Friction Stir Welding/FSW pada Paduan Aluminium Seri 6061 Dan 2024 Jarot Wijayantoa, Sigit Mujiartoa, Toto Rusiantob a Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Banjarmasin Jl. Brigjend H. Hasan Basry (Komplek Kampus UNLAM) Banjarmasin, Indonesia b Jurusan Teknik Mesin, FTI – Institut Sains & Teknologi Akprind, Yogyakarta Jl. Kalisahak No 28 Kompleks Balapan, Yogyakarta, Indonesia
Abstract Friction Stir Welding /FSW is a new welding process which was promoted with little cost and good quality joining. Friction stir welding is not a fusion process requiring significant heat input, the properties of the metal in the joined area are higher than those from any other known welding process, and distortion is minimized or eliminated. The Principle of FSW A cylindrical, shouldered tool with a profiled pin is rotated and slowly plunged into the joint line between two pieces of sheet or plate material. Parts must be clamped onto a backing bar to prevent abutting joint faces from being forced apart. Frictional heat is generated between the wear-resistant welding tool and the material of the work pieces. The research on FSW to dissimilar Aluminum alloy 6061 and 2024 serries on the hardness, tensile strength dan microstructure. Parameter of FSW used rotation tool 1500 rpm and various speed rate were 50, 100 and 150 mm/min. Tool for FSW used EMS 45 steel with dimension 100 mm long, pin-legth 3 mm,pin- diameter 3mm and shoulder diamater 20 mm. The result of research FSW showed increased feed rate to decreased tensile strength. The highest tensile strength specimen was 109 kg/mm2 in speed rate 50 mm/min. Hardness aluminum alloy 2024 was higher than Al-6061. Microstructure in zone TMAZ, the grains was distortion and in stir nugget was like onion ring, and these was the void. Keywords : Welding, Friction Stir Welding, FSW, Aluminium Alloy, TMAZ
1. PENDAHULUAN Friction Stir Welding merupakan kemajuan dibidang pengelasan gesek. Friction Stir Welding berpeluang menjadi proses pengelasan yang akan digunakan pada masa mendatang, karena biaya yang harus dikeluarkan untuk proses ini lebih rendah dari proses pengelasan yang lain. Pengelasan ini tidak menggunakan filler materials dan dari prosesnya beberapa cacat las seperti crack dan porosity dapat dikurangi. Friction Stir Welding telah menjadi proses utama penyambungan di luar angkasa, industri pembuatan rel dan kapal. Terutama untuk proses pengelasan pada material Aluminium[1][3]. Friction Stir Welding merupakan proses penyatuan dua logam tanpa mencairkan logam yang disatukan (dalam keadaan padat) selama proses penyatuan. Proses Friction Stir Welding Corresponding author email:
[email protected]
beroperasi pada temperatur yang relatif rendah. Panas dihasilkan dari gesekan antara benda kerja dan tool yang berputar, di bawah tekanan aksial yang besar pada daerah pengelasan. Proses ini biasanya digunakan pada aplikasi yang membutuhkan tanpa adanya perubahan karakteristik dari logam dasar. Mencairkan suatu material dapat merusak mikrostruktur dan penyusun material serta menghilangkan sifat khusus material tersebut. Karena pengelasan dilakukan dibawah titik lebur material maka sangat memungkinkan untuk menghasilkan lasan yang memiliki Heat Affected Zone yang sempit, sehingga perubahan karakteristik dari logam dasar di daerah pengelasan dapat diminimalisir, karena itu tegangan sisa dan tegangan puntir sangat sedikit. Penggabungan material (hasil lasan) dihasilkan dari kombinasi pergeseran tool
dan mechanical deformation dari material kerja sendiri selama pergeseran tool. FSW sering diterapkan pada Aluminium dan pada potonganpotongan besar logam yang tidak mudah dilakukan Post Treatment [2].
