FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KADAR ASAM URAT (GOUT) PADA LAKI-LAKI DEWASA DI RT 04 RW 03 SIMOMULYO BARU SURABAYA
ABSTRAK Setyo Tri Wardhani Astuti* ; Hendro Djoko Tjahjono** Jln. Cimanuk No. 20 Surabaya, Telp. (031) 5633365 Asam urat merupakan hasil metabolisme purin. Kadar asam urat normal pria 3,0-7,0 mg/dl. Beberapa faktor yang memengaruhi adalah faktor genetik, diet tinggi purin, alkohol, obesitas, usia. Insiden gout sebesar 1-2% terutama pada pria. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru, Surabaya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian “ Korelasi ”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga laki-laki dengan kadar asam urat > 7,0 mg/dl sejumlah 40 orang. Sampling dalam penelitian ini adalah Simple random sampling. Pengumpulan data dengan kuesioner, kemudian dilakukan rekapitulasi data, setelah itu di konfirmasikan dalam bentuk tabel frekuensi dan uji bivariat menggunakan chi square dengan nilai p-value sebesar α >0,05. Hasil penelitian ini, faktor genetik dengan nilai p-value 0,018 < α = 0,05, faktor diet tinggi purin dengan nilai p-value 0,003 < α =0,05, faktor alkohol dengan nilai p-value 0,032 < α =0,05, faktor obesitas dengan nilai p-value 0,053 > α =0,05, faktor usia dengan nilai p-value 0,141 > α =0,05. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang dominan adalah faktor alkohol. Pengawasan dan pemberian informasi yang baik dapat meminimalkan warga untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Kata kunci: Kadar Asam Urat, Laki-Laki
ABSTRACT Uric acid is the result of purine metabolism. Man normal uric acid levels ranges from 3.0 to 7.0 mg / dl. Some of the factors that influence are genetic factors, high-purine diet, alcohol, obesity, age. The incidence of gout is as much as 1-2%, especially in men. The purpose of this study was to identify factors that affect the levels of uric acid (gout) in adult males in RT 04 RW 03 Simomulyo Baru, Surabaya. The design of this research was "Correlation". The populations in this study were all male citizens with uric acid levels> 7.0 mg / dl total of 40 people. Samplings in this study were Simple random sampling. Data collection was done by using questionnaire, and then conducted a data summary, then confirmed in the form of frequency tables and bivariate tests using chi square with pvalue of α> 0.05. The results of this study, genetic factors with the p-value of 0.018 <α = 0.05, highpurine diet factors with p-value of 0.003 <α = 0.05, alcohol factor with the p-value of 0.032 <α = 0.05 , obesity factor with the p-value of 0.053> α = 0.05, the age factor with the p-value of 0.141> α = 0.05. From the research it can be concluded that the dominant factor were the factor of alcohol. Monitoring and providing good information may minimize residents not to consume alcoholic beverages. Keywords: Uric Acid Levels, Men
Pendahuluan Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitannya. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal dengan penyakit asam urat (Andry, 2009). Penyakit gout adalah penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat monohidrat monosodium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi, insiden penyakit gout sebesar 1-2%, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun dan 20 kali lebih sering pada pria daripada wanita (Muttaqin, 2008). Secara biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Keadaan hiperurisemia akan beresiko timbulnya artritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal. Insiden gout di Indonesia menduduki urutan kedua setelah osteoartritis (Dalimartha, 2008 dikutip dari penelitian Festy dkk). Prevalensi gout di Indonesia diperkirakan 1,613,6/100.000 orang, prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur (Tjokroprawiro, 2007). Prevalensi gout di Jawa Timur sebesar 17%, prevalensi gout di Surabaya sebesar 56,8% (Festy, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Simomuloyo Baru Surabaya, didapatkan laki-laki yang menderita gout di RT 04 sebanyak 4 orang. Faktor yang memengaruhi kadar asam urat digolongkan menjadi tiga: Faktor primer, faktor sekunder dan faktor predisposisi. Pada faktor primer dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor sekunder dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu produksi asam urat yang berlebihan dan penurunan ekskresi asam urat. Pada faktor predisposisi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan iklim (Muttaqin, 2008). Faktor sekunder dapat berkembang dengan penyakit lain (obesitas, diabetes melitus, hipertensi, polisitemia, leukemia, mieloma, anemia sel sabit dan penyakit ginjal) (Kluwer, 2011).
Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat, Vitahealth (2007) adalah genetik/riwayat keluarga, asupan senyawa purin berlebihan, konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), hipertensi, gangguan fungsi ginjal dan obatobatan tertentu (terutama diuretika). Faktorfaktor tersebut di atas dapat meningkatkan kadar asam urat, jika terjadi peningkatan kadar asam urat serta di tandai linu pada sendi, terasa sakit, nyeri, merah dan bengkak keadaan ini dikenal dengan gout. Gout termasuk penyakit yang dapat dikendalikan walaupun tidak dapat disembuhkan, namun kalau dibiarkan saja kondisi ini dapat berkembang menjadi artritis yang melumpuhkan (Charlish, 2009). Gout berpotensi menyebabkan infeksi ketika terjadi ruptur tofus, batu ginjal, hipertensi dan penyakit jantung lain (Kluwer, 2011). Penanganan pada penderita gout dibagi menjadi 2 yaitu secara farmakologi dan nonfarmakologi. Untuk farmakologi menggunakan obat, seperti: NSAIDs, colchicine, corticosteroid, probenecid, allopurinol dan urocisuric (Helmi, 2012), sedangkan nonfarmakologi dengan membatasi asupan purin atau rendah purin, asupan energi sesuai dengan kebutuhan, mengonsumsi lebih banyak karbohidrat, mengurangi konsumsi lemak, mengonsumsi banyak cairan, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, mengonsumsi cukup vitamin dan mineral, mengonsumsi buah dan sayuran, dan olahraga ringan secara teratur (Ardhilla, 2013). Angka kejadian penyakit gout yang meningkat inilah yang menjadi alasan mengapa penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya, guna mencegah dan mengendalikan jumlah penderita gout serta meminimalkan komplikasi yang terjadi dari gout. Metode Berdasarkan tujuan penelitian, desain penelitian yang digunakan adalah korelasi. Variabel yang dihubungkan adalah variabel dependent dengan variabel independent, yaitu antara kadar asam urat (gout) dengan genetik, diit tinggi purin, obesitas, alkohol dan usia.
Berdasarkan waktu penelitian, desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh warga laki-laki yang berusia 20-60 tahun dengan kadar asam urat > 7,0 mg/dl di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru dengan jumlah 45 orang yang diambil secara probability sampling (simple random sampling). Penelitian dilakukan di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru bulan Maret tahun 2014. Instrument penelitian dengan kuesioner yang berisi 4 butir pertanyaan mengenai faktorfaktor yang memengaruhi kadar asam urat Tabe1 1. Distribusi responden berdasarkan usia di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Usia N % 20-33 Tahun 10 25,0 34-47 Tahun 12 30,0 48-60 Tahun 18 45,0 Jumlah 40 100 Berdasarkan tabe1 diatas menunjukkan bahwa terbanyak 18 (45,0%) responden berusia 48-60 tahun. Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan hasil kadar asam urat di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Kadar Asam Urat N % Sedang 27 67,5 Tinggi 13 32,5 Jumlah 40 100 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 27 (67,5%) responden memiliki kadar asam urat sedang. Tabe1 5. Distribusi responden berdasarkan faktor alkohol di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Faktor Alkohol N % Tidak Minum 30 75,0 Minum 10 25,0 Jumlah 40 100 Berdasarakan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 30 (75,0%) responden tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
(gout) dan hasilnya akan di analisis univariat serta analisis bivariat. Hasil dan Pembahasan Penyajian hasil penelitian meliputi data umum dan data khusus. Data umum tentang karakteristik responden berdasarkan usia, dan kadar asam urat sedangkan data khusus yang disajikan tentang faktor genetik, diit tinggi purin, alkohol dan obesitas responden di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Tabe1 3. Distribusi responden berdasarkan faktor genetik di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Faktor N % Genetik Tidak Ada 23 57,5 Ada 17 42,5 Jumlah 40 100 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 23 (57,5%) responden tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita asam urat. Tabe1 4. Distribusi responden berdasarkan faktor diet tinggi purin di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Diet Tinggi N % Purin Tidak 12 30,0 Ya 28 70,0 Jumlah 40 100 Berdasarakan tabe1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 28 (70,0%) responden senang mengkonsumsi makanan yang mengandung purin. Tabe1 6 Distribusi responden berdasarkan faktor obesitas di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Obesitas N % < 30 Kg/m2 34 85,0 ≥ 30 Kg/m2 6 15,0 Jumlah 40 100 Berdasarakan tabe1 diatas menunjukkan bahwa mayoritas 34 (85,0%) responden mempunyai IMT < 30 Kg/m2 .
