HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MENCONTEK PADA SISWA SMA DI PEKANBARU Mega Octarina Binus University Kampus Kijang, Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat 11480, Telp. (62-21) 532 7630,
[email protected] (Mega Octarina, Nangoi Priscilla Francis)
ABSTRAK This study aims to see the corelation between peer conformity and cheating behavior in high school student, because until now cheating problem has not been resolved. The data was collected by distributing questionares to 492 high school students in Pekanbaru. The method that used in this research is quantitative. Resault showed, based on spearman corelation test that there is corelation between peer conformity and cheating behavior. Keywords : peer conformity, cheating behavior, high school student Pekanbaru. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara konformits teman sebaya dengan perlaku mencontek pada siswa, karena dari dulu hingga sekarang mencontek merupakan permasalahan yang belum terselesaikan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada 492 orang siswa SMA di Pekanbaru. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil korelasi spearman terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku mencontek. Kata kunci : konformitas teman sebaya, mencontek, siswa SMA Pekanbaru.
PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Sekolah Menengah Atas di Indonesia. Berdasarkan data yang di peroleh dari website Menkokesra, pada tahun 2006 ada sebanyak 9.315 SMA di Indonesia, pada tahun 2007 bertambah menjadi 9.892 SMA, pada tahun 2008 bertambah lagi menjadi 10.239, dan terus bertambah hingga sekarang menjadi 10.765. Salah satu kota di Indonesia yang melihatkan peningkatan jumlah sekolah adalah Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru merupakan Ibu Kota dan kota terbesar di provinsi Riau. Salah satu ketertarikan peneliti dengan kota Pekanbaru adalah dulu peneliti bersekolah di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru juga merupakan kota kelahiran peneliti dan peneliti ingin melihat perkembangan kota ini, salah satunya perkembangan di dunia pendidikan. Beberapa tahun terakhir, perkembangan dunia pendidikan di kota ini termasuk cukup baik karena terus bertambahnya sekolah-sekolah yang berakreditasi A. Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian kelayakan dan kinerja suatu sekolah berdasarkan kriteria (standar) yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Mentri Pendidikan Nasional 087/U/2002. Yang
menjadi pembeda antara akreditasi A, B, dan C adalah skor nilai yang diperoleh sekolah dari penilaian akreditasi tersebut. Sehingga, peneliti memiliki asumsi bahwa sekolah yang memiliki akreditasi A (Amat Baik) memiliki tuntutan nilai yang lebih tinggi pula kepada para siswanya. Berdasarkan data yang diperoleh dari website Badan Pusat Akreditasi Sekolah Provinsi Riau, pada tahun 2008 Sekolah Menengah Atas yang berakreditasi A hanya ada 1 sekolah, pada tahun 2009 bertambah menjadi 21, tahun 2011 menjadi 28 sekolah, dan terus bertambah pada tahun 2012 yang kemudian menjadi 34 sekolah. Seiring dengan bertambah banyaknya jumlah sekolah bukan berarti mengurangi masalah dalam dunia pendidikan, bisa jadi menambah masalah yang sudah ada. Masalahmasalah dalam dunia pendidikan tersebut tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja tetapi juga di daerahdaerah lain selain ibu kota. Maka dari itu, penting untuk mengatasi permasalah tersebut secara merata yaitu di ibu kota dan daerah-daerah lainnya (Suara Merdeka, 2008). Deighton (dalam Irawati, 2008) mengatakan bahwa mencontek adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur, seperti mengambil jawaban-jawaban yang sudah dikerjakan oleh siswa lainnya. Mencontek adalah suatu hal yang tidak dapat dibenarkan karena mengurangi keobjektivitasan jawaban dari siswa yang mencontek tersebut, sehingga akan menyulitkan untuk membedakan mana siswa yang kurang pandai dan benar-benar pandai. Perilaku mencontek merupakan hal yang merugikan dan kebanyakan di anggap biasa oleh para siswa, namun perilaku tersebut dapat memberikan pengaruh besar seperti siswa-siswa yang mencontek akan di anggap pandai oleh gurunya dan mendapat tuntutan lebih tinggi dari gurunya, padahal siswa tersebut tidak/belum memahami pelajaran yang diajarkan kepadanya. Perilaku mencontek merupakan karakter yang tidak baik dan tidak jujur yang di tampilkan oleh siswa. Lambert, Hogan dan Barton (2003) dalam penelitian yang dilakukannya menyebut kecurangan akademik (academic cheating) dengan istilah academic dishonesty. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa (83% siswa) menyatakan bahwa mereka pernah mencontek, dan melakukan hal tersebut lebih dari satu kali. Kebiasaan mencontek ini dapat memupuk kepribadian dan karakter yang tidak jujur baik dalam lingkungan sehari-hari maupun dunia pendidikan sendiri. Dengan timbulnya kebiasaan mencontek membuat para siswa malas belajar, mudah menyerah, dan tidak yakin dan percaya dengan jawabannya sendiri, sehingga setiap kali ia mengikuti ujian ia akan lebih memilih mencontek jawaban siswa lain dari pada menggunakan jawabannya sendiri. McCabe and Trevino (dalam Anderman dan Murdock, 2007) juga menambahkan bahwa 70.8% siswa mencontek karena melihat siswa lain mencontek juga. Sebelumnya peneliti melakukan survey yang dilaksanakan pada tanggal 14 November 2012 terhadap 64 orang siswa pada salah satu sekolah di Pekanbaru (terdiri dari siswa kelas X - XII), hasilnya memberikan gambaran; 100% siswa menyatakan pernah mencontek pada saat ujian, 47% (30 siswa) menyatakan alasan mereka mencontek karena melihat teman-temannya yang lain mencontek dan 41% (26 siswa) menyatakan mereka mencontek karena keinginan sendiri, sedangkan sisanya 12% (8 siswa) tidak memberikan alasan mengapa mereka mencontek. Dari hasil survey ini dapat dikatakan bahwa seluruh siswa pernah melakukan aktivitas mencontek saat ujian dan alasan mereka mencontek karena pengaruh kelompok atau teman-teman disekitarnya. Burt (dalam Suryabrata, 2005) mengatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia, yaitu faktor G (General), yakni dasar yang dibawa sejak lahir, faktor S (Specific) yang dibentuk oleh pendidikan, dan faktor C (Common/Group) yang didapat dari pengaruh kelompok. Faktor C merupakan faktor yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, maka dari itu faktor C dapat dikatakan lebih kuat dari pada faktor S, yang artinya lingkungan mempengaruhi tingkah laku lebih banyak dari pada pendidikan. Perilaku mencontek bukanlah perilaku yang dimiliki seorang manusia ketika ia lahir, maupun diajarkan dalam pendidikan formal. Perilaku mencontek sebagian besar dipelajari dari lingkungan tempat seseorang berada. Seperti yang tergambar dari hasil survey yang telah dilakukan, sebagian besar siswa mencontek karena melihat teman-temannya yang lain mencontek juga. Perilaku mengikuti kelompok tersebut dapat dikatakan dengan perilaku konformitas. Seperti saat remaja yang ingin diterima dalam sebuah kelompok pertemanan, contohnya seorang remaja tidak ingin di sisihkan oleh teman bermainnya yang status ekonominya menengah keatas. Sehingga mereka selalu menggunakan pakaian ataupun menggunakan gadget yang lebih mahal. Karena merasa tidak ingin disisiskan maka seorang remaja tersebut akan mengikuti apa yang biasa dilakukan oleh kelompok tersebut dan mengikuti “standar” yang ada pada kelompok tersebut. Hal-hal seperti ini jelas dapat memunculkan sikap konformitas / mendukung terjadinya konformitas. Seperti yang dikatakan oleh Berndt (dalam Santor, Messervey, & Kusumakar, 2000) bahwa konformitas teman sebaya terdiri dari tiga hal, yaitu aktifitas anti-sosial, aktifitas netral dan aktifitas prososial. Hal ini berarti aktifitas remaja yang mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya dapat dikategorikan dengan aktifitas netral. Jika remaja tersebut
melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya namun melanggar peraturan, maka dikatakan perilaku tersebut anti-sosial, seperti contohnya mencoret dinding sekolah, mencuri, merokok, dll. Santor, Messervey, & Kusumakar (dalam Grinman, 2002) mengatakan bahwa konformitas teman sebaya didefinisikan sebagai disposisi perilaku yang berkaitan dengan keinginan individu untuk mengikuti rekan-rekan mereka. Sikap menyesuaikan diri dengan kelompok atau yang disebut konformitas teman sebaya tersebut dapat menimbulkan beberapa akibat seperti kehilangan identitas diri dan kurangnya rasa percaya diri (Myers, 2008). Hal ini sangat berdampak negatif bagi seorang remaja, karena pada saat perkembangan mereka adalah saat-saat dimana mereka harus mencari jati diri sesungguhnya demi menghadapi perkembangan kehidupan selanjutnya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sample purposive sampling, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana peneliti menganggap bahwa orang tersebut memiliki informasi yang diperlukan untuk penelitiannya (Nasution, 2003). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan analisis korelasional antara variabel, yang tujuannya adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2012). Serta menggunakan analisis korelasional untuk melihat hubungan antara kedua variabel. Penelitian ini melibatkan 492 pastisipan, laki-laki (n = 213), perempuan (n = 279), di Kota Pekanbaru. Partisipan dalam penelitian ini memiliki kriteria siswa SMA berakreditasi A di Pekanbaru yang terdiri dari kelas X – XII. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur konformitas teman sebaya adalah Peer Conformity Vignettes yang di adaptasi dari Berndt (1979). Peer ConformityVignettes digunakan untuk mengukur tingkat konformitas seseorang dengan melihat perilaku anti sosial dan netralnya. Reliabilitas alat ukur ini setelah dianalisa oleh peneliti adalah Cronbach’s α = 0,683. Hasil dari uji validitas dengan melihat Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan program SPSS versi 21.0 menunjukkan bahwa item-item Peer Conformity Vignettes memiliki validitas yang baik. instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur perilaku mencontek di konstruk sendiri oleh peneliti, yang terdiri dari 4 jenis perilaku mencontek yaitu social active, social passive, individualistic opportunistic, independent planned. Setelah melakukan pengujian, alat ukur ini memiliki reliabilitas Cronbach’s α = 0,761 untuk social active, Cronbach’s α = 0,700 untuk social passive, Cronbach’s α = 0,668 untuk individualistic opportunistic, dan Cronbach’s α = 0,785 untuk indendent planned. Hasil dari uji validitas dengan melihat Corrected ItemTotal Correlation dengan bantuan program SPSS versi 21.0 menunjukkan bahwa item-item perilaku mencontek memiliki validitas yang baik
HASIL DAN BAHASAN Hasil uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hasil hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku mencontek social active adalah sebesar (r= 0,340; p< 0,005). Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku mencontek social passive adalah sebesar (r= 0,267; p< 0,005). Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku mencontek individualistic opportunistic adalah sebesar (r= 0,297; p< 0,005). Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku mencontek independent planned adalah sebesar (r= 0,280; p< 0,005). Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa konformitas teman sebaya memiliki hubungan dengan keempat klasifikasi perilaku mencontek. Hubungan yang paling kuat adalah pada perilaku mencontek social active, yang artinya semakin tinggi konformitas teman sebaya pada siswa SMA maka semakin tinggi pula perilaku mencontek social active dan begitu pula sebaliknya. Hanya saja, hubungan tersebut masih dikatakan rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh McCabe dan Trevino (dalam Anderman dan Murdock, 2007) bahwa sebesar 70,8% siswa tersebut mencontek karena melihat siswa lain mencontek juga.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis hasil, penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku mencontek, namun hubungan tersebut masih dapat dikataan rendah. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah; Pertama, lebih memperluas responden penelitian ke sekolah-sekolah lainnya. Kedua, melengkapi referensi atau teori yang terkait. Ketiga, lebih memperhatikan situasi pada saat pengisian kuesioner. Keempat, terlibat langsung pada saat responden mengisi kuesioner seperti tetap berada di ruangan sehingga responden bisa bertanya jika ada yang tidak dimengerti. Saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah agar lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini, seperti tingkat percaya diri, self control, dll, serta menambah kekurangan yang ada dalam penelitian ini.
