EVALUASI TREN FENOTIPIK DAN GENETIK SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENPASAR
RADEN JATU WINANTORO SETIYABUDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Tren Fenotipik dan Genetik Sapi Bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Agustus 2016
Raden Jatu Winantoro Setiyabudi NIM D151120221
RINGKASAN RADEN JATU WINANTORO SETIYABUDI. Evaluasi Tren Fenotipik dan Genetik Sapi Bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar. Dibimbing oleh MULADNO dan RUDY PRIYANTO. Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU HPT) Denpasar telah lama menerapkan program VBC dengan pola inti-terbuka. Program pemuliaan ini melibatkan kelompok peternak untuk plasma dan BPTU HPT Denpasar sebagai inti. Melalui pola ini terdapat aliran ternak hasil pemuliaan di kelompok plasma ke inti dan sebaliknya sehingga populasi yang satu mempengarhui populasi yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tren gentik dan fentotipik sifat pertumbuhan bobot lahir, bobot sapih dan bobot satu tahun sapi Bali di BPTU HPT Denapasar di Pulukan Bali. Penelitian ini mempergunakan data hasil koleksi BPTU HPT Denpasar dari tahun 2008-2013 Data meliputi data non-genetik yaitu catatan jenis kelamin, paritas, dan tahun kelahiran serta data genetik yaitu catatan data bobot lahir (BL), sapih (BS), dan 12 bulan (BY) dengan jumlah ternak masing-masing 573, 541 dan 523 ekor. Data bobot badan sebelum analisis dilakukan koreksi untuk bobot sapih umur 205 hari (WW205) dan bobot setahun/365 hari (YW365). Data dianalisis mengunakan General Linier Model (GLM) untuk pengaruh non-genetic. Penngaruh genetik terdiri atas heritabilitas, ripitabilitas, korelasi genetik, korelasi fenotipik diestimasi mempergunakan General Linier Model and Restricted Maximum Likelihood. Pendugaan tren fenotipik dan genetik diperoleh menggunakan regresi linier rataan sifat yang diamati terhadap tahun kelahiran. Nilai heritabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, dan 12 bulan yang diperoleh masing-masing adalah 0.02±0.08; 0.83±0.18 dan 0.62±0.30. Korelasi genetik dan fenotipik tertinggi diperoleh antara berat sapi dan berat satu tahun masing-masing adalah 0.719 and 0.650. Persamaan regresi yang diperoleh untuk EBV semua sifat yang diamati serta tren fenotipik BS dan BY tidak signifikan (P>0.01) dengan koefisien determinan (R2) rendah. Sebaliknya, persamaan regresi untuk tren fenotipik BL signifikan (P<0.01) dengan koefisien R2 tinggi sehingga bisa dikatakan untuk tren BL sapi Bali menurun. Dengan tidak ditunjukkannya peningkatan tren EBV untuk ketiga sifat yang diamati serta penampilan BL yang menurun tiap tahun cukup memberikan peringatan tentang program pemuliaan yang dilaksanakan. Kata kunci: VBC, sapi Bali, parameter genetik
SUMMARY RADEN JATU WINANTORO SETIYABUDI. Evaluation of Phenotypic and Genetic Trend of Bali Cattle in Denpasar Breeding Centre of Bali Cattle. Supervised by MULADNO and RUDY PRIYANTO. Denpasar Breeding Center of Bali Cattle in Bali Island has applied VBC Program which an area of farmer belonging to groups that develop breeding program. These farms are expected to act as nuclei in open nucleus schemes, where superior animals are multiplied at Breeding Center (nucleus), distributed to farmers, and the best animals from the farmers are brought back to the central farm for further breeding. This study was to estimate non-genetic and genetic of growth traits consisting of birth (BW), weaning (WW), and 12 months (YW) weight. This study used pedegree record of Breeding Center from 2008 to 2013 years. The number of sapi Bali used to determine growth traits of BW, WW, and YW were 573; 541; and 523 heads, respectively. Data were analyzed using General Linier Model (GLM) to identify non-genetic. Estimation of genetic including heritability, repeatability, genetic and phenotypic correlation were calculated using General Linier Model and Restricted Maximum Likelihood. Genetic and phenotypic trends were calculated using the regression mean breeding values on birth year. Heritability values were 0.02±0.08; 0.83±0.18 and 0.62±0.30 for BW, BS and BY, respectively. The higest correlation showed between WW and YW for genetic and fenotipic were 0.719 and 0.650, respectively. The regression estimates on various trends of EBV and phenotipic trends for BS and BY showed no definite trend since the regression equation was not significant (P>0.01) and R2 was relatively low, but the phenotypic trends of BW showed constant decrease (P<0.01). The results obtained in the present study realized that one signaling to the program that need for evaluated in selection and/or management procedure in the scheme. Key words: VBC, Bali cattle, genetic parameter
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI TREN FENOTIPIK DAN GENETIK SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENPASAR
RADEN JATU WINANTORO SETIYABUDI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Jakaria, SPt MSi
PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah karena berkat rahmat dan kerahiman-Nya Penulis berhasil menyelesaikan tesis yang berjudul “Evaluasi Tren Fenotipik dan Genetik Sapi Bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar”. Tesis ini Penulis buat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Muladno, MSA dan Dr Ir Rudy Priyanto selaku komisi pembimbing atas curahan waktu, bimbingan, dukungan dan semangat yang diberikan selama penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr Jakaria, SPt MSi atas kesediaan waktunya menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis serta atas saran dan masukannya pada penulisan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas Beasiswa Pendidikan S2 yang diberikan serta BPTU HPT Denpasar dan Ir Bambang Setiadi MS selaku pendamping UPT Denpasar atas kerjasama yang diberikan. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP), Ibu Ade dan Mbak Okta selaku staf di sekretariat Pasca ITP atas pelayanan administrasi yang diberikan selama Penulis studi di ITP. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan beserta jajarannya, Direktur Perbibitan Ternak, Kepala TU Direktorat Perbibitan Ternak dan staf Sub Direktorat Pengembangan Usaha Bibit Ternak atas perhatian dan dukungan yang diberikan kepada Penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada istri (Feronica) dan anak-anak (Sekar dan Puspa) atas kasih sayang yang tak pernah padam. Terima kasih kepada teman-teman ITP 2012 dan 2013 serta Animal Breeding and Genetics Student Community (ABGSCi) atas hangatnya kebersamaan selama ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan dibalas oleh Allah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Agustus 2016
Raden Jatu Winantoro Setiyabudi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
7 7 3 3 3 3
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Prosedur Analisis Data
4 4 4 4
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Genetik Pengaruh Non-Genetik dan Genetik Tren Genetik dan Fenotipik Karakteristik Peternak Plasma VBC
7 7 8 10 12
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
15 15 15
DAFTAR PUSTAKA
15
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Analisis Ragam dan Pemisahan Komponen Variansi Nilai Heritabilitas dan Ripitabilitas sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Korelasi Genetik (di bawah diagonal) dan Fenotipik (di atas diagonal) BL, BS dan BY sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Rataan dan simpangan baku berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Tren genetik dan fenotipik sifat pertumbuhan sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Analisis Ragam dan Pemisahan Komponen Variansi Rata-rata jumlah kelompok, ternak dan lama kepesertaan kelompok plasma program VBC di BPTU HPT Denpasar.
5 7 8 9 11 13 14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Skema Program Pembibitan BPTU HPT Denpasar Tren genetik (EBV) berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun sapi Bali di BPTU HPT Denapasar tahun 2008 -2013 Tren fenotipik berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun sapi Bali di BPTU HPT Denapasar tahun 2008 -2013 Realisasi pelaksanaan skema pemuliaan di BPTU HPT Denpasar Tahun 2010 - 2014
3 11 11 12
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Swasembada daging sapi dan kerbau sebagai program pemerintah diharapkan bukan sekedar program monumental tetapi harus memenuhi aspek kesinambungan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu perlu keyakinan dari semua pihak bahwa potensi ternak lokal yang dimiliki oleh rakyat mampu menyelesaikan persoalan swasembada daging sapi asalkan dikelola secara baik dan benar. Sehingga pengembangan sapi dan kerbau berbasiskan sumber daya lokal menjadi prioritas utama dalam pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau. Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting dalam usaha peternakan dalam rangka mendukung swasembada. Penyediaan bibit yang cukup dan berkualitas guna menunjang keberhasilan usaha peternakan akan meningkatkan efisiensi usaha sehingga dapat meningkatkan keuntungan dan daya saing produk peternakan. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban untuk melakukan pemuliaan, pengembangan usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan Benih dan/atau Bibit (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 pasal 13 ayat 1) Sapi Bali (Bos javanicus) merupakan salah satu ternak asli Indonesia hasil domestikasi banteng (Bibos banteng). Sapi Bali memiliki beberapa keunggulan yaitu mampu beradaptasi terhadap lingkungan marginal, selain itu memiliki persentase karkas tinggi (56%-57%) serta angka kelahiran tinggi (69%-83%). Sapi Bali memiliki daya reproduksi yang tinggi dibandingkan dengan bangsabangsa sapi lain yang dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, sapi Bali merupakan bangsa sapi yang potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan daging secara nasional (Talib, 2002). Undang-undang nomor 18 tahun 2009 pasal 14 ayat (2) mengamanatkan bahwa pemerintah membina pembentukan wilayah sumber bibit pada wilayah yang berpotensi menghasilkan suatu rumpun ternak dengan mutu dan keragaman jenis yang tinggi untuk sifat produksi dan/atau reproduksi. Upaya peningkatan mutu genetik ternak sapi Bali dapat dilakukan melalui seleksi yaitu mempertahankan sifat-sifat unggul yang dimiliki seperti kemampuan sifat reproduksi yang tinggi. Seleksi sifat reproduksi sapi Bali dan pengembangannya secara khusus telah dilaksanakan dengan pola inti-plasma di Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali di Pulukan, Bali yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian melalui melalui program VBC. Program nasional pemurnian dan peningkatan mutu genetik ternak tersebut telah dilakukan pada sapi Bali sejak tahun 1976 di Pulau Bali berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian nomor 776/Kpts/Um/12/1976. Kegiatan yang dilakukan oleh Proyek Pengembangan dan Pembibitan Sapi Bali (P3Bali) adalah pemuliaan sapi Bali dengan melakukan seleksi dalam bangsa sehingga diperoleh bibit sapi Bali yang bermutu baik (Soehadji, 1990). Dalam perkembangannya,
2 mempertimbangkan eksistensi sapi Bali sebagai plasma nutfah dan kontribusinya terhadap populasi sapi potong nasional, maka pada tahun 2007 pemerintah meningkatkan status P3Bali menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali (Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 13/Permentan/OT-1402/2007). Selanjutnya pada tahun 2013 melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/07.140/05/2013 berubah nama menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU HPT) Denpasar. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 07007/HK.030/F/05/2008, VBC adalah suatu kawasan pengembangan peternakan yang berbasis pada usaha pembibitan ternak rakyat yang tergabung dalam kelompok peternak pembibit. VBC yang dilaksanakan oleh BPTU HPT Denpasar dimaksudkan untuk meningkatkan rataan penampilan populasi sapi Bali di pusat pembibitan dan kelompok plasma/binaan. Peternak diajarkan melaksanakan pemuliaan sederhana untuk memperoleh bibit/calon bibit ternak yang baik dengan berdasarkan ukuran fenotipik mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) Sapi Bali (SNI 7355:2008). Ternak yang dinilai baik dipelihara sedangkan yang kurang baik dapat dikeluarkan dengan harapan pada generasi berikutnya memperoleh anak yang memiliki performa yang lebih baik dari pada induknya. Metode seleksi ini cukup sederhana sehingga dapat dilakukan oleh peternak. Pemuliaan kolaboratif ini dikembangkan mempergunakan skema intiterbuka (open nucleus breeding scheme) dimana terdapat aliran ternak dari populasi inti ke populasi plasma dan sebaliknya (Mueller, 1984; Haris dan Newman, 1994). Pola pemuliaan ini juga mampu menurunkan tingkat inbreeding di populasi inti karena diversifikasi asal ternak (Mizeck et al., 2003). Bagi plasma dengan adanya pola inti-plasma terbuka dapat mempercepat perbaikan genetik ternak yang dimiliki (Madalena et al., 2002) serta meningkatkan keterampilan dalam melakukan pemuliaan (Assan, 2012). Mengikuti prinsip-prinsip program pemuliaan inti-terbuka, pejantan dan indukan akan dipilih dari populasi dasar yang selanjutnya akan menjadi bagian dari populasi inti untuk diikut sertakan pada program uji performan. Hasil pemuliaan selanjutnya ada beberapa yang masuk kembali kepada populasi plasma untuk memproduksi calon ternak unggul berikutnya. Skema pelaksanan program VBC disajikan pada Gambar 1 (BPTU Sapi Bali, 2012).
Gambar 1. Skema Program Pembibitan BPTU HPT Denpasar
3
Pemusatan dan pemurnian genetik sapi Bali dengan model VBC dalam jangka waktu yang cukup panjang diharapkan mampu meningkatkan mutu genetik sapi Bali dan memberikan jaminan ketersediaan bibit ternak yang berkelanjutan serta membangun kelompok usaha pembibit ternak yang berdaya saing dan mandiri dalam pelaksanaan program pemuliaan sapi Bali. Keberhasilan program ini akan membawa dan memberikan kontribusi kepada swasembada daging yang berkelanjutan.
Perumusan Masalah Tren fenotipik dan/atau genetik harus dipantau dari waktu ke waktu untuk memeriksa ketepatan perhitungan yang dibuat dan untuk menyelidiki perubahan arah genetik serta apakah strategi seleksi yang dilaksanakan mencapai tujuan atau diperoleh hasil tak terduga lainnya. Tren genetik dan fenotipik sangat penting dalam rangka merancang strategi pemuliaan yang tepat ditujukan untuk memaksimalkan keuntungan genetik dan juga sebagai indiktor untuk melakukan amandemen dalam pengelolaan dan kebijakan pembibitan yang dilakukan. Evaluasi program pemuliaan yang berkelanjutan dibutuhkan untuk dapat mengukur prestasi genetik pada pelaksanaan program VBC pada kondisi lingkungan dan faktor pembatas yang ada. Selain itu peningkatan mutu genetik melalui program VBC diasosiasikan dengan peningkatan potensi kelompok peternak plasma pada program pemuliaan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengestimasi tren genetik dan fenotipik sifat pertumbuhan bobot lahir, bobot sapih, dan bobot umur satu tahun sapi Bali serta untuk mengetahui potensi mutu genetik yang ditunjukkan oleh nilai pemuliaan sapi Bali di BPTU HPT Denpasar. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi pelaksanaan program pembibitan yang ditunjukkan oleh skema pada Gambar 1 dan yang dilaksanakan di kelompok peternak plasma program VBC dalam pelaksanaan pemuliaan ternak.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran data referensi potensi program VBC dalam menjaga dan/atau meningkatkan mutu genetik dan menjadi rujukan pertimbangan dalam rangka pembuatan kebijakan serta pelaksanaan program pemuliaan nasional.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu bagian pertama bertujuan untuk untuk mengestimasi tren genetik dan fenotipik sifat bobot lahir, bobot sapih, dan
4 bobot umur satu tahun sapi Bali serta mengetahui potensi mutu genetik yang ditunjukkan oleh nilai pemuliaan serta bagian kedua penelitian ini adalah melihat pelaksanaan program pemuliaan berdasarkan skema Gambar 1 dan di kelompok plasma.
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar Bali dan Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan IPB pada bulan Oktober 2014 sampai Desember 2014.
Materi Penelitian bagian pertama mempergunakan data hasil koleksi BPTU HPT Denpasar dari tahun 2008 – 2013. Data meliputi data non-genetik yaitu catatan jenis kelamin, paritas, dan tahun kelahiran serta data genetik yaitu catatan data bobot lahir, sapih, dan 12 bulan dengan jumlah ternak masing-masing 573, 541 dan 523 ekor. Data bobot badan sebelum analisis dilakukan koreksi untuk bobot sapih umur 205 hari (WW205) dan bobot setahun/365 hari (YW365). Data bobot lahir sapi ada sehingga dipergunakan rumus koreksi menurut Beef Improvement Federation (2002) sebagai berikut :
Bagian kedua penelitian ini mengamati pelaksanaan program pemuliaan ternak mempergunakan kuisioner Sentra Peternakan Rakyat (SPR 1.1.1.1) yang dianalisis secara deskriptif untuk dipergunakan sebagai informasi pelaksanaan program VBC.
Prosedur Analisis Data Pengaruh Genetik Analisis yang digunakan untuk mempelajari pengaruh genetik, pendugaan nilai parameter genetik dihitung melalui analisis mixed model menggunakan program R. Model analisis parameter genetik (heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik) yang digunakan disajikan sebagai berikut: Pendugaan nilai heritabilitas dihitung dari komponen ragam pejantan dan induk berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
5
keterangan: = heritabilitas dari komponen pejantan = ragam pejantan = ragam induk dalam pejantan = ragam dalam keturunan Pendugaan nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
keterangan: R = ripitabilitas = ragam sifat antara individu-individu yang diamati = ragam sifat berdasarkan pengukuran-pengukuran dalam individu = yang diamati = kuadrat tengah sifat yang diamati = kuadrat tengah individu yang diamati = jumlah pencatatan atau ulangan Analisis sidik ragam dan pemisahan komponen variansi disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Analisis Ragam dan Pemisahan Komponen Variansi Kuadrat Derajat Kuadrat Sumber Tengah Bebas Jumlah Kuadrat (JK) Tengah Keragaman Harapan (DB) (KT) (KTH) Faktor 1 Koreksi Antar n-1 Individu (w) Dalam n(m.-1) Individu (e) Keterangan : n = jumlah individu mi = jumlah data penampilan dari individu ke-i m. = jumlah data penampilan dari seluruh individu = ragam antar individu = ragam antar penampilan dalam individu
6 k1
=
Pendugaan nilai korelasi genetik dan fenotipik dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
keterangan: = korelasi genetik = korelasi fenotipik o = pengaruh acak (pejantan dan induk) e = pengaruh tetap (jenis kelamin, paritas dan tahun kelahiran) x dan y= sifat pertama dan sifat kedua Pengaruh Non-Genetik dan Genetik Untuk menilai pengaruh non genetik pada bobot lahir, bobot sapih, bobot 12 bulan, dianalisis menggunakan Generalized Linear Model (GLM) berdasarkan Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut: Y = μ + si + pi + qi + e keterangan: Y = bobot lahir, bobot sapih, dan bobot 12 bulan sapi Bali μ = rataan si = efek dari jenis kelamin (jantan, betina) pi = efek dari beranak ke- (1, 2, 3) qi = efek dari tahun kelahiran (2000, 2001, 2002, 2003, ..., 2013) e = eror Pendugaan Nilai Pemuliaan (EBV) dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Hardjosubroto (1994) sebagai berikut : keterangan : NP = Nilai Pemuliaan = nilai heritabilitas h2 P = performans individu = rerata performans populasi dimana individu diukur Pendugaan tren fenotipik dan genetik diperoleh menggunakan regresi linier rataan sifat yang diamati terhadap tahun kelahiran dengan rumus matematis berdasarkan Filho et al. (2005) disajikan sebagai berikut: Y = a + bX keterangan: Y = BL, BS, dan BY a = intersep
7 X b
= tahun kelahiran = koefisien regresi
Pelaksanaan Pemuliaan pada Peternak Plasma VBC Informasi yang diperoleh dari pengamatan dilapangan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dihitung berdasarkan Walpole (1993) sebagai berikut:
keterangan: Xi N
: rata-rata : skor ke-i dari peubah x : jumlah sampel yang diambil
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Genetik Nilai heritabilitas berat lahir, berat sapih, dan berat 1 tahun yang diperoleh pada penelitian ini masing-masing 0.02±0.08; 0.83±0.18 dan 0.62±0.30 (Tabel 1). Tabel 2 Nilai Heritabilitas dan Ripitabilitas Sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Uraian Berat Lahir Berat Sapih Berat 1 Tahun Heritabilitas±SE 0.02±0.08 0.83±0.18 0.62±0.30 Ripitabilitas±SE 0.99±0.001 0.98±0.006 0.97±0.009 Nilai heritabilitas berat lahir pada penelitian ini jauh lebih rendah sedangkan nilai berat sapih dan berat 1 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya untuk bangsa sapi Bali (Sukmasari et al. 2002; Sri Bandiati dan Chalid Thalib. 2008; Andoyo et al. 2010; Ardikan et al. 2011; Gunawan et al. 2011; Baiduri et al., 2012; Kaswati et al. 2013; Putra et al. 2015). Menurut Hardjosubroto (1994) dan Warwick et al. (1995), nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila bernilai kurang dari 0.10; sedang jika nilainya antara 0.10-0.30 dan tinggi jika lebih dari 0.30. Pada penelitian ini nilai heritabilitas untuk berat lahir yang diperoleh tergolong rendah sedangakan untuk berat sapih dan berat 1 tahun tergolong tinggi. sifat dengan angka pewarisan (heritabilitas) yang tinggi memberikan indikasi besarnya kemungkinan keunggulan sifat tersebut akan diwariskan pada keturunannya. Sebaliknya jika nilai heritabilitas suatu sifat kecil maka keragaman genetik sifat tersebut juga akan kecil sehingga seleksi berdasarkan sifat tersebut kurang memberikan respon terhadap peningkatan performans pada sifat tersebut (Falconer & Mackay, 1996; Karnaen, 2008; Baiduri et al., 2012). Heritabilitas bukan suatu konstanta tetapi hanya berlaku pada populasi tertentu, waktu tertentu dan metode perhitungan tertentu (Pirchner, 1969; Falconer & Mackay, 1996). Keragaman lingkungan, metode analisis dan jumlah sampel yang digunakan dan heritabilitas berubah menurut jenis ternak, sifat, populasi, bangsa, waktu, dan daerah (Warwick et al., 1995; Putra et al., 2014). Beberapa
8 lingkungan dapat menyebabkan ekspresi perbedaan genetik yang lebih besar yang memperbesar keragaman genetik dan heritabilitas (Warwick et al., 1995). Waktu perhitungan dan populasi yang berbeda, akan menyebabkan perbedaan nilai heritabilitas yang diperoleh karena terjadi perubahan komposisi ternak dan ragam genetik yang terdapat di dalam populasi (Hardjosubroto, 1994). Nilai ripitabilitas pada penelitian ini untuk berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun yaitu 0.99±0.001; 0.98±0.006 dan 0.97±0.009. Nilai ripitabilitas berat lahir yang diperoleh pada penelitian ini termasuk kategori yang tinggi (r>0.30). Nilai ripitabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa tetua memiliki peluang yang tinggi untuk memiliki anak yang memiliki bobot badan sama seperti pada anak sebelumnya (Putra et al., 2014). Korelasi genetik untuk sifat pertumbuhan pada penelitian ini bernilai positif, artinya sifat yang satu akan memberikan respon terhadap sifat yang lain. Nilai korelasi genetik dan fenotipik untuk berat lahir dengan berat sapih, berat lahir dengan berat 1 tahun, serta berat sapih dengan berat 1 tahun yaitu 0.070; 0.145; 0.650 dan 0.034; 0.094; 0.714 (tabel 2). Korelasi paling tinggi adalah pada berat sapih dengan berat 1 tahun baik untuk korelasi genetik maupun fenotipik yang berarti akan memberikan respon seleksi yang tinggi dan dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan seleksi. Korelasi genetik merupakan korelasi antara nilai pemuliaan aditif pada dua sifat ternak atau merupakan pengaruh gen-gen aditif terhadap dua sifat atau lebih. Korelasi genetik merupakan hasil aksi gen pleotropik yaitu gen-gen yang mempengaruhi dua sifat atau lebih (Warwick et al., 1995). Tabel 3 Korelasi Genetik (di bawah diagonal) dan Fenotipik (di atas diagonal) Berat Lahir, Berat Sapih dan Berat 1 Tahun Sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Sifat Berat Lahir Berat Sapih Berat 1 Tahun Berat Lahir 0.070 0.145 Berat Sapih 0.034 0.650 Berat 1 Tahun 0.094 0.719 Nilai heritabilitas berat sapih dan berat 1 tahun pada sapi Bali di BPTU HPT Denpasar termasuk kategori tinggi (>0.30) dan diperoleh nilai korelasi antar sifat bernilai positif dengan nilai terbesar pada korelasi berat sapih dengan berat 1 tahun sehingga bisa dilaksanakan seleksi menggunakan berat sapih. Seleksi jika dilakukan untuk sifat tersebut akan memiliki harapan tinggi dan lebih efektif dalam meningkatkan perbaikan mutu genetik sehingga waktu untuk mendapatkan kemajuan genetik relatif cepat. Pengaruh Non-Genetik dan Genetik Rerata berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun anak sapi bali yang lahir di BPTU HPT Denpasar sebagaimana tersaji pada tabel 3. Rerata berat lahir yang diperoleh pada penelitian ini relatif tidak berbeda dengan berat lahir pada penelitian Gunawan et al. (2011) dan Kaswati et al. (2013) yaitu 18,00±4,00 kg dan 17,8±1,08 kg. Rerata berat sapih dan berat 1 tahun pada penelitian ini relatif lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sukmasari et al. (2002), Praharani
9 (2007); Gunawan et al. (2011), dan Kaswati et al. (2013) yaitu 92,62±15,85 kg; 90.5 kg; 86,78±1,95 kg; dan 88,59±16,15 kg untuk berat sapih serta 140,92±15,29 kg; 139.5 kg; 144,56±5,03 kg; dan 131,12±25,50 kg untuk berat 1 tahun. Perbedaan nilai rataan bobot pada penelitian ini dapat disebabkan oleh perbedaan data dan waktu perhitungan, selain itu adanya perbedaan nutrien pakan karena perubahan iklim, musim dan manajemen pemeliharaan (Speidel et al., 2007; Frizzas et al., 2009). Tabel 4 Rataan dan Simpangan Baku Berat Lahir, Berat Sapih, dan Berat 1 Tahun Sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Uraian Rataan Jenis Kelamin Jantan Betina Paritas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Berat Lahir (n) 17,91±1,26 (573)
Sifat (kg) Berat Sapih (n) 85,06±16,55 (541)
Berat 1 Tahun (n) 117,56±19,40 (523)
18.04±1.38 A (280) 17.79±1.14 B (293)
87.20±17.89 A (264) 83.02±14.91 B (277)
124.66±20.32A (255) 110.81±15.78 B (268)
17.69±1.22 AB (166) 17.83±1.32 AB (113) 18.02±1.21 AB (96) 18.07±1.34 AB (77) 18.33±1.38 BC (57) 18.03±1.12 AB (37) 17.75±0.91 AB (20) 17.68±1.37 AB (6) 18.00±0.00 AB (1)
84.31 ±16.79 A (153) 86.65 ±16.48 A (106) 84.02±15.88 A (92) 89.61±18.08 A (75) 81.79±17.69 A (52) 84.00±15.21 A (36) 81.30±10.18 A (20) 83.83±9.68 A (6) 77.00±0.00 A (1)
115.86±19.65 A (147) 118.46±19.17 A (103) 117.78±18.48 A (89) 120.68±18.42 A (74) 118.49±26.77 A (49) 115.59±14.76 A (34) 115.10±15.29 A (20) 114.33±4.68 A (6) 117.00±0.00 A (1)
18.91±1.23 A (99) 18.29±1.26 B (100) 18.30±1.43 B (89) 17.57±1.03 C (100) 17.25±0.75 CD (99) 17.08±0.64 D (86)
91.48±19.15 AB (85) 89.78±15.68 AB (90) 73.18±17.46 C (84) 92.32±12.21 A (98) 77.36±7.74 C (99) 85.99±15.88 B (85)
121.80±25.27 A (85) 122.57±18.09 A (88) 115.96±30.99 AB (84) 115.33±9.42 AB (97) 109.39±9.34 B (89) 121.03±9.44 A (80)
Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.01). n = jumlah ternak
Hasil estimasi pada penelitian ini untuk jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap berat lahir (P>0.01) namun berpengaruh terhadap berat sapih dan berat 1 tahun (P<0.01). Gunawan et al. (2011) menjelaskan bahwa jenis kelamin memberikan efek yang signifikan pada bobot sapih dan tingkat pertumbuhan, semakin nampak pada umur setelah pubertas. Ngadiyono (1995), Liza dan Elizabet (2006) serta Sri badiati dan Chalid Thalib (2008) menjelaskan bahwa jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan dan akan lebih besar sesuai dengan bertambahnya umur. Berat badan untuk sapi jantan lebih tinggi dikarenakan oleh hormon ternak jantan dan produk susu induk lebih banyak pada ternak yang menyusui anak jantan. Hormon testoteron adalah salah satu dari
10 steroid androgen yang dihasilkan oleh testes terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama bertanggungjawab atas perbedaan komposisi tubuh antara jenis kelamin jantan dan betina (Soeparno, 1992; Cox et al., 2009; Lawrence et al., 2012). Hal tersebut juga menjelaskan rataan berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun untuk jantan dan betina pada penelitian ini berbeda. Rataan bobot sapi Bali jantan lebih besar dibandingkan dengan rataan sapi bali Betina untuk ketiga sifat yang diamati (Tabel 3). Paritas berpengaruh terhadap berat lahir (P<0.01) namun tidak berpengaruh terhadap berat sapih dan berat 1 tahun (P>0.01). Produksi susu dan kemampuan menyusui pada induk tua dan muda berbeda, dimana produksi susu pada induk tua lebih banyak daripada yang muda sehingga anak-anak dari induk tua lebih berat dibanding induk muda tetapi akan menurun seiring dengan meningkatnya umur induk (Gunawan et al., 2011). Hal ini memberikan gambaran bahwa kondisi badan induk sebagai salah satu faktor lingkungan tempat anak dilahirkan dengan bertambah baiknya kondisi badan induk, akan mampu mensuplai kebutuhan air susu secara optimal selama menyusui (Pasambe, et al. 2000; Gunawan et al., 2011). Untuk tahun kelahiran berpengaruh terhadap ketiga sifat yang diukur (P<0.01). Pelaksanaan pemuliaan bergantung beberapa faktor yaitu iklim dan pakan, kesehatan, manajemen dan kondisi produksi lainnya. Setiap perlakuannya harus disesuaikan dengan kondisi biologis tertentu, sosial-ekonomi dan logistik tertentu. Karena interval generasi ternak sapi cukup panjang, sedangkan dampak dari program pemuliaan tidak dirasakan dalam waktu dekat, dimungkinkan dalam jangka waktu tersebut persyaratan yang dibutuhkan juga berbeda (Jain dan Muladno. 2009; Madalena et al. 2002).
Tren Genetik dan Fenotipik Tren genetik dan fenotipik berat lahir, berat sapih, dan berat 1 tahun pada penelitian ini sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Persamaan regresi yang diperoleh untuk EBV semua sifat yang diamati serta tren fenotipik berat sapih dan berat 1 tahun tidak signifikan (P>0.01) dengan koefisien determinan (R2) rendah. Sebaliknya, persamaan regresi untuk tren fenotipik berat lahir signifikan (P<0.01) dengan koefisien R2 tinggi sehingga bisa dikatakan untuk tren berat lahir sapi Bali menurun. Rataan berat lahir menurun (P<0.01) tiap tahunnya dari berat 18.91±1.23 kg pada 2008 menjadi 17.08±0.64 kg pada tahun 2013. Rataan EBV berat lahir tidak berfluktuasi seperti yang diperlihatkan EBV berat sapih dan berat 1 tahun (Gambar 1). Rataan EBV berat sapih dan berat 1 tahun sangat berfluktuasi dari tahun 2008-2013, naik turun tiap tahunnya. Rataan sifat fenotipik yang diukur pada penelitian ini tidak mencolok fluktuasinya sebagaimana EBV berat sapih dan berat 1 tahun (Gambar 2). Rataan berat sapih dan berat 1 tahun memperlihatkan penurunan dari tahun 2008-2010, namun baik rataan berat sapih dan berat 1 tahun mengalami kenaikan kembali pada tahun 2013 sehingga nilai rataannya tidak berbeda nyata dengan rataan pada tahun 2008 (Tabel 1). Tahun kelahiran berpengaruh terhadap penampilan dapat disebabkan karena fluktuasi ketersediaan pakan dari tahun ke tahun atau karena ketidakstabilan praktek manajemen yang terkait dengan cara pemberian pakan,
11 manajemen kesehatan dan perubahan faktor iklim serta pengaruh induk yang tidak dapat diabaikan (Gunawan et al., 2011; Ali et al., 2015). Ketersediaan pakan di Pusat Pembibitan bervariasi dari rumput padang penggembalaan, hijauan pakan ternak yang ditanam, sampai dengan limbah hasil pertanian yang memerlukan suplemen pakan baik itu mineral, protein dan pakan sumber energi yang mempengaruhi baik itu reproduksi maupun produksi ternak (Gunawan et al., 2011). Tabel 5 Tren Genetik dan Fenotipik Sifat Pertumbuhan Sapi Bali di BPTU HPT Denpasar Uraian Persamaan regresi R2 Tren genetik EBV berat lahir = 0.00034 - 0.000000x 0.21 EBV berat sapih = 0.825 - 0.000411x 20.4 EBV berat 1 tahun = 0.51 - 0.000253x 5.0 Tren fenotipik Berat Lahir = 19.20 - 0.3710x 95.1 Berat Sapih = 89.58 - 1.302x 9.4 Berat 1 Tahun = 122.1 - 1.258x 21.4 R2 adalah angka deterimanasi
Gambar 2 Tren genetik (EBV) Berat Lahir, Berat Sapih dan Berat 1 Tahun Sapi Bali di BPTU HPT Denapasar tahun 2008-2013
Gambar 3 Tren Fenotipik Berat Lahir, Berat Sapih dan Berat 1 Tahun Sapi Bali di BPTU HPT Denapasar tahun 2008-2013 Gunawan et al. (2012) mengungkapkan bahwa tiap tahunnya tren genetik untuk sifat pertumbuhan sapi dari waktu ke waktu harus terus dimonitor untuk
12 memeriksa validitas dari perhitungan yang dibuat dan untuk menyelidiki arah perubahan genetik. Tren genetik mencerminkan peningkatan mutu genetik populasi dari waktu ke waktu. Estimasi nilai pemuliaan dan tren genetik untuk sifat pertumbuhan pada beberapa ras sapi tropis berbeda telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, namun estimasi nilai pemuliaan dan tren genetik dari sifat pertumbuhan sapi Bali masih sangat langka. Pada penelitiannya, Gunawan et al. (2012) memperoleh informasi bahwa pola fenotipik sifat pertumbuhan bobot lahir dan bobot sapih adalah relatif tetap, sedangkan bobot setahun dan pola genetik untuk ketiga sifat yang diamati menunjukkan adanya fluktuasi antara tahun 20002008. Sebagai informasi, Sukmasari et al. (2002) mengungkapkan bahwa tren genetik selama periode 1983-1986 dan 1988-2000 menurut penelitian tersebut tidak ada peningkatan. Tren genetik untuk berat lahir, berat sapih dan berat 1 tahun pada penelitian ini berfluktuasi, sedangkan tren fenotipik konstan sehingga sejak tahun 1983-1986 dan 1988-2013 program pemuliaan yang dilaksanakan tidak memberikan peningkatan tren EBV. Hal tersebut cukup memberikan peringatan tentang program pemuliaan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan Pemuliaan pada Plasma VBC Mengikuti prinsip-prinsip program pemuliaan inti-terbuka, yang secara skematik digambarkan dalam Gambar 1, pejantan dan indukan akan dipilih dari populasi dasar yang selanjutnya akan menjadi bagian dari populasi inti untuk diikut sertakan pada program uji performan. Hasil pemuliaan selanjutnya ada beberapa yang masuk kembali kepada populasi plasma untuk memproduksi calon ternak unggul berikutnya. Realisasi pelaksanaan skema dari data yang diperoleh sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Realisasi pelaksanaan skema pemuliaan di BPTU HPT Denpasar Tahun 2010 - 2014
13 Seleksi di P3Bali yang saat ini dikenal dengan BPTU HPT Denpasar telah dilakukan dengan mengevaluasi pejantan melalui uji keturunan (progeny test). Pejantan peserta progeny test terlebih dahulu harus lolos uji penampilan (performance tes) yang dilakukan di Pulukan selama satu tahun. Calon pejantan performance test berasal dari masyarakat peternak yang tergabung dalam Instalasi Populasi Dasar (IPD). Calon-calon pejantan performance test harus memenuhi kriteria dasar yaitu berumur satu tahun tanpa memperhatikan bobot badan. Caloncalon ini dipelihara di Pulukan (breeding center) dan menerima perlakuan yang sama. Diakhir performance test dipilih 3-5 ekor pejantan dengan kriteria fenotip yang tidak menyimpang sebagai sapi Bali dengan statistik vital yang paling baik. (BPTU Sapi Bali 2012). Pelaksanaan distribusi sapi Bali dari tahun 2010-2014 berfluktuasi dan dari rerata tidak diperoleh kesesuaian dengan rencana sebagaimana skema pelaksanaan program VBC pada Gambar 1 (Tabel 4). Dari penelitian diperoleh informasi bahwa sapi yang didistribusikan berasal dari hasil uji performan pada tahun-tahun sebelumnya, tidak hanya hasil uji performan 1 (satu) tahun sebelumnya, sehingga diperoleh persentase yang tinggi. Sapi hasil uji performan masih harus dilakukan uji keturunan untuk dapat didistribusikan ke BIB/BBIB, dari rerata yang diperoleh relatif masih sesuai dengan skema yang diharapkan. Distribusi ternak keluar pulau khusunya bakalan pada pelaksanaanya terkendala beberapa hal salah satunya adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pengeluaran Ternak Potong Sapi Bali pasal 2 yang berbunyi jumlah ternak potong yang boleh dikeluarkan, ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Guburnur. Selain itu pada pasal 3 mensyaratkan bobot minimal adalah 375 kg yang biasanya bobot tersebut termasuk ternak unggul sehingga lebih diutamakan untuk dapat didistribusikan sebagai bibit sebar ke provinsi lain sehingga menambah realisasi distribusi antar pulau. Sapi Bali dengan penampilan tidak unggul dan lebih tepat dijadikan bakalan yang tidak dapat keluar dari pusat pembibitan akan mempengaruhi pelaksanaan program pemuliaan yang dilaksanakan. Tabel 6 Realisasi Ditribusi Ternak Pelaksanaan Skema VBC Tahun Rencana Tujuan Distribusi 2010 2011 2012 2013 2014 ke BBIB 5% 6% 3% 7% 4% 15% ke Inti 10% 0% 7% 4% 2% 0% ke Plasma 10% 63% 102% 92% 0% 24% Provinsi 35% 119% 65% 66% 4% 5% lain Bakalan 50% 0% 0% 0% 0% 0%
rerata 7% 2% 56% 52% 0%
Efisiensi pemuliaan ternak meningkat dengan baik sebagaimana tujuan yang ingin dicapai salah satunya dengan melibatkan peternak dalam rangka menseleksi pada setiap generasi. Bagian terpenting dari skema tersebut adalah pencatatan yang mencerminkan tujuan dari usaha pembibitan yang dilaksanakan ditambah lagi dengan variasi genetik yang tinggi akan meningkatkan kemajuan genetik dan mengurangi nilai inbreeding (Hartati et al., 2010; Mizeck et al., 2003).
14 Pada program VBC, rata-rata jumlah kelompok plasma adalah 20 kelompok dengan jumlah sapi 732 ekor yang memberikan variasi genetik pada pelaksanaan pemuliaan mempergunakan skema ini. Rata-rata pendampingan atau kepersertaan kelompok dalam program VBC adalah 1,71 tahun dengan rata-rata pendampingan paling lama ada di Kabupaten Jembrana (2,56 tahun) dikarenakan lokasi yang tidak jauh dari pusat pembibitan sapi Bali di Pulukan (Tabel 5). Hal tersebut menjadikan pencatatan di kelomok plasma tidak optimal. Dari data yang diperoleh mempergunakan kuisioner SPR 1.1.1.1 dipeoleh informasi bahwa dari 18 (delapan belas) kelompok plasma yang diamati 100% tidak tercatat tetuanya. Data yang benar-benar siap 100% adalah data identitas ternak, informasi ternak minus informasi tetua dan informasi reproduksi sehingga akan sulit untuk mengetahui keunggulan genetis yang akan diturunkan. Hal tersebut dimungkinkan karena pendampingan yang tidak cukup lama sehingga belum diperoleh keturunan untuk dicatat dan dijadikan sebagai calon pejantan atau calon induk untuk diikutkan pada uji performan. Tabel 7 Rata-rata jumlah kelompok, ternak dan lama kepesertaan kelompok plasma program VBC di BPTU HPT Denpasar Uraian Jumlah kelompok Rerata Jumlah ternak (ekor) Rerata Pendampingan (tahun)
Kabupaten Bdg Bng
Klg
Jbn
ratarata
36
5
16
20
733
976
160
800
732
1,38
1,58
1
2,56
1,71
Tbn
Ksm
20
19
21
936
790
2,2
1,53
Tbn = Tabanan; Ksm = Karangasem; Bdg = Badung; Bng = Bangli; Klg = Klungkung; Jbn = Jembrana
Seleksi pada dasarnya memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Menurut Lasley (1978) progeny test pada sapi memakan waktu lama, karena jarak generasi anak dan generasi orang tua (interval generasi) sekitar 4 – 6 tahun. Pengurangan interval generasi biasanya menyebabkan pengurangan/penurunan kecermatan seleksi. Hal ini disebabkan hanya sedikit catatan tersedia yang dapat dipergunakan dalam membuat prediksi/pendugaan genetik (Eko, 2006). Peningkatan mutu genetik ternak lokal dapat membantu meningkatkan kehidupan para peternak, meningkatkan produksi produk hewani dan melestarikan keanekaragaman genetik namun menerapkan skema pembibitan di negara-negara berkembang telah terbukti sangat sulit (Johan, 2011). Program pemuliaan akan berhasil apabila terdapat kontribusi yang berkelanjutan dalam pengembangan pemuliaan itu sendiri serta pengembangan pemberdayaan (Madalena et al. 2002). Banyak negara berkembang yang melakukan program pemuliaan berbasis peternak rakyat seringkali tidak berhasil dikarenakan kurangnya perhatian kepada faktor non-genetik antara lain berupa pengaturan kelembagaan, kebijakan pemerintah, pendampingan/pelayanan dan akses pasar serta keberlanjutannya (Rege et al., 2011).
15
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Program pemuliaan sapi Bali di BPTU HPT Denpasar tidak berjalan optimal dan skema pemuliaan yang telah dirancang belum dilaksanakan sesuai yang diharapkan. Seleksi yang dilaksanakan sejak P3Bali sampai dengan saat ini dengan berdasar pada sifat fenotipik tidak memberikan respon positif terhadap peningkatan tren genetik. Hal tersebut sangat dimungkinkan terjadi salah satunya karena pendampingan yang belum optimal dan pencatatan yang kurang baik pada kelompok plasma.
Saran Rataan bobot badan dapat ditingkatkan melalui seleksi berdasarkan kriteria atau standar BPTU HPT Denpasar bukan berdasarkan SNI. Pendampingan dan pencatatan pada kelompok plasma paling tidak selama 5 tahun sehingga diperoleh calon bibit yang diketahui potensi genetisnya sehingga seleksi yang dilakukan selanjutnya dapat berbasis kepada sifat genetik. Skema yang telah dirancang apabila dapat dilaksanakan dengan semestinya dapat meningkatkan kesuksesan program pemuliaan yang dilaksanakan. Informasi genomik merupakan peluang menjanjikan untuk pemuliaan ternak dan jelas berperan penting untuk rencana pemuliaan. Pendekatan genomik akan menciptakan peluang baru dalam teknologi reproduksi dan produksi misal mengidentifikasi dan melakukan rekayasa gen-gen tertentu yang berpengaruh kepada sifat-sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan gen-gen yang mempengaruhi mothering ablity sapi Bali.
DAFTAR PUSTAKA Ali, I. E., I. A. Ishaq, F. H. Ibrahim, A. Magzoob & M. A. Ahmed. 2015. Impact of genetic and non-genetic factors on birth weight of crossbred red angus and simmental with local cattle. American Journal of Agricultural Science. 2(3): 80-84. Ardika N., R. R. Indrawati & J. Djegho. 2011. Parameter genetik sifat produksi dan reproduksi sapi bali di daerah Bali. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 14, No 1. Assan, N. 2012. Genetic improvement and utilization of indigenous cattle breeds for beef production in Zimbabwe: past, present and future prospects. Scientific Journal of Agricultural 1(1) 1-13. Baiduri, A. A., Sumadi & N. Ngadiyono. 2012. Pendugaan nilai heritabilitas ukuran tubuh pada umur sapih dan umur setahun sapi bali di balai pembibitan ternak unggul sapi bali, Jembrana, Bali. Buletin Peternakan Vol. 36(1): 1-4.
16 BPTU Sapi Bali. 2012. Roadmap BPTU Sapi Bali. BPTU Sapi Bali-Bali. Becker, W. A. 1992. Manual of quantitative genetics, 5th ed. Academic Enterprise., USA. BIF (Beef Improvement Federation). 2002. Guidelines for Uniform Beef Improvement Programs. 8th ed. Kansas State Univ. Kansas. Cox, R. M., D. S. Stenquis & R. Calsbeek. 2009. Testosterone, growth and the evolution of sexual size dimorphism. J Evol Biol. 22(8) : 1586-1598. Eko. 2006. Seleksi pada ternak kerbau berdasarkan nilai pemuliaan. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Puslitbang. Bogor. Falconer D. S. & T. F. C. Mackay. 1996. Intoduction to quantitative genetics. Fourth Edition. Logman Group Ltd, CM 20 2 JE, England. Filho, R.A.T., R.A Torres, P.S. Lopes, C.S. Pereira, R.F. Euclydes, C.V. Araujo & M.A Silva. 2005. Genetic trends in the performance and reproductive traits of pigs. Genet. Mol. Biol. 28:97-102. Frizzas, O. G., D. A. Grossi, M. E. Buzanskas, C. C. P. Paz, L. A. F. Bezerra, R. B. Loˆ bo, J. A. Oliveira & D. P. Munari. 2009. Heritability estimates and genetic correlations for body weight and scrotal circumference adjusted to 12 and 18 months of age for male Nellore cattle. Animal, 2009, 3:3, pp 347– 351. Gunawan, A., R. Sari, & Jakaria. 2012. Estimates of genetic and phenotypic trends of growth traits in Bali cattle. Media Peternakan, Agustus 2012, hlm. 85-90. Gunawan, A. & Jakaria. 2011. Genetic and non-genetics effect on birth, weaning, and yearling weight of bali cattle. Media Peternakan, Agustus 2011, hlm. 93-98. Gunawan, A., R. Sari, Y. Parwoto & M. J. Uddin. 2011. Non genetic factors effect on reproductive performance and preweaning mortality from artificially and naturally bred in bali cattle. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 36(2) : 83-90. Hammoud, M. H., S. Z. El-Zarkounyl, & E. Z. M. Oudah. 2010. Effect of Sire, age at first calving, season, and year of calving and paritas on reproductive performance of Frisien cows under semiarid conditions in Egypt. Arch. Zootech. 13: 60-82. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Harris, D. L. & S. Newman. 1994. Breeding for profit: synergism between genetic improvement and livestock production (a review). Journal of Animal Science, 72:2178-2200. Hartati, Sumadi, Subandriyo, Hartatik T. 2010. Keragaman morfologi dan diferensiasi genetik sapi peranakan ongole di peternakan rakyat. JITV. 15:72-80 Mueller, J. P. 1984. Single and two-stage selection on difference indices in open nucleus breeding system. Genet. Sel. Evlo., 1984, 16 (1), 103-120. Jain, A. K. & Muladno M. 2009. Selection criteria and breeding objectives in improvement of productivity of cattle and buffaloes. Selection And Breeding Of Cattle In Asia: Strategies And Criteria For Improved Breeding Iaea, Vienna, 2009. P. 11.
17 Johan A. M. van Arendonk. 2011. The role of reproductive technologies in breeding schemes for livestock population in developing countries. Livestock Science 136. p 29-37. Karnaen. 2008. Pendugaan heritabilitas, korelasi genetik dan korelasi fenotipik sifat bobot badan pada sapi madura. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [3]: 191196. Kaswati, Sumadi & Nono Ngadiono. 2013. Estimasi nilai heritabilitas berat lahir, sapih, dan umur satu tahun pada sapi Bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali. Buletin Peternakan Vol. 37(2): 74-78. Lasley, F. J. 1978. Genetiks of livestock improvement. Prentice Hall. Inc. Englewood Cliffs. USA. Lawrence, T. L. J., V. R. Fowler & J. E. Novakofski. 2012. Growth of Farm Animal. 3rd edition. CABI. USA. Lisa Praharani & Elizabeth Juarini. 2006. Evaluasi Keragaan Berat Badan Sapi Bali Umur 190 Hari dan 350 Hari. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Puslitbangnak. Madalena, F. E., K. Agyemang, R. C. Cardellino & G. L. Jain. 2002. Genetic improvement in medium-to low-input system of animal production. Experiences to Date. 7th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production, August 19-23. Meyer, K. 1992. Variance component due to direct and maternal effect for growth traits of Australian beef cattle. Livest. Prod. Sci. 31:179-204. Mizeck, G. G., Chagunda & B. A. Wollny. 2003. A concept note on interactive processes and technologies to conserve indigenous farm animal genetic resources in malawi. Proc. of the Fao Workshop "community-based Management of Animal Genetic Resources", 2003, p. 143-146. Ngadiyono, P. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Comercial Cross yang dipeliahara secara intensif pada berbagai bobot potong. Thesis. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nikimbugwe, D. H. N. 2005. Open nucleus cattle breeding programme in the lake Victoria Crescent Region of Uganda. Dissertation. Department of Sustainable Agricultural Systems, University of Natural Resources and Applied Life Sciences, Vienna, Austria. Obert Tada. 2012. Breeding objectives for in-situ conservation of indigenous Nguni cattle under low-input production systems in South Africa. Dissertation. Department of Livestock and Pasture Science, Faculty of Science and Agriculture, University of Fort Hare. Alice, South Africa. Pasambe, D., Sariubang, M., Nurhayu, A., Bahar, S., & Chalidjah. 2000. Pengaruh perbaikan pakan pada induk sapi Bali terhadap pertambahan bobot badan pedet yang sedang menyusui. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Gowa. Pirchner, F. 1969. Population genetics in animal breeding. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Putra, W. P. B., Sumadi & T. Hartatik. 2014. Estimasi nilai pemuliaan dan most probable producing ability sifat produksi sapi aceh di kecamatan Indrapuri provinsi Aceh. Buletin Peternakan Vol. 38(1): 1-7.
18 Putra, W. P. B., Sumadi, T. Hartatik & H. Saumar. 2014. Seleksi pada sapi aceh berdasarkan metode indeks seleksi dan nilai pemuliaan. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol. 4(1) : 1-10. Rege, J. E. O., K. Marshall, A. Notenbaert, J. M. K. Ojango, & A. M. Okeyo. 2011. Pro-poor animal improvement and breeding – what can science do. Livestock Science 136. p 15-26. Soehadji. 1990. Kebijaksanaan pemuliaan ternak (breeding policy) khususnya sapi bali, dalam pembangunan peternakan. Seminar Nasional Sapi Bali; 1990 Sep 20-22; Denpasar, Indonesia. hlm A1-A9. Soeparno. 1992. Ilmu Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Speidel, S. E., R. Erns, D. J. Garrick. 2007. Weaning weight inheritance in environments classified by maternal body weight change. J Anim Sci. 85:610-617. Steel, R. G. D. & Torrie J. H. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Sumantri B. Ed ke-4. Jakarta: Gramedia. Sukmasari, A. H., R. R. Noor, H. Martojo, & C. Talib. 2002. The estimation of breeding values and genetics trends of body weight in Bali cattle improvement project. Hayati. 9: 109-113. Talib C. 2002. Sapi bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya. Wartazoa 12(3): 100-107. Warwick, J. E, J. M. Astuti & W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
19
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Yogyakarta pada tanggal 20 Januari 1982. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan bapak R. Sunardi dan ibu Langsung Subekti. Penulis menamatkan pendidikan di SMU Negeri 5 Yogyakarta pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Penulis menamatkan program pendidikan sarjana pada tahun 2006. Melalui program Tugas Belajar Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Penulis selanjutnya terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan tahun ajaran 2012/2013.