EVALUASI METODE ISOLASI ASAM NUKLEAT DALAM DETEKSI PCR UNTUK PATOGEN ANTRAKNOSA, BULAI, HUANGLONGBING DAN MOSAIK
ADE SYAHPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016
Ade Syahputra NRP A351130484
4
RINGKASAN ADE SYAHPUTRA. Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. Pengujian dengan metode molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi Badan Karantina Pertanian sangat penting mengingat diperlukan deteksi dan identifikasi yang cepat, efisien dan akurat. Oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi beberapa metode isolasi asam nukleat dalam deteksi PCR untuk beberapa macam penyakit tumbuhan berdasarkan golongan patogen dan tipe penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi metode isolasi asam nukleat secara konvensional, kit komersial, dan FTA-card yang digunakan dalam teknik PCR dan modifikasinya untuk deteksi patogen-patogen penyakit antraknosa cabai, bulai jagung, huanglongbing jeruk dan mosaik kacang panjang. Sebanyak tiga bagian tanaman diambil dari setiap contoh tanaman sakit di lapangan yaitu buah cabai yang terserang Colletotrichum acutatum, daun jagung yang terserang Peronosclerospora sorghi, daun jeruk yang terserang Candidatus Liberibacter asiaticus dan daun kacang panjang yang terserang BCMV. DNA hasil isolasi masing-masing metode tersebut diukur dengan UV-vis nanodropspektrofotometer dalam satuan konsentrasi ng µL-1. Jumlah total asam nukleat dari metode kit dan konvensional dihitung dari perkalian antara konsentrasi dengan volume total suspensi asam nukleat; sedangkan untuk metode FTA-card standar dan modifikasi yaitu perkalian antara konsentrasi, volume suspensi dan luas kertas FTA yang berisi contoh dibagi dengan luas tiap punch. Untuk PCR asam nukleat hasil isolasi sebagai cetakan DNA pada konsentrasi 15 ng µL-1 dan konsentrasi primer yaitu 0.4, 0.6, 0.8 dan 1.0 µM untuk tiap metode isolasi. Konsentrasi DNA tertinggi hasil isolasi total dari jaringan tanaman sakit selalu diperoleh melalui metode konvensional baik pada C. acutatum asal biakan murni atau antraknosa pada buah, bulai jagung, huanglongbing jeruk maupun BCMV. Kemurnian DNA yang baik dari hasil isolasi diperoleh pada C. acutatum asal buah dan huanglongbing jeruk dengan kit komersial (nilai 1.94), C. acutatum asal biakan murni dengan konvensional (nilai 1.91), Ca. L. asiaticus dengan kit komersial (nilai 1.96) dan kemurnian RNA dari BCMV diperoleh dengan metode kit komersial (nilai 2.08). Jumlah DNA total tertinggi secara nyata diperoleh melalui metode FTA-card yang dimodifikasi untuk C. acutatum asal biakan murni, sedangkan untuk patogen lainnya tidak menunjukkan perbedaan nyata antar keempat metode isolasi. Secara umum bahwa kuantitas dan kualitas asam nukleat yang diperoleh pada keempat metode isolasi asam nukleat terhadap keempat patogen termasuk layak untuk digunakan selanjutnya sebagai cetakan (template) dalam amplifikasi DNA menggunakan PCR. Deteksi keempat patogen dengan PCR dengan masing-masing primer spesifik menggunakan DNA template hasil isolasi dengan empat metode pada volume setara tanpa merubah konsentrasi DNA menunjukkan amplifikasi positif walaupun dengan ketebalan pita DNA yang bervariasi. Untuk mencapai hasil terbaik, jumlah DNA cetakan dalam reaksi PCR perlu dioptimasi. PCR lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi primer yang optimal serta penambahan DNA template pada ketiga metode isolasi,
5
menunjukkan bahwa semua contoh DNA menghasilkan pita DNA amplikon yang lebih tebal dan merata. Secara umum ditunjukkan bahwa konsentrasi asam nukleat yang terbaik secara umum diperoleh melalui metode isolasi konvensional yang lebih membutuhkan tahap dan waktu lebih banyak dibandingkan metode kit komersial atau FTA card dan modifikasinya. Kualitas asam nukleat yang baik lebih sering diperoleh melalui metode kit komersial. Jumlah total asam nukleat tertinggi diperoleh melalui metode FTA card yang lebih praktis dan singkat namun kualitasnya lebih rendah. Asam nukleat hasil isolasi keempat metode isolasi keempat jenis patogen tumbuhan dalam penelitian ini tergolong layak untuk langsung digunakan sebagai template DNA dalam PCR. Perbaikan hasil PCR dapat dilakukan melalui optimasi jumlah template DNA dan konsentrasi primer dalam reaksi PCR. Penyiapan DNA melalui metode konvensional atau kit komersial lebih bermanfaat untuk digunakan dalam kegiatan penelitian berbasis biologi molekuler yang memerlukan kuantitas dan kualitas asam nukleat yang sebaik mungkin, sedangkan dalam bidang terapan atau kepentingan deteksi cepat penggunaan FTA card yang ringkas dan praktis akan lebih bermanfaat. Kata kunci: BCMV, Candidatus Liberibacter asiaticus, Colletotrichum acutatum, FTA-card, PCR, Peronosclerospora sorghi, spektrofotometer.
6
SUMMARY ADE SYAHPUTRA. Evaluation of Nucleic Acid Isolation Methods Used in PCR Detection for Pathogens of Anthracnose, Downy Mildew, Huanglongbing and Mosaic. Supervised by KIKIN HAMZAH MUTAQIN and TRI ASMIRA DAMAYANTI. Nucleic acid-based molecular techniques like Polymerase Chain Reaction (PCR) is important for Indonesian Agricultural Quarantine to support its duties to conduct detection, identification and surveillance of quarantine pests. An efficient DNA isolation method from diverse target organism is a required step to provide DNA template for performing PCR. The research objective is to compare conventional, commercial kit and FTA-card and its modification methods of DNA isolation to be used in PCR detection for Colletotrichum acutatum from chilli fruit (anthracnose), Peronosclerospora sorghi from maize leaves (downy mildew), Candidatus Liberibacter asiaticus from citrus leaf petioles and veins (huanglongbing) and BCMV from long bean leaves (mosaic). Observations of pathogen symptom were conducted on field whereas pathogen morphology was in laboratory. Concentrations of nucleic acid obtained (ng µL-1) from different isolation methods were measured using UV-vis nanodrop-spectrophotometry. Total amounts of total nucleic acids isolated with kit and conventional method were calculated as multiplication of nucleic acid concentration by yield total volume. Whereas total amount of nucleic acid for modified and standar FTA-card method were calculated as multiplication of the nucleic acid concentration by suspension volume, and FTA paper punch area. Nucleic acid from those isolations were used as PCR DNA template at concentration 15 ng µL-1 and primer employed at gradual concentrations of 0.4, 0.6, 0.8 and 1.0 M. The highest DNA concentration was achieved with conventional methods for C. acutatum from pure culture and P. sorghi from maize leaf. Good DNA purity was obtained from isolation method using commercial kit for C. acutatum from infected fruit (1.94), from conventional method for C. acutatum from pure culture (1.91), Ca. L. asiaticus from kit commercial method (1.96) and BCMV RNA from kit commercial method (2.08). The highest total yield of nucleic acid is significantly obtained only by C. acutatum from pure culture using modified FTA-card method, whereas the other methods for the rest pathogens were not different. In general, quantity and quality of each nucleic acid isolated with four methods were sufficient to be used as DNA template directly for PCR amplification. Detection of each of four pathogens by PCR with its related specific primer pair at equal volume of DNA template without concentration adjustment resulted in visible positive amplification, although varied in band intensity. The best result of PCR amplification of each of for pathogens were achieved with adjusment of optimum amount of DNA template or primers applied in PCR reaction. Further PCRs using optimized primer concentration and increased DNA template showed improved amplification indicated with thicker, brighter and even DNA bands. In general, the best nucleic acid concentration was obtained from conventional nucleic acid isolation method which need more steps and longer time
7
to conduct that of commercial kit and FTA-card or its modifification methods. Good quality of isolated nucleic acid was often achieved with conventional or commercial kit methods. The highest total yield of isolated nucleic acid was always resulted from FTA-card whose method is very practical and brief, but with lower quality of nucleic acid. Nucleic acids of four type of pathogens isolated from four methods in this reasearch can be used directly as DNA template in PCR, however PCR results were improved by optmization of its DNA template amount and primer concentration. Nucleic acid preparation through conventional and commercial kit methods is likely better used in research activity based on molecular biology which required very good quality and quantity of isolated DNA, whereas for regular application and rapid detection, the use FTA-card method is adequate and practical. Keywords: BCMV, Candidatus Liberibacter asiaticus, Colletotrichum acutatum, FTA-card, PCR, Peronosclerospora sorghi, spectrophotometry.
8
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
9
EVALUASI METODE ISOLASI ASAM NUKLEAT DALAM DETEKSI PCR UNTUK PATOGEN ANTRAKNOSA, BULAI, HUANGLONGBING DAN MOSAIK
ADE SYAHPUTRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
10
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi
11
Judul Tesis : Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik Nama : Ade Syahputra NRP : A351130484
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi Ketua
Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Fitopatologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 11 Maret 2016
Tanggal Lulus:
12
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya tulis dengan judul “Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik” dapat saya selesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi, Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku komisi pembimbing, Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi, Dr Ir Pudjianto, MSi selaku ketua Program Studi Entomologi serta staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan sehingga dapat dijadikan bekal penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis saya. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Pimpinan Badan Karantina Pertanian sebagai penyandang dana beasiswa Program Khusus Karantina pada Sekolah Pascasarjana IPB, kepada Dr Ir Ummu Salamah Rustiani, MSi dan Dr Sri Hartati, SP, MSi yang telah membantu, merancang dan berkenan memberikan primer PCR dalam penelitian ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ir. Samsul Hedar selaku Kepala dan rekan kerja pejabat fungsional Balai Uji Terap Teknik Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi atas bantuan sarana dan fasilitas yang diberikan dalam penelitian ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr drh Syafril Daulay, MM selaku Kepala Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) yang telah memberikan fasilitas di Laboratorium Biologi Molekuler. Selain itu, ucapan terima kasih kepada staf pejabat fungsional BBUSKP terutama Ir Riza Desnurvia, MSc dan Ir Tuti Murdiati yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penggunaan alat nanodropspektrofotometer. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan kuliah satu angkatan (Kelas 2013-2014) dan teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman terutama kepada Tatit Sastrini, SP, MSi dan Muhammad Rizal, SP, MSi atas bantuan dan bimbingannya. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pegawai Departemen Proteksi Tanaman terutama Pak Tarya dan Pak Rofiq serta petani di Desa Neglasari Kab. Bogor dan Desa Situgede Kota Bogor yang telah memberikan contoh dari lapangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan berupa doa, pikiran dan tenaga dalam proses penelitian ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada emak, istri tercinta Fithri Erawati, SPdI, serta anak-anakku Muhammad Umar Al-Faruq, Abdullah Ahmad Azzam, Farras Hafidzah dan Azma Mutmainnah, serta keluarga besar penulis atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Ade Syahputra
13
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Tugas Pokok dan Fungsi Badan Karantina Pertanian Deteksi Patogen Tanaman Secara Molekuler Menggunakan PCR Bioekologi Beberapa Patogen Penting Tanaman 3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Penyiapan Patogen Tanaman untuk Isolasi Asam Nukleat dan Deteksi dengan PCR Isolasi Asam Nukleat Beberapa Patogen Tanaman Pengukuran Asam Nukleat Hasil Isolasi Deteksi Patogen Tanaman Menggunakan PCR dan RT-PCR Elektroforesis Gel Agarosa dan Visualisasi Asam Nukleat 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyakit-penyakit Tanaman yang Menjadi Objek Isolasi Asam Nukleat untuk Dideteksi dengan Teknik PCR/RT-PCR Asam Nukleat Hasil Isolasi Menggunakan Metode Kit Komersial, FTAcard dan Konvensional Deteksi PCR Beberapa Patogen Tanaman menggunakan Asam Nukleat Hasil Isolasi dengan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional Pembahasan Umum 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xiv xiv xv 1 1 2 3 3 3 4 4 4 8 13 13 13 13 13 18 18 21 22 22 25 28 37 39 39 39 40 49 59
14
DAFTAR TABEL 1 2 3
Pasangan primer yang digunakan dalam PCR 20 Reaktan standar PCR 20 Konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah total DNA hasil isolasi pada ketiga metode untuk C. acutatum, P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan BCMV 26
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Penyakit antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh cendawan C. acutatum Penyakit bulai pada daun jagung yang disebabkan oleh P. sorghi Penyakit Huanglongbing pada daun jeruk yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus Penyakit mosaik pada daun kacang panjang yang disebabkan oleh Bean common mosaic vrus Visualisasi hasil isolasi DNA total dari daun jeruk dengan metode kit, FTA-card modifikasi, FTA-card standar dan konvensional Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai dengan metode berbeda Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai pada konsentrasi optimum primer Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni dengan metode berbeda Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi optimum untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung dengan metode berbeda Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi berbeda untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi optimum untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk dengan metode berbeda Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi berbeda untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi optimum untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk
22 23 24 25 28 29 29 30 30 31 31 32 32 33 33 34 34
15
18 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang dengan metode berbeda 35 19 Amplifikasi PCR dengan primer BIC-cpf/BIC-cpr pada konsentrasi berbeda untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang 36 20 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr pada konsentrasi optimum untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang 36
DAFTAR LAMPIRAN 1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga contoh buah cabai dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga isolat dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer Konsentrasi asam nukleat P. sorghi diisolasi dari tiga contoh daun jagung dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer Konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus diisolasi dari tiga contoh daun jeruk dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer Konsentrasi asam nukleat BCMV diisolasi dari tiga contoh daun kacang panjang dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga contoh buah cabai Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat C. acutatum pada tiga contoh isolat Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat P. sorghi pada tiga contoh daun jagung Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat Ca. L. asiaticus pada tiga contoh daun jeruk Berat RNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat BCMV pada tiga contoh daun kacang panjang Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada buah terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada biakan murni terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat P. sorghi terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat BCMV terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada buah
49
50
51
52
53 54 54 55 55 56 57 57 57 57 57
16
17 18 19 20
terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada biakan murni terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat P. sorghi terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat Ca. L. asiaticus terhadap ketiga metode isolasi Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat BCMV terhadap ketiga metode isolasi
58 58 58 58 58
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini negara-negara di dunia sedang memasuki era perdagangan bebas, yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan volume perdagangan komoditas pertanian antar negara. Konsekuensi yang ditimbulkan akibat perdagangan bebas ini terhadap perkarantinaan adalah semakin besarnya peluang masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) baik yang belum ada di suatu wilayah negara maupun yang sudah ada namun masih terbatas di sebagian wilayah tertentu. Negara Indonesia adalah negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati sehingga perlu dilindungi dari ancaman masuknya OPTK dari luar negeri. Badan Karantina Pertanian (BKP) adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pencegahan dan penangkalan masuknya OPTK ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kegiatan mitigasi resiko terhadap peluang masuknya OPTK ke wilayah Negara Republik Indonesia (RI) terhadap ekspor/impor komoditas pertanian telah dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian. Salah satu kegiatan tersebut adalah pembuatan daftar hama dan penyakit (pest list) atas komoditas pertanian yang akan dikirim sebagai persyaratan oleh negara pengekspor atas permintaan negara pengimpor. Disamping itu tugas Badan Karantina Pertanian juga harus mengevaluasi status OPTK yang ada di daftar OPTK pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) no. 51 tahun 2015. Dinyatakan bahwa tidak kurang dari 500 spesies OPTK yang belum terdapat di wilayah Indonesia. Evaluasi status OPTK yang ada di daftar OPTK perlu dilakukan secara periodik untuk memastikan status OPTK di lapangan apakah terdapat perubahan baik dari status tidak ada (A1) atau sudah ada tapi terbatas (A2) di wilayah RI (BKP 2012). Kegiatan pembuatan daftar hama dan penyakit sebagai syarat ekspor/impor maupun evaluasi status OPTK perlu dilakukan disertai dengan pemantauan atau survei untuk mendapatkan data keberadaan OPT/K di lapangan. Menurut McMaugh (2007) kegiatan utama pemantauan di lapangan adalah untuk melihat keberadaan OPT/K yang diawali dengan pengamatan gejala atau tanda sampai dengan deteksi dan identifikasi OPT/K di laboratorium. Salah satu metode deteksi dan identifikasi OPT/K dalam survei di lapangan adalah dengan pendekatan metode biologi molekuler. Sebagai upaya memperkuat peran Badan Karantina Pertanian dalam pelayanan kepada konsumen, petugas karantina pertanian perlu meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi OPTK secara molekuler. Salah satu metode molekuler yang digunakan adalah metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode PCR sebagai metode yang mutakhir perlu dikuasai untuk memenuhi tuntutan hasil deteksi yang cepat, meyakinkan dan diterima secara luas. Pelaksanaan deteksi OPTK secara umum meliputi pengambilan contoh tanaman, penanganan contoh, penyiapan contoh dan deteksi. Penanganan contoh yang tepat diperlukan agar contoh tetap dalam keadaan segar atau optimum untuk proses berikutnya. Penyiapan contoh yang akan dideteksi secara molekuler seringkali dilakukan melalui isolasi asam nukleat (Deoxyribonucleic acid/DNA atau Ribonucleic acid/RNA).