Gambar 1. Prinsip FSW (Johnson, 2003) Pengelasan ini termasuk dalam NonConsumable Welding dengan tidak adanya material penambah dan tidak memerlukan pemasangan gas. Karena gaya berat tidak berpengaruh pada pengelasan ini, maka dapat digunakan dalam posisi geometris vertikal. Tool akan menempa material, sehingga terbentuk fasa padat yang akan menghasilkan suatu struktur mikro yang kompleks dibanding material induk. Perubahan bentuk pada dua material dengan temperatur tinggi menghasilkan rekristalisasi yang terjadi pada cairan logam[3], yang berada pada saat pengelasan. Beberapa rekristalisasi juga terjadi di area pengelasan, yang mana disebut TMAZ (thermomechanically affected zone). Gambar 1. menunjukan prinsip teknik pengelasan FSW, dimana tool berputar dengan kecepatan tertentu dan bergerak sepanjang sambungan. Gesekan dua benda yang terusmenerus akan menghasilkan panas, dengan jumlah panas yang dihasilkan merupakan kombinasi dari sticking and sliding, dengan persamaan sebagai berikut[4]: (1) (2)
(4) Hal ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses Friction Stir Welding, sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah pin/probe dengan material mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter 1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan disatukan. Dua parameter itu digerakkan bersama-sama untuk menjaga suhu pada titik pengelasan. 2. METODE Benda kerja yang digunakan untuk penelitian adalah Al 6061 dan Al 2024 yang berupa plat ketebalan 3 mm dengan komposisi seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Bahan Aluminium Seri 6061 dan 2024 Seri paduan Al Unsur Al 6061 Al 2024 Si 0.02 0.30 Fe 0.51 0.35 Cu 0.05 4.20 Mn 2.21 0.70 Mg 0.20 1.50 Cr 0.00 0.07 Zn 0.00 0.15 Ti 0.02 0.09 Proses pengelasan menggunakan kecepatan putar mesin 1500 rpm dengan variabel feed rate; 50 mm/menit, 100 mm/menit dan 150 mm/menit. Penggunaan tool mengunakan baja EMS 45 dengan panjang 100 mm, dimensi pin panjang 3 mm, diameter bawah 3 mm, dan diameter shoulder 20 mm, Gambar 2 menunjukan desain tool.
Jumlah panas keseluruhan (3) Adapun besarnya gaya yang dibeban pada tool adalah[5]: Gambar 2. Design of tool
Material tool harus memiliki titik cair yang lebih tinggi dari material las, agar ketika proses pengelasan berlangsung material tool tidak ikut tercampur dengan lasan. Material tool harus mempunyai kekuatan yang cukup pada temperatur ini karena jika tidak maka tool dapat terpuntir dan retak. Oleh sebab itu diharapkan material tool cukup kuat, keras dan liat pada suhu pengelasan. Sebaiknya material yang digunakan juga mempunyai ketahanan oksida yang baik dan penghantar panas rendah untuk mengurangi kerugian panas dan kerusakan termal pada mesin. Gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses Friction Stir Welding, sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah pin/probe dengan material mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap dan bergerak melintang pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan disatukan. Dua parameter itu digerakkan bersama-sama untuk menjaga suhu pada titik pengelasan. Mekanisme proses FSW ditunjukkan pada Gambar 3[1].
Gambar 3. Mekanisme proses FSW (Adamowski. J,2007) Logam dasar dipanaskan lebih dulu pada temperatur mencapai 80% dari titik leburnya sehingga menjadi lembut dan mudah disambung. Gesekan yang ditimbulkan antara tool dan benda kerja akan menghasilkan panas yang akan mambuat logam terbentuk sebuah aliran plastic yang efektif dari kedua buah logam yang disambung. Proses pengelasan FSW ini tidak sama dengan proses Fusion Welding[6], proses pengelasan FSW merupakan metode pengelasan
fasa padat, sehingga proses ini menghasilkan sebuah sambungan yang kuat dan juga memiliki sifat mekanis yang bagus. Panjang dari pin sedikit lebih rendah dari pada kedalaman atau tebal material yang akan dilas agar tidak bersentuhan dengan alas. Shoulder harus bersentuhan dengan material yang akan dilas untuk menekan dan menjaga material yang dalam kondisi lunak. Benda yang akan dilas harus dicekam (clamp) dengan erat untuk menjaga agar kedua material tidak bergerak dan terpisah akibat dari gaya gesek tool pada saat proses pengelasan berlangsung. Proses penyambungan benda kerja ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses Friction Ster welding menggunakan mesin milling vertikal 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Uji Kekerasan Pengujian kekerasan pada penelitian ini dilakukan di sepanjang garis pengelasan dengan jarak antar titik ±2mm sebanyak 21 titik pengujian. Standart yang digunakan dalam pengujian kekerasan ini adalah ASTM E384-69. Tujuan dari pengujian kekerasan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengelasan terhadap nilai kekerasan didaerah sepanjang las, TMAZ dan logam induk. Gambar 4. menunjukkan grafik nilai kekerasan dari hasil pengelasan FSW dengan vareasi kecepatan lintasan (feed rate). Nilai kekerasan mengalami penurunan di daerah logam pengelasan (stir welding) baik pada logam induk Al 6061 maupun Al 2024 dan . Perbedaan kekerasan logam induk Al 2024 dan logam induk Al 6061 cukup signifikan sehingga sambungan kedua material tersebut memang relative sulit kalau tidak menerima masukan panas yang cukup sehingga kedua jenis material tersebut dapat menyatu dengan baik[7][8]. Penurunan nilai kekerasan pada daerah lasan, selain karena karakteristik
dari paduan itu sendiri juga disebabkan karena proses pengerasan tidak bisa terjadi ketika proses pengelasan berlangsung[9], menyatakan bahwa pengerasan akan tercapai bila terjadi pengendapan fasa kedua pada suhu 160-185°C dalam waktu 6 sampai 20 jam.
