EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015
ARTIKEL
Oleh NURLITA RIZQIANI NIM. 050112a066
PROGRAM STUDI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN AGUSTUS, 2016
1
2
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Untuk Penyakit Diare Pada Pasien Balita di Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung Semarang Tahun 2015 Nurlita Rizqiani Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Email:
[email protected]
ABSTRAK Latar Belakang: Penyakit diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di dunia dan menjadi penyebab kematian kedua setelah pneumonia pada anak dibawah lima tahun. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi pada balita. Sekitar 40-62% studi menemukan bahwa penggunaan antibiotik tidak tepat untuk penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Tujuan: Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik untuk penyakit diare pada pasien balita di Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung Semarang. Metode: Penelitian ini bersifat non eksperimental dengan mengumpulkan data secara retrospektif yang dianalisis secara deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling dan berjumlah 63 pasien. Hasil: Data dikelompokkan berdasarkan parameter tepat obat, indikasi dan dosis, kemudian dibandingkan dengan standar World Gastroenterology Organisation (2012) dan Drug Information Handbook (2015). Didapatkan hasil persentase tepat obat sebanyak 36,5% tepat indikasi sebanyak 100% dan tepat dosis sebanyak 87,3%. Simpulan: Persentase tepat obat sebanyak 36,5% tepat indikasi sebanyak 100% dan tepat dosis sebanyak 87,3%. Saran: Perlu adanya penelitian serupa dengan menggunakan acuan/ standar terapi yang berbeda. Kata kunci : Antibiotik, Diare, Balita, RSI Sultan Agung Semarang Kepustakaan : 51 (1989 - 2015)
3
ABSTRACT Background: Diarrhea is a major cause of morbidity and mortality of children in the world and the second cause of death after pneumonia in children under five years old. Diarrhea is one of infectious diseases in children under five. Approximately 40-62% study find that the use of antibiotics is not appropriate for the disease that actually does not require antibiotics. Objectives: To evaluate the use of antibiotics for diarrhea in patients under five years old in inpatient room of Sultan Agung Islamic Hospital Semarang. Methods: This study was non-experimental by collecting data retrospectively and was analyzed descriptively. Sampling was done by sampling method and amounted to a total of 63 patients. Results: Data were grouped based on the exact parameters of drugs, indications and dosage, then compared to the standard of the World Gastroenterology Organization (2012) and the Drug Information Handbook (2015). It got the percentage result of correct medicine 36.5%, drug precise indication 100% and the correct dosage 87.3%. Conclusion: The percentage of correct medicine is 36.5%, correct indication is 100% and the right dosage is 87.3%. Suggestion: There should be a similar research using reference/ standard of different therapies. Keywords
: Antibiotics, Diarrhea, Children Under Five, Sultan Agung Islamic Hospital Semarang Bibliographies: 51 (1989 - 2015)
4
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Diare masih menjadi masalah kesehatan hingga saat ini terutama di negara-negara berkembang. Penyakit diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di dunia dan menjadi penyebab kematian kedua setelah pneumonia pada anak dibawah lima tahun. Diare dapat berlangsung selama beberapa hari, sehingga tubuh dapat kehilangan cairan yang penting seperti air dan garam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup. Kebanyakan orang yang meninggal akibat diare karena mengalami dehidrasi berat dan kehilangan cairan (WHO, 2013). Diare merupakan salah satu penyakit infeksi pada balita. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terkena diare, selain itu pada anak usia balita, anak mengalami fase oral yang membuat anak usia balita cenderung mengambil benda apapun dan memasukkannya ke dalam mulut sehingga memudahkan kuman masuk ke dalam tubuh (Sanusingawi, 2011). Penatalaksanaan diare akut anak menurut World Gastroenterology Organization (2012) terdiri dari terapi rehidrasi oral, terapi suplemen zink, diet, probiotik, dan antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sekitar 4062% studi menemukan bahwa penggunaan antibiotik tidak tepat untuk penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Kualitas penggunaan antibiotik diberbagai Rumah Sakit ditemukan 30-80% tidak berdasarkan pada indikasi. Intensitas penggunaan antibiotik yang tinggi dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, yang berdampak pada morbiditas dan mortalitas (Kemenkes, 2011). Penggunaan obat antibiotik yang tidak sesuai (tidak rasional) dengan pedoman terapi, akan meningkatkan berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Akan tetapi, munculnya resistensi dapat dilakukan pencegahan yakni dengan menggunakan antibiotik secara rasional dan terkendali, sehingga resistensi tidak berkembang yang dapat menghemat biaya perawatan pasien, serta meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit (Kemenkes, 2011). Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRINStudy) terbukti dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%) (Munaf, 2005).
5
2. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik untuk penyakit diare pada pasien balita di Instalasi Rawat Inap. b. Tujuan Khusus Untuk mengevaluasi pengunaan antibiotik untuk penyakit diare pada pasien balita di instalasi rawat inap berdasarkan ketepatan obat, ketepatan indikasi dan ketepatan dosis. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat non eksperimental dengan mengumpulkan data secara retrospektif yang dianalisis secara deskriptif. Sumber data dalam penelitian adalah informasi yang tertulis dalam rekam medis pasien balita yang mendapat terapi antibiotik dan terdiagnosa sebagai penderita diare. Penelitian ini dilakukan di RSI Sultan Agung Semarang pada bulan Juni 2016. Sumber data diperoleh dengan penelitian langsung pada rekam medik pasien. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien balita dengan diagnosa diare yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015 yang berjumlah 63 pasien. Penelitian ini akan diambil populasi terjangkau dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : 1. Kriteria inklusi a. Pasien balita usis 0-5 tahun b. Pasien yang masuk rumah sakit karena diare dan mendapatkan terapi antibiotik c. Memiliki data rekam medik lengkap 2. Kriteria eksklusi a. Pasien balita diare yang menderita infeksi lain b. Pasien yang meninggal selama perawatan Menurut Sugiyono (2009) analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan bahan lain secara sistematis sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif non analitik. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, diagnosa penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium feses, riwayat penggunaan obat (jenis obat yang digunakan, rute pemberian, dosis, frekuensi dan durasi pemberian), serta lama perawatan. Hasil penelitian dinyatakan dalam persentase tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.
6
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pasien Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pasien Diare Keterangan Jenis kelamin
Jumlah Pasien % Laki-laki 33 52,4 Perempuan 30 47,6 Total 63 100 Umur 0-1 tahun 28 44,4 1-2 tahun 23 36,5 2-3 tahun 8 12,7 3-4 tahun 4 6,3 4-5 tahun 0 0 Total 63 100 Keadaan pulang Sembuh 2 3,2 Perbaikan 61 96,8 Total 63 100 Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui distribusi karakteristik pasien diare pada balita di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015. Penderita diare pada balita paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 52,4%. Hal tersebut bukan menunjukkan laki-laki mempunyai resiko terkena diare lebih besar dibandingkan perempuan, tetapi laki-laki dan perempuan memiliki faktor resiko yang sama terhadap diare akut (Suraatmaja, 2007). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak diare terjadi pada rentang usia 0-1 dan 1-2 tahun dengan persentase 44,4% dan 36,5%. Kemudian 2 pasien (3,2%) dinyatakan pulang dalam keadaan sembuh dan 61 pasien (96,8%) lainnya dinyatakan pulang dalam keadaan perbaikan. Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004). Kondisi pulang sembuh yang dimaksudkan adalah pasien sudah diizinkan pulang oleh dokter dengan keadaan yang dinyatakan sudah sembuh tanpa pasien meminta pulang, sedangkan kondisi pulang membaik adalah pasien menginginkan pulang karena merasa kondisi sudah membaik sehingga diizinkan pulang oleh dokter (Sadikin, 2011). 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Diagnosa Tabel 2. Distribusi Karakteristik Pasien Berdasarkan Diagnosa Diare Diagnosa Pasien DADS Diare akut GEDS Diare DADRS Diare Persisten
Jumlah Pasien 29 15 9 4 2 1
% 46,0 23,8 14,3 6,3 3,2 1,6 7
Diagnosa Pasien Jumlah Pasien % DADB 1 1,6 GEDB 1 1,6 Melena 1 1,6 Keterangan DADS : Diare Akut Dehidrasi Sedang DADB : Diare Akut Dehidrasi Berat DADRS : Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang GEDS : Gastroenteritis Dehidrasi Sedang GEDB : Gastroenteritis Dehidrasi Berat Berdasarkan tabel 2, terdapat 9 macam diagnosa untuk penyakit diare pada pasien balita di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015. Yang paling banyak adalah 29 pasien atau sebanyak 46,0% terdiagnosa DADS (Diare Akut Dehidrasi Sedang). Berdasarkan hasil penelitian Korompis, dkk (2012) menunjukkan penderita diare akut merupakan penderita terbanyak yang dirawat di rumah sakit tersebut sebanyak 59,52% (50 penderita). Penderita dengan diare akut merupakan penderita terbanyak yang dirawat inap di rumah sakit karena kemungkinan pasien tersebut menjadi lebih parah cukup besar sehingga perlunya penanganan medis secepatnya (Pramitha, dkk, 2005). 3. Pola Pengobatan Tabel 3. Pola Pengobatan Untuk Penyakit Diare pada Pasien Balita Antibiotik Rute Jumlah Pasien % Sefotaksim Iv 28 44,4 Seftriakson Iv 23 36,5 Sefuroksim Iv 2 3,2 Kloramfenikol Iv 2 3,2 Sefotaksim + iv + po 2 3,2 Kotrimoksazol Seftriakson + iv + po 1 1,6 Kotrimoksazol Sefotaksim + Iv 3 4,8 Metronidazol Seftriakson + Iv 2 3,2 Metronidazol Total 63 100 Berdasarkan tabel 3, antibiotik tunggal yang paling banyak digunakan adalah sefotaksim sebanyak 44,4% kemudian seftriakson sebanyak 36,5%, lalu sefuroksim dan kloramfenikol sebanyak 3,2%. Kemudian untuk antibiotik kombinasi didapatkan hasil bahwa paling banyak digunakan sefotaksim dan metronidazol yaitu sebesar 4,8%. Untuk sefalosporin generasi ketiga, sefotaksim merupakan agen yang lebih dipilih untuk anak-anak terutama neonatus dari pada seftriakson karena tidak mempengaruhi metabolisme bilirubin sebagaimana seftriakson (Reece, dkk, 2000). 8
4. Evaluasi Ketepatan a. Tepat indikasi Tabel 4. Distribusi Ketepatan Indikasi Ketepatan Indikasi Jumlah Pasien % Tepat 63 100 Tidak tepat 0 0 Total 63 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa semua pasien mendapatkan terapi antibiotik. Berdasarkan literatur bahwa untuk memberikan antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, dan dapat juga dilihat dari tanda adanya darah, lendir pada feses. Dalam penelitian ini semua sampel yaitu sebanyak 63 pasien, mendapatkan hasil data laboratorium yang menegaskan adanya bakteri yang terdapat dalam feses. Data laboratorium menunjukkan bahwa sebagian besar pasien terdapat adanya lendir pada feses dan feses berwarna kehijauan. Sehingga itu cukup membuktikan bahwa diare yang dialami 63 pasien tersebut terjadi karena infeksi bakteri. Meskipun dalam data rekam medik pasien, gejala pasien hanya tertulis secara umumnya saja seperti diare dan demam. Sesuai dengan teori Mansjoer dkk (2000) pemberian antibiotik pada anak tanpa pemeriksaan mikrobiologis disebabkan karena untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologis dibutuhkan waktu sedikit lama untuk mengetahui kultur penyebab infeksi sehingga paling banyak dilakukan terapi empiris berdasarkan gejala atau kondisi pasien untuk mencegah penyebaran infeksi penyakit. b. Tepat Obat Tabel 5. Distribusi Ketepatan Obat Ketepatan Obat Jumlah Pasien % Tepat 23 36,5 Tidak tepat 40 63,5 Total 63 100 Berdasarkan tabel 5, didapatkan hasil bahwa dari 63 pasien terdapat 23 pasien mendapatkan terapi antibiotik yang tepat, dan 40 pasien mendapatkan terapi antibiotik yang tidak tepat. Hasil penelitian di RSI Sultan Agung Semarang terhadap 63 pasien balita diare di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015, didapatkan hasil bahwa hanya terdapat 23 kasus tepat obat dengan penggunaan seftriakson atau sebanyak 36,5%. Hal ini berdasarkan pedoman dari World Gastroenterology Organisation (2012) yang menunjukkan bahwa seftriakson sebagai antibiotik pilihan kedua untuk penyakit yang disebabkan oleh Shigella. Infeksi yang disebabkan Shigella dapat menyebabkan demam, feses berlendir dan bahkan berdarah yang kemudian disesuaikan dengan gejala dan data laboratorium yang tertulis dalam rekam medik pasien. 9
Untuk penggunaan obat terbanyak yaitu sefotaksim sebanyak 28 pasien (44,4%) dapat dikatakan tidak tepat obat karena penggunaan sefotaksim tidak sesuai dengan standar terapi World Gastroenterology Organisation Global Guidelines (2012). Golongan sefalosporin sering digunakan karena spektrum luas dari sefalosporin yang memiliki keuntungan dalam meningkatkan efektifitas terapi dan keamanan terapi, terutama untuk sefalosporin generasi kedua dan ketiga (Brunton, L., dkk, 2006). c. Tepat Dosis Tabel 6. Distribusi Ketepatan Dosis Ketepatan Dosis Dosis Tepat Dosis Kurang Dosis Lebih Total
Jumlah Pasien 62 8 1 71
% 87,3 11,3 1,4 100
Tabel 7. Distribusi Ketepatan Frekuensi dan Durasi Jenis Ketepatan Frekuensi tepat Frekuensi kurang Frekuensi lebih Total Durasi tepat Durasi kurang Durasi lebih Total
Jumlah Pasien 64 6 1 71 40 29 2 71
% 90,1 8,4 1,4 100 56,3 40,8 2,8 100
Dari hasil perbandingan dosis terapi antibiotik per berat badan berdasarkan Drug Information Handbook (2015) maka didapatkan hasil penelitian antibiotik yang tepat dosis sebanyak 87,3% dan yang tidak tepat dosis sebanyak 12,7%. Ketepatan dosis sangat diperlukan dalam keberhasilan terapi, jika dosis obat kurang dapat menyebabkan terapi yang tidak optimal. Sedangkan pada dosis lebih dapat menyebabkan toksik (Priyanto, 2009). Sedangkan durasi pemberian antibiotika pada penelitian ini dihitung sesuai dengan jumlah hari pemberian antibiotika selama menjalani rawat inap. Hasil penelitian ini menunjukkan durasi pemberian antibiotika yang diresepkan bervariasi, yaitu mulai 2 hari sampai dengan 7 hari. 2 pasien (2,8%) mendapatkan durasi pemberian antibiotik yang lebih dan 29 pasien (40,8%) mendapatkan durasi pemberian antibiotik yang kurang. Pasien yang dalam 2-3 hari pemberian antibiotika mengalami perbaikan kondisi klinis, maka pemberian antibiotika tersebut dapat dilanjutkan sampai pasien sembuh. Sebaliknya jika pasien dalam 2-3 hari 10
setelah pemberian antibiotika tidak menunjukkan perbaikan kondisi klinis, maka seharusnya dilakukan penggantian terapi dengan menggunakan antibiotika yang lain (Kemenkes, 2011). Jika selama terapi ada terapi salah satu antibiotik yang dosis penggunaannya tidak tepat maka terapi antibiotik diasumsikan tidak tepat dosis. Ketidaksesuaian dosis terapi mungkin disebabkan karena pembulatan dosis baik melebihi maupun dibawah dosis seharusnya. Hal lain yang juga dapat menyebabkan ketidaksesuaian dosis berdasarkan berat badan adalah adanya pengelompokkan dosis berdasarkan kelompok umur tertentu. Ataupun dapat disebabkan karena perbedaan referensi yang digunakan antara peneliti dengan praktisi medis di lapangan. 5. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Tabel 8. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Kerasionalan Penggunaan Jumlah Pasien % Antibiotik Rasional 19 30,1 Tidak Rasional 44 69,8 Total 63 100 Evaluasi penggunaan antibiotik yang rasional meliputi tepat obat, tepat indikasi dan tepat dosis yang meliputi tepat frekuensi dan tepat lama pemberian. Sehingga dari penelitian ini didapatkan bahwa dari 63 pasien, hanya 19 pasien yang mendapatkan terapi antibiotik yang rasional. D. SIMPULAN Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 1-15 Juni 2016 tentang evaluasi penggunaan antibiotik untuk penyakit diare pada balita di insatalasi rawat inap di RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015 maka didapatkan kesimpulan bahwa: 1. Data distribusi karakteristik pasien dapat dilihat bahwa jenis kelamin penderita diare pada balita paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 52,4%. Kemudian diare paling sering terjadi pada rentang usia 0-1 dan 1-2 tahun dengan persentase 44,4% dan 36,5%. Sedangkan data distribusi diagnosa dapat dilihat bahwa pasien paling banyak terdiagnosa DADS (Diare Akut Dehidrasi Sedang) atau sebanyak 46,0%. 2. Data distribusi ketepatan indikasi dapat dilihat bahwa dari 63 pasien semuanya dikatakan tepat indikasi atau sebanyak 100%. 3. Data distribusi ketepatan obat bahwa terdapat 36,5% tepat obat dengan penggunaan seftriakson. 4. Data distribusi ketepatan dosis dapat dilihat bahwa sebanyak 87,3% menerima antibiotik dengan dosis yang tepat.
11
E. UCAPAN TERIMA KASIH Seluruh civitas akademika STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Ketua Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Drs. Jatmiko Susilo,Apt.,M.Kes, Dosen Pembimbing I Dian Oktianti S.Far.,Apt., M.Sc., Dosen Pembimbing II Nova Hasani Furdiyanti,S.Farm.,Apt.,M.Sc, seluruh karyawan RSI Sultan Agung Semarang, kedua orang tua, keluarga serta teman-teman tercinta. F. DAFTAR PUSTAKA 1. Brunton, L., Lazo, JS. and Parker, KL. (ed). 2006. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition. The McGraw-Hill Comp., chapter 42 2. Kemenkes, RI. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Situasi Diare di Indonesia, volume 2. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 3. Korompis F, Heedy T, Lily RG. 2012. Study Penggunaan Obat pada penderita Diare Akut di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Juni 2012. (Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 2 No. 01) 4. Lacy C. F., dkk., 2015. Drug Information Handbook 11th ed. Canada: Lexicomp. Inc 5. Mansjoer, A., dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid I Cetakan Keenam. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI 6. Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jakarta: Leskonfi 7. Reece., Campbell, N.A., J.B dan L.G. Mitchell. 2000. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga 8. Sadikin, Z., D., J. 2011. Penggunaan Obat Rasional, J Indo Med Assoe (4th ed., Vol. 61). Jakarta: Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 9. Simatupang, M. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Tesis. Program Pascasarjana, Medan, Universitas Sumatera Utara 10. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta 11. Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi. Jakarta: Sagung Seto 12. WGO. 2012. Acute Diarrhea in Adults and Children: A Global Perspective. World Gastroenterology Organisation 13. WHO. 2013. Diarrhoeal Disease. Diakses dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/
12