2
Salah satu kendala yang sering ditemukan petugas karantina pertanian adalah penanganan contoh tanaman dari hasil pemantauan OPTK dari lapangan. Contoh tanaman yang diambil dari lapangan tidak langsung dapat diproses karena biasanya pemantauan dilakukan di daerah yang jauh dari laboratorium. Hal ini menyebabkan contoh tanaman yang akan diuji rusak sebelum dideteksi karena tidak disimpan dengan baik selama pemantauan. Contoh tanaman sangat mudah rusak, tidak dapat bertahan lama jika tidak segera disimpan pada tempat penyimpanan yang sesuai suhunya untuk contoh tanaman. Disamping itu untuk memudahkan deteksi dan identifikasi bagi petugas karantina dalam pemantauan di lapangan diperlukan metode yang lebih praktis, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain teknik isolasi asam nukleat secara konvensional maupun menggunakan kit komersial, suatu teknik pengambilan contoh dan isolasi asam nukleat dari tanaman di lapangan adalah menggunakan sejenis membran selulosa berbentuk kartu atau lembaran kertas yang mengandung bahan kimiawi untuk denaturasi protein dari jaringan dan menangkap asam nukleat. Teknik ini dikembangkan secara komersial sebagai Flinder Technology Associate card (FTA-card Whatman) (Burgoyne 1996). Evaluasi dan pemanfaatan teknik FTAcard untuk isolasi dan penyimpanan asam nukleat dari tanaman hasil pemantauan lapangan perlu dilakukan dan dibandingkan dengan teknik isolasi yang sudah ada terhadap berbagai tipe patogen tanaman. Perumusan Masalah Penguasaan metode dan teknik deteksi OPTK yang paling mutakhir, dalam hal ini biologi molekuler seperti PCR, perlu selalu ditingkatkan di kalangan petugas karantina tumbuhan Republik Indonesia. Saat ini beban dan tanggungjawab petugas karantina tumbuhan semakin berat dalam menjaga lalulintas komoditas pertanian dengan peluang terbawanya OPTK semakin besar di era globalisasi dan perdagangan bebas. Teknik PCR telah banyak dikembangkan dan diaplikasikan dalam deteksi patogen tanaman dan dianggap teknik yang akurat, sensitif dan meyakinkan. Namun demikian kinerja terbaik teknik tersebut akan tercapai jika dilakukan dalam kondisi yang optimum di samping penyiapan contoh tanaman atau patogen atau asam nukleat patogen yang harus optimum pula. Isolasi asam nukleat dilakukan untuk menyediakan asam nukleat cetakan (template) dan merupakan faktor yang cukup menentukan berhasil tidaknya PCR. Untuk itu beberapa metode isolasi DNA mulai dari yang konvensional, kit komersial maupun FTA-card dievaluasi untuk menyediakan asam nukleat cetakan yang digunakan dalam deteksi PCR yang optimum dengan sasaran patogen-patogen penyakit penting tanaman. Beberapa patogen penting tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Colletotrichum acutatum (antraknosa cabai), Peronosclerospora sorghi (bulai jagung), Candidatus Liberibacter asiaticus (huanglongbing jeruk) dan Bean common mosaic virus (mosaik kacang panjang).
3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi metode isolasi asam nukleat secara konvensional, kit komersial, dan FTA-card yang digunakan dalam teknik PCR dan modifikasinya untuk deteksi patogen-patogen penyakit antraknosa cabai, bulai jagung, huanglongbing jeruk dan mosaik kacang panjang.
Hipotesis 1. Di antara keempat metode isolasi asam nukleat yang dievaluasi (kit komersial, FTA-card standar dan dimodifikasi dan konvensional), terdapat metode yang paling sesuai untuk diaplikasikan pada keempat jenis patogen. 2. Optimasi konsentrasi komponen PCR yaitu cetakan DNA, dan primer dapat memberikan hasil deteksi yang terbaik.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan tentang teknik metode isolasi asam nukleat dan optimasi PCR yang terbaik untuk keempat jenis patogen kepada lembaga penelitian, perguruan tinggi baik pemerintah maupun swasta terutama kepada Badan Karantina Pertanian agar dijadikan bahan pertimbangan dalam kebijakan kegiatan pemantauan atau survei OPT/OPTK di lapangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Tugas Pokok dan Fungsi Badan Karantina Pertanian Karantina pertanian di Indonesia telah lahir sejak zaman Hindia-Belanda dilatarbelakangi upaya pengaturan masuknya kopi dan biji kopi dari Srilanka di tahun 1832 yang berpotensi membawa penyakit yang dituangkan dalam Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad No. 262) (Diphayana 2008). Risiko masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) melalui importasi komoditas pertanian hingga saat ini sangat tinggi. Salah satu lembaga pemerintah dalam hal ini Badan Karantina Pertanian yang dapat menghambat secara teknis (Technical Barrier to Trade/TBT) terhadap komoditas impor pertanian. Badan Karantina Pertanian telah mengeluarkan berbagai regulasi terhadap masuknya komoditas pertanian dari luar negeri di antaranya pemasukan komoditas tertentu di salah satu tempat pintu pemasukan seperti pelabuhan. Salah satu tindakan Badan Karantina Pertanian dalam mencegah masuknya OPTK juga dilakukan survei atau pemantauan ke lapangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan pada pasal 85. Pemantauan adalah tindakan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga atau institusi yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu untuk menetapkan karakteristik populasi OPT atau untuk menetapkan spesies mana yang ada di suatu area (McMaugh 2007). Pemantauan yang dilaksanakan oleh Badan Karantina Pertanian bertujuan untuk mengetahui keberadaan OPTK, baik sebagai A1 yang belum ada di Indonesia maupun A2 yang sudah ada tapi masih terbatas di lapangan. Ebbels (2003) menyatakan bahwa program pemantauan ini diatur dalam regulasi internasional berupa International Standar for Phytosanitary Measures (ISPM) No. 6 Tahun 1998 dalam sistem perdagangan internasional yang dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO). Pedoman survei yang disusun oleh Badan Karantina Pertanian menyatakan bahwa pelaksanaan survei atau pemantauan harus memenuhi syarat di antaranya: sumber daya manusia yang terlatih dan telah dilakukan audit terhadap metode sampling, preservasi, pengiriman contoh untuk diidentifikasi dan pemeliharaan rekaman; fasilitas yang memadai dan metode yang valid. Permasalahan yang sering muncul pada saat pemantauan OPTK di lapangan oleh petugas karantina adalah lokasi daerah yang sangat jauh, keterbatasan peralatan dan bahan, serta contoh yang ditemukan di lapangan tidak bertahan lama. Sehingga perlu suatu tindakan dalam penanganan contoh dari lapangan tidak rusak ketika akan dikirim ke laboratorium atau disimpan di tempat suhu yang diinginkan. Oleh sebab itu penanganan contoh yang baik menjadi prioritas utama dalam pemantauan OPTK (BKP 2007). Deteksi Patogen Tanaman Secara Molekuler Menggunakan PCR Deteksi patogen tanaman adalah upaya untuk mengetahui keberadaan patogen pada tanaman yang selanjutnya dapat diidentifikasi dan dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian patogen pada tanaman. Tingkat kesulitan
5
dalam deteksi patogen ditentukan oleh jenis patogen sasaran yang akan dideteksi. Metode deteksi patogen tanaman yang paling sederhana adalah pengamatan terhadap gejala dan tanda penyakit di lapangan. Metode ini seringkali kurang begitu akurat dalam menentukan patogen suatu penyakit serta personal yang berpengalaman dan seringkali harus menggunakan kunci identifikasi Saat ini deteksi patogen tanaman sudah berkembang dengan teknik molekuler sampai ke tingkat asam nukleat dan protein. Pengujian dengan teknik molekuler memberi hasil yang akurat dan sangat meyakinkan. Menurut Capote et al. (2012) deteksi dan identifikasi patogen secara molekuler dapat didasarkan atas komponen protein atau asam nukleat dari patogen sasaran. Metode deteksi dan identifikasi molekuler sudah diuji dengan beberapa metode di antaranya untuk target protein menggunakan metode ELISA dan Western Blot, sedangkan untuk target asam nukleat adalah metode PCR dan metode Southern Blot. Deteksi PCR untuk patogen tanaman pertama kali dilaporkan oleh Puchta dan Hanger (1989) terhadap patogen Hop stunt viroid (HSVd) pada tanaman anggur. Amplifikasi Asam nukleat Teknik amplifikasi asam nukleat yang dikenal dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1984. Menurut Carter dan Saunder (2007); van Pelt-Verkuil et al. (2008) PCR dapat dilakukan dengan dua tahap berdasarkan target yaitu DNA menggunakan PCR dan RNA menggunakan Reverse Transcription-PCR (RT-PCR). Pengujian PCR menurut Corkill dan Rapley (2008) yaitu reaksi pengamplifikasian atau pengkopian sikuen DNA spesifik dari jumlah kecil target DNA heterogen (sekitar 105 kopi atau kira-kira 0.25-0.5 µg) atau meningkatkan genom sel total. Peranan PCR dalam metode deteksi asam nukleat sangat membantu dalam alternatif pengujian dengan teknik metode deteksi serologi, karena butuh jumlah sampel contoh yang sedikit, baik dalam bentuk segar, beku maupun kering (Robertson et al. 1991). Pengujian RT-PCR yaitu teknik amplifikasi cetakan RNA secara invitro dengan menggunakan enzim reverse transcriptase melalui molekul messenger RNA (mRNA) sehingga membentuk DNA komplementer (cDNA). Salah satu manfaat pengujian PCR/RT-PCR ini adalah mengidentifikasi penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan dengan target DNA (Capote et al. 2012), bakteri dengan target DNA (Ruangwong & Akarapisan 2006) dan virus dengan target RNA (Damayanti et al. 2005) Abalaka dan Henri (2011) menyebutkan bahwa ada perbedaan komponen dan reaksi PCR maupun RT-PCR. Komponen PCR terdiri atas DNA cetakan, sepasang primer yaitu rantai tunggal oligonukleotida untuk inisiasi perpanjangan DNA cetakan, DNA polimerase yaitu enzim katalisator sintesis DNA, dNTPs (Deoxyribonucleotide triphosphates) yang berfungsi untuk membangun DNA dalam proses sintesis DNA dan larutan bufer penyangga berfungsi untuk mengoptimalkan proses reaksi amplifikasi DNA. Proses perbanyakan DNA spesifik dari DNA cetakan komplek yang dibantu satu reaksi enzimatis dilakukan hanya beberapa jam. Proses PCR melibatkan siklus pemanasan yang berulangulang secara bertahap yang berfungsi mengaktifasi enzimatis dan mereplikasi DNA. Enzim yang dipakai adalah polimerase Taq yang berasal dari bakteri termofilik Thermus aquaticus. Untuk mendapatkan hasil PCR yang optimum perlu diperhatikan dalam kandungan larutan yaitu: sepasang primer, TaqDNA
6
