FISIKA BAB 1
BESARAN
Besaran adalah sesuatu yang memiliki nilai dan dapat diukur. Menurut penyusunnya besaran dibagi menjadi dua, yaitu besaran pokok dan turunan. Sedang menurut arahnya terbagi menjadi 2, yaitu besaran skalar dan vektor.
A. BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN
B. BESARAN SKALAR DAN VEKTOR -
Besaran skalar: besaran yang hanya memiliki nilai tetapi tidak memiliki arah, contoh: massa dan waktu. Besaran vektor: besaran yang memiliki nilai dan arah, contoh: kecepatan, perpindahan, momentum.
-
Dua Vektor Berpadu
n
- Besaran pokok: besaran yang satuannya telah
Resultan: R = F1 + F2 =
-
Selisih: F1 − F2 =
ditentukan terlebih dahulu. Besaran turunan: besaran yang diturunkan dari besaran pokok. Satuan dan Dimensi Besaran Pokok Besaran Pokok panjang massa waktu kuat arus listrik suhu intensitas cahaya jumlah zat
Satuan m kg s A K cd mol
Dimensi [L] [M] [T] [I] [q] [J] [N]
Contoh Besaran Turunan Besaran Turunan Percepatan (a) Gaya (F) Momentum (p) Energi/usaha Daya (P)
Satuan m/s2 kg m/s2 = newton kg m/s kg (m/s)2 = joule kg m2/s3
Dimensi LT-2 MLT-2 ML T-1 ML2 T-2 ML2 T-3
( F1 )
2
( F1 )
+ ( F2 ) + 2F1F2 cosθ
2
2
+ ( F2 ) − 2F1F2 cosθ 2
Resultan dari Dua Vektor dengan Sudut Tertentu
n
R = F1 − F2
(F ) + (F )
R=
2
1
2
2
R = F1 + F2
n Uraian Vektor
Fx = F cosα dan Fy = F sinα
y F
F1
Arah: tanα =
∑F ∑F
y x
a
F2
x
[email protected]
C. PENGUKURAN Alat ukur Mistar Rol meter Jangka sorong Mikrometer sekrup
Ketelitian 1 mm 1 mm 0,1 mm 0,01 mm
D. ATURAN ANGKA PENTING a. Semua angka bukan nol adalah angka penting. b. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol termasuk angka penting. Contoh: 3,002 memiliki 4 angka penting. c. Semua angka nol yang terletak pada deretan akhir dari angka-angka yang ditulis di belakang koma desimal termasuk angka penting. Contoh: 0,03600 memiliki 4 angka penting. 2,30 memiliki 3 angka penting. d. Dalam notasi ilmiah, semua angka sebelum orde termasuk angka penting. Contoh: 2,6 ´ 104 memiliki dua angka penting. 9,60 ´ 104 memiliki tiga angka penting.
BAB 2
Aturan Perkalian atau Pembagian Hasil operasi perkalian atau pembagian hanya boleh memiliki angka penting sebanyak bilangan yang angka pentingnya paling sedikit. → 3 angka penting Contoh: 2,42 1,2 ´ → 2 angka penting 2,904 → 4 angka penting Dibulatkan menjadi 2,9 (2 angka penting).
Penerapan dari GLBB 1. Gerak jatuh bebas
perpindahan ⇒ besaran vektor waktu
lintasan laju = ⇒ besaran skalar waktu Konsep: Gerak Lurus, dibagi menjadi 2; GLB (a = 0) dan GLBB (a≠0).
A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) ♦ Percepatan, a = 0 ♦ Vt = V0 ♦ S = V t
B. GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB) ♦ ♦ ♦ ♦
n
KINEMATIKA GERAK LURUS
Suatu benda dikatakan bergerak jika ia berpindah posisi ditinjau dari suatu titik acuan dalam selang waktu tertentu. kecepatan =
e. Angka-angka nol yang digunakan hanya untuk tempat titik desimal adalah bukan angka penting. Contoh: 0,0075 memiliki 2 angka penting. n Aturan Penjumlahan atau Pengurangan Hasil penjumlahan atau pengurangan hanya boleh mengandung satu angka taksiran (angka terakhir dari suatu bilangan penting). → 1 adalah angka taksiran Contoh: 4,461 1,07 + → 7 adalah angka taksiran 5,531 → ada dua angka taksiran Sehingga dibulatkan menjadi 5,53; karena hanya boleh mengandung satu angka taksiran.
a≠0 Vt = Vo + at St = V0 t + 1/2 a t2 Vt2 = V02 + 2as
h
♦ a = g (percepatan gravitasi) ♦ V0 = 0 ♦ Vt = g t 1 2 ♦ ht = g.t 2
2. Gerak benda dilempar vertikal ke atas
hmaks
♦ a = –g ♦ Ketinggian maksimum: v2 hmax = o 2.g ♦ Waktu sampai puncak: v t puncak = o g
[email protected]
C. PERPADUAN DUA GERAK LURUS
n
1. GLB dengan GLB vP
vS vR
vR =
( vP )
2
+ (vS )
2
n
2. GLBB dengan GLB Benda diluncurkan horizontal dari ketinggian h dengan kecepatan v. v ♦ Waktu sampai di tanah: 2h t= g h ♦ Jarak mendatar maksimum: 2h Xma ks = v Xmaks g
Ymaks vo
Kecepatan: arah X: vx = vocosa arah Y: vy = vosina – g.t Posisi: arah X = (vocosa).t dan arah Y = (vosina)t –
1 g.t2 2
v sinα Waktu sampai ke puncak: t p = 0 g Tinggi maksimum: Ymax
v 2 sin2 α = 0 2g
Jarak mendatar maksimum: 2.v 2 sinα cosα v02 sin(2α ) Xmax = 0 = g g
D. PERSAMAAN GERAK LURUS n
Posisi benda: r(t ) = x(t ) i + y(t ) j atau r(t ) = ∫ v.dt + r0
besar (|r|): r =
2
+ ( ay )
2
∆r r2 − r1 Kecepatan rata-rata: v = = ∆t ∆t ∆v v2 − v1 Percepatan rata-rata: a = = ∆t ∆t
E. GERAK MELINGKAR Konsep: Rumus gerak melingkar beraturan (GMB) identik dengan GLB, dan gerak melingkar berubah beraturan (GMBB) identik dengan GLBB.
a = α. R w = 2 π f = 2 π/T
1. Sifat dari sistem roda sederhana Xmaks
n
( ax )
S =q.R V = w. R
a
n
n
besar (|a|): a =
Hubungan gerak rotasi dan gerak lurus
3. Gerak parabola
n
dv Percepatan: a = dt
Dua roda sepusat
Bersinggungan
A
ωA = ωB
A
2
B
v A = vB
2. Gerak Melingkar Beraturan (GMB , α = 0)
θ = ω.t Gaya sentripetal: Fs = m
V2 V2 , as = R R
3. Gerak Melingkar Berubah Beraturan (GMBB, α = konstan) wt = wo + a.t qt = wo.t + ½ a.t2 wt2 = wo2 + 2 a.qt
( x )2 + ( y )2
(vx )
A
B
v A = vB
dr Kecepatan: v = atau v(t ) = ∫ a.dt + v0 dt besar (|v|): v =
Dihubungkan tali
+ (vy )
2
[email protected]
V2 V2 , as = R R 2 = at + as2
Fs = m a total
BAB 3
GAYA
Gaya adalah tarikan atau dorongan.
∑F = m . a
Resultan gaya ⇒ gaya yang searah dijumlahkan, dan yang berlawanan arah dikurangkan.
1. Hukum Newton Hukum Newton I ∑ F = 0 , a = 0, benda diam atau GLB
n
Hukum Newton II ∑ F = m.a , a ≠ 0, benda ber-GLBB
n
Hukum Newton III F aksi = –F reaksi
w A − wB ; mA + mB
a T mB mA N
= = = = =
m = massa benda (kg) a = percepatan benda (m/s2) Konsep:
n
a=
a=
wA w − wB .sinθ ; a= A mA + mB mA + mB
percepatan sistem (massa A dan massa B) tegangan tali ; TA = TB = T massa B massa A gaya normal
4. Gaya pada Gerak Melingkar Gaya sentripetal: v2 Fs = m = mω 2 R R Percepatan sentripetal: v2 as = = ω 2 R R Arah F : ke pusat ingkaran. s
n
2. Gaya Gesek Gaya gesek adalah gaya yang timbul akibat gesekan dua benda.
Tali berputar vertikal Di titik tertinggi (B): Fs = T + w Di titik terendah (A): W FS Fs = T – w T Di titik C: Fs = T – w.cosq w = berat benda T = tegangan tali
Fx = gaya searah perpindahan (menyebabkan pergeseran) fgesek = gaya gesek ms = koefisien gesek statis mk = koefisien gesek kinetis
n
Tali berputar horizontal
n
Benda dari keadaan diam, maka
Pada luar bidang melingkar N
(i) Jika Fx ≤ µ s N ⇒ benda diam ⇒ fgesek = Fx
N
(ii) Jika Fx > µ s N ⇒ benda bergerak dengan
FS W
FS W
percepatan a ⇒ fgesek = µk N N adalah gaya normal benda, yaitu gaya yang diberikan bidang pada benda, tegak lurus dengan bidang.
W
N FS
WA
WA
WA
Di titik tertinggi (A): Fs = w – N Di titik B: Fs = w.cosq – N N = gaya normal
n Pada dalam bidang melingkar
3. Kasus pada Sistem Katrol Licin
WB
Fs = T = tegangan tali
FS
Di titik tertinggi (B): Fs = N + w Di titik terendah (A): Fs = N – w
[email protected]
5. Pada Kasus Tikungan
v = laju maksimum kendaraan ms = koefisien gesekan statis antara roda dengan jalan R = jari-jari putaran jalan q = sudut kemiringan jalan terhadap horizontal g = percepatan gravitasi
6. Kasus pada Tong Stan Laju minimum putaran motor:
Ketika suatu kendaraan membelok di tikungan, bisa didekati sebagai gerak melingkar agar tidak terjadi selip maka: v2 n Tikungan Datar: = µs R.g n
Tikungan Miring:
BAB 4
vmin =
g.R
µs
µ + tanθ v2 = s R.g 1 − µ s tanθ
USAHA DAN ENERGI
A. USAHA Usaha adalah kerja atau aktivitas yang menyebabkan suatu perubahan, dalam mekanika, kuantitas dari suatu kerja atau usaha diberikan sebagai berikut. F cosθ Jika sebuah benda ditarik dengan gaya sebesar F dan benda berpindah sejauh S , maka usaha yang dilakukan gaya terhadap benda adalah: W = F . S . cos θ
untuk q = 0o, maka
sehingga: n Laju benda berubah: 1 1 W = Ekakhir − Ekawal = mv22 − mv12 2 2 n Posisi tinggi benda berubah:
W = Epakhir − Epawal = mg(∆h)
Hukum Kekekalan Energi Mekanik Pada sistem yang konservatif (hanya gaya gravitasi saja yang diperhitungkan) berlaku kekekalan energi mekanik, yaitu energi mekanik di setiap kedudukan adalah sama besar. Contoh-contohnya:
W =F.S
B. ENERGI Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha atau kerja. n Energi Kinetik:
Ek = 12 m.v 2
n Energi Potensial Gravitasi: n Energi Mekanik:
Ep = m.g.h
EM = Ek + Ep
EMA = EMB = EMC Dari hukum kekekalan energi mekanik pada kasus gambar-gambar di atas, untuk puncak dan dasar berlaku:
v A = 2.ghB atau hB =
Usaha dapat merubah energi yang dimiliki benda
[email protected]
v A2 2.g
Sebuah Bandul Diputar Vertikal
Usaha dan Energi Potensial Pegas
Dari penerapan hukum kekekalan energi mekanik, maka syarat agar bandul bergerak 1 lingkaran penuh adalah: Laju di titik tertinggi (B): vB = g.R
VA
Laju di titik terendah (A): vB = 5g.R
Energi potensial pegas: EP = 12 k.x 2 Usaha: W = ∆EP = 12 k.x22 − 12 k.x12 Jika simpangan di mulai dari titik setimbang, maka: k = konstanta pegas (N/m), x = simpangan pegas (m).
