Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ISSN 1410-6086
GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI. Herlan Martono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN ABSTRAK GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI. Telah dilakukan pengkajian glass frit dan polimer untuk solidifikasi limbah cair aktivitas rendah skala industri. Tujuan pengkajian adalah agar dapat digunakannya glass frit dan polimer untuk solidifikasi limbah cair aktivitas rendah skala industri. Sebagai glass frit dapat digunakan senyawa oksida, zeolit, abu batubara. Pada saat ini di BATAN dikembangkan glass frit untuk vitrifikasi limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) dari bahan bakar pasca iradiasi, dan polimerisasi untuk solidifikasi limbah cair transuranium (LCTRU) dari bahan bakar pasca iradiasi dan produksi radioisotop. Kuantitas LCAT dan LCTRU sangat sedikit, sehingga proses tersebut akan dikaji untuk solidifikasi limbah cair aktivitas rendah. Pengkajian didasarkan atas aspek keselamatan dan ekonomi. Hasil vitrifikasi dan polimerisasi dapat meningkatkan aspek keselamatan dan menurunkan biaya. Biaya konstruksi dan operasi untuk vitrifikasi mahal, maka pengelolaan limbah yang menggunakan proses ini hanya ekonomis untuk penggunaan zeolit dan abu batubara sebagai glass frit dan negara yang harga lahannya mahal. Hasil solidifikasi dengan polimer dari segi reduksi volume dan berat tidak setinggi vitrifikasi, namun proses sederhana, sehingga biaya konstruksi dan prosesnya murah. Kata kunci : Glass frit, zeolit, abu batubara, polimer, limbah cair aktivitas rendah, . ABSTRACT GLASS FRIT AND POLYMER FOR SOLIDIFICATION OF LOW LEVEL LIQUID WASTE IN THE INDUSTRIAL SCALE. The assessment of glass frit and polymer for solidification of low level liquid waste in the industrial scale have been conducted. The purpuse of assesment are possibility of the glass frit and polymer for solidification of low level liquid waste in the industrial scale. For the glass frit can be used i.e oxides, zeolite, and coal ash. At the present, in BATAN are developing glass frit for vitrification of high level liquid waste (HLLW) from irradiated fuel, and polymerization for solidification of transuranic liquid waste (TRULW) from irradiated spent fuel and radioisotope production. The quantities of HLLW and TRULW are very small, so those processes will be used for solidification of low level liquid waste. The assessment based on the safety and economic aspect. The vitrification and polymerization product can increase safety aspect and decrease economic cost. The cost of construction and operation of vitrification is very expensive, then this management of waste using this process will be economis for countries which land area is very expensive. Polymerization product from volume and weight reduction view are not high as vitrification, but simple process, then construction cost and process are very cheap. Keywords : Glass frit, zeolite, cole ash, polymer, low level liquid waste.
125
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
PENDAHULUAN Saat ini perkembangan industri dan perumahan begitu meningkat, sehingga menuntut terpenuhinya kebutuhan energi listrik. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut, maka Indonesia merencanakan pembangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Hal ini sesuai kebijakan energi nasional tentang program diversifikasi energi berdasarkan InPres 5/2006[1]. Pada operasi PLTN akan menimbulkan limbah radioaktif yang harus dikelola agar aman bagi masyarakat dan lingkungan. Salah satu limbah radioaktif cair yang ditimbulkan dari operasi PLTN adalah limbah air pendingin reaktor, dengan kandungan utama hasil belah Cs137. Limbah radioaktif ini termasuk limbah cair aktivitas rendah (LCAR), dengan volume 50 m3/tahun. Tergantung dari jenis reaktornya, limbah radioaktif cair ini memiliki aktivitas yang cukup besar seperti yang disajikan pada Tabel 1[2]. Tabel 1. Perkiraan aktivitas limbah radioaktif cair dari operasi PLTN pada kondisi normal[2]. Limbah Cair Tritium (Bq/tahun) Total nuklida lain (Bq/tahun)
