HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan kompos dan perlakuan fungisida sintetik (FS) secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K) (Tabel 1). Koloni S. rolfsii pada kontrol (K) dalam masa inkubasi 5 hari menunjukkan pertumbuhan maksimum, yaitu dengan diameter 9 cm, mencapai tepi cawan. Sementara itu, pada perlakuan seduhan kompos hanya mencapai diameter antara 0,03-3,06 cm, sedangkan pada perlakuan fungisida sintetik (FS) sebagai pembanding tidak ada pertumbuhan koloni. Berdasarkan tingkat keefektifan (TE) menunjukkan bahwa setiap perlakuan seduhan kompos mampu menekan pertumbuhan koloni cendawan S. rolfsii dengan inokulum sklerotia dengan TE antara 65,92 – 99,63% (Tabel 1), yang tergolong cukup efektif hingga sangat efektif. Sebagai contoh, performa pertumbuhan koloni S. rolfsii pada kontrol, perlakuan fungisida dan seduhan kompos yang paling efektif ditunjukkan dalam Gambar 4, yang menunjukkan pada kontrol (A) koloni cendawan telah memenuhi seluruh permukaan media dibandingkan dengan pada perlakuan fungisida sintetik yang tidak ada pertumbuhan sama sekali (B) dan pada perlakuan seduhan kompos (SKAM 75%) yang menunjukkan adanya sedikit pertumbuhan (C).
A
B
C
Gambar 4 Pertumbuhan koloni dengan inokulum sklerotia cendawan S. rolfsii pada perlakuan kontrol, FS dan SKAM 75% pada 5 HSI. (A) K: kontrol (B) FS: fungisida sintetik bahan aktif Propineb 70% (C) SKAM 75%: seduhan kompos ditambah molase dan diaerasi
14
Tabel 1 Pengaruh perlakuan seduhan kompos terhadap penghambatan pertumbuhan koloni dengan inokulum sklerotia S. rolfsii pada 5 HSI Perlakuan(1) SKAM
SKA
SKM
SK
FS K
Konsentrasi (%) 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 -
Diameter koloni (cm) 0,20def(3) 0,03ef 0,36def 0,96cdef 0,16def 0,33def 0,73def 0,86def 0,26def 0,46def 0,80def 1,40bcdef 0,23def 1,60bcdef 1,90bcde 1,23cdef 3,06b 1,03cdef 2,73bc 2,03bcd 0,00f 9,00a
TE (%)(2) 97,77 99,63 95,92 89,26 98,15 96,29 91,85 90,36 97,03 94,81 91,11 84,44 97,40 82,22 78,89 86,29 65,92 88,52 69,63 77,40 100,00 -
(1)
Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), FS (fungisida sintetik; bahan aktif Propineb 70% ), dan K (kontrol) (2) Tingkat keefektifan (3) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Diameter koloni pada hampir semua perlakuan seduhan kompos cenderung lebih besar namun tidak menunjukkan perbedaan nyata jika dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS), kecuali perlakuan seduhan kompos tanpa molase dan tanpa aerasi (SK) dalam konsentrasi 75%, 25% dan 12.5% yang secara nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS). Pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum sklerotia tidak secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi masing-masing macam seduhan kompos, kecuali pada perlakuan seduhan kompos tanpa molase dan tanpa diaerasi (SK), yaitu pada konsentrasi 75% secara nyata lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 100%
15
dan 50%, mengindikasikan bahwa antar kisaran tingkat konsentrasi yang diuji, yaitu 12.5 – 100 %, tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Berdasarkan tingkat keefektifannya tehadap pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum sklerotia, pengaruh seduhan kompos dapat dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu sangat efektif (TE≥95%), efektif (75%≤TE<95%) dan cukup efektif (60%≤TE<75%). Perlakuan yang tergolong sangat efektif adalah SKAM 100%, SKAM 75%, SKAM 50%, SKAM 12.5%, SKA 100%, SKA 25% dan SKM 50% dengan tingkat keefektifan setara dengan fungisida sintetik, yang tergolong efektif adalah SKAM 25%, SKA 75%, SKA 50%, SKA 12.5%, SKM 100%, SKM 75%, SKM 25%, SKM 12.5%, SK 100%, SK 50%, dan SK 12.5% dan yang tergolong cukup efektif adalah SK 75% dan SK 25%.
Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Miselium Diameter koloni cendawan pada 4 HSI, pada hampir semua perlakuan seduhan kompos dan perlakuan fungisida sintetik (FS) secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K) kecuali pada perlakuan SKA 25% yang cenderung lebih rendah namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (K) (Tabel 2). Pada 4 HSI pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum miselium pada kontrol (K) telah mencapai maksimum, yaitu 9 cm, sedangkan pada perlakuan seduhan kompos pertumbuhan koloni cendawan tersebut mengalami hambatan, hanya mencapai diameter antara 1,63-7,30 cm dan pada perlakuan fungisida sintetik tidak ada pertumbuhan koloni sama sekali (Tabel 2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan seduhan kompos mampu menekan pertumbuhan koloni cendawan S. rolfsii dengan inokulum miselium dengan TE bervariasi berkisar antara 18,89 hingga 81,85 %. Gambar 5 menunjukkan performa pertumbuhan koloni S. rolfsii pada 4 HSI yaitu pada kontrol (K), perlakuan fungisida sintetik (FS) dan SKAM 100%. Pada kontrol (K) koloni S. rolfsii telah menutupi seluruh permukaan media (A) dibandingkan dengan pada perlakuan fungisida sintetik (FS) yang sama sekali tidak ada pertumbuhan (B), dan perlakuan SKAM 100% yang memperlihatkan adanya penekanan pertumbuhan pertumbuhan koloni S. rolfsii (C).
16
A
B
C
Gambar 5 Pertumbuhan koloni dengan inokulum miselium cendawan S. rolfsii pada perlakuan kontrol, FS, dan SKAM 100% pada 4 HSI (A) K: kontrol (B) FS: fungisida sintetik bahan aktif Propineb 70% (C) SKAM 100%: seduhan kompos dengan aerasi dan ditambah molase Tabel 2 Pengaruh perlakuan seduhan kompos terhadap penghambatan pertumbuhan koloni dengan inokulum miselium S. rolfsii pada 4 HSI Perlakuan (1) SKAM
SKA
SKM
SK
FS K (1)
(2) (3)
Konsentrasi (%) 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 -
Diameter koloni (cm) 1,63ef (3) 3,93cde 2,06def 2,63def 2,20def 4,83bcd 5,66bc 5,76bc 7,30ab 4,73bcd 2,40def 1,80ef 4,03cde 4,20cde 4,13cde 3,80cde 4,20cde 3,63cde 3,30cde 3,50cde 0,00f 9,00a
TE (%)(2) 81,85 56,29 77,04 70,73 75,55 46,29 37,03 35,92 18,89 47,41 73,33 80,00 55,18 53,33 54,07 57,78 53,33 59,63 63,33 61,11 100,00 -
Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), FS (fungisida sintetik; bahan aktif Propineb 70% ), dan K (kontrol) Tingkat keefektifan Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
17
Berdasarkan diameter koloni cendawan, 6 perlakuan seduhan kompos, yaitu SKAM 100%, SKAM 50%, SKAM 25%, SKAM 12.5%, SKM 100% dan SKM 75% masing-masing cenderung lebih besar namun tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS), menunjukkan bahwa keenam perlakuan seduhan kompos tersebut memiliki tingkat keefektifan yang cenderung setara dengan perlakuan fungisida sintetik dalam menghambat pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum miselium. Sementara itu, perlakuan seduhan kompos sisanya (SKAM 75%, SKA 100%, SKA 75%, SKA 50%, SKA 25%, SKA 12.5%, SKM 50%, SKM 25%, SKM 12.5%, SK 100%, SK 75%, SK 50%, SK 25% dan SK 12.5%) secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS). Pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum miselium tidak secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi masingmasing macam seduhan kompos, mengindikasikan bahwa antar kisaran tingkat konsentrasi yang diuji yaitu, 12.5 – 100 % tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap besarnya diameter koloni cendawan. Berdasarkan kategori keefektifannya tidak ada satupun dari enam perlakuan di atas yang dapat diketegorikan sangat efektif (TE≥95%). Tingkat pengendalian yang paling efektif hanya mencapai kategori efektif (75%≤TE<95%), yaitu pada perlakuan SKAM 100%, SKAM 50%, SKAM 12.5% dan SKM 75%. Perlakuan yang lainnya SKAM 25%, SKM 100%, SK 25%, SK 12.5% termasuk kategori cukup efektif (60%≤TE<75%), perlakuan SKAM 75%, SKA 100%, SKA 12.5%, SKM 50%, SKM 25%, dan SKM 12.5%, SK 100%, SK 75%, dan SK 50% masuk dalam kategori agak efektif (40%≤TE<60%). Sisanya, yaitu perlakuan SKA 75% dan SKA 50% dikategorikan kurang efektif (25%≤TE<40%) dan SKA 25% dikategorikan tidak efektif (TE<25%).
18
Uji Fitotoksik Hasil pengujian menunjukkan pada semua perlakuan seduhan kompos tidak ditemukan satupun tanaman yang mati atau mengalami gangguan pertumbuhan dibandingkan kontrol dan berdasarkan indikator beberapa karakter pertumbuhan tanaman, yaitu bobot tanaman, panjang akar dan panjang tajuk, tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa seduhan kompos tidak memiliki efek negatif atau bersifat fitotoksik pada tanaman kedalai yang diuji. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka pengujian in vivo pada tanaman kedelai dilakukan dengan konsentrasi dan masa inkubasi didasarkan pada pengujian fitotoksik.
Tabel 3 Data pertumbuhan kedelai setelah 25 HST Perlakuan (1) SKAM
SKA
SKM
SK
K (1)
(2)
Konsentrasi (%) 100 75 50 25 100 75 50 25 100 75 50 25 100 75 50 25 -
Bobot (gram) 3,63ab(2) 3,92a 3,86a 3,33abcd 3,13abcd 3,55abc 3,34abcd 2,34d 3,09abcd 3,06abcd 3,23abcd 2,94abcd 2,61bcd 2,43d 2,57cd 2,72bcd 3,05abcd
Panjang akar (cm) 23,50a(2) 27,33a 27,78a 23,83a 20,33a 27,42a 23,25a 17,75a 25,67a 23,63a 22,64a 22,95a 23,67a 21,72a 20,92a 24,84a 21,56a
Panjang tajuk (cm) 33,75a(2) 38,44a 34,44a 39,13a 35,33a 37,08a 34,92a 32,87a 38,61a 33,25a 35,19a 29,42a 33,78a 31,00a 31,50a 31,16a 37,87a
Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), dan K (kontrol) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%
19
Uji Potensi Seduhan Kompos dalam Pengendalian S. rolfsii pada Tanaman Kedelai Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan S. rolfsii pada tanaman kedelai yang diuji diawali dengan terjadinya busuk pada pangkal batang (Gambar 6A), layu secara perlahan kemudian tanaman menjadi mati (Gambar 6B). Tanda yang mudah dikenali dari penyakit ini adalah terdapat miselium cendawan berwarna putih seperti bulu pada pangkal batang yang sakit atau dipermukaan tanah, selanjutnya pada bagian tanaman yang terinfeksi terdapat sklerotia dari cendawan tersebut (Gambar 6C), seperti yang dikemukakan Punja (1985).
A
C
B
Gambar 6 Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan S. rolfsii. (A) busuk pangkal batang, (B) daun menjadi layu, dan (C) miselium cendawan berwarna putih dan beberapa miselium yang sudah mulai terbentuk sklerotia Hasil pengujian menunjukkan bahwa berdasarkan kejadian penyakit, hanya pada dua perlakuan, yaitu SKM 100% dan SK 75% yang secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan-perlakuan lainnya, termasuk fungisida sintetik (FS), kejadian penyakit tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4). Berdasarkan tingkat keefektifannya (TE), hanya 2 perlakuan yang tergolong efektif, yaitu SKM 100% dan SK 75% dengan TE
berturut-turut
(75%≤TE<95%).
86,21%
dan
89,65%
yang
dikategorikan
efektif
20
Tabel 4 Pengaruh perlakuan seduhan kompos terhadap persentase kejadian penyakit layu sclerotium secara in vivo pada 10 hari setelah perlakuan Perlakuan (1) SKAM
SKA
SKM
SK
FS K (1)
(2) (3)
Konsentrasi (%) 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 100 75 50 25 12.5 -
Kejadian penyakit (%) 44,43abcde(3) 75,00abcd 72,23abcde 100,00a 44,43abcde 83,33ab 66,67abcde 33,33bcde 83,33ab 50,00abcde 11,10de 50,00abcde 23,00abcde 44,43abcde 44,43abcde 33,33bcde 8,33e 61,10abcde 16,67cde 22,20bcde 16,67cde 80,57abc
TE (%)(2) 44,83 6,89 10,34 -24,15 44,82 -3,46 17,24 58,62 -3,46 37,93 86,21 37,93 72,23 44,83 44,82 58,62 89,65 24,13 79,31 72,41 79,31 -
Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), FS (fungisida sintetik bahan aktif Propineb 70% ), dan K (kontrol) Tingkat keefektifan Angka sekolom yang diikuti huruf yang sasma tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Tingkat konsentrasi baik pada konsentrasi tinggi (100%) hingga konsentrasi rendah (12.5%) pada semua perlakuan seduhan kompos tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kejadian penyakit untuk setiap macam seduhan kompos yang diuji, yang menunjukkan bahwa besarnya konsentrasi dalam pengujian tidak mempengaruhi penghambatan kejadian penyakit layu sclerotium pada tanaman kedelai, sehingga dalam aplikasinya dapat digunakan konsentrasi yang rendah. Kepadatan Mikroba dalam Tanah dan Seduhan Kompos Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos yang dihitung menggunakan metode pencawanan dengan pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 pada media PDA dan
21
NA sangat bervariasi tergantung perlakuan (Tabel 5). Kepadatan mikroba pada seduhan kompos didominasi oleh bakteri dengan kepadatan mencapai 3,30 x 107 28,47 x 107cfu/ml sedangkan kepadatan cendawan hanya berkisar 0,03 x 107 4,45 x 107 cfu/ml. Tabel 5 Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos Seduhan kompos (1) SKAM SKA SKM SK (1)
(2) (3)
Kepadatan mikroba pada 72 jam (x107) Bakteri cfu/ml(2) 28,47a(3) 3,51b 4,85b 3,30b
Cendawan cfu/ml(2) 4,45a(3) 3,12a 0,07b 0,03c
Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase) Cfu/ml= colony forming unit/ml Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Jumlah koloni bakteri pada seduhan kompos dengan penambahan molase dan diaerasi (SKAM) secara nyata lebih tinggi dibandingkan seduhan kompos yang lain (SKA, SKM, dan SK). Jumlah koloni cendawan pada seduhan kompos yang diaerasi pada SKAM lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan SKA, dan kedua seduhan kompos tersebut (SKAM dan SKA) menunjukkan jumlah koloni cendawan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan seduhan kompos tanpa aerasi (SKM dan SK).
Antar seduhan kompos tanpa aerasi,
penambahan molase mempengaruhi jumlah koloni cendawan yang terdapat pada seduhan kompos tersebut, yaitu pada SKM jumlah koloni cendawan secara nyata lebih tinggi dibandingkan SK. Jumlah mikroba yang terdapat dalam seduhan kompos dengan aerasi lebih banyak dari pada seduhan kompos tanpa aerasi, berkaitan dengan terciptanya kondisi anaerob tanpa aerasi yang berpengaruh terhadap terbatasnya pertumbuhan mikroorganisme (Kelley 2004). Hasil pengamatan pada tanah yang telah diaplikasi seduhan kompos menunjukkan bahwa, jumlah mikroba tanah dengan pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5 pada media PDA dan NA sangat bervariasi tergantung perlakuan (Tabel 6). Pada pengamatan 24 jam jumlah koloni bakteri pada tanah yang disiram SKAM dan SKA secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada
22
tanah yang disiram SKM dan SK tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada pengamatan 48 dan 72 jam jumlah koloni bakteri pada perlakuan kompos lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Tabel 6 Kepadatan mikroba dalam tanah yang telah diberi perlakuan seduhan kompos dan kontrol Perlakuan(1) T + SKAM T + SKA T + SKM T + SK Kontrol (1)
(2) (3)
Bakteri cfu/gram(2) (x107) 24 Jam 48 Jam 72 jam (3) (3) 3,27a 6,73a 7,29a(3) 2,20b 3,65a 4,63a 0,90c 2,81a 5,36a 0,64c 2,82a 3,74a 0,95c 2,46a 3,31a
Cendawan cfu/gram(2) (x107) 24 Jam 48 Jam 72 jam (3) (3) 0,00a 4,23a 11,36a(3) 0,00a 4,06a 7,35ab 0,00a 1,19a 2,25abc 0,00a 0,93a 1,21bc 0,00a 0,45a 1,03c
Perlakuan: T+SKAM (tanah dengan penyiraman seduhan kompos dengan aerasi+molase), T+SKA (tanah dengan penyiraman seduhan kompos aerasi tanpa molase), T+SKM (tanah dengan penyiraman seduhan kompos tanpa aerasi+molase), T+SK (tanah dengan penyiraman seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), dan kontrol (Tanah tanpa penyiraman seduhan kompos ) Cfu/gram= colony forming unit/gram Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Pada pengamatan 24 jam belum terdapat koloni cendawan pada setiap perlakuan. Koloni cendawan mulai muncul pada pengamatan 48 jam, jumlah koloni cendawan pada perlakuan kompos lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Pada pengamatan 72 jam jumlah koloni cendawan pada tanah yang disiram SKAM secara nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan SK dan kontrol namun tidak berbeda nyata dibandingkan SKA dan SKM, sedangkan perlakuan SKA secara nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan SKAM, SKM dan SK. Jumlah koloni cendawan pada perlakuan SKM dan SK lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dari kontrol.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mengungkap bahwa seduhan kompos dapat menghambat pertumbuhan cendawan S. rolfsii baik secara in vitro pada media PDA, maupun secara in vivo pada tanaman kedelai dalam pengujian pot. Tingkat keefektifan (TE) seduhan kompos ini bervariasi tergantung macam pengujian yang dilakukan. Hasil pengujian in vitro dengan menggunakan sumber inokulun yang berbeda memberikan pengaruh keefektifan yang berbeda. Penghambatan pertumbuhan koloni dengan inokulum sklerotia lebih efektif dibandingkan dengan inokulum miselium. Demikian pula halnya dengan hasil uji in vitro dibandingkan dengan in vivo, tingkat keefektifan yang cukup tinggi pada hasil uji in vitro tidak secara konsisten diikuti oleh hasil uji secara in vivo. Pertumbuhan koloni S. rolfsii berasal dari tipe inokulum yang berbeda (sklerotia/miselium), tidak secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi masingmasing macam seduhan kompos, mengindikasikan bahwa antar kisaran tingkat konsentrasi yang diuji yaitu, 12.5 – 100% tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Secara umum penekanan setiap macam seduhan kompos terhadap pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum skerotia lebih efektif dibandingkan dengan inokulum miselium.
Perbedaan keefektifan ini diduga
terjadi karena miselium cendawan S. rolfsii sebagai stadia aktif tidak banyak dipengaruhi oleh perlakuan seduhan kompos. Sebaliknya dengan sklerotium sebagai struktur rehat, perkecambahan dan pertumbuhan koloni selanjutnya diduga lebih mudah dihambat oleh perlakuan seduhan kompos. Pertumbuhan koloni S. rolfsii pada hampir semua hasil pengujian in vitro menggunakan sklerotia sebagai inokulum, tidak secara nyata dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi, kecuali pada perlakuan SK. Perlakuan SK pada konsentrasi 75% secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan pada konsentrasi 50% dan 100%, tetapi tidak berbeda nyata pada konsentrasi yang lain (25% dan 12.5%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umumnya hambatan pertumbuhan koloni dengan menggunakan inokulum sklerotia tidak dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi seduhan kompos.
24
Sementara itu, hasil pengujian in vitro menggunakan miselium sebagai inokulum terdapat sedikit perbedaan dengan hasil pengujian dengan menggunakan inokulum sklerotia. Pada pengujian miselium sebagai inokulum, semua perlakuan konsentrasi seduhan kompos tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap pertumbuhan koloni S. rolfsii. Hal ini secara meyakinkan menunjukkan bahwa dalam kisaran konsentrasi yang diuji, tiap macam seduhan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan koloni cendawan S. rolfsii secara in vitro pada media PDA. Bagaimana mekanisme penghambatan ini sepenuhnya masih belum dipahami dan untuk mengetahuinya masih diperlukan penelitian lanjutan. Namun ada dugaan bahwa penekanan pertumbuhan cendawan S. rolsii ini melibatkan berbagai aspek, yang diduga berkaitan erat dengan aspek-aspek pengendalian hayati. Pemberian seduhan kompos berdampak meningkatkan kepadatan mikroba baik bakteri maupun cendawan yang tumbuh pada media biakan. Pertumbuhan koloni didominasi oleh bakteri yang diduga erat kaitannya dengan tertekannya pertumbuhan koloni S. rolfsii. Penghambatan diduga melalui mekanisme tingginya kepadatan mikroba dalam seduhan kompos yang diduga memiliki peran baik sebagai agen antagonis maupun kompetitor (Al-Mughrabi et al. 2008) yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan koloni S. rolfsii baik yang berasal dari sklerotia maupun miselium, sehingga dua bentuk inokulum tersebut kehilangan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang membentuk koloni secara optimal seperti pada kontrol. Berdasarkan keseluruhan hasil pengujian, secara in vitro dan in vivo, seduhan kompos memiliki potensi dalam pengendalian cendawan S. rolfsii. Tingkat keefektifan pengendalian sangat bervariasi tergantung tipe pengujian. Tingkat keefektifan paling tinggi terjadi terhadap pertumbuhan koloni menggunakan sklerotia sebagai inokulum. Tingkat keefektifan tersebut menurun dengan menggunakan miselium sebagai inokulum. Fenomena pada hasil uji in vitro tersebut tidak diikuti oleh hasil pengujian in vivo, karena pada pengujian in vivo hanya 2 macam perlakuan, yaitu SKM 100% dan SK 75% yang tergolong efektif dalam penekanan terjadinya penyakit layu sklerotium pada kedelai, dengan tingkat keefektifan berturut-turut 86,21% dan 89,65%. Berdasarkan hasil
25
pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa seduhan kompos memiliki potensi untuk pengendalian penyakit layu sclerotium pada tanaman kedelai dalam percobaan pot. Untuk mengetahui potensi pengendalian seduhan kompos di lapangan masih diperlukan penelitian lanjutan, tentunya dengan perbaikan metode, mulai dari metode pembuatan seduhan kompos, perlakuan, termasuk penentuan dosis efektif yang diperlukan. Tingkat kepadatan mikroba dalam seduhan kompos tidak menunjukkan korelasi dengan tingkat keefektifan seduhan kompos terhadap penghambatan pertumbuhan koloni baik dengan inokulum sklerotia maupun miselium. Hal tersebut mungkin karena penghambatan pertumbuhan cendawan S. rolfsii bukan disebabkan oleh total kepadatan mikroba melainkan jenis mikroba yang terdapat pada masing-masing seduhan kompos atau terdapat mekanisme lain dalam penghambatan pertumbuhan cendawan S. rolfsii. Koné et al. (2010) menyatakan bahwa spesifik mikroorganisme (agen pengendali biologi yang potensial) akan lebih penting dalam efek penekanan patogen dari pada tingginya populasi bakteri. Selain itu tingkat keefektifan seduhan kompos dalam menghambat kejadian penyakit layu sclerotium secara in vivo pada tanaman kedelai juga tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan mikroba dalam tanah. Hal tersebut diduga karena penghambatan pertumbuhan cendawan S. rolfsii bukan disebabkan oleh tingkat kepadatan mikroba melainkan jenis mikroba yang terdapat pada masingmasing seduhan kompos atau terdapat mekanisme lain dalam penghambatan perkembangan kejadian penyakit layu sclerotium. Seduhan kompos dilaporkan dapat mengendalikan patogen tanaman melalui mekanisme berbeda. Terdapat faktor yang paling mempengaruhi keefektifan seduhan kompos dalam menghambat perkembangan penyakit adalah kandungan mikroba yang beberapa diantaranya dapat menghasilkan senyawa antimikroba atau menginduksi sistem ketahanan tanaman (Zhang et al. 1998).