polimerase, dNTP, konsentrasi Mg2+, dan DNA cetakan. Pemakaian konsentrasi primer terlalu tinggi akan menyebabkan penempelan pada cetakan yang tidak spesifik (mispriming) dan akan terakumulasi secara non spesifik serta akan membentuk primer dimer, namun jika terlalu sedikit hasil PCR tidak optimal. Jumlah DNA polimerase yang diperlukan dalam reaksi PCR sekitar 0.5-2.5 unit. Kelebihan jumlah enzim mengakibatkan akumulasi produk non-spesifik, sedangkan jika terlalu rendah maka dihasilkan produk yang sedikit (Innis et al. 1990). Konsentrasi DNA optimum adalah sebesar 0.01-0.1 µg. Kualitas DNA cetakan juga ditentukan dengan konsentrasi kontaminan seperti protein atau bahan lain seperti fenol. DNA yang digunakan sebagai cetakan dapat berupa rantai tunggal maupun rantai ganda. Efisiensi amplifikasi biasanya lebih tinggi jika menggunakan molekul DNA yang sudah dilinearkan dengan suatu enzim restriksi tertentu daripada menggunakan DNA yang berbentuk sirkular (Sambrook et al. 1989). Proses RT-PCR yaitu reaksi balik atau Reverse Transcription (RT-PCR) yang terlebih dahulu merubah RNA ke cDNA target, setelah itu proses PCR. Reaksi RT-PCR dengan target RNA dengan komponen pendukung yaitu cetakan RNA, bufer RT (Reverse Transcription), DTT (dithiothreitol), dNTP, enzim Reverse Transcriptase dari Moloney Murine Leukemia Virus (M-MuLV), RNase inhibitor, oligo d(T) dan air bebas enzim nukleat (nuclease free water) (Baltimore 1970). Proses amplifikasi mRNA ke cDNA membutuhkan proses pemanasan untuk aktivasi enzim M-MuLV antara 37-55 °C. Hasil produk dari RT-PCR berupa cDNA yang digunakan untuk uji PCR (Gerard et al. 2002). Target deteksi dan identifikasi untuk molekul rRNA terbanyak berada di spesies prokariot terletak pada 23S dan 16S sedangkan eukariot di 18S (Corkill & Rapley 2008). Aplikasi metode PCR telah banyak digunakan di antaranya identifikasi patogen cendawan menggunakan PCR konvensional sebagaimana Torres et al. (2011) melaporkan bahwa identifikasi Colletotrichum capsici dapat didasarkan atas amplifikasi sikuen spesifik daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) gen ribosomal RNA. Daerah gen ITS-1 berada antara 18S rRNA dan 5.8S rRNA dan gen ITS-2 antara 5.8S rRNA dan 26S rRNA, yang hanya ditemukan pada sel eukariotik, yaitu berada diantara gen rDNA kecil dan gen rDNA besar (White et al. 1990; Brown et al. 1996). Ruangwong dan Akarapisan (2006) melakukan pengujian PCR menggunakan primer A2/J5 untuk deteksi bakteri huanglongbing Candidatus Liberibacter asiaticus pada tanaman jeruk dengan target gen protein ribosomal. Aplikasi pengujian RT-PCR untuk mendeteksi dan menentukan variabilitas genetik virus tanaman telah dilakukan oleh Damayanti et al. (2005) pada Banana streak virus; melihat keragaman genetik geminivirus (Hidayat 1999) dan identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat (Aidawati 2005). Isolasi Asam Nukleat Isolasi asam nukleat adalah proses memisahkan asam nukleat dari sel dengan berbagai metode yang mencakup penghancuran sel tanpa menyebabkan kerusakan DNA. Umumnya penghancuran sel dilakukan di dalam bufer ekstraksi yang menghambat kerja enzim RNase dan DNase (Corkill & Rapley 2008). Pada uji PCR kemurnian dalam mengisolasi asam nukleat adalah hal yang penting untuk memperoleh hasil identifikasi yang akurat.
7
Menurut Doyle (1996) proses isolasi asam nukleat secara umum ada empat tahap yaitu melepaskan asam nukleat dari sel, denaturasi dari komplek nukleoprotein, menghambat proses enzim RNase dan DNAse dan pemisahan asam nukleat dari kontaminan. Tahapan isolasi asam nukleat sangat dipengaruhi oleh asal sel atau jaringan sumber asam nukleat. Tahap pertama dan kedua dari isolasi asam nukleat adalah pelepasan asam nukleat dari sel dengan melakukan penghancuran secara mekanis. Penghancuran tersebut umumnya menggunakan mortar dan pistil dengan bantuan nitrogen cair (Liu 2009). Tahap kedua dan ketiga adalah denaturasi dari komplek nukleoprotein dan inaktivasi enzim RNase dan DNase dengan menggunakan beberapa bahan kimia antara lain SDS (sodium dodecyl sulphate), Tween, HCl, Triton, EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), penol: kloroform: isoamilalkohol dan Cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) (Chan et al. 2004; van Pelt-Verkuil et al. 2008). Tahap keempat adalah pemisahan asam nukleat dengan kontaminan (protein, karbohidrat dan lemak) sehingga asam nukleat yang diperoleh dapat dianalisis dan atau dimodifikasi lebih lanjut dengan teknik biologi molekuler yaitu PCR. Metode awal isolasi asam nukleat adalah metode konvensional dengan menggunakan beberapa jenis bahan kimia yang ditentukan volume dan konsentrasi sesuai dengan target tertentu yang sudah dikembangkan oleh peneliti. Proses isolasi asam nukleat dengan metode ini sangat komplek sehingga membutuhkan waktu lama (Tan et al. 2013). Pengembangan metode isolasi selanjutnya telah menggunakan bahan yang siap pakai dan ditambah kolom filter untuk memisahkan senyawa yang tidak terpakai dari asam nukleat. Metode isolasi ini disebut metode kit yang sudah dikomersialkan sesuai dengan target isolasi di antaranya target DNA, RNA dan protein (Tan & Yiap 2009). Metode kit ini dikembangkan lagi dalam bentuk lembaran kertas membran yang berfungsi untuk mengisolasi asam nukleat contohnya FTA-card Whatman (Mbogori et al. 2006). Isolasi RNA pada prinsipnya hampir sama dengan DNA hanya saja prosesnya harus terhindar dari enzim RNase yang dapat mendenaturasi RNA, penambahan DNase untuk mengeluarkan DNA serta target gen isolasi yang dicapai yaitu di antaranya mRNA (Dale & Schantz 2002; Corkill & Rapley 2008; Liu 2009). Pengukuran dan Kuantifikasi Asam Nukleat Menurut Fleige dan Pfaffi (2006) pengukuran konsentrasi DNA atau RNA dapat dilakukan mulai dari yang sederhana yaitu dengan gel sampai dengan modern yaitu dengan nanodrop, gel elektroforesis, dan teknologi chip seperti Bioanalyzer 2100 (Agilent Technologies, USA) dan Experion (Bio-Rad Laboratories, USA). Pengukuran kuantitas asam nukleat menggunakan alat UV/VIS spektrofotometer berupa cahaya UV/VIS yang ditembakkan ke contoh. Penghitungan konsentrasi (ng µL-1) pada contoh sebanding dengan cahaya UV/VIS yang diserap oleh contoh. Besaran serapan cahaya UV/VIS tergantung dari ukuran panjang gelombang cahaya yang diterima dari target contoh. Panjang gelombang dengan ukuran 240 nm mampu diserap oleh kontaminan, 260 nm untuk asam nukleat, 280 nm untuk protein dan 320 nm kemungkinan kontaminan juga. Tingkat kemurnian DNA yang baik dari hasil isolasi menurut Sambrook et al. (1989) sekitar 1.8-2.0. Menurut Neil et al. (2011) bahwa kemurnian DNA di atas 2.0 kemungkinan terkontaminasi dengan RNA dan di bawah 1.8
8
terkontaminasi protein dan larutan fenol. Kuantifikasi konsentrasi DNA cendawan pada tanaman telah dilakukan oleh Doan et al. (2014). Konsentrasi RNA cetakan dapat mempengaruhi hasil RT-PCR (Fleige & Pfaffi 2006). Menurut Bustin dan Nolan (2004a) bahwa konsentrasi RNA dengan rasio A260/A280 dengan kemurnian 1.8 maka hanya 40% RNA dan sisanya protein. Pengukuran kualitas keberadaan fragmen genom 18S dan 28S ribosomal DNA (Ulfah 2014) maupun RNA tanaman dapat digunakan dengan gel elektroforesis baik dengan menambahkan etidium bromida maupun SYBR green dye (molecular probe) atau menggunakan reagen Ribo Green (molecular probe) (Bustin & Nolan 2004b). Bioekologi Beberapa Patogen Penting Tanaman Penyakit tanaman dibagi menjadi dua kelompok yaitu penyakit patologis dan fisiologis. Penyakit patologis disebabkan oleh faktor biotik atau organisme dan bersifat menular. Penyakit fisiologis disebabkan oleh faktor abiotik dan bersifat tidak menular. Faktor biotis terdiri dari dua golongan besar organisme yaitu organisme seluler dan non seluler (Agrios 2005). Organisme seluler adalah organisme yang memiliki sel sebagai unit struktural dan fungsional terkecil. Organisme seluler dikelompokkan menjadi prokariota dan eukariota. Prokariota tidak memiliki inti sel secara khusus, ukuran lebih kecil dari cendawan, struktur lebih sederhana contohnya adalah bakteria dan mollicute (Narayanasamy 2011). Eukariota memiliki struktur inti yang jelas contohnya animalia (nematoda), fungi, chromista, protozoa, algae dan plantae (tumbuhan parasit tingkat tinggi) (Agrios 2005; Adl et al. 2012). Menurut Carter dan Suander (2007) organisme non seluler yaitu organisme yang tidak mempunyai sel, hanya terdiri dari material asam nukleat, DNA atau RNA, dengan atau tanpa selubung protein, contohnya yaitu virus dan viroid. Berdasarkan cara hidup dan memperoleh nutrisi, organisme patogen tanaman dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu organisme parasit dan saprofit. Parasit mengambil nutrisi dari jaringan hidup sedangkan saprofit mengambil nutrisi dari jaringan yang mati. Organisme parasit dapat bersifat fakultatif yaitu mengambil nutrisi tidak hanya dari jaringan hidup, contohnya yaitu Colletotrichum acutatum, dan bersifat obligat yaitu mengambil nutrisi hanya di jaringan hidup contohnya yaitu Peronosclerospora sorghi, Candidatus Liberibacter asiaticus dan Bean common mosaic virus (BCMV). Sebagai parasit obligat virus hanya dapat hidup pada sel hidup, memperbanyak diri dengan cara menginduksi sel inang untuk memproduksi enzim RNA polimerase. Enzim tersebut menggunakan RNA virus sebagai cetakan untuk membentuk RNA komplementer yang berfungsi untuk memperbanyak RNA virus (Ahlquist et al. 2003). Organisme saprofit dapat bersifat obligat dan fakultatif. Saprofit obligat adalah organisme yang hanya hidup pada jaringan mati, jarang ditemukan umumnya adalah cendawan dengan relung ekologi yang luas. Saprofit fakultatif adalah parasit yang pada kondisi yang sesuai dapat hidup di jaringan mati contohnya yaitu cendawan Phytophthora infestan (Pearson 1995; Ellis et al. 2008). Organisme patogen dapat menyebabkan dua tipe gejala penyakit yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal adalah gejala penyakit yang terbatas pada lokasi
9
tertentu, sedangkan gejala sistemik adalah gejala penyakit yang menyebar dari titik infeksi ke bagian lain tanaman. Berdasarkan munculnya gejala penyakit dibagi dua yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer adalah inokulum yang menyebabkan munculnya gejala asli pada musim tumbuh, sedangkan gejala sekunder yaitu gejala primer yang menyebar di bawah kondisi lingkungan yang cocok (Sharma 2004). Colletotrichum acutatum Cendawan Colletotrichum acutatum digolongkan ke dalam Kingdom Fungi, Filum Ascomycota, Kelas Sordariomycetes, Ordo Glomerellales, Famili Glomerellaceae dan Genus Colletotrichum. Cendawan ini menyebabkan penyakit antraknosa pada cabai dengan gejala yang sangat bervariasi, dapat berupa luka kecil atau besar, infeksi dapat terjadi pada daun atau buah. Gejala antraknosa pada daun berupa nekrosis berbentuk lingkaran berwarna coklat bagian dalam dan tepinya berwarna kuning. Gejala pada buah berupa tambalan berwarna ungu atau coklat yang ditandai dengan bintik-bintik kecil yang merupakan aservuli dalam jumlah besar (Mordue 1979; Agrios 2005). Aservulus adalah tanda cendawan yang berbentuk setengah lingkaran dan berukuran diameter 70-120 µm (Singh 1998). Aservulus dibentuk oleh konidiofor dan konidia. Konidium berukuran 8-16 x 2.5-4 µm, dinding sel tipis, tidak bersepta, satu sel, hialin. Konidium akan berkecambah membentuk apresoria berukuran 6.5-11 x 4.5-7.5 µm pada proses infeksi. Di dalam aservulus juga terdapat seta yang merupakan struktur berbentuk seperti jarum, berwarna coklat berukuran 150 µm (Mordue 1979; Agrios 2005). Harp et al. (2008) melaporkan penyakit antraknosa dapat disebabkan oleh spesies Colletotrichum yang lain seperti C. capsici dan C. gloeosporioides. Ketiga spesies tersebut memiliki perbedaan morfologi di antaranya bentuk konidia. Konidia pada C. capsisi berbentuk bulan sabit sedangkan C. acutatum dan C. gloeosporioides berbentuk seperti gada. Patogen menginfeksi umumnya pada daerah kelembaban tinggi atau pada malam hari dengan kisaran suhu antara 25 29 °C (Semangun 1996). Cendawan C. capsici umumnya hanya menginfeksi buah yang telah matang, sedangkan C. gloeosporioides dan C. acutatum menyerang buah matang dan masih hijau. Patogen C. acutatum berkembang di daerah tropis maupun subtropis dan memiliki banyak inang CABI (2007), bertahan hidup pada benih dalam bentuk aservuli, dalam jaringan inang mati dan dapat menyerang selama pascapanen. Konidia menyebar dengan bantuan air, angin dan dapat bertahan di tanah dalam bentuk klamidospora (Agrios 2005). Kehilangan hasil disebabkan oleh penyakit antraknosa pada cabai di India sekitar 8-60% (Raj et al. 2014). Deteksi dan identifikasi patogen secara umum berdasarkan atas karakter morfologi dari tanda patogen menggunakan teknik mikroskopik. Sedangkan deteksi dan identifikasi secara molekuler menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik. Salah satu primer spesifik yang dikembangkan untuk mendeteksi C. acutatum adalah CaInt2 untuk forward dan ITS4 untuk reverse dengan target produk amplifikasi sebesar ±500 pb. Primer CaInt2 digunakan untuk target daerah genom 18S rDNA dan primer ITS4 untuk genom 25/28S rDNA pada target gen ribosom organisme eukariotik (White et al. 1990; Brown et al. 1996). Genom
