National Welding Seminar – PPNS, Surabaya 30 Juni 2012 ISBN No. 978-602-9494-10-5
PENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KOROSI SAMBUNGAN LAS TAK SEJENIS ALUMINIUM PADUAN 5083 DAN 6061-T6 Riswanda1* , Mochammad Noer Ilman2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bandung 1* Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2 Email:
[email protected] ABSTRAK Sambungan logam tak sejenis (dissimilar weld) antara paduan aluminium 5083 dan 6061 - T6 banyak dijumpai pada konstruksi kapal ringan karena sambungan las mempunyai keunggulan, yaitu struktur menjadi lebih ringan jika dibanding dengan sambungan lainnya dan kekuatan las dapat mendekati atau bahkan melebihi logam induknya.. Namun demikian pengelasan logam tak sejenis relatif lebih sulit dilakukan karena perbedaan metalurgi dan sifat thermofisik (thermophysical property) dua logam yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi sifat mekanik (kekuatan tarik, kekerasan, dan korosi) akibat pengaruh masukan panas yang dinyatakan dengan kuat arus pada proses las TIG, sambungan las tak sejenis aluminium paduan seri 5083 dan seri 6061-T6. Proses pengelasan TIG dilakukan pada sambungan tumpul (butt joint) pelat ukuran 300x100x3 mm sepanjang 300 mm. Parameter proses las TIG meliputi sumber arus AC dengan variasi arus 100, 120 dan 140 A pada tegangan 20 V. Pengujian yang dilakukan meliputi pengamatan visual, kekerasan, uji tarik dan korosi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelasan spesimen dengan arus 100 A, menghasilkan penetrasi logam pengisi kedalam alur las kurang, dan pada pengelasan dengan arus 140 A terjadi percikan busur (spatter) dan pelelehan yang berlebihan serta terjadi undercut. Hasil uji kekerasan menunjukan bahwa distribusi terlihat paling smoth (beraturan) terjadi pada spesimen dengan arus 120 A, serta hasil uji tarik memperlihatkan kekuatan tertinggi terjadi pada arus 120 A, yaitu 201 MPa. Laju korosi terendah pada hasil las 0,0273 mm/yr terdapat pada arus 120 A. . Keywords: Aluminium 5083 dan 6061-T6, Las TIG, sifat mekanik, korosi PENDAHULUAN dijumpai pada struktur-struktur lasan seperti pada I1. Aluminium dan paduannya merupakan logam yang banyak digunakan di bidang teknik karena memiliki berbagai keunggulan antara lain: ringan, mempunyai sifat mampu bentuk (formability) yang baik, kekuatan tarik relatif tinggi, tahan korosi dan sifat mekaniknya dapat ditingkatkan dengan pengerjaan dingin atau perlakuan panas, serta mempunyai sifat mampu las (weldability) yang bervariasi tergantung pada jenis paduannya (Mandal, 2005). Kelebihan paduan aluminium dibandingkan dengan logam lainnya menyebabkan banyak digunakan di bidang struktur seperti kapal dan industri permesinan. Salah satu jenis pengelasan yang umum digunakan untuk aluminium dan paduannya adalah las TIG (tungsten inert gas). Pemakaian las TIG pada pengelasan aluminium didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: penetrasi atau penembusan ke dalam alur atau celah las dapat diatur, sehingga kualitas dan mutu las dapat meningkat baik untuk pelat tipis maupun pelat tebal. Bahan yang diproses dalam penelitian ini adalah aluminium paduan tak sejenis (dissimilar) seri 5083 dan seri 6061-T6. Pada aplikasi teknik sambungan tak sejenis aluminium paduan 5083 dan 6061 dapat
beam dan batangan-batangan berongga (hollow channels) (Huskins, dkk, 2010, Dutta, 1990, Davis, 1998, dan Hatch, 1984). Perbedaan metalurgi logam las pada proses pengelasan tak sejenis akan mengakibatkan kendala tersendiri dan ini perlu perhatian khusus. Paduan aluminium seri 5083 tidak dapat dilakukan perlakuan panas, sedangkan seri 6061 dapat diproses perlakuan panas, sehingga perbedaan ini akan berpengaruh pada daerah HAZ (heat affected zone) dan WM (weld metal) (Griffing, 1972). Disamping itu sifat mampu las aluminium paduan seri 5083 lebih baik dibanding seri 6061 karena pada aluminium paduan seri 6061 cenderung terjadi retak panas (Mandal, 2005). Variasi kuat arus pada proses pengelasan merupakan salah satu faktor penentu untuk mendapatkan kualitas hasil las yang memenuhi persyaratan. Pengaruh kuat arus dari variasi arus 100 A, 120 A, dan 140 A, pada proses las TIG akan dilakukan dengan harapan mendapatkan hasil yang terbaik. Penelitian ini akan melakukan kajian sifat-sifat mekanik (kekuatan tarik, kekerasan, dan korosi). Kajian dan pengamatan dari hasil proses las TIG dengan bahan yang berbeda (dissimilar) tersebut, diharapkan menghasilkan solusi
POLBAN
National Welding Seminar – PPNS, Surabaya 30 Juni 2012 ISBN No. 978-602-9494-10-5
alternatif yang masyarakat.
bisa
diaplikasikan
dikalangan
Material Material yang digunakan pada penelitian ini adalah pelat aluminium paduan seri 5083 dan 6061-T6 tebal 3 mm, dengan bahan pengisi (filler) ER5356 dan berdiameter 2,4 mm. Uji komposisi material dilakukan dengan menggunakan spektometer yang bertujuan untuk mengetahui unsur kimia dan spesifikasi material yang digunakan. Proses Pengelasan Proses las yang dilakukan dalam penelitian ini adalah TIG (tungsten inert gas), dengan diameter elektroda (tungsten) 2,4 mm dan sebagai gas pelindung digunakan argon. Parameter proses las ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter las Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan mikro untuk mengetahui 2. METODOLOGI
distribusi kekerasan didaerah base metal (unaffected zone), heat affected zone (HAZ), dan weld metal dari masing-masing hasil proses pengelasan, dilakukan dengan metoda pengujian Vickers menggunakan beban 100 gr dengan jarak antara titik pengujian 500 μm, ditunjukan pada Gambar 1. Kekerasa Vickers dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.
Gambar 2. Pengujian dilakukan untuk melihat perbandingan antara kekuatan tarik dari material awal (logam induk) dan material setelah proses pengelasan. Data hasil pengukuran uji tarik selanjutnya diolah dengan menggunakan persamaan 2 dan 3. Tegangan Teknik (Engineering Stress):
........................................ 2) Regangan Teknik (Engineering Strain):
............................ 3) dimana : σ = Tegangan tarik (MPa) ε = Regangan (%) F = Beban (N) Ao = Luas penampang mula-mula (mm2) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm) L = Panjang spesimen setelah pengujian (mm)
Gambar 2. Spesimen Uji Tarik Standar JIS Z2201
Pengujian Korosi Pengujian korosi terdiri dari dua cara yaitu sistem rendam dan polarisasi sel tiga elektroda. Pengujian system remdam bertujuan untuk mengetahui posisi dan jenis korosi sedangkan laju korosi akan didapat dengan pengujian polarisasi sel tiga elektroda (Trethewey, 1991). Laju korosi akan didapat dengan persamaan sebagai berikut:
POLBAN
VHN
p kg 2.P.sin ( / 2) 1,854 2 2 2 d d mm
...... 1
= 0,129
(
)
………………………….4)
Dimana:
icor : hasil pengujian EW: berat equivalen D: berat jenis sampel (gr/cm³) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Material
Gambar 1. Posisi Uji Kekerasan
Pengujian Tarik Proses pengujian tarik dilakukan pada arah transversal dan spesimen dibuat sesuai dengan standar JIS nonferrous metal Z2201 No. 6 seperti terlihat pada
Uji komposisi pada material dilakukan untuk memastikan bahan yang akan diteliti sesuai atau mendekati dengan standar material tersebut. Tabel 1. merupakan komposisi kimia bahan dasar dan logam las hasil pengujian.