Gambar 5. Distribusi nilai kekerasan sambungan FSW Al 6061 dan Al 2024 dengan berbagai variasi feed rate. Dalam pengelasan paduan aluminium menggunakan FSW (EN AW 2024-0 dan EN AW 5754-H22), jika tekuk lateral, parameter pengelasan dipilih secara hati-hati. Nilai Kekerasan dalam daerah las untuk EN AW 20240, terjadi kenaikan sekitar 10 40 Hv. Hal ini disebabkan adanya rekristalisasi dan mendapatkan ukuran butir menjadi kecil. Sedang Untuk EN AW 2024-0 ada penurunan nilai kekerasan karena terjadi rekristalisasi. Kinerja pengelasan EN AW 2024-0 adalah mencapai 96,6%. Dan 57% untuk EN AW 5754H22. Hal ini dimungkinkan untuk melakukan pengelasan berbeda menggunakan paduan aluminium berbeda. Kinerja pengelasan paduan aluminium berbeda, EN 2024-0 dan EN AW AW 5754-H22 adalah mencapai nilai rata-rata 66,39%[3]. 3.2. Uji Tarik Pengujian uji tarik dilakukan pada material hasil sambungan Al 6061 dengan Al 2024 pada logam hasil pengelasan. Dimensi spesimen uji tarik untuk material pengelasan menggunakan standar ASTM E6-69. Gambar 6. menunjukkan hasil proses uji tarik dari sambungan material Al 6061 dan Al 2024 dengan cara FSW. Tegangan tarik terbesar dimiliki oleh vareasi kecepatan lintasan pengelasan 50 mm/menit dengan nilai tegangan ultimate sebesar 109,4 Kg/mm2. Nilai tegangan tarik menurun dengan penambahan kecepatan lintasan pengelasan, (nilai tegangan terendah pada vareasi kecepatan lintasan
pengelasan 150 mm/menit) hal ini disebabkan oleh masukan panas yang rendah ketika kecepatan lintasan pengelasan meningkat sehingga kedua logam tidak bisa menyatu dengan sempurna apalagi karakteristik material yang berbeda (terjadi perbedaan nilai kekerasan signifikan antara material Al 6061 dan Al 2024).
Gambar 6. Nilai tegangan tarik dari hasil sambungan FSW 3.3. Pengamatan Foto Makro Pengambilan gambar daerah penampang melintang dari jalur pengelasan, (Gambar 7) memperlihatkan daerah A merupakan daerah logam induk, daerah TMAZ ditunjukkan pada daerah C dan daerah terpengaruh ada pada B sedangkan daerah D adalah pusat las (Stir Zone). Foto makro hasil proses pengelasan FSW ditunjukkan pada Gambar 8. Perubahan mikrostuktur dalam stir zone (bagian yang bersentuhan langsung dengan probe dan shoulder) merupakan efek deformasi pada temperatur tinggi akibat gerakan rotasi dan longitudinal dari probe dan shoulder, yang mengakibatkan butiran-butiran dalam stir zone menjadi lebih kecil dari butiran pada material induk. Berikut area pengelasan yang dibagi menjadi beberapa zone[9].