W = EP = 12 k.x 2
Energi pada Gerak Harmonis n
Energi potensial: EP = 12 k.A2 sin2 θ
Energi pada Gerak Parabola Di dasar: 2 EP = 0 dan EK = 12 m. ( vo ) Di puncak: EP = 12 m.(vo )2 .sin2 α EK = 12 m.(vo )2 .cos2 α
k = konstanta pegas, A = amplitudo, q = sudut fase. n
Energi kinetik: EK = 12 k.A2 cos2 θ
k = m.w2; m = massa; w = 2pf
n
Energi mekanik: EM = EP + EK
Energi Potensial Gravitasi EP = −G
M.m R
G = konstanta gravitasi R = jarak 2 massa
BAB 5
GAYA GRAVITASI DAN PEGAS
A. GAYA GRAVITASI F =G
M1 .M2 R2
F = gaya tarik-menarik antara M1 dan M2 G = konstanta gravitasi = 6,673 × 10-11 Nm2/kg2
1. Kuat Medan Gravitasi (Percepatan Gravitasi) Medan gravitasi: tempat di mana gaya gravitasi terjadi. g=G
2. Hukum Keppler a. Hukum Keppler I “Lintasan planet berbentuk elips dan matahari di salah satu titik fokusnya”. Aphelium: titik terjauh, Perihelium: titik terdekat. b. Hukum Keppler II “Garis yang menghubungkan planet dan matahari akan menyapu luas juring dan dalam waktu yang sama”. I
M R2
[email protected]
II III
Jika: luasan I = luasan II = luasan III ⇒ tAB = tCD = tEF tAB = waktu dari A ke B
2. Gerak Harmonik pada Pegas n Simpangan
2
TA RA = TB RB
3
B. ELASTISITAS
τ=
Y=
n
Kecepatan getar
τ F .L = ε A.∆L
n
Frekuensi sudut (rad/s)
ω=
2π = 2π f T
f = frekuensi getaran (Hz) T = periode getaran (s)
2. Regangan ∆L L
v = ω.A cosθ = ω A2 − y 2 v: kecepatan getar y: simpangan getar A: amplitudo (simpangan maksimum)
F : gaya A : Luas penampang
ε=
q = wt + qo
3. Modulus Young F A
θ 2π
y : simpangan getar (m) A : amplitudo (simpangan maksimum) (m) q : sudut fase w : frekuensi sudut (rad/s) q0 : sudut fase awal
1. Tegangan
ϕ=
y = A sinθ
c. Hukum Keppler III “Perbandingan kuadrat periode revolusi planet (T2) terhadap jari-jari rata-rata planet pangkat tiga (R3) selalu tetap untuk setiap planet.” Dirumuskan:
n
Percepatan getar a = −ω 2 .A sinθ = −ω 2 y
y : simpangan getar A : amplitudo (simpangan maksimum)
DL : perubahan panjang L : panjang mula-mula n
C. PEGAS
f=
1. Gaya Pada Pegas Jika pegas diberi gaya akan mengalami perubahan panjang yang dirumuskan:
1 2π
k m
T=
1 f
k = konstanta pegas
Sedangkan untuk ayunan bandul sederhana frekuensi diberikan:
F = k.x : gaya yang menarik/ mendorong pegas k : konstanta pegas (N/m) x : perubahan panjang (m)
Frekuensi dan periode pada pegas dan bandul sederhana
F
f= f=
1 2π
g l
1 gg : percepatan gravitasi 2π l : panjang tali
[email protected]
BAB 6
IMPULS DAN MOMENTUM
A. IMPULS DAN MOMENTUM
B. HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM
1. Impuls (I) Gaya bekerja pada suatu benda dalam selang waktu Dt adalah Impuls (I). n Untuk gaya F tetap I = F .∆t n
m1v1 + m2v2 = m1v1′ + m2v2′
∑ psebelum = ∑ psesudah
C. TUMBUKAN Kelentingan suatu tumbukan ditentukan dengan koefisien restitusi (e).
Untuk gaya F = f(t) t2 I = ∫ F .dt t1
n
Pada proses tumbukan/ledakan berlaku kekekalan momentum.
Untuk grafik (F - t), impuls I dinyatakan oleh luas di bawah grafik. F
e=−
(v1′ − v2′ ) v1 − v2
1. Lenting Sempurna: Koefisien restitusi e = 1 2. Lenting Sebagian: Koefisien restitusi 0 < e < 1 3. Tidak Lenting Sama sekali: Koefisien restitusi e = 0
t
I = luas daerah yang diarsir Impuls juga merupakan perubahan hukum momentum. Dapat ditulis:
D. BENDA DIJATUHKAN DAN MEMANTUL Benda yang jatuh kemudian memantul, maka besarnya koefisien restitusi dirumuskan dengan:
I = ∆p = pakhir − pawal
e=−
2. Momentum (p) p = mv p = momentum (kgms-1), besaran vektor m = massa (kg) v = kecepatan (ms-1)
v1 ' h = 2 v1 h1
Berlaku: e=
hn+1 hn
Dengan hn adalah tinggi pantulan ke-n (n = 0, 1, 2).
[email protected]
BAB 7
DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR
A. DINAMIKA ROTASI Gerak Lurus
n
Hukum Dinamika Rotasi:
∑τ = I.α
Hubungan Keduanya
Gerak Rotasi
Kita dapat meninjau suatu kasus benda yang menggelinding (berotasi dan bertranslasi) seperti gambar di bawah ini.
S θ= R
θ
R: jari-jari putarannya
dθ dt dω α= dt
dS dt dv a= dt
∑
Momen gaya Gaya = F Momen Gaya== ∑τ Momen Inersia = I
Massa = m
n
v R a α= R
ω=
v=
ω=
t = I.a
a fgesek(R) = k.m.R2 ( ) R fgesek = k.m.a
q: sudut antara F dengan R
I = k.m.R 2
k = konstanta Untuk satu partikel k=1
... (1)
Dinamika rotasi:
τ = R.F .sinθ
Momen Inersia Besaran yang analog dengan massa untuk gerak rotasi. l = k.m.R
Dinamika lurus: F – fgesek = m.a
... (2)
Persamaan (2) disubtitusikan ke (1) akan didapat: k = konstanta pada rumus momen inersia: silinder pejal k=
1 2 ; bola pejal k = ; dan seterusnya. 2 5
Untuk beberapa kasus seperti gambar dapat diberikan percepatannya adalah: a=
2
g.sinθ 1+k
a=
g
(1 + k )
dengan k = konstanta. Untuk benda yang sudah baku diberikan tabel sebagai berikut. No 1 2 3
Bentuk Benda Benda berupa titik
Momen Inersia I = mR2
Benda panjang, homogen, diputar di salah satu ujung Benda panjang, homogen, diputar tepat di tengah
I=
1 3
I=
1 12
ml2
ml2
4
Bola berongga
I=
2 3
mR2
5
Bola pejal
I=
2 5
mR2
6
Silinder berongga tipis
I = mR2
7
Silinder pejal
I=
1 2
mR2
8
Silinder berongga tidak tipis
I=
1 2
m(R12 + R22)
a=
n
w A − wB wA w A − wB sinθ a= a= mA + mB + k.Mkatrol mA + mB + k.Mkatrol mA + mB + k.Mkatrol
Energi Kinetik Untuk benda menggelinding (rotasi & translasi) 1 Ektranslasi = .m.v 2 2 1 2 1 1 v Ekrotasi = .I.ω = .(kmR 2 )( )2 = .km.v 2 2 2 2 R 1 2 Ektotal = Ektranslasi + Ekrotasi = mv (1 + k) 2
[email protected]
n
Ektotal = 12 m.v 2 (1 + k ) ; vA =
2g.h (1 + k )
m.gh = 12 m.v 2 (1 + k )
Kesetimbangan Rotasi Setimbang rotasi jika di setiap titik tumpu: jumlah momen gaya = 0 ⇒ ∑τ = 0 - Jika terdapat gaya w, F, dan T bekerja pada batang seperti gambar:
;vA = laju di dasar
n
Momentum Sudut L = I.ω ∑ Lsebelum = ∑ Lsesudah
n
-
Usaha dan Daya pada Gerak Rotasi W = τ .θ
Usaha:
Daya:
Benda dikatakan setimbang jika benda tidak bergerak (percepatan = 0) baik secara translasi atau secara rotasi. n Secara Translasi - Gaya-gaya dalam arah mendatar haruslah = 0 ∑ Fx = 0 - Gaya-gaya dalam arah vertikal haruslah = 0
∑F
=0 Sehingga jika diberikan kasus setimbang di bawah: y
θ
∑ Fx = 0 ⇒ w2 – Tcosq = 0 ⇒ w2 = Tcosq ∑ Fy = 0 n
∑τ = 0
W P= t
B. KESETIMBANGAN BENDA TEGAR
⇒ w1 – Tsinq = 0 ⇒ w1 = Tsinq
Setimbang oleh 3 Buah Gaya Berlaku: F F1 F = 2 = 3 sinθ1 sinθ2 sinθ3
Jika sistem tetap dalam keadaan setimbang rotasi maka:
⇔ (w) (RW ) . sin θW + (F ) (RF ) . sin θF - (T )(RT ) sin θT = 0 ⇔ (w) (RW ) . sin θW + (F ) (RF ) . sin θF = (T ) (RT ) sin θT
n
Titik Berat a. Titik berat benda pejal homogen No
Bentuk Benda
Titik Berat
1
Silinder pejal
yo = ½ t
2
Bola pejal
yo = R
3
Limas pejal
yo = ¼ t
4
Kerucut pejal
yo = ¼ t
5
Setengah bola pejal
yo = 3/8 R
b. Titik berat benda homogen berbentuk garis No
Bentuk Benda
Titik Berat
1.
Garis lurus
y0 =
2.
Busur lingkaran
3.
Busur setengah lingkaran
y0 = R =
4.
Segitiga siku-siku
1 2
l AB AB
y0 = 2 πR x0 =
1 3
1 3
x ; y0 =
y
c. Titik berat benda berbentuk luasan (selimut bangun ruang) No
Bentuk Benda
Titik Berat
1.
Kulit kerucut
y0 =
1 3
l
2.
Kulit limas
y0 =
1 3
t
3.
Kulit setengah bola
y0 =
1 2
R
4.
Kulit silinder
y0 =
1 2
t
Titik berat gabungan dari benda-benda teratur yang mempunyai berat W1, W2, W3, … dan seterusnya.
[email protected]
∑w x ∑w ∑w y = ∑w
xo =
n n
=
w1 x1 + w2 x2 + w3 x3 + ... w1 + w2 + w3 + ...
=
w1 y1 + w2 y2 + w3 y3 + ... w1 + w2 + w3 + ...
n
yo
n n n
w (berat) ~ m (massa) ~ V (Volum) ~ A (luas) ~ L (panjang) ⇒ rumus di atas bisa diganti dengan besaranbesaran di atas.
w = berat benda
BAB 8
GELOMBANG
A. GELOMBANG MEKANIK Gelombang adalah getaran yang merambat/energi yang menjalar. Setiap gelombang memiliki cepat rambat: v = l. f = v l f T
l T
Perut
n
= cepat rambat gelombang (m/s) = panjang gelombang (m) = frekuensi gelombang (Hz) = jumlah gelombang tiap waktu = periode gelombang (s) = waktu untuk terjadi satu gelombang
Persamaan Gelombang 1. Gelombang berjalan + awal gelombang merambat ke atas
Y = ± A sin(wt + kx + qo )
Jarak tempuh gelombang: s = v ´t dan t = waktu (s) n
– awal gelombang merambat ke bawah
Beberapa Bentuk Gelombang
Sudut fase: q = (wt ± kx + qo ) q q = Fase: j = 2p 3600
2. Gelombang stasioner – Ujung terikat Ujung
Y = 2 A sin(kx)cos(wt - k)
–
Ujung bebas Ujung
Y = 2 A cos(kx)sin(wt - k) A
: amplitudo gelombang transversal
w : frekuensi sudut: w = 2p. f = f
: frekuensi dan T: periode
w 2p Ûf= T 2p
2p
2p
k : bilangan gelombang: k = Û l = l k l : panjang gelombang x : posisi dan t : waktu l : panjang tali
[email protected]
Cepat rambat gelombang dapat juga dirumuskan: v = l.f = n
n
w k
Percobaan Melde
– Frekuensi Pipa Organa Terbuka: (n + 1) ´v fn = 2L – Frekuensi Pipa Organa Tertutup: (2n + 1) ´v fn = 4L
Didapat cepat rambat gelombang pada dawai:
n = 0, 1, 2, 3, .... n = 0 Þ nada dasar n = 1 Þ nada atas I n = 2 Þ nada atas II
F v= m F m L m
= gaya tegangan tali (N) = massa dawai sepanjang L (kg) = panjang dawai (m) = massa per satuan panjang dawai (kg m s–1), dengan m =
n
m L
B. GELOMBANG BUNYI n
n
Jenis bunyi berdasarkan frekuensinya 1. Infrasonik; frekuensi < 20 Hz, dapat didengar oleh jangkrik dan anjing. 2. Audiosonik; frekuensi antara 20 Hz-20.000 Hz, dapat didengar oleh manusia. 3. Ultrasonik; frekuensi > 20.000 Hz, dapat didengar oleh lumba-lumba dan kelelawar. Bunyi dengan frekuensi teratur disebut nada, tinggi rendahnya nada ditentukan oleh frekuensi bunyi. Cepat Rambat Bunyi – Cepat rambat bunyi dalam gas. RT Berdasarkan Hukum Laplace: v = g M R T M g
B = modulus Bulk, (N m ) r = massa jenis zat cair, (kg m-3) -2
– Cepat rambat bunyi dalam zat padat: E v=
ρ
E = modulus Young zat padat, (N m-2) r = masa jenis zat padat, (kg m-3)
B r
Efek Doppler – Jika sumber bunyi dan pendengar relatif mendekat, maka frekuensi terdengar lebih tinggi ( fp > fs ) . – Jika sumber bunyi dan pendengar relatif menjauh, maka frekuensi terdengar lebih rendah ( fp < fs ) . – Jika sumber bunyi dan pendengar relatif diam, maka freku-ensi terdengar sama ( fp = fs ) . fp =
v ± vp v ± vs
´ fs
vp (+): pendengar mendekat sumber bunyi. vs (+): sumber bunyi menjauh pendengar. n
Energi Bunyi dan Daya Energi Gelombang: 1 E = mA2 w 2 = 2p2 m. f 2 .A2 2
= konstanta gas umum = 8,31 x 10 3 J mol–1 K–1 = suhu mutlak = berat molekul (kg mol–1) = konstanta Laplace, bergantung jenis gas
– Cepat rambat bunyi dalam zat cair: v =
Frekuensi pada Dawai dan Pipa organa – Frekuensi Getaran Dalam Dawai: (n + 1) ´v fn = 2L
Daya: n
P=
E t
Intensitas Bunyi (Daya tiap satu-satuan luas) I=
P E = A A.t
P 4pr 2 Taraf intensitas bunyi adalah tingkat/derajat kebisingan bunyi. Batas kebisingan bagi telinga manusia: 10-12 watt.m-2 sampai 1 watt.m-2. Untuk luasan bola:
I=
[email protected]
Taraf Intensitas Bunyi diberikan: I (desi Bell atau dB) TI = 10log I0
n
Perbedaan taraf intensitas bunyi terjadi karena perbedaan jarak. Sumber bunyi
r1 TI1
TI2 = TI1 + 10log
r2 TI2
makin jauh TI semakin kecil
Maka akan diperoleh hubungan: Emaks E w =- = = c Bmaks B k
I2 I1
TIn = TI1 + 10log n
Taraf intensitas bunyi n kali sumber Þ makin banyak makin besar.
Emaks = amplitudo medan listrik , (N/C) Bmaks = amplitudo medan magnetik, (Wb/m2) C = laju gelombang elektromagnetik dalam vakum n
TI1 : taraf intensitas 1 sumber bunyi TIn : taraf intensitas n kali sumber bunyi
C. GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Kecepatan rambat gelombang elektromagnetik dalam vakum memenuhi hubungan: 1 C= mo eo
Kuat Medan Listrik dan Kuat Medan Magnetik Persamaan medan listrik dan magnetik masingmasing: E = Emaks cos(kx - wt ) B = Bmaks cos(kx - wt )
Intensitas (laju energi tiap luasan) Gelombang Elektromagnetik Intensitas gelombang elektromagnetik (laju energi per m2) disebut juga Poynting (lambang S), yang nilai rata-ratanya: S =I =
n
Rapat Energi Rata-rata
mo = permeabilitas vakum (4p x 10-7 Wb/A.m) eo = permitivitas vakum (8,85 x 10-12 C2/N.m2) n
n
a a a a a a a a
E 2 c.B 2 P Em .Bm = = m = m A 2mo 2mo .c 2mo
u=
S c
Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik Berdasarkan hasil percobaan H.R.Hertz, gelombang elektromagnetik memiliki sifat-sifat sebagai berikut. – Merupakan gelombang transversal. – Dapat merambat dalam ruang hampa. – Dapat mengalami refleksi, refraksi, difraksi. – Dapat mengalami interferensi. – Dapat mengalami polarisasi. – Tidak dibelokkan oleh medan listrik maupun magnet.
n
Warna Cahaya – Cahaya polikromatik: cahaya yang dapat terurai menjadi beberapa macam warna. – Cahaya monokromatik: hanya terdiri dari satu warna. – 1 warna: memiliki satu kisaran panjang gelombang.
Spektrum Gelombang Elektromagnetik Urutan spektrum gelombang elektromagnetik mulai dari frekuensi terkecil ke frekuensi terbesar:
n
Dispersi Sinar Putih – Dispersi adalah penguraian cahaya menjadi komponen-komponen warna dasarnya. – Sinar putih dapat terurai menjadi beberapa warna. Penguraian sinar putih dapat menggunakan prisma. Dari percobaan didapat deviasi minimum berurutan dari kecil ke besar: merah - jingga - kuning - hijau - biru - nila - ungu. – Sudut dispersi (j) adalah beda sudut deviasi minimum ungu dengan sudut deviasi minimum merah.
gelombang radio gelombang televisi gelombang radar sinar inframerah cahaya tampak sinar ultraviolet sinar X sinar gamma
merah jingga
–
kuning
–
hijau biru nila ungu
frekuensi membesar panjang gelombang mengecil
c = laju GEM dalam vakum
D. OPTIK FISIS
[email protected]
Untuk sudut yang relatif kecil maka berlaku pendekatan:
j = Du - Dm = (nu - 1) - (nm - 1)b = (nu - nm )b nu = indeks bias sinar ungu nm = indeks bias sinar merah b = sudut prisma Du = deviasi minimum ungu Dm = deviasi minimum merah n
sin q @ n
Percobaan Interferensi Thomas Young Dengan membangkitkan sumber sinar koheren dengan meng-gunakan celah ganda. Hasil perpaduan (interferensi) berkas sinar adalah pola garis gelap terang pada layar.
Untuk sudut yang relatif kecil maka berlaku pendekatan: sin q @
yn = tan q L
yn = jarak antara terang pusat dengan terang ke- n L = jarak antara celah dan layar n
Difraksi Celah Tunggal Difraksi celah tunggal terjadi jika cahaya dirintangi oleh celah yang sempit. – Interferensi maksimum terjadi jika: 1 d sinθ = m + λ 2 m = 1, 2, 3, ... – Interferensi minimum terjadi jika: d sin q = m.l
Difraksi pada Kisi (Celah Banyak) Jika N menyatakan banyaknya garis (celah) per satuan panjang dan d adalah jarak antar kisi, maka: d=
1 N
– Interferensi maksimum (terang) terjadi: d sin q = m.l m = 0, 1, 2, ... – Interferensi minimum terjadi jika: æ 1ö d sin q = çççm - ÷÷÷l è 2ø m = 1, 2, 3, ... Untuk sudut yang relatif kecil maka berlaku pendekatan: y sin q @ n = tan q L
terang pusat
– Interferensi maksimum (terang) terjadi: d sin q = m.l – Interferensi minimum (gelap) terjadi: æ 1ö d sin q = çççm - ÷÷÷l è 2ø m = 1, 2, 3, .... dengan: d : jarak antar celah q : sudut antara terang pusat dengan terang ke-n λ : panjang gelombang cahaya
yn = tan q L
n
Jarak Terang/Gelap Berurutan L Dy = ´l d
n
Perhitungan Difraksi pada Daya Urai Suatu Lensa
qm = sudut pemisah (sudut resolusi minimum)
Agar dua benda titik masih dapat dipisahkan secara tepat berlaku: l sin qm = 1,22 D Karena sudut qm sangat kecil, maka berlaku sin qm qm = tan qm =
menjadi:
dm , sehingga persamaan L
qm .L = dm = 1,22
m = 1, 2, 3, ... dengan d = lebar celah.
[email protected]
l.L D
n
Interferensi pada Lapisan Tipis – Interferensi maksimum: 2nd cos r = (m - 12 )l
n
Polarisasi Karena Pembiasan Ganda Polarisasi yang terjadi jika sinar dilewatkan pada sebuah bahan yang an-isotropik (arah perjalanan cahaya di setiap titik di dalam bahan tersebut tidak sama).
n
Polarisasi Karena Penyerapan Selektif – Proses ini menggunakan dua lensa, polarisator, dan analisator. – Mula-mula cahaya dilewatkan polarisator sehingga terpolarisasi. Untuk melihat bahwa cahaya tersebut terpolarisasi maka digunakan keping yang sama sebagai analisator. Dengan memutar analisator pada sumbu antara kedua keping dapat teramati penurunan intensitas karena telah terjadi penyerapan.
m = 0, 1, 2, ...
n = indeks bias lapisan tipis n
Cincin Newton – Interferensi maksimum (lingkaran terang) terjadi jika 1 n.rt2 = (m - ).l.R 2 m = 1, 2, 3, ... rt = jari-jari lingkaran terang ke-m n = indeks bias medium – Interferensi minimum (lingkaran gelap) terjadi jika: n.rg2 = m.l.R m = 0, 1, 2, 3, .... rg = jari-jari lingkaran gelap ke-m n = indeks bias medium
1 I = I0 cos2 q 2
E. POLARISASI CAHAYA I=
intensitas cahaya setelah melalui analisator I0= intensitas cahaya setelah melalui polarisator q= sudut antara analisator dan polarisator
– Polarisasi adalah proses penyerapan sebagian arah getar gelombang transversal. – Akibat polarisasi, cahaya merambat dengan arah getar tertentu saja, sedang arah getar lain terserap atau terkurangi. n
n
Polarisasi Karena Pemantulan
n
Sudut sinar datang yang menyebabkan cahaya terpolarisasi seperti pada gambar adalah 57°.
Polarisasi Karena Hamburan – Polarisasi juga dapat terjadi ketika cahaya tak terpolarisasi dilewatkan pada bahan, kemudian cahaya tersebut dihamburkan. – –
Polarisasi Karena Pembiasan dan Pemantulan
– Polarisasi dapat terjadi antara sudut sinar bias dan sinar pantul siku-siku = 90°. – Sudut datang yang menjadi sinar ini terpolarisasi disebut sudut Brewster (iP).
n2 n1
n1 = indeks bias medium 1 n2 = indeks bias medium 2
m = 1, 2, ...
– Interferensi minimum: 2nd cos r = ml
tan ip =
–
a dan c: cahaya terpolarisasi sebagian b: cahaya terpolarisasi seluruhnya
Contoh: cahaya matahari dihamburkan oleh molekul-molekul di atmosfer, hingga langit terlihat biru, karena cahaya biru paling banyak dihamburkan.
[email protected]
BAB 9
LISTRIK STATIS
A. HUKUM COULOMB
®
q = sudut antara E dan garis normal luasan
Besar gaya: F = k.
q1 .q2 r2
å
q = muatan total yang dilingkupi oleh permukaan tertutup 2. Energi Potensial Listrik EP = k
q.q ' r
3. Potensial Listrik V=
Jika tidak dalam ruang hampa, maka: k=
1 4per .eo
eo = permitivitas listrik dalam hampa er = permitivitas relatif bahan (di hampa er = 1 )
B. MEDAN LISTRIK DAN KUAT MEDAN LISTRIK Medan Listrik: daerah dimana gaya listrik masih terjadi. F Kuat medan: E = atau Gaya listrik: F = q.E q E : kuat medan listrik, merupakan besaran vektor. ®
Medan listrik merupakan vektor, arah E menjauhi muatan sumber positif dan menuju muatan negatif.
EP Û EP = q.V q
Potensial oleh muatan titik potensial: q V =k r V = potensial listrik pada jarak r dari muatan sumber (V) q = muatan sumber (C) r = jarak titik terhadap muatan sumber (m)
r2
Potensial listrik di titik P yang ditimbulkan oleh 4 muatan sumber q1, q2, q3 dan q4 ditulis: VP = V1 + V2 + V3 + V4 q q q q = k 1 +k 2 -k 3 -k 4 r1 r2 r3 r4 4. Usaha Untuk Memindahkan Muatan WPQ = q(V2 - V1 ) = q.DV
1. Hukum Gauss Fluks listrik total yang menembus suatu permukaan tertutup sama dengan jumlah aljabar muatan-muatan listrik yang dilingkupi oleh permukaan tertutup itu dibagi dengan permitivitas udara e0. F = EA cos q = E = kuat medan listrik, (N/C) A = luas permukaan tertutup, (m2) F = fluks listrik
Sq e0
5. Medan dan Potensial Listrik Beberapa Keadaan n Pada konduktor keping sejajar – Rapat muatannya: q s= A – Kuat medan listrik antara keping: s E= e0 – Kuat medan di luar keping: E = 0
[email protected]
n
n
– Potensial listrik di antara kedua keping ( 0 < r ≥ d ): V = E.r – Potensial listrik di luar keping ( r > d ): V = E.d Pada konduktor bola logam berongga Bila konduktor bola berongga dimuati, maka muatan pada konduktor bola berongga akan menyebar di permukaan bola, sedang di dalam bola tidak ada muatan. Kuat medan listrik: – di dalam bola (r < R): E = 0 r ≥ R – di luar bola serta kulit (r ≥ R): q E =k 2 r
Susunan Kapasitor – Seri
Beda potensial totalnya adalah: V = V1 + V2 + V3 æ1 1 1ö V = ççç + + ÷÷÷.Q çè C1 C2 C3 ø÷
Dengan demikian pada rangkaian seri berlaku perbandingan tegangan: 1 1 1 V1 : V2 : V3 = : : C1 C 2 C 3 Dan didapat Kapasitas ekivalennya adalah: 1 1 1 1 = + + C C1 C 2 C 3
R = jari-jari bola Potensial listrik:
– Paralel
q R q – di luar bola serta di kulit: V = k r – di dalam bola: V = k
C. KAPASITOR
Dengan demikian muatan totalnya adalah: Perbandingan antara Q dan V disebut kapasitansi kapasitor, yang diberi lambang C.
Q = Q1 + Q2 + Q3 + ... + Qn Q = (C1 + C2 + C3 + ... + C n ).V Kapasitas ekivalennya adalah: Q C = = C1 + C 2 + C 3 V
Q C= V
Q = besar muatan pada tiap-tiap keping (C) V = beda potensial antara kedua keping (V) n Energi yang Tersimpan dalam Kapasitor n
Co = A d eo er n
Salah satu fungsi kapasitor adalah untuk menyimpan energi: 1 W = C .V 2 2
Kapasitas Kapasitor er eo A d
= luas tiap keping, (m2) = jarak antar keping, (m) = permitivitas listrik dalam vakum/udara = permitivitas relatif bahan
Untuk Bola
1 1 Q2 W = QV = 2 2 C Rapat Energi dalam Medan Listrik Karena Q = CV maka:
n
Beda potensial diberikan: æ1 1ö DV = V1 - V2 = kQçç - ÷÷÷ çè R1 R2 ø÷ C=
4peo R2R1 R2R1 = k (R2 - R1 ) R2 - R1
Untuk yang hanya terdiri 1 bola konduktor saja, maka bisa dianggap R2 = ¥ .
Hasil bagi antara W dan V disebut rapat energi listrik ue. Jadi: W ue = = 12 eo E 2 V ue = rapat energi listrik (J/m3) eo = peritivitas listrik dalam vakum (C E = kuat medan listrik (N/C)
2
[email protected]
Nm2
)
BAB 10
LISTRIK DC
Arus listrik adalah aliran dari elektron-elektron bebas dari suatu potensial rendah ke tinggi (dapat juga aliran muatan). I=
n
DQ t
I = kuat arus (A) DQ = besar perubahan muatan (C) t = waktu (s)
– –
Susunan Penghambat – Susunan Seri
Sifat: Arus: It otal = I1 = I2 = I3
Arah aliran muatan negatif berlawanan dengan arah arus listrik yang ditimbulkan. Arah aliran muatan positif searah dengan arah arus listrik yang ditimbulkan.
Hambatan:
Dari percobaan oleh Ohm bahwa perbandingan antara beda potensial dengan kuat arus listrik nilainya selalu konstan, nilai tersebut disebut hambatan: V R = ÛV =I .R I
–
i
1 1 1 Perbandingan arus= I1 : I2 : I3 = : : R1 R2 R3 Beda potensial Vt otal = e = V1 = V2 = V3
(Itotal )(Rtotal ) = I1R1 = I2R2 = I3R3
b
Untuk penghantar kawat homogen dan berpenampang
Beda potensial: Vt otal = e = V1 + V2 + V3 Susunan Paralel
Sifat: Arus= It otal = I1 + I2 + I3
Secara fisiknya hambatan dapat dicari, perhatikan gambar penghantar kawat homogen berikut ini. L A j
Vtotal V1 V2 V3 = = = Rtotal R1 R2 R3
1 1 1 1 = + + Rp R1 R2 R3
V = beda potensial listrik (V) I = kuat arus listrik (A) R = hambatan (W)
E a
RS = R1 + R2 + R3
n
Susunan Jembatan Wheatstone
L
lintang sama, besaran r disebut hambatan pengA hantar. Jadi: R=r
L A
r = hambatan jenis bahan logam (W m), L = panjang penghantar (m), A = luas penampang lintang penghantar (m2), R = hambatan penghantar (W).
Cara menentukan hambatan ekivalen pada susunan (rangkaian) jembatan Wheatstone. Jika R1.R4 = R2.R3, maka R5 tidak berfungsi (dapat dihilangkan),
Nilai hambatan penghantar logam dapat berubah dikarenakan perubahan suhu: Rt = Ro (1 + a.DT )
[email protected]
Jika R1.R4 ¹ R2.R3, maka hambatan ekivalennya dapat diselesaikan dengan transformasi D (delta) menjadi Y (star) sebagai berikut.
I2 = Dengan nilai-nilai Ra, Rb dan Rc sebagai berikut. Ra = n
n
R1 .R3 R1 .R5 R3 .R5 ; Rb = ; Rc = R1 + R3 + R5 R1 + R3 + R5 R1 + R3 + R5
Hukum Kirchhoff 1. Hukum I Kirchhoff “Jumlah aljabar kuat arus listrik yang melalui titik cabang sama dengan nol.”
(e1 - e2 )R3 + (e3 - e2 )R1 R1 .R2 + R2 .R3 + R1 .R3
Alat Ukur Listrik 1. Amperemeter Batas ukur amperemeter dapat diperbesar n kali dengan menambahkan suatu hambatan paralel, disebut hambatan Shunt. RA = hambatan dalam 1 .RA Rsh = amperemeter (n - 1) Rsh = hambatan shunt
2. Voltmeter Batas ukur voltmeter dapat diperbesar dengan menambahkan suatu hambatan secara seri, disebut hambatan depan. Rv = hambatan dalam voltmeter RD = hambatan depan n = pengali (kelipatan)
RD = (n - 1)Rv Tanda positif (+) jika arah arus listrik menuju ke titik cabang. Tanda negatif (–) jika arah arus listrik meninggalkan titik cabang yang sama. I - I1 - I2 - I3 = 0 I=0 I = I1 + I2 + I3
n
Energi dan Daya Listrik - Energi Listrik W = V .I.t = I 2 .R.t =
å
2. Hukum 2 Kirchhoff “Dalam rangkaian tertutup (loop) jumlah aljabar GGL (e) dan jumlah penurunan potensial (IR) sama dengan nol.”
å IR + å e = 0 Ketentuan tanda untuk e dan I: e = (+), jika gerak mengikuti arah loop bertemu dengan kutub (+) sumber tegangan terlebih dahulu. e = (-), jika gerak mengikuti arah loop bertemu dengan kutub (-) sumber tegangan terlebih dahulu. I = (+), jika arah loop searah dengan arah arus. I = (-), jika arah loop berlawanan dengan arah
arus. Untuk rangkaian berikut dapat juga digunakan aturan loop, namun perhitungan akan panjang sehingga dapat juga digunakan rumus praktis untuk mencari arus.
V2 ´t R
V : beda potensial , (v) I : kuat arus listrik, (A) R : hambatan listrik, (W) t : waktu, (s)
-
Daya Listrik P =
W V2 =V .I = = I2 .R t R
Untuk alat dengan spesifikasi Pt watt, Vt volt, yang dipasang pada tegangan V (V ¹ Vt), maka daya yang diserap alat: æ V ö÷2 P = ççç ÷÷ . Pt çèV ÷ø t
P = daya listrik yang diserap V = tegangan yang dipakai Vt = tegangan tertulis Pt = daya tertulis
[email protected]
BAB 11
MEDAN MAGNET
A. MEDAN MAGNET n
Solenoida adalah kumparan yang cukup panjang. Kuat medan induksi magnet adalah: Di pusat solenoida: Di salah satu ujung:
Medan Magnet di sekitar Kawat Berarus Listrik Gunakan kaidah tangan kanan I seperti digambarkan di bawah: kawat berarus listrik
B=
I
I
–
B
Kuat Medan Magnet –
B=
Kawat Berarus Listrik yang Panjangnya Tak Berhingga
Kuat Medan Induksi Magnet pada Toroida Toroida adalah solenoida yang dibengkokkan hingga membentuk lingkaran. Kuat medan magnet dalam toroida yang berjarak r dari pusat lingkaran adalah:
I
B=
a p Bp = –
m0 .I 2pa
–
mo = 4p × 10–7 Tm/A
a
m0 .I.N 2pr
B. GAYA LORENTZ
Kawat Berarus Listrik yang Panjangnya Berhingga q1 q2 p
n
Gaya Lorentz pada Kawat Berarus FL = B.I.L sin q
n
q = sudut antara B dan I Gaya Lorentz pada Partikel Bermuatan
q1 q2
FL = q.v.Bsin q q = sudut antara B dan arah gerak q I
m .I Bp = 0 (cos q1 + cos q2 ) 4p.a
Arah gaya Lorentz diatur pakai kaidah tangan kanan II.
B
Kuat Medan Magnet oleh Kawat Melingkar Di pusat lingkaran (titik O) BO =
m0 .I 2a
F
n
Gaya Lorentz pada Dua Kawat Lurus Sejajar I1 I2
Di titik P (sepanjang sumbu lingkaran) BP = –
m0 . I. N 2L
N : jumlah lilitan solenoida L : panjang solenoid
B
n
m0 . I. N L
m0 . I 3 sin q 2a
Kuat Medan Magnet oleh Solenoida
F m0 .I1 .I2 = L 2.p.a
[email protected]
n
Gerak melingkar muatan pada medan magnet homogen Bila partikel bermuatan bergerak dalam medan magnet homogen secara tegak lurus, maka yang terjadi partikel akan bergerak dengan lintasan melingkar. Jari-jari lintasan diberikan: m.v R= q .B
R= n
1 2.m.(DV ) B q
Gerak lurus muatan pada medan magnet dan listrik saling tegak lurus
v=
E B
Jika muatan dipercepat dengan beda potensial DV maka:
BAB 12
INDUKSI ELEKTROMAGNETIK
A. FLUKS MAGNETIK
C. PENERAPAN HUKUM FARADAY DAN HUKUM LENZ
Fluks magnetik adalah banyaknya garis-garis magnet yang menembus secara tegak lurus pada suatu luasan. Fm = B.A = B.A.cos(q)
n
A = luas permukaan, a = sudut antara vektor B dengan garis normal A.
Bila kawat PQ digeser ke kanan, maka luasan segiempat akan berubah (bertambah besar/ berkurang) ® Fluks juga berubah ® timbul GGL:
B. HUKUM FARADAY DAN HUKUM LENZ Hukum Imbas Faraday Gaya gerak listrik (GGL) dalam sebuah rangkaian sebanding dengan laju perubahan fluks yang melalui rangkaian tersebut. e = -N
Untuk GGL rata-rata:
e = -.B.v B = kuat medan magnet (T), l = panjang kawat PQ, v = laju gerak kawat PQ (m/s).
dF dt
e = -N
Perubahan luas pada kawat segiempat
Untuk menentukan arah arus dapat diatur dengan kaidah tangan kanan II DF Dt
N: banyaknya lilitan
Tanda negatif (–) menujukkan fluks yang muncul melawan perubahan. Seperti dijelaskan pada hukum Lenz. Hukum Lenz “Arus imbas akan muncul di dalam arah yang sedemikian rupa sehingga arah tersebut menentang perubahan yang menghasilkannya.”
n
Kawat diputar sejajar bidang yang tegak lurus B
[email protected]
Bila kawat OP diputar maka luasan juring OPQ akan berubah ® Fluks juga berubah ® timbul GGL. Besarnya: B.p.2 e= T
W = 12 L.I 2 n
Induktansi Bersama/Silang
l = panjang kawat OP (jari-jari) T = periode ( waktu 1 kali putar) n
Generator AC Pembuatan generator AC didasari pada konsep perubahan fluks magnetik akibat perubahan sudut.
GGL yang timbul pada kumparan primer (e1) maupun sekunder (e2) akibat fluks pada kumparan primer/sekunder disebut induksi silang atau induksi timbal balik. Besarnya GGL induksi adalah: – Di kumparan 1: dF dI e1 = -N1 12 = -M12 2 dt dt
e = NBA(w)sin(wt )
n
Besarnya GGL maksimum: e = NBAw w = laju putaran sudut Transformator
– Di kumparan 2:
VS NS = VP NP – –
e2 = -N2
N1 = jumlah lilitan di kumparan 1, N2 = jumlah lilitan di kumparan 2, dF12 = perubahan fluks, timbul oleh kumparan 2 di kumparan 1, dF21 = perubahan fluks, timbul oleh kumparan 1 di kumparan 2, dI1 = perubahan arus di kumparan 1 (A), dI2 = perubahan arus di kumparan 2 (A), M12 = induktansi bersama dari kumparan 1 terhadap kumparan 2, M21 = induktansi bersama dari kumparan 2 terhadap kumparan 1.