National Welding Seminar – PPNS, Surabaya 30 Juni 2012 ISBN No. 978-602-9494-10-5
Tabel 2. Komposisi kimia dalam % bahan dan logam las Analisa secara visual Hasil proses las pada Gambar 3, secara visual nampak perbedaan bentuk manik-manik (permukaan las) dari masing-masing parameter. Pada arus 100 A manikmanik (bentuk permukaan) las cenderung kasar. Hal ini terjadi karena fusi (pembakaran) yang kurang sempurna, sedangkan pada arus 140 A menghasilkan manik-manik kurang nampak dan terjadi undercut pada sisi kampuh las. Ini terjadi karena kuat arus yang terlalu besar. Secara visual bentuk manik-manik yang paling halus terjadi pada arus 120A. Hasil foto makro pada Gambar 3a tidak terjadi penembusan pada akar las (unpenetration), sedangkan pada Gambar 3c kampuh las melebar dan penambahan bahan tambah yang berlebihan. Hasil pengelasan pada arus 120 A menunjukan deposit atau penambahan bahan pengisi pada alur las cukup baik seperti pada Gambar 3b.
“W” dengan kekerasan dibagian tengah (daerah las) lebih tinggi dibanding daerah HAZ akan tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan logam induknya. Kekerasan daerah las dekat HAZ Al 6061T6 lebih tinggi dibanding daerah las dekat HAZ Al 5083. Khusus untuk arus 120 A dan 140 A, daerah pusat las mengalami pelunakan. Pelunakan juga terjadi pada bagian HAZ untuk kedua bahan. Analisa hasil uji kekuatan tarik Hasil uji kekuatan tarik menunjukan perbedaan dari masing-masing parameter seperti terlihat pada grafik Gambar 5. Hasil pengujian kekuatan tarik tertinggi terdapat pada parameter arus 120 A, dengan nilai 201 MPa sedangkan kekuatan tarik terendah pada parameter arus 100 A. Gambar 6, memperlihatkan posisi patah hasil uji tarik. Spesimen dengan parameter arus 100 A terjadi patah pada logam las (weld metal) bentuk patahan getas dan terdapat porositi. Hal ini terjadi karena kurangnya fusi serta penetrasi logam pengisi kedalam alur las tidak sempurna. Spesimen uji pada parameter arus 120 A patahan terjadi di daerah HAZ Al 5083, sedangkan untuk spesimen uji dengan arus 140 A patah pada derah HAZ Al 6061-T6. Hasil pengujian tarik ini menunjukan konsistensi terhadap uji kekerasan pada arus 120 A dan 140 A yaitu patahan terjadi pada posisi nilai kekerasan yang rendah.
POLBAN Gambar 4.Grafik Hasil Uji Kekerasan
Gamgar 3.Bentuk Manik-Manik Dan Penampang Las A) 100A, B)120A, C) 140A
Analisa hasil uji kekerasan Gambar 4, memperliatkan grafik hasil uji kekerasan dari pusat las, HAZ dan logam induk. Secara umum terlihat perbedaan distribusi kekerasan pada kedua lasan akibat sifat metalurgi bahan yang berbeda. Distribusi kekerasan secara umum berbentuk frofil
Gambar 5. Grafik Kekuatan Tarik
National Welding Seminar – PPNS, Surabaya 30 Juni 2012 ISBN No. 978-602-9494-10-5
Gambar 6. Posisi patah hasil uji tarik 3.4. Uji Korosi Uji korosi sistem rendam pada penelitian ini menggunakan air laut dengan pH 7,64. Hasil pengamatan struktur mikro setelah perendaman selama 4 jam. Gambar 7, terlihat perbedaan antara dua logam induk aluminium paduan seri 5083 dan 6061-T6. Gambar 7(a) adalah aluminium paduan seri 5083 terlihat butiran hitam (lubang sumuran) lebih banyak dibandingkan dengan aluminium paduan seri 6061-T6. Hasil uji korosi pada logam induk alumunium seri 5083 Gambar 7(a), terlihat warna putih mengindikasikan serangan korosi mulai terjadi. Gambar 7(b), posisi logam las (weld metal) secara umum menunjukkan bahwa pada daerah las terjadi proses korosi yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah logam induk. Hal tersebut menunjukkan kosistensi terhadap hasil pengujian melalui sel
merupakan perangkat laboratorium baku untuk penelitian kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi material.
Gambar 8. Kurva Uji Korosi Logam Las 100A
Gambar 9. Kurva uji korosi logam las 120 A
potensial tiga elektroda dan perhitungan. Korosi sumuran (pitting corrosion) pada daerah las terjadi sangat menonjol disamping korosi merata. Hal ini terjadi akibat fusi dan terdapat cacat las berupa porositi. Gambar 7(c), logam induk aluminium paduan seri 6061-T6 terlihat belum nampak tanda-tanda kososi. Hal ini menunjukkan bahwa alumunium seri 6061 lebih tahan korosi dibandingkan dengan aluminium seri 5083.
POLBAN Gambar 10. Kurva Uji Korosi Logam Las 140 A
Gambar 7. Uji Korosi Sistem Rendam
Pengujian laju korosi juga dilakukan dengan sel potensial tiga elektroda didasarkan pada metode esktrapolasi Tafel. Sel potensial tiga elektroda
Gambar 8, 9 dan 10 memperlihatkan kurva hasil uji korosi masing-masing parameter dimana terdapat besaran Ikor yang selanjutnya dimasukan pada persamaan 4) untuk mendapatkan nilai laju korosi dari benda uji. Gambar 11 adalah grafik hasil perhitungan laju korosi pada logam induk dan logam las (weld metal). Laju korosi pada kedua logam induk lebih lambat dibandingkan dengan logam las ini terjadi
National Welding Seminar – PPNS, Surabaya 30 Juni 2012 ISBN No. 978-602-9494-10-5
karena tidak terpengaruh panas akibat proses. Laju korosi dengan arus 120 A adalah 0,0273 mm/yr ini sedikit lebih lambat dibandingkan dengan parameter lain yaitu 0,0274 mm/yr untuk arus 140 A dan 0,0275 mm/yr untuk 100 A. Pada parameter arus 100 A laju korosi terjadi lebih cepat indikasi ini terjadi karena adanya porositi pada logam las, sedangkan pada arus 140 A juga sedikit lebih cepat dibandingkan dengan arus 120 A hal ini akibat heat input yang lebih besar.
Gambar 11. Hasil Perhitungan Laju Korosi Laju korosi dari hasil perhitungan di atas dalam satuan mils per year (Mpy) dapat diartikan sebagai mili per tahun yang berarti hilangnya berat sebagian spesimen karena pengaruh korosi dalam satuan mili inci per tahun (Jones, 1992). 4. KESIMPULAN Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut antara lain: 1. Parameter arus 100 A, pada logam las terjadi
2.
3.
5.
peningkatan kekerasan yang relatif tinggi tetapi kekuatan tariknya rendah. Hal ini dikarenakan kurangnya fusi, penetrasi pada alur las tidak sempurna dan adanya porositi sehingga patah getas terjadi pada logam las. Pada parameter 120 A, terjadi pelunakan pada daerah HAZ logam induk Al 5083, sedangkan pada arus 140 A pelunakan terjadi di bagian HAZ Al 6061-T6. Hasil uji kekuatan tarik juga menunjukan konsistensi terhadap uji kekerasan yaitu masing-masing patahan terjadi pada daerah yang lunak. Laju korosi 0,0273 mm/yr pada logam las arus 120 A lebih lambat dibandingkan dengan parameter lain.
vol. 10, no. 1991, pp. 323-326. Griffing, L., 1972 “Welding Handbook” 6 ed., Published by AMERICAN WELDING SOCIETY, 2501 N.W. 7th Street Miami, Florida 33125. Hatch. J.E., 1995. “Properties and Physical Metallurgy”, American Society for Metal, American. Huskins, EL, Cao, B & Ramesh, K.T., 2010, “ Strengthening mechanisms in an Al-Mg alloy”. Materials Science and Engineering Journal, vol. 527, no. 6, pp. 1292-1298. JIS, 1973,” Non Ferrous Metal “, Japanese International Standar. Jones, D.A., 1991, “Principle and Prevention of Corrosion”, Mc. Millan Publishing Company, New York. Mandal., 2005, “Aluminium welding”, 2 ed., Kharagpur, India Trethewey, K. R. & Chamberlain, J., 1991, “Korosi Untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa” , PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
POLBAN
DAFTAR PUSTAKA Davis, J.R., 1998, “Aluminium and Aluminium Alloys”, 4 ed., ASM International, United States of Amarica. Dutta, I. & Allen, S.M., 1990, “A calorimetric study of precipitation in commercial alloy 6061” Journal of Materials Science Letters,