Gambar 7. Penampang melintang zona lajur pengelasan FSW (Khaled, 2005)
Ciri-ciri dari stir zone adalah kejadian umum beberapa lingkaran konsentris yang telah disebut sebagai struktur “onion ring” (lingkaran seperti bawang). TMAZ (thermomechanically affected zone) terjadi pada sisi stir zone (Gambar 8. yang ditunjukkan dengan huruf C). Pada bagian ini tegangan dan temperatur lebih rendah dari stir zone sehingga efek pengelasan terhadap mikrostruktur lebih kecil. Mikrostrukturnya adalah susunan material induk, walaupun secara signifikan mengalami deformasi dan rotasi. Istilah TMAZ digunakan untuk mendeskripsikan bagian-bagian manapun yang mengalami pemanasan tetapi belum tertutup oleh stir zone dan flow arm. Fasa yang mungkin terjadi pada paduan seri 6xxxx adalah fasa α-Al12Fe3Si ; βAl9Fe2Si2[7]. Deerah Stirred (nugget) yang merupakan daerah penempaan (forging) akibat gerakan rotasi dan longitudinal serta vertical dari probe).
(a) 50 mm/menit,
(b) 100 mm/menit,
(c) 150 mm/menit, Gambar 8. Foto makro penampang melintang jalur pengelasan FSW ;dengan berbagai feed rate
4. KESIMPULAN Terjadi penurunan nilai kekerasan pada daerah logam las (stirred welding), terhadap material induknya, Nilai kekerasan raw material Al 6061 adalah ± 105 VHN dan 2024 adalah 316 VHN dan pada pusat las (stirred welding) yaitu ± 99 VHN. Diantara variabel yang telah diteliti, nilai tegangan tarik yang tertinggi adalah pada variable 50 mm/menit pada putaran 1500 rpm (109,4 kg/mm2). Struktur mikro pada area pengelasan dan material induk pada dasarnya tidak mengalami perubahan, tetapi pada bagian TMAZ butir mengalami distorsi sehingga nampak seperti onion ring. Dan masih ada terjadinya void.. DAFTAR PUSTAKA [1]. Adamowski, J. & Szkodo, M., 2007, “Friction Stir Welds (FSW) of Aluminium Alloy AW6082-T6”, Journals of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering, Vol. 20, ISSUES.1-2 Jan-Feb 2007. Pages.403-406 [2]. Johnson R., Kallee S, 1999., “Friction Stir Welding”, J. Materials World, Vol. 7 No. 12, December 1999, p. 751-53, , diakses 15 Juli 2010. [3]. Vurala, M, A. Ogur b, G. Cam c, and C. Ozarpa d, .2007, On the friction stir welding of aluminium alloys EN AW 2024-0 and EN AW 5754-H22, “J. International Scientific” Volume 28 Issue 1 January 2007 Pages 49-54. [4]. Durdanović, M. B., Mijajlovic, M.M., Milcic, D. S. dan Stamenkovic , D. S., 2009, “ Heat generation During Friction Stir Welding Process”, J. Tribology in Industry, Vol. 31, No.1&2. [5]. Hinch. John. And John Rudge, 2002. “Friction Stir Welding” www.johnrudge.com/fswreport.pdf diakses, 10 Juli 2010. [6]. David, S. A. & Feng, Z., 2004, “Friction Stir Welding of Advanced Materials” : Challenges, Metals and Ceramics Division Oak Ridge, TN., Austria. [7]. Mroczka, K.,Dutkiewicz, J.,LtynskaDobrzynka dan Pietras, A.,2008, “Microstructure and Prpperties of FSW joint of 2017A/6013 Aluminium Alloy Sheets”,J. International Scientific, Vol 33, page 93-96.
[8]. Yasui, T.,Shubaki, M.,Fukomoto, M.,Shimoda,Y dan Ishii, T, 2006, “Heat Speed Weldability between 6063 and S45C by Friction Stir Welding”, J. Welding International Proquest Scince, Pages 284290. [9]. Khaled, Terry.. 2005. “An outsider looks At Friction stir welding” Report #: ANM112n-05-06 July 2005 Metallurgy Federal Aviation Administration 3960 Paramount Boulevard. Lakewood, CA 90712