REFERENSI Aedi, N. (2010). Pengolahan dan analisis data hasil penelitian. Diambil pada tanggal 10 Maret 2013, dar file.upi.edu/Direktori/DUAL.../PENELITIAN.../BBM_8.pdf. Alhadza, A. (2001). Masalah menyontek (cheating) di dunia pendidikan. Diambil pada tanggal 20 September 2012, dari http://library.um.ac.id/majalah/index.php?s_data=bp_index&id=35441&mod=b&cat=3. Alwi, Hasan. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Anderman, E.M., & Murdock, T. (2007). Psychology of Academical Cheating. San Diego, CA: Elsevier Anitsal, I., Anitsal, M.M., & Elmore, R. (2009). Academic dishonesty and intention to cheat: A model on active versus passive academic dishonesty as perceived by business student. Academic of Educational Leadership Journal,13 (2), 17-26. Aronson, E., Wilson, D. T., Akert, M. R. (2010). Social Psychology 7th Edition. NJ: Pearson Education Inc. Azwar, S. (2012). Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. BANSM. (2012). Akreditasi sekolah di Pekanbaru. Diperoleh pada tanggal 8 Agustus 2012, dari http://www.ban-sm.or.id/provinsi/riau/akreditasi. Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2008). Social Psychology (12nd ed.). United States of America: Pearson. Berger, K. S. 2003. The Developing Person through Childhood and Adolescence, 6th Edition. New York: Worth Publisher. Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (1996). Proses keperawatan : aplikasi model konseptual. Ed. 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Cizek, G. (2006). Handbook of the Teaching of the Psychology. (W. Buskist, & S. F. Davis, Eds.) United Kingdom: Blackwell Publishing. Djaali., dan Muljono, P. (2007). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo. Djiwandono, S. E. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Ghozali, I. (2004). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS, ed 4. Semarang : UNDIP Graveter, F., dan Forzano, L. (2012). Reseach Methods for the Behavioral Science (4th). Canada: Cengange. Grinman, M. (2002). Belonging, conformity and social status in early adolescence. Canada: University of British Columbia. Hardy, M., dan Heyes, S. (1999). Beginning Psychology: a beginning comprehensive introduction to psychology. Hong Kong : Oxford Irawati, I. (2008). Budaya menyontek di kalangan pelajar. Diambil pada tanggal 16 September 2012, dari http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20080629221807. Klausmeier, Herbert, J. (1985). Educational Psychology (5th ed.). New York : Harper & Row Publishers. Koban, A. I. (2000). Hubungan Antara Konformitas dengan Agresivitas pada Remaja di Sekolah Menengah Kejuruan Strada Jakarta Pusat. [Skripsi]. Jakarta: UPI YAI. Lambert, E.G., Hogan, N.L., & Barton, S.M. (2003). Collegiate academic dishonesty revisited: what have they done, how often have they done it, who does it, and why did they do it. Electronic Journal of Sosiology, 7, 4. Diambil pada tanggal 16 September 2012, dari http://www.sociology.org/content/vol7.4/lambert_etal.html.
Marsden, H., Carroll, M., & Neill, J.T. (2005). Who cheats at university? A selfreport study of dishonest academic behaviours in a sample of Australian university students. Australian Journal of Psychology, 57(1), 1-10. MENKOKESRA. (2012). Jumlah sekolah di Indonesia. Diperoleh pada tanggal 13 September 2013, dari http://data.menkokesra.go.id/content/jumlah-sekolah-di-indonesia. Merdeka, S. (2009). Sentralisasi bukan solusi perbaikan mutu pendidikan. Suara Merdeka. Diambil pada 4 Mei 2013, dari http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/13/72118/Sentralisasi.Bukan.Solusi.Per baikan.Mutu.Pendidikan. Mulyawati, H., Masturoh, I., Anwaruddin, I., Mulyati, L. Agustendi, S., & Tartila, T.S.S. (2010). Pembelajaran studi sosial. Bandung: Alfabeta. Myers, David, G. (2008). Social Psychology (9th ed.). New York: McGraw-Hill. Nasution, R. (2003). Teknik sampling. Diambil pada 11 Desember 2012, dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf. Nisfianoor, M. (2009). Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta : Salemba Riski, S.A. (2009). Hubungan prokrastinasi akademis dan kecurangan akademis pada mahasiswa fakultas psikologi universitas sumatera utara. Skripsi Tidak Diterbitkan. Universitas Sumatera Utara. Santor, D., Messevery, D., Kusumakar, V. (2000). Measuring peer pressure, popularity, and conformity in adolescence boys and girls: predicting school performance, sexual attitudes, and subtance abuse. Journal of Youth and Adolescence, 29(2), 163-182. Santrock, J., W. (2003). Adolescence : perkembangan remaja. Jakarta : Erlangga. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (1st ed.). Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Soekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sprinthall, N. A., & Collins, A. (2002). Adolescence Psychology, a Development View. USA: Mc Graw – Hill. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumarlin, R. (2012). Perilaku Konformitas pada Remaja yang Berada di Lingkungan Peminum Alkohol. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Gunadarma. Suryabrata, S. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Suryabrata, S. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.
RIWAYAT PENULIS Mega Octarina lahit di Kota Pekanbaru pada tanggal 08 Oktober 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University jurusan psikologi pada tahun 2013.