10
tersebut digunakan untuk mengidentifikasi spesies cendawan secara spesifik dengan PCR (Anand et al. 2001; Embong et al. 2008). Peronosclerospora sorghi Peronosclerospora sorghi digolongkan ke dalam Kingdom Chromista, Filum Oomycota, Kelas Oomycetes, Ordo Sclerosporales, Famili Sclerosporaceae dan Genus Peronosclerospora. Organisme ini sering disebut sebagai cendawan semu (pseudofungi) karena memiliki dinding sel yang mengandung selulosa seperti kelompok ganggang. Patogen ini menyebabkan gejala bulai (downy mildew) pada daun dari tanaman poaceae. Menurut Safeeulla (1976) serangan penyakit bulai pada awal pertumbuhan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, gejala pada daun berupa garis klorotik atau menguningnya seluruh daun pertama dan daun selanjutnya. Pada permukaan daun tersebut terdapat embun bulu yang dapat menempel pada jari jika disentuh. Embun bulu merupakan kumpulan dari sporangiofor dan sporangia patogen bulai. Sporangia terbentuk lebih banyak pada permukaan bawah daun dari pada atas daun. Patogen dapat menyebabkan malformasi dan berkurangnya jumlah polen pada bunga jantan juga menyebabkan gugurnya bunga betina. Patogen bulai mampu menginvasi batang dan ujung tunas meskipun tidak bergejala. Patogen bertahan pada benih berupa miselium di dalam perikarp (dinding ovari), embrio dan endosperm, namun kualitas benih jagung tidak terganggu. Tanda cendawan berupa sporangiofor dengan panjang sekitar 180-300 µm dan sporangium berbentuk oval. Terdapat 3 jenis patogen penyebab bulai pada tanaman jagung di Indonesia yaitu, Peronosclerospora sorghi, P. philippinensis dan P. maydis (Burhanuddin 2011; Hikmawati et al. 2011). Menurut CIMMYT (2004) sporangia P. sorghi berbentuk oval dengan ukuran 14.4-27.3 x 15-28.9 µm, hialin. Struktur seksual patogen ini berupa oospora sperikal berdiameter sekitar 36 µm dan memiliki sterigmata (tempat menempel oospora) menyempit. Menurut Burhanuddin (2010) suhu optimum untuk reproduksi patogen ini berkisar antara 17-29 °C dan perkecambahan spora 21-25 °C. Penyakit menyebar dan berkembang baik pada iklim tropis, tanah yang lembab dengan bantuan air (Hikmawati et al. 2011). Kerugian karena penyakit ini dapat mencapai 90-100%, sehingga penyakit ini menyebabkan kerusakan pertanaman jagung yang cukup tinggi (Wakman & Kontong 2000; Hadiatmi et al. 2004). Menurut Permentan no. 51 tahun 2015 P. sorghi masuk dalam kategori OPTK A2 yaitu sudah terdapat di Indonesia tapi sebarannya masih terbatas dan golongan II yaitu dapat dimusnahkan dengan perlakuan. Metode deteksi sederhana dengan mengamati gejala dan tanda untuk ketiga patotipe bulai sangat sulit dilakukan. Saat ini deteksi penyakit bulai di Indonesia dengan uji PCR menggunakan primer general. Rustiani et al. (2015a) telah mampu mendeteksi dan mengidentifikasi patogen bulai pada jagung di Indonesia berdasarkan target asam nukleat dengan menggunakan primer degenerate yaitu PsUF dan PsUR. Primer degenerate adalah primer dengan susunan sekuen yang tidak spesifik tetapi sangat sensitif, yaitu salah satu basa nukleotida dari primer forward atau reverse dapat menempel basa nukleotida target sehingga membentuk satu atau lebih pasang basa untuk diamplifikasi PCR (Iserte et al. 2013). Target primer degenerate yang digunakan terletak pada daerah gen Cytochrome oxidase2 (COII) yang berada pada genomik mitokondria. Gen daerah COI dan COII adalah daerah
11
genomik yang umum digunakan untuk identifikasi dari kelompok hewan maupun Chromista (Ratnasingham & Hebert 2007). Candidatus Liberibacter asiaticus Candidatus Liberibacter asiaticus (Ca. L. asiaticus) digolongkan ke dalam Kingdom Bacteria, Filum Proteobacteria, Kelas Alphaproteobacteria, Ordo Rhizobialea, Famili Phyllobacteriaceae, Genus Candidatus Liberibacter. Bakteri ini menyebabkan penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD) pada tanaman jeruk di Indonesia dan secara internasional dikenal dengan nama huanglongbing. Penyakit ini disebabkan oleh tiga jenis Candidatus Liberibacter, yaitu Ca. L. asiaticus (Asia dan Amerika), Ca. L. africanus (Afrika), dan Ca. L. americanus (Amerika) (da Graca 1991; Jagoueix et al. 1994; Garnier et al. 2000). Warna daun jeruk yang terserang CVPD menjadi kuning atau belang tidak beraturan (mottle), karena berkurangnya pembentukan klorofil, daun menjadi kecil, kaku dan warna tulang daun tetap hijau (Sarwono 1995; Wijaya 2003). Patogen dapat hidup di daerah tropis dan subtropis dan toleran terhadap suhu 30-35 °C (Jagoueix et al. 1994). Menurut Meitayani et al. (2014) tanaman jeruk di Bali terserang CVPD mencapai 83% yang disebabkan oleh penggunaan bibit jeruk yang terinfeksi CVPD untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif. Patogen menyerang tanaman jeruk lewat vektor serangga yaitu Diaphorina citri yang menghisap cairan daun jeruk yang terinfeksi huanglongbing (Nakashima et al. 1996). Villechanoux et al. (1992) telah melakukan deteksi patogen CVPD dengan uji serologi dan hibridisasi DNA/dengan probe spesifik, namun teknik ini membutuhkan waktu 2 hari dan belum bisa mengidentifikasi sampai ke tingkat spesies. Metode PCR telah terbukti lebih peka dan cepat dalam deteksi CVPD (Jagoueix et al. 1996; Hung et al. 1999). Berbagai primer telah dikembangkan untuk deteksi penyakit huanglongbing pada jeruk, termasuk primer spesifik OI1 untuk forward dan OI2c untuk reverse dengan ukuran produk asam nukleat sebesar 1160 pb. Target primer OI1 dan OI2c terletak pada daerah genomik 16S rDNA. Daerah genomik 16S rDNA adalah daerah gen target yang umum digunakan untuk mengidentifkasi organisme prokariotik, dan untuk target yang lebih spesifik digunakan primer A2 dan J5 untuk target genom protein ribosom rplKAJL-rpoBC operon (β-operon) pada penyakit huanglongbing yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus dengan produk ±703 pb (Jagoueix et al. 1994; Hocquellet et al. 1999). Primer OI1 dan OI2c tersebut juga digunakan oleh Ulfah (2014) untuk deteksi penyakit huanglongbing di Indonesia. Bean common mosaic virus (BCMV) Bean common mosaic virus (BCMV) digolongkan ke dalam Famili Potyviridae, Genus Potyvirus. Menurut Melinda (2013) gejala daun yang terserang BCMV menunjukkan adanya warna hijau muda sampai kuning terang secara tidak merata (mosaik kuning berat). Tulang daun menebal, berwarna hijau tua (vein banding), daun menggulung seperti krupuk, mengerut sepanjang tulang daun (malformasi), daun melepuh, dan terhambat pertumbuhannya. Gejala mosaik yang disebabkan oleh virus ini umumnya muncul pada 10 hari setelah inokulasi (Dijkstra & De Jager 1998). Kisaran inang BCMV cukup luas meliputi kacang panjang, kacang hijau, kacang kedelai dan kacang tanah.
12
Partikel virus berbentuk batang lentur, berukuran 750 x 12-15 nm, asam nukleat berupa RNA utas tunggal (ssRNA), titik panas inaktivasi 50-60 °C, dan ketahanan in vitro virus 1-4 hari pada suhu ruang (Morales & Bos 1988; ICTVdB 2006). BCMV merupakan penyebab penyakit penting pada tanaman kacangkacangan/bersifat tular benih, dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora atau secara mekanik melalui sap tanaman. Kehilangan hasil panen kacang panjang di daerah Bogor bisa mencapai 80-100%. Saat ini deteksi BCMV pada kacang panjang yang ada Indonesia menggunakan primer spesifik BlC-cp untuk forward dan primer BlC-cp untuk reverse dengan target gen asam amino coat protein (cp) yang berukuran ±850 pb (Anggraini & Hidayat 2014).
13
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Mei 2015, di Laboratorium Bakteriologi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Jakarta dan Laboratorium Bioteknologi Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian Bekasi. Bahan Bahan yang digunakan selama penelitian yaitu buah cabai yang bergejala antraknosa disebabkan oleh C. acutatum, daun jagung bergejala bulai yang disebabkan oleh P. sorghi, daun jeruk bergejala CVPD yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus diambil dari Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, dan daun kacang panjang yang bergejala mosaik yang disebabkan oleh BCMV diambil dari Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, bufer isolasi (Tris–HCl, pH 8.0; EDTA; NaCl; 1% Cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) (w/v), 1% 2-mercaptoethanol), etanol 70%, kloroform:isoamilalkohol (24/1 v/v), isopropanol, ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA), sodium dodecyl sulphate (SDS), NaCl 5M, TE (Tris/EDTA), asam borat, Tris HCl pH 7, alkohol 90%, akuades, nuclease free water, PDB, kertas tisu, etidium bromida, agarosa, PDA, petri dish, bufer TAE 50X, primer kontrol internal (Rubisco L), primer C. acutatum, primer P. sorghi, primer Ca. L. asiaticus, primer spesifik BCMV, dream Taq green master mix PCR (Thermo Scientific), Whatman FTA®Plant Card, 0.1 M glycine; pH 9.0; 50 mM NaCl dan Triton X-100. Penyiapan Patogen Tanaman untuk Isolasi Asam Nukleat dan Deteksi dengan PCR Pengamatan dan dokumentasi gejala penyakit pada tanaman sasaran di lapangan dilakukan sebagai tahap awal identifikasi dan deteksi. Contoh yang diambil masing-masing tiga tanaman yang bergejala untuk setiap patogen dalam suatu lokasi pertanaman. Keempat penyakit tersebut yaitu bulai (P. sorghi) pada jagung, CVPD atau huanglongbing (Ca. L. asiaticus) pada jeruk, mosaik (BCMV) pada kacang panjang, dan antraknosa (C. acutatum) pada cabai. Isolasi Asam Nukleat Beberapa Patogen Tanaman Isolasi asam nukleat masing-masing patogen tanaman C. acutatum pada buah cabai dan isolat, P. sorghi pada daun jagung, Ca. L. asiaticus pada daun jeruk dan BCMV pada daun kacang panjang dilakukan dalam pendekatan berbeda yaitu secara konvensional, FTA-card dan kit komersial.
