interaksi sosial awal terjadi dalam keluarga. Keputusan dalam pengelolaan yang diterapkan orang tua terhadap anaknya menunjukkan dan mencerminkan pola asuh yang dipilih. Setiap orang tua memiliki wawasan dalam mendidik dan membimbing anaknya. Wawasan yang menunjuk pada persepsi dilingkungan keluarganya dan yang menjadi pola asuh dalam mengelola anak-anaknya dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu pola asuh orang tua otoriter, yang demokratis dan laisez faire. Bagi orang tua dengan pilihan pengelolaan otoriter akan menerapkan pola pengelolaan dan pembimbingan pada anak sangat kaku, ketat, memiliki kekuasaan mutlak dengan diiringi peraturan, perintah dan berbagai larangan yang ketat. Dampak dari pola asuh yang otoriter anak akan menjadi pasif, kurang inisiatif, kurang kreatif, penggugup dan pembangkang. Pola asuh dengan kepemimpinan demokratis menunjuk dengan adanya komunikasi antar orang tua dengan anak saling menghargai dan adanya pengertian. Jadi orang tua menganggap anak sebagai subyek yang memiliki hak dan kewajiban sendiri. Dengan kata lain bahwa tipe kepemimpinan orang tua yang demokratis mengacu pada kecendeerungan sifat anak lebih percaya diri, terbuka, lebih mudah bekerja sama yang berdampak pada kemampuan
penyesuaian diri yang luwes. Sedangkan untuk pola asuh yang laisez faire menunjuk sikap orang tua yang acuh tak acuh terhadap anaknya. Jadi orang tua yang memiliki sifat masa bodoh dalam bertindak yang akan berdampak anak tidak mau diatur bersifat semaunya, keras kepala, suka membuat aturan sendiri. Dari ketiga pola asuhtersebut kemungkinan berkaitan dengan pengelolaan pendidikan anak yang mengarah pada perilaku anak. Selain pola asuh orang tua, pergaulan peer group juga sangat mempengaruhi perilaku. Pergaulan menjadi suatu kebutuhan untuk mengembangkan aspek sosial bagi anak remaja. Seorang anak membutuhkan teman dalam proses sosialisasinya untuk membentuk konsep diri. Dalam hal ini Peer group sebagai tempat sosialisasi pertama setelah keluarga yang mengajarkan banyak hal, baik tentang perilaku, toleransi dan pengalaman-pengalaman baru. Dalam Peer Group yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga menyebabkan remaja merasa kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri karena adanya konflik nilai dalam diri remaja. Dalam peer group biasanya mereka saling bertukar pengalaman terutama masalah perilaku. Pergaulan yang benar sesuai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat akan menyebabkan perilaku yang positif, namun pergaulan yang salah yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku akan menyebabkan perilaku yang negatif. Dua faktor tersebut yaitu pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dimungkinkan secara bersama-sama mempunyai korelasi dengan sikap. Jika pola asuh orang tua yang diterapkan dalam mendidik anak sesuai dengan kondisi anak maka memiliki korelasi dengan sikap yang positif. Namun jika pola asuh orang tua yang diterapkan dalam mendidik anak salah maka memiliki korelasi dengan sikap yang negatif. Sedangkan dalam pergaulan peer group, seorang remaja saling berinteraksi, bertukar pikiran dan pengalaman yang dimiliki satu sama lain, baik itu hal yang positif maupun yang negatif. Jika hal yang ditiru bersifat positif maka memiliki korelasi dengan sikap yang positif. Namun jika hal yang ditiru bersifat negatif maka memiliki korelasi dengan sikap yang negatif
Adapun model kerangka berfikir antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
Pola Asuh Orang Tua (X1) Sikap (Y) Pergaulan Peer Group (X2)
D. PERUMUSAN HIPOTESIS Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian. Perumusan hipotesis yang penulis kemukakan sebagai berikut: 1. Ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010 2. Ada hubungan positif antara pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. 3. Ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu penelitian 1. Tempat Penelitian Sesuai dengan judul yang diambil, maka penelitian akan dilaksanakan di SMA N 3 Surakarta yang beralamat di jalan Prof. WZ.Johanes 58, Surakarta. Dengan subjek penelitian siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Alasan peneliti mengambil SMA N 3 Surakarta sebagai tempat penelitian adalah a. Tersedia data yang berhubungan dengan obyek penelitian b. Lokasi terssebut mudah dijangkau, jarak dapat ditempuh dengan cepat serta transportasi mudah, sehingga lebih mempercepat dan memperlancar jalannya penelitian terutama dalam mengumpulkan data yang diperlukan c. Mudah dalam memperoleh data karena penulis sebagai peneliti pernah praktek pengalaman lapangan di SMA N 3 Surakarta d. Adanya ijin dari pihak SMA N 3 Surakarta 2. Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan kurang lebih 10 bulan dari bulan Februari 2009 sampai dengan bulan November 2009 . Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut: No
Nama
1 2
Proposal Konsultasi Bab I, II, III Penelitian, Pengumpulan data Analisis data Penyusunan Laporan
3
4 5
Feb Mar 09 09
Apr 09
Mei 2009
Jun 09
Jul 09
Ags 09
Sep 09
Okt 09
Nov 09
B. Metode Penelitian Penelitian tidak bisa terlepas dari metode penelitian karena dengan pemilihan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan penelitian. Sasaran dalam penelitian akan tercapai apabila dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat. Untuk memperoleh suatu kebenaran, suatu penelitian perlu menggunakan metode ilmiah
yang
tepat,
agar
hasil
yang
diperoleh
benar-benar
dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat memilih dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian. Metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan “logos” yang berarti ilmu atau pengetahuan. Berikut ini akan penulis ketengahkan beberapa definisi mengenai metodologi penelitian yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu 1. Hadari Nawawi (1995: 24) mengatakan bahwa ”Ilmu yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut metodologi penelitian atau metodologi research”. Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa semua ilmu yang mengatur dan membicarakan mengenai cara atau metode-metode ilmiah yang berfungsi untuk menggali adanya suatu kebenaran sebuah pengetahuan adalah disebut sebagai metodologi penelitian. 2. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2007: 1) menyebutkan bahwa “Metodologi penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”. Pendapat tersebut mengandung maksud bahwa metodologi merupakan segala cara dan upaya yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk mencapai tujuan penelitiannya. Cara dan upaya yang dimaksud bukanlah ditempuh dengan jalan yang asal-asalan, namun cara-cara tersebut
merupakan penggunaan pikiran,
metode atau paradigma yang ilmiah untuk mencapai tujuan suatu penelitian.
Dari kedua pendapat tersebut diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa metodologi penelitian merupakan ilmu pengetahuan tentang prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencari sebuah kebenaran yang mencakup teknik-teknik yang digunakan dalam sebuah penelitian Ada berbagai metode yang digunakan dalam penelitian, Consuelo G Sevilla et al (1993:40) mengemukakan bahwa : “Metode yang dapat digunakan dalam penelitian ada 5 macam. Metode-metode penelitian yang dimaksud adalah metode penelitian sejarah (historis), metode penelitian deskriptif, metode penelitian eksperimen, metode penelitian expost facto (kausal komparatif), metode penelitian partisipatoris”. Untuk
lebih
memperjelas
pendapat
tersebut,
maka
penulis
dapat
menguraikannya sebagai berikut : 1. Metode penelitian sejarah (historis) Metode penelitian historis adalah penelitian yang menerapkan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah yang bertujuan untuk membuat rekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif. Sejarah dapat membantu kita untuk menentukan strategi dan ide lain, dan mungkin menemukan cara yang lebih baik untuk memutuskan dan mengerjakan sesuatu Metode ini merupakan sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa ataupun menemukan gagasan yang timbul dimasa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang. 2. Metode penelitian deskriptif Metode penelitian deskriptif adalah proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan suatu obyek atau subyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Tujuan
utama
dalam
menggunakan
metode
deskriptif
adalah
untuk
menggambarkan sifat atau suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu. Penelitian deskriptif terdiri dari berbagai jenis. Menurut Consoule G Sevilla et al (1993:73) Jenis-jenis penelitian deskriptif antara lain : a. Studi Kasus b. Survei c. Penelitian Pengembangan (developmental study) d. Penelitian Lanjutan (follow-up study) e. Analisis Dokumen f. Analisis Kecenderungan (trend analysis) g. Penelitian Korelasi (correlational study) Secara singkat, jenis-jenis penelitian deskriptif tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Studi Kasus Studi kasus adalah suatu penelitian yang terinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu. Metode ini akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap tingkah laku individu. Studi kasus sering dapat memberikan kemungkinan kepada peneliti untuk memperoleh wawasan yang mendalam mengenai aspek-aspek dasar perilaku manusia. Studi kasus melibatkan satu orang atau beberapa orang selama kurun waktu yang lama. Contoh studi kasus adalah penelitian tentang perkembangan proses pembelajaran pada siswa, proses ritual pada suatu upacara adat tertentu. b. Survei Metode survei adalah metode yang menekankan lebih pada penentuan informasi tentang variabel daripada informasi tentang individu. Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada (exist). Contoh survei antara lain adalah survei tentang keadaan suatu wilayah, suryei tentang jumlah penduduk c. Penelitian Pengembangan (developmental study)
Penelitian perkembangan adalah suatu penelitian untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan suatu variabel yang sejalan dalam kurun waktu tertentu. Contoh dari studi pengembangan adalah penelitian mengenai prestasi siswa dalam pembelajaran, kelengkapan kurikulum pembelajaran d. Penelitian Lanjutan (follow-up study) Penelitian lanjutan adalah penelitian untuk menyelidiki perkembangan lanjutan para subjek setelah diberikan perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu. Penelitian ini biasa digunakan untuk menilai kesuksesan program-program tertentu. Contoh dari penelitian lanjutan antara lain adalah penelitian tentang program trnasmigrasi, penelitian tentang program keluarga berencana e. Analisis Dokumen Metode analisis dokumen adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengujian arsip-arsip dan dokumen. Contoh dari analisis dokumen yaitu penyelidikan tentang berapa banyak pelajaran mengenai pendidikan watak yang terdapat pada buku-buku pelajaran. f. Analisis Kecenderungan (trend analysis) Analisis kecenderungan adalah penelitian yang digunakan untuk menemukan atau mencari status yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kecenderungan kebutuhan atau keperluan orang-orang di masa depan. Analisis kecenderungan digunakan untuk meramalkan suatu gejala. Contoh dari analisis kecenderungan adalah pemerintah harus membuat perencanaan program wajib belajar sembilan tahun untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia g. Penelitian Korelasi (correlational study) Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antar variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Melalui penelitian ini kita dapat menentukan apakah ada dan seberapa kuat hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian deskriptif korelasional ini permasalahan yang dihadapi adalah merupakan permasalahan yang masih aktual, yang masih ada pada masa sekarang ini dan pada penelitian ini data yang
diperoleh mula-mula disusun lalu dijelaskan dan kemudian dianalisis. Contoh dari penelitian korelasi adalah hubungan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kenakalan remaja 3. Metode penelitian eksperimental Metode penelitian eksperimental adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk mengadakan kegiatan percobaan untuk memperoleh suatu hasil. Tujuan eksperimental adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara membandingkan peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu. Metode ini digunakan pada penelitian-penelitian dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat atau memperoleh suatu hasil dan mempunyai tujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa kondisi terhadap suatu gejala. 4. Metode penelitian expost facto (kausal komparatif) Penelitian expost facto adalah penelitian yang dilakukan tanpa eksperimen, artinya variabel bebas atau perlakuan (treatment) telah terjadi secara apa adanya (alamiah) tanpa dimanipulasi, dan pengukuran (pengumpulan data) untuk semua variabel dilakukan dalam waktu yang sama, setelah perlakuan berjalan lanjut. Jenis metode ini seringkali digunakan dalam bidang pendidikan, psikologi, dan sosiologi karena sebagian besar variabel yang diselidiki dalam bidang-bidang tersebut tidak secara langsung dapat dimanipulasi oleh peneliti. 5. Metode penelitian partisipatoris Penelitian partisipatoris adalah penelitian yang melibatkan semua partisipan dalam proses penelitian, mulai dari formulasi masalah sampai dengan diskusi bagaimana masalah tersebut diatasi dan bagaimana penemuan-penemuan akan ditafsirkan. Penelitian partisipatoris memerlukan waktu yang panjang, lamban dan sulit tetapi menciptakan proses Partisipan penelitian harus melihat proses penelitian sebagai keseluruhan pengalaman masyarakat dimana kebutuhankebutuhan masyarakat dibangun, dan kesadaran serta kesepakatan dalam
masyarakat ditingkatkan. Penelitian ini berorientasi kepada orang –orang yang akhirnya banyak mengalami tantangan. Berdasarkan pada judul penelitian ini yaitu “ Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Perilaku Siswa Kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”, maka penelitian ini bersifat deskriptif korelasional karena penelitian ini bermaksud menggambarkan sifat atau keadaan yang sementara sedang berjalan dan berusaha meneliti sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan lainnya.. Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1996:108): “Perkataan korelasi pada dasarnya berarti hubungan. Oleh karena itu model studi korelasi ini juga bermaksud mengungkapkan masalah penelitian, dengan cara membuktikan hubungan antara dua variable atau lebih. Penelitian ini bertujuan membuat deskripsi atau gambaran yang sistematis, akurat, factual,mengenai faktor-faktor, sifat-sifat atau hubungan antara fenomena yang diteliti, apakah dua variable atau lebih ada hubungan atau tidak” Penelitian ini tidak hanya berusaha menggambarkan suatu fenomena yang sesuai dengan fakta yang ada tetapi mencari hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti dengan cara menguji hipotesis Adapun variabel tersebut adalah variabel bebas yang diberi kode (X), dalam hal ini adalah pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dan variabel terikat yang diberi kode (Y) dalam hal ini adalah perilaku siswa. Ciri-ciri penelitian korelasional antara lain: 1
Penelitian ini dilakukan apabila variable yang diteliti rumit dan atau tidak dapat diteliti dengan metode eksperimental atau tidak dapat dimanipulasi
2
Memungkinkan pengukuran beberapa variable dan saling berhubungan secara serentak dalam keadaan realistisnya.