PWR (1000 MWe) 2,0 x 1013 2,7 x 1010
Pengolahan limbah radioaktif cair jenis ini dapat dilakukan dengan evaporasi, koagulasi-flokulasi, dan penukar ion, tergantung karakteristik limbah. Konsentrat hasil evaporasi, flok hasil koagulasi – flokulasi dan resin bekas kemudian diimobilisasi dengan semen. Semen hasil imobilisasi limbah memiliki volume yang besar dengan kandungan limbah sekitar 20 % berat. Hasil imobilisasi berada dalam wadah shell beton dengan volume 950 liter, dimana dalam satu shell beton yang beratnya 2000 kg mampu menampung maksimum aktivitas 1 Ci. Shell beton yang telah berisi semen limbah hasil imobilisasi kemudian disimpan dalam tempat penyimpanan sementara maupun tempat penyimpanan lestari. Volume shell beton yang cukup besar, dan dengan jumlah yang banyak menjadikan kebutuhan ruangan penyimpanan yang cukup besar, dan jika harga tanah cukup mahal maka akan
126
ISSN 1410-6086
mengakibatkan biaya pengelolaan limbah tidak ekonomis. Demikian pula biaya transportasinya akan mahal. Proses vitrifikasi merupakan proses solidifikasi limbah dengan glass frit (bahan pembentuk gelas) dan biasanya diterapkan untuk solidifikasi limbah aktivitas tinggi. Proses ini memiliki reduksi volume yang cukup besar dengan kandungan limbah yang besar yaitu 25 % berat. Dalam satu canister volumenya 118 liter, dengan 93 % volume (110 liter) mampu menampung aktivitas limbah yang sangat besar yaitu 4 x 105 Ci[3]. Berat satu canister berisi gelas-limbah adalah 450 kg, sehingga proses vitrifikasi untuk solidifikasi limbah jauh lebih efisien. Sedangkan proses polimerisasi yaitu solidifikasi limbah dengan polimer diterapkan pada limbah transuranium (TRU) yang banyak mengandung aktinida dan sedikit hasil belah. Solidifikasi limbah dengan polimer ini cukup ekonomis, karena polimer mampu mengandung limbah sekitar 30 % berat, proses polimerisasi pada suhu kamar, karena reaksi eksotermis. Untuk volume drum 200 liter, maka berat polimer limbah sekitar 290 kg. Tujuan imobilisasi limbah radioaktif adalah untuk mengikat radionuklida dalam bahan matriks tertentu, sehingga radionuklida tersebut tidak mudah terlindih atau lepas ke lingkungan apabila hasil solidifikas kontak dengan air tanah pada tempat penyimpanan lestari atau disposal. Pada solidifikasi limbah radioaktif, bahan matriks yang digunakan untuk solidifikasi limbah akan berbeda tergantung dari karakteristik limbah, misalnya limbah aktivitas tinggi pada umumnya menggunakan bahan matriks gelas borosilikat, , limbah transuranium (TRU) menggunakan polimer dan limbah aktivitas rendah menggunakan semen. Adapun pertimbangan pemilihan bahan matriks untuk solidifikasi limbah radioaktif, yaitu[4] : -
Proses pembuatan yang mudah dan praktis. Kandungan limbah (waste loading) yang tinggi. Ketahanan kimia (laju pelindihan). Ketahanan terhadap panas, dalam hal gelas yaitu terjadinya devitrifikasi. Ketahanan terhadap radiasi. Integritas fisik.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Saat ini di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) - BATAN telah dilakukan litbang solidifikasi limbah cair aktivitas tinggi dari bahan bakar pasca iradiasi di Instalasi Radiometalurgi (IRM) dengan gelas borosilikat, sedangkan polimer dikembangkan untuk imobilisasi LCTRU dari bahan bakar pasca iradiasi di IRM dan Instalasi Produksi Radioisotop (IPR). Pada perkembangan selanjutnya, nampak bahwa kapasitas LCAT dan LCTRU sangat kecil untuk diolah secara rutin, sehingga proses vitrifikasi dan polimerisasi ini akan diterapkan untuk pengolahan limbah cair aktivitas rendah di masa mendatang. Sebagai acuan, pada saat ini Republik Korea (Korea Selatan) melakukan solidifikasi limbah aktivitas rendah dan sedang menggunakan gelas borosilikat sebagai pengganti semen[5]. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan aspek keselamatan hasil solidifikasi dan menurunkan aspek ekonomi pengelolaannya, karena harga tanah yang sangat mahal. Limbah aktivitas tinggi di Korea Selatan tidak ada, karena bahan bakar bekas reaktor nuklir diproses lagi, dicampur dengan bahan bakar yang baru menjadi bahan bakar DUPIC. Dalam makalah ini disajikan analisis penerapan proses vitrifikasi dan polimerisasi dari aspek keselamatan dan ekonomi, sehingga pada suatu saat ada kemungkinan penggantian bahan matriks semen dengan gelas borosilikat atau polimer untuk peningkatan aspek keselamatan dan penurunan aspek ekonomi pada pengelolaan limbah cair aktivitas rendah dari PLTN. ASPEK KESELAMATAN IMOBILISASI
Karakteristik hasil imobilisasi yang berkaitan dengan aspek keselamatan yang harus diperhatikan adalah: -
Kekuatan mekanik, yaitu ketahanan hasil solidifikasi terhadap benturan. Pada transportasi hasil solidifikasi, kemungkinan akan terjadi benturan atau jatuh, sehingga retak atau menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Terjadinya retak atau butir kecil akan menaikkan luas permukaan kontak dengan air, sehingga menaikkan laju pelindihan radionuklida dari dalam hasil solidifikasi.
-
Ketahanan terhadap panas, karena radiasi gamma yang dipancarkan oleh radionuklida dalam gelas-limbah menimbulkan panas yang tinggi di atas 500 ◦C (Tg = suhu transformasi gelas). Pada suhu tinggi dan dalam jangka lama dapat terjadi devitrifikasi atau kristalisasi gelas. Adanya kristalisasi gelas ini akan merubah struktur dari gelas yang amorf menjadi kristalin, sehingga menaikkan laju pelindihan radionuklida solidifikasi[6].
-
dari
dalam
hasil
Ketahanan terhadap radiasi, yaitu adanya radiasi alfa yang mengakibatkan terjadinya reaksi inti dengan unsur-unsur dalam matriks yang digunakan untuk solidifikasi. Adanya reaksi inti, maka akan terjadi perubahan komposisi, sehingga terjadi perubahan densitas dan kuat tekan[7]. Adanya perubahan komposisi, maka akan
HASIL
Pada pengelolaan limbah radioaktif, walaupun aspek keselamatan menjadi prioritas utama, maka faktor ekonomi harus dipertimbangkan. Jika hanya faktor keselamatan saja yang diperhatikan, maka biaya pengolahan limbah akan menjadi sangat tinggi. Untuk operasi rutin pengolahan limbah radioaktif, faktor ekonomi harus dipertimbangkan tanpa mengorbankan faktor keselamatan. Oleh karena itu dalam pengolahan limbah radioaktif yang penting adalah aspek keselamatan harus dipenuhi dengan tetap memperhatikan faktor ekonominya.
ISSN 1410-6086
menaikkan laju pelindihan radionuklida dari dalam hasil solidifikasi. -
Umur matriks, yaitu gelas dan polimer berumur jutaan tahun.
-
Laju pelindihan dipengaruhi oleh ketahanan mekanik, ketahanan panas, dan ketahanan terhadap radiasi. Oleh karena itu laju pelindihan digunakan sebagai tolok ukur aspek keselamatan.
127
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ASPEK EKONOMI PENGELOLAAN LIMBAH Pada evaluasi aspek ekonomi pengelolaan limbah, maka pertimbangan ekonomi tidak hanya didasarkan pada biaya konstruksi dan operasinya saja, tetapi transportasi dan penyimpanan perlu dipertimbangkan juga. Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek ekonomi pengelolaan limbah radioaktif, yaitu : -
Kesederhanaan proses, yaitu proses pembuatannya mudah dan praktis. Proses yang sederhana tidak melibatkan suhu tinggi. Biaya konstruksi, operasi, dan perawatan lebih rendah.
