BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengkondisian Udara dengan Groundcooling Pengkondisian udara dengan memanfaatkan efek dingin tanah atau lebih
dikenal dengan istilah groundcooling ini sudah banyak diterapkan sejak zaman prasejarah oleh manusia-manusia gua hingga zaman modern seperti saat ini. Sudah banyak penelitian yang mengupas ide ini di berbagai belahan dunia. Temperatur tanah yang cenderung konstan sepanjang tahun berpotensi menjadi media pengkondisian udara baik sebagai pendingin pada musim panas dan penghangat di musim dingin. Metode yang digunakan pun semakin bervariasi guna memperoleh efisiensi dan COP terbaik, seperti earth-air heat exchanger (EAHE), groundwater heat pump (GWHP), ground air collector, dan metode lainnya. Dari beberapa jurnal internasional seperti pemelitian yang dilakukan oleh Yujin Nam dan Ryozo Ooka (2009) di Jepang diketahui bahwa pemanfaatan efek dingin tanah dengan metode groundwater heat pump (GWHP) dapat digunakan sebagai penghangat ruangan pada musim dingin dan mampu menjadi penyejuk ruangan pada musim panas seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Sistem GWHP [13]
Universitas Sumatera Utara
M. K. Ghosal, dkk (2003) yang menguji efektifitas dari groundcooling EAHE yang diterapkan pada sebuah greenhouse, New Delhi, India. Diperoleh bahwa dengan sistem ini dapat menaikkan temperatur udara 6-7 oC lebih tinggi dari temperatur udara luar selama musim dingin dan menurunkan udara greenhouse sebesar 3-4 oC lebih rendah dari temperatur udara luar selama musim panas. Hasil pengujian ini EAHE memberikan efek yang cukup signifikan pada level beban thermal setiap bulannya. Dengan kata lain adanya EAHE dapat lebih banyak melayani beban thermal tanpa mengubah daya terpasang yang sudah ada. Namun dapat dilihat juga bahwa efektifitas EAHE lebih baik pada musim dingin seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Variasi Level Beban Thermal Bulanan [7]
F. Al Ajmi, dkk (2005) mengetahui bahwa groundcooling dapat menurunkan temperatur udara ruangan sebesar 2,8 oC selama pertengahan Juli pada musim panas. Penelitian yang dilakukan berlokasi di Kuwait selama 5 bulan dan mengklaim dapat menghemat daya pemakaian beban pendingin sebuah rumah moderat sebesar 30% atau sekitar 1700 W. Pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 ini ditampilkan bangunan yang menjadi objek groundcooling dan temperatur yang diperoleh dengan dan tanpa groundcooling.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Objek Bangunan yang Diteliti [1]
Gambar 2.4 Temperatur Ruangan Selama Musim Panas pada Bulan Mei Hingga September [1]
Mustafa Inalli, dkk (2004) melakukan pengujian di Turki pada sebuah ruangan uji berkapasitas beban pendingin 3,1 kW selama bulan Juni hingga September tahun 2003 dan memperoleh COP sebesar 2,01 untuk sistem EAHE yang ditanam di tanah dengan kedalaman 2 m, seperti ada gambar 2.5 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 EAHE yang ditanam pada kedalaman 2 m [9]
Senada dengan M. K. Ghosal, dkk (2003), G. N. Tiwari, dkk (2005) di New Delhi, India mengklaim bahwa groundcooling EAHE dapat menyimpan potensi energi penghangatan di kota New Delhi maksimum 11,55 MJ pada bulan Januari dan potensi energi pendinginan maksimum 18,87 MJ pada bulan Juni. Adapun jumlah waktu efektif pemakaian EAHE ini cukup bervariasi setiap bulannya seperti yang terlihat pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Jumlah waktu efektif penggunaan EAHE [22]
Universitas Sumatera Utara
Selain itu di negara tetangga kita, Malaysia, telah dilakukan riset oleh G. Reinmann, dkk (2007) seorang konsultan asal Denmark. Diketahui bahwa groundcooling teknologi cooltek pada sebuah rumah dapat hampir secara kontinu mengedarkan udara bertemperatur 27,2 oC ke dalam rumah. Penelitian ini dilakukan pada sebuah rumah di daerah perbukitan sehingga mempunyai kedalaman yang cukup besar, sekitar 4,5 m di bawah permukaan tanah. Skema penginstalan EAHE ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Skema EAHE di Daerah Perbukitan [17]
Temperatur yang diperoleh ini cukup nyaman bagi orang-orang di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang panas. Temperatur yang nyaman bagi manusia ini sesungguhnya cukup relatif, sulit untuk mendefinisikan artian “nyaman” pada setiap individu. Namun ada sebuah riset yang diadakan oleh Tri Harso Karyono (1998) di Indonesia di mana dikatehui bahwa suku bangsa juga menyumbang perbedaan pada tingkat temperatur nyaman bagi seseorang. Ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Temperatur netral/nyaman dari berbagai etnis di Indonesia [11] Ethnic Group