3
Apa yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidaknya saling hubungan tersebut
4
Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang yang masih actual
5
Data yang dikumpulkan mula-mula disusun dan dijelaskan dan kemudian dianalisis karena itu metode ini sering disebut metode analitik
6
Penelitian dirancang untuk menentukan variable-variabel yang berbeda dalam suatu populasi Adapun
langkah-langkah
pokok
dalam
metode
korelasional
yang
dikemukakan oleh Sumardi Surya Brata (1998:25): 1 2 3 a.) b.) c.) d.)
Definisikan Masalah Lakukan penelaahan kepustakaan Rancangan cara pendekatannya Identifikasi variable yang relevan Tentukan subyek sebaik-baiknya Pilih atau susun alat pengukur yang tepat Pilih metode korelasional yang cocok untuk masalah yang sedang digarap 4 Kumpulkan data 5 Analisis data yang telah terkumpul dan buat interpretasinya 6 Tuliskan laporan
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Dalam suatu penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu objek penelitian yang sering disebut dengan populasi. Sebelum menentukan populasi, perlu kiranya diketahui tentang pengertian populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang disampaikan oleh para ahli : a.) Menurut Sutrisno Hadi (2001-102), “Populasi adalah sejumlah individu yang mempunyai satu sifat yang sama". Maksud dari pendapat tersebut diatas adalah keseluruhan dari individuindividu yang ada di suatu tempat tertentu yang dikenai penelitian, yang tentunya individu-individu tersebut mempunyai sifat yang sama. b.) Hadari Nawawi (1995:141), "Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan tumbuh-tumbuhan, dan gejala yang memiliki karakteristik tertentu dalam ilmu pengetahuan".
Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa populasi merupakan semua atau keseluruhan dari objek dalam sebuah penelitian. Objek penelitian ini dapat berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, hasil tes atau peristiwa yang memiliki karakteristik tertentu yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai batasan dalam penentuan populasi. c.) Saifuddin Azwar ((2002: 77) “Populasi didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Pendapat tersebut memiliki arti bahwa populasi adalah sekelompok subjek yang telah ditentukan oleh peneliti sebagai subjek penelitian yang nantinya akan dikenai generalisasi hasil penelitian Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang ada dalam wilayah penelitian tertentu dan mempunyai sifat, kualitas serta karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalali seluruh siswa Kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta yang terdiri dari 4 kelas sejumlah 160 siswa.
2. Sampel a. Pengertian Sampel Dalam penelitian sosial, tidak selalu seluruh populasi dikenakan dalam penelitian. Hal tersebut mengingat besarnya jumlah populasi dan keterbatasan biaya, waktu dan tenaga. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya pembatasan yaitu dengan menetapkan jumlah sampel yang representatif yang dapat mewakili populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang disampaikan oleh para ahli: 1) Menurut Winarno Surakhmad (1994:93), "Sampel adalah sebagian wakil dari populasi yang diteliti dengar menggunakan cara-cara tertentu Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dengan menggunakan cara-cara tertentu yang
sebelumnya telah ditentukan dengan cara sampling. Hasil penelitian dari sampel ini nantinya akan mewakili seluruh populasi penelitian. 2) Menurut Hadari Nawawi (1995: 144) bahwa “Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang tidak diteliti seluruhnya 3. Sutrisno Hadi (1994:221) menyatakan, "Sampel adalah bagian objek yang diteliti, untuk menetapkan besarnya sampel, langkah-langkah yang dilakukan adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100, maka sampel yang diambil 20% sampai 25%"' Maksud dari pernyataan diatas adalah bahwa setiap subyek yang akan diteliti yang besarnya lebih atau kurang dari 100 maka untuk menetapkan besarnya sampel diambil 20% sampai 25% dari keseluruhan obyek tersebut Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota populasi yang di peroleh cara-cara tertentu untuk menjadi wakil dari populasi yang diteliti. b. Teknik Sampling Untuk memperoleh sejumlah sampel dalam penelitian, maka digunakanlah teknik sampling agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang ada. Maksudnya adalah agar peneliti mendapatkan sampel yang representatif atau dapat mewakili populasi yang ada. Banyak para ahli yang mendefinisikan teknik sampling menurut pandangannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Hadari Nawawi (1995: 152) menyatakan bahwa tentang teknik sampling adalah “cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi”.
Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa teknik sampling merupakan suatu cara atau upaya pengambilan sampel yang sesuai. Sampel akan dijadikan data yang sebenarnya, artinya bahwa tidak semua populasi dikenai penelitian namun hanya sebagian saja yang akan diteliti 2) Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) mengemukakan bahwa “Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel”. Maksud dari pernyataan tersebut diatas adalah bahwa teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil jumlah besarnya sampel yang akan diteliti. Karena di dalam sebuah penelitian tidak keseluruhan populasi akan diteliti melainkan hanya sebagian yang disebut dengan sampel Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa teknik sampling adalah teknik atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk menentukan jumlah sampel yang akan mewakili jumlah populasi dalam suatu penelitian. Sampel yang diambil ini diharapkan dapat mewakili populasi yang ada karena nantinya hasil penelitian yang dikenakan pada sampel ini akan digunakan sebagai penggeneralisasian terhadap populasi penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian memerlukan teknik pengambilan sampel tersendiri. Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) ada dua macam teknik sampling, yaitu: 1) Teknik Random Sampling Prosedur random sampling meliputi : a) Cara undian, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara undian. b) Cara ordinal, yaitu memilih nomor genap atau ganjil atau kelipatan tertentu dari suatu daftar yang telah disusun. c) Cara randomisasi dari tabel bilangan random. 2) Teknik Non Random Sampling meliputi : a) Proporsional sampling yaitu cara pengambilan sampel dari tiap- tiap sub populasi dengan memperhitungkan sub- sub populasi. b) Teknik stratified sampling yaitu pengambilan sampel apabila populasi terdiri dari susunan kelompok- kelompok yang bertingkat. c) Teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciriciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang
d) e) f) g)
erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan ada quantum. Teknik double sampling yaitu cara pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar. Teknik area probability sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan cara pembagian sampel berdasarkan pada area. Teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok yang ada pada populasi.
Untuk memperjelas kita dalam memahami teknik sampling diatas maka penulis akan menguraikannya sebagai berikut : 1) Teknik Random Sampling Teknik random sampling adalah pengambilan sampel secara random atau acak tanpa pandang bulu.
