EVIDANCE BASED PRACTICE IN NURSING EMERGENCY ROOM
“NURSING EARLY WARNING SCORE SYSTEM IN EMERGENCY ROOM” KELOMPOK I KELAS A
PROGRAM PROFESI NERS (PPN XVI) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG 2016
KELOMPOK 1 PPN XVI Kelas A 1. Seprianto Liroga 2. Pingkan N. Muntuan 3. Risca Megawati Maroca 4. Mega Maria Laluyan 5. Hardi L. Londok 6. Alfryani Hamarauk 7. Sitti fadlun 8. Eka Dwi Puspita 9. Yuyun M. Lambi 10.Seniati Alva Adonis 11.Yostina Belwalwin 12.Indriani Asnur 13.Ega Putra 14.Kamillus B. Dull 15.Ni Made Swarnasih 16.Wa Ode Sarlin Siwit
PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini dalam dunia Riset kesehatan khususnya keperawatan istilah Evidance Based Practice (EBP) banyak didengar. munculnya berbagai penelitian terbaru berbasis fakta dalam praktik keperawatan merupakan salah satu alasan keberadaan evidence
based. Dimana Evidance Based Practice (EBP) merupakan proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien. (Nurhayati, 2015). Evidance Based Nursing (EBN), nerupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. (Safi Iman, 2012). Menurut Gerrish dan Clayton, (1998), “ Evidance Based menggunakan hasil penelitian yang diperoleh dari uji RCT (random control trial) atau desain eksperimen lain untk menilai atau mengaplikasikan intervensi”. dan menurut Goode dan Predaule, (1999). Merupakan praktik klinis berdasarkan bukti melibatkan temuan pengetahuan dan penelitian, review atau tinjauan kritis. Penggunaan bukti terbaik saat ini dalam mengambil keputusan dalam memberikan perawatan kepada individu pasien. Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis fakta, mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan “apa fakta untuk intervensi ini?” atau “bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan apakah ini hasil terbaik yang dicapai untuk pasien, keluarga dan perawat?. perawat juga posisi yang baik dengn anggota tim kesehatan yang lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada untuk meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk mempertanyakan praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif. Evidance Based Practice in Nursing Emergency Room merupakan salah satu bukti penggunaan pelayanan berbasis bukti untuk keselamatan pada pasien yang mengalami kondisi urgent dan kritis. Dalam pelayanan keperawatan gawat darurat keperawatan dan tim medis lainnya dituntut untuk memberikan pelayanan yang cepat karena waktu adalah nyawa (Time
saving is life saving). selain itu ada beberapa factor seperti keterlamabatan penanganan kasus gawat daarurat antara lain karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher, petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan menejemen, strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih, merupakan pertimbangan untuk menentukan kosnep waktu tanggap penanganan kasus dirumah sakit (Yoel et al dalam We Ode Nur 2012). Karena kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, kematian karena trauma dapat terjadi sesaat setelah kejadian, dalam perjalan kerumah sakit maupun saat dirumah sakit (HIPGABI SULUT, 2014). Angka kematian merupakan indikator hasil kinerja dari sebuah proses pelayanan kesehatan, di rumah sakit ada kematian di bawah 48 jam dan ada kematian di atas 48 jam, kematian yang terjadi di bawah 48 jam diindikasikan jika terjadi adalah semata karena faktor tingkat kegawatan yang berpihak atau berada pada pasien, artinya kondisi pasien lebih menentukan kematiannya. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa peran proses pelayanan kesehatan dengan berbagai sumber dayanya dalam kematian di bawah 48 jam belumlah selesai dilaksanakan (Rasmanto, 2011). Resiko kematian yang terjadi di Rumah sakit di dunia 1:300 dibandingkan dengan angka kecelakaan pesawat 1: 1.000.000. Di Indonesia belum ada data yang pasti tentang angka kematian di seluruh rumah sakit namun kasus henti jantung merupakan panggilan Code Blue di rumah sakit (Firmansyah,2013). Henti jantung di rumah sakit biasanya didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati, yang sering muncul 6 sampai 8 jam Sebelum henti jantung terjadi. Keadaan perburukan pasien seperti halnya henti jantung harus dideteksi dengan cepat guna untuk mencegah angka kematian. perawat sebagai pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan harus melakukan pengkajian secara terfokus dan mengobsevasi tanda vital agar dapat menilai dan mengetahui resiko
terjadinya perburukan pasien, mendeteksi dan merespon dengan mengaktifkan emergency call (Duncan & McMullan, 2012). Dorothe et all, (2011). Berargumen bahwa pelayanan cepat dan pengobatan yang efektif merupakan awal meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Pasien sakit kritis harus diidentifikasi dengan cepat, sehingga pengobatan yang relevan dapat dimulai tanpa penundaan. Sistem triase berbeda telah divalidasi untuk digunakan di bagian gawat darurat dan unit akut masuk. Di dunia telah diperkenalkan sistem scoring pendeteksian dini atau peringatan dini untuk mendeteksi adanya perburukan keadaan pasien dengan penerapan Early Warning Scores. EWS telah diterapkan banyak Rumah sakit di Inggris terutama National Health Service, Royal College of Physicians yang telah merekomendasikan National Early Warning Score (NEWS) sebagai standarisasi untuk penilaian penyakit akut, dan digunakan pada tim multidsiplin (NHS Report, 2012).