Neutral Temperature (Tn) Ta (oC)
To (oC)
Teq (oC)
Aceh (n = 6)
24,3
24,3
23,4
Tapanuli (n = 23)
25,9
26,2
24,6
Minang (n = 27)
26,9
27,4
25,7
Other Sumatran (n = 16)
26,6
27,0
25,7
Betawi (n = 23)
27,0
27,3
25,9
Sundanese (n = 86)
26,4
26,6
25,0
Javanese (n = 232)
26,4
26,7
25,2
Other Indonesians (n = 62)
26,9
27,4
26,2
Walaupun angkanya cukup bervariasi namun dapat dilihat bahwa temperatur operasi yang nyaman bagi orang Indonesia berkisar dari 24 oC s/d 28 o
C. Apabila kita dapat memanfaatkan groundcooling ini sebagai salah satu media
pengkondisian udara, khususnya pendingin
ruangan tentu akan sangat
menguntungkan. Selain teknologi ini ramah lingkungan sehingga ikut mengatasi efek pemanasan global yang menjadi momok saat ini juga dapat menghemat energi dan bersifat ekonomis dari segi keuangan. Namun pada skripsi ini, teknologi groundcooling tersebut tidak digunakan secara langsung sebagai pendingin ruangan namun akan dikombinasikan dengan siklus kompresi uap. Ini didasarkan pada temperatur keluaran dan COP yang diperoleh groundcooling secara langsung tidak sebesar pada siklus kompresi uap. Seperti pada review di atas yang hanya dapat mengeluarkan temperatur 27,2 oC di daerah tropis dan COP yang hanya mencapai angka 2,01. Teknologi groundcooling ini akan dikombinasikan dengan siklus kompresi uap untuk mengoptimasi kerja kompresor, laju pindahan panas dari kondensor, efek refrigerasi evaporator, dan COP dari siklus. Optimasi ini diyakini akan dapat memenuhi tujuan utama pendinginan dengan tetap menghemat energi dan uang yang dikeluarkan dengan siklus kompresi uap yang konvensional.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Sistem Refrigerasi Refrigerasi
merupakan
suatu
proses
penarikan
kalor
dari
suatu
benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda / ruangan tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya. Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan. Sehingga refrigerasi selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas dan perpindahan panas. Siklus refrigerasi memperlihatkan apa yang terjadi atas panas setelah dikeluarkan dari udara oleh refrigeran di dalam koil (evaporator). Siklus ini didasari oleh dua prinsip, yaitu: 1. Saat refrigeran cair berubah menjadi uap, maka refrigeran cair itu mengambil atau menyerap sejumlah panas. 2. Titik didih suatu cairan dapat diubah dengan jalan mengubah tekanan yang bekerja padanya. Hal ini sama artinya bahwa temperatur suatu cairan dapat ditingkatkan dengan jalan menaikan tekanannya, begitu juga sebaliknya.
Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu: 1.
Sistem refrigerasi mekanik Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat
mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi mekanik di antaranya adalah: a. Siklus Kompresi Uap (SKU) b. Refrigerasi siklus udara c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah d. Siklus stirling
2.
Sistem refrigerasi non mekanik Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan
mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya : a. Refrigerasi termoelektrik b. Refrigerasi siklus absorbsi
Universitas Sumatera Utara
c. Refrigerasi steam jet d. Refrigerasi magnetik e. Heat pipe
2.2.1 Siklus Kompresi Uap Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup expansi. Berikut adalah sistem konvensional siklus kompresi uap (gambar 2.8) dan skema diagram p-h siklus kompresi uap (gambar 2.9).
Gambar 2.8 Sistem Konvensional Siklus Kompresi Uap [24]
Gambar 2.9 Skema diagram p-h siklus kompresi uap [20]
Universitas Sumatera Utara
Pada siklus kompresi uap, di evaporator refrigeran akan ‘menghisap’ panas dari lingkungan sehingga panas tersebut akan menguapkan refrigeran. Kemudian uap refrigeran akan dinaikkan tekanannya oleh kompresor hingga mencapai tekanan kondensor, dalam kondensor uap refrigeran dikondensasikan dengan membuang panas dari uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian refrigeran akan melalui katup ekspansi dahulu sebelum menuju evaporator untuk menurunkan tekanannya menjadi tekanan evaporator. Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar 2.9 di atas adalah sebagai berikut:
a.