NP dan NS = jumlah lilitan pada kumparan primer dan sekunder, VP dan VS = Tegangan primer dan sekunder.
Efisiensi trafo diberikan: P V .I h= S = S S PP VP .IP PP = daya kumparan primer (watt), PS = daya kumparan sekunder (watt). n
Induktansi Diri eind = -L
dI dt
atau eind = -L
DI Dt
Besar induktansi bersama: N1 .F12 mo N1 .N2 . A1 = 2 I2 m N .N . A N .F M21 = 2 21 = o 1 2 2 1 I1
M12 =
L = induktansi diri (henry), 1 henry = 1 volt.detik/ampere.
Untuk solenoida atau toroida: L= N A
mr m0 N 2 A
= jumlah lilitan solenoida atau toroida, = luas penampang solenoida atau toroida (m2),
l
= panjang solenoida atau keliling toroida (m), mr = permeabilitas relatif bahan ; mr = 1 (untuk hampa).
Energi yang tersimpan dalam solenoida atau toroida adalah:
dF21 dI = -M21 1 dt dt
D. ARUS AC n
Sumber arus dan tegangan AC e = NBAw sin(wt ) = emax .sin(wt ) atau lebih sering ditulis: V = Vmax .sin(wt ) I = Imax .sin(wt )
[email protected]
n
Nilai rata-rata arus dan tegangan bolak-balik
–
Nilai efektif arus dan tegangan bolak-balik I V Ieff = maks dan Veff = maks 2 2
XC reaktansi kapasitif (nilai hambatan pada induktor) 1 XC = w.C
–
Z = Impedansi (nilai hambatan total)
Rangkaian seri R, L, dan C
–
2.I 2.V Ir = maks dan Vr = maks p p n
n
2
Z = R 2 + ( XL - X C )
Fasa antara arus dan tegangannya adalah: R cos q = Z
Ketika XL = XC hal ini disebut keadaan “RESONANSI”, yang terjadi ketika frekuensi (f) tegangan AC adalah:
VR = VR-max sin(wt - q)
f=
VL = VL-max sin(wt - q + 90o )
2
V = VR2 + (VL - VC )
VC = VC -max sin(wt - q - 90o ) Karena pada rangkaian seri ® arus sama besar maka:
n Daya pada rangkaian arus bolak-balik
–
–
–
BAB 13
Daya Rata-rata: 1 P = Vmaks Imaks cos q atau P = Veff .Ieff cos q 2
XL reaktansi induktif (nilai hambatan pada induktor) XL = w.L
Daya sesaat: æ ö 1 P = Vmaks Imaks çççcos q sin2 wt + sin q sin2wt ÷÷÷ è ø 2
2
I.Z = (I.R)2 + ((I. XL ) - (I. XC ))
1 1 2p LC
cos q = faktor daya.
MEKANIKA FLUIDA
A. TEKANAN 1. Pengertian Tekanan P=
F A
F = besar gaya yang tegak lurus bidang tekanan (N), A = luas bidang tekanan (m2), P = tekanan (N/m2).
Satuan tekanan: atmosfer (atm) atau Pa (pascal) = N/m2 (SI). 1 Bar = 10 Pa dan 1 atm = 76 cmHg = 1,01 × 105 Pa 6
2. Tekanan Hidrostatis
Tekanan pada dasar bejana yang disebabkan oleh berat zat cair yang diam di atasnya dinamakan tekanan hidrostatik, yang dirumuskan: w ph = = r.g.h A ρ g h ph
= massa jenis zat cair (kg/m3), = percepatan gravitasi bumi (m/s2), = kedalaman zat cair dari permukaannya(m), = tekanan hidrostatik pada kedalaman h (N/m2).
Tekanan mutlak (total) pada kedalaman h dari permukaan zat cair adalah: pM = po + r.g.h pO = tekanan atmosfer
[email protected]
n
Hukum Pokok Hidrostatis
P1 = P2 r1 × g × h1 = r2 × g × h2 r1 × h1 = r2 × h2 rm ra hm ha
= = = =
massa jenis minyak (kg/m3) massa jenis air (kg/m3) ketinggian minyak (m) beda tinggi kaki kiri dan kanan
3. Hukum Pascal “Tekanan yang diberikan pada suatu zat cair yang ada di dalam ruang tertutup diteruskan ke segala arah dengan sama besar.” P2 = P1 F2 F = 1 A2 A1 4. Hukum Archimedes “Sebuah benda yang tercelup ke dalam zat cair (fluida) mengalami gaya apung yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkannya.” Fa = r.g.V
r g V Fa
= = = =
massa jenis air (kg/m3), percepatan gravitasi bumi (m/s2), volume benda yang tercelup (m3), gaya apung = gaya Archimedes (N).
Akibatnya berat benda di dalam zat cair lebih kecil daripada beratnya di udara. w f = w - Fa w = berat benda di udara wf = berat benda di dalam zat cair Fa = gaya apung
– Benda akan tenggelam, jika r benda > r zat cair – Benda akan melayang, jika r benda = r zat cair – Benda akan terapung, jika r benda < r zat cair Pada kasus terapung berlaku: rbenda .Vbenda = rcair .Vcelup
Keterangan: F = gaya permukaan (N), l = panjang permukaan (m), g = tegangan permukaan (N/m).
Peristiwa terkait tegangan permukaan: – Permukaan zat cair cenderung mempunyai luas yang sekecil-kecilnya. Contoh: Tetesan air hujan cenderung berbentuk bola. – Permukaan zat cair cenderung mirip kulit elastis yang liat. Contoh: Nyamuk dapat hinggap di permukaan air. 6. Kapilaritas Kapilaritas adalah gejala naik turunnya permukaan zat cair di dalam pembuluh yang sempit (pipa kapiler).
y=
2g cos q rgr
Keterangan: y = selisih tinggi permukaan zat cair (m), g = tegangan permukaan (Nm –1), r = massa jenis zat cair (kg/m –3), g = percepatan gravitasi (m s –2), r = jari-jari pipa kapiler (m).
B. FLUIDA 1. Fluida Bergerak Q=
V = A.v t
2. Persamaan Kontinuitas Q1 = Q2 A1 .v1 = A2 .v2 3. Persamaan Bernoulli
5. Tegangan Permukaan g=
V = volume (m3) v = laju aliran (m/s) Q = debit (m3/s) t = waktu (sekon) A = luas (m2)
F
[email protected]
Berlaku:
v1 = kecepatan zat cair yang melewati A1 (m/s), v2 = kecepatan zat cair yang melewati A2 (m/s), h = selisih tinggi zat cair di dalam pipa U (m), g = percepatan gravitasi (m/s2), r = massa jenis zat cair di dalam tabung aliran (kg/m3).
P + 12 r.v 2 + r.g.h = kons tan P1 + 12 rv12 + rgh1 = P2 + 12 rv22 + rgh2
Penggunaan Persamaan Bernoulli 1. Pipa mendatar
Karena v1 < v3 < v2 maka berlaku: P1 > P3 > P 2. Bejana dengan Lubang Aliran
. 2
Pada venturimeter dengan manometer r = massa jenis zat cair di dalam pipa U, (sering pakai Hg) (kg/m3). Untuk mencari v1 dapat digunakan rumus: A1.v1 = A2.v2
4. Tabung Pitot Tabung Pitot adalah alat untuk mengukur laju aliran gas. Ditunjukkan gambar berikut ini. (1)
v2 = 2g (h1 - h2 )
(2)
GA
v2 = 2.g.h
h 1 = h2
h
x = 2 h(h2 )
3. Venturimeter Digunalan untuk mengukur laju aliran fluida. Ada 2 jenis venturimeter, yaitu: a. Venturimeter tanpa manometer
Laju aliran fluida di bagian pipa besar: v1 =
2.g.h
v1 = v1 r r’ g h
2.g.h(r ¢) r
= laju gas dalam pipa aliran (ms–1), = massa jenis gas (kgm–3), = massa jenis air raksa (kgm–3), = percepatan gravitasi (ms–2), = selisih tinggi permukaan air raksa (m).
5. Gaya Angkat Sayap Pesawat Terbang
æé ù2 ö÷ çç ê A1 ú ÷ çç ê ú - 1÷÷ ÷÷ø çè ë A2 û
b. Venturimeter dengan manometer (1)
(2) y=h
v h
v1 =
h1 = h2
2.g.h(r ¢ - r ) æé ù2 ö÷ çA r çç ê 1 ú - 1÷÷÷ çç ê A2 ú èë û ø÷÷
Haruslah berlaku: v1 > v2 dan P1 < P2 Gaya angkat sayap: F = (P2 - P1 ). A = ( 12 rv12 - 12 rv22 ).A F = gaya angkat sayap pesawat terbang (N), P2 = tekanan di bawah sayap (Nm–2), P1 = tekanan di atas sayap (Nm–2), A = luas total bidang di bawah sayap (m2).
A1 = luas penampang tabung (1) (m2), A2 = luas penampang tabung pada bagian (2) (m2),
[email protected]
BAB 14
ZAT DAN KALOR
A. SUHU Hubungan antara skala termometer yang satu dengan lainnya diberikan:
Setelah suhu naik DT, luasnya menjadi: A = Ao + DA 3. Pemuaian Volume DV = g.Vo.DT Vo DV DT g
X - X0 Y -Y0 = Xt - X 0 Yt -Y0 – –
= = = =
volume mula-mula (m3), perubahan volume (m3), perubahan suhu (Co), koefisien muai volume ( /Co), g = 3 a.
Setelah suhu naik DT, luasnya menjadi: V = Vo + DV
X : suhu yang ditunjukkan termometer X, Y : suhu yang ditunjukkan termometer Y.
Untuk skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin hubungannya adalah sebagai berikut:
Hukum pada Pemuaian Gas Hukum Boyle–Gay Lussac “Perbandingan antara hasil kali tekanan dan volume gas dengan suhu mutlaknya (satuan Kelvin) adalah konstan.” P .V = tetap T
C : R : (F – 32) = 5 : 4 : 9
K = 273 + C
Jika pada suhu T1 volume gas V1 dan tekanannya P1 dan pada suhu T2 volume gas V2 dan tekanannya P2 maka berlaku: P1 .V1 P2 .V2 = T1 T2
B. PEMUAIAN Kebanyakan zat memuai jika dipanaskan dan menyusut ketika didinginkan. Memuai berarti bertambah panjang, bertambah luas, dan bertambah volume.
C. KALOR
1. Pemuaian Panjang
1. Kalor Menaikkan/Menurunkan Suhu
DL = a.Lo. DT L0 DL DT a
= = = =
panjang mula-mula, (m) perubahan panjang, (m) perubahan suhu, (K atau Co) koefisien muai panjang, (/K atau /Co)
Setelah suhu naik DT, panjangnya menjadi: L = Lo + DL 2. Pemuaian Luas DA = b.Ao.DT Ao = luas mula-mula (m2), DA = perubahan luas (m2), b = koefisien muai luas ( /K atau /Co), b = 2a.
Q = m . c . DT m = massa benda (kg, gr), c = kalor jenis benda (J/kg K; kal/gr K), DT = perubahan suhu.
suhu naik → kalor diserap/diterima suhu turun → kalor dilepas 2. Kalor Perubahan Wujud Q = m.L m = massa benda (kg, gr), L = kalor Laten/kalor lebur/kalor uap (J/kg; kal/gr).
Mencair , menguap → kalor diserap Membeku , mengembun → kalor dilepas
[email protected]
3. Asas Black
2. Laju Perpindahan Kalor secara Konveksi
åQ
lepas
=
åQ
Q = h. A. DT t
diserap
D. PERPINDAHAN KALOR Ada 3 cara perpindahan kalor, yaitu: 1. Konduksi (hantaran/rambatan) → biasa pada zat padat. 2. Konveksi (aliran → biasa pada zat cair dan gas. 3. Radiasi (pancaran) → tanpa zat perantara.
Q/t : laju kalor secara konveksi (J/s atau W), A : luas permukaan benda yang kontak dengan fluida (m2), DT : beda suhu antara benda dan fluida (Co atau K), h : koefisien konveksi (J/s m2K).
3. Laju Perpindahan Kalor secara Radiasi P=
1. Laju Perpindahan Kalor secara Konduksi A. DT Q H= =k t L Q/t : laju kalor secara konduksi (J/s), k : Konduktivitas (koefisien konduksi) termal zat, (W/m K ), A : luas penampang lintang (m2), DT : selisih suhu antara ujung-ujung zat padat (K), L : panjang (tebal) zat padat (m).
Pada persambungan 2 konduktor berlaku laju rambatan kalor sama T
TX
TY
Y
X
Q = e s AT 4 t
P : daya (laju) radiasi energi ( J/s atau W ), e : emisivitas permukaan, s : konstanta Stefan-Boltzmann (s = 5,67 × 10-8 W/ m2K4), A : luas permukaan benda (m2) T : suhu mutlak benda (K),
Jika sebuah benda berada dalam kesetimbangan termis dengan sekitarnya, T = Ts, dan benda memancarkan serta menyerap radiasi pada laju yang sama, maka laju total radiasi sebuah benda pada suhu T dengan lingkungan pada suhu Ts adalah: Ptotal = e s A (T4 – Ts4)
hX = hY kX
AX .(TX - T ) LX
= kY
AY .(T - TY ) LY
[email protected]
BAB 15
TEORI KINETIK GAS DAN TERMODINAMIKA
A. TEORI KINETIK GAS 1. Gas Ideal Sifat-sifat gas ideal: 1. Gas ideal terdiri dari partikel-partikel yang tersebar merata dalam ruang dengan jumlah sangat banyak. 2. Partikel gas ideal bergerak secara acak. 3. Gerak partikel gas ideal menuruti hukum Newton tentang gerak. 4. Ukuran partikel gas ideal jauh lebih kecil daripada jarak antara partikel-partikelnya. 5. Tidak ada gaya luar yang bekerja pada partikel gas, kecuali bila terjadi tumbukan. 6. Bila ada tumbukan antar partikel atau partikel dengan dinding, sifatnya lenting sempurna. Rumus: p.V = nRT atau p.V = NkT p = tekanan gas (Pa) V = volume gas (m3) m N = n = jumlah mol (gr/mol) = n = M N r A T = suhu mutlak (K) R = tetapan gas umum = 8,31 J.mol – 1 . K –1 N = jumlah partikel gas k = konstanta Bolzmann = k = 1,38 . 10-23 J.K-1 m = massa gas Mr = berat molekul gas R = k . NA NA = 6,02 . 10 23 molekul/mol p1 .V1 p2 .V2 = N1 .T1 N2 .T2 Dengan N m n. Bila jumlah zat sudah tertentu/ zat tidak ada tambah dan kurang/ zat ada di ruang tertutup, berlakulah: N1 = N2. Jadi, p1 .V1 p2 .V2 = T1 T2 2. Tekanan Gas Menurut Teori Kinetik P= P
1 N.mo 2 v 3 V
N = jumlah molekul v 2 = rata-rata kuadrat kecepatan (m2/s2) mo = massa sebuah partikel (molekul) (kg) V = volume gas (m3)
Karena mo .v 2 = 2Ek (2 kali energi kinetik ratarata), maka: P = 23
N.E k V
3. Temperatur Menurut Teori Kinetik Gas 3 E k = kT 2 T Ek k
= temperatur gas (Kelvin), = energi kinetik rata-rata, = tetapan Boltzmann = 1,38 × 10-23 J/K.
4. Kecepatan Efektif Partikel Gas v r .m. s = T Mr R P r k m0
3k.T 3R.T 3P = = M r m0
= suhu mutlak gas, = berat molekul gas (kg/mol), = tetapan suhu umum (8,314 J/mol K), = tekanan gas (Pa), = massa jenis gas, = tetapan Boltzmann, = massa satu molekul gas.
5. Derajat Kebebasan Derajat kebebasan adalah banyaknya bentuk energi yang dimiliki oleh molekul gas sesuai dengan jenis dan arah gerak. Derajat kebebasan ada tiga jenis. – Derajat Kebebasan Translasi (X, Y, Z). – Derajat Kebebasan Rotasi (Rotasi terhadap sumbu X, Y, Z). – Derajat Kebebasan Vibrasi. Prinsip ekuipartisi energi menyatakan bahwa tiap derajat kebe-basan dalam molekul gas memberikan kontribusi (sumbangan) energi pada gas sebesar ( 12 kT).
= tekanan gas (Pa)
[email protected]
n
Untuk gas monoatomik: derajat kebebasan: f = 3 æ1 ö 3 Energi kinetik: E k = f ççç kT ÷÷÷ = kT è2 ø 2 Energi dalam: æ1 ö 3 3 E k = f ççç NkT ÷÷÷ = NkT = nRT è2 ø 2 2
n
Catatan: Proses terjadi perubahan volume, dan suhu V V mutlak gas, berlaku: 1 = 2 T1 T2 b. Proses isokhorik (Proses iso-volume, Volume: V = konstan) W=0
Gas diatomik suhu rendah ( ± 250 K): f = 3 3 Energi kinetik: E k = kT 2
Diagram P – V pada proses isokhorik P C 2 P2
3 3 Energi dalam: E k = NkT = nRT 2 2 n
Gas diatomik suhu sedang ( ± 500 K): f = 5 5 Energi kinetik: E k = kT 2
P1
n
Gas diatomik suhu tinggi ( ± 1000 K): f = 7 7 Energi kinetik: E k = kT 2 7 7 Energi dalam: E k = NkT = nRT 2 2 Gas poliatomik: f = 9
B. TERMODINAMIKA 1. Usaha oleh Gas Ideal
c. Proses isotermis (Suhu mutlak: T = konstan) W = nRT n
P
ò
P : tekanan gas (Pa) V : volume gas (m3)
P.dV
V1
P2
Sehingga jika diberikan perubahan tekanan terhadap volume (grafik P – V), maka: P
1 C
V1
B
Usaha dari B ke C: WBC = Luasan segiempat xCBy Usaha dari A ke B: WAB = Luasan trapesium AByx Usaha siklus = netto = WABCA = Luasan segitiga ABC
W = P (V2 - V1 )
T1 T2
V
V2
Proses adiabatik berlaku juga: g g P1 (V1 ) = P2 (V2 ) Cp dengan g = . Cv
V
2. Usaha dalam berbagai Proses a. Proses isobarik (Tekanan: P = konstan)
Proses Adiabatik Proses Isotermik
2
P1
A
C
V2 P atau W = nRT n 1 V1 P2
d. Proses adiabatik adalah proses yang berlangsung tanpa adanya kalor yang masuk ke sistem atau keluar dari sistem Q = 0. Di bawah adalah diagram p – V pada proses adiabatik dan isotermik.
V2
W=
V
Untuk 2 keadaan yang berbeda berlaku: P1 P2 = T1 T2
5 5 Energi dalam: E k = NkT = nRT 2 2 n
1
γ = tetapan Laplace (gas monoatomik g = 1,4; gas
diatomik suhu sedang g = 1,67), Cp = kapasitas kalor jenis gas pada tekanan tetap, CV = kapasitas kalor jenis gas pada volume tetap.
Usaha dirumuskan: W=
nR 1 ( p1V1 - p2V2 ) atau W = (T1 - T2 ) g -1 g -1
[email protected]
3. Hukum I Termodinamika “Energi kalor mengalir ke dalam sebuah sistem, akan diterima sistem untuk mengubah energi di dalamnya dan atau melakukan usaha terhadap lingkungannya.”
5. Efisiensi Mesin n Mesin Pemanas Carnot Diagram alir: T1
Q1
Q = W + DU W
Q = banyaknya kalor yang diserap/dilepaskan oleh sistem. W = usaha yang dilakukan oleh gas terhadap lingkungan. DU = perubahan energi-energi dalam sistem.
Q2
n
Perubahan Energi-dalam Untuk gas monoatomik: DU = 23 nRDT Untuk gas diatomik suhu sedang: DU =
5 2
T2
Mesin Pendingin Carnot Diagram Alir:
W
W= + melakukan kerja (memuai)
Q2
Sistem W=– dikenakan kerja (memampat)
Melepas Q = –
4. Kapasitas Kalor Gas C=
Q DT
Kapasitas kalor gas pada tekanan tetap CP dan Kapasitas kalor gas pada volume tetap CV, hubungan keduanya adalah:
h W Q1 Q2 T1 T2 K
Sehingga berlaku: n Gas monoatomik dan diatomik suhu rendah: 3 5 CV = nR dan CP = nR 2 2 n Gas diatomik suhu sedang: 5 7 CV = nR dan CP = nR 2 2 n Gas diatomik suhu tinggi: 7 9 CV = nR dan CP = nR 2 2
T2
Q2 Q1 - Q2 T K= 2 T1 - T2 K=
= efisiensi mesin pemanas Carnot, = usaha yang dilakukan oleh mesin (J), = kalor yang diserap dari reservoir suhu tinggi (J), = kalor yang dilepas ke reservoir suhu rendah (J), = suhu dari reservoir tinggi (K), = suhu dari reservoir rendah (K), = Koefisien performansi mesin pendingin.
6. Hukum II Termodinamika n
CP – CV = nR CP = kapasitas kalor gas pada tekanan tetap CV = kapasitas kalor gas pada volume tetap
T1 > T2 Q K= 2 W
T1
Q1
nRDT
Perjanjian untuk tanda Q dan W Menyerap Q = +
T1 > T2 W h= Q1 Q - Q2 h= 1 Q1 T -T h= 1 2 T1
n
n
Pernyataan Clausius: “Kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya.” Pernyataan Kelvin–Vlanck: “Tidak mungkin membangun suatu mesin yang bekerja dalam satu siklus dengan mengambil panas dari suatu benda reservoir dan menghasilkan kerja sebesar panas yang diambil.” Hukum II Termodinamika dinyatakan dalam entropi “Total entropi jagad raya tidak berubah ketika proses reversible terjadi bertambah ketika proses ireversibel terjadi.”
Perubahan Entropi: æQ ö DS = ççç ÷÷÷ è T øreversibel
[email protected]
BAB 16
OPTIK DAN ALAT OPTIK
A. PEMANTULAN CAHAYA
Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung
1. Hukum Pemantulan Cahaya – Sinar datang, garis normal, sinar pantul ada pada satu bidang datar. – Sudut datang (i) = sudut pantul (r).
Sifat bayangan Benda ruang III, bayangan ruang II Benda ruang II, bayangan ruang III Benda ruang I, bayangan ruang IV
nyata, terbalik, diperkecil nyata, terbalik, diperbesar maya, tegak diperbesar
Hubungan antara ruang benda (Rbenda) dan ruang bayangan (Rbay), yaitu: Rbenda + Rbay = 5 2. Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar Sifat-sifatnya: – maya, – tegak seperti bendanya, – sama besar dengan bendanya, – jarak bayangan ke cermin = jarak benda ke cermin, – banyaknya bayangan dari dua buah cermin datar diletakkan saling membentuk sudut a: n=
3600 -1 a
c
M
F
R II
R II
R III
M
b
1. Pembentukan Bayangan pada Cermin Cekung dan Cembung Cermin Cekung Sinar istimewa cermin cekung, yaitu: a. sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus utama (F), b. sinar datang yang melalui titik fokus utama (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama, c. sinar datang yang melalui titik kelengkungan (M) akan dipantulkan melalui M juga. a b c
R IV
a
B. CERMIN CEKUNG DAN CERMIN CEMBUNG
Cermin Cembung Sinar–sinar istimewa pada cermin cembung: a. sinar datang sejajar sumbu utama, dipantulkan seolah–olah berasal dari titik fokus, b. sinar datang menuju fokus, dipantulkan sejajar sumbu utama, c. sinar datang menuju jari–jari M atau pusat keleng-kungan, dipantulkan melalui M juga.
Sifat bayangan: maya, tegak, diperkecil.
2. Rumus Pembentukan Bayangan dan Perbesaran Bayangan pada Cermin
Rumus: 1 1 1 2 + = = so si f R M=
si h = i so ho
R =2f
Keterangan:
S o Si f R M h o hi
= jarak benda dari cermin, = jarak bayangan dari cermin, = jarak fokus dari cermin, = jari–jari, = perbesaran bayangan, = tinggi benda, = tinggi bayangan.
[email protected]
C. PEMBIASAN CAHAYA
–
Pembiasan cahaya yaitu peristiwa pembelokkan arah rambatan cahaya karena melewati dua medium yang berbeda kecepatan optiknya. 1. Hukum Pembiasan Menurut Snellius – Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar dan berpotongan pada satu titik. – Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat akan dibiaskan mendekati garis normal. Jika sebaliknya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Indeks bias mutlak (n): C n= Cn
Indeks bias relatif: n C n21 = 2 = 2 n1 C1
C = cepat rambat cahaya pada ruang hampa = 3 × 108 m/s, Cn = cepat rambat cahaya dalam medium. n1 = indeks bias medium 1. C1 = cepat rambat cahaya dalam medium 1.
q1
n1 q2
n2 > n1
–
Sinar (3) sudut datang = ic, dibiaskan berimpitan permukaan bidang batas. Sinar (4) sudut datang > ic, dipantulkan total oleh permukaan bidang batas.
Jadi syarat terjadinya pemantulan total adalah – Sinar merambat dari rapat ke kurang rapat. – Sudut datang (i) > sudut kritis (ic). Sudut kritis atau sudut batas adalah sudut datang yang sudut biasnya adalah n1 = indeks bias medium I n sin(ic ) = 2 n2 = indeks bias medium II n1 3. Kedalaman Semu Rumus: n d ' = 2 ´d n1
d’ = kedalaman semu d = kedalaman sesungguhnya
4. Pembiasan Cahaya pada Kaca Planparalel N i1
nu N
r1
d
nk
i2
n2
r2 n2 sin q1 v1 l1 = = = n1 sin q2 v2 l2 q1 n1 n2 v1 v2 l1 l1
= sudut datang; q2 = sudut bias = indeks bias mutlak medium I = indeks bias mutlak medium II = kecepatan cahaya dalam medium I = kecepatan cahaya dalam medium II = panjang gelombang cahaya dalam medium I = panjang gelombang cahaya dalam medium II
t =d
sin(i1 − r1 ) cos(r1 )
t = d = i1 = r1 =
t
pergeseran sinar tebal kaca planparalel sudut datang mula-mula sudut bias di dalam kaca
5. Pembiasan Cahaya pada Prisma
n2 = indeks bias relatif medium II terhadap medium I n1
2. Pemantulan Sempurna n
Sudut deviasi (D) dirumuskan: D = q1 + q4 - b dan b = q2 + q3
Sudut deviasi = minimum jika: q2 = q3 dan q1 = q4 n Besar sudut deviasi minimum dapat ditentukan dengan rumus: n
[email protected]
– –
n1 sin 15°)
1 2
(Dm + b) = n2 sin
1 2
b, untuk (b ≥
æn ö Dm = çç 2 - 1÷÷÷b , untuk (b < 15°) ÷ø çè n1
6. Pembiasan pada Permukaan Sferik Pembentukan bayangan yang dibentuk oleh permukaan sferik (lengkung bola) dengan jari-jari R ditunjukkan pada gambar berikut. h
R h’ n2
n2 s’
s
Hubungan antara s, s’, dan R: Perbesaran: M = n1 n2 s s’ R
n1 n2 n2 - n1 + = s s' R
2. Lensa Cekung (Konkaf, Lensa Negatif (–)) Sifat: menyebarkan cahaya (divergen).
a
= indeks bias medium tempat benda berada = indeks bias medium tempat pengamatan = jarak benda = jarak bayangan = jari-jari kelengkungan
Perjanjian tanda untuk s, s’ dan R: s (-) = (benda maya) jika letak benda di belakang permukaan sferik. s’ (-) = (bayangan maya) jika letak bayangan di depan permukaan sferik. R = (+) jika titik pusat kelengkungan di belakang permukaan sferik, (-) jika titik pusat kelengkungan di depan permukaan sferik. Depan permukaan sferik = tempat di mana sinar datang.
Lensa Tipis Jarak fokus pada lensa tipis: öæ 1 1 æç nL 1ö = ç - 1÷÷÷çç + ÷÷÷ ÷ ç ç f è nm øè R1 R2 ÷ø
f = jarak fokus lensa tipis nL= indeks bias lensa nm= indeks bias medium tempat lensa berada R1= jari-jari kelengkungan I R2= jari-jari kelengkungan II
b
c
Lensa bikonkaf (cekung rangkap (a)), lensa plankonkaf (cekung datar(b)), dan lensa konvekskonkaf (cekung cembung (c)). Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung: a. Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari fokus pertama. b. Sinar datang menuju ke fokus kedua dibiaskan sejajar sumbu utama. c. Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibelokkan. (–)
h ' n1 s ' = ´ h n2 s
D. LENSA 1.
R + Jika permukaannya cembung - Jika permukaannya cekung ~ Jika permukaannya datar
a
c
O
F1
F2
b
3. Lensa Cembung (Konveks, Lensa Positif (+)) Lensa cembung terdiri dari lensa cembung– cembung (bikonveks (a)), lensa cembung datar (plankonveks (b)), lensa cekung cembung (konkaf konveks (c))
a
b
c
Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung: a. Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus. b. Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibelokkan. c. Sinar datang melalui titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama. depan belakang (+) b c
a F2
O
[email protected]
F1
4. Metode Penomoran Ruang untuk Lensa depan
Ruang benda
b. Cacat mata miopi (rabun jauh) Titik dekat: PP = ± 25 cm dan Titik jauh: PR << ~
belakang
(+)
4 3
Ruang bayangan
2 M1
O
F1
depan
III
M2 III
belakang
(-)
II
IV
I
M2
Ruang benda
F2 II
I
IV
Ruang bayangan
Ditolong pakai lensa negatif: p = -
1
O
F2
F1 2
1
4
M1 3
a. Nomor ruang benda + nomor ruang bayangan =5 b. Nomor ruang benda < Nomor ruang bayangan → diperbesar dan kebalikannya c. Bayangan di depan lensa → Maya, tegak d. Bayangan di belakang lensa → Nyata, terbalik 5. Rumus Pada Lensa Cekung dan Cembung 1 1 1 = + f s0 si • • •
M=
si h = i so ho
f (+) untuk lensa cembung dan f (–) untuk lensa cekung, jarak benda so (+) jika terletak di depan benda, jarak bayangan si (+) jika berada di belakang lensa.
6. Kekuatan Lensa 100 P= f
1
fgab
=
c. Hipermetropi (rabun dekat) Titik dekat: PP > ± 25 cm dan Titik jauh: PR = ~ Di tolong dengan lensa positif: 100 100 p= sn PP Biasanya sn = 25 cm. 2. Lup (Kaca Pembesar) – Mata berakomodasi maksimum: M = – Mata berakomodasi minimum: M =
1 1 1 + + + ... f1 f2 f3
E. ALAT-ALAT OPTIK 1. Mata dan Kaca Mata a. Mata normal Titik dekat: PP = ± 25 cm dan Titik jauh: PR = ~ (tak hingga)
Sn +1 f
Sn f
– Pengamatan pada akomodasi x Bayangan s’ = –x = titik jauh pengamat s s Perbesaran: Ma = n + n f x 3. Mikroskop n Perbesaran lensa objektif: h ' s ' fob Mob = ob = ob = hob sob sob - fob n
P = dioptri (D); f dalam cm
7. Lensa Gabungan Jarak fokus lensa gabungan berhimpit dirumuskan:
100 PR
n
n
Perbesaran lensa okuler: – Akomodasi maksimum (s’ok = -sn): s Mok = n + 1 fok – Akomodasi minimum (sok = fok dan s’ok): s Mok = n fok Pembesaran total mikroskop: Mtot = Mob ´ Mok Jarak antara lensa obyektif dan lensa okuler: ¢ + sok d = sob
4. Teropong Bintang/Teropong Astronomi n Tanpa Akomodasi f – Perbesaran anguler: Ma = ob fok fok = jarak fokus lensa obyektif fob = jarak fokus lensa okuler – Panjang teropong dirumuskan: d = fob + fok
[email protected]
n
Akomodasi maksimum – Perbesaran anguler: Ma =
Ma =
fob sok
s’ob = jarak bayangan lensa obyektif fob = jarak fokus lensa objektif fok = jarak fokus lensa okuler sok = jarak benda (bayangan lensa pembalik) ke lensa okuler.
sok = jarak benda (bayangan lensa obyektif) ke lensa okuler
– Panjang teropong dirumuskan: d = fob + sok 5. Teropong Pantul fob Perbesaran anguler: Ma = fok fok = jarak fokus lensa obyektif fob = jarak fokus lensa okuler 6. Teropong Bumi/Yojana/Teropong Medan n Perbesaran tanpa akomodasi: s' f Ma = ob = ob fok fok n Perbesaran akomodasi maksimum:
n
Panjang teropong dirumuskan: d = s’ob + 4fp + sok
n
Pengamatan tanpa akomodasi: d = fob + 4fp + fok
fp = jarak fokus lensa pembalik
7. Teropong Panggung/Teropong Galilei/Teropong Sandiwara n
n n
BAB 17
s 'ob sok
Perbesaran anguler tanpa akomodasi: s' Ma = ob fok Panjang teropong: d = s’ob – fok Perbesaran anguler tanpa akomodasi: s' Ma = ob sok
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
A. TEORI RELATIVITAS EINSTEIN Postulat pertama: “Hukum-hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan inersial” Postulat kedua: “Kelajuan cahaya dalam ruang hampa adalah sama untuk semua pengamat, tidak bergantung pada gerak relatif antara pengamat dan sumber cahaya” Akibat postulat kedua Einstein besaran-besaran fisika nilainya menjadi bersifat relatif bergantung pada kerangka acuan satu dengan lainnya (pembuktian dengan perhitungan transformasi Lorentz).
Laju peluru C menurut pengamat A adalah: v + vBC v AC = AB v .v 1 + AB 2 BC c
Catatan: Jika arah berlawanan laju bertanda negatif (–).
B KECEPATAN RELATIVITAS Kecepatan bersifat relatif yang berdasar teori relativitas khusus dapat digambarkan dengan:
[email protected]
A
VAC
Laju peluru C menurut pengamat B adalah: v −v vBC = AB AC v .v 1 − AB 2 AC c Catatan: Jika arah berlawanan laju bertanda negatif (–).
1. Relativitas Panjang Sebuah benda dengan panjang Lo akan terukur memendek menjadi L bila benda dan kerangka pengukur saling bergerak dengan kecepatan relatif v. Maka diberikan persamaan: 2
L = L 0 1 − vc2
2. Relativitas Massa Sebuah benda dengan panjang mo akan terukur lebih berat (m), bila benda dan kerangka pengukur saling bergerak dengan kecepatan relatif v. Maka diberikan persamaan: m=
m0 1-
v2 c2
3. Dilatasi Waktu Relativitas khusus mengharuskan kita memandang perbedaan selang waktu antara dua kerangka yang bergerak dengan kecepatan relatif v. Maka diberikan persamaan: Dt =
Dto v2 1- 2 c
Catatan: v = 0,6c Þ 1 - v 2 / c2 = 0,8 v = 0,8c Þ 1 - v 2 / c2 = 0,6 v = 12 c Þ 1 - v 2 / c2 = 12 3
C. MOMENTUM dAN ENERGI RELATIVISTIK 1. Momentum Relativistik Untuk mempertahankan hukum kekekalan momentum linier tetap berlaku dalam relativitas Einstein, maka momentum relativistik didefinisikan sebagai: p = m.v
m0 v 1 - v 2 c2
2. Energi Relativistik Menurut Einstein massa adalah bentuk lain dari energi, suatu benda saat diam bermassa mo, maka benda tersebut memiliki energi (energi diam): E0 = m0 c2 Bila benda bergerak dengan laju v maka massa bertambah dan energi bertambah, energi total: Et =
mo c2 2 1 - v2 c
= m.c2
Karena dengan bergerak, maka energinya ditambah dengan energi gerak (Ek) maka: Et = Ek + Eo 3. Hubungan Energi dan Momentum diberikan: Et 2 = Eo2 + p2 c2
DtO=selang waktu yang terukur oleh “pengukur waktu” yang diam relatif terhadap pengamat. Dt = selang waktu yang terukur oleh “pengukur waktu” yang bergerak relatif terhadap pengamat.
[email protected]
BAB 18
RADIASI BENDA HITAM DAN TEORI KUANTUM
A. RADIASI KALOR
2. Molekul-molekul memancarkan atau menyerap energi dalam bentuk satuan-satuan diskrit yang disebut foton atau kuanta. Tiap-tiap foton mempunyai energi sebesar:
n
Energi radiasi: E = e.s.T 4 A.t e : Emisivitas = koefisien emisi, (0 ≥ e ≥ 1) s : Tetapan Stefan–Boltzmann = s = 5,67×10–8 W/m2.K4 T : Suhu mutlak benda, (kelvin)
E t
n
Daya Radiasi: P =
n
Intensitas Radiasi: I =
P Ao
Ao = luasan yang ditembus oleh radiasi kalor (seringnya berupa luasan bola 4p.R2 ). n
E = h. f Molekul akan memancarkan atau menyerap energi hanya ketika molekul itu berubah tingkat energinya. Jika molekul tetap tinggal pada satu tingkat energi tertentu, maka tidak ada energi yang dipancarkan atau diserapnya.
D. EFEK FOTOLISTRIK
Benda hitam sempurna memiliki nilai e = 1.
B. INTENSITAS RADIASI BENDA HITAM Benda hitam pada suhu tertentu akan meradiasikan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang bervariasi. Hubungan antara panjang gelombang pada intensitas maksimum dan saat suhu mutlaknya tertentu diselidiki oleh Wien didapat grafik seperti di bawah:
Ketika frekuensi cahaya diubah-ubah maka didapatlah grafik sebagai berikut.
Dari grafik dapat dirumuskan (pergeseran Wien): lm .T = c lm= panjang gelombang pada intensitas maksimum (m), T = suhu mutlak benda (kelvin), c = konstanta Wien = 2,989 × 10-3 mK.
C. TEORI FOTON Menurut Plank: 1. Molekul-molekul yang memancarkan energi diskrit: En = n.h. f
bergetar
akan
n = bilangan bulat positif : 1, 2, 3, ..., yang dinamakan bilangan kuantum. f = frekuensi getaran molekul-molekul. h = tetapan Planck, yang besarnya: h = 6,63 × 10–34 Js.
Penjelasan Einstein tentang Efek Fotolistrik Menurut Einstein, cahaya merambat dalam bentuk paket-paket energi disebut foton. Foton berperilaku seperti partikel dan tiap foton mengandung energi sebesar: c E = h. f = h l Ketika foton cahaya membentur permukaan logam, energi satu foton cahaya ini diserap seluruhnya oleh sebuah elektron. Bila energi foton sebesar hf ini cukup besar, maka sebagian energi digunakan untuk melepaskan elektron dari ikatannya, dan sisanya
[email protected]
dipakai untuk energi kinetik elektron. h. f = h. fo + Ekmax Wo
hf = energi foton cahaya yang digunakan, hfO = energi foton minimal diperlukan untuk melepaskan elektron = energi ambang = fungsi kerja (ditulis Wo), EKmaks = energi kinetik maksimum fotoelektron.
E. EFEK COMPTON n
n
n
Efek Campton adalah peristiwa terhamburnya sinar-X akibat tumbukan dengan elektron. Panjang gelombang sinar-X yang terhambur menjadi lebih besar dari sebelum tumbukan. Foton (GEM, termasuk cahaya) memiliki sifat sebagai materi, tapi tetap saja foton tidak bermassa dan tidak pula bermuatan, hanya dia memiliki momentum (terkait tumbukkan) besarnya: h p= l Dari hukum kekekalan momentum serta kekekalan energi panjang gelombang pada hamburan Compton diperoleh: h l' = l + (1 - cos q ) mc l l’ h m c q
= panjang gelombang foton sebelum tumbukan, = panjang gelombang foton setelah tumbukan, = tetapan Planck, = massa elektron, = kecepatan cahaya dalam vakum, = sudut hamburan foton tehadap arah semula.
F. PRODUKSI PASANGAN Selain dua peristiwa di atas ada juga peristiwa lain yakni produksi pasangan adalah peristiwa dimana foton lenyap dan menjelma menjadi dua materi saling anti, contoh elektron dan positron, persamaannya: E foton = Emateri Þ h. f = 2mo c2 + Ektot f = frekuensi gelombang foton, h = tetapan Planck, mo = massa diam elektron/positron, c = kecepatan cahaya dalam vakum, Ektot = energi kinetik total (kedua materi).
Dapat juga proses kebalikan dari produksi pasangan di mana materi lenyap dan menjelma menjadi foton. Emateri = Efoton
G. HIPOTESA DE BROGLIE Dari hal di atas De Broglie beranggapan cahaya (foton) punya sifat sebagai partikel, maka partikel juga harus punya sifat sebagai cahaya (GEM), yang mana partikel bergerak memiliki panjang gelombang: l=
h m.v
l = panjang gelombang de Broglie, m = massa partikel, v = kecepatan partikel.
Dan jika partikel dipercepat oleh suatu beda potensial, maka panjang gelombang diberikan: l=
h = mv
h 2mq(DV )
q = muatan partikel, DV = beda potensial.
[email protected]
BAB 19
ATOM HIDROGEN
A. SPEKTRUM ATOM HIDROGEN 1. Spektrum garis atom hidrogen mempunyai keteraturan jarak garis-garisnya, semakin ke kiri semakin rapat. 2. Bila elektron bertransisi dari kulit luar ke dalam maka atom akan melepaskan energi berupa foton. Analisis terhadap gelombang yang dipancarkan atom hidrogen digambarkan dalam bentuk garisgaris spektrum, yang besarnya diberikan:
1. Elektron pada atom hidrogen tidak menempati sembarang orbit, tetapi hanya pada salah satu orbit tertentu yang momentum angulernya sama dengan kelipatan harga, atau: æhö m.v.r = nççç ÷÷÷; n = 1,2,3,... è 2p ø Pada lintasan orbit tertentu itu, elektron mengelilingi inti tanpa memancarkan energi, dinamakan orbit stasioner.
é 1 1 1 ù = R êê 2 - 2 úú l nA ûú ëê nB
Berdasarkan postulat ini dapat diturunkan suatu hubungan: rn = 5,3 . 10-11.n2 13,6 Em = - 2 (dalam eV) n
Keterangan: λ = panjang gelombang R = tetapan Rydberg (1,0074×107 m-1) nB = kulit yang dituju
3. Deret-deret spektrum atom hidrogen lainnya adalah: 1) Deret Lyman; terletak pada daerah ultra ungu. æ 1 1ö = R ççç1 - 2 ÷÷÷; n = 2,3,4,... è l n ø 2) Deret Balmer; terletak pada daerah cahaya tampak. æ1 1 1ö = R ççç 2 - 2 ÷÷÷; n = 3,4,5,... è2 l n ø 3) Deret Paschen; terletak pada daerah infra merah-1. æ1 1 1ö = R ççç 2 - 2 ÷÷÷; n = 4,5,6,... è l 3 n ø 4) Deret Bracket; terletak pada daerah infra merah-2. æ1 1 1ö = R ççç 2 - 2 ÷÷÷; n = 5,6,7,... è4 l n ø 5) Deret Pfund; terletak pada daerah infra merah-3. æ1 1 1ö = R ççç 2 - 2 ÷÷÷; n = 6,7,8,... è5 l n ø
B. MODEL ATOM BOHR Model Atom Niels Bohr didasarkan atas dua postulat fundamental, yaitu:
2,174 ´10-18 (dalam J) n2 Pada atom lain dengan atom 1 elektron maka 13,6 (Z 2 ) Em = (dalam eV) n2 Em = -
Keterangan: – n = 1, 2, 3, … (–) menunjukkan energi total En merupakan energi ikat. – Untuk n = 1 r1 = 5,3. 10-11 meter, merupakan jari-jari terkecil, disebut jari-jari Bohr E1 = –13,6 eV, merupakan energi ikat terbesar, yaitu pada saat elektron berada pada jari-jari Bohr. – Untuk n = ~ r~ = ~, elektron sangat jauh dari inti E~ = 0, elektron tidak lagi terikat oleh inti – Z = nomor atom
2. Bila ada energi radiasi yang dipancarkan atau diserap oleh atom, energi harus berupa paketpaket energi (foton) yang besarnya sama dengan perubahan energi di dalam atom. h . f = E1 – E2 dengan ketentuan: – E1 > E2; energi radiasi hf dipancarkan atom – E1 < E2; energi radiasi hf diserap atom E1 = energi awal atom; E2 = energi keadaan akhir atom. Namun demikian ada beberapa hal terkait dengan elektron pada kulit atom. Elektron dapat berpindah dari satu kulit ke kulit
[email protected]
Besar DE pada transisi atom bukan Hidrogen dengan ion satu elektron:
lain dengan disertai melepas/menyerap energi (DE). – Dari luar ke dalam → melepas DE = negatif. – Dari dalam ke luar → menyerap DE = positif. Besar DE pada transisi atom Hidrogen:
æ 1 1 ö DE = -13,6ççç 2 - 2 ÷÷÷.Z 2 eV çè nB nA ÷ø
æ 1 1 ö DE = -13,6ççç 2 - 2 ÷÷÷ eV çè nB nA ÷ø
BAB 20
FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS
A. ATOM
B. DEFEK MASSA
Inti atom disusun oleh nuklida yang didominasi oleh proton dan netron: A A e e X = X e Z Z
Beberapa proton dan neutron bergabung membentuk inti atom, ternyata massa inti yang terbentuk selalu lebih kecil dari jumlah massa pembentuknya, selisih massa tersebut disebut defek massa.
++ +
Dm = Z .mp + (A - Z ).mn - mint i
Inti atom
mp: massa proton dan mn: massa neutron X Z A
= lambang atom (unsur, partikel juga) = nomor atom (jumlah proton) = nomor massa (jumlah proton + netron)
Jumlah neutron: N = A – Z Untuk Atom bukan ion Z selain menujukkan jumlah proton, juga menujukkan jumlah elektron. Untuk unsur yang sama ® memiliki Z yang sama meskipun A kadang berbeda (isotop). Contoh: Tembaga:
61 29 Cu
,
63 29 Cu
,
65 29 Cu
, dan lainnya.
Defek massa inilah yang digunakan sebagai energi pengikat inti, disebut energi ikat inti. Eikat = Dm.c2 (kgm2 /s2 ) Eikat = Dm.(931 MeV )
C. RADIOAKTIVITAS n
Kestabilan inti atom ditentukan oleh banyaknya proton (Z) dan netron (N) dalam inti. Syarat nuklida mantap: – Untuk Z ≥ 20 , nilai NZ = 1 N – Untuk (20 < Z < 83), nilai Z ±1,5
n
Nuklida-nuklida yang tidak stabil akan berusaha untuk menjadi stabil dengan beberapa cara seperti: ( nuklida sebutan ZA X ) – Meluruh, memancarkan partikel beta negatif (e = -1b0) hingga muncul unsur baru dengan Z tambah 1 dan N kurang 1 dari sebelumnya. – Meluruhkan partikel beta positif (e+ = +1b0), hingga ada unsur baru dengan Z kurang 1 dan N tambah 1 dari sebelumnya. – Meluruh dengan memancarkan partikel alfa (2He4), sehingga Z berkurang 2 dan N berkurang 2. – Selain peluruhan dapat juga proses penangkapan e dan e+.
Karbon: 116C , 126C , 146C , dan lainnya. Simbol nomor atom dan nomor massa juga dipakai untuk partikel-partikel: Elektron = = sinar b
0 -1 e
Positron = 10 e
Sinar g = magnet
0 0g
= Gel. Elektro
Detron = 12H (inti dari atom detrium 12H )
Proton = 11 p
Triton =
Neutron = 01n
Neutrino =
Sinar a = inti He =
4 2 He
3 1H 0 0n
Antineutrino = 00n
[email protected]
n
Proses inti meluruh menuju stabil sering disebut radioaktivitas yang reaksinya dapat dituliskan: A–q
A
ZX
+
Y Z–k
Zat tersisa
Unsur baru
q k
n
Ketetapan pada Reaksi Inti Misalkan diberikan reaksi inti seperti di bawah:
P
eX
Yang Diluruhkan
Yang mana jumlah zat tersisa terhadap waktu dari hasil eksperimen dapat digambarkan: t
æ 1 öT N = No .ççç ÷÷÷ 12 è2ø
N = jumlah zat sisa (menujuk kuantitas zat: massa, jumlah partikel, mol, %, bagian), No = jumlah awal (menujuk kuantitas zat: massa, jumlah partikel, mol, 100%, 1 bagian), t = waktu berjalan, T 12 = waktu paruh (saat N = ½ No).
Untuk tiap-tiap zat radioaktif memiliki waktu paruh sendiri-sendiri yang sering juga dinyatakan dengan konstanta peluruhan (l). ln 2 0,693 l= 1 = T2 T 12
Reaksi inti adalah proses perubahan susunan inti atom akibat tumbukan dengan partikel-partikel atau inti lain yang berenergi tinggi dan terbentuklah inti baru yang berbeda dengan inti semula. n Contoh-contoh: a. Reaksi Fusi (terbentuk inti atom yang lebih berat)
+
fP
b
®
gY
c
+ h R d + Q(energi )
Pada Reaksi inti (termasuk peluruhan) selalu berlaku: – Hukum kekekalan nomor atom Jumlah nomor atom, sebelum reaksi = sesudah reaksi e + f = g +h – Hukum kekekalan nomor massa Jumlah nomor massa, sebelum reaksi = sesudah reaksi a + b = c +d – Hukum kekekalan energi Jumlah energi, sebelum reaksi = sesudah reaksi Dengan 1 sma setara 931 MeV, maka: Q = {(mx + mp) – (my + mR)} × 931MeV
–
–
D. REAKSI INTI
a
Q > 0 dibebaskan energi (eksotermik) Q < 0 diserap energi (endotermik) Hukum kekekalan momentum Linier Jumlah momentum linier, sebelum reaksi = sesudah reaksi momentum (eXa) + momentum (fPb) = momentum (gYc) + momentum (hRd) Hukum kekekalan momentum Sudut Jumlah momentum sudut, sebelum reaksi = sesudah reaksi
He4 + 7N14 → 8O17 + 1H1
2
He4 + 4Be9 → 6C12 + 0n1
2
b. Reaksi Fisi (terbentuk inti atom-atom lebih ringan) U235 + 0n1 →
92
Xe140 + 38Sr94 + 2(0n1) + Energi
54
Li7 + 1p1 →
3
He4 + 2He4
2
[email protected]