14
Isolasi Asam Nukleat Menggunakan Metode Konvensional Isolasi asam nukleat secara konvensional berbeda-beda metodenya tergantung dari jenis patogennya, sumber contoh atau jaringan tanamannya. Colletotrichum acutatum dari buah cabai dan Peronosclerospora sorghi dari daun jagung. Isolasi DNA total C. acutatum dari buah cabai dan Peronosclerospora sorghi dari daun jagung menggunakan metode yang dikembangkan oleh Warburton dan Hoisington (2001) yaitu sebagai berikut: Sebanyak 0.1 g contoh jaringan yang telah dipotong-potong halus direndam dengan nitrogen cair dalam mortar dan digerus dengan pistil hingga diperoleh bentuk tepung. Hasil gerusan dipindahkan ke tabung eppendorf 2 ml dan ditambahkan 400 µL bufer ekstraksi (1 M Tris pH 8, 5 M NaCl dan 0.5 M EDTA, CTAB 2%), 5 µL 2-mercaptoethanol v/v dan diinkubasi pada suhu 65 ºC selama 60 menit dalam waterbath. Suspensi dihomogenasi dengan dibolak-balik tiap 10 menit. Sebanyak 500 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v) ditambahkan ke dalam suspensi, kemudian disentrifus pada kecepatan 3 500 rpm selama 20 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan yang bening dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 1X volume isopropanol. Pelet DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang, pelet dicuci dengan etanol 70% dengan sentrifugasi 8 000 rpm selama 5 menit kemudian dikeringkan dan pelet DNA dilarutkan dalam bufer TE 1X 75 µL. Colletotrichum acutatum dari isolat murni. Isolasi DNA C. acutatum dari biakan murni berumur 4 hari menggunakan metode yang dikembangkan oleh Abd-elsalam et al. (2003) dengan modifikasi minor sebagai berikut: Contoh berupa miselium dalam PDB sebanyak 250 mL, disaring dengan kertas saring hingga mendapatkan miselium sebanyak 0.1 g. Contoh digerus dengan nitrogen cair dalam mortar dan digerus dengan pistil. Hasil gerusan dipindahkan ke tabung eppendorf 1.5 mL dan dicuci dengan menambahkan 500 µL bufer Tris-EDTA (pH 8). Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet ditambahkan 300 µL bufer ekstraksi (200 mM Tris-HCl pH 8.5, 250 nM NaCl, 25 mM EDTA, dan 0.5% SDS) dan homogenasi dengan tangan selama 5 menit. Suspensi ditambahkan 150 µL natrium asetat (CH3COONa) pH 5.2. Suspensi diinkubasi pada suhu 20 ºC selama 10 menit. Suspensi disentrifugasi pada 13 000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru dan ditambahkan isopropanol dengan volume yang sama, lalu disentrifugasi pada 13 000 rpm selama 10 menit, sehingga diperoleh pelet DNA. Pelet tersebut dicuci dengan 500 µL etanol 70%, disentrifus pada 8 000 rpm selama 5 menit, lalu dikeringanginkan pada suhu ruang. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 75 µL bufer TE 1X kemudian simpan pada suhu -20 ºC. Candidatus Liberibacter asiaticus dari tulang daun jeruk. Isolasi DNA total Ca. L. asiaticus dari tulang daun jeruk menggunakan modifikasi metode Doyle dan Doyle (1990). Sebanyak 0.1 g tulang daun contoh digerus dengan nitrogen cair dalam mortar menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke dalam tabung 2 mL. Selanjutnya masukkan 500 µL CTAB (2%), 5 µL 2-
15
mercaptoethanol (1%), yang sudah dipanaskan 60 ºC selama 10 menit. Suspensi Ca. L. asiaticus dipanaskan pada suhu 60 ºC selama 60 menit dalam waterbath, dan dibolak-balikkan setiap 10 menit. Suspensi didiamkan selama 2-3 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 750 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v). Suspensi digetar dengan vortek selama 3-5 menit, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru lalu dihitung volume, modifikasi dengan penambahan natrium asetat 3M pH 5.2 (1:10, v/v) dan isopropanol absolut (2:3, v/v) lalu dibolak-balik. Suspensi digetar selama 1 menit, lalu diinkubasi overnight pada -20 ºC, kemudian disentrifugasi 12 000 rpm selama 10 menit, supernatan yang diperoleh ditambahkan 500 µL etanol 80% dingin, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 2 menit. Pelet dikering-anginkan pada suhu ruang, lalu diresuspensikan dengan bufer TE 1X 75 µL. Bean common mosaic virus (BCMV) dari daun kacang panjang. Isolasi total asam nukleat BCMV dari daun kacang panjang menggunakan metode Doyle dan Doyle (1990). Sebanyak 0.1 g tulang daun contoh digerus dengan nitrogen cair dalam mortar menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke dalam tabung 2 mL. Selanjutnya masukkan 500 µL CTAB (2%), 5 µL 2mercaptoethanol (1%), yang sudah dipanaskan 60 ºC selama 10 menit. Suspensi dipanaskan pada suhu 65 ºC selama 60 menit dalam waterbath, dan dibolakbalikkan setiap 10 menit. Suspensi didiamkan selama 2-3 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 750 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v). Suspensi digetar selama 3-5 menit, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru lalu dihitung volume, lalu ditambahkan 600 µL isopropanol. Contoh digetar selama 1 menit, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 10 menit. Fase larutan bagian atas diambil dan ditambahkan 500 µL etanol 80% dingin, lalu disentrifugasi 8 000 rpm selama 15 menit. Pelet dikeringkan di suhu ruang, lalu diresuspensikan dengan bufer TE 1X 75 µL. Isolasi Asam Nukleat dari Kit Komersial Isolasi DNA total C. acutatum, P. sorghi dan Ca. L. asiaticus dari bagian tanaman yang bergejala menggunakan Kit Komersial XPrep Plant DNA Mini Kit (Phile Korea Technology/PKT) sesuai dengan protokol yang tersedia. Sebanyak 0.1 g contoh dimasukkan ke dalam mortar, digerus dengan nitrogen cair menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke dalam tabung 2 mL. Sebanyak 400 µL XPPG1 dan 8 µL RNase A dimasukkan ke dalam tabung 2 mL tersebut, lalu digetar selama 1 menit, diinkubasi pada suhu 65 ºC selama 10 menit dalam waterbath, dan dibolak-balik setiap lima menit. Kemudian ditambahkan 200 µL elution buffer yang telah dipanaskan 65 ºC. Sebanyak 130 µL XPPG2 dimasukkan ke dalam suspensi tersebut, dan digetar selama 1 menit, lalu diinkubasi dalam lemari es selama 5 menit, kemudian dipindahkan ke kolom filter dalam 2 mL tabung koleksi dan disentrifugasi 13 000 rpm selama 3 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan dipindahkan ke tabung ependorf 1.5 mL, ditambahkan XPPG3 1.5 kali volume supernatan, kemudian digetar selama 5 detik, selanjutnya suspensi dipindahkan ke dalam tabung kolom berfilter XPPG dalam tabung koleksi 2 mL, lalu disentrifugasi 13 000 rpm selama 2 menit pada suhu 4 ºC. Sisa suspensi dimasukkan ke dalam XPPG, kemudian disentrifugasi 13 000 rpm
16
selama 2 menit. Supernatan dibuang dan dimasukkan kembali XPPG ke dalam tabung 2 mL. Sebanyak 500 µL wash buffer1 dimasukkan ke dalam kolom XPPG, disentrifugasi 13 000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang dan ditambahkan kembali 750 µL wash buffer2 ke XPPG, kemudian disentrifugasi 13 000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang dan diulang sentrifugasi 13 000 rpm selama 3 menit. XPPG dipindahkan ke tabung 1.5 mL, kemudian ditambahkan 75 µL elution buffer ke dalam XPPG dan diinkubasi di suhu ruang selama 3 menit. Contoh disentrifugasi 13 000 selama 2 menit untuk mendapatkan suspensi DNA. Isolasi RNA total BCMV dari daun sakit menggunakan metode RNA XPrep Plant Total RNA Mini Kit (Phile Korea Technology/PKT) sesuai dengan protokol yang tersedia. Sebanyak 0.1 g dimasukkan ke dalam mortar, digerus dengan nitrogen cair menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke dalam tabung 2 mL, dan ditambahkan 450 µL XPRB yang sudah ditambahkan 2-mercaptoethanol (1%). Suspensi dimasukkan ke tabung filter, dan disentrifugasi 12 000 rpm selama 2 menit, supernatan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 mL, lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak 0.5 kali volume supernatan, dan dicampur menggunakan mikropipet. Suspensi dimasukkan ke dalam tabung berfilter XPPLR mini dalam tabung koleksi 2 mL, disentrifugasi 12 000 rpm selama 2 menit. Sisa suspensi disentrifugasi ulang 12 000 rpm selama 2 menit. Suspensi ditambahkan 500 µL wash buffer1, dan disentrifugasi 12 000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang, XPPLR mini dicuci kembali dengan 700 µL wash buffer2, suspensi disentrifugasi 12 000 rpm selama 1 menit, disentrifugasi kembali 12 000 rpm selama 3 menit. Supernatan dibuang dan XPPLR mini diletakkan ke tabung 1.5 mL. XPPLR mini ditambahkan 75 µL bufer TE 1X, kemudian diamkan selama 1 menit. Contoh disentrifugasi 12 000 rpm selama 2 menit. Suspensi RNA disimpan di suhu -70 ºC. Isolasi Asam Nukleat dari FTA-card Metode standar. Bagian tanaman yang bergejala penyakit diambil sebanyak 0.1 g dan dari biakan murni C. acutatum diambil berdiameter 3 cm. Contoh diletakkan di atas kertas FTA-card, ditutup dengan kertas penutup lalu digerus. Contoh daun dan isolat cendawan digerus menggunakan pinset sedangkan contoh tulang daun jeruk yang sudah dipisahkan dari daging daun ditekan dengan palu kecil pada bagian kertas penutup hingga contoh menempel pada kertas lalu sisa contoh tersebut dibuang dari FTA-card. Contoh pada FTAcard dikeringkan selama 60 menit lalu diletakkan di atas cutting mat, kemudian dipotong dengan diameter 2 mm menggunakan Harris Micro Punch, atau menggunakan scalpel yang tajam. Contoh pada potongan FTA-card (punch) dimasukkan ke dalam tabung PCR 250 μL masing-masing sebanyak 1, 2, 3 punch, lalu ditambahkan 200 μL purification reagent, dan dibolak-balik sebanyak dua kali, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5 menit. Reagen dan punch diaduk menggunakan mikropipet dengan cara menaik-turunkan sebanyak dua kali. Purification reagent dibuang sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap di dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Punch ditambahkan 200 μL bufer TE0.1 (10 mM Tris, 0.1 mM EDTA), dan dibolak-balik sebanyak dua kali, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5 menit. Reagen dan punch diaduk menggunakan mikropipet dengan cara menaikturunkan sebanyak dua kali.