Proses kompresi (1-2) Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik
adiabatik. Kondisi awal refrigeran pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeran akan menjadi uap bertekanan tinggi (superheated vapor). Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka temperatur ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: ................................................................ (2.1) dimana :
wc= besarnya kerja kompresor (kJ/kg) h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg) h2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
Jika pada proses isentropis ini dimasukkan nilai efisiensi dari kompresor (ƞ) maka besar kerja kompresor yang menjadi beban listrik terbesar dari siklus kompresi uap menjadi lebih tinggi yaitu : wc = h2a – h1 ................................................................................ (2.2)
Di mana h2a adalah entalpi titik 2 yang sebenarnya dan dapat ditentukan dengan persamaan berikut : ................................................................... (2.3)
Universitas Sumatera Utara
Harga Ƞ berkisar 0 - 1 b.
Proses kondensasi (2-3) Proses ini berlangsung di dalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan
tinggi dan bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara, air, dll), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke lingkungan yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan massa refrigeran yang dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai: ................................................................ (2.4) dimana :
qk = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg) h2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
c.
Proses ekspansi (3-4) Proses ekspansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak
terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau dapat dituliskan dengan: h3 = h4 ................................................................................ (2.5) Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.
d.
Proses evaporasi (4-1) Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan,
temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 di atas. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah:
Universitas Sumatera Utara
................................................................ (2.6) dimana :
qe = besarnya panas yang diserap di evaporator (kJ/kg) h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg) h4 = entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)
Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke dalam kompresor dan bersirkulasi lagi. Begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai. Untuk menentukan harga entalpi pada masing-masing titik dapat dilihat dari tabel sifatsifat refrigeran. Setelah semua nilai di atas diperoleh biasanya akan dicari nilai Coefficient of Performance (COP) dari siklus. COP dapat dikatakan sebagai efisiensi jika pada siklus tenaga. COP merupakan perbandingan dari efek refrigerasi yang diperoleh dengan kerja kompresor yang dikeluarkan atau dapat ditulis dengan persamaan berikut. ................................................................. (2.7)
2.2.2 Kondensor dan Analisis Kondensor Pada diagram P-h dari siklus kompresi uap sederhana, kondensor mempunyai tugas merealisasikan garis 2-3. Pada prinsipnya kondensor merupakan APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran yaitu merubah fase refrigeran dari uap menjadi cair. Pada dasarnya kondensor mempunyai dua fungsi penting, yaitu: Kondensor membuang panas yang diambil oleh refrigeran dari dalam evaporator dan Kondensor mengkondensasikan refrigeran uap menjadi refrigeran cair. Pemindahan panas dan proses kondensasi di dalam kondensor dapat terjadi dalam dua cara, yaitu:
1.
Proses dengan bantuan air. Air digunakan untuk membantu mengambil panas dari refrigeran uap. Refrigeran uap yang mengalir dalam kondensor disimpan dalam suatu tempat atau air dilewatkan pada kondensor yang berisi refrigeran uap. Air masuk mempunyai temperatur lebih rendah
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan temperatur refrigeran uap. Panas dari refrigeran uap dipindahkan ke air melalui dinding kondensor. Air tersebut membawa panas dari wadah melalui saluran ke luar. Jika medium pendigin yang digunakan adalah air, kelebihannya adalah air mempunyai sifat membawa dan memindahkan panas yang jauh lebih baik daripada udara. Oleh karena itu tidak dibutuhkan peralatan yang besar untukproses perpindahan panas. Tetapi air tidak boleh dibuang begitu saja ke lingkungan. Misalnya setelah digunakan sebagai pendingin kondensor air akan menjadi panas dan tidak bisa dibuang begitu saja ke sungai atau danau karena dapat berefek buruk bagi lingkungan. Untuk menghindari efek lingkungan ini, biasanya kondensor berpendingin air dilengkapi dengan cooling tower yang fungsinya mendinginkan air panas yang berasal dari kondensor dengan menjatuhkannya dari suatu ketinggian agar dapat didinginkan oleh udara. Oleh karena itu biaya awal kondensor berpendingin air ini biasanya lebih besar tetapi biaya operasionalnya lebih kecil, oleh karena itu sistem ini biasanya digunakan pada SKU dengan kapasitas besar. 2.
