HIGIENITAS PERALATAN MAKAN BERDASARKAN KEBERADAAN SALMONELLA SP. DI WARUNG MAKAN KOTA BANDA ACEH Nelly Marissa 1, Aya Yuriestia Arifin 1 1
Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh
Email:
[email protected] ABSTRAK Warung makan merupakan tempat umum yang terjadi transaksi jual beli makanan setiap hari. Higienitas peralatan makan merupakan salah satu cara mencegah penyebaran Salmonella sp. Penelitian ini bertujuan untuk melihat higienitas berdasarkan keberadaan Salmonella sp. pada peralatan makan di warung makan Kota Banda Aceh. Metode penelitian studi potong lintang dengan klaster sampling. Sampel berjumlah 98 usapan peralatan makan dari 98 warung makan di Kota Banda Aceh yang diambil pada Juni-September 2012. Dilakukan usapan peralatan makan untuk mengetahui keberadaan Salmonella sp.. Wawancara dilakukan mengenai sumber air utama, jenis alat makan, jenis bahan pencuci alat makan, teknik prosedur pencucian alat makan, dan tempat penyimpanan alat. Hasil penelitian didapatkan bahwa 24,49% warung makan masih terdeteksi Salmonella sp. pada peralatan makannya, sumber air utama yang digunakan adalah air ledeng/PDAM, jenis bahan pencuci alat makan adalah sabun cair pencuci piring, mencuci peralatan makan dengan air tidak mengalir, dan menyimpan peralatan makan di tempat terbuka. Salmonella sp. merupakan agen penyebab gastroenteritis sehingga diperlukan tindakan pencegahan agar bakteri tidak mencemari makanan. Kata kunci : Salmonella sp., alat makan, warung makan ABSTRACT Food stalls is a public sale and purchase foods transactions every day. Tableware hygiene is one way to prevent the spread of Salmonella sp.. This study was aimed to overview hygiene based on the presence of Salmonella sp. in tableware food stalls in Banda Aceh. Cross sectional study used cluster sampling with 98 food stalls. Ninety-eight swabs tableware samples from 98 food stalls in Banda Aceh taken in June-September 2012. Tableware swabs to determine the presence of Salmonella sp.. Interview conducted on primary water source, the type of cutlery, the type of material washing utensils, cutlery washing procedure techniques, and storage devices. Results showed that 24,48% of food stalls still detected Salmonella sp. in their tableware, the main source of water used was tap water / PDAM, types of cutlery washing materials are liquid dishwashing soap, tableware washing with water which not flowing, and storing tableware in the open place. Salmonella sp. is a causative agent of gastroenteritis that necessary precautions so that bacteria do not contaminate food.
Key words: Salmonella sp., tableware, food stalls
9
PENDAHULUAN Salmonellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri dua spesies Salmonella sp. yaitu Salmonella enterica dan S.bongori. Bakteri yang berbentuk batang ini merupakan bakteri gram negatif dan terdiri dari famili enterobactericeae. Gastroenteritis merupakan penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi Salmonella sp., disamping demam tifoid dan demam paratifoid. Bakteri yang ditularkan melalui makanan ini memberi gejala nyeri perut, diare, sakit kepala, demam dan mual muntah. 1,2 Pada tahun 2002 di Amerika Serikat, serotype Salmonella sp. yang paling banyak diisolasi dari manusia adalah Salmonella Typhimurium, Salmonella Enteritidis, Salmonella ser. Newport, Salmonella ser. Heidelberg, Salmonella ser. Javiana, Salmonella ser. Salmonellosis Montevideo, Salmonella ser. Muenchen, Salmonella ser. Oranienburg dan Salmonella ser. Saintpaul. 3 Restoran atau warung makan merupakan salah satu tempat publik yang tidak pernah sepi pengunjung. Transaksi makanan atau minuman selalu berlangsung sepanjang hari. Kebersihan peralatan makan merupakan hal yang penting yang memepengaruhi kualitas makanan. Peralatan makan yang tidak dicuci bersih menjadi media penyebaran penyakit. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Sari di Tembalang melaporkan bahwa dari 27 sampel makanan yang diperiksa, lima diantaranya terkontaminasi Salmonella spp. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Andriansyah (2008), kontaminasi Salmonella sp. pada air cucian peralatan makan di warung-
warung di Jember mencapai 33,33%. Akan tetapi, hal sebaliknya juga pernah dilaporkan oleh Leonardus pada tahun 2013 yang menguji air cucian peralatan makan di warung makan sepanjang jalan pelita Raya Makasar. Dari hasil pemeriksaan dilaporkan bahwa tidak ditemukan adanya Salmonella sp. dari air cucian peralatan makan tersebut. Demikian pula hal yang dilaporkan oleh Nurjanah (2006) yang melakukan pengujian sampel makanan di beberapa rumah makan di Bogor. 4,5,6,7
Peralatan makan merupakan alat yang kontak langsung dengan bahan makanan, sehingga kebersihan peralatan makan harus diperhatikan. Keberadaan Salmonella sp. sebagai agen penyebab penyakit tidak diperbolehkan terdapat pada peralatan makan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat higienitas berdasarkan keberadaan Salmonella sp. pada peralatan makan. BAHAN DAN METODA Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan pengambilan sampel secara cross sectional. Penelitian dilakukan selama 6 bulan. Populasi penelitian adalah semua warung/restoran di wilayah Kota Banda Aceh. Penetapan sampling dilakukan menggunakan klaster. Lima pasar terbesar di Kota Banda Aceh yaitu Pasar Aceh, Pasar Peunayong, Pasar Setui, Pasar Ulee Kareng, dan Pasar Neusu merupakan wilayah yang menjadi pusat aktivitas masyarakat dan padat akan tempat usaha khususnya jasaboga. Jumlah total sampel 98 warung/restoran dari kelima pasar tersebut. Sampel didapat dari usapan alat makan diambil dari alat makan yang siap digunakan (mangkuk / 10
piring / gelas dan sendok / garpu) dengan menggunakan lidi kapas steril yang sudah dimasukkan ke dalam phosphat buffer salin (PBS) pH 7,6, kemudian diusapkan keseluruh permukaan alat secara merata, dimasukkan kedalam tabung PBS, ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam cool box untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan reaksi biokimia di laboratorium Loka Litbang Biomedis Aceh. Sampel diinokulasi ke media pengayaan seperti Selenite Broth dan diinkubasi selama 24 jam. Koloni yang tumbuh pada Selenith Broth kemudian diinokulasi ke media diferensiasi selektif Mac Conkey Agar (MCA)
dan Salmonella Shigella Agar (SSA). Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada SSA dan MCA menujukkan koloni dengan pusat yang berwarna hitam. Selain itu dilakukan wawancara mengenai sumber air utama, jenis alat makan, jenis bahan pencuci alat makan, teknik prosedur pencucian alat makan, dan tempat penyimpanan alat makan. Responden yang diwawancarai dapat berupa pemilik/penanggung jawab warung / restoran, ataupun pekerja dan juru masak. Data dianalisa menggunakan software spss versi 17, dengan analisis deskriptif.
HASIL Diagram 1. Keberadaan Salmonella sp. pada peralatan makan di warung makan Kota Banda Aceh
Salmonella (+) Salmonella (-)
Dari pie chart di atas dapat disimpulkan bahwa cemaran Salmonella sp. pada peralatan makan warung makan di kota Banda Aceh
mencapai 24,49%. Sedangkan warung makan yang tidak tercemar Salmonella sp. yaitu 75,51%.
11
Tabel 1. Bakteri Salmonella sp. pada Sampel Air Minum di Warung/Restoran berdasarkan Lima Wilayah Pasar di Banda Aceh Salmonella sp. No Pasar Total Positif Negatif 1 13 7 20 Setui 2 3 17 20 Ulee Kareng 3 0 20 20 Neusu 4 6 14 20 Peunayong 5 2 16 18 Ps. Aceh 24 74 98 Total Tabel 1 di atas menjelaskan bahwa warung makan yang tercemar Salmonella sp. terbanyak terdapat di Pasar Setui. Sedangkan warung makan di Pasar Neusu adalah yang
paling terbaik higienitasnya berdasarkan tidak ditemukannya Salmonella sp. pada peralatan makan.
Tabel 2. Higienitas peralatan makan berdasarkan keberadaan Salmonella sp. No. 1.
2.
3.
4.
Variabel Sumber air utama - Ledeng/PDAM - Ledeng eceran/membeli - Sumur bor/pompa - Sumur gali terlindung Jenis bahan pencuci alat makan - Sabun colek - Detergen - Sabun cair pencuci piring - Sabut kelapa tanpa sabun Teknik dan prosedur pencucian - Air mengalir - Tanpa air mengalir Tempat penyimpanan alat makan - Tertutup - Terbuka
Dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar warung makan menggunakan air ledeng/PDAM sebagai air mencuci peralatan makan. Dari hasil pemeriksaan laboratorim Salmonella sp. banyak ditemukan pada peralatan makan yang dicuci dengan air yang bersumber dari ledeng/PDAM. Hampir semua warung makan
Salmonella sp. Positif Negatif N % n %
N
%
13 1 9 1
25,5 50 22,5 20
38 1 31 4
74,5 50 77,5 80
51 2 40 5
100 100 100 100
2 2 19 1
11,8 28,6 26,4 50
15 5 53 1
88,2 71,4 73,6 50
17 7 72 2
100 100 100 100
7 17
28 23,3
18 56
72 76,7
25 73
100 100
0 24
0 24,7
1 73
100 75,5
1 97
100 100
Total
mencuci peralatan makannya dengan menggunakan sabun atau detergen. Peralatan makan yang dicuci dengan sabun cair juga ditemukan banyak Salmonella sp. dibandingkan dengan menggunakan sabun colek atau detergen. Penggunaan air mengalir pada proses pencucian peralatan makan juga berpengaruh pada 12
kejadian terdapatnya Salmonella sp. di peralatan makan, ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar Salmonella sp. terdapat pada pelatan makan yang dicuci dengan menggunakan air tidak mengalir. Hampir semua warung makan menyimpan peralatan makan di tempat terbuka, dan ini menyebabkan terdeteksinya Salmonella sp. pada alat makan. PEMBAHASAN Warung makan merupakan tempat yang tidak pernah sepi pengunjung. Transaksi pangan terjadi hampir setiap hari. Sajian makanan yang lezat menjadi daya pikat bagi pengunjung yang mampir, sehingga menjadi roda penggerak ekonomi masyarakat. Keberadaannya di tengah-tengah hiruk pikuk pergerakan pasar menyebabkan sanitasi warung makan menjadi perhatian. Permenkes No 1098 tahun 2003 telah mengatur tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran. Standar Nasional Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional juga telah mengeluarkan pedoman batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Peraturan-peraturan ini dibuat untuk mengawasi dan mengendalikan cemaran mikroba dalam pangan. 8,9 Berdasarkan pedoman SNI, untuk bahan pangan keberadaan Salmonella sp. tidak diperbolehkan. Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan, keberadaan Salmonella sp. dalam makanan juga tidak diperbolehkan. 9,10
Infeksi Salmonella sp. merupakan infeksi yang cepat menyebar. Bakteri penyebab gastroenteritis ini menyebar melalui makanan atau kotoran. Terinfeksinya manusia oleh Salmonella sp. hampir selalu disebabkan mengonsumsi makanan atau minuman tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue yang mengandung saus susu, daging cincang, sosis ungas, daging panggang yang diperdagangkan, dan telur. Walaupuin penular dan orang sakit dapat mencemari makanan dan minuman, sumber Salmonellosis tersebar yang merupakan gudang Salmonella sp. ialah hewan tingkat rendah. Banyak spesies Salmonella sp. terdapat secara alamiah pada ayam, kalkun, bebek, binatang pengerat, kucing, anjing, kura-kura, dan banyak lagi hewan lainnya. Unggas peliharaan seringkali menjadi sumber bagi infeksi pada manusia. Penetrasi Salmonella sp. yang terbawa oleh makanan akan dihancurkan oleh asam lambung, tetapi bakteri yang tersisa akan melakukan penetrasi di usus halus dan usus besar yang akhirnya menimbulkan berbagai gejala perut. Oleh karena itu kebersihan peralatan makan menjadi elemen penting untuk mencegah infeksi Salmonella sp.11 Infeksi oleh bakteri genus Salmonella sp. menyerang saluran gastrointestin yang mencakup perut, usus halus, usus besar atau colon. Terjadinya sakit perut yang mendadak membedakannya dari penyakit perut lain seperti disentri basilar dan amoeba. Diagnosis laboratorium yang pasti bagi Salmonellosis bergantung pada terisolasinya bakteri penyebabnya dari feses. Penggunaan media yang selektif atau diferensial seperti media agar Mc Conkey, merupakan 13
prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya kemudian dilakukan dengan metode-metode biokimia dan serologis. Naiknya titer antibody terhadap antigen O dalam waktu satu atau dua minggu setelah infeksi juga mempunyai nilai diagnostik.11 Koloni Salmonella sp. pada media diferensiasi selektif SSA dan MCA menunjukkan pertumbuhan koloni berbentuk bulat, kecil, dan tidak berwarna Bakteri tumbuh pada kondisi aerob dan fakultatif aerob, pada suhu pertumbuhan optimum 35 0 C. Sebagian besar Salmonella sp. menghasilkan H2S. Pembentukan H2S tersebut bervariasi, Salmonella typhi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa.12 Dari hasil penelitian didapatkan bahwa masih terdapatnya cemaran Salmonella sp. pada peralatan makan. Hal ini sangat memperbesar kemungkinan ikut terbawanya Salmonella sp. pada makanan yang dikonsumsi ke saluran cerna. Hal serupa juga pernah diungkapkan oleh Lues pada tahun 2006 tentang keberadaan Salmonella sp. pada makanan dan peralatan yang digunakan di kota Bloemfontein. 13 Sumber air utama yang digunakan untuk kebutuhan seharisehari warung/restoran seperti mencuci peralatan makan, mandi atau mencuci tangan, dan lain-lain sebagian besar menggunakan air ledeng/PDAM dan air dari sumur bor/pompa. Pencucian peralatan makan sebesar 73,47 % menggunakan sabun cair khusus pencuci piring, namun masih ada yang menggunakan sabun cair dan detergen yang semestinya diperuntukkan untuk mencuci pakaian. Beberapa warung/restoran mengaku menggunakan sabun cair khusus pencuci piring hanya untuk
mencuci gelasnya. Hal tersebut disebabkan pengunjung dapat mencium aroma bekas cucian dari gelas yang digunakan, sementara untuk piring digunakan sabun colek atau detergen. Teknik dan prosedur pencucian juga berperan dalam sanitasi dan higienitas di warung/restoran. Sebagian besar warung makan melakukan pencucian peralatan makan dengan prosedur menyabun dan membilas tidak menggunakan air yang mengalir. Prosedur pencucian tersebut memungkinkan terjadinya akumulasi bakteri yang masih bertahan hidup pada air rendaman di dalam ember, sehingga berpotensi terjadinya kontaminasi. Hal ini sesuai dengan yang pernah diungkapakan oleh Andriansyah (2008), sebagian besar warung makan di Jember melakukan pencucian peralatan makan tidak menggunakan air yang mengalir,dan terdapat kontaminasi Salmonella sp. pada air cucian peralatan makan sebesar 33,33%. 5 Hanya 1,02 % warung/restoran yang memiliki tempat penyimpanan alat makan tertutup, sedangkan 98,9 % sisanya menyimpan alat makan pada tempat terbuka. Biasanya penyimpanan alat makan dilakukan dengan cara digantung pada rak terbuka, atau hanya menyusun di sekitar bak pencuci piring. Menyimpan alat makan dengan cara terbuka sangat beresiko karena kemungkinan adanya binatang pembawa bakteri seperti kecoa, lalat, maupun tikus yang mengkontaminasi peralatan makan tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Masih ditemukannya Salmonella sp. pada peralatan makan menjadi salah satu tanda bahwa 14
kebersihan dan sanitasi peralatan makan di warung makan kota Banda Aceh belum memenuhi standar. Pengawasan langsung dari pemilik warung tentang tata cara penanganan peralatan makan perlu ditingkatkan selain pengawasan dan pengecekan secara berkala oleh pihak pemberi izin dan yang berwenang mengatur regulasi warung makan sangat diperlukan. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Terima kasih kepada Kepala Loka Litbang Biomedis Aceh, Bapak Fahmi Ichwansyah, rekan di Loka Litbang Biomedis Aceh, tim penelitian, Komisi Ilmiah dan Komisi Etik Badan Litbang Kesehatan yang telah mendukung penelitian ini.
5/1/3757.pdf/, diunduh Agustus 2014). 5.
Adriansyah, Herru., 2008. Kontaminasi Air Cucian Alat Makan yang Tidak Mengalir oleh Salmonella, di Warung Makan Wilayah Kampus Universitas Jember. (http://hdl.handle.net/12345678 9/22313/, diunduh 25 Agustus 2014).
6.
Leonardus, 2013. Identifikasi Salmonella pada Air Pencucian Peralatan Makan pada Warung Makan di Sepanjang Jalan Pelita Raya Makassar, (www.poltekkesmks.ac.id/, diunduh 26 Agustus 2014).
7.
Nurjanah, Siti., 2006. Kajian Sumber Cemaran Mikrobiologis Pangan pada Beberapa Rumah Makan di Lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 11(3):20-24.
8.
Kementerian Kesehatan RI, 2003. Permenkes RI No 1098/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan, Kementerian Kesehatan RI.
9.
Badan Standardisasi Nasional, 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, Badan Standardisasi Nasional.
10.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Pelczar Michael J. dan Chan ECS, 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia. Budianto, MAK., 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. World Organisazitoin for Animal Health, 2010. Salmonellosis. World Organisazitoin for Animal Health. Sari, RP., 2009. Kualitas Bakteriologis Berdasarkan Keberadaan Salmonella sp dan Jumlah Kuman Total (Studi pada Warung Makan di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Tembalanag). (www.eprints.undip.ac.id/3789
25
15
11.
12.
Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan. Irianto, K., 2002. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2. Jakarta: Yrama Widya. Herawati, I., Enterobacteriaceae
2010. Patogen.
Program Studi Ilmu Kedokteran Dasar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. 13.
Lues, J.F. dkk., Assessing Food Safety and Associated Food Handling Practices in Street Food Vending. Int.J. Environ Health Res 16(5):319-328.
16