Tabel 7. Pengaruh faktor usia terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Kadar Asam Urat Faktor X2 Sedang Tinggi Total p value Usia N % n % n % 20-33 tahun 5 12,5 5 12,5 10 25,0 34-47 tahun 7 17,5 5 12,5 12 30,0 3,913 0,141 48-60 tahun 15 37,5 3 7,5 18 45,0 Jumlah 27 13 Berdasarkan diatas diketahui bahwa terbanyak responden berusia 48-60 tahun sebesar 18 (45,0%) responden, 15 responden memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 3
40 100 responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai X2 sebesar 3,913 dengan nilai p-value sebesar 0,141 > α =0,05.
Tabel 8. Pengaruh faktor genetik terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Kadar Asam Urat Faktor X2 Sedang Tinggi Total p value Genetik n % n % N % Tidak Ada 19 47,5 4 10,0 23 57,5 5,631 0,018 Ada 8 20,0 9 22,5 17 42,5 Jumlah 27 13 Berdasarkan diatas diketahui bahwa sebagian besar 23 (57,5%) responden tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita asam urat, 19 (47,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 4 (10,0%)
40 100 responden diantaranya memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai X2 sebesar 5,631 dengan nilai p-value sebesar 0,018 < α =0,05.
Tabel 9. Pengaruh faktor diet tinggi purin terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Kadar Asam Urat Faktor X2 Diet Tinggi Sedang Tinggi Total p value Purin n % n % N % Tidak Ya
4 23
10,0 57,5
8 5
Jumlah 27 13 Berdasarkan diatas diketahui bahwa sebagian besar 28 (70,0%) responden senang mengkonsumsi makanan mengandung purin, terdapat 23 (57,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 5 (12,5%)
20,0 12,5
12 28
30,0 70,0
9,122
0,003
40 100 responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai X2 sebesar 9,122 dengan nilai p-value sebesar 0,003 < α =0,05.
Tabel 10. Pengaruh faktor alkohol terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Kadar Asam Urat Faktor X2 Sedang Tinggi Total p value Alkohol N % n % n % Tidak Minum 23 57,5 7 17,5 30 75,0 4,596 0,032 Minum 4 10,0 6 15,0 10 25,0 Jumlah 27 13 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar 30 (75,0%) responden tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, terdapat 23 (57,5%) responden yang memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 7 (17,5%)
40 100 responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai X2 sebesar 4,596 dengan nilai p-value sebesar 0,032 < α =0,05.