Proses dengan bantuan udara. Udara digunakan untuk membuang panas dari refrigeran uap melalui permukaan kondensor. Udara dihembuskan dengan menggunakan kipas ke permukaan kondensor. Karena udara lebih dingin dari refrigeran uap, maka terjadi perpindahan panas dari refrigeran uap ke udara bebas melalui permukaan kondensor. Jika medium yang digunakan adalah
udara,
kelebihannya
adalah
tidakdiperlukan
pipa
untuk
mengalirkannya dan tidak perlu repot untuk membuangnyakarena setelah menyerap panas bisa langsung dilepas ke udara lingkungan.Kelemahannya, udara tidak mempunyai sifat membawa dan menghantar panasyang baik. Oleh karena itu diperlukan usaha yang lebih untuk mengalirkan lebihbanyak udara. Bisa dipastikan kondensor dengan medium pendingin udaraumumnya digunakan pada siklus refrigerasi dengan kapasitas pendinginan yangkecil.
Universitas Sumatera Utara
(a) air
(b) udara
Gambar 2.10 Jenis pendingin kondensor dengan (a) air dan (b) udara [19]
Selain kedua media pendingin kondensor yang umum di atas ada juga kondensor berpendingin gabungan air dan udara yang biasa disebut evaporative condensor. Pada evaporative condensor air dan udara digunakan untuk mendinginkankondensor. Air disiramkan ke pipa-pipa kondensor dan udara juga ditiupkan. Halini akan mengakibatkan terjadinya penguapan di permukaan kondensor. Karenapanas penguapan air sangat tinggi, dan ini diambil dari refigeran melalui dindingpipa maka kondensor jenis ini akan mempunyai koefisien perpindahan panas yang sangat baik. Selain perbedaan-perbedaan mendasar di atas, kondensor berpendingin air dan udara memiliki perbedaan-perbedaan lainnya dan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Perbandingan Kondensor Berpendingin Udara dan Air [2] Parameter
Pendingin udara
Pendingin air
Perbedaan temperatur, Tc - Tpendingin
6 s/d 22 oC
6 s/d 12 oC
12 s/d 20 m3/menit
0,007 s/d 0,02 m3/menit
Luas Perpindahan panas per TR
10 s/d 15 m2
0,5 s/d 1 m2
Kecepatan fluida pendingin
2,5 s/d 6 m/s
2 s/d 3 m/s
Daya pompa/blower per TR
75 s/d 100 W
kecil
Laju aliran pendingin per TR
Universitas Sumatera Utara
Untuk media pendingin air menggunakan cooling tower biasanya diaplikasikan pada siklus kompresi uap berskala besar. Pada siklus kompresi uap yang menggunakan cooling tower biasanya temperatur kondensasi pada kondensor tidak diturunkan. Ini dikarenakan temperatur keluaran air pendingin dari cooling tower sangat tergantung dari temperatur bola basah (wet bulb temperature) dari udara sekitar. Keterbatasan temperatur udara lingkungan yang dapat mencapai lebih dari 30 oC ini lah maka temperatur kondensasi siklus kompresi uap menggunakan cooling tower tetap dijaga di atas temperatur udara harian. Pada kondensor sebagai alat penukar kalor inilah sebenarnya diaplikasikan semua ilmu perpindahan panas.Oleh karena itu, akan dijumpai perhitunganperhitungan perpindahan panas yangsangat rumit.Pada dasarnya sangat banyak variasi
kondensor
yang
mungkin
jika
dilihatberdasarkan
jenis
fluida
pendinginnya, metode perpindahan panasnya, dankonfigurasi bidang perpindahan panasnya. Karena pada skripsi ini media pendingin yang digunakan adalah air yang dipompa dari tanah sebagai aplikasi dari groundcooling maka hanya akan dilakukan pembahasan pada kondensor yang berpendingin airdan jenisnya adalah APK shell-and-tube heat exchanger (biasanya diterjemahkansebagai APK pipacangkang). Pada APK ini, air pendingin mengalir di dalamtabung dan uap refrigeran mengalir di luar tabung dan masih di dalam shell.Konfigurasi aliran fluida pada APK ini ditunjukkan pada Gambar 2.11 berikut ini. Ditampilkan juga profil temperatur kedua fluida yang diidealkan pada gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.11 Kondensor jenis shell and tube [2]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Profil temperatur pada kondensor [2]
Laju perpindahan panas pada refrigeran dan air pendingin dapat dihitungdengan persamaan berikut: ...................................................................... (2.8) Dan ............................................................ (2.9) Di mana : Qr
= Laju perpindahan panas refrigeran (kJ/s) = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
h
= entalpi refrigeran pada diagram p-h (kJ/kg)
Qw
= Laju perpindahan panas air (kJ/s) = Laju aliran massa air (kg/s)
cp
= Kalor jenis air (4,19 kJ/kgK)
Tw,o = Temperatur air keluar kondensor (K) Tw,i = Temperatur air masuk kondensor (K)
Laju perpindahan panas dari refrigeran ke air jika dihitung berdasarkan luasbidang perpindahan panas di sisi luar pipa Ao, adalah: Q = UoAoLMTD ......................................................................... (2.10) Di mana : Uo
= Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2K)
Ao
= Luas penampang pipa (m2)
Universitas Sumatera Utara
SedangkanLMTD adalah perbedaan temperatur rata-rata logaritmik (Log MeanTemperature
Difference).