PEMBAHASAN NURSING EARLY WARNING SCORE SYSTEM Early Warning Scoring System adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang umumnya digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring EWSS
disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien. (Duncan & McMullan, 2012). Early warning scores lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan sebelum hal tersebut terjadi. Sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan lebih baik (Firmansyah, 2013). Penggunaan Early Waring Scores sangat berkaitan erat dengan peran perawat yang melakukan observasi harian tanda-tanda vital. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan, sebagai care giver memberikan pelayanan dengan melakukan pengkajian harian serta memonitoring keadaan pasien, ketika terjadi perburukan keadaaan, orang pertama yang mengetahui adalah perawat oleh karena itu disebut Nursing Early Warning Scores. Sistem scoring sederhana digunakan untuk pengukuran fisiologis ketika pasien tiba, atau yang sedang dipantau di rumah sakit. Enam parameter fisiologis sederhana ini membentuk dasar dari sistem skor yaitu Frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, suhu, tekanan darah sistolik, Frekuensi Nadi dan Level kesadaran (AVPU = Alert, Verbal, Pain, Unrespone). Atau sering disebut dalam pemeriksaan Tanda-tanda Vital. Tanda vital pasien (tekanan darah, denyut nadi, respirations dll) yang rutin direkam di rumah sakitt. Dengan Nursing Early Warning Scores, setiap tanda penting dialokasikan nilai numerik dari 0 sampai 3, dengan bagan kode warna pengamatan (Skor 0 yang paling diinginkan dan Skor 3 adalah paling tidak diinginkan). Nilai dari masing-masing score ditambahkan bersama dan di jumlahkan. Hasil dari total score merupakan nilai peringatan awal.
Tabel 2.1 Tabel Penilaian NEWS Royal College of Physician. National Early Warning Score: Standardising the assesment of acute-illness severity in the NHS Report of a working party. London: RCP, 2012.