Tabel 11. Pengaruh faktor obesitas terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya Maret 2014 Kadar Asam Urat Faktor X2 Sedang Tinggi Total p value Obesitas N % n % n % < 30 Kg/m2 25 62,5 9 22,5 34 85,0 3,756 0,053 > 30 Kg/m2 2 5,0 4 10,0 6 15,0 Jumlah 27 13 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas 34 (85,0%) responden tidak obesitas, terdapat 25 (62,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 9 (22,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai X2 sebesar 3,756 dengan nilai p-value sebesar 0,053 > α =0,05. Berdasarkan uji bivariat pada table 7 didapatkan terbanyak 18 (45,0%) responden berusia 48-60 tahun, 15 (37,5%) responden diantaranya memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 3 responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Diketahui enzim urikinase yang mengoksidasi asam urat menjadi alotonin yang mudah dibuang akan menurun seiring dengan bertambah tuanya umur seseorang. Jika pembentukan enzim ini terganggu maka kadar asam urat darah menjadi naik (Sustrani dkk, 1998 dalam penelitian Andry). Kuzuya dkk (2002) melakukan penelitian pada 50.000 laki-laki dan 30.000 wanita di Jepang nonhiperuricemia yang menerima pemeriksaan tahunan pada instansi kesehatan antara 19891998 menemukan bahwa selang beberapa waktu serum asam urat mengalami kenaikan pada semua kelompok, tapi pada laki-laki yang
40 100 lahir belakangan (yang lebih muda) mempunyai kadar asam urat lebih tinggi dari pada laki-laki yang lebih tua. Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa tidak selalu orang yang berusia lebih tua cenderung memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi. Kadar asam urat pada pria yang berusia 44 tahun asam urat serum rata-rata secara keseluruhan adalah sekitar 350 µmol/L, dan sedikit menurun antara usia 50 dan 70 tahun. Berdasarkan tabel 7 juga didapatkan hasil penelitian responden berusia 48-60 tahun yang memiliki hasil kadar asam urat sedang berjumlah 15 orang, hal ini mungkin dikarenakan enzim urikinase masih berfungsi dengan baik, sehingga pembungan asam urat melalui ginjal tidak terganggu, selain itu responden di usia 48-60 tahun telah mengetahui diet untuk penyakit asam urat dari berbagai media salah satunya dari media internet sehingga, responden dapat menjaga pola makan dengan baik dan kadar asam uratnya tidak meningkat. Berdasarkan hasil uji analisis bivariat menunjukan variabel usia terhadap kadar asam urat mempunyai nilai pvalue = 0,141, maka tidak terdapat pengaruh faktor usia terhadap kadar asam urat (gout)
pada laki-laki di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Berdasarkan uji bivariat menunjukkan bahwa terbanyak 17 (42,5%) responden yang memiliki riwayat keturunan, terdapat 8 (20,0%) responden memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 9 (22,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang dengan riwayat genetik/keturunan yang mempunyai hiperurisemia, mempunyai risiko 1-2 kali lipat di banding pada penderita yang tidak memiliki riwayat genetik/keturunan (Purwaningsih, 2009). Selain itu, Analisis The National Heart, Lung, and Blood Institute Family Studies menunjukkan hubungan antara faktor keturunan dengan asam urat sebanyak kirakira 40%. Faktor genetik dapat memengaruhi hasil kadar asam urat pada laki-laki, khususnya pada laki-laki yang hemizigot, bila laki-laki mempunyai hasil kadar asam urat yang tinggi sebelum usia 25 tahun maka perlu diperiksa enzim yang dapat menyebabkan peningkatan produksi asam urat tersebut, selain enzim yang perlu diperiksa terdapat juga adanya kelainan penurunan pengeluaran asam urat pada ginjal yang dapat diturunkan dalam suatu keluarga. Berdasarkan hasil uji analisis bivariat diperoleh nilai p-value sebesar 0,018 < α = 0,05, maka terdapat pengaruh faktor genetik terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Berdasarkan uji bivariat menunjukkan bahwa sebagian besar 28 (70,0%) responden yang senang mengkonsumsi makanan mengandung purin, terdapat 23 (57,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 5 (12,5%) responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Tjokroprawiro, (2007) Asam urat di dalam tubuh bisa berasal dari luar yaitu dari diet tinggi purin dan dari dalam yang merupakan hasil akhir metabolisme purin. Asam urat sangat erat kaitannya dengan pola makan. Umumnya karena pola makan yang tidak seimbang (jumlah asupan protein sangat tinggi) (Utami, 2009). Ada beberapa jenis makanan yang diketahui kaya purin, antara lain baik daging sapi, babi, kambing, atau makanan dari laut (sea food), kacang-kacangan, bayam, jamur, dan kembang kol (Vitahealth, 2007).