Untuk
kasus
kondensor
yang
profil
temperaturnyadiidealkan seperti pada Gambar 2.5 nilainya dapat dihitung dengan persamaan: ........................................... (2.11) Di mana Tk adalah temperatur kondensor
Sedangkan Uo adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh pada sisi luar pipa yangmerupakan gabungan koefisien perpindahan panas konveksi di sisi luar dan di sisidalam pipa, konduksi di dinding pipa, fouling factor, dan efek fin (jika ada). Jikatidak terdapat fin pada pipa, persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai Uoadalah: ........................ (2.12) Di mana : ro
= jari-jari luar pipa (m)
ri
= jari-jari dalam pipa (m)
Rfi
= tahanan thermal akibat kerak bagian dalam pipa
Rfo
= tahanan thermal akibat kerak bagian luar pipa
hi
= koefisien konveksi permukaan bagian dalam pipa (W/m2 K)
ho
= koefisien konveksi permukaan bagian luar pipa (W/m2K)
Karena pada skripsi ini yang dibahas secara spesifik adalah air yang mengalir didalam pipa, maka koefisien konveksi di dalam pipa dapat dihitung denganmenggunakan persamaan Dittus-Boelter (khusus untuk aliran turbulen penuh dengan Re > 2300), yaitu : ...................................................... (2.13) Di mana : kw
= konduktifitas termal air (W/mK)
di
= diameter dalam pipa (m)
Pr
= Bilangan Prandtl
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Re adalah bilangan Reynold yang dapat ditentukan dengan persamaan berikut : ............................................................ (2.14) Di mana : ρ
= massa jenis fluida (kg/m3)
v
= kecepatan rata-rata fluida (m/s)
μw
= viskositas absolut fluida (Pa.s)
Koefisien perpindahan panas di permukaan luar pipa lebih rumit karena begitu banyak variasi yang dapat digunakan. Salah satu persamaan yangdapat digunakan jika pipa kondensornya horizontal adalah: ................................................. (2.15) Di mana : kf
= konduktifitas termal refrigeran (W/mK)
ρf
= massa jenis refrigeran (kg/m3)
g
= percepatan gravitasi (m/s2)
hfg
= entalpi perubahan fasa refrigeran (kJ/kg)
N
= jumlah pipa kondensor tiap baris
μf
= viskositas absolut refrigeran (Pa.s)
do
= diameter luar pipa (m)
∆T
= perbedaan temperatur kondensasi dan temperatur permukaan luar pipa (K)
Semua sifat fluida pendingin di atas dievaluasi pada temperatur film yaitu : ............................................................................ (2.16) Di mana : Tw,o = Temperatur air keluar kondensor (K) Tw,i = Temperatur air masuk kondensor (K)
Universitas Sumatera Utara
2.3
Computational Fluid Dinamycs (CFD) Dalam aplikasinya, aliran fluida baik cair maupun gas adalah suatu zat yang
sangat lazim dengan kehidupan sehari – hari. Misalnya pengkondisian udara bagi bangunan dan mobil, pembakaran di motor bakar dan sistem propulsi, interaksi berbagai objek dengan udara atau air, aliran kompleks pada penukar panas dan reactor kimia, dan lain sebagainya, yang mana cukup menarik untuk diteliti, diselidiki dan dianalisis. Untuk kebutuhan penelitian tersebut bahkan sampai dengan tingkat desain, perlu dibutuhkan suatu alat yang mampu menganalisis atau memprediksi dengan cepat dan akurat. Maka berkembanglah suatu ilmu yang dinamakan Computational Fluid Dynamics (CFD) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Komputasi Aliran Fluida Dinamik.