-
Waste loading (kandungan limbah). Makin tinggi kandungan limbah berarti makin ekonomis, karena untuk sejumlah limbah tertentu, frekuensi prosesnya menjadi sedikit.
-
Reduksi volume. Makin tinggi reduksi volume berarti makin ekonomis, karena untuk sejumlah limbah tertentu volume hasil solidifikasinya menjadi lebih kecil. Ini berarti frekuensi handling lebih sedikit, sehingga kebutuhan tempat penyimpanan sementara lebih sedikit, serta kebutuhan lahan untuk disposal lebih sedikit pula.
-
Pemanfatan glass frit yang murah seperti zeolit bekas, dan abu batubara, serta polimer yang murah.
STATUS PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF DI INDONESIA Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) dirancang hanya untuk pengolahan limbah aktivitas rendah, dengan kandungan utama Cs137. Imobilisasi jenis limbah ini menggunakan semen. Blok semen setelah 300 tahun mengalami degradasi dan limbah aktivitas rendah sudah tidak punya potensi bahaya radiasi lagi. Jadi aspek keselamatannya memenuhi syarat. Pada perkembangan berikutnya muncul limbah aktivitas tinggi dan transuranium dari pelarutan bahan bakar pasca iradiasi. Bahan bakar tersebut dengan pengkayaan 20 % sehingga limbah hasil pelarutan dengan HNO3 6 – 8 M, komposisinya mengandung aktinida dan hasil belah yang cukup tinggi. Agar komposisi sesuai dengan LCAT dan LCTRU dari proses olah ulang, maka dilakukan pemisahan aktinida dan hasil belah. Hasil 128
ISSN 1410-6086
pemisahan ini LCAT banyak mengandung hasil belah yang terkontaminasi aktinida dan LCTRU banyak mengandung aktinida dan sedikit hasil belah. Kandungan radionuklida dan aktivitas radionuklida dalam LCAT dan LCTRU dari pelarutan bahan bakar teriradiasi, tidak setinggi LCAT dan LCTRU dari proses olah ulang bahan bakar bekas. Selanjutnya LCAT dsolidifikasi dengan gelas borosilikat dan LCTRU disolidifikasi dengan polimer. Berdasarkan pengkajian selanjutnya, jika Indonesia punya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), maka limbah radioaktif yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah dengan kandungan Cs137, sedangkan limbah aktivitas tingginya dalam bentuk bahan bakar bekas yang langsung disimpan dalam kolam sampai 40 – 60 tahun[8]. Untuk melakukan proses olah ulang bahan bakar bekas di masa mendatang masih dalam kurun waktu yang sangat panjang. Hal ini karena disamping teknologinya canggih dan perlu keselamatan yang tinggi seperti kekritisan bahan bakar, perlu punya PLTN yang cukup banyak sehingga bahan bakar bekasnya banyak dan prosesnya ekonomis. Kesukaran dalam melakukan proses olah ulang juga karena aspek politik. Limbah aktivitas rendah dari PLTN sudah mantap dan aman atau memenuhi standar keamanan dan keselamatan disolidifikasi dengan semen. Peningkatan aspek keselamatan dan penurunan aspek ekonomi perlu diupayakan di masa mendatang dengan teknologi polimerisasi dengan proses dan bahan yang murah, serta vitrifikasi menggunakan bahan pembentuk gelas (glass frit) yang murah seperti zeolit bekas dan abu batubara. Zeolit dan abu batubara mempunyai komposisi yang mirip glass frit sehingga penambahan bahan kimia hanya sedikit. Untuk itu dibahas solidifikasi limbah aktivitas rendah dengan polimer dan gelas borosilikat yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk solidifikasi. KARAKTERISTIK CESIUM – 137 Cesium – 137 (Cs137), merupakan unsur yang dominan terdapat dalam limbah cair aktivitas rendah, seperti dalam air pendingin reaktor nuklir. Umur paro (t1/2 Cs137 = 30 tahun). Jika ada 100 Ci Cs137, maka berdasarkan hubungan aktivitas sebagai fungsi waktu, setelah 300 tahun aktivitasnya sangat kecil sekali.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ISSN 1410-6086
Gambar 1. Penguapan Cs sebagai fungsi waktu dan suhu [9]. Pada proses suhu tinggi Cs137 menguap. Penguapan Cs137 pada 800 °C selama 4 jam adalah 80 %, yang ditunjukkan pada Gambar 1[9]. Pada proses vitrifikasi dengan sistem Joule dilakukan pada suhu 1150 °C, tetapi berdasarkan distribusi suhu di tengah melter pada berbagai ketinggian dari dasar
melter, yang ditunjukkan pada Gambar 2. Suhu pada permukaan lelehan gelas-limbah dalam melter sekitar 684 °C. Pada kondisi tersebut gelas-limbah dipermukaan melter berbentuk kerak hitam yang menahan lepasnya gas yang menguap dari lelehan gelas-limbah[ 10].