17
Contoh diinkubasi dalam suhu ruang selama 4-5 menit. Bufer TE0.1 dibuang sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap di dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Punch dikeringanginkan pada suhu ruang selama 1 jam (dengan membuka penutup tabung PCR) atau dikeringkan di dalam oven bersuhu 56 °C selama 20 menit. Selanjutnya punch dapat digunakan untuk PCR atau disimpan pada suhu 4 °C atau 20 °C. Metode isolasi yang dimodifikasi. Biakan murni cendawan C. acutatum berumur 4 hari pada media PDA dengan diameter 3 cm diambil menggunakan tusuk gigi, lalu dimasukkan ke dalam tabung PCR yang berisi 25 µL bufer TE 1X (10 mM Tris-HCl, pH 8.0, 1 mM EDTA). Tabung PCR dengan tutup terbuka dimasukkan ke dalam microwave dengan daya 1100 Watt selama 1 menit, selanjutnya contoh dan bufer diaduk dengan menaik turunkan menggunakan mikropipet sebanyak dua kali. Pemanasan dengan microwave diulang satu kali (modifikasi metode Suzuki et al. 2006). Suspensi cendawan dalam tabung PCR tersebut diambil 5 µL, lalu diteteskan pada FTA-card dan dikeringkan pada suhu ruang selama 10 menit. FTA-card dipotong menjadi berukuran diameter 2 mm (punch) menggunakan Harris Micro Punch, selanjutnya sebanyak 1, 2 dan 3 punch siap untuk dijadikan sebagai sumber cetakan dalam PCR. Contoh dari daun yang bergejala Ca. L. asiaticus, P. sorghi dan buah dari C. acutatum sebanyak 0.1 g digerus dengan benda tumpul. Contoh daun dan isolat cendawan digerus menggunakan pinset besi putih sedangkan contoh tulang daun jeruk yang sudah dipisahkan dari daging daun ditekan dengan palu kecil pada bagian kertas penutup hingga contoh menempel pada kertas lalu sisa contoh tersebut dibuang dari FTA-card. Contoh pada FTA-card dikeringkan selama 60 menit lalu diletakkan di atas cutting mat, kemudian dipotong dengan diameter 2 mm menggunakan Harris Micro Punch, atau menggunakan scalpel yang tajam. Contoh pada potongan FTA-card (punch) dimasukkan ke dalam tabung PCR 250 μl masing-masing sebanyak 1, 2, 3 punch, lalu ditambahkan 200 μl purification reagent, dan dibolak-balik sebanyak dua kali, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5 menit. Reagen dan punch diaduk menggunakan mikropipet dengan cara menaikturunkan sebanyak dua kali purification reagent dibuang sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap di dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Contoh ditambahkan 10 µL bufer TE0.1 ke dalam tabung PCR, dalam posisi tabung PCR terbuka contoh di microwave dengan daya 1100 watt selama 1 menit, selanjutnya bufer dan punch diaduk dengan menaikturunkan bufer menggunakan mikropipet sebanyak dua kali. Pemanasan dengan microwave diulang sekali lagi. Kertas punch dikeluarkan dan dikeringanginkan pada suhu ruang. Contoh siap digunakan dalam PCR. Isolasi asam nukleat BCMV dari FTA-card dilakukan modifikasi sesuai dengan metode Alabi et al. (2008b). Contoh sebanyak 0.1 g digerus dengan benda tumpul. Contoh daun digerus menggunakan pinset besi putih pada bagian kertas penutup hingga contoh menempel pada kertas lalu sisa contoh tersebut dibuang dari FTA-card. Sap yang tertinggal di atas kertas FTA-card dikeringanginkan selama 60 menit. Contoh pada FTA-card diletakkan diatas cutting mat, kemudian dipotong dengan diameter 2 mm menggunakan Harris Micro Punch, atau menggunakan scalpel yang tajam. Contoh potongan FTA-card dimasukkan ke dalam tabung 250 µL masing-masing sebanyak 1, 2, 3 punch, lalu ditambahkan 25
18
µL bufer denaturasi (GES bufer: 0.1 M glycine; pH 9.0; 50 mM NaCl, 1 mM EDTA, 0.5% Triton X-100) dan 2 µL 2-mercaptoethanol (1%). Contoh FTA-card diinkubasi di water bath pada suhu 95 ºC selama 10 menit dan segera didinginkan dalam lemari es selama 5 menit atau sampai digunakan dalam proses RT-PCR. Pengukuran Asam Nukleat Hasil Isolasi Konsentrasi asam nukleat total pada metode kit dan konvensional langsung diukur dari hasil isolasi asam nukleat. Asam nukleat yang melekat pada potongan (punch) FTA-card diameter 2 mm diresuspensi dengan bufer elusi 10 µL yang sudah dipanaskan dengan suhu 65 ºC selama 10 menit dan bufer TE 1X untuk BCMV dalam tabung PCR. Setiap tabung PCR disentrifugasi kecepatan 13 000 rpm selama 3 menit agar asam nukleat keluar dari punch FTA-card tersuspensi ke dalam bufer tersebut. Cetakan DNA hasil isolasi diukur dengan meneteskan sebanyak 1 µL suspensi ke atas UV-Vis nanodrop-spektrofotometer (Thermo Scientific) dan diulang sebanyak tiga kali. Kemurnian asam nukleat dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang A260/A280 dianggap baik pada kisaran nilai 1.8-2.0. Jika nilai kemurnian kurang dari kisaran tersebut maka konsentrasi protein bawaan cukup tinggi, sedangkan jika lebih besar nilainya maka konsentrasi RNA bawaan cukup tinggi. Jumlah berat asam nukleat total yang berhasil diisolasi dari FTA-card menggunakan metode standar dan modifikasi dihitung berdasarkan hasil kali konsentrasi asam nukleat (ng µL-1), volume suspensi yaitu 10 µL dan luas kertas FTA yang berisi contoh dibagi dengan luas satu punch (3.14 mm2). Penghitungan konsentrasi asam nukleat dari metode konvensional dan kit berdasarkan hasil kali konsentrasi asam nukleat (ng µL-1) dengan volume larutan hasil resuspensi asam nukleat dari total volume 75 µL. Analisis Statistika Data konsentrasi dan total asam nukleat hasil isolasi dengan ketiga cara di atas untuk masing-masing patogen dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji perbedaan nilai tengah metode Tukey pada taraf nyata 5%. Perhitungan ANOVA dan uji Tukey tersebut dilakukan menggunakan program Minitab 16. Deteksi Patogen Tanaman Menggunakan PCR dan RT-PCR Deteksi secara molekuler untuk keempat patogen menggunakan teknik yang berbeda bergantung pada asam nukleat cetakannya yaitu PCR terhadap DNA asal C. acutatum, P. sorghi dan Ca. L. asiaticus dan RT-PCR untuk RNA asal BCMV. PCR atau RT-PCR untuk setiap patogen juga berbeda dalam hal primer spesifik patogen dan kondisi PCR yang digunakan. Untuk mendapatkan hasil deteksi PCR yang baik dilakukan optimasi dari beberapa komponen PCR di antaranya adalah konsentrasi primer.
19
PCR untuk C. acutatum, P. sorghi dan Ca. L. asiaticus Proses PCR selanjutnya adalah amplifikasi DNA target dengan menentukan komposisi dari komponen PCR yaitu di antaranya pasangan primer spesifik dan pengaturan siklus amplifikasi DNA sesuai dengan target yang diinginkan (Tabel 1) dan komposisi volume reaktan standar amplifikasi PCR (Tabel 2). RT-PCR untuk Bean common mosaic virus Reaksi transkripsi balik PCR dengan dua tahap (tabung terpisah) yaitu tahap pertama 1.5 µL nuclease free water, 1 µL (10 µM µL-1) Primer BlC-cpr, dan 3 µL RNA total dengan total volume 5.5 µL, dipanaskan di 65 ºC selama 5 menit, segera didinginkan. Tambahkan 2 µL bufer RT 5x, 0.5 µL dNTP 10 mM, 1 µL DTT (Dithiothreitol) 0.1 µM, 0.5 µL RNase inhibitor (Thermo Scientific) (40 U uL-1), 0.5 µL Reveraid Reverse Transcriptase (M-MuLV) (Thermo Scientific) (200 U µL-1) dengan total volume 10 µL dalam tabung mikro. Reagen RT diinkubasi pada suhu 42 ºC selama 1 jam. Hasil akhir reaksi transkripsi balik adalah produk cDNA (1 µL) yang digunakan pada tahap kedua yaitu amplifikasi cDNA. Pasangan primer, urutan nukleotida dan siklus PCR dapat dilihat pada tabel 1. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycle AB (Applied Biosystem) Veriti dengan komponen reaksi PCR untuk keempat patogen dapat dilihat pada tabel 2. Optimasi PCR Optimasi PCR dilakukan untuk mendapatkan PCR yang baik, di antaranya modifikasi konsentrasi komponen-komponen atau kondisi PCR dari metode yang diacu. Komponen PCR yang dioptimasi pada penelitian ini adalah konsentrasi primer target. Konsentrasi cetakan DNA atau RNA yang digunakan dalam optimasi adalah 15 ng µL-1. Khusus untuk optimasi metode FTA-card, cetakan DNA terlebih dahulu diteteskan pada punch FTA-card, untuk selanjutnya digunakan pada uji PCR. Untuk mengevaluasi keberhasilan isolasi asam nukleat patogen (kecuali P. sorghi) digunakan primer kontrol internal Rubisco L. Optimasi dilakukan dengan tiga proses PCR. Proses pertama PCR menggunakan tanpa konsentrasi primer optimum dan cetakan DNA dari biakan murni cendawan atau tanaman yang bergejala dari contoh pertama. Tahap tersebut dilakukan untuk memastikan DNA keempat patogen bisa teramplifikasi. Proses kedua PCR menggunakan konsentrasi cetakan DNA 15 ng µL -1 dan beberapa konsentrasi primer 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 µM untuk mendapatkan konsentrasi primer optimum. Proses ketiga PCR menggunakan salah satu konsentrasi primer yang optimum dengan konsentrasi cetakan DNA 15 ng µL-1 dari biakan murni cendawan atau tanaman yang bergejala dari contoh kedua dan ketiga.
20
Tabel 1 Primer dan siklus PCR yang digunakan untuk deteksi keempat patogen Amplikon Urutan nukleotida (5’3’) dan siklus Primer dan target Sumber PCR gen C. acutatum CaInt2 GGGGAAGCCTCTCGCGG ±500 pb Brown et ITS4 TCCTCCGCTTATTGATATGC Gen ITS1, al. 1996 [95 °C 5 min; 40X (95 °C 30 sec, 60 °C 25/28S30 sec, 72 °C 1 min); 72 °C 7 min, 4 rDNA ˚C] P. sorghi PsUF CCAGCAACTCCAGTTATGGAA ±154 pb Rustiani et PsUR CATGTACAATGGTRCTTGGAA Gen al. 2015a [94 °C 2 min; 30X (94 °C 30 sec, 56 °C Cytochrome 1 min, 72 °C 1 min); 72 °C 5 min, 4 oxidase 2 (COII) ˚C] Ca. L. asiaticus A2 TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT ±703 pb Hocquellet J5 ACAAAAGCAGAAATAGCACGAAC Gen protein et al. 1999 AA rplKAJL[94 °C 2 min; 35X (94 °C 20 sec, 45 °C rpoB operon 30 sec, 68 °C 1.5 min); 68 °C 5 min, 4 ˚C] BCMV BlCTCAGGAACTGGGCAGCCGCAAC ±850 pb Anggraini CPf Gen protein & Hidayat BlCCTGCGGGGAACCCATGCCAAG selubung 2014 CPr 35X [94 °C 2 min, 68 °C 1 min, 72 °C 1 (CP) min); 72 °C 10 min, 4 ˚C] Kontrol internal Rubisco L
RBCL F535 RBCL R705
CTTTCCAAGGCCCGCCTCA CATCATCTTTGGTAAAATCAAGTC CA
Tabel 2 Reaktan standar PCR Reaktan
±171 pb Gen Ribulose biphosphate carboxylase oxygenase
Nassuth et al. 2000
Volume (L) Konsentrasi akhir
2X Dream taq green (Thermo Scientific) Primer Forward 10 M Reverse 10 M Rubisco Forward 10 M Reverse 10 M DNA cetakan Air bebas nuklease
12.5 1.0 1.0 0.5 0.5 1.0 8.5
Total volume
25
Ket. * Optimasi konsentrasi finalnya (0.4, 0.6, 0.8, 1.0 M) ** Kecuali untuk P. sorghi tidak menggunakan primer kontrol internal
1x 0.4 M* 0.4 M* 0.2 M** 0.2 M** 15 ng µL-1 -
21
Elektroforesis Gel Agarosa dan Visualisasi Asam Nukleat Elektroforesis menggunakan agarosa 1.5%, dalam larutan penyangga TAE 1X, pada 50 V, 70 mA, selama 50 menit. Gel agarosa diwarnai dengan larutan EtBr 10% selama 30 menit. Elektroforesis DNA total hasil isolasi dari jaringan tanaman hanya dilakukan untuk penyakit huanglongbing dengan volume cetakan DNA 5 µL. Elektroforesis DNA amplikon PCR dan RT-PCR dilakukan dengan volume 5 µL dan 7.5 µL. Gel agarosa yang telah dibilas dengan akuades kemudian dipapar UV pada transiluminator Ultra-Lum untuk visualisasi DNA dan dokumentasi dengan kamera digital.
22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyakit-penyakit Tanaman yang Menjadi Objek Isolasi Asam Nukleat untuk Dideteksi dengan Teknik PCR/RT-PCR Penelitian tentang deteksi patogen tanaman ini dilakukan terhadap empat jenis penyakit dengan golongan atau tipe patogen yang berbeda-beda. Masingmasing jenis tanaman sakit di lapangan diidentifikasi berdasarkan pengamatan gejala (simtomatologi). Contoh tanaman sakit kemudian diambil dan dibawa ke laboratorium untuk diamati tanda patogennya (jika ada) dan dilakukan konfirmasi penyakitnya untuk selanjutnya digunakan dalam isolasi dan pengujian PCR atau RT-PCR. Berikut ini adalah ciri dan sifat secara ringkas tentang masing-masing keempat penyakit. Penyakit Antraknosa pada Cabai oleh C. acutatum Penyakit antraknosa pada cabai di Indonesia terutama disebabkan oleh C. acutatum yang tergolong sebagai patogen bersifat parasit fakultatif dan tipe gejala lokal. Penyakit antraknosa ini dicirikan dengan gejala yang khas pada buah dan struktur tanda patogen berupa aservulus dan konidium. Buah cabai yang menunjukkan gejala antraknosa oleh C. acutatum ditunjukkan dengan matinya jaringan (nekrosis) di permukaan buah dengan bentuk pola lingkaran, cekung dan berwarna coklat kehitaman (massa patogen). Gejala lebih lanjut lingkaran nekrosis akan menutupi permukaan dan buah cabai menjadi kering (Gambar 1a).
C
a
b
c
d
Gambar 1 Penyakit antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh cendawan C. acutatum. (a) Gejala antraknosa pada buah cabai, (b) Aservuli pada permukaan buah cabai (30X), (c) Konidia dan seta patogen (100X), (d) Koloni biakan murni patogen pada media PDA
23
Pengamatan mikroskopi stereo menunjukkan tanda patogen berupa aservuli berwarna coklat yang memiliki seta berwarna coklat dan pendek yang tumbuh pada permukaan buah cabai (Gambar 1b). Tanda patogen lainnya berupa konidia bersel satu, hialin, fusiform, berukuran10 µm x 3.5 µm (Gambar 1c). Koloni cendawan umur 4 hari memiliki ciri warna koloni putih, pucat abuabu atau pucat kuning terkadang membentuk pigmen ungu (Gambar 1d). Pengamatan morfologi patogen ini sulit untuk membedakan antara C. acutatum dan C. gloeosporioides, sehingga perlu diuji secara PCR. Pengamatan morfologi patogen antara C. acutatum dan C. gloeosporioides sulit untuk dideteksi dengan kunci identifikasi secara manual, sehingga perlu diuji secara molekuler (Andrade et al. 2007; Whitelaw-Weckert et al. 2007). Penyakit Bulai pada Jagung oleh P. sorghi Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh P. sorghi (Oomycetes) yang tergolong sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik. Infeksi patogen ditunjukkan dengan gejala pada daun berupa warna hijau dan kuning tidak beraturan searah tulang daun. Daun tanaman sakit mengalami malformasi, lebih sempit dan tegak. Gejala lebih lanjut seluruh daun tanaman menjadi belang dan nekrosis. Tanaman menjadi kerdil, daun klorosis berwarna coklat dan mati sebelum waktunya apabila tanaman terserang berumur kurang dari 4 minggu. Serangan pada fase generatif menyebabkan malformasi dan nekrosis pada buah.
a
b
c
Gambar 2 Penyakit bulai pada daun jagung yang disebabkan oleh P. sorghi. (a) Gejala bulai pada daun jagung, (b) Tanda penyakit berupa spora di permukaan daun (35 X), (c) Sporangia dan sporangiofor P. sorghi (400 X) Gejala di lapangan sangat sulit dibedakan antara patogen yang disebabkan oleh P. sorghi maupun patogen lainnya seperti P. maydis dan P. philippinensis (Gambar 2a). Pertumbuhan patogen melalui pengamatan mikroskopi nampak seperti embun air yang menempel pada permukaan atas dan bawah daun, apabila diraba propagul patogen akan menempel pada jari. Sporangiofor (konidiofor) patogen ini tegak, bercabang dan hialin (Gambar 2b). Pada sporangiofor dibentuk sporangia (konidia) berbentuk oval dan hialin (Gambar 2c). Sporangiofor muncul dalam bentuk kelompok dari jaringan tanaman melalui stomata, dapat tumbuh pada bagian atas atau bawah daun dan jaringan yang terinfeksi (Agrios 2005).
24
Penyakit Huanglongbing pada Jeruk oleh Ca. L. asiaticus Gejala penyakit huanglongbing atau citrus vein phloem degeneration (CVPD) pada daun jeruk di lapangan sering menyerupai gejala akibat kekurangan unsur hara seperti kimia seng (Zn) atau mangan (Mn) (gejala abiotik). Huanglongbing yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus sebagai bakteri patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik. Sebagaimana disebutkan oleh Zekri dan Obreza (2002), bahwa gejala kekurangan seng (Zn) di tanaman jeruk menyerang tajuk tanaman menjadi lebih kecil karena daun menjadi kecil, runcing, dan tegak.
a
b
c
Gambar 3 Penyakit Huanglongbing pada daun jeruk yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus. (a) Gejala huanglongbing pada daun jeruk, (b) Tanaman jeruk yang terserang Ca. L. asiaticus, (c) Vektor Diaphorina citri (30 X) Gejala huanglongbing pada tanaman jeruk dicirikan adanya tulang daun hijau, tepi lamina antara tulang daun yang menguning. Gejala belang pada daun dan keseluruhan tanaman dikenal dengan nama huanglongbing yang artinya penyakit dragon kuning (Gambar 3a dan 3b). Jika tanaman terinfeksi pada fase vegetatif maka tanaman tidak dapat berbuah, daun berkembang abnormal (runcing dan melengkung) dan kemudian ranting menjadi mati. Pada fase generatif buah jeruk tumbuh tidak normal baik ukuran maupun bentuk, warna kurang cerah (alami berwarna kehijauan), rasa buah menjadi lebih asam atau pahit dan rontok sebelum waktunya (Gambar 3b). Patogen huanglongbing di Asia diketahui adalah Candidatus Liberibacter asiaticus yang merupakan bakteri Gram negatif yang belum dapat dibiakkan dalam media buatan (Garnier et al. 1984). Patogen diketahui ditularkan oleh vektor serangga yaitu Diaphorina citri (Nakashima et al. 1996) (Gambar 3c). Penyakit Mosaik pada Kacang Panjang oleh Bean common mosaik virus Kacang panjang bergejala penyakit mosaik di lapangan dicirikan dengan perubahan warna daun yang tidak normal. Gejala yang disebabkan oleh BCMV sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik yang ditunjukkan dengan adanya pola warna hijau tua (vein banding) yang tidak beraturan (Gambar 4a).
25
a
b
Gambar 4 Penyakit mosaik pada daun kacang panjang yang disebabkan oleh Bean common mosaic virus. (a) Daun menjadi hijau tua, (b) Daun menjadi kuning Gejala mosaik pada daun dapat juga menyebabkan warna menjadi kuning/klorosis, daun mengerut sepanjang tulang daun, kaku, menggulung (malformasi) dan nekrosis. Tanaman menjadi kerdil dan menghasilkan jumlah polong sedikit dan masak lebih lama dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfeksi (daun tidak belang, polong cepat masak dan jumlah polong banyak). Gejala mosaik menyerang daun yang muda maupun tua. Gejala mosaik pada daun kacang panjang kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh BCMV tetapi dapat disebabkan oleh patogen lain (Gambar 4 b). BCMV disamping menyerang tanaman kacang-kacangan (Phaseolus spp), juga dapat menyerang tanaman leguminosae (CABI 2007). Patogen BCMV dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora atau mekanis. Infeksi oleh BCMV ditunjukkan dengan gejala mosaik berupa lepuhan, pola warna kuning dan hijau pada daun, tulang daun menguning, bercak dan malformasi (Shukla et al. 1994). Asam Nukleat Hasil Isolasi Menggunakan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional Data konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah asam nukleat total untuk patogen C. acutatum, P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan BCMV disajikan pada tabel 3. Konsentrasi DNA total hasil isolasi C. acutatum dari buah menunjukkan tidak ada perbedaan nyata untuk ketiga metode, sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi ketiga metode tersebut berkisar antara 1.52-1.94. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh metode kit komersial yaitu 1.94. Jumlah DNA total tidak menunjukkan perbedaan yang nyata untuk keempat metode tersebut dan berkisar 0.53-19.17 g (Tabel 3).
26
Tabel 3
Konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah total asam nukleat hasil isolasi pada ketiga metode untuk C. acutatum P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan BCMV
Metode isolasi
Konsentrasi (ng L-1)
Kemurnian
Asam Nukleat total (g)
Kit FTA standar FTA modifikasi Konvensional
C. acutatum dari buah cabai sakit 7.1±3.3a 1.94 9.7±3.6a 1.54 17.3±4.2a 1.52 238.4±197.4a 1.57
0.53±0.24a 10.93±4.40a 19.17±3.79a 17.88±14.81a
Kit komersial FTA standar FTA modifikasi Konvensional
C. acutatum biakan murni 20.2±6.5a 2.33 6.4±2.9a 1.55 10.7±4.1a 1.51 45.8±8.4b 1.91
1.52±0.48a 7.50±2.70ab 12.85±5.24b 3.43±0.63a
Kit komersial FTA standar FTA modifikasi Konvensional
P. sorghi dari daun sakit 6.1±2.4a 2.18 10.0±2.2a 1.60 23.9±10.0a 1.56 213.7±53.1b 1.74
0.43±0.21a 14.80±6.31a 38.82±30.75a 16.03±3.99a
Kit komersial FTA standar FTA modifikasi Konvensional
Ca. L. asiaticus dari daun sakit 51.1±29.6a 1.96 11.8±6.5a 1.52 17.8±3.6a 1.45 395.7±307.2a 1.83
3.83±2.22a 13.12±6.05a 20.81±5.78a 29.67±23.04a
Kit komersial FTA standar FTA modifikasi Konvensional
BCMV dari daun sakit 398.5±100.0a 2.08 21.5±0.9b 1.57 38.5±7.2b 1.51 499.9±195.3a 1.83
29.88±7.50a 25.44±9.80a 47.86±13.51a 37.49±14.65a
Ket: Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Tukey 5%
Konsentrasi DNA total hasil isolasi C. acutatum dari biakan murni menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai yang tertinggi sebesar 45.8 ng µL-1 dibandingkan kedua metode lainnya yang berkisar antara 6.4-20.2 ng µL-1. Tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada ketiga metode berkisar 1.51-2.33. Tingkat kemurnian DNA total yang tergolong baik dicapai oleh metode konvensional yaitu 1.91 diperoleh dari metode konvensional. Jumlah DNA total menunjukkan perbedaan yang nyata, yaitu metode FTA-card modifikasi mencapai yang tertinggi yaitu 12.85 g dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar antara 1.52-7.5 g (Tabel 3). Berat DNA total dari isolat cendawan pada metode konvensional dua kali lebih
27
tinggi dari metode kit, hal ini juga telah dilaporkan oleh Motkova dan Vytrasova (2011) terhadap isolasi DNA dari isolat cendawan Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Konsentrasi DNA total hasil isolasi P. sorghi dari daun menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai yang tertinggi yaitu 213.7 ng µL-1 dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar 6.1-23.9 ng µL-1. Tingkat kemurnian DNA total pada keempat metode berkisar 1.56-2.18. Jumlah DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada keempat metode tersebut dan berkisar 0.43-38.82 g (Tabel 3). Konsentrasi DNA total hasil isolasi Ca. L. asiaticus dari daun menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata pada keempat metode isolasi, sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada keempat metode berkisar 1.45-1.96. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh metode kit komersial yaitu 1.96. Jumlah DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada keempat metode tersebut dan berkisar 3.83-29.67 g (Tabel 3). Rendahnya konsentrasi DNA total dari tulang daun jeruk terserang CVPD dari hasil isolasi dengan menggunakan metode kit juga telah dilakukan oleh Rustiani et al. (2015b), bahwa konsentrasi DNA total berkisar 15-46 ng µL-1. Kisaran berat DNA total ketiga tanaman dari hasil metode konvensional yaitu 329 µg dan metode kit 0.43-3 µg, hal ini juga disampaikan Tenriulo et al. (2001) bahwa kisaran DNA total dari 100 mg contoh daun tanaman yaitu 12-25 µg, 20-70 µg (Murray & Thompson 1980) dan metode kit berkisar 0.04-1.2 µg dalam 100 mg berat basah tanaman (Fitzgerald & Burden 2014). Konsentrasi RNA total dari hasil isolasi BCMV dari daun menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antara metode konvensional atau kit dengan FTA-card standar dan modifikasi. Konsentrasi RNA paling tinggi diperoleh pada metode konvensional. Hal ini juga dilaporkan oleh Adiputra et al. (2012) bahwa konsentrasi RNA total dari daun tanaman paling tinggi diperoleh pada metode konvensional. Rendahnya konsentrasi RNA total pada FTA card juga dilaporkan oleh Chiunga (2013) terhadap beberapa virus patogen pada tanaman kentang berkisar 4-46 ng L-1. Hal ini juga dilaporkan oleh Ndunguru et al. (2005) bahwa konsentrasi cDNA dari Nicotiana benthamiana pada metode konvensional lebih tinggi dari FTA-card. Tingkat kemurnian RNA total pada ketiga metode berkisar 1.51-2.08. Jumlah RNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada ketiga metode tersebut dan berkisar 29.88-47.86 g (Tabel 3). Elektroforesis DNA total dari daun jeruk terlihat bukan berupa pita tetapi fragmen tunggal DNA total tanaman yang sudah terpotong-potong dan tidak jelas (smear). Fragmen DNA dari metode kit (K-1) dari contoh pertama memiliki fragmen yang paling terang sedangkan pada metode FTA-card terdapat perbedaan ketebalan dari tiap-tiap punch. Fragmen genom DNA pada metode FTA-card yang paling tebal terdapat pada Fi-3 kemudian diikuti Fi-2, Fs-2, Fs-3, Fi-1 dan Fs-1 (Gambar 5). Ketebalan fragmen genom DNA dari metode konvensional terlihat sama untuk ketiga contoh. Uji kualitas fragmen genom DNA total CVPD dengan menggunakan elektroforesis juga telah dilakukan oleh Ulfah (2014).
28
K 1 2 3
1
Fi 2
3
1
Fs 2 3 1
Ko 2 3
Gambar 5 Visualisasi hasil isolasi DNA total dari daun jeruk dengan metode kit (K), FTA-card modifikasi (Fi), FTA-card standar (Fs) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3 menunjukkan ulangan (K, Ko) atau jumlah punch contoh (Fs dan Fi) Deteksi PCR Beberapa Patogen Tanaman menggunakan Asam Nukleat Hasil Isolasi dengan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional Hasil dari isolasi asam nukleat total keempat patogen dengan menggunakan ketiga metode isolasi yaitu kit komersial, FTA-card dan konvensional berupa cetakan DNA atau RNA yang selanjutnya digunakan untuk PCR. Hasil amplifikasi PCR berupa amplikon dielektroforesis dan divisualisasi dengan UV transiluminator. Berikut ini hasil amplifikasi PCR dengan tiga proses PCR dari keempat patogen. PCR untuk DNA total C. acutatum pada buah cabai dan biakan murni Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum pada buah cabai dengan primer CaInt2/ITS4 dan Rubisco-L pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi dengan produk ±500 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR (Gambar 6). Tidak munculnya target kontrol internal hal ini kemungkinan pemakaian konsentrasi primer atau DNA cetakan yang tinggi sehingga terjadi mispriming yaitu terjadi penempelan pita target yang tidak spesifik atau tidak terbentuknya pita. Tingginya konsentrasi primer dan DNA cetakan dapat mempengaruhi hasil PCR (Innis 1990). Menurut Muladno (2002) bahwa tingginya konsentrasi primer dapat menyebabkan tidak terbentuknya produk PCR yang diinginkan. Keberhasilan FTA-card menyediakan asam nukleat Ganoderma sp. juga dilaporkan oleh Borman et al. (2006) dan Dentinger et al. (2010) yang berhasil mendeteksi asam nukleat Aspergillus fumigatus, Trichophyton rubrum, T. interdigitale, dan Exophiala dermatitidis dari FTA-card.
29
K 1
Fs M Fi Ko 2 3 1 2 3
±500pb
Gambar 6 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai dengan metode berbeda. Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb
K 1 2
3 4
Fs M Fi 1 2 3 4 1 2 3 4
Ko 1 2 3 4
±500pb ±171pb
Gambar 7 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai. Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb Hasil visualisasi PCR DNA dari contoh satu pada buah cabai setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita DNA cukup beragam untuk setiap metode dan konsentrasi primer (Gambar 7). Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi. Primer kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR. Pita DNA dari FTA-card terlihat lebih tipis. Hal ini juga dilaporkan oleh Manzanilla-Lo´pez et al. (2009) bahwa hasil PCR menggunakan empat metode isolasi asam nukleat di antaranya penggunaan FTA-card terhadap cendawan Pochonia chlamydosporia (syn. Verticillium chlamydosporium) menunjukkan hasil kualitas fragmen genom DNA dari keempat metode isolasi berbeda. Hasil kualitas fragmen genom DNA PCR lebih baik dan lebih panjang dihasilkan dari metode kit dibandingkan dengan FTA card, karena FTA-card memiliki fragmen genom DNA lebih pendek, namun dari segi waktu isolasi dan penyimpanan lebih baik menggunakan FTA-card.
30
K 1 2
3
1
Fs M 2 3 1
Fi 2
3
Ko K(-) 1 2 3
±500pb ±171pb Gambar 8 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai pada konsentrasi optimum primer. Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.8 µM untuk metode FTA-card standar (Fs), FTA-card modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb K 1
Fs M Fi 2 3 1 2
Ko 3
±500pb
Gambar 9
Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni dengan metode berbeda. Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTAcard standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb
Hasil visualisasi untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimum dari masing-masing metode isolasi untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 1.0 µM, FTA standar 0.8 µM, FTA modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Hasil visualisasi dari ketiga contoh pada buah cabai menunjukkan adanya kesamaan pita dari ketiga metode yang baik dan merata (Gambar 8). Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum dari hasil biakan murni dengan primer CaInt2/ITS4 pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi PCR dengan produk ±500 pb (Gambar 9).
31
K 1 2
Fs 3 4
1 2
M 3 4
Fi 1 2 3 4
Ko 1 2 3 4
±500pb
Gambar 10 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni. Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masingmasing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb K 1 2
3
Fs 1 2
M 3
1
Fi 2
3
Ko K(-) 1 2 3
±500pb ±171pb
Gambar 11 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi optimum untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni. Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.8 µM untuk metode FTA-card standar (Fs), FTA-card modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb Hasil visualisasi PCR DNA dari hasil biakan murni setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode konvensional. Primer kontrol internal Rubisco L tidak teramplifikasi PCR (Gambar 10). Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk diPCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk asam nukleat yang diisolasi dengan metode kit yaitu 1 µM, FTA dengan metode standar 0.8 µM, FTA dengan metode modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Hasil visualisasi dari ketiga contoh hasil biakan murni menunjukkan adanya kesamaan ketebalan pita yang baik dari ketiga metode isolasi (Gambar 11). Keberhasilan isolasi dengan FTA-card standar yang dimodifikasi dengan tingkat pengenceran konsentrasi asam nukleat yang berbeda sudah dilakukan oleh Suzuki et al. (2006) terhadap Aspergillus oryzae dengan menggunakan microwave. Terdapat perbedaan daya listrik microwave
32
yang digunakan pada saat pengujian yaitu dengan daya 750 watt selama 30 detik. Hal ini juga dilaporkan oleh Borman et al. (2006) bahwa pengujian PCR terhadap beberapa isolat spesies ragi dengan FTA-card yang sudah dipanaskan dengan microwave dengan daya 800 watt selama 30 detik dapat teramplifikasi PCR dengan baik. Terdapat perbedaan perlakuan microwave yaitu pada saat contoh baru diletakkan di kertas FTA-card. PCR untuk DNA total P. sorghi dari daun jagung Hasil visualisasi PCR DNA P. sorghi dari daun jagung dengan primer degenerate PsUF/PsUR menggunakan metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target teramplifikasi PCR dengan produk ±154 pb, namun dengan intensitas DNA yang rendah (Gambar 12). Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jagung setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode konvensional dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi (Gambar 13). K
Fs 1 2
M 3
Fi Ko 1 2 3
±154pb Gambar 12 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung dengan metode berbeda. Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTAcard standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb K 1 2 3 4
Fs 1 2
M 3 4
Fi 1 2
3 4
Ko 1 2 3 4
±154pb
Gambar 13 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi berbeda untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung. Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masingmasing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb
33
Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA standar 0.4 µM, FTA modifikasi 0.6 µM dan konvensional 0.4 µM. Dari hasil ketiga contoh daun jagung menunjukkan adanya perbedaan pita dari ketiga metode isolasi (Gambar 14). Metode konvensional memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Menurut Li et al. (2008) bahwa metode kit komersial tidak selalu memberikan hasil amplifikasi yang baik untuk semua jenis bahan tanaman. Pemanfaatan penggunaan FTA-card terhadap temuan cendawan semu baru telah dilaporkan oleh Greslebin et al. (2007) terhadap Phytophthora austrocedrae pada tanaman Austrocedrus chilensis. K 1 2
Fs M Fi 1 2 3 1 2
3
3
Ko 1 2 3
K(-)
±171pb ±154pb
Gambar 14 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi optimum untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung. Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.4 µM untuk metode FTA-card standar (Fs) dan konvensional (Ko), 0.6 µM untuk FTA-card modifikasi (Fi) dan 0.8 PCR untuk DNA total bakteri pada daun jeruk µM untuk metode Huanglongbing kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb
K 1
Fs 2
M 3
Fi 1 2
Ko 3
±703pb
Gambar 15 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk dengan metode berbeda. Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTAcard standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb
34
Amplifikasi PCR untuk DNA total bakteri Huanglongbing dari daun jeruk dengan primer A2/J5 dan Rubisco-L menggunakan metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target bakteri Huanglongbing teramplifikasi dengan produk ±703 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR (Gambar 15). Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jeruk setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan adanya lebih dari dua pita DNA atau amplikon DNA bukan target (false positive) yang teramplifikasi PCR (Gambar 16). Kualitas pita DNA target dari tiap konsentrasi primer menunjukkan ketebalan yang berbeda. Dari ketiga metode isolasi, kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi. Primer kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR. Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA standar 1.0 µM, FTA modifikasi 1.0 µM dan konvensional 1.0 µM (Gambar 17). Terdapat perbedaan pita DNA dari ketiga metode isolasi untuk target CVPD. Kualitas pita DNA dari metode kit lebih baik dibandingkan dengan kedua metode lainnya. K 1 2
Fs M Fi 1 2 3 4 1 2 3 4
3 4
Ko 1 2 3 4
±703pb ±171pb Gambar 16 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi berbeda untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk. Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb K 1 2
3
1
Fs 2
M 3
Fi 1 2
3
Ko K(-) 1 2 3
±703pb ±171pb
Gambar 17 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi optimum untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk. Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.8 µM untuk metode kit komersial (K) atau 1.0 µM untuk FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb
35
Munculnya pita bukan target (false positive) kemungkinan disebabkan adanya kontaminan DNA. Sebagaimana dilaporkan Rai (2007) bahwa adanya pita non target seperti ada tambahan target produk amplikon DNA yang tidak spesifik, dan menurut Kwok dan Higuchi (1989); Dalam protokol manual Thermo Scientific (2016) kemungkinan DNA cetakan tidak bersih maupun proses waktu annealing terlalu panjang. Hasil PCR Ca. L. asiaticus sebelum dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer hasil PCR-nya ada yang negatif, namun setelah dioptimasi hasilnya positif ditandai adanya pita tipis. Hal ini kemungkinan produk PCR (premix PCR) yang digunakan memiliki batas konsentrasi cetakan DNA dan primer yang sudah ditentukan sehingga hasil PCR-nya tidak optimal atau negatif. Sebagaimana dilakukan oleh Ulfah (2014) terhadap deteksi patogen Ca. L. asiaticus hasilnya positif. Hasil isolasi asam nukleat dengan metode FTAcard dan kit komersial juga telah dilaporkan oleh Price et al. (2014) terhadap nilai batas siklus/cycle threshold (Ct) value pada vektor Wheat streak mosaic virus dan Candidatus Liberibacter . PCR untuk cDNA total BCMV dari daun kacang panjang Hasil amplifikasi PCR untuk cDNA BCMV dari daun kacang panjang dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr dan Rubisco-L menggunakan metode kit, FTAcard standar, FTA-card modifikasi dan konvensional (Gambar 18). Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target BCMV teramplifikasi dengan produk ±850 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR. Hasil visualisasi dari contoh satu pada daun kacang panjang setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap metode isolasi maupun konsentrasi primer (Gambar 19). Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode konvensional dan paling tipis pada metode FTA-card standar. Primer kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR bersama dengan DNA target. BCMV berhasil teramplifikasi dengan RT-PCR. Sebagai cetakan RNA yang mengandung BCMV digunakan 4 punch FTA-card dari metode isolasi yang dimodifikasi (Damayanti et al. 2009). K 1
Fs 2
M 3
Fi 1 2
Ko 3
±850pb
Gambar 18 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang dengan metode berbeda. Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb
36
K 1 2
3 4
Fs M Fi 1 2 3 4 1 2 3 4
Ko 1 2 3 4
±850pb ±171pb Gambar 19 Amplifikasi PCR dengan primer BIC-cpf/BIC-cpr pada konsentrasi berbeda untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang. Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb K 1 2 3
1
Fs 2
M 3
1
Fi 2
3
Ko K(-) 1 2 3
±850pb ±171pb
Gambar 20 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr pada konsentrasi optimum untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang. Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.8 µM untuk FTA-card modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb Hasil visualisasi PCR cDNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 1 µM, FTA-card standar 1 µM, FTA-card modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Dari hasil ketiga contoh daun kacang panjang menunjukkan adanya perbedaan pita dari ketiga metode isolasi (Gambar 20). Kualitas pita DNA dari metode kit komersial dan konvensional sama baiknya dibandingkan dengan metode FTA-card. Kualitas pita dari hasil isolasi FTA-card modifikasi lebih baik dibandingkan dengan metode FTA-card standar. Hal ini juga telah dilaporkan oleh Setiyawati (2012) bahwa penggunaan bufer GES (Alabi et al. 2008b) dalam isolasi RNA virus Chrysanthemum B carlavirus (CVB) memiliki kualitas pita cDNA sama baiknya dengan metode kit komersial. Keberhasilan isolasi asam nukleat menggunakan metode FTA-card standar dan metode isolasi dellaporte sudah diuji oleh Ndunguru et al. (2005), menunjukkan hasilnya sama setelah divisualisasi dengan elektroforesis pada patogen Cassava mosaic geminivirus (CMG), African
37
cassava mosaic virus (ACMV) dan East african cassava cameroon mosaic virus (EACCMV). Pembahasan Umum Keberhasilan deteksi molekuler tidak lepas dari peranan isolasi asam nukleat terbebas dari kontaminan. Menurut Chen et al. (2010) bahwa beberapa faktor keberhasilan isolasi DNA yaitu spesies, jaringan, metode persiapan, prosedur isolasi, dan metode pemisahan DNA. Metode isolasi asam nukleat secara konvensional memiliki tahap yang panjang sehingga memerlukan alat dan bahan kimia atau bufer yang lebih banyak serta ketergantungan terhadap laboratorium untuk pengerjaannya. Pada metode konvensional bufer lebih banyak dibuat sendiri. Lain halnya dengan kit komersial atau FTA-card dan modifikasinya yang dikembangkan dengan tujuan sepraktis mungkin, yang menggunakan kolom spin yang mengandung membran silika (Siddappa et al. 2007) dan kertas membran dengan hasil yang masih memadai, disamping itu metode kit komersial dipisahkan berdasarkan target DNA atau RNA (Tan & Yiap 2009). Isolasi asam nukleat dengan FTA-card memiliki keuntungan dalam hal tahap isolasi pendek sehingga waktu isolasi menjadi sangat singkat. Burgoyne (1996) sebagai penemu metode FTA-card mengatakan bahwa selain untuk isolasi di lapangan selanjutnya kertas yang mengandung DNA/RNA tersebut dapat disimpan selama 1.5-11 tahun pada suhu ruang dan masih dapat terdeteksi dengan baik (Whatman 2002). Ketiga metode isolasi memiliki kemampuan mengisolasi asam nukleat yang berbeda. Salah satu perbedaan tersebut adalah konsentrasi asam nukleat dari ketiga metode isolasi. Kisaran target konsentrasi cetakan DNA pada produk komersial yaitu dream Taq green PCR master mix 2X (Thermo Scientific) yang mampu teramplifikasi PCR berkisar 50 pg-1 µg. Konsentrasi dan berat DNA total dari ketiga metode dan keempat patogen masih berada pada kisaran target PCR. Konsentrasi asam nukleat yang diisolasi dengan metode konvensional mencapai nilai tertinggi daripada FTA-card dan kit komersial. Salah satu sebab tingginya konsentrasi pada metode konvensional yaitu penggunaan deterjen CTAB dan 2-mercaptoethanol dalam bufer ekstraksi. Sebagaimana disampaikan oleh Chen et al. (2010) penggunaan CTAB pada metode konvensional mampu menghasilkan konsentrasi asam nukleat paling tinggi dibandingkan dengan metode kit komersial. Penggunaan 2-mercaptoethanol dan CTAB mampu mengeluarkan senyawa polisakarida dan fenol sedