...
119
HAK ATAS LINGKUNGAN: SEBUAH PENGANTAR DISKUSI1 Agung Wardana, S.H.,L.LM. Murdoch University, Australia Email :
[email protected]
Abtsract One underexplored type of human rights has been the right to the environment. Although such right has been used as a claim by environmental activists in their advocacy, it remains debatable not only in terms of its moral and legal conception but also its application on the ground. This article aims at elaborating the right to the environment as a preface for further discussion of its significance in Indonesian context. It argues that despite the recognition of the right to the environment by the state reflected in a wide range of legal instruments and even the constitution, it appears that the right is qualified from its original concept by using wording as ‘the right to good and healthy environment’ instead of ‘the right to the environment’ in loose sense. The letter is pontentially to incorporate the concept of environmental justice as one aspect of the right to the environment, which may frighten state or non-state actors who benefit from environmental injustices across the archipelago. Keywords: Human Rights, Environmental Justice, Right to the Environment. Abstrak Salah satu jenis hak asasi manusia yang belum begitu terelaborasi adalah hak atas lingkungan. Meskipun hak ini sering kali digunakan oleh aktivis lingkungan dalam advokasi mereka, hak atas lingkungan masih menyisakan perdebatan tidak hanya dalam konsepsi moral dan legalnya tapi juga pada aplikasinya di lapangan. Artikel ini bertujuan untuk melakukan elaborasi hak atas lingkungan sebagai pengantar untuk bahan diskusi lanjutan tentang signifikansinya dalam konteks Indonesia. Artikel ini berpendapat bahwa meskipun pengakuan atas hak atas lingkungan oleh negara termaksud dalam berbagai instrumen hukum dan bahkan dalam konstitusi, hak tersebut dikualifikasi dari konsep dasarnya menggunakan frase ‘hak atas lingkungan yang baik dan sehat’ dan bukan menggunakan frase ‘hak atas lingkungan’ dalam pengertian yang luas. Jika menggunakan frase yang terakhir, maka keadilan lingkungan merupakan salah satu aspek dari hak atas lingkungan, dan tentu hal ini menakutkan aktor negara dan non-negara yang diuntungkan dari ketidakadilan lingkungan yang meluas di nusantara ini. Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Keadilan Lingkungan, Hak atas Lingkungan.
1
Tulisan ini disajikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali pada Jumat, 20 April 2012 di Denpasar.
...
mewujudkan keadilan distributif (hak
PENDAHULUAN Dalam konteks historis, terdapat tiga
generasi
119
hak
asasi
yang bersifat positif).
manusia
Bagi banyak pihak, pembedaan
sebagaimana dikategorikan oleh Burns
konseptual jenis hak di atas mengarah
Weston. Pembedaan generasi ini juga
pada pemisahan pengaturannya dalam
berhubungan erat dengan slogan Revolusi
instrumen internasional. Konsekuensinya,
Perancis, yakni ‘liberte’ (kebebasan),
dalam penerapan di tingkat domestik hak-
‘egalite’ (keadilan sosial), dan ‘fraternite’
hak tersebut pun dipisahkan dan dipilah-
(solidaritas atau persaudaraan).2 Hak atas
pilah berdasarkan kepentingan politik dari
lingkungan (right to the environment)
penguasa negara. Misalnya, di negara-
merupakan hak generasi ketiga karena
negara liberal, hak sipil dan politik
dianggap
dianggap sebagai hak asasi yang paling
merupakan
wujud
dari
solidaritas atau persaudaraan (fraternite)
prioritas
bersama hak-hak yang bersifat kolektif
pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan
lainnya, misalkan hak penentuan nasib
budaya, atau hak-hak solidaritas karena
sendiri (right to self-determination) dan
dianggap tidak sejalan dengan doktrin
hak
liberal laissez-faire. Sementara itu di
atas
pembangunan
(right
to
dengan
development). Sebelum hak-hak generasi
negara
ketiga tersebut, hak sipil dan politik
ekonomi, sosial dan budaya menjadi hak
(sipol) telah disepakati terlebih dahulu
asasi manusia yang dianggap paling
sebagai
pertama,
penting untuk diwujudkan meski harus
pengejawantahan dari prinsip kebebasan
mengorbankan hak-hak sipil dan politik
(liberte)
minimal
warga negaranya. Lain pula dengan yang
kontrol dari kekuasaan politik (biasa
terjadi di negara berkembang, hak-hak
disebut
pembangunan merupakan prioritas utama
hak
yang
hak
generasi
menghendaki
yang
bersifat
negatif).
sosalialis
mengesampingkan
negara
dan
komunis,
guna
hak
Selanjutnya hak ekonomi, sosial dan
penguasa
mengejar
budaya (ekosob) sebagai hak generasi
ketertinggalan ekonomi dan modernisasi.
kedua merepresentasikan nilai keadilan
Pandangan konvensional tersebut
sosial (egalite) yang menuntut campur
saat ini tentu tidak relevan lagi. Bahwa
tangan kekuasaan politik dalam rangka
kewajiban penghormatan (to respect), perlindungan (to protect) dan pemenuhan
2
Ridha Saleh, 2004, Hak atas Lingkungan Sebagai Hak Asasi Manusia, Walhi, Jakarta, hal.14.
(to fulfil) haruslah ditujukan kepada seluruh jenis hak asasi manusia secara
... utuh. Perspektif hak asasi manusia saat ini
elaborasinya
telah
Berdasarkan
mengarah
pada
‘indivisible’
masih latar
120
tetap
miskin.
belakang
tersebut,
(ketidakterpisahan) dan ‘interdependence’
tulisan ini bertujuan membuka diskusi
(kesalingtergantungan)
ketiga
tentang hak atas lingkungan dengan
generasi atau kategorisasi hak asasi
mengkaji konsepsi serta komponen dari
manusia.3
hak tersebut, hingga tataran praktek
Dengan
dari
demikian,
negara
sebagai penanggung jawab tidak lagi
penegakannya
dapat meletakkan skala prioritas pada satu
Indonesia.
dalam
sistem
hukum
jenis hak sementara itu mengesampingkan jenis hak yang lain. Untuk menjadi
PEMBAHASAN
manusia yang utuh, setiap orang dan
a.
Sejarah
Perkembangan
Hak
kelompok orang harus dapat memenuhi
Atas Lingkungan
ketiga jenis hak dasar tersebut.
Perdebatan hak atas lingkungan
Salah satu hak generasi ketiga
sebagai hak asasi manusia dibuka kembali
yang sering kali dilalaikan pemenuhannya
paska konferensi Badan Urusan Hak
dan bahkan belum dianggap memiliki
Asasi
dimensi hak asasi manusia adalah hak atas
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
lingkungan. Mungkin saat ini tidak ada
2002. Di akhir pertemuan internasional
yang mempertanyakan lagi universalitas
tersebut, Mary Robinson, Komisioner
hak sipil dan politik sebagai hak asasi
Tinggi Hak Asasi Manusia, menyatakan
manusia. Namun, hak atas lingkungan
bahwa saat ini merupakan momentum
masih dipertanyakan cakupannya, sifatnya
yang tepat untuk melihat secara lebih
antara hak individual atau hak kolektif
dalam
hingga
cenderung
lingkungan hidup, kemiskinan struktural,
mengarah pada pembongkaran hak ini
sejumlah kejahatan dengan pelanggaran
dari diskursus hak asasi manusia. Di
hak asasi manusia.4 Pernyataan tersebut
Indonesia, hak atas lingkungan juga tidak
bukanlah
begitu
lingkungan
skeptisisme
yang
terelaborasi
dengan
baik
Manusia
hubungan
tanpa hidup
dan
Lingkungan,
antara
kehancuran
alasan.
Kondisi
terus
menerus
dibandingkan dengan jenis hak lainnya.
mengalami penurunan baik dari segi
Meski terkadang menjadi jargon normatif
kualitas dan kuantitas. Berbagai upaya
yang
diplomatik telah diambil dalam rangka
kerap
dipakai
para
aktivis
lingkungan dalam kerja-kerja advokasi, 3
Ridha Saleh, ibid.19
menjawab 4
permasalahan
Ridha Saleh, Ibid.10
yang
telah
...
121
menjadi kekhawatiran banyak pihak di
massif, hutan ditebang untuk dicari kayu
tingkat internasional ini. Mulai dari
dan lahannya untuk dijadikan perkebunan
Konferensi
monokultur, perut bumi dibongkar untuk
Stockholm
Lingkungan
Hidup
1972
(1972
tentang
Stockholm
diambil
mineral,
batubara,
dan
Conference on Human Environment)
minyaknya, serta lain sebagainya. Pada
hingga melahirkan Deklarasi Stockholm,
gilirannya,
Konferensi Rio tentang Lingkungan dan
hidrologi, dan keanekaragaman hayati
Pembangunan (Earth Summit) 1992 yang
mengalami penurunan pada tingkat yang
menghasilkan Dekralasi Rio dan Agenda
tidak pernah terjadi sebelumnya.5
kesuburan
tanah,
daur
21, Konferensi Johannesburg, hingga
Paska menurunnya kemampuan
Rio+20 sebagai kelanjutannya. Namun
alam untuk menyediakan sumber daya
nyatanya, tidak ada perubahan signifikan
alam bagi industri negara maju, ekspansi
terhadap kondisi lingkungan hidup.
atas nama globalisasi ekonomi dengan
Bagi banyak pengamat, penyebab dari
ketidakefektifan
motor utama korporasi
multinasional
instrumen
dibantu oleh lembaga keuangan dan
perlindungan lingkungan hidup di tingkat
perdagangan internasional seperti Bank
internasional
pada
Dunia,
law’.
Organisation),
produknya
adalah
terletak
yang bersifat
‘soft
WTO
(World
Trade
IMF
(International
Fund),
meluaskan
Sebagai ‘soft law’ instrumen tersebut
Monetery
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
cengkramannya
untuk dapat merubah pendekatan business
berkembang yang berkolaborasi dengan
as usual, termasuk praktek bisnis dan
elit lokal. Yang menjadi korban dari
model pembangunan yang bertumpu pada
praktek eksploitatif ini bukanlah para
paradigma
ekonomi
bankir, elit, ataupun pemilik korporasi
Paradigma
inilah
kapitalistik. yang
ke
negara-negara
sangat
namun korbannya adalah rakyat, terutama
mempengaruhi cara pandang korporasi,
yang ada di negeri dunia ketiga. Padahal
pembuat kebijakan hingga akademisi
di tingkat rakyat, lingkungan hidup
untuk melihat lingkungan hidup semata-
tidaklah semata-mata merupakan sumber
mata sebagai sumber daya alam yang
daya
alam
tetapi
lingkungan
hidup
harus diekstraksi dan dieksploitasi demi 5
mengejar
pertumbuhan
ekonomi
dan
akumulasi modal. Alhasil, penghancuran lingkungan hidup pun menjadi hal yang
Millenium Ecosystem Assessment 2005 sebagaimana dikutip Douglas Murray & Laura Raynolods, ‘Globalisation and Its Antinomies’ dalam Reynolds at all (eds), Fair Trade: The Challenges of Transforming Globalisation (Routledge, London, 2007) 6.
...
122
merupakan sumber kehidupan dimana
menentukan pemenuhan hak-hak asasi
relasi sosial, ekonomi lokal dan budaya
lainnya, khususnya hak untuk hidup, hak
terjalin.
penghancuran
untuk mendapatkan standar kehidupan
lingkungan hidup bagi mereka akan
yang layak, hak kesehatan, dan hak-hak
berarti penghancuran sumber kehidupan
lainnya
yang menjadi awal bagi kehancuran
terkait dengan kondisi lingkungan.
Sehingga,
peradaban mereka.
yang
pemenuhannya
sangat
Sebenarnya, resistensi beberapa
Dalam rangka mempertahankan ruang-ruang kehidupan
pihak
untuk
mengakui
hak
atas
dari ekspansi
lingkungan sebagai hak asasi manusia
modal, rakyat yang berpotensi terkena
bukanlah terletak pada konsepsi moral
dampak
lingkungan
dan legal-nya. Namun yang seringkali
menggunakan berbagai cara menghadang
menjadi kekhawatiran pihak yang skeptis
praktek
dengan
perusakan
eksploitatif
tersebut.
Salah
dan
ekstraktif
satunya
dengan
menggunakan bahasa-bahasa perlawanan ‘keadilan
lingkungan’6,
hak
atas
lingkungan
adalah
dampak politis yang dapat dijangkaunya. Dalam
kata
lain,
penolakan
dan
‘hak
skeptisisme terhadap hak atas lingkungan
penentuan nasib sendiri’7, hingga ‘hak
sebagai hak asasi manusia sebenarnya
atas lingkungan’ untuk dijadikan alat
memiliki
klaim sekaligus mendorong solidaritas
Artinya, hak atas lingkungan memiliki
antar korban kerusakan lingkungan dan
kemampuan untuk alat klaim (legitimasi)
membangun simpati terhadap perjuangan
moral, politik dan legal bagi rakyat dan
mereka.
antara
komunitas korban jika hak ini disepakati
tersebut,
menjadi bagian dari hak asasi manusia.
terutama ‘hak atas lingkungan’ dalam
Sehingga kelompok korporasi dan elit
seperti
Terdapat
bahasa-bahasa
keterkaitan
perlawanan
dimensi
ekonomi-politik.
yang diuntungkan dari eksploitasi alam 6
Misalnya di Amerika Serikat pada era 1980an, terdapat gerakan akar rumput yang menuntut keadilan lingkungan akibat dari pembuangan bahan beracun berbahaya di dekat kawasan pemukiman kulit hitam, lihat Andrew Dobson, Justice and the Environment: Conceptions of Environmental Sustainability and Dimensions of Social Justice (Oxford University Press, Oxford, 1998). 7 Hak penentuan nasib sendiri sering digunakan oleh kelompok masyarakat adat yang terancam kelangsungan hidupnya akibat intervensi dari negara dan korporasi yang ingin menguasai dan mengambil sumber daya alam yang ada dikawasan adat mereka.
berkedok globalisasi ini melihat hak atas lingkungan sebagai ancaman atau paling tidak
menjadi
hambatan
dalam
mendorong agenda-agenda pengerukan dan akumulasi modalnya. Di
Indonesia,
perkembangan
perdebatan nampaknya telah mengarah pada sebuah kesimpulan dengan lahirnya
...
123
beberapa pengaturan terkait dalam sistem
kepentingan. Padahal yang sebenarnya
hukum Indonesia. Dalam UU No. 32
dibutuhkan rakyat saat ini tidak saja
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
lingkungan yang baik dan sehat sesuai
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 65
standar
ayat (1) dengan tegas menyatakan bahwa
berdasarkan
“setiap orang berhak atas lingkungan baik
batas pencemaran dan lainnya, tetapi
dan sehat sebagai bagian dari hak asasi
lingkungan yang berkeadilan. Siapapun
manusia”.
akan
Sebelumnya,
UUD
1945
yang
sulit
ditetapkan
negara
hitung-hitungan
ambang
menyangkal
jika
sebuah
Amendemen Pasal 28H (1) memberikan
perumahan mewah lengkap dengan taman
jaminan bahwa “setiap orang berhak
indah sebagi ruang publik masuk dalam
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
kategori lingkungan baik dan sehat.
tinggal, dan mendapatkan lingkungan
Namun, kondisi lingkungan yang ‘baik
hidup yang baik dan sehat serta berhak
dan sehat’ di perumahan mewah tersebut
memperoleh
belum tentu mengandung makna keadilan
Artinya,
pelayanan
dan
karena
lagi
hanyalah sekelompok kecil elit yang
perdebatan mengenai hak atas lingkungan
mampu membeli unit rumah mewah di
tersebut sebagai hak asasi manusia.
sana. Sedangkan rakyat kecil yang tidak
Dengan
memiliki
pengakuan
dengan
kesehatan”.
pengaturan
tersebut
demikian
tidak
ada
negara
sebagai
yang
mampu
uang
tidak
menikmatinya
pernah
bisa
penanggung jawab hak asasi manusia
menikmatinya. Jadi hak atas lingkungan
tidak dapat lagi berdalih bahwa hak atas
seharusnya tidak dibatasi dengan standar
lingkungan
‘baik dan sehat’ semata.
semata-mata
sebagai
hak
moral dari rakyat. Terlepas dari pengakuan negara di atas, terdapat upaya reduksi terhadap hak atas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari
b.
Komponen
Hak
Atas
Lingkungan Sebenarnya hak atas lingkungan
kualifikasi dari ‘hak atas lingkungan ‘
hidup bukanlah hak yang berdiri sendiri
(right to the environment) menjadi ‘hak
melainkan
atas lingkungan yang baik dan sehat’
(derivatif) yang akan menentukan sejauh
(right to good and healthy environment). Standar lingkungan yang ‘baik dan sehat’ akan
menjadi
ruang
menetapkannya
sesuai
negara kondisi
untuk dan
terdapat
hak-hak
turunan
mana kualitas hak atas lingkungan dapat terpenuhi. Terdapat dua aspek yang membentuk hak atas lingkungan, yakni aspek prosedural dan aspek substantif.
...
124
Aspek prosedural disini diartikan sebagai
menjadi dasar legitimasi dalam meminta
hak-hak derivatif dari hak atas lingkungan
informasi
yang bersifat prosedural atau menjadi
permasalahan lingkungan, rencana sebuah
elemen penunjang dalam mewujudkan
proyek atau bahkan dokumen analisis
pemenuhan hak atas lingkungan secara
dampak lingkungan yang sangat berguna
substansial. Hak-hak prosedural dari hak
dalam melakukan advokasi lingkungan.
atas
secara
Tanpa informasi, advokasi lingkungan
internasional oleh Aarhus Convention
hanya akan bergerak di ruang yang gelap
1998 dan telah diadopsi dalam peraturan
dan
perundangan tersendiri ataupun terkait
advokasi
dengan lingkungan hidup di Indonesia8,
berhubungan dengan data-data dan kajian-
yakni hak atas informasi, hak untuk
kajian
berpartisipasi
pengambilan
terbentuknya Komisi Informasi, maka
keputusan dan hak untuk mendapatkan
kegagalan memperoleh informasi publik
akses keadilan.
terkait
lingkungan
ini
diatur
dalam
Hak atas informasi merupakan
yang
penuh
yang
bertanggung
dalam
tersebut.
Convention
padahal
bersifat
sebuah
seringkali
ilmiah.
Paska
menjadi dasar untuk mengajukan sengketa
hak atas lingkungan. Hak atas informasi Aarhus
dengan
pengelolaan lingkungan dapat
informasi
2
asumsi
lingkungan
pilar pertama dari hak-hak prosedural dari
Pasal
berkaitan
terhadap
pemerintah
jawab
atas
yang
informasi
untuk
Pilar kedua hak prosedural dari
mendapatkan dan menyebarluaskan segala
hak atas lingkungan adalah hak untuk
bentuk informasi yang berkaitan dengan
berpartisipasi
permasalahan lingkungan. Di Indonesia,
keputusan. Dalam konteks penyusunan
UU
tentang
analisis mengenai dampak lingkungan
Keterbukaan Informasi Publik9 dapat
(amdal) hingga penentuan layak atau
termasuk
No.
hak
14
setiap
Tahun
orang
2008
tidaknya 8
Misalnya Pasal 65 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “(2) setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. 9 Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa “setiap orang berhak: (a) melihat dan mengetahui informasi publik; (b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik; (c) mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai
dalam
sebuah
lingkungan,
pengambilan
proyek
pengelolaan
pelibatan
masyarakat
merupakan salah satu persyaratannya. Hal ini
bertumpu
pula
pada
“prinsip
pemberian informasi dan lengkap serta diberitahukan
sebelum
kegiatan
dengan Undang-Undang ini; dan/atau; (d) menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundangan-undangan”
...
125
merujuk
pada
dilaksanakan” (Pasal 26 ayat (2) UU No.
dimaksud
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
prosedur beracara atau peradilan formal
Pengelolaan
Hidup/UU
tetapi juga diartikan sebagai forum-forum
PPLH). Masyarakat disini diartikan oleh
penyelesaian sengketa informal, misalnya
Pasal 26 ayat (2) UU PPLH meliputi “(a)
peradilan adat, hingga forum-forum yang
masyarakat yang terkena dampak; (b)
tersedia
pemerhati lingkungan hidup; dan/atau; (c)
internasional.10 Khusus mengenai forum-
yang terpengaruh atas segala bentuk
forum di tingkat internasional, terdapat
keputusan dalam proses amdal”. Hak
persyaratan
untuk berpartisipasi dalam pengambilan
nasional yang terlebih dahulu harus
keputusan ini juga harus diartikan sebagai
diambil
hak untuk menolak (right to say no) setiap
justice’ pada peradilan nasional sebelum
kegiatan usaha yang dapat menyebabkan
dibawa ke ranah internasional.
Lingkungan
tidak
di
atau
saja
tingkat
regional
‘exhaustion’ terdapatnya
dan
peradilan ‘denial
of
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
Sedangkan aspek substantif dari
tertuang dalam Pasal 26 ayat (4) UU
hak atas lingkungan mengacu pada jenis-
PPLH
jenis
dimana
masyarakat
dapat
hak
derivatif
yang
bersifat
mengajukan keberatan terhadap dokumen
substantif/materiil. Dalam hal ini adalah
amdal.
hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan Selanjutnya,
hak
standar hidup yang layak dan hak untuk
prosedural dari hak atas lingkungan
sehat, hak untuk mendapatkan keadilan
adalah hak untuk mendapatkan akses
intra dan anter generasi. Hak untuk
keadilan. Artinya, masyarakat yang hak
mendapatkan standar hidup yang layak
atas lingkungannya dirugikan oleh sebuah
sebagaimana tercantum dalam Pasal 11
kebijakan lingkungan atau kegiatan usaha
Konvenan Hak Ekonomi, Sosial dan
yang
lingkungan
Budaya yang berbunyi, “the right of
memiliki hak untuk menggunakan forum-
everyone to an adequate standard of
forum yang tersedia untuk meminta
living for himself and his family, including
pemulihan hak, cession (penghentian
adequate food, clothing and housing and
kegiatan
to the continuous improvement of living
berkaitan
atau
pilar
ketiga
dengan
perubahan
kebijakan)
dan/atau reparasi (reparation) yang dapat berupa restitusi (restitution), kompensasi (compensation) (satisfaction).
dan Istilah
akses
pemuasan keadilan
10
Mengenai pengertian ‘akses keadilan’ (access to justice) lihat F. Francioni, ‘The Rights of Access to Justice under Customary International Law’ in Francioni, (ed) Access to Justice as a Human Rights (UOP, Oxford, 2007) 4.
...
126
conditions.” Di sini, lingkungan yang baik
ketersediaan kekayaan bumi bagi generasi
dan sehat dianggap sebagai penunjang
mendatang. Hal ini yang biasa disebut
pemenuhan hak mendapatkan standar
dengan
hidup yang layak. Hak untuk sehat dalam
mensyaratkan terjadinya distribusi yang
realisisasinya tidak hanya berbentuk akses
adil atas kekayaan alam sehingga generasi
terdapat perawatan kesehatan tetapi juga
mendatang tidak mewarisi bumi yang
termasuk perlindungan dari kerusakan dan
rusak dan tidak layak untuk ditinggali.
pencemaran
lingkungan,
Aspek substantif yang berkaitan dengan keadilan antar dan intra-generasi merupakan corak khusus dari hak atas lingkungan hidup. Keadilan intra-generasi merupakan pendistribusian kekayaan alam secara adil di antara generasi saat ini. Hal ini merupakan antitesa dari fakta hari ini bahwa masyarakat di negara maju yang berjumlah kurang dari 20% dari total penduduk dunia mengkonsumsi lebih dari 80% kekayaan alam yang dimiliki bumi, 80%
populasi
dunia
mengkonsumsi kurang dari 20% kekayaan bumi.12 Ketimpangan inilah yang menjadi
mewujudkan
c.
Akses
Keadilan
Penegakan
dan makanan.11
tantangan
antar-generasi
terpenting keadilan
dalam
rangka
intra-generasi.
Selain keadilan distribusi
yang
seperti
kontaminasi radioaktif, pencemaran air
sedangkan
keadilan
yang adil
diantara penghuni bumi, generasi saat ini juga memiliki kewajiban untuk menjamin
Hak
dalam atas
Lingkungan Meski saat
ini
belum
begitu
banyak penegakan hak atas lingkungan mengambil forum peradilan formal, hak atas lingkungan lebih kerap menjadi alat klaim bagi kelompok yang menjadi korban perusakan lingkungan di ranah advokasi non-litigasi (politik).
Secara
praktis terdapat beberapa strategi dan taktik yang digunakan untuk mewujudkan keadilan lingkungan, mencegah kerusakan lingkungan ataupun merubah kebijakan lingkungan, yang biasa disebut advokasi. Berbagai alasan sering kali diungkapkan mengapa terdapat menunggukan
keengganan dalam
strategi
litigasi
(lewat
peradilan formal) dalam menegakkan hak atas lingkungan, salah satunya karena kurangnya pemahaman aparat penegak hukum tentang hukum lingkungan dan minimnya keberpihakan mereka terhadap
11
Linda Hajjar Leib, Human Rights and the Environment: Philosophical, Theoretical and Legal Perspectives (Martinus Nijhoff Publisher, Leiden, 2011) 79. 12 Lihat Laporan UNDP 2004.
lingkungan hidup. Selain itu, mengkemas scientific evidience (bukti ilmiah) menjadi
...
127
legal evidence (bukti hukum) dalam
mendorong bersikap hati-hati (behaviour
kasus-kasus
modification) dan merubah sikap pelaku
pencemaran
misalnya
merupakan suatu hal yang kompleks.
pelanggaran.
Meski demikian, sejatinya dalam
Di Indonesia, beberapa peraturan
litigasi di ranah hukum lingkungan,
perundang-undangan terkait lingkungan
terdapat beberapa pilihan yang bisa
hidup yang memperbolehkan gugatan
digunakan antara lain: gugatan class
class action. Pertama adalah UU No. 32
action, legal standing dan citizen lawsuit.
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Class action, dalam PERMA No. 1 Tahun
Pengelolaan
2002, diartikan sebagai “suatu prosedur
khususnya Pasal 91 yang menyatakan
pengajuan gugatan, dimana satu orang
bahwa “masyarakat berhak mengajukan
atau lebih yang mewakili kelompok
gugatan
mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri
kepentingan sendiri dan/atau kepentingan
dan sekaligus mewakili sekelompok orang
masyarakat apabila mengalami kerugian
yang jumlahnya banyak, yang memiliki
akibat pencemaran dan/atau kerusakan
kesamaan fakta atau kesamaan dasar
lingkungan hidup”. Kedua adalah UU No.