2.3.1 Pengertian Umum CFD Secara umum CFD terdiri dari dua kata yaitu sebagai berikut [23] : - Computational : segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numerik atau komputasi - Fluid Dynamics : dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Ditinjau dari istilah di atas, maka CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda – benda atau zat yang mengalir. Maka secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan – persamaan matematika (model matematika). Pada dasarnya, persamaan – persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan – persamaan diferensial parsial atau dikenal dengan istilah PDE (Partial Differential Equation) yang mempresentasikan hukum – hukum kekekalan massa (kontinuitas), momentum dan energi yang diubah kedalam bentuk numerik (persamaan linear) dengan teknik diskritisasi. Pengembangan
sebuah
perangkat
lunak
(software)
CFD
mampu
memberikan kekuatan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda – benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dan struktur, dan sistem akustik hanya dengan permodelan di
Universitas Sumatera Utara
komputer. Dengan menggunakan software ini dapat dibuat virtual prototype dari sebuah system atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi nyata di lapangan. Dengan menggunakan software CFD akan didapatkan data – data, gambar – gambar, atau kurva – kurva yang menunjukkan prediksi dari performansi keandalan sistem yang akan didesain [6].
2.3.2 Penggunaan CFD Dalam aplikasinya CFD dapat dipergunakan bagi : - Insinyur, khususnya dalam hal teknik refrigerasi dan pengkondisian udara untuk mendesain tempat atau ruangan sesuai kebutuhan seperti refrigerator, Air-Conditioner, Cold Storage, dll - Arsitek untuk mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman. - Desainer kendaraan untuk meningkatkan karakter aerodinamiknya. - Analisis kimia untuk memaksimalkan hasil dari reaksi kimia dalam peralatan. - Bidang petrokimia untuk strategi optimal dari oil recovery. - Bidang kedokteran untuk mengobati penyakit arterial (computational hemodynamics). - Metereologis untuk meramalkan cuaca dan memperingatkan akan terjadinya bencana alam. - Analis failure untuk mencari sumber – sumber kegagalan misalnya pada suatu sistem pembakaran atau aliran uap panas. - Organisasi militer untuk mengembangkan senjata dan mengestimasi seberapa besar kerusakan yang diakibatkannya.
Penggunaan CFD umumnya berhubungan dengan keempat hal berikut : 1. Studi konsep dari desain baru 2. Pengembangan produk secara detail 3. Analisis kegagalan atau troubleshooting 4. Desain ulang (re – design)
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Manfaat CFD Ditinjau dari segi manfaat terdapat tiga hal yang merupakan alas an kuat kenapa harus menggunakan CFD, yakni : insight, foresight, dan efficiency(Firman Tuakia, 2008). 1) Insight – Pemahaman Mendalam Apabila dalam mendesain sebuah system atau alat yang sulit untuk dibuat prototype-nya atau sulit untuk dilakukan pengujian, analisis CFD memungkinkan untuk digunakan secara virtual ke dalam alat/sistem yang dapat disaksikan melalui CFD yang belum tentu dapat dilihat dengan cara lainnya. 2) Foresight – Prediksi Menyeluruh Dikarenakan CFD adalah alat untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada alat/sistem yang didesain dengan satu atau lebih kondisi batas, maka dapat ditentukan desain yang optimal. 3) Efficiency – Efisiensi Waktu dan Biaya Foresight yang diperoleh dari CFD dapat membantu untuk mendesain lebih cepat dan lebih hemat biaya. Analisis/simulasi CFD akan memperpendek waktu riset dan desain sehingga juga akan mempercepat produk untuk sampai ke pasaran.
2.3.4 Proses Simulasi CFD Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi pada solver CFD, yaitu sebagai berikut (Firman Tuakia, 2008) : 1) Preprocessing Hal ini merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat membuat model dalam paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat – sifat fluidanya. 2) Solving Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing.
Universitas Sumatera Utara
3) Postprocessing Hal ini adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang biasa berupa gambar, kurva , dan animasi.
Beberapa prosedur yang digunakan pada semua pendekatan program CFD, yaitu sebagai berikut [6] : 1) Pembuatan geometri dari model/problem 2) Bidang atau volume yang diisi fluida dibagi menjadi sel – sel kecil (meshing) 3) Pendefinisian model fisiknya, misalnya : persamaan – persamaan gerak + entalpi + konversi species (zat – zat yang kita definisikan, biasanya berupa komponen dari suatu reaktan) 4) Pendefinisian kondisi – kondisi batas, termasuk didalamnya sifat – sifat dan perilaku dari batas – batas model/problem. Untuk kasus transient, kondisi awal juga didefinisikan. 5) Persamaan – persamaan matematika yang membangun CFD diselesaikan secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak (steady state) atau transient. 6) Analisis dan visualisasi dari solusi CFD.
2.3.5 Metode Diskritisasi CFD Secara matematis CFD mengganti persamaan – persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum dan energy dengan persamaan – persamaan aljabar linear. CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga). Perhitungan/komputasi
aljabar untuk memecahkan persamaan –
persamaan diferensial parsial ini ada beberapa metode (metode diskritisasi), diantaranya adalah [6] : - Metode beda hingga (finite difference method) - Metode elemen hingga (finite elements method) - Metode volume hingga (finite volume method) - Metode elemen batas (boundary element method)
Universitas Sumatera Utara
- Metode skema resolusi tinggi (high resolution scheme method) Metode diskritisasi yang dipilih umumnya menentukan kestabilan dari program numerik/CFD yang dibuat atau program software yang ada. Oleh karenanya diperlukan kehati – hatian dalam cara mendiskritkan model khususnya cara mengatasi bagian yang kosong atau diskontinu.
2.4
Pengenalan Software Solver CFD Menurut Himsar Ambarita (2010) Ada beberapa software yang digunakan
dalam pengembangan kode CFD sepertiFluent, CFX, dll yaitu jenis program CFD yang menggunakan metode volume hingga (finite volume method). menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap, sehingga dapat menyelesaikan kasus aliran fluida dengan mesh (grid) yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang realtif mudah. Jenis mesh yang didukung oleh adalah tipe 2D triangular-quadritelar, 3D tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid).
juga
memungkinkan untuk memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada. Bahasa program ditulis dalam bahasa C, sehingga memiliki struktur data yang efisien dan lebih fleksibel. juga dapat digunakan bersama dengan arsitektur klien/server, sehingga dapat dijalankan sebagai proses terpisah secara simultan pada klien desktop workstation dan computer server. Semua fungsi yang dibutuhkan untuk menghitung suatu solusi dan menampilkan hasilnya dapat diakses pada melalui menu yang interaktif. Beberapa alasan menggunakan solver CFD yaitu : - Mudah untuk digunakan - Model yang realistik (tersedia berbagai pilihan solver) - Diskritisasi meshing model yang efisien (misalnya dalam GAMBIT) - Cepat dalam penyajian hasil (bisa dengan parallel komputer) - Visualisasi yang mudah dimengerti
2.4.1 Struktur Program CFD
Universitas Sumatera Utara
Dalam satu paket program CFD terdapat beberapa produk, yaitu [4] : -
CFX, Fluent, dll sebagai solver
-
GAMBIT, dll merupakan preprocessoruntuk membuat pemodelan dan meshing.
-
Tgrid, preprocessor tambahan yang dapat membuat volume mesh dari boundary mesh yang sudah ada.
-
Filter untuk mengimpor mesh permukaan dan atau volume dari program CAD/CAE seperti ANSYS, CGNS, I-DEAS, NASTRAN, PATRAN dll. Geometri dan mesh dapat dibuat menggunakan GAMBIT. Selain itu, dapat
juga menggunakan Tgrid untuk membuat mesh volume triangular, tetrahedral, atau hybrid dari mesh bidang yang sudah ada.
2.4.2 Langkah Penyelesain Masalah dan Perencanaan Analisis CFD Secara umum diagram alir penyelesaian masalah dalam software CFD dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut.
Gambar 2.13 Alur Penyelesaian Masalah CFD (Problem Solving) [4] 2.4.3 Pendekatan Numerik pada CFD
Universitas Sumatera Utara
Menurut Firman Tuakia (2008) persamaan yang digunakan dalam CFD untuk perhitungan pada penyelesaian masalah adalah menggunakan persamaan diferensial parsial. Disamping itu, perhitungan juga digunakan untuk menganalisa model perpindahan panas, laju aliran massa, perubahan fase, reaksi kimia sebagai proses pembakaran, model trubulensi, perpindahan mekanis semisal perputaran poros, deformasi dari struktur pejal, dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan persamaan dasar proses aliran fluida, filosofi berikut selalu diikuti : a. Memilih prinsip fisika dasar dari hukum–hukum fisika ( Hukum Kekekalan Massa, Hukum Kedua Newton, Hukum Kekekalan Energi ). b. Menerapkan prinsip-prinsip fisika di dalam model aliran maupun reaksi pada aliran fluida. Dari penerapan, diuraikan persamaan matematis yang meliputi prinsipprinsip dasar fisika.
2.4.4 Persamaan Pembentuk Aliran Pemodelan dengan metode komputasi pada dasarnya menggunakan persamaan dasar dinamika fluida,momentum, dan energi. Persamaan-persamaan ini merupakan pernyataan matematis untuk tiga prinsip dasar fisika : 1. Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass) 2. Hukum Kekekalan Momentum (The Conservation of Momentum) sebagai interpretasi dari hukum kedua Newton (Newton’s Second Law of Motion) 3. Hukum kekekalan Energi (The Conservation of Energy)
1. Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass) Konsep utama hukum ini adalah laju kenaikan massa dalam volume kontrol adalah sama dengan laju net aliran massa fluida ke dalam elemen batas. Secara sederhana dapat ditulis.
(2.17)
Universitas Sumatera Utara
Secara umum hukum kekekalan massa (The Conservation of Mass) 3 dimensi dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
(2.18)
Gambar 2.14 Hukum Kekekalan Massa pada Sebuah Elemen Fluida 3 Dimensi [4]
2. Hukum Kekekalan Momentum (The Conservation of Momentum) Hukum kekekalan momentum ini merupakan interpretasi dari hukum ke-2 Newton (arah sumbu-x) yaitu : (2.19)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Hukum Kekekalan Momentum Arah Sumbu-x pada Sebuah Elemen Fluida 3 Dimensi [4]
Secara umum hukum kekekalan momentum (The Conservation of Momentum) arah sumbu-x 3 dimensi dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
(2.20)
Dengan cara dan bentuk yang sama persamaan kekekalan momentum 3 dimensi arah sumbu-y dan arah sumbu-z dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
(2.21)
dan
(2.22)
3. Hukum kekekalan Energi (The Conservation of Energy) Hukum ini merupakan aplikasi dari hukum ketiga fisika (termodinamika) yaitu laju perubahan energi dalam suatu elemen adalah sama dengan jumlah net
Universitas Sumatera Utara
fluks panas yang masuk ke dalam elemen dan kerja yang dikenakan pada elemen tersebut. Pernyataan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan : (2.23)
Gambar 2.16 Kerja yang Dikenakan pada Sebuah Elemen Arah Sumbu-x [4]
Gambar 2.17 Fluks Panas yang melintasi permukaan sebuah elemen [4]
Secara umum kerja yang dikenakan arah sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
(2.24a)
(2.24b)
(2.24c)
Sedangkan persamaan fluks Panas yang melintasi permukaan sebuah elemen dapat ditulis dengan persamaan.
(2.25)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.22) dan (2.23) ke dalam persamaan (2.21) di atas akan diperoleh sebuah persamaan (2.24) untuk hukum kekekalan energi di mana i, j, k = 1, 2, 3 yang menunjukkan arah sumbu-x, -y, dan –z.
(2.26) Di mana Φ adalah fungsi dissipasi dengan bentuk sebagai berikut. (2.27)
2.4.5 Metode Diskritisasi pada CFD Pada dasarnya, hanya menghitung pada titik-titik simpul mesh geometri, sehingga pada bagian di antara titik simpul tersebut harus dilakukan interpolasi untuk mendapatkan nilai kontinyu pada sluruh domain.Terdapat beberapa skema interpolasi yang sering digunakan yaitu : - First-order upwind scheme Skema interpolasi yang paing ringan dan cepat mencapai konvergen, tetapi ketelitiannya hanya orde satu. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang sama dengan nilai pusat sell
dalah
dalam sell upstream.
Universitas Sumatera Utara
Skema ini memungkinkan digunakan pada penyelesaian berbasis tekanan dan rapatan (density) - Second-order upwind scheme Menggunakan persamaan yang lebih teliti sampai orde 2, sangat baik digunaan pada mesh tri/tet dimana arah aliran tidak sejajar dengan mesh. Karena metode interpolasi yang digunakan lebih rumit, maka lebih lambat mencapai konvergen. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang
dikomputasi mengikuti bentuk : (2.28)
Dimana, dan
dan
adalah nilai pusat sell dan gradient dalam sell upstream,
adalah vektor perpindahan dari pusat luasan sell upstream ke bidang
pusat luasan. - Quadratic Upwind Interpolation (QUICK) scheme Diaplikasikan untuk mesh quad/hex dan hybrid, tetapi jangan digunakan untuk elemen mesh tri, dengan alian fluida yang berputar/swirl. Ketelitiannya mencapai orde 3 pada ukuran mesh yang seragam. Untuk bidang
pada Gambar, jika aliran dari kiri ke kanan, seperti itu nilai
dapat ditulis sebagai berikut :
(2.29)
Gambar 2.18 Volume kontrol satu dimensi [6]
Universitas Sumatera Utara