Berdasarkan hasil uji analisis bivariat diperoleh nilai X2 sebesar 9,122 dengan nilai p-value sebesar 0,003 < α = 0,05, maka terdapat pengaruh faktor diet tinggi purin terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Analisis bivariat menunjukan bahwa terbanyak 10 (25,0%) responden yang mengkonsumsi minuman beralkohol, terdapat 4 (10,0%) responden yang memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 6 (15,0%) responden memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Minuman yang mengandung alkohol seperti bir, tuak, tape dan lainnya dapat meningkatkan kadar asam urat khususnya pada laki-laki (Damayanti, 2013). Alkohol merupakan salah satu sumber purin, etanol dalam alkohol meningkatkan produksi asam urat dengan menyebabkan peningkatan omset nukleotida adenin. Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa sesudah injeksi etanol terjadi peningkatan produksi nukleotide dan asam urat melalui perubahan ATP dimana terjadi peningkatan degradasi adenosine triphospat menjadi adenosine monofosfat yang merupakan prekusor asam urat. Konversi alkohol menjadi asam laktat akan menurunkan ekskresi asam urat melalui mekanisme inhibisi kompetitif akskresi asam urat oleh tubulus proksimal karena penghambatan transportasi urat oleh laktat (Manampiring, 2011). Pada umumnya laki-laki di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru senang mengkonsumsi minuman beralkohol, hal ini sering terlihat saat adanya sebuah acara seperti, acara nikahan dll, selain itu karena adanya kebiasaan senang mengkonsumsi minuman alkohol di masa lalunya. Hal ini yang menyebabkan kadar asam urat pada laki-laki di RT 04 RW 03 menjadi tinggi, meskipun responden hanya mengaku meminum alkohol sedikit, tetap saja dapat meningkatkan kadar asam urat, karena kandungan purin dan etanol dalam minuman alkohol yang tinggi Berdasarkan hasil uji analisis bivariat diperoleh nilai X2 sebesar 4,596 dengan nilai p-value sebesar 0,032 < α = 0,05, maka terdapat pengaruh faktor minuman alkohol terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Berdasarkan uji bivariat menunjukkan bahwa terbanyak 6 (15,0%) responden yang obesitas, terdapat 2 (5,0%) responden
memiliki hasil kadar asam urat sedang dan 4 (10,0%) responden yang memiliki hasil kadar asam urat tinggi. Kegemukan sering dihubungkan dengan kadar asam urat serum dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya pirai pada hiperurisemia asimtomatis. Hal ini dihubungkan dengan insiden hiperurisemia yang sesuai dengan beratnya kegemukan. Peningkatan massa tubuh dihubungkan dengan peningkatan produksi asam urat endogen (Manampiring, 2011). Obesitas tubuh bagian atas (obesitas abdominal) berhubungan lebih besar dengan intoleransi glukosa atau penyakit diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, hipertensi, dan gout dibanding obesitas bawah. Tingginya kadar leptin pada orang yang mengalami obesitas dapat menyebabkan resistensi leptin. Leptin adalah asam amino yang disekresi oleh jaringan adiposa, yang berfungsi mengatur nafsu makan dan berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis. Jika resistensi leptin terjadi di ginjal, maka akan terjadi gangguan diuresis berupa retensi urin. Retensi urin inilah yang dapat menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah orang yang obesitas tinggi (Febby, 2013). Klasifikasi IMT (WHO, 2004), normal (18,50-24,99 kg/m²), pre obese (25,0029,99 kg/m²), obese (> 30,00 kg/m²). Dalam penelitian yang dibuat oleh peneliti bahwa faktor obesitas tidak berpengaruh terhadap kadar asam urat pada laki-laki dewasa di Simomulyo Baru Surabaya, hal ini dikarenakan dari 40 responden yang diteliti hanya ada 6 responden yang obesitas, jumlah 6 tersebut tidak dapat diolah. Responden yang termasuk dalam pre obese berjumlah 11 orang, apabila jumlah tersebut di ujikan statistik mungkin faktor obesitas dalam penelitian ini dapat memengaruhi kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Berdasarkan hasil uji analisis bivariat diperoleh nilai X2 sebesar 3,756 dengan nilai p-value sebesar 0,053 > α =0,05, maka tidak terdapat pengaruh faktor obesitas terhadap kadar asam urat (gout) pada laki-laki di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya. Berdasarkan hasil uji bivariat tertinggi pada ketiga faktor yang memiliki nilai p-value
< α =0,05 adalah faktor alkohol dengan nilai pvalue sebesar 0,032 < α =0,05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor dominan yang memengaruhi kadar asam urat (gout) pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya adalah faktor alkohol. Peneliti mengetahui faktor dominan yang memengaruhi kadar asam urat dengan menggunakan uji bivariat, seharusnya untuk mengetahui faktor dominan harus menggunakan uji multivariat, tetapi peneliti tidak dapat menggunakan uji multivariat karena skala pada penelitian ini rata-rata adalah skala nominal.