1. NEWS Parameter Fisiologis dan sistem scoring Enam Paramater Fisiologis dalam National Early Warning Scores (NHS Report, 2012). Parameter fisiologis yang digunakan pada NEWS adalah frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, temperatur, tekanan darah sistolik, frekuensi nadi, dan tungkat kesadaran. Selain keenam parameter tersebut, NEWS juga memberikan nilai tambah 2, bila pasien menggunakan suplementasi oksigen. a. Frekuensi Pernapasan Peningkatan laju pernapasan merupakan gejala yang menunjukan adanya kondisi akut dan distress pernapasan. Hal ini dapat disebabkan karena nyeri dan distress, infeksi paru, gangguan system saraf pusat (CNS gangguan dan gangguan metabolik) seperti asidosis
metabolik. Penurunan laju pernapasan merupakan indikator penurunan kesadaran atau adanya necrosis SSP. b. Saturasi Oksigen Pengukuran non-invasif dari saturasi oksigen dengan pulse oximetry
secara rutin
digunakan dalam penilaian klinis. Sebagai pengukuran rutin. Saturasi oksigen dianggap praktis untuk menjadi sebuah parameter penting dalam NEWS. Saturasi Oksigen adalah alat bantu yang kuat untuk penilaian terpadu fungsi jantung. Teknologi yang diperlukan untuk pengukuran saturations oksigen yaitu pulse oxymetri, sekarang tersedia secara luas, tersedia portable dan murah. c. Suhu Hipertermia ataupun hipotermia merupakan penanda yang sensitif untuk menunjukan kondisi akut dan adanya gangguan fisiologi. Khusunya pada anak-anak atau bayi /nenoantus. Perubahan suhu tubuh sangat berpengaruh terhadap kondisi fisiologis. Terdapat 3 jenis data suhu tubuh: 1) Core temperature ( Suhu Inti Tubuh). 2) Yang dirasakan pasien. 3) Surface Tenperature (Suhu permukaan Tubuh). Perawat harus mengidentifikasi data sesuai dengan kondisi klinis dan penyakit pasien. d. Tekanan darah sistolik Hipotensi merupakan tanda yang penting dalam mengkaji derajat keparahan dan kegawatan penyakit. Hipotensi menunjukan adanya perubahan sirkulasi seperti : Syok sepsis atau Hipovolemi, gagal jantung atau gangguan irama jantung. Depresi SSP dan efek obat antihipertensi. Penting untuk dicatat bahwa beberapa orang memiliki secara alamiah tekanan darah sistolik rendah (<100 mmHg) dan ini mungkin dicurigai jika pasien dengan baik tanpa
adanya keluhan dan semua parameter fisiologis lain normal, Periksa parameter lainnya dan kaji riwayat pemriksaan sebelumnnya. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyakit Kardiovaskuler, Hipertensi tidak selalu menunjukan kondisi akut yang menunjukan kegawatan. Hipertensi berat, sistolik > 200 mmhg, dapat terjadi karena nyeri atau distress lainnya. Sangat penting untuk memastikan apakah perburukan pasien disebabkan oleh hipertensi atau diperburuk dengan hipertensi. e. Frekuensi Nadi Pengukuran frekuensi nadi merupakan indikator penting dari kondisi klinis pasien. Takikardi mungkin menunjukkan gannguan peredaran darah karena sepsis atau hipovolume, gagal jantung, pyrexia, demam, nyeri dan distress. atau mungkin karena aritmia jantung, gangguan metabolik, misalnya, hipertiroidismus atau dikarenakan efek obat atau antikolinergik obat-obatan. Bradikardi juga merupakan indikator fisiologis penting. Frekuensi nadi yang rendah mungkin normal pada kondisi tertentu, atau sebagai akibat dari obat-obatan, misalnya dengan beta-blockers. Namun, ia juga mungkin sebuah indikator penting dari Hypotermia, depresi SSP, hipertiroidisme dan EKG dengan Heart Block. f. Level kesadaran Tingkat kesadaran merupakan indikator penting dalam mendeteksi perburukan pasien. Metode AVPU (Alert Verbel Pain Unrespon) + N Penilaian ini dilakukan dalam urutan dan hanya satu hasil dilaporkan. Misalnya, jika pasien menanggapi suara, tidak perlu untuk menilai respon terhadap rasa sakit. 1) Alert: Terbangun atau sadar. Pasien dikatakan alert/sadar apabila pasien dapat berorientasi terhadap tempat, waktu dan orang. Pasien seperti itu akan membuka mata spontan, akan menanggapi.
