KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 299 TAHUN 1996 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN PERUNTUKAN DAN BAKU MUTU AIR SUNGAI/BADAN AIR SERTA BAKU MUTU LIMBAH CAIR DI WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengendalian mutu air sungai dan beban limbah cair lainnya dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 telah ditetapkan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan air serta baku mutu limbah cair di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu menetapkan petunjuk pelaksanaan penetapan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan air serta baku mutu limbah cair di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang gangguan Tahun 1926 (Stbl. 1926 Nomor 226); 2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan; 3. Undang-undang Nomor Pemerintahan Di Daerah;
5
Tahun
1974
tentang
Pokok-pokok
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1979 tentang Kesehatan; 6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta; 8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri; 12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP52/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel; 13. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 12 Tahun 1971 tentang Pencegahan Pengotoran Udara, Air dan Lepas Pantai dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 14. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1987 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 15. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penetapan Rencana Bagian Wilayah Kota Untuk Wilayah Kecamatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 16. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 17. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 18. Peraturan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 19. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1893 Tahun 1991 tentang Tindakan Administratif bagi Perusahaan/Industri/Kegiatan yang menimbulkan perusakan dan pencemaran lingkungan; 20. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/ Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibuktoa Jakarta. MEMUTUSKAN Menetapkan : Pertama :
Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. Kedua : Ketentuan lebih rinci dari petunjuk pelaksanaan ini diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ketiga : Menugaskan Kepala Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan lebih lanjut keputusan ini. Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Pebruari 1996 a.n GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Sekretaris Wilayah/Daerah,
DRS. H. HARUN AL RASYID NIP. 470 030 538
LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 299 TAHUN 1996 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN PERUNTUKAN DAN BAKU MUTU AIR SUNGAI/BADAN AIR SERTA BAKU MUTU LIMBAH CAIR DI WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TANGGAL 12 FEBRUARI 1996 PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN PERUNTUKAN DAN BAKU MUTU AIR SUNGAI/BADAN AIR SERTA MUTU LIMBAH CAIR DI WILAYAH DKI JAKARTA Petunjuk pelaksanaan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan air serta baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta, merupakan ketentuan pelaksanaan yang dimaksud dalam Pasal 11 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995. Pada dasarnya petunjuk pelaksanaan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan air serta baku mutu limbah cair memuat pedoman penerapan tentang peruntukan air sungai, baku mutu air sungai dan baku mutu limbah cair, sehingga baik fungsi, kedudukan hukumnya serta penerapan teknisnya dapat diketahui dengan jelas. Dengan demikian dapat diperoleh kesatuan pandangan terhadap penerapan peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair tersebut antara Pemerintah DKI Jakarta dengan masyarakat. Petunjuk pelaksanaan peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair meliputi: A. FUNGSI DAN KEDUDUKAN PERUNTUKAN DAN BAKU MUTU AIR SUNGAI SERTA BAKU MUTU LIMBAH CAIR Fungsi dan kedudukan peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair pada dasarnya merupakan salah satu perangkat hukum di tingkat Pemda DKI Jakarta, yang mengatur sebagian program pengendalian pencemaran air di DKI Jakarta. Peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair juga merupakan tindak lanjut dan mempunyai keterkaitan hukum dengan peraturan perundangan-undangan tingkat Nasional yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 dan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995. Dengan demikian peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair tersebut juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari paket pengelolaan lingkungan terpadu, khususnya pengelolaan kualitas air di wilayah DKI Jakarta. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair dapat digunakan sebagai : 1. Pedoman Utama Dalam Pengelolaan Air. Peruntukan dan baku mutu air sungai dapat digunakan sebagai pedoman utama dalam penetapan jenis upaya pengendalian pencemaran air di wilayah DKI Jakarta. Baku mutu limbah cair dapat digunakan sebagai pedoman utama pengendalian beban limbah yang akan dibuang ke perairan/badan air, dan menjadi pedoman dalam penentuan teknologi pengolahan limbah cair yang tepat. 2. Tolok Ukur Kualitas Air. Peruntukan dan baku mutu air sungai pada dasarnya merupakan tolok ukur kondisi kualitas air, sehingga dapat ditentukan kondisi kualitas air yang baik atau kondisi kualitas air yang buruk/tercemar. Baku mutu limbah cair pada dasarnya merupakan tolok ukur bagi terjadinya pelanggaran pembuangan limbah. Parameter serta nilainilai yang terdapat pada baku mutu limbah cair tersebut merupakan batas maksimum yang tidak boleh dilampaui kondisi limbah tersebut berpotensi mencemari lingkungan perairan. 3. Rujukan Untuk Penelitian Dan Evaluasi. Peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair dapat digunakan sebagai rujukan untuk setiap penelitian, pengkajian dan evaluasi permasalahkan kualitas air dan sumber limbahnya, sehingga kondisi perairan tersebut dapat disimpulkan telah tercemar atau belum tercemari, serta sekaligus dapat ditentukan sumber kegiatan yang telah melanggar ketentuan yang berlaku. Evaluasi tersebut sangat penting khususnya dalam pengawasan limbah cair dan penyelesaian kasus-kasus pencemaran yang terjadi di wilayah DKI Jakarta.
B. MASA BERLAKU Peruntukan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta, berlaku sejak ditetapkannya peraturan tersebut berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
C. EVALUASI Evaluasi peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair dilakukan minimal satu kali dalam 5 (lima) tahun atau setiap waktu apabila dipandang perlu untuk dievaluasi. Evaluasi dilakukan oleh tim pengkaji dan evaluasi antar instansi Pemerintah DKI Jakarta dan atau instansi di luar Pemerintah DKI Jakarta yang dibantu oleh pakar dan nara sumber dari instansi-instansi di luar Pemerintah atau perguruan tinggi.
D. PENERAPAN PERUNTUKAN DAN BAKU MUTU AIR SUNGAI SERTA BAKU MUTU LIMBAH CAIR Dengan memperhatikan fungsi dan kedudukan peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair, maka pelaksanaan tersebut meliputi: 1. Penerapan peruntukan dan baku mutu air sungai dijelaskan sebagai berikut : a. Peruntukan air sungai di DKI Jakarta yang ditetapkan menurut golongan air sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meliputi seluruh daerah pengaliran sungai (DPS) yang terdapat di wilayah DKI Jakarta; b. Peruntukan dan baku mutu air sungai untuk golongan A tidak terdapat di wilayah DKI Jakarta oleh karena di wilayah DKI Jakarta tidak terdapat sumber air permukaan/mata air yang langsung dapat digunakan sebagai air minum/air bersih; c. Apabila terjadi pasang naik sehingga mutu air sungai terpengaruh oleh mutu air laut, maka pada kondisi tersebut tidak belaku baku mutu air sungai dengan golongannya; d. Peruntukan dan baku mutu air sungai merupakan fungsi air sungai yang wajib dipenuhi, dipelihara dan dilindungi;
e. Untuk memenuhi fungsi sungai sesuai peruntukannya ditetapkan program meliputi :
dengan
1. Menjaga dan atau mengembalikan fisik sungai sesuai dengan fungsi sungai. Yang dimaksud dengan fungsi sungai adalah badan air yang dapat mengalirkan air setiap saat. 2. Mengupayakan debit minimal aliran sungai. Dalam mengupayakan debit minimal ini, diperlukan antara lain : Pencarian sumber-sumber air penggelontor di wilayah Jakarta atau di daerah luar Jakarta (Daerah Botabek) Pengaturan aliran di pintu-pintu air Pengendalian sungai.
tata
rung/daerah
pengaliran
Program diatas diperlukan untuk mengupayakan persyaratan penghitungan daya tampung air sungai. f. Nilai parameter dalam baku mutu air sungai dan target operasional merupakan nilai maksimum, kecuali pH dan oksigen terlarut. PH merupakan selang dan oksigen terlarut merupakan persyaratan minimum. 2. Penerapan pemantauan air sungai a. Untuk mengetahui pencapaian target operasional yang harus dicapai pada tahun 2000, dilakukan pemantauan meliputi pemantauan debit dan kualitas air yang dilakukan secara berkala dan kontinyu di wilayah DKI Jakarta. b. Pemantauan debit air sungai dimaksud untuk mengetahui debit dan fluktuasinya, sedangkan pemantauan kualitas air sungai dimaksud untuk mengetahui mutu air sungainya. c. Hasil pemantauan debit dan kualitas air sungai dievaluasi. Evaluasi kualitas air sungai didasarkan pada baku mutu air sungai/badan air dan target operasional sesuai dengan peruntukan sungainya. Evaluasi debit air sungai didasarkan pada ratio debit pada musim hujan dan kemarau. d. Hasil pemantauan air sungai beserta evaluasinya dilaporkan kepada Gubernur KDKI Jakarta setiap tahun untuk
selanjutnya Gubernur melaporkan hasil pemantauan air sungai tersebut kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup. 3. Penerapan baku mutu limbah cair a. Baku mutu limbah cair ditetapkan mengikuti ketentuan nasional, yaitu dapat lebih ketat dari baku mutu limbah cair nasional. b. Baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta telah mempertimbangkan teknologi pengolahan yang terbaik yang dapat diterapkan di wilayah DKI Jakarta dan perilaku kegiatannya serta menganut prinsip beban. c. Baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta berlaku bagi baku mutu proses parameternya spesifik untuk kegiatan tersebut. Namun karena belum mencakup seluruh kegiatan yang ada di wilayah Jakarta, maka bagi kegiatan-kegiatan yang belum tercantum, diberlakukan baku mutu limbah cair yang umum didasarkan hanya pada kualitas. Cara pembacaan baku mutu limbah cair terdapat dalam petunjuk teknis. d. Baku mutu limbah cair mengatur tiga hal yaitu debit limbah cair maksimum, kadar maksimum parameter, dan beban limbah cair maksimum. Dalam pembuangan limbah cair ditetapkan beban maksimum setiap parameter tidak dilampaui. Kadar setiap parameter aatau debit limbah cair diperbolehkan dilampaui setinggi-tingginya 20% dari batas maksimum sepanjang beban maksimum tidak dilampaui. e. Penetapan debit limbah maksimum didasarkan pada produksi atau konsumsi bahan baku senyatanya dari kegiatan yang bersangkutan. Cara penghitungan debit limbah cair maksimum dan beban limbah maksimum dijelaskan dalam petunjuk teknis.
E. PENGENDALIAN BEBAN LIMBAH 1. Pengendalian beban limbah dilakukan untuk membatasi beban limbah cair yang masuk ke badan air/sungai sehingga secara bertahap kualitas air sungai dapat dipulihkan sesuai target operasional pada tahun 2000. Tanggung jawab pengendalian beban limbah cair dilakukan oleh : a. Pemerintah DKI Jakarta untuk sumber limbah yang non instansional.
b. Penanggung jawab kegiatan/badan untuk sumber limbah instansional. Sumber limbah instansional terdiri dari berbagai skala yaitu skala besar, menengah, dan kecil/usaha rumah tangga. Bagi perusahaan/badan yang tergolong skala kecil/usaha rumah tangga instansi pembina yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut dapat membantu dalam upaya pengendalian beban limbah cairnya. 2. Persiapan pelaksanaan pengendalian beban limbah meliputi persiapan yang harus dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan yaitu : a. Pemasangan peralatan pengukur debit aliran pembuangan limbah. b. Pembuatan tempat pengambilan contoh limbah cair. Pemasangan kedua hal di atas bertujuan untuk memudahkan petugas dalam pengukuran debit dan pengambilan contoh limbah cair dan harus selesai 6 (enam) bulan setelah Keputusan Gubernur ditetapkan. 3. Setelah tahap persiapan dilalui, maka untuk mengetahui ketaatan setiap penanggung jawab kegiatan terhadap baku mutu limbah cair, penanggung jawab kegiatan tersebut wajib dilakukan : a. Pengambilan dan pemeriksaan contoh limbah cair yang dilakukan secara periodik setiap tiga bulan di laboratorium lingkungan KPPL DKI Jakarta. Biaya pemeriksaan contoh limbah cair dibebankan kepada penanggung jawab kegiatan. b. Kegiatan swa-pantau Swa-pantau dimaksudkan untuk memantau beban limbah yang dibuang setiap saat. Pemantauan dilakukan setiap hari meliputi pencatatan debit limbah, jumlah produksi atau konsumsi bahan baku yang ditentukan dan kualitas limbah setiap hari. Hasil Pemantauan dilaporkan sesuai dengan formatnya kepada KPPL DKI Jakarta, secara berkala setiap tiga bulan. Pedoman swa-pantau dan pelaporan terdapat terdapat pada petunjuk teknis. F. PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN PENAATAN Pengawasan dimulai dengan pemantauan penaatan terhadap kegiatankegiatan yang frekuensinya bergantung pada besarnya potensi beban sumber limbah yang dinyatakan dengan beban potensial. Beban potensial adalah beban yang dihitung sebelum dilakukan upaya pengolahan limbah berdasarkan parameter COD (beban awal).
Beban potensial dibagi dalam lima golongan yaitu : o
Golongan I : sangat potensial potensial yaiti beban awal lebih besar dari 500 kg per hari.
o
Golongan II : potensial, yaitu beban awal mulai dari 100 kg sampai dengan 500 kg per hari.
o
Golongan III : cukup potensial, yaitu beban awal mulai dari 10 kg sampai 100 kg per hari.
o
Golongan IV : kurang potensial, yaitu beban awal mulai dari 10 kg sampai 100 kg per hari.
o
Golongan V : tidak potensial, yaitu beban awal kurang dari 1 kg per hari.
Pengawasan dilakukan melalui tahapan-tahapan : 6. Pemantauan penaatan beban limbah yang terdiri dari : a. Pengambilan contoh limbah cair pada tempat yang sudah ditentukan yaitu tempat pengambilan contoh limbah cair. b. Pengukuran debit limbah pada tempat yang telah ditentukan yaitu di tempat pengukur debit aliran. c. Pengukuran lamanya pembuangan per hari. d. Evaluasi beban limbah terhadap baku mutu limbah cair. Bagi kegiatan/badan yang belum melakukan kewajiban pemeriksaan secara periodik (seperti yang dimaksud dalam butir E. PENGENDALIAN BEBAN LIMBAH), maka pemantauan penaatan yang dilakukan tersebut (pengambilan contoh dan pemeriksaan), biayanya dibebankan kepada penanggung jawab kegiatan yang bersangkutan. Hasil evaluasi KPPL DKI Jakarta terhadap pemantauan beban limbah, evaluasi pemantauan periodik, dan laporan swa-pantau, disampaikan kepada instansi pembina yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut untuk pengawasan lebih lanjut. Berdasarkan pembina :
hasil
evaluasi
pemantauan
penaatan,
instansi
e. Memberikan penghargaan sebagai insentif kepada kegiatan yang telah mentaati BMLC untuk periode waktu tertentu. f. Melakukan penegakan hukum bagi kegiatan yang tidak mentaati BMLC untuk periode waktu tertentu.
g. Pembinaan teknis upaya pengendalian limbah cair dengan prioritas kegiatan-kegiatan yang berskala kecil/usaha rumah tangga. 7. Penegakan Hukum Penegakan hukum didasarkan pada Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 1893 Tahun 1991, yang dilakukan melalui tahapan : a. Teguran disertai pemanggilan kepada penanggung jawab kegiatan yang belum mentaati BMLC untuk meminta keterangan tentang permasalahan yang terjadi dan memperkirakan waktu perbaikan IPAL atau upaya lainnya. Batas waktu maksimal penyelesaian 6 bulan. b. Peringatan atas nama Gubernur dengan batas waktu penyelesaian 1 bulan. c. Sanksi administratif dikenakan bagi kegiatan yang belum mentaati BMLC setelah batas waktu peringatan berakhir, berupa : penutupan saluran pembuangan limbah penutupan limbah
proses
produksi
yang
menghasilkan
penutupan keseluruhan proses produksi
G. INSTANSI PENGAWAS DAN PEMANTAU Pelaksanaan pengawasan dan pemantauan dalam kaitannya dengan pengendalian peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta menjadi tanggung jawab setiap instansi sesuai dengan kewenangannya yaitu: 1. Peruntukan Sungai dan baku mutu air sungai Pengendalian peruntukan dan baku mutu air sungai meliputi aspek berikut ini : a. Pemenuhan fungsi sungai dan pengendalian tata ruang, menjadi tanggung jawab instansi : Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Tata Kota.
b. Pemantauan debit dan mutu air sungai, menjadi tanggung jawab instansi : Dinas Pekerjaan Umum; Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan. 2. Baku mutu limbah cair Pengawasan dan pemantauan baku mutu limbah cair, meliputi : c. Pemantauan penaatan dilakukan oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan; d. Penegakan hukum penaatan BMLC dilakukan oleh instansi pembina sesuai dengan sektor kegiatannya antara lain : Sektor/kegiatan PMA, PMDN
:
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BPKMD) DKI Jakarta
Sektor kegiatan industri
:
Dinas dan Kanwil Departemen Perindustrian DKI Jakarta
Sektor kegiatan kesehatan
:
Dinas dan Kanwil Departemen Kesehatan DKI Jakarta
Sektor peternakan
:
Dinas Peternakan DKI Jakarta
Sektor/kegiatan perikanan
:
Dinas Perikanan DKI Jakarta
Sektor/kegiatan pariwisata
:
Dinas dan Kanwil Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi DKI Jakarta
Sektor/kegiatan bangunan umum
:
Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
3. Koordinasi pelaksanaan pada butir 1 dan 2 dilakukan oleh Biro Bina Lingkungan.