Dalam random sampling semua individu
dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun cara-cara yang digunakan dalam random sampling adalah sebagai berikut a) Cara Undian Cara ini dilakukan dengan cara seperti melakukan undian. Individu yang telah keluar dalam proses undian maka dia tidak lagi ikut diundi sehingga tidak akan ada kemungkinan munculnya nama yang sama. Akan tetapi sangat sulit untuk melakukan cara ini jika jumlah subjek dalam populasi sangat banyak atau jika kita belum mengatahui secara pasti semua individu dalam populasi. Dalam proses pengundian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pengembalian dan tanpa pengembalian. Adapun penjelasan dua teknik undian diatas akan dijelaskan sebagai berikut : (1.) Undian dengan pengembalian Teknik undian dengan pengembalian dilakukan dengan cara mengundi seluruh populasi penelitian sehingga keluar salah satu
sampel, kemudian sampel yang sudah keluar dikembalikan lagi dan kembali diikutsertakan dalam prosese pengundian selanjutnya. Proses pengundian dengan cara ini lebih baik digunakan karena dengan teknik ini mempunyai intensitas ketetapan pengembalian sampel yang tetap. (2.) Undian tanpa pengembalian Teknik undian tanpa pengembalian disebut dengan simpel random sampling dimana individu yang telah keluar dalam proses undian maka dia tidak lagi ikut diundi, maka dari itu tidak akan ada kemungkinan muncul nama yang sama. Dalam teknik ini setiap sampel dalam populasi mempunyai satu kali kesempatan untuk di jadikan sampel. Keuntungan mengunakan teknik ini adalah sampel yang didapat tidak bias dan tidak menggunakan teknik yang sulit. Namun jika jumlah subyek dalam populasi ini sangat banyak sangat sulit utuk melakukan teknik ini. b) Cara Ordinal Cara ini dilakukan dengan mengambil subjek dari atas ke bawah. Ini dilakukan dengan mengambil mereka-mereka yang bernomor ganjil, genap, nomor kelipatan, lima sepuluh dan sebagainya tergantung ketentuan yang dibuat oleh peneliti yang sebelumnya telah disusun. c) Randomisasi dari Tabel Bilangan Random Tabel bilangan random umumnya terdapat pada buku-buku statistik. Cara ini paling banyak digunakan oleh para peneliti. Hal ini karena selain prosedurnya sangat sederhana, kemungkinan penyelewengan juga dapat dihindari. Randomisasi dapat dikenakan pada semua subjek atau individu dalam populasi. 2) Teknik Non Random Sampling Semua sampling yang dilakukan bukan dengan teknik random sampling disebut nonrandom sampling. Dalam sampling ini tidak sumua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota
sampel. Generalisasi dalam non random sampling tidak dapat memberikan taraf keyakinan yang tinggi kecuali apabila peneliti memiliki keyakinan dan dapat membuktikan bahwa populasi relatif sangat homogen. Jenis-jenis nonrandom sampling adalah sebagai berikut : a) Proporsional sampling Proporsional sampel adalah sampel yang terdiri dari sub-sub sampel yang pertimbangannya mengikuti pertimbangan sub-sub populasi, artinya adalah bahwa besarnya sampel ditentukan atau tergantung besar kecilnya dari tiap sub populasi. Individu yang ditugaskan untuk menjadi sampel diambil secara random dari sub populasi. Cara ini disebut dengan proporsional random sampling. b) Teknik stratified sampling Stratified sampling dilakukan dengan cara populasi atau elemen populasinya dibagi dalam kelompok-kelompok yang disebut strata. Banyaknya tingkat harus diperhatikan, kemudian setiap tingkatan harus mewakilkan anggotanya untuk menjadi sampel dalam penelitian. Dalam hal ini proporsi dari jumlah subjek yang ada dalam tiap-tiap tingkatan dalam populasi yang harus dicerminkan dalam sampel sehingga mereka dapat dipandang sebagai wakil terbaik bagi populasi. c) Teknik purposif sampling Dalam purposif sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dianggap memiliki kesamaan dengan ciri yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu keadaan dan informasi mengenai populasi tidak perlu diragukan lagi. Secara intensional peneliti tidak meneliti semua daerah atau kelompok dalam populasi, namun peneliti hanya perlu mengambil beberapa kelompok kunci saja. d) Teknik quota sampling Dalam quota sampling yang harus dilakukan adalah penetapan jumlah subjek yang akan diteliti. Kemudian permasalahan mengenai siapa
yang akan diinterview atau yang menjadi responden diserahakn kepada sebuah tim. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalm penelitian. Ciri utama dari quota sampling adalah jumlah subjek yang sudah ditentukan akan dipenuhi, permasalahan apakah subjek tersebut mewakili populasi atau sub populasi tidaklah menjadi persoalan. e) Teknik double sampling Teknik ini sangat baik digunakan apabila penelitian menggunakan angket yang dikirimkan dengan menggunakan jasa pos sebagai usaha penampungan bagi mereka yang tidak mengembalikan angket. Responden yang telah mengembalikan daftar angket dimasukkan kedalam sampel pertama, sedangkan responden yang tidak mengembalikan daftar angket dimasukkan ke dalam sampel kedua. Pengumpulan data dari sampel kedua dapat ditempuh dengan jalan interview. f) Teknik area probability sampling Area probabiliti sampling membagi daerah-daerah populasi menjadi sub-sub populasi, dan sub populasi ini dibagi lagi kedalam daerah yang lebih kecil dan apabila diperlukan maka daerah kecil ini dapat dibagi lagi kedalam daerah-daerah yang lebih kecil lagi. Adapun besarnya subjek yang akan diteliti dari masing-masing daerah tersebut tidak dapat ditetapkan secara umum. Hal ini sangat tergantung pada situasi khusus yang dihadapi oleh peneliti. g) Teknik cluster sampling Dalam cluster sampling satuan-satuan sampel tidak terdiri dari individu melainkan kelompok-kelompok atau cluster. Sampling ini dipandang ekonomik karena observasi-observasi yang dilakukan terhadap cluster dipandang lebih murah dan mudah dari pada observasi terhadap individu yang terpencar-pencar. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik simple random sampling. Teknik ini merupakan cara undian tanpa pengembalian. Kerlinger ( 1996:188) menyatakan bahwa “ Random sampling is that method of drawing a portion (or sample) of a population or universe so that each member of the populatio or universe has an equal chance of being selected”. Terjemahan dari pendapat tersebut bahwa sampling acak ialah metode penarikan sebagain atau seluruh sampel dari sebuah populasi atau keseluruhan tersebut mempunyai peluang yang sama untuk dipilih Pendapat tersebut memiliki makna bahwa teknik simple random sampling ini menjelaskan setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sample. Anggota dari populasi diseleksi secara bebas dalam satu waktu, satu kali mereka diseleksi tidak ada kesempatan untuk kedua kali. Adapun alasan penggunakan simple random sampling adalah sebagai berikut: (1) Cara tersebut dianggap sebagai cara yang paling sederhana dalam pengambilan sampel, sehingga peneliti dapat menentukan jumlah sampel secara tepat dan representatif (2) Pelaksanaannya sangat mudah dan dapat dilakukan melaluio prosedur uandian tanpa pengembalian, sehingga dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya (3) Setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel (4) Penggunaan dari simple random sampling ini adalah sample yang didapat tidak bias dan tanpa banyak menggunakan teknik yang sulit Adapun langkah-langkah pengambilan sample secara acak melalui undian dapat dilakukan dengan cara: (1.) Membuat suatu daftar yang berisi daftar semua anggota populasi sebanyak 160 orang (2.) Memberi kode yang diwujudkan dalam angka untuk tiap subyek, kemudian dimaksukkan ke dalam daftar nama siswa (3.) Menuliskan kode-kode masing-masing subyek dalam suatu lembaran kertas-
kertas kecil (4.) Menggulung potongan-potongan kertas dan memasukkannya kedalam kaleng (5.) Menganbil gulungan-gulungan kertas tersebut dari kaleng secara acak tanpa dikembalikan (6.) Proses pengundian dilakukan hingga gulungan-gulungan dikeluarkan memenuhi jumlah sampel yang ditetapkan. c. Teknik pengambilan sampel Tidak ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Selain itu juga tidak ada batasan yang jelas mengenai sampel yang besar dan sampel yang kecil. Jumlah sampel juga banyak tergantung pada faktor-faktor seperti biaya, fasilitas, waktu yang tersedia, jumlah populasi yang ada atau bersedia untuk dijadikan sampel serta tujuan penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti berkiblat pada pendapat para ahli berikut ini : 1) Sutrisno Hadi (2001: 221) menyebutkan bahwa “Sampel adalah bagian objek yang diteliti untuk menetapkan besarnya sampel, langkah yang dilakukan adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100 maka sampel yang diambil adalah 20% sampai 25%”. 2). Menurut suharsimi Arikunto (1998:120) menyatakan bahwa “Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya lebih besar dari 100 diambil antara 1015% atau 20-25% atau lebih…”. Untuk menetapkan besarnya sampel dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada pendapat Sutrisno Hadi (1994:221), "Sampel adalah sebagian objek yang diteliti, untuk menetapkan besarnya sampel, langkah-langkah yang dilakukan adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100, maka sampel yang diambil 20% sampai 25%". Populasi dalam penelitian ini ialah siswa kelas XI IPS di SMA N 3 Surakarta. Peneliti menetapkan besarnya sampel 25% dari jumlah siswa kelas XI IPS di SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 40 siswa. Jumlah sampel tersebut diperoleh berdasarkan penghitungan 25% dari 160.
D. Teknik Pengumpulan Data Data merupakan faktor penting dalam suatu penelitian. Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh suatu data atau keterangan yang benar dan dapat dipercaya. Untuk dapat mencapai syarat validitas dan reliabilitas dalam suatu penelitian maka diperlukan cara atau teknik pengumpulan dam yang tepat. Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, dengan maksud agar teknik satu dapat melengkapi teknik yang lain karena mengingat setiap teknik mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing.. Sesuai dengan variabel dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua teknik yaitu teknik utama dan bantu. 1. Teknik utama pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Angket b. Dokumentsi, 2. Teknik bantu yang digunakan dalam penelitian adalah : a. Observasi Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut
1. Metode utama a. Metode Angket atau kuesioner 1) Pengertian angket Angket atau kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada subjek penelitian yang memperoleh jawaban atau tanggapan secara tertulis seperlunya. Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Maksud
serta tujuan penelitian akan mempunyai pengaruh terhadap materi serta bentuk pertanyaan yang ada dalam angket atau kuesioner. a.) Menurut Sumadi Suryabrata (1990:15), "Angket adalah daftar pertanyaan yang harus dijawab dan atau daftar isian yang harus diisi yang berdasarkan kepada sejumlah subyek, dan berdasar atas jawaban dan atau isian itu penyelidik mengambil kesimpulan mengenai subyek yang diselidiki", Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa angket merupakan suatu teknik pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan dari seorang peneliti yang diberikan kepada informan untuk dijawab atau diisi yang berdasarkan kepada sejumlah obyek, kemudian setelah itu penyelidik mengambil kesimpulan atas subyek yang diteliti tersebut b.) Menurut Sanafiah Faisal (1981: 2)” Angket adalah alat pengumpulan data berisi daftar pertanyaan secara tertulis ditujukan kepada subyek atau responden peneliti”. Maksud dari pendapat diatas adalah bahwa angket merupakan suatu bentuk alat pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden atau informan maupun subyek penelitian Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa angket adalah sejumlah daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden dijawab sesuai dengan kenyataan yang ada. Angket digunakan untuk mendapatkan informasi keterangan, tanggapan atau hal-hal lain yang diketahui responden. 2) Jenis-jenis angket Teknik angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan tertulis untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan tentang hal-hal yang diketahui oleh responden. Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Angket atau kuesioner dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Apabila dilihat dari cara penyampaiannya menurut Suharsimi Arikunto (2002: 140) mengemukakan macam-macam angket, antara lain
(1) Dipandang dari cara menjawabnya, ada: (a.) Angket terbuka, yang memberi kapada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. (b.) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga responden tinggal memilih. (2) Dipandang dari bentuknya, angket dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : (a.) Angket pilihan ganda, sebuah pertanyaan disusun dengan berbagai kemungkinan jawaban, responden diminta memilih salah satu dari beberapa pilihan jawaban. (b.) Angket isian, sebuah pertanyaan ditulis dalam kalimat pertanyaan atau perumusan dan ada beberapa kalimat yang dihilangkan. (c.) Angket chek list, sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan tanda chek (V) pada kolom yang sesuai. (d.) Rating skale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkat, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. (3) Dipandang dari jawaban yang diberikan, yaitu: (a.) Angket langsung, Angket ini diberikan secara langsung kepada responden yang dimintai informasi tentang dirinya, dapat berupa tanggapan pribadi, keyakinan, minat dan sebagainya (b.) Angket tidak langsung, Angket ini diberikan kepada responden untuk menilai keadaan psikis orang lain. Responden tidak memberikan jawaban secara langsung mengenai keadaan dirinya tetapi menjelaskan keadaan orang lain Berdasar uraian di atas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk angket tertutup dan angket langsung dimana daftar pertanyaanya dijawab oleh responden sendiri dengan memilih alternatif jawaban yang sudah tersedia. Adapun alasan penggunaan bentuk angket tertutup dan angket langsung adalah a.) Angket tertutup, karena apabila dipandang dari cara menjawabnya, dalam penelitian ini penulis telah menyediakan alternatif jawaban dan responden tinggal mengisi dengan cara memilih jawaban yang paling tepat dan sesuai keadaan dirinya. b.) Angket langsung, karena dipandang dari cara penyampaiannya yang langsung diberikan kepada responden.
3). Kelebihan dan kelemahan angket Teknik pengumpulan data dengan metode angket memiliki kelebihan dan kelemahan. Sumadi Suryabrata (2002:75), mengemukakan ada beberapa kelebihan angket, di antaranya sebagai berikut: a.) Biaya relatif murah, karena dengan menggunakan angket lebih memungkinkan dijangkaunya sampel daerah dan respoden dalam jumlah besar. b.) Waktu dalam memperoleh data relatif singkat, dalam waktu singkat dapat diperoleh banyak data. Pengumpulan data dapat berlangsung serempak tanpa begitu tergantung pada besarnya jumlah petugas pengumpul data. c.) Untuk para pelaksana tidak dibutuhkan keahlian mengenai lapangan yang sedang diselidiki. d.) Pengumpulan data dapat dilaksanakan sekaligus terhadap subjek yang jumlahnya besar. Selain memiliki kelebihan-kelebihan seperti yang disebutkan di atas, angket/kuesioner juga memiliki beberapa kelemahan. Sutrisno Hadi (1994:187) mengemukakan bahwa kelemahan angket sebagai alat pengumpul data di antaranya dalah : a.) Unsur-unsur yang tidak disadari tidak dapat diungkap. Penggunaan angket hanya bagi sampel responden yang tergolong mampu membaca dan menulis.Untuk sampel responden yang tergolong buta huruf, praktis tidak dapat menggunakan teknik angket. b.) Besar kemungkinannya jawaban-jawaban dipengaruhi oleh keinginankeinginan pribadi. c.) Ada hal-hal yang dirasa tidak perlu dinyatakan, misalnya hal-hal : memalukan atau yang dipandang tidak penting untuk dikemukakan. d.) Kesukaran merumuskan keadaan diri sendiri kedalam bahasa. kecenderungan untuk mengkonstruksi secara logik unsur-unsur yang di kurang berhubungan secara logika. 4. Alasan penggunaan angket Alasan digunakannya angket sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah: 1.) Metode angket sangat praktis, yaitu dalam jangka waktu yang singkat dapat
memperoleh data yang banyak 2.) Menghemat waktu dan biaya 3.) Responden dapat menjawab dengan bebas sesuai dengan keadaan dirinya 5. Langkah-langkah menyusun angket a.) Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung dan tertutup yaitu berupa angket yang daftar pernyataannya langsung dikirim kepada orang yang ingin dimintai pendapat, keyakinannya atau diminta menceritakan tentang keadaan dirinya sendiri. b.) Kisi-kisi Angket Sebelum menyusun angket, terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Konsep alat ukur ini berupa kisi-kisi angket. Konsep ini dijabarkan ke dalam variabel dan indikator yang dijadikan pedoman dalam menyusun item-item angket sebagai instrumen pengukuran. c.) Butir Angket Penyusunan butir-butir sebagai alat ukur didasarkan pula kisi-kisi angket yang telah dibuat sebelumnya. Setelah indikator ditetapkan, kemudian dituangkan kedalam butir-butir angket yang terdiri butir positif dan butir negatif. d.) Prosedur Penyusunan Angket Mengenai prosedur yang penulis tempuh dalam penyusunan angket adalah: (1.) Menetapkan tujuan Dalam penelitian ini tujuan penyusunan angket ini adalah untuk memperoleh data tentang pola asuh orang tua, pergaulan peer group dan perilaku siswa (2.) Menetapkan aspek yang ingin diungkap Untuk memperjelas aspek yang ingin diungkap maka digunakan kisikisi angket. Kisi- kisi instrument diperlukan untuk memperjelas serta
mempermudah pembuatan item- item instrument. Pembuatan kisi- kisi dalam instrument ini disesuaikan dengan indikator- indikator yang sudah ditentukan sebelumnya dan disesuaikan dengan lingkup masalah dan tujuan yang hendak dicapai (3.) Menentukan jenis dan bentuk angket Dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket langsung tertutup. Alasan digunakan teknik ini adalah karena angket akan diberikan langsung kepada responden untuk diisi. Bentuk pertanyaannya adalah pertanyaan tertutup agar memudahkan responden untuk memilih jawaban yang telah disediakan dan membatasi jawaban yang akan diberikan oleh responden sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (4.) Menyusun Item Angket Angket tersusun atas item-item terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dengan mengacu pada kisi-kisi angket. Instrumen yang dibagikan dapat disusun dengan langkah sebagai berikut : (a.) Membuat item- item pertanyaan. (b.) Membuat surat pengantar angket. (c.) Menyusun petunjuk dan pedoman pengisian angket. (5.) Menentukan Skor Setelah angket disusun maka, kemudian akan disusun skor dari masing masing jawaban. Dalam penelitian angket ini, setiap item mcmpunyai alternatif jawaban dan skor antara 1 sampai 4. Dari alternatif jawaban tersebut diberikan bobot nilai sebagai berikut: Bentuk item positif (a) Alternatif jawaban A, mcmpunyai bobot nilai 4 (b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 3 (c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 2 (d) Alternatif jawaban D. mempunyai bobot nilai 1
Bentuk Item Negatif (a) Alternatif jawaban A, mempunyai bobot nilai 1 (b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 2 (c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 3 (d) Alternatif jawaban D, mempunyai bobot nilai 4 e.) Uji Coba (Try Out) Angket Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji cobakan terlebih dahulu mengenai validitas dan reliabilitasnya yaitu melalui try out. Tujuan diadakannya try out ialah agar mendapatkan angket yang benar-benar valid. Oleh karena itu instrumen penelitian perlu diuji melalui uji validitas dan reliabilitas sebelum diterapkan di lapangan. Dalam penelitian ini, try out dilakukan di SMA N 3 Surakarta pada kelas XI IPS Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 40 siswa atau lebih mudahnya satu kelas yaitu kelas XI IPS.4. Siswa yang telah mengikuti try out angket, nantinya tidak akan diikutkan dalam penelitian. Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 166) maksud diadakannya try out adalah sebagai berikut : 1) Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya. 2) Untuk meniadakan penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik, atau kata-kata yang menimbulkan kecurigaan. 3) Untuk memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilewati atau hanya menimbulkan jawaban-jawaban yang dangkal. 4) Untuk menambah item yang sangat perlu atau meniadakan item yang ternyata tidak relevan dengan tujuan research. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan tryout angket ini adalah: 1) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bermakna ganda dan tidak jelas. 2) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan 3) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti oleh responden 4) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan penelitian.
Selain beberapa maksud diadakannya try-out seperti yang disebutkan di atas, tujuan diadakan try-out terhadap angket adalah untuk mengetahui kelemahan angket yang disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui sejauh mana responden mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tersebut, serta untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan reabilitas. 1) Uji validitas angket Menurut Nasution ( 2003 : 74 ) suatu alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Dengan kata lain, validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan hal yang akan diukur. Dalam hal ini menggunakan teknik validitas internal yaitu korelasi antara skor dengan skor total untuk menghitung besarnya koefisien korelasi menggunakan teknik product momen dengan rumus: rxy
=
{nSC
nSCU - (SC )(SU ) 2
{
- (SC ) nSU 2 - (SU ) 2
2
}} (Saifuddin Azwar, 2002: 19)
Keterangan: rxy
= koefisien korelasi antara variable X dan Y
å X = Jumlah skor dalam sebaran X å Y = Jumlah skor dalam sebaran Y å XY = Jumlah perkalian skor X dan skor Y yang berpasangan å X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X 2
åY n
2
= Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y = Jumlah subyek Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kriteria pengujian adalah valid, sebaliknya jika ρ > 0,05 maka kriteria pengujian dinyatakan tidak valid.
2) Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran sampel konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk
menghitung korelasi
reliabilitas digunakan rumus
alpha cronbach sesuai rumus Saifuddin Azwar (2002: 78) sebagai berikut : 2 é k ùé ås b ù r11 = ê 1 ú úê s t2 úû ë (k - 1) û êë
Keterangan: r11
: Reliabilitas instrument
k
: Banyaknya butir pernyataan/banyaknya soal
s b2
: Varians butir
s t2
: Varians total Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kriteria pengujian adalah reliabel, sebaliknya jika ρ > 0,05 maka kriteria pengujian dinyatakan tidak reliabel. Uji coba atau try out dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 15 September 2009 dengan jumlah responden sebanyak 25 siswa. Berdasarkan hasil uji coba angket tersebut kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut : 1) Uji Validitas Untuk menghitung uji validitas digunakan rumus koefisien korelasi product moment. a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan menunjukkan bahwa dari 50 item soal didapat 46 soal yang valid dan 4 butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan
valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 4 ,5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 49, 50 dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor 42, 46, 47, 48. Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,05. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman . b) Variabel Peer group (X2) Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan menunjukkan bahwa dari 62 item soal didapat 47 soal yang valid dan 15 butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 46, 48, 50 dan 60. dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor 44, 45, 47, 49, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 61, 62. Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,05. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman . c) Variabel Sikap (Y) Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan menunjukkan bahwa dari 50 item soal didapat 46 soal yang valid dan 4 butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 4 ,5 , 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 , 20 , 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 42, 44, 45, 46, 48, 49 dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor 40, 41, 43, 47 . Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,05. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman .
2) Uji Reliabilitas Untuk menghiting reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach dari Saifuddin Azwar (1997: 78). a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan diperoleh rtt = 0,973. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.973 > 0,000 maka item soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman . b) Variabel pergaulan peer group (X2) Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan diperoleh rtt = 0.970. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.970 > 0,000 maka item soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 125. c) Variabel Sikap (Y) Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan diperoleh rtt = 0.943. Karena rtt > rtab5% yaitu 0.943 > 0,000 maka item soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10
halaman 130. Dari hasil uji coba yang dilakukan maka ada beberapa perbaikan,
diantaranya adalah pembagian atau pemecahan X1 yaitu Pola Asuh Orang Tua menjadi Pola Asuh Ayah (X1a)dan Pola Asuh Ibu (X1b). Namun untuk X2 dan Y tetap.
b. Metode dokumentasi Selain angket atau kuesioner, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi. Suharsimi Arikunto (1998: 236) menjelaskan metode dokumentasi adalah “Mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan notulen”. Dokumen dalam hal ini untuk memperoleh nama dan daftar kelas dari siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Alasan peneliti menggunakan teknik dokumentasi adalah:
1) Lebih mudah mendapatkan data, karena data sudah tersedia dan menghemat waktu. 2) Data yang diperoleh dapat dipercaya dan mudah menggunakannya. 3) Pada waktu yang relatif singkat dapat diperoleh data yang diinginkan 4). Data dapat ditinjau kembali jika diperlukan
2. Metode Bantu
a. Metode observasi Teknik observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian dan mencatat fenomena yang diselidiki melalui penglihatan dan pengamatan. ". Teknik observasi yang dilakukan dalam penelitian adalah observasi langsung yaitu peneliti secara langsung melakukan pengamatai lokasi mengenai kejadian atau peristiwa yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat, namun peneliti tidak ikut serta dalam proses yang menjadi kajian penelitian. Metode ini hanya digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran umum wilayah penelitian.
3. Identifikasi Variabel a. Variabel Dependen (Tergantung) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi. Variabel dependen ini merupakan variabel yang tergantung dengan variabel yang lainnya, Dalam suatu penelitian, variabel dependen merupakan hasil dari variabel yang menyebabkan. Jadi Variabel dependen merupakan objek dari studi atau penelitian. Dalam penelitian ini variabel dependen disimbolkan dengan Y yaitu sikap siswa b. Variabel Independen (Bebas) Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi., Variabel independen tidak dipengaruhi oleh variabel lain tetapi yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab. Variabel independen merupakan variabel yang memanipulasi atau variabel yang tidak dapat dimanipulasi. Jadi, Variabel independen merupakan subjek studi atau penelitian. Dalam penelitian ini variabel independen disimbolkan dengan X1 dan X2. X1 yaitu pola asuh orang tua dan X2 pergaulan peer group. 4. Sumber Data Dalam penelitian ini data mengenai pola asuh orang tua, pergaulan peer group dan sikap diambil dari siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta Tahun pelajaran 2009/2010 beserta catatan dokumen –dokumen yang ada di SMA Negeri 3 Surakarta
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus untuk mencari hubungan antar dua variabel (sebagai prediktor) dengan variabel lain (sebagai kriterium). Alasan digunakannya teknik ini adalah : 1. Karena dalam penelitian ini terdapat dua variabel predikator dan satu variabel kriterium, 2. Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus dapat mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut. Sesuai dengan teknik yang digunakan, peneliti menggunakan dasar dalam analisis dengan pedoman sebagai berikut : Kaidah Uji Hipotesis Menggunakan Komputer : Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan Jika ρ (probabilitas) < 0,15 = cukup signifikan Jika ρ (probabilitas) < 0,30 = kurang signifikan Jika ρ (probabilitas) > 0,30 = tidak signifikan Kaidah Uji Hipotesis Konvensional (Menggunakan Tabel Signifikansi) : Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan Jika ρ (probabilitas) > 0,05 = tidak signifikan Dalam uji butit tes menggunakan signifikansi ρ < 0,05. Langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk menguji persyaratan analisis regresi ganda adalah : 1. Uji Prasyarat Analisis 2. Uji Hipotesis 1.Uji Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut: X2
=
æ f 0 - fh ö ÷ fh ø
å çè
(Sutrisno Hadi 2001: 346) Keterangan: X2
= Chi-kuadrat
fh
= frekuensi yang diharapkan dalam sampel
fo
= frekuensi yang diharapkan dalam populasi
Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, sebaliknya jika ρ < 0,05 maka data yang dipeoleh berdistribusi tidak normal b. Uji Linieritas Uji linearitas variabel X1 terhadap Y, dan X2 terhadap Y adalah untuk mengetahui tingkat kelinieran data atau untuk mengetahui bahwa setiap peningkatan variabel X juga diikuti dengan variabel Y, dengan penetapan hargaharga : 1) JK (G)
2 æ ( Y) å 2 ç = å åY ç ni Xi è
ö ÷ ÷ ø
2) JK (TC)
= JK (S) – JK (G)
3) dk (TC)
=k–2
4) dk (G)
=n–k
5) RJK (TC)
=
JK (TC ) dk (TC )
6) RJK (G)
=
JK (G ) dk (G )
(Sudjana, 1996: 15 – 22) Keterangan: JK (G)
: Menyatakan jumlah kuadrat galat
JK (TC)
: Menyatakan jumlah kuadrat tuna cocok
dk
: Derajad kebebasan (setiap variabel mempunyai derajat berbeda-beda) Untuk tuna cocok (TC)
:k–2
Untuk galat
:n–k
RJK (TC)
: Menyatakan varian (rerata) kuadrat tuna cocok
RJK (G)
: Menyatakan varian (rerata) kuadrat galat
Jika ρ > 0,05 maka dapat disimpulkan korelasinya linier, sebaliknya jika ρ < 0,05 maka korelasinya tidak linier. 2. Uji Hipotesis Setelah uji prasyarat telah terpenihi, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis yang telah diajukan. Uji hipotesis ini menggunakan uji regresi ganda. Adapun alngkahlangkah dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua : rC1U =
{nSC
nSC1 U - (SC1 )(SU ) 2
}{
- (SC1 ) nSU 2 - (SU ) 2
1
2
} (Sutrisno Hadi, 2001: 4)
Keterangan:
n
: Menyatakan jumlah data observasi
X
: Variabel prediktor
Y
: Variabel kriterium
rX 1Y
: Koefisien korelasi X1 dan Y
rX 2Y
: Koefisien korelasi X2 dan Y
b. Uji Hipotesis Ketiga ry(1,2)
=
a 1 å x1 y + a 2 å x 2 y
åy
2
Sutrisno Hadi (2001: 25), Keterangan: ry(1,2)
= Koefisien korelasi antara X1 dan X2 dengan Y
a1
= koefisien prediktor X1
a2
= koefisien prediktor x2
S xiy
= jumlah produk antara xi dan y
S x2 y
= jumlah produk antara X2 dan y
S y2
= jumlah kuadrat kriterium Y Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh korelasinya signifikan, sebaliknya
jika ρ < 0,05 maka data yang dipeoleh korelasinya tidak signifikan. c. Langkah selanjutnya adalah mengadakan uji siginifikansi atau keberartian antara kriterium dengan prediktor-prediktornya. Uji signifikansi menggunakan rumus : F=
R2 / k 1 - R 2 / (n - k - 1)
(
)
(Sudjana, 1996: 75) Keterangan : F = Harga garis regresi n = Ukuran sampel K = Banyaknya fariabel bebas R = Koefisien korelasi antara kriterium dengan prediktornya.
Jika ρ > 0,05 maka signifikan, sebaliknya jika ρ < 0,05 maka tidak signifikan.
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Sesuai dengan variable-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, untuk menguji hipotesis maka diperlukan data yang diperoleh dari penelitian, data yang diperoleh meliputi tentang : deskripsi wilayah penelitian dan hasil penelitian. Adapun penjelasan dari masing-masing data yang diperoleh tersebut adalah sebagai berikut: 1. Deskripsi Wilayah Penelitian Deskripsi wilayah penelitian digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Dalam hal ini adalah menggambarkan atau melukiskan keadaan wilayah penelitian yaitu SMA Negeri 3 Surakarta yang beralamat di jalan Prof W.Z Yohanes 58 kerkop Surakarta. Dengan subyek penelitian siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010, data yang diperoleh meliputi : a. Sejarah singkat SMA N 3 Surakarta b. Visi dan Misi SMA N 3 Surakarta. Adapun Penjelasan dari masing-masing data yang diperoleh tersebut adalah sebagai berikut: a. Sejarah singkat SMA N 3 Surakarta 1. Sejarah lahir dan perkembangan tanggal 3 Nopember 1943 berdiri Sekolah Menengah Tinggi (SMT) yang berlokasi di Manahan dengan Kepala Sekolah Mr. Widodo Sastrodiningrat. 2. Tanggal 15 Desember 1949, SMT Manahan diganti namanya menjadi SMA Negeri A/B Margoyudan yang terdiri dari : a. SMA Negeri A/B I (masuk pagi) b. SMA Negeri A/B II (masuk siang untuk para pejuang)
Dengan Kepala Sekolah Bapak Soepandam. 3. Tanggal 17 Agustus 1951, SMA Negeri A/B Bagian Malam diganti namanya menjadi SMA Negeri A/B I Bagian Malam. Jadi ada 3 (tiga SMA Negeri A/B, yaitu : a. SMA Negeri A/B I b. SMA Negeri A/B II c. SMA Negeri A/B I Bagian Malam Dengan Kepala Sekolah waktu itu Bapak Soepandam. 4. Tanggal 1 Agustus 1956, SMA Negeri A/B Bagian Malam diubah namanya menjadi SMA Negeri A/B III. Dengan Kepala Sekolah Bapak Soepandam. 5. Tanggal 1 Agustus 1958 ketiga SMA Negeri A/B itu diubah namanya dari : a. SMA Negeri A/B I menjadi SMA Negeri I B (Ilmu Pasti Alam). Kepala Sekolah Bapak Soepandam. b. SMA Negeri A/B II menjadi SMA Negeri II A (Sastra). Kepala Sekolah Bapak Parjatmo. c. SMA Negeri A/B III menjadi SMA Negeri III B (Ilmu Pasti Alam), yang sekarang dikenal dengan nama SMA Negeri 3 Surakarta. Kepala Sekolah Bapak Roespandji Atmowirogo. (Tanggal 1 Agustus 1958 tersebut diresmikan menajdi lahirnya SMA Negeri 3 Surakarta). 6. Tanggal 30 Januari 1967, SMA Negeri 3 Surakarta pindah dari lokasi Margoyudan 56 Solo ke Jalan Warungmiri 90 (sekarang Jalan Laksamana RE martadinata 143), menempati bekas Gedung SD Sin Tjung. 7. Tahun 1975 mendapat lokasi di Jalan Belik Jagalan, sekarang dikenal dengan Jalan Prof. WZ Johanes 58 Kerkop Surakarta. 8. Tanggal 7 Maret 1997, SMA Negeri 3 Surakarta berubah namanya menajdi SMU Negeri 3 Surakarta berdasarkan Keputusan Mendikbud RI dengan Nomor 035/0/1997 tanggal 7 Maret 1997 tentang Perubahan Nomenklatur SMA menjadi SMU serta Organisasi dan Tata Kerja SMU.
9. Tanggal 8 Juli 2003, SMU Negeri 3 Surakarta kemabli menjadi SMA Negeri 3 Surakarta, menurut Undang-undang RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adapun Nama-nam kepala sekolah SMA N3 Surakarta antara lain adalah sebagai berikut: 1. Bapak Soepandam 2. Bapak Roespandji Atmowirogo 3. Bapak R Soemitro 4. bapak Drs. Singih Prawoto 5. bapak Soeyono 6. Bapak Drs. Sri Waloejo Mangoendikoro 7. Bapak Soegiman 8. Bapak Soekiman 9. Bapak Drs. Kuswanto, MM 10. Bapak Drs. H. Sonarso, MM 11. Bapak Ngadiyo,M.Pd b. Visi dan Misi SMA N 3 Surakarta 1. VISI Visi SMA Negeri 3 Surakarta adalah “Widya Karma Jaya” artinya unggul dalam ilmu dan perbuatan/budi perkerti. Visi ini sudah ditetapkan pada tanggal 2 Januari 1967, yang pada saat itu dikenal dan diakui sebagai motto SMA Negeri 3 Surakarta. 2. MISI Misi SMA Negeri 3 Surakarta adalah mengahasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan sekolah lain, untuk masuk ke Perguruan Tinggi bermutu. Untuk mewujudkan misi tersebut, dilakukan dengan cara : 1. Meningkatkan kedisiplinan siswa, guru dan staf tata usaha. 2. Meningkatkan kualitas bidang akademis (pembelajaran). 3. Meningkatkan kualitas SDM sekolah.
4. meningkatkan kualitas bidang non akademis yang meliputi (kegiatan ekstrakulikuler seperti olah raga, kesenian, keorganisanian dan lain-lain).
2. Data Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group (X2) dengan Perilaku (Y) siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010, meliputi tiga macam data yaitu : 1. Pola Asuh Orang Tua yang berasal dari data skor angket responden 2. Pergaulan Peer Group yang berasal dari data skor angket responden 3. Perilaku yang berasal dari data skor angket responden Ketiga data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini : a. Deskripsi Data Tentang Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X1). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada ( lampiran 9 halaman 178 ). Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut : 1. Skor Tertinggi
= 180,00
2. Skor Terendah
= 117,00
3. Mean
= 133,35
4. Median
= 134,18
5. Modus
= 136,00
6. SB
= 10,75
7. SR
= 6,04 Adapun distribusi frekuensi data pola asuh orang tua dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1) Variant
f
fx
fx2
f%
fk%-naik
116,5-129,5
11
1.346,00
164.858.,00
27,50
27,50
129,5-142,5
25
3.370,00
454.588,00
62,50
90,00
142,5-155,5
3
438,00
63.948,00
7,50
97,50
155,5-168,5
0
0,00
0,00
0,00
0,00
168,5-181,5
1
180,00
32400,00
2,50
100,00
Total
40
5.334,00
715.794,00
100,00
-
Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pola Asuh Orang Tua maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati interval 129,5-142,5 dengan prosentase kelas 62,50%; kemudian diikuti oleh interval 116,5-129,5 dengan prosentase 27,50%, kemudian diikuti oleh interval 142,5-155,5 dengan prosentase 7,50%, kemudian diikuti lagi oleh interval 168,5-181,5 dengan prosentase 2,50%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada interval 155,5-168,5 dengan prosentase kelas 0,00%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :
Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua
Berdasarkan grafik histogram data X1 diketahui bahwa frekuensi data pola asuh orang tua yang tertinggi terletak pada interval 129,5-142,5 dengan jumlah 25 orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 155,5-168,5 dengan jumlah 0 orang.
b. Deskripsi Data Tentang Pergaulan Peer Group Pergaulan Peer Group dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X2). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada ( lampiran 9 halaman 180 ). Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut 1. Skor Tertinggi
= 155,00
2. Skor Terendah
= 125,00
3. Mean
= 144,58
4. Median
= 145,00
5. Modus
= 2 modus
6. SB
= 6,51
7. SR
= 5,15 Adapun distribusi frekuensi data Pergaulan Peer Group dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Pergaulan peer group (X2) Variant
f
fx
fx2
f%
fk%-naik
124,5-131,5
1
125,00
15.625,00
2,50
2,50
131,5-138,5
6
818,00
111.530,00
15,00
17,50
138,5-145,5
14
1.990,00
282.916,00
35,00
52,50
145,5-152,5
14
2.079,00
308.765,00
35,00
87,50
152,5-159,5
5
771,00
118.893,00
12,50
100,00
Total
40
5.783,00
837.729,00
100,00
-
Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pergaulan Peer Group maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati interval 145,5-152,5 dan interval 138,5-145,5 dengan prosentase 35,00%; kemudian diikuti oleh interval 131,5-138,5 dengan prosentase masing-masing kelas 15%; kemudian diikuti oleh interval 152,5-159,5 dengan prosentase 12,50%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada interval 124,5-131,5 dengan prosentase kelas 2,50%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :
Grafik Histogram Pergaulan Peer group Berdasarkan grafik histogram data X2 diketahui bahwa frekuensi data pergaulan peer group yang tertinggi terletak pada interval 145,5- 152,5 dan pada interval 138,5-145,5 dengan jumlah 14 orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 124,5-131,5 dengan jumlah 1 orang
c. Deskripsi Data Tentang Sikap Perilaku siswa dalam penelitian ini adalah variabel terikat (Y). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada ( lampiran 11 halaman 181 ). Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut
1. Skor Tertinggi
= 173,00
2. Skor Terendah
= 107,00
3. Mean
= 137,38
4. Median
= 138,00
5. Modus
= 141,50
6. SB
= 9,91
7. SR
= 6,26 Adapun distribusi frekuensi data Perilaku dapat disajikan dalam tabel
sebagai berikut : Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap ( Y ) Variant
f
fx
fx2
f%
fk%-naik
106,5-120,5
2
227,00
25.849,00
5,00
5,00
120,5-134,5
12
1.571,00
205.779,00
30,00
35,00
134,5-148,5
24
3.375,00
474.947,00
60,00
95,50
148,5-162,5
1
149,00
22.201,00
2,50
97,50
162,5-176,5
1
173,00
29.929,00
2,50
100,00
Total
40
5.495,00
758.705,00
100,00
Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Perilaku maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati interval 134,5-148,5 dengan prosentase 60,00%; kemudian diikuti oleh interval 120,5-134,5 dengan prosentase kelas 30%;
kemudian diikuti oleh interval 106,5-120,5 dengan
prosentase 5%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada interval 162,5176,5 dan pada interval 148,5-162,5 dengan prosentase kelas 2,50%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :
30
24
Frekuenzy
25 20 15
12
10 5
2
1
1
0 106,5
120,5
134,5
148,5
162,5
176,5
Interval
Grafik Histogram Sikap
Berdasarkan grafik histogram data Y diketahui bahwa frekuensi data pergaulan peer group yang tertinggi terletak pada interval 134,5-148,5 dengan jumlah 24 orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 162,5-176,5 dan 148,5-162,5 dengan jumlah 1 orang
B. Pengujian Prasyarat Analisis Data Data yang telah tersusun secara sistematis seperti pada lampiran, selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Syarat analisis data yang digunakan analisis regresi linier adalah sebaran populasi data harus berdistribusi normal dan kedua variabel bebas harus linier dengan variabel terikat. Dalam bagian ini akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut 1. Hasil uji normalitas 2. Hasil uji linieritas Hasil uji prasyarat analisis data yang telah dilakukan dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :
1. Uji Normalitas Hasil uji normalitas ini digunakan untuk menunjukkan apakah data yang dianalisis mempunyai sebaran ( distribusi ) normal atau tidak. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda menggunakan computer seri SPS program analisis butir ( validitas dan realiabilitas instrument) edisi : Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN, pengujian ini meliputi: 1. Kriteria pengujian persyaratan normalitas 2. Uji normalitas pola asuh orang tua 3. Uji normalitas pergaulan peer group 4. Uji normalitas Sikap a. Kriteria Pengujian Persyaratan Normalitas Sebelum menguji normalitas dari masing-masing variable, perlu membuat kriteria persyaratan normalitas sebagai berikut: Ho : Distribusi data hasil penelitian tidak berbeda dengan distribusi teoritik artinya data berdistribusi normal Ha : Distribusi data hasil penelitian berbeda dengan distribusi teoritik artinya data berdistribusi tidak normal Untuk menetapkan normal atau tidaknya distribusi data digunakan kriteria sebagai berikut Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi normal Jika ρ < 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal. b. Uji normalitas pola asuh orang tua Pada uji normalitas X1 (pola asuh orang tua), langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X1 (lampiran 12 halaman 183 ). Kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan tabel tersebut adalah :
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Pola Asuh Orang Tua (X1) Klas
fo
fh
Fo-fh
(fo-fh)
(fo-fh) fh
10
1
0,33
0,67
0,45
1,38
9
0
1,11
-1,11
1,23
1,11
8
0
3,17
-13,17
10,04
3,17
7
6
6,37
-0,37
0,14
0,02
6
11
9,03
1,97
3,89
0,43
5
13
9,03
3,97
15,78
1,75
4
5
6,37
-1,37
1,87
0,29
3
4
3,17
0,83
0,69
0,22
2
0
1,11
-1,11
1,23
1,11
1
0
0,33
-0,33
0,11
0,33
Total
40
40,00
0,00
-
9,80
Rerata
= 133,350
Chi Kuadrat = 9,801
S.B = 10,784 db = 9 P
= 0,367
Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X1 diatas diperoleh hasil sebagai berikut: χ2 = 9,801 ρ = 0,367 Hasil tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,05 yaitu 0,367 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berdasarkan populasi data yang berdistribusi normal.
c. Uji normalitas Pergaulan Peer Group Pada uji normalitas X2 (pergaulan Peer Group), langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X2 (lampiran 12 halaman 184 ). Kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan tabel tersebut adalah :
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Pergaulan peer group (X2) Klas
fo
fh
Fo-fh
(fo-fh)
(fo-fh) fh
10
0
0,33
-0,33
0,11
0,33
9
0
1,11
-1,11
1,23
1,11
8
5
3,17
1,83
3,36
1,06
7
8
6,37
1,63
2,66
0,42
6
8
9,03
-1,03
1,06
0,12
5
7
9,03
-2,03
4,11
0,46
4
7
6,37
0,63
0,40
0,06
3
4
3,17
0,83
0,69
0,22
2
0
1,11
-1,11
1,23
1,11
1
1
0,33
0,67
0,45
0,33
Total
40
40,00
0,00
-
1,38
Rerata
= 144,575
Chi Kuadrat = 6,252
S.B = 6,508 db = 9 P
= 0,714
Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X2 diatas diperoleh hasil sebagai berikut: χ2 = 6,252 ρ = 0,714
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,05 yaitu 0,714 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berdasarkan populasi data yang berdistribusi normal. c. Uji normalitas sikap Pada uji normalitas Y (sikap), langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel Y (lampiran 12 halaman 185 ). Kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan tabel tersebut adalah : Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Perilaku ( Y ) Klas
fo
fh
Fo-fh
(fo-fh)
(fo-fh) fh
10
1
0,33
0,67
0,45
1,38
9
0
1,11
-1,11
1,23
1,11
8
0
3,17
-3,17
10,04
3,17
7
8
6,37
1,63
2,66
0,42
6
13
9,03
3,97
15,78
1,75
5
10
9,03
0,97
0,94
0,10
4
6
6,37
-0,37
0,14
0,02
3
1
3,17
-2,17
4,70
1,48
2
0
1,11
-1,11
1,23
1,11
1
1
0,33
0,67
0,45
1,38
Total
40
40,00
0,00
Rerata
= 137,375
Chi Kuadrat = 11,913
11,91
S.B = 9,909 db = 9 P
= 0,218
Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel Y diatas diperoleh hasil sebagai berikut: χ2 = 11,913
ρ = 0,218 Hasil tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,05 yaitu 0,218 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berdasarkan populasi data yang berdistribusi normal. 2. Hasil uji Linieritas dan keberartian Dengan adanya hasil uji linieritas maka diketahui apakah ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS program analisis butir ( validitas dan realibilitas instrumen) edisi Prof Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN, pengujian ini meliputi: a. Kriteria Pengujian Persyaratan Linieritas Sebelum menguji linieritas dari masing-masing variabel, perlu membuat kriteria persyaratan linieritas sebagai berikut Ho : Data hasil penelitian tidak berbeda dengan data hasil teoritik artinya linier Ha : Data hasil penelitian berbeda dengan data hasil teoritik artinya tidak linier Untuk menetapkan linier atau tidaknanya distribusi data digunakan kriteria sebagai berikut Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi normal Jika ρ < 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal b. Uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap , diperoleh ρ = 0,108 dan F = 2,660. Karena ρ > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan perilaku mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Rangkuman Uji Linieritas X1 terhadapY Sumber
Derajat
R2
db
Var
F
ρ
Regresi
ke 1
0,368
1
0,368
22,102
0,000
0,632
38
0,017
--
--
Residu Regresi
ke 2
0,410
2
0,205
12,864
0,000
Beda
ke 2 – ke
0,042
1
0,042
2,660
0,108
residu
1
0,590
37
0,016
--
--
Korelasinya Linier
Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pergaulan peer group
dengan
Perilaku adalah linier dapat dilihat pada lampiran. 13 halaman 187 dalam bentuk grafik hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan sikap. c. Uji linieritas Pergaulan Peer Group dengan Sikap Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pergaulan Peer Group (X2) dengan sikap (Y) , diperoleh ρ = 0,194 dan F = 1,727. Karena ρ > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan perilaku mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X2 terhadapY Sumber
Derajat
R
db
Var
F
p
Regresi
Ke 1
0,243
1
0,243
12,213
0,002
0,757
38
0,020
--
--
Residu Regresi
Ke 2
0,277
2
0,138
7,087
0,003
Beda
Ke 2-ke1
0,034
1
0,034
1,727
0,194
0,723
37
0,020
--
--
Residu
Korelasinya Linier
Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pergaulan peer group
dengan
Perilaku adalah linier dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 169 dalam bentuk grafik hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
C. Proses Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pada dasarnya merupakan suatu langkah menguji apakah persyaratan yang telah dikemukakan dalam perumusan hipotesis diterima atau tidak. Hipotesis yang dikemukakan diterima apabila data empiris mendukung persyaratan dalam hipotesis, sebaliknya hipotesis ditolak apabila data empiris tidak mendukung persyaratan hipotesis. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS program analisis butir ( validitas dan realibilitas instrumen) edisi Prof Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN. Agar dapat diketahui hasil uji hipotesis. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis diperoleh hasil perhitungan koefisien korelasi sederhana antara X1 dengan Y dan X2 dengan Y, sebagai berikut 1. Mencari Korelasi antara Kriterium dengan Prediktor Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat tabel kerja matriks interkorelasi analisis sebagai berikut: Tabel 9. Matrik Interkorelasi r
X1
X2
Y
X1
1,000
0,417
0,606
p
0,000
0,007
0,000
X
0,417
1,000
0,493
p
0,007
0,000
0,002
Y
0,606
0,493
1,000
p
0,000
0,002
0,000
a. Korelasi antara X1 dengan Y
Ha : Ada korelasi antara pola asuh orang tua dengan Sikap Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan Sikap Setelah membuat tabel kerja pada selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai (lampiran 13 hal 171 ). Perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut rxy
= 0,606
ρ
= 0,000 Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa ρ < 0,05, maka berdasarkan
pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih kecil dari 5% (p < 0,05) b. Korelasi antara X2 dengan Y
Ha : Ada korelasi antara pergaulan peer group orang tua dengan Sikap Ho : Tidak ada hubungan antara pergaulan peer group dengan Sikap Setelah membuat tabel kerja pada selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai (lampiran 13 hal 171 ). Perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut rxy
= 0,493
ρ
= 0,002 Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa ρ < 0,05, maka berdasarkan
pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara pergaulan peer group dengan perilaku siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih kecil dari 5% (p < 0,05) c. Korelasi antara X1 dan X2 dengan Y Ha : Ada korelasi antara pergaulan peer group orang tua dengan Sikap Ho : Tidak ada hubungan antara pergaulan peer group dengan Sikap Tabel 10. Koefisien Beta dan Korelasi Parsial X
Beta (B)
SB(B)
F-Parsial
t
P
0
13,675650
1
0,447272
0,1133657
0,507
3,935
0,001
2
0,443062
0,187701
0,333
2,360
0,022
Galat Baku = 7,629 Korelasi R = 0,662 Tabel 11. Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh Sumber
JK
db
RK
f
R
P
Regresi
1,676,129
2
838,065
14,401
0,438
0,000
Penuh
1,408,216
1
1,408,216 24,198
0,368
0,000
267,913
1
267,913
0,070
0,036
Residu Penuh
2,153,246
1
58,196
Total
3,829,375
39
Variasi
Variabel X1
4,604
Variabel X2
Setelah membuat tabel kerja pada (lampiran 13
halaman 171 ),
selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus sehingga diperoleh : Rx(1,2)y
= 0,662
ρ
= 0,000
F
= 14,401
Karena ρ < 0,05, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima dengan peluang galat lebih kecil dari 5% ( p < 0,05) 2. Mencari Persamaan Garis Regresi a. Persamaan Regresi Linier Sederhana
1) Persamaan regresi linier sederhana antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Sikap (Y) Y = a + b1X1 Y = 13,675 + 0,447 (X1) Artinya 1) Konsatanta 13,675 dapat diartikan bahwa apabila tidak ada Pola Asuh Orang Tua (X1), maka Sikap (Y) yang dicapai mahasiswa sebesar 13,675 2) Koefisien regresi 0,447 X, menyatakan bahwa setiap kenaikan satu unit Pola Asuh Orang Tua (X1), maka akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar 0, 447. 2) Persamaan regresi linier sederhana antara Pola Asuh Orang Tua (X2) dengan Sikap (Y) Y = a + b2X2 Y = 13,675 + 0,443 (X2) Artinya 1) Konsatanta 13,675 dapat diartikan bahwa apabila tidak ada Pergaulan Peer Group (X2), maka Sikap (Y) yang dicapai mahasiswa sebesar 13,675
2) Koefisien regresi 0,443 X, menyatakan bahwa setiap kenaikan satu unit Pergaulan Peer Group (X2) maka akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar 0,443. b. Persamaan Regresi Linier Ganda Y = a + b1X1 +b2X2 Y = 13,675 + 0,447 (X1) + 0,443 (X2) Artinya: 1) Koefisien 13,675 menyatakan bahwa apabila tidak ada Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group (X2) yang tinggi, maka Sikap (Y) sebesar 13,675 2) Koefisien regresi X1 = 0,447 menyatakan bahwa setiap penambahan satu unit Pola Asuh Orang Tua (X1) akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar 0,447 3) Koefisien regresi X2 = 0,443 menyatakan bahwa setiap penambahan satu unit Pergaulan Peer Group (X2) akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar 0,443 Berdasarkan
pernyataan-pernyataan
tersebut
diatas
dapat
diambil
kesimpulan bahwa rata-rata sikap (Y) akan meningkat sebesar 13,675. Dalam hal ini untuk setiap peningkatan satu unit Pola Asuh Orang Tua (X1) akan meningkatkan sikap (Y) sebesar 0,447. Demikian halnya dengan Pergaulan Peer Group, setiap peningkatan satu unit Pergaulan Peer Group (X2) akan meningkatkan sikap (Y) sebesar 0,443. 3. Menentukan Sumbangan Prediktor terhadap Kriterium Penghitungan sumbangan masing-masing variabel dengan bantuan komputer paket SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/In program analisis regresi model penuh dan stepwise tergambar pada tabel perbandingan bobot prediktor model penuh sebagai berikut
Tabel 12. Perbandingan Bobot Prediktor Variabel X
Korelasi lugas ρ
r xy
Korelasi parsial r par-xy
ρ
Koefisien determinasi SD Relatif
SD
%
Efektif %
1
0,606
0,000
0,507
0,001
84,016
36,774
2
0,493
0,002
0,333
0,022
15,984
6,996
100,000
43,770
Total
Berdasarkan hasil perhitungan sumbangan masing-masing variabel, peneliti memperoleh hasil sebagai berikut: a. Sumbangan Efektif (SE) Sumbangan efektif diperlukan untuk mengetahui besarnya sumbangan murni yang diberikan masing-masing prediktor. 1) Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan efektif X1 dengan Y atau SE (X1) yaitu sebesar 36,774%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sumbangan efektif Pola Asuh Orang Tua terhadap variasi naiknya sikap yaitu sebesar 36,774% sedangkan sisanya (100,000%-36,774%) = 63,226% disebabkan oleh variabel lain yang berada diluar faktor Pola Asuh Orang Tua. Dengan kata lain, perubahan sikap ditentukan oleh Pola Asuh Orang Tua sebesar 36,774% dan perubahan sikap sebesar 63,226% ditentukan oleh variabel lain diluar variabel Pola Asuh Orang Tua (XI) 2) Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan efektif X2 dengan Y atau SE (X2) yaitu sebesar 6,996%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sumbangan efektif Pergaulan Peer Group terhadap variasi naiknya sikap yaitu sebesar 6,996% sedangkan sisanya (100,000%-6,996%) = 93,004% disebabkan oleh variabel lain yang berada diluar faktor Pergaulan Peer Group. Dengan kata lain, perubahan sikap ditentukan oleh Pergaulan
Peer Group sebesar 6,996% dan perubahan sikap sebesar
93,004%
ditentukan oleh variabel lain diluar variabel Pergaulan Peer Group (X2) 3) Berdasarkan kedua pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sumbangan efektif Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group (X2) secara bersama-sama dengan sikap (Y) atau SE (X1+X2) sebesar 43,770%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sumbangan efektif (SE) Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group secara bersama-sama terhadap variasi naiknya sikap sebesar 43,770%, sedangkan sisanya (100,000%-43,770%) = 56,23% disebabkan oleh variabel lain yang berada diluar variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Variabel Pergaulan Peer Group (X2) yang kurang tinggi b. Sumbangan Relatif (SR) Sumbangan relatif diperlukan untuk mengetahui besarnya sumbangan masing-masing prediktor (X) terhadap kriterium (Y). 1) Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa sumbangan relatif X1 dengan Y atau SR% (X1) sebesar 84,016%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa secara relatif Pola Asuh Orang Tua memberikan sumbangan sebesar 84,016% bagi naiknya variabel sikap 2) Berdasarkan ketenrangan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan relatif X2 dengan Y atau SR% (X2) sebesar 15,984%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa secara relatif variabel Pergaulan Peer Group memberikan sumbangan sebesar 15,984% bagi naiknya variabel sikap 3) Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan relatif XI dan X2 dengan Y atau SR% (X1+X2) sebesar 84,016%+15,984% = 100,000%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa secara relatif Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group memberikan sumbangan sebesar 100,000% bagi naiknya sikap.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai berikut : 1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Sikap (Y) 2. Hubungan antara Pergaulan Peer Group(X2) dengan Sikap (Y) 3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group (X2) dengan Sikap (Y) Adapun penjelasan dari masing-masing pembahasan hasil analisis data diatas adalah sebagai berikut : 1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Sikap (Y) Hipotesis yang berbunyi ” Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap sikap pada siswa kelas XI SMA IPS Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010” diterima karena ρ < 0,05 . Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada korelasi rx1y sebesar 0,606 dan ρ = 0,000. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Dikatakan memiliki hubungan positif yang signifikan