2) Verbal: Respon terhadap suara. Pasien ini dalam keadaan disorientasi namun masih dapat diajak bicara. Pasien membuat beberapa respon ketika kita mengajak bicara, yang dapat dikaji dalam tiga langkah-langkah komponen dengan mata suara, atau motorik – misalnya buka mata pasien dengan menanyakan 'apakah anda baik-baik saja?'. Respon ini dapat sebagai seperti mendengkur, suara mengerang, atau sedikit, gerakan ekstermitas bila dikonfirmasi dengan suara. 3) Pain: Respon terhadap nyeri. Paien hanya berespon terhadap rangsangan nyeri. Pasien yang sadar, dan yang belum menjawab untuk suara. Berikan stimulus nyeri dan kaji apakah pasien dapat merespon. 4) Unresponse: Tidak sadar / tidak ada respon. ini juga sering disebut sebagai 'tidak sadar'. Hasil ini dicatatkan jika pasien tidak memberikan suara, mata atau respons motor untuk rasa sakit atau suara. 5) New Onset Confusion, penilaian kebingungan tidak membentuk bagian dari penilaian AVPU. Namun
demikian New Onset Confusion atau kebingungan harus selalu
konfirmasi kekhawatiran tentang kemungkinan penyebab utama serius dan menjamin evaluasi klinis. 2. Tabel NEWS Early Warning Scores telah berkembang dan memfalisitas pendeteksian dini terhadap penilaian perburukan keadaan pasien dengan mengkategorikan keadaan pasien berdasarkan hasil score dari masing-masing parameter. Banyak varian desain chart NEWS seperti Modified Early Warning Scores (MEWS), Pediatric Ealry Warning Scores (PEWS), Modified Obstetrick Warning Scores (MOEWS) dari South West Health Care dan National Early Warning System (NEWS). Perbedaan dari masing-masing sistem pengawasan adalah jumlah parameter fisiologis yang diawasi dan jenis parameter fisiologis yang digunakan. Oleh karena itu, NHS (National Health
Service) dan Royal College of Physicians (RCP) dari pemerintahan Inggris memutuskan untuk melakukan standarisasi EWS. Hasilnya adalah National Early Warning Score. Selain sistem deteksi dini kondisi perburukan pasien, NEWS juga menetapkan standarisasi dalam peningkatan perawatan dan pengawasan pasien apabila kondisi pasien memburuk (Escalation protocol). Berikut ini adalah tabel NEWSS dewasa yang dipakai di RSCM. (Emergency Summit, 2015).
Scores Frekuensi Pernapasa n (x/menit) Frekuensi Nadi (x/menit) Tekanan Darah Sistolik (mmhg)
3
< 70
2
NEWSS PASIEN DEWASA 1 0 1
2
3
<8
8
9-17
18-20
21-29
>30
< 40
40-50
51-100
101-110
111-129
>130
71-80
81-100
101-159
160-199
200-220
>220
Respon Alert to /Compa Voice s Mentis
Agitasion or confusio n
New onset of agitasion or confusion
35,0536.’C
38,0538,5’C
>38,5’C
Tingkat Kesadaran (AVPU)
Respo Unrespon n to Pain
Suhu Tubuh (‘C)
<35’C
36,0538’C
HIJAU 0-1
KUNIN G 2-3
ORAN GE 4-5
MERA H >6
Tabel 2.2. Tabel NEWSS Dewasa
3. Algoritme NEWS Masing-masing dari parameter fisiologis harus dialokasikan, skor mencerminkan besarnya gangguan ke setiap parameter fisiologis. Ada tiga tingkat pemicu untuk sebuah tanda klinis yang memerlukan penilaian Klinis berdasarkan NEWS (NHS Report,2012). a. Skor rendah: jumlah skor dari 0 dan 1-4 b. Skor menengah: jumlah skor dari 5-6, atau sebuah skor merah, sebuah variasi ekstrim dalam parameter fisiologis individual (skor dari 3 dalam setiap satu parameter dengan code warna merah pada tabel Observasi ) c. Skor tinggi: jumlah skor dari 7 atau lebih (NHS Report, 2012). Nilai 0 dan 1-4 termasuk dalam risiko klinis rendah, memiliki warna hijau. Pasien dengan nilai 0 akan terus diobservasi dengan frekuensi monitoring pasien setiap 12 jam. Pasien dengan nilai 1-4 harus dilaporkan kepada perawat penanggung jawab yang bertugas pada shift hari itu,
dan akan menentukan apakah hal tersebut perlu dilaporkan kepada dokter jaga. Frekuensi monitoring yang dilakukan minimal setiap 4-6 jam. Nilai 5-6 atau bila salah satu parameter miliki nilai 3, termasuk dalam risiko klinis medium atau warna orange. Pasien yang memiliki nilai 5-6 harus dilaporkan perawat kepada dokter jaga yang bertugas. Dokter jaga yang bertugas akan menentukan terapi atau tindakan klinis yang dapat dilakukan sesuai dengan kasus klinis pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah perburukan pasien lebih lanjut. Frekuensi monitoring yang dilakukan minimal setiap jam. Nilai diatas 7 termasuk dalam risiko tinggi atau warna merah. Pasien dengan nilai 7 harus dilaporkan dokter jaga kepada dokter spesialis penanggung jawab pasien sehingga dapat dilakukan tindakan yang sesuai dengan penyakit pasien. Pasien tersebut membutuhkan monitoring terus-menerus, sehingga perlu diputuskan pemindahan perawatan pasien ke ICU. Sebelum dipindahkan ke ICU, pasien harus dilakukan tindakan stabilisasi sehingga saat transportasi pasien ke ICU, pasien dalam kondisi sestabil mungkin. Berikut adalah algoritme NEWS Dewasa menurut hasil warna skor (Emergency Summit, 2015). a. Hijau : Pasien dalam kondisi Stabil b. Kuning: Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ Penanggung jawab Shift. Jika skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan pasien. c. Oranye: Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ Penanggung jawab Shift dan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus melaporkan ke Dokter penanggung jawab dan memberikan instruksi tatalaksana pada pasien tersebut. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam.
d. Merah: Aktifkan Code blue, tim medik reaksi cepat melakukan tata laksana kegawatan pada pasien, dokter jaga dan Dokter penanggung jawab diharuskan hadir disamping pasien dan berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam atau setiap 15 menit-30menit60 menit/ continous monitoring (Firmansyah, 2013). 4. Respon Klinis NEWS Ketika pasien mengalami perburukan kondisi klinis sementara di rawat dalam rumah sakit, NEWS harus digunakan untuk membantu menentukan skala respons klinis yang diperlukan. Respons klinis NEWS terdiri dari tiga elemen kunci diantaranya: a. Urgensi dari tanggapan. b. Seniority dan kompetensi klinis dari staf. c. Seting yang akan dikirimkan perawatan klinis. Pada tahun 2007, NICE guideline Acutely ill patients in hospital: recognition of and response to acute illness in adults in hospital menyarankan agar, sebuah strategi respons ditingkatkan untuk pasien-pasien yang berada pada resiko perburukan klinis, harus direspon dan ditindak lanjuti secara lokal ke perawatan yang intensife (NHS Report, 2013). Respon terhadap setiap tingkat pemicu NEWS harus menentukan: a. kecepatan/urgensi tanggapan - termasuk proses eskalasi untuk memastikan bahwa respon selalu terjadi. b. Who response (Siapa yang merespon), ie-seniority dan kompetensi klinis dari responder. c. Setelan atau setting klinis yang sesuai untuk pengobatan akut yang sedang berlangsung. d. Frekuensi berlanjut dari monitoring pasien. 5. Rekomendasi dan alur Pendeteksi dini Menurut Royal College of Physicians dalam National Early Warning Score (NEWS) Standardising assesment of acute-illness severity in the NHS Report
July 2012.
Merekomendasikan agar penilaian klinis NEWS rutin dari semua pasien dewasa (usia 16 tahun atau lebih), digunakan untuk meningkatkan: penilaian dari penyakit akut , deteksi perburukan
klinis,
tindakan reaksi tepat waktu dan respons klinis yang kompeten. NEWS tidak boleh
digunakan pada anak-anak ( berusia <16 tahun) atau perempuan yang sedang hamil. Karena respons fisiologis untuk penyakit akut dapat dimodifikasi pada anak-anak dan ibu hamil. Lebih jauh lagi, pada penyakit kronik secara fisiologi dari beberapa penderita penyakit paru obstruktif (COPD) dapat mempengaruhi kepekaan NEWS, yang harus diakui saat menafsirkan early warning scores pada pasien tersebut. NEWS dapat digunakan sebagai bantuan untuk penilaian atau pengkajian klinis dan bukan sebagai pengganti klinis yang kompeten. NEWS harus digunakan untuk penilaian awal dari penyakit akut dan untuk pemantauan secara terus-menerus. Berikut ini adalah alur untuk mendeteksi perburukan pasien menurut Firmansyah (2013).
Lakukan Scoring dengan NEWS Jumlahkan semua skor dan catat Kategori NEWS Lakukan tatalaksana sesuai Gambar 2.2. Allur Deteksi Perburukan pasien Cek dan Catat Tanda-Tanda Vital Algoritme
Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berada dalam kondisi urgent dan kritis (Musliha, 2010). Penanganan yang cepat dan tepat dapat meminimalisir akan kejadian kompikasi dan kematian. Perawat sebagai pelaksana petugas yang pertama dalam respon time ‘in-hospital’. Harus menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis. “Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat mungkin), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.“ Menurut Dorothe et all (2011) : Pelayanan cepat dan pengobatan yang efektif merupakan awal meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Pasien sakit kritis harus diidentifikasi dengan
cepat, sehingga pengobatan yang relevan dapat dimulai tanpa penundaan. Sistem triase berbeda telah divalidasi untuk digunakan di bagian gawat darurat dan unit akut masuk. Deteksi dini, ketepatan waktu dan kompetensi dalam respon klinis merupakan triad faktor penentu dari Clinical outcomes yang baik dalam pelayanan gawat darurat (Royal College of Physicians, 2012). Pentingnya deteksi dini ini telah mengaktifkan respons medis di rumah sakit, dan telah mendorong pelayanan kesehatan di Kanada, Australia dan Inggris untuk menerapkan sistem Skor peringatan dini (Early Warning Score). Gagasan Early warning Scores telah dikembangkan dalam beberapa tahun belakangan ini, ada beberapa macam variasi chart yang ada, diantaranya NEWS (National Early Warning Scores), MEOWS (Modified Early Obstetric Warning Scores), dan PEWS (pediatrick Warning Scores). Namun meskipun ada banyak jenis sistem seperti itu, fungsi umum EWS sebagai alat samping tempat tidur untuk menilai parameter fisiologis dasar dan untuk mengidentifikasi pasien 'risiko' atau sakit kritis terkait dengan aktivasi protokol tim medis atau team raksi cepat (Patterson et al dalam Adrian dan Naomi 2015). Dorothe et al. (2011) Berargumen bahwa sistem Skor peringatan dini (Early Warning Scores) dapat mengidentifikasi pasien pada risiko tinggi kerusakan bencana dan ini mungkin dapat digunakan untuk triase gawat darurat. Berdasarkan penelitiannya dalam Nurse-administered early warning score system can be used for emergency departement triage. Di Departement Emergency Rumah sakit Bispebjerg telah menerapkan BEWS (Bispebjerg Early Warning score). Dengan hasil peneiltian BEWS ≥ 5 ini dikaitkan dengan risiko secara signifikan terjadi peningkatan pasien masuk ICU dalam waktu 48 jam kedatangan (RR relative risk) 4.1; 95% confidence interval (CI) 1.5 10.9) dan kematian dalam waktu 48 jam kedatangan (RR 20,3; 95% CI 6.9-60,1). Sensitivitas dari BEWS dalam mengidentifikasi pasien yang dirawat ke ICU atau yang mati dalam waktu 48 jam kedatangan 63%. Nilai prediktif positif BEWS adalah 16% dan
negatif nilai prediktif 98% untuk identifikasi pasien yang dirawat ke ICU atau yang mati dalam waktu 48 jam kedatangan. DiIndonesia melalui RSCM sudah mengembangkan Nursing Early Warning Scores pada semua perawat di awal tahun 2014. Hasil uji coba 100% perawat merasa NEWS dapat digunakan dalam pelayanan, dan 75% perawat dapat melakukan analisis hasil TTV dengan NEWS. Dengan parameter yang diukur adalah kemudahan penggunaan formulir NEWS. Nursing Early warning scores lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan sebelum hal tersebut terjadi. Sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan lebih baik (Firmansyah, 2013).
PENUTUP Evidance Based Practice (EBP) merupakan proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien. Penggunaan bukti terbaik saat ini dalam mengambil keputusan dalam memberikan perawatan kepada individu pasien. Pelayanan cepat dan pengobatan yang efektif merupakan awal meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Pasien sakit kritis harus diidentifikasi dengan cepat, sehingga pengobatan yang relevan dapat dimulai tanpa penundaan. Sistem triase berbeda telah divalidasi untuk digunakan di bagian gawat darurat dan unit akut masuk (Dorothe et all, 2011).
Sistem scoring pendeteksian dini atau peringatan dini untuk mendeteksi adanya perburukan keadaan pasien dengan penerapan Early Warning Scores. EWS telah diterapkan banyak Rumah sakit di Inggris terutama National Health Service, Royal College of Physicians yang telah merekomendasikan National Early Warning Score (NEWS) sebagai standarisasi untuk penilaian penyakit akut, dan digunakan pada tim multidsiplin (NHS Report, 2012). DiIndonesia melalui RSCM sudah mengembangkan Nursing Early Warning Scores pada semua perawat di awal tahun 2014. Hasil uji coba 100% perawat merasa NEWS dapat digunakan dalam pelayanan, dan 75% perawat dapat melakukan analisis hasil TTV dengan NEWS. Dengan parameter yang diukur adalah kemudahan penggunaan formulir NEWS. Nursing Early warning scores lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan sebelum hal tersebut terjadi. Sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan lebih baik Nursing Early Warning Score merupakan suatu bentuk evidence based khususnya untuk perawat ataupun tenaga kesehatan agar dapat menerapkan suatu sistem pendeteksian dini terhadap kondisi pasien gawat darurat dan monitoring misalnya menggunakan Nursing Early Warning Scores dan rujukan dalam penanganan pasien gawat darurat. Walaupun Penerapan Nursing Early Warning Score belum merata di seluruh rumah sakit diIndonesia karena ada beberapa kendala seperti standart asuhan keperawatan (SAK) belum sepenuhnya sama disetiap rumah sakit, namun diharapkan penggunaan NEWS ini dapat diterapkan dirumah sakit dengan algoritma sesuai SAK demi meningkatan mutu pelayanan kesehatan. . REFERENCE’S
Nanna Martin jensen, Rikke Maale, Seren Steeman, Bo Belhage & Hans Perrid. (2012). Nurseadministered Early Warning Score System Can Be Used for Emergency Departemen Triage. Danish Medical Bulletin, 2014;58(6):A4221 Duncan, K., & McMullan, C. (2012). Early Warning System. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Fox, A., & Elliott, N. (2015). Early Warning Scores: A Sign of Deterioration in Patients and Systems. Nursing Management, 22 (1), 26-31. doi: http://dx.doi.org/10.7748/nm.22.1.26.e1337 Firmansyah (2013), NEWSS: Nursing Early Warning Scoring System, TMRC RSCM, (online), (https://www.scribd.com/doc/184093556/NEWSS-Nursing-Early-Warning-ScoringSystem diakses tanggal 07 mei 2016, jam 09.15 WIB.) Hipgabi SULUT (2014), Materi Pelatihan Emergency Nursing Basic Trauma Cardiac Life Support. Manado : Penulis. IGD RSCM, (2015), Buku Program Emergency Summit, National preparedness for medical Emergency and disaster Where are we now?. Jakarta : HIPGABI Indonesia. Musliha, (2010), Keperawatan Gawat Darurat, Plus Contoh Askep Dengan pendekatan NANDA NIC NOC, Yogyakarta: Nuha Medika National Clinical Effectiveness Comitee, (2013), National Early Warning Score, National clinical guideline No. 1, Ireland : RCP. ISSN 2009-6259 Richa A. Sofyanti, (2014), Hubungan pelayanan keperawatan gawat darurat dengan tingkat kepuasan pasien di Intalasi gawat darurat RSSN Bukit Tinggi. Retrived From http://jurnal.umsb.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/Jurnal-Richa-pdf.pdf diakses tanggal 07 mei 2016 jam 21.00 WIB. Rosmanto Joni, (2011), Angka Kematian dirumah sakit, ada apa dengan nya ? [web log messagge]. Diakses dari website http://www.foxitsoftware.com tanggal 07 mei 2016 jam 21.45 WIB. Royal College of Physicians.(2012), National Early Warning Score (NEWS): Standardising the assessment of acuteillness severity in the NHS. Report of a working party. London: RCP. ISBN 978-1-86016-471-2 Siboro Tomsal (2013), Hubungan Pelayanan Perawatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Advent Bandung , Universitas Advent Bandung; (kti.unai.edu/.../uploads/2014/10/TOMSAL-SIBORO-Skripsi.pdf diakses tanggal 07 Mei 2015 jam 15.00 WIB ).
Wahyudi Payzar, Indiriati dan Bahyaki, (2014), Gambaran Skor Pediatric Early Warnig Score (PEAWS) Pada Pola Rujukan Pasien Anak Di Instalasi Gawat Darurat, Universitas Riau : JOM PSIK Vol.1.2 Oktober 2014.
LAMPIRAN JURNAL TERKAIT