Chapter 1
Hidup adalah sebuah pilihan. Hiduplah dengan baik saat ini, agar kelak masa depan yang baik menjelangmu.
Tanita
berjalan
ditengah
gelapnya
malam, ketika itu jam sudah menunjukan pukul 23.35 wib. Dia berjalan sendirian, tertunduk dan menutupi kepalanya dengan kupluk agar tak terlihat
seperti
perempuan
yang
berjalan
ditengah malam. Setiap pulang malam begini, dia selalu merasa ketakutan dan hatinya tidak tenang, gelisah. Pernah, kira-kira 3 bulan yang lalu saat pekerjaan dia sangat banyak dia pulang larut malam, saat itu dia tidak memiliki persiapan apapun karna itu adalah hari pertamanya
bekerja. Tanpa jaket, tanpa penutup kepala dia berlenggang berjalan disunyinya kota Jakarta. Ternyata Jakarta bisa sepi seperti ini, hanya lampu-lampu yang berbicara dan beradegan. Sesekali mobil besar lewat dengan lampunya yang begitu terang. Jarang sekali orang ada yang berkeliaran kecuali laki-laki brengsek yang mengganggu tanita malam itu. Tanita sontak berlari secepat yang dia bisa,
saat
ada
laki-laki
yang
mencoba
mendekatinya dengan bau alkohol yang begitu menyengat. Tetapi langkahnya terhenti. Laki-laki itu memegang botol yang sempat dibaca oleh tanita topi miring ditangan sebelah kanan dan sepuntung rokok disebelah kirinya yang berhasil menghadang tanita. Wajahnya tidak begitu jelas, karena keadaan pada saat itu lampu dijalan yang tengah dilewatinya kebetulan sedang mati. Diapun tak melihat kalau disebelahnya ada orang berengsek itu. Tanita segera merapatkan
tubuhnya pada tiang yang berada didekatnya, ketika tiba-tiba saja lelaki itu mulai berceloteh. “Ehhh, sini neng sama abang” laki-laki itu menarik-narik tas yang sedang dibawa oleh tanita. Dia dengan sekuat tenaga berusaha untuk
melepaskan
pegangan
si
laki-laki
brengsek itu. Tanita panik dan sangat ketakutan. “Tolong tolong tolong” tapi tak ada satupun yang mendengar teriakannya. Sepi. Dia bingung, harus bagaimana. Aku tak mau sampai aku mati malam ini dengan sia-sia dan dengan lelaki yang tak berguna. Pikir tanita saat itu. Lalu dia melepaskan sepatu kets yang ia gunakan dengan tergesa-gesa dan segera memukul lelaki mabuk itu sekuat tenaga. Bruuuk… Laki-laki itu terjatuh. Wajahnya yang dipukul oleh sepatu mencium bau jalanan. Saat laki-laki itu jatuh tanita langsung berlari dengan
3
kalang kabut. Semua campur aduk dikepalanya. Sesekali dia tengok ke arah belakang untuk memastikan si brengsek itu tidak mengejarnya. Terlihat lelaki itu terbaring dengan pulas dialasi paving block pinggir jalan. Pikirannya terlalu jauh. Dia tampak ketakutan sekali. Tiba-tiba.. Bruuuk.. Tanita terjatuh. “Ampun, ampun. Jangan apa-apakan saya. Kalau mau uang, ambil saja ditas saya” tanita sangat takut sekali, dia menyodorkan tas ke orang yang dia tabrak. Pikirannya masih terlalu jauh. Ya Tuhan lindungi aku, pikirnya. Orang yang ditabrak bingung dengan sikap
tanita
yang
begitu
aneh.
Sambil
mengerenyitkan dahi. “Kamu bertanya
gak
sopan
apa-apa?” sekali
lalu
laki-laki
itu
melanjutkan
pertanyaannya,
“Kok
malem-malem
masih
diluar?” Tanita sedikit demi sedikit mengangkat pandangannya, melihat sosok lelaki yang ada dihadapannya yang telah ia tabrak. Lelaki dengan wajah
oval, kulitnya
putih bersih,
pandangan matanya tajam, alis tebal membuat wajah itu begitu tegas. Rambutnya ia biarkan kesamping, tapi tidak begitu panjang. Cahaya lampu saat itu tepat sekali memperlihatkan wajahnya. Suasana damai terasa dalam jiwanya. Dia terenyuh dalam tatapan lelaki yang ada dihadapannya. Hal yang sama seperti saat melihat mario untuk pertama kalinya. Kemudian tanita sadar karena lelaki tersebut
menggoyang-goyangnya
tubuhnya
yang sedang kaku. “Ah aku gak apa-apa kok. Maaf ya”
5