hukum
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang
antara
wakil
kelompok
dan
Lingkungan
perwakilan
Hidup
kelompok
untuk
anggotanya”. Adapun unsur-unsur dan
dalam
persyaratan gugatan class action adalah:
"masyarakat berhak mengajukan gugatan
(a) merupakan gugatan perdata; (b)
perwakilan
terdapat
melaporkan ke penegak hukum terhadap
wakil
kelompok
(class
Pasal
71
ke
ayat
1
pengadilan
atau
kerusakan
(class member); (d) adanya kerugian
kehidupan masyarakat". Sedangkan tata
nyata
kesamaan
cara pengajuannya diatur dalam PERMA
peristiwa, fakta dan dasar hukum. Adapun
No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan
manfaat dari menggunakan gugatan class
Perwakilan Kelompok yang garis besar
action antara lain: proses berperkara
terdiri dari ketentuan umum, tata cara dan
menjadi
persyaratan
gugatan
perwakilan
economy), mencegah pengulangan proses
kelompok,
pemberitahuan,
pernyataan
perkara dan mencegah putusan-putusan
keluar, putusan dan ketentuan umum.
diderita;
sangat
(e)
ekonomis
(judicial
yang berbeda atau putusan yang tidak konsisten,
salah
satu
bentuk
Pilihannya
yang
dan
representative); (c) anggota kelompok
yang
hutan
berbunyi
merugikan
selanjutnya
adalah
akses
gugatan yang menggunakan mekanisme
terhadap keadilan (access to justice),
legal standing. Definisi secara bebas dari
...
128
legal standing adalah suatu tata cara
hidup yang perlu diperjuangkan karena
pengajuan gugatan secara perdata yang
posisi
dilakukan oleh satu atau lebih lembaga
ekosistem sangat penting. Lingkungan
swadaya masyarakat yang memenuhi
hidup tentu tidak dapat memperjuangkan
syarat atas suatu tindakan atau perbuatan
kepentingannya sendiri karena sifatnya
atau keputusan orang perorangan atau
yang in-animatif (tidak dapat berbicara)
lembaga atau pemerintah yang telah
sehingga
menimbulkan kerugian bagi masyarakat.13
memperjuangkan.
Namun dalam praktek, istilah legal
mengajukan class action adalah orang
standing sering kali dicampurkan dengan
perorangan atau beberapa orang atau
istilah class action padahal keduanya
sekelompok
merupakan dua mekanisme yang berbeda
beberapa orang dalam
sama
perwakilan
banyak. Sedangkan pihak yang dapat
kelompok terdiri dari unsur wakil kelas
mengajukan legal standing hanyalah LSM
yang berjumlah satu orang atau lebih
/ kelompok organisasi yang memenuhi
(class representative) dan anggota kelas
syarat-syarat tertentu.
sekali.
Gugatan
lingkungan
hidup
perlu
sebagai
ada
pihak
yang
Pihak
yang
dapat
orang
yang
mewakili
jumlah
yang
yang pada umumnya berjumlah besar
Perbedaan lainnya adalah tuntutan
(class member). Baik wakil kelas maupun
ganti rugi dalam class action pada
anggota kelas pada
umumnya berupa uang, sedangkan dalam
umumnya
merupakan pihak korban atau
yang
legal standing tidak dikenal tuntutan ganti kerugian berupa uang. Ganti rugi dapat
mengalami kerugian nyata. mekanisme
dimungkinkan sepanjang atau terbatas
legal standing, LSM yang merupakan
pada ongkos atau biaya yang telah
pihak penggugat bukanlah pihak yang
dikeluarkan
mengalami kerugian secara nyata. Namun
Dalam
karena
ditemukan definisi secara jelas dan rinci
Sedangkan
dalam
kepentingannya
dalam
oleh
hukum
organisasi di
Indonesia
mengenai
mengajukan gugatannya. Misalkan dalam
Beberapa
perkara perlindungan lingkungan hidup,
memberikan istilah legal standing secara
LSM
mewakili
berbeda-beda. Legal standing dalam UU
lingkungan
PPLH diistilahkan sebagai hak gugat
sebagai
kepentingan
lingkungan
penggugat
perlindungan
legal
tidak
ia
menyelamatkan
pengertian
tersebut.
standing.
perundang-undangan
organisasi lingkungan khususnya pada 13
Emerson Yuntho, Class Action: Sebuah Pengantar (Elsam, Jakarta, 2005) 9.
Pasal 92 yang menyatakan bahwa “dalam
... rangka
pelaksanaan
tanggung
129
jawab
meliputi kepentingan bangsa dan negara,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
pelayanan umum dalam masyarakat luas,
hidup,
organisasi
berhak
mengajukan
lingkungan
hidup
rakyat banyak dan atau pembangunan di
gugatan
untuk
berbagai
bidang.
Penyelenggaraan
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
kepentingan umum merupakan tugas dari
hidup”. Namun, tidak semua organisasi
pemerintah,
atau LSM yang dapat mengajukan hak
citizen lawsuit pada umumnya ditujukan
gugatan legal standing. Untuk bidang
kepada pemerintah. Namun tidak menutup
lingkungan hidup menyebutkan bahwa
kemungkinan bahwa pelayanan umum
hanya organisasi lingkungan hidup yang
juga dilaksanakan oleh pihak swasta,
memenuhi beberapa persyaratan yang
sehingga dengan demikian gugatan ini
dapat
dapat diajukan pula kepada swasta yang
mengajukan
gugatan
Legal
sehingga
gugatan
menyelenggarakan
secara
Standing, yaitu: (1) berbentuk badan
ikut
kepentingan
hukum atau yayasan; (2) dalam anggaran
umum tersebut. Biasanya yang dijadikan
dasar organisasi lingkungan hidup yang
dasar untuk melakukan gugatan adalah
bersangkutan menyebutkan dengan tegas
perbuatan melawan hukum.
bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
adalah
untuk
pelestarian
I.
lingkungan hidup. Yang
PENUTUP Hak atas lingkungan hidup saat ini
terakhir
adalah
citizen
tidak
dapat
dipungkiri
lagi
adalah
lawsuit yang biasa dikenal dengan actio
merupakan bagian dari hak asasi manusia.
popularis dalam sistem hukum Eropa
Maka dengan demikian, negara wajib
Kontinental. Citizen lawsuit adalah suatu
untuk
gugatan yang dapat diajukan oleh setiap
memenuhi hak atas lingkungan hidup
orang terhadap suatu perbuatan melawan
rakyatnya. Dalam upaya ini, hak atas
hukum,
lingkungan hidup memiliki dua aspek,
dengan
kepentingan peraturan mengatur Secara
mengatasnamakan
umum,
menghormati,
melindungi
dan
berdasarkan
yakni prosedural dan substansial. Aspek
perundang-undangan yang
prosedural termasuk di dalamnya adalah
adanya umum
prosedur
definisi
tersebut.
‘kepentingan
akses
informasi,
berpartisipasi
dalam
akses
untuk
pengambilan
umum’ adalah kepentingan yang harus
keputusan dan yang tak kalah pentingnya
didahulukan dari kepentingan pribadi atau
adalah menyediakan akses keadilan bagi
individu atau kepentingan lainnya, yang
setiap orang atau kelompok masyarakat
...
130
yang dirugikan haknya. Tidak hanya itu,
DAFTAR PUSTAKA
akses bagi kelompok pencinta lingkungan
Andrew Dobson, Justice and the Environment: Conceptions of Environmental Sustainability and Dimensions of Social Justice (Oxford University Press, Oxford, 1998).
untuk bertindak atas nama lingkungan hidup
dalam
menjaga
kelestarian
fungsinya juga harus dijamin. Sedangkan aspek substansial merupakan hak-hak asasi manusia yang saling terkait dengan hak atas lingkungan baik dalam hal penghormatan,
perlindungan
dan
pemenuhannya. Selanjutnya, pengakuan terhadap hak atas lingkungan yang selama ini ada merupakan bentuk kompromi dari aktor negara
atas
dorongan
atas
keadilan
lingkungan. Hak atas lingkungan dalam banyak instrumen hukum dan bahkan dalam
konstitusi
direduksi
sekedar
menjadi ‘hak atas lingkungan yang baik dan sehat’. Padahal jika mempertahankan konsep aslinya secara terbuka, hak atas lingkungan hidup dapat memasukkan konsep keadilan lingkungan menjadi salah satu elemen tambahannya. Tentu saja masih banyak pihak yang takut dengan ide-ide
keadilan
lingkungan
apalagi
mendapatkan legitimasi dalam hak atas lingkungan hidup. Pihak-pihak ini tidak lain adalah negara sendiri dan aktor nonnegara yang selama ini diuntungkan dari praktek-praktek ketidakadilan lingkungan dalam mengejar kepentingan ekonomi dan politiknya.
Douglas Murray & Laura Raynolods, ‘Globalisation and Its Antinomies’ dalam Reynolds at all (eds), Fair Trade: The Challenges of Transforming Globalisation (Routledge, London, 2007). Emerson Yuntho, Class Action: Sebuah Pengantar (Elsam, Jakarta, 2005). F. Francioni, ‘The Rights of Access to Justice under Customary International Law’ in Francioni, (ed) Access to Justice as a Human Rights (UOP, Oxford, 2007). Linda Hajjar Leib, Human Rights and the Environment: Philosophical, Theoretical and Legal Perspectives (Martinus Nijhoff Publisher, Leiden, 2011). Ridha
Saleh, Hak atas Lingkungan Sebagai Hak Asasi Manusia (Walhi, Jakarta, 2004).