Gambar 2. Distribusi suhu di tengah melter pada berbagai ketinggian dari dasar melter pada melter dengan pemanas Joule[ 10].
129
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
PEMBAHASAN Kandungan limbah aktivitas rendah dalam polimer dan gelas borosilikat dapat ditingkatkan. Penambahan aktivitas dalam polimer perlu diperhatikan karena titik leburnya relatif rendah sekitar 400 ◦C[11]. Gelas borosilikat dalam satu canister volumenya 118 liter, 93 % volume (110 liter) mengandung 4 x 105 Ci. Gelas borosilikat sangat mampu mengandung 1000 Ci limbah aktivitas rendah yang komponen utamanya Ce137. Blok semen 1000 liter, mengandung 1 Ci limbah radioaktif. Ini berarti bahwa dengan gelas borosilikat dan polimer dapat ditingkatkan aspek keselamatan, penurunan aspek ekonomi, dan peningkatan reduksi volume. Suhu proses pembentukan hasil solidifikasi, reduksi volume dan status penggunaan dalam skala industri ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan suhu proses polimerisasi yang eksotermis atau proses berlangsung pada suhu kamar, maka biaya kontruksi dan operasinya relatif sama. Demikian pula biaya material untuk proses sementasi dan polimerisasi juga relatif sama. Kandungan limbah dalam semen 20 % berat, sedangkan dalam polimer 30 % berat, dengan perbandingan reduksi volumenya 10/1[12]. Jika dianggap limbah Cs137 yang diimobilisasi dalam 110 liter gelas borosilikat 100 Ci, maka reduksi volumenya 1000/1. Ini berarti bahwa untuk 100 Ci limbah Cs137, jika disolidifikasi dengan semen maka volume blok semen 100 m3, dengan polimer 10 m3, dan dengan gelas borosilikat 110 liter. Dari Tabel 2, aspek keselamatan berkaitan dengan laju pelindihan radionuklida dari dalam matriks. Standar IAEA (International Atomic Energy Agency), laju pelindihan radionuklida dari matriks semen adalah 10-4 - 10-1 g cm-2 hari-1. Laju pelindihan radionuklida dari matriks polimer 10-7 - 10-4 g cm-2 hari-1 dan dari matriks gelas borosilikat 10-7 - 10-5 g cm-2 hari-1. Dari segi kuat tekan, maka kuat tekan semen 20 – 50 N/mm2, lebih besar dari pada polimer yang kuat tekannya 50,97 N/mm2. Ini berarti bahwa blok semen hampir sama ketahan benturannya dengan blok polimer. Blok gelas-borosilikat paling kuat menahan benturan, karena kuat tekannya 56,90 N/mm2. Berat blok semen hasil solidifikasi untuk tiap 100 Ci limbah 130
ISSN 1410-6086
adalah 100 m3 x 1,70. 103 kg/m3 = 1,7. 105 kg, berat blok polimer 10 m3 x 1,34. 103 kg/m3 = 1,34. 104 kg, sedangkan berat gelas-borosilikat 110. 10-3 m3 x 2,74. 103 kg/m3 = 301,40 kg. Laju pelindihan radionuklida dari bahan matriks, kuat tekan hasil imobilisasi, dan berat bahan matriks untuk mengungkung 100 Ci limbah ditunjukkan pada Tabel 3. Proses vitrifikasi dilakukan pada suhu tinggi sekitar 1150 ◦C, sehingga biaya prosesnya sangat mahal. Demikian pula biaya konstruksinya mahal, karena instalasi lebih canggih. Pada saat ini biaya yang harus diperhitungkan adalah biaya pengelolaan limbahnya yang meliputi biaya konstruksi peralatan dan prosesnya, transportasi, penyimpanan sementara dan disposalnya. Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, serta umur 100 Ci Cs137 sekitar 300 tahun, maka : - Dari aspek keselamatan yaitu laju pelindihannya, maka gelas borosilikat lebih baik dibanding polimer, dan polimer lebih baik daripada semen. - Dari aspek ekonomi yaitu kesederhanaan proses pembuatannya, kandungan limbah, dan reduksi volumenya. Semen dan polimer prosesnya lebih sederhana dibanding gelas borosilikat. Kandungan limbah dalam gelas-limbah lebih tinggi daripada dalam polimer dan dalam polimer lebih tinggi daripada dalam semen. Berdasarkan reduksi volume, maka gelas borosilikat reduksi volumenya, kemudian polimer dibanding semen. Untuk 100 Ci Cs137, maka reduksi volume gelas-borosilikat 100/1, polimer 10/1 dan semen 1/1. Untuk 100 Ci Cs137, maka berat gelas-borosilikat 3,01. 102 kg, polimer 1,45. 104 kg, dan semen 1,70. 105 kg. Berdasarkan reduksi volume, yang menghemat biaya transportasi, luas tempat penyimpanan sementara, dan luas tempat disposal maka gelas borosilikat lebih baik dari pada polimer, dan polimer lebih baik daripada semen. Berdasarkan berat hasil solidifikasi, yang menghemat biaya transportasi, konstruksi tempat penyimpanan sementara, dan konstruksi disposal, maka gelas borosilikat lebih baik daripada polimer, dan polimer lebih baik daripada semen.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ISSN 1410-6086
Tabel 2. Suhu proses pembentukan hasil imobilisasi, reduksi volume, dan ststus proses dalam skala industri[12] . Jenis bahan Matrkis Semen Polimer Gelas borosilikat Gelas borosilikat Gelas borosilikat
Suhu operasi (◦C) Kamar kamar 1150 1150 1150
Reduksi Volume bahan/semen 1/1 10/1 1000/1 (*) 100/1 (**) 10/1 (***)
Status penggunaan Skala industri digunakan digunakan digunakan digunakan digunakan
(*). Anggapan 110 liter gelas limbah mengandung 100 Ci limbah aktivitas rendah. (**) Anggapan 110 liter gelas-limbah mengandung 10 Ci limbah aktivitas rendah. (***). Anggapan 110 liter gelas-limbah mengandung 1 Ci limbah aktivitas rendah. Tabel 3. Laju pelindihan, kuat tekan, densitas hasil imobilisasi dan berat hasil imobilisasi untuk kandungan limbah 100 Ci[13]. Jenis bahan Matriks Semen Polimer Gelas borosilikat
Laju pelindihan (g cm-2 hari-1) 10-7 - 10-1 10-7 - 10-4 10-7 - 10-5
Berdasarkan atas pertimbangan aspek keselamatan dan ekonomi, maka dipilih gelas borosilikat karena laju pelindihannya rendah dan reduksi volume dan reduksi beratnya sangat tinggi. Ini berarti biaya transportasi, penyimpanan sementara, dan disposalnya rendah. Oleh karena biaya konstruksi alat dan operasi alat mahal, maka proses ini akan lebih ekonomis pada negara yang harga lahannya sangat mahal seperti di Korea Selatan. Suhu yang tinggi ini perlu dikaji kembali, karena kemungkinan ada sebagian Cs137 menguap. Proses polimerisasi akan meningkatkan aspek keselamatan dan menurunkan aspek ekonomi. Walaupun dari segi reduksi volume dan reduksi berat tidak setinggi proses vitrifikasi., namun proses sederhana, sehingga biaya konstruksi dan prosesnya murah. Aspek keselamatannyapun cukup tinggi. KESIMPULAN Penggunaan gelas dan polimer mempunyai prospek di masa mendatang untuk imobilisasi limbah cair aktivitas rendah dari PLTN. Berdasarkan atas pertimbangan aspek keselamatan dan ekonomi, maka dipilih gelas borosilikat karena laju pelindihannya rendah dan reduksi volume dan reduksi beratnya sangat tinggi. Ini berarti biaya transportasi,
Kuat tekan (N/mm2) 20 - 50 50,97 56,90
Densitas (g/cm3) 1,7 - 2,5 1,34 2,74
Berat (kg) Untuk 100 Ci 1,70. 105 1,34. 104 3,01. 102
penyimpanan sementara, dan disposalnya rendah. Oleh karena biaya konstruksi alat dan operasi alat mahal, maka proses ini akan lebih ekonomis pada negara yang harga lahannya sangat mahal seperti di Korea Selatan. Suhu yang tinggi tidak berpengaruh Proses terhadap penguapan Cs137. polimerisasi akan meningkatkan aspek keselamatan dan menurunkan aspek ekonomi, walaupun dari segi reduksi volume dan reduksi berat tidak setinggi proses vitrifikasi., namun proses sederhana, sehingga biaya konstruksi dan prosesnya murah. Aspek keselamatannyapun lebih tinggi dibanding semen. DAFTAR PUSTAKA 1. EMY PERDANAHARI, Peran Energi Nuklir Dalam Memenuhi Kebutuhan Tenaga Listrik Jangka Panjang, Seminar Peran Pengelolaan Limbah Radioaktif Dalam mendukung Industri dan Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia, Serpong, 26 Juni 2007. 2. NEWJEC, Feasibility Study of The First Nuclear Power Plants at Muria Peninsula Region, “Waste Management and Decommissioning”, NEWJEC Inc., 1996.
131
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
3.
4.
5.
6.
7.
8.
132
SASAKI N, Solidification of The High Level Liquid Waste From The Tokai Reprocessing Plant, PNC-Japan, Tokaimura, 1994. MENDEL, J.E, The Fixation of High Level Waste in Glasses, PNL, Richland, Washington, 1985. MARTONO H, Radioactive Waste Treatment and Disposal at Korea Atomic Energy Research Institute, Report at KAERI, Taejon, 1999. SURYANTORO, dkk, Pengaruh Devitrifikasi Terhadap Laju Pelucutan Gelas yang Mengandung Limbah Cair Aktivitas Tinggi Simulasi, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, BATAN, Yogyakarta, 1995. HERLAN MARTONO, AISYAH, Efek Radiasi Terhadap Gelas Limbah Hasil Vitrifikasi, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, P3TM-BATAN, Yogyakarta, 2002. MARTONO H dan GUNANDJAR, Management of High Level Radioactive Waste and Transuranic
9.
10.
11.
12.
13.
ISSN 1410-6086
Waste, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2007. HORIE M, Advanced Technology of High Level Liquid Waste Management with Super High Temperature Method, Waste Management Seminar, Arizona, Tucson, USA, 2000. POWER REACTOR and NUCLEAR FUEL DEVELOPMENT CORPORATION, Characteristics of Waste-Glass and Treatment of High Level Liquid Waste, Tokai Works, 1988. IAEA, Immobilization of Low and Intermediate Level Radioactive Wastes with Polymer, Technical Report Series, No. 289, IAEA, Vienna, 1988. Miyazaki S, Mitsubishi Presentasion of Proposed 600 Mwe Plant for BATAN, Mitsubishi – Westinghouse Seminar, Jakarta, 1995. ZAINUS SALIMIN, Pengaruh Bermacam Lingkungan Air Terhadap Kemampuan Penahanan Radionuklida Dalam Blok Hasil Pemadatan, Prosiding Hasil Penelitian Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif, Serpong, 2002.