karena semakin tepat orang tua
memberikan pola asuh yang sesuai dengan situasi dan kondisi remaja maka perilaku remaja akan semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua memiliki hubungan dengan
perilaku pada siswa kelas XI SMA Negeri 3
Surakarta. Baik pola asuh otoriter, laissez faire maupun demokratis sangat berhubungan bagi terbentuknya sikap pada siswa Dengan demikian pola asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat membentuk sikap yang positif yaitu perilaku yang tidak melanggar nilai-nilai dan normanorma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Hubungan antara Pergaulan Peer Group (X2) dengan Sikap (Y) Hipotesis yang berbunyi ” Ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group terhadap sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010” diterima karena ρ < 0,05 . Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada korelasi rx2y sebesar 0,493 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Dikatakan memiliki hubungan yang positif karena apabila seorang remaja dapat memilih dengan tepat dalam pergaulan dengan teman sebayanya maka perilaku seorang remaja tersebut akan meningkat ke arah yang positif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pergaulan seorang remaja dalam peer groupnya memiliki hubungan dengan terbentuknya perilaku. Hal ini dapat terlihat pada saat ini banyak remaja yang berperilaku melanggar norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena remaja tersebut terpengaruh atau terbawa oleh teman pergaulannya. Bila teman dalam peer group masih menjaga nilai dan norma masyarakat maka akan menumbuhkan sikap yang positif. 3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan peer group (X2) dengan Sikap (Y) Hipotesis yang berbunyi ” Ada hubungan positif yang signifikan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group terhadap sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010” diterima karena ρ < 0,05 . Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis koefisien korelasi ganda Ry(x1,2) = 0,662, ρ = 0,000 dan F = 14,401. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dan pergaulan peer group secara bersama-sama mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Ini berarti bahwa semakin
baik pola asuh orang tua yang diikuti dengan memilih pergaulan teman sebaya yang baik maka semakin baik pula sikap siswa dan sebaliknya, semakin buruk pola asuh orang tua yang diikuti dengan memilih pergaulan teman sebaya yang buruk maka semakin buruk pula sikap siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua dan pergaulan peer group memiliki hubungan dengan perilaku pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dan pergaulan peer group secara bersama-sama mempunyai hubungan positif dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Faktor pola asuh orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak juga dapat menyebabkan terbentuknya perilaku pada remaja. Bentuk-bentuk pola asuh yang diterapkan pada anak baik itu otoriter, liberal maupun demokratis harus disesuaikan dengan kondisi dan kepribadian anak agar mendorong anak untuk membentuk sikap yang positif. Selain karena faktor pola asuh orang tua, sikap yang positif dapat terbentuk karena adanya pergaulan yang baik dari seorang remaja dalam peer groupnya
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa rx1y = 0,606 dan ρ = 0,000. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ρ < 0,05 maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) diambil kesimpulan Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010, sehingga pola asuh yang diterapkan pada anak baik otoriter, permisife dan demokratis sangat berhubungan dengan sikap pada siswa SMA. Siswa yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya maka akan memiliki sikap yang positif, karena pola asuh yang baik dan harmonis kepada anak akan menciptakan situasi dan kondisi yang akan mendorong anak untuk memiliki sikap yang positif. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa rx2y = 0,493 dan ρ = 0,002. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ρ < 0,05 maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) diambil kesimpulan Ha diterima dan Ho ditolak Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010, sehingga pergaulan peer group mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku pada siswa SMA. Siswa yang memiliki pergaulan peer group yang menjaga nilai dan norma masyarakat maka akan cenderung memiliki sikap yang positif. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Ry(x1,2)
= 0,662 , ρ = 0,000 dan F = 14,401. Dari hasil tersebut
diketahui bahwa ρ < 0,05 maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut
Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) diambil kesimpulan Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun 2009/2010. Siswa yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya dan memiliki pergaulan peer group yang menjaga nilai dan norma masyarakat maka akan cenderung memiliki sikap yang positif.
B. IMPLIKASI Adanya hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa, memberikan gambaran pada orang tua siswa untuk lebih memperhatikan hubungan keluarga dengan menerapakan pola asuh yang sesuai dengan kondisi siswa. Sehingga tercipta suasana yang mendukung siswa untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Apabila dalam keluarga dengan pola asuh yang diterapkan sesuai dengan suasana yang kondusif maka merupakan langkah awal dalam proses pembentukan perilaku dalam diri siswa. Orang tua juga harus memberikan perhatian yang cukup agar siswa tidak mencari perhatian di luar rumah yang akan membentuk sikap yang negatif. Dalam sebuah keluarga orang tua berperan sebagai pemimpin bagi anak-anaknya. Pemimpin yang baik harus dapat bertindak sebagai teman bagi anak namun tetap menjaga kewibawaan sebagai orang tua agar anak bersikap hormat dan patuh pada orang tua. Selain hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa, adanya hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan sikap, memberikan gambaran bagi siswa untuk bergaul dengan temanteman usia sebaya baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang positif dalam peer group maka diharapkan siswa menciptakan suasana pergaulan yang akrab, selaras, serasi, harmonis dan dinamis dengan tidak melanggar aturan yang berlaku di masyarakat, serta mampu menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan norma
tersebut. Suatu kelompok sebaya (peer group) menimbulkan hubungan timbal balik bagi para anggotanya. Semua perilaku yang baik maupun yang buruk akan mudah ditiru oleh anggota kelompok. Jika yang ditiru adalah perilaku yang baik maka akan bermanfaat dan tidak menimbulkan masalah, namun jika yang ditiru adalah perbuatan yang buruk, maka menyebabkan terbentukya sikap yang melanggar aturan. Dengan memperhatikan seluruh faktor-faktor yang dapat membentuk sikap pada siswa, memberikan implikasi bahwa terbentuknya perilaku pada siswa tidak hanya berasal dari keluarga khususnya pada pola asuhnya saja tetapi juga dari faktor pergaulan peer groupnya. Orang tua perlu membina dan menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif dalam keluarga dengan menerapkan pola asuh yang sesuai dengan perkembangan dan kondisi siswa. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola asuh yang sesuai dengan kondisi anak akan menciptakan sikap yang positif sebaliknya pola asuh orang tua yang salah akan membentuk sikap yang negatif yang akan merugikan diri siswa dan keluarga. Selain itu perilaku pada siswa sangat dipengaruhi oleh pergaulan dalam peer groupnya. Pergaulan peer group yang baik akan memberikan sumbangan dalam pembentukan sikap yang positif, sedangkan pergaulan peer group yang salah akan mengarah pada sikap yang akan melanggar nilai-nilai dan aturan yang ada.
C. SARAN Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah penulis uraikan diatas, maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Orang Tua Orang tua hendaknya bisa benar-benar memahami dengan baik, bahwa perkembangan psikologi anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta kondisi keluarga setiap hari, yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak. Oleh karena itu orang tua harus menerapkan pola asuh yang paling tepat dan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kepribadian anak. Selain itu orang tua hendaknya memberikan bimbingan dan perhatian yang cukup
bagi anak agar anak tidak salah memilih teman bergaul. Dengan demikian orang tua agar menciptakan suasana lingkungan rumah yang harmonis dan kondusif dengan menerapkan pola asuh yang sesuai dengan kondisi anak agar membentuk perilaku yang positif karena pada masa ini merupakan masa seorang anak dalam mencari jati diri. 2. Bagi Siswa Siswa hendaknya memiliki kemauan untuk mencari teman bergaul dan bersosialisasi dengan siswa lain yang memiliki perilaku yang tidak melanggar normanorma ataupun aturan yang telah berlaku, sehingga dengan bergaul dengan siswa yang berperilaku sesuai dengan aturan maka diharapkan akan mendorong bagi siswa tersebut untuk berperilaku yang positif. Siswa juga diharapkan untuk dapat lebih menyadari arti penting dalam pergaulan dengan teman sebayanya bagi dirinya sendiri dan masa depannya, dan bisa mengerti atau membedakan antara pergaulan dengan teman yang baik dengan pergaulan dengan teman yang telah melanggar aturan. Disamping itu siswa hendaknya memelihara pergaulan dengan teman-teman sebayanya dan lebih meningkatkan kerja sama serta mengisi waktu luang dengan kegiatan-kegiatan yang positif yang membangun kreatifitas siswa. Dengan demikian akan membentuk perilaku yang positif. 3. Bagi Sekolah Sekolah hendaknya mengoptimalkan fungsi atau peran BK di sekolah, dengan mengadakan sosialisasi bahwa BK bukan hanya untuk siswa yang bermasalah atau melanggar aturan sekolah, namun juga menjadi tempat bagi siswa yang berprestasi atau untuk siswa yang ingin berkonsultasi. Dengan demikian siswa tidak lagi merasa takut, dan menganggap bahwa BK adalah tempat bagi siswa yang bermasalah saja. 4. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang hampir sama.
DAFTAR PUSTAKA Atkinson and Atkinson. 1999. Pengantar Psikologi. ( Penerjemah : Kusuma W). Jakarta : Erlangga Bimo Walgito. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta :: Andi Offset Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Daliman.1997. Ilmu Pendidikan. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Press. Gerungan, W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hetherington dan Parke, 2000, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Alih bahasa : Soemitro, Jakarta: Universitas Indonesia. Hurlock, Elizabeth B. 2004. Perkembangan Anak (Jilid 2 Edisi6). Terjemahan Meitasari Tjandrasa dari judul asli “Child Development”. Jakarta: Erlangga __________________ 2000. Psikologi perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo.. Jakarta : Erlangga J.F. Calhoun and Acocella JR. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. (Terjemahan : Satmoko). Semarang : IKIP Semarang Press Kartini Kartono, 1983. Patologi Sosial. Jakarta : Rajawali Press ___________________ 1990. Pengantar Metodologi Research. Bandung : Mandar Maju ____________________ 2006. Patologi Sosial II : Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Press Kerlinger, Fred. N. 1996. Behavioral Research Terjemahan, Landung Simatopang. Universitas Indonesia Musen. 1997. Perkembangan Anak. Yogyakarta : Eresco
Nasution, 2003, Metode Reseach, Jakarta : Bumi Aksara. Nurbani Yusuf. 1998. Bimbingan Konseling Anak Remaja. Yogyakarta: UD.Rama Saifuddin Azwar. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______________. 2002. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sam Vaknin, Ph.D, 2009, Parenting - The Irrational Vocation, diakses dalam (http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/110210466 3935.html) tanggal 10 Juni 2009 Pukul 19.00 Sanapiah Faisal. 1981. Dasar dan Teknik Menyusun Angket. Surabaya: Usaha Nasional Sarlito Wirawan Sarwono 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali Sevilla, Consuelo G,et all. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan Alimuddin Tuwu dari judul asli “An Introduction to Research Methods”. Jakarta: UI- Press Singgih D Gunarso dan Ny Singgih D Gunarso, 2000, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta Pusat: Gunung Mulia Slamet Santoso.1999. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi Aksara Soedomo Hadi. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: UNS Press Soekidjo Notoatmojo. 1996. Pendidikan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Gajah Mada University Press Soeparwoto.2004. Psikologi Perkembangan. Universitas Negeri Semarang: UPT UNNES Press Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Sumadi Suryabrata. 2002. Metode Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Syamsu Yusuf LN. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya Sutrisno Hadi, 1978. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. ___________. 2001. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. ___________. 2001.Metode Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset. TO. Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Van Der Zanden, James W. Alih bahasa Ratna Juwita. 1997. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung: Tarsito. Zainuddin. 1993. Perawatan jiwa untuk anak-anak. Jakarta : Paramita http://www.google.co.id/peer group, 20:30, 30 Juli 2009