Simpulan dan Saran Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa Dari 5 faktor terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat pada laki-laki dewasa di RT 04 RW 03 Simomulyo Baru Surabaya yaitu faktor genetik, diit tinggi purin dan alkohol sedangkan 2 faktor yaitu usia dan obesitas tidak berpengaruh. Sedangkan dari 5 faktor, faktor alkohol merupakan faktor yang dominan berpengaruh terhadap kadar asam urat. Saran bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lanjutan yang lebih bermanfaat untuk mengetahui adanya hubungan antara tingginya hasil kadar asam urat dengan komplikasi yang dapat terjadi seperti, batu ginjal, hipertensi dan penyakit jantung lain, serta infeksi ketika terjadi ruptur tofus.
Daftar Pustaka Muttaqin, Arif . 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC. Kluwer, Wolters et al. 2011. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC. Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. Vitahealth. 2007. Asam Urat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Damayanti, D. 2013. Sembuh Total Diabetes Asam Urat Hipertensi Tanpa Obat. Yogyakarta: Pinang Merah Publisher.
Utami, Prapti dkk. 2009. Solusi Sehat Asam Urat dan Rematik. Jakarta: Agromedia Pustaka. Soegih, Rachmad et al. 2009. Obesitas. Jakarta: Sagung Seto. Ellyza Nasrul, Sofitri. 2012. Hiperurisemia pada Pra Diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas. 1 (2: 86-91) Andry, Saryono dan Arif Setyo Upoyo. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat Pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nurshing). 4 (1: 26-31) Hidayat, Rudi. 2009. Gout dan Hiperurisemia. Article Medicinus. 22 (2: 47-50) Diana et al. 2013. Pengaruh Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap terhadap Kadar Asam Urat. CDK-205. 40 (6: 413-415) Qazi,Yasir. 2013. Hyperuricemia. Surabaya: http://emedicine.medscape.com/article/2 41767-overview#a0104. Diunduh tanggal 01 Oktober pukul 16.15 Febby, Yuniko. 2013. Hubungan Indeks Masa Tubuh dan Usia dengan Kadar Asam Urat pada Remaja Pra-Obese dan Obese di Purwokerto. Purwokerto: http://keperawatan.unsoed.ac.id/content/ hubungan-indeks-masa-tubuh-dan-usiadengan-kadar-asam-urat-pada-remajapra-obese-dan-obese. Diunduh tanggal 01 Oktober pukul 18.00 Manampiring dan Widdy. 2011. Prevalensi Hiperurisemia pada Remaja Obese di Kota Tomohon. Manado: http://repo.unsrat.ac.id/251/1/Prevalensi _Hiperurisemia_pada_Remaja_Obese_ Di_Kota_Tomohon.pdf. Diunduh tanggal 01 Oktober pukul 18.30 Purwaningsih, Tinah. 2009. Faktor-Faktor Risiko Hiperurisemia. Semarang: http://eprints.undip.ac.id/24334/1/TINA H_PURWANINGSIH.pdf. Diunduh tanggal 01 Oktober pukul 19.00 Lee YS et al. 2005. Age-Dependent Change of Uric Acid Level in The Dermis Using Cutaneous Microdialysis. Korea: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15 980651. Diunduh tanggal 01 Oktober pukul 20.00 Kuzuya. 2002. Age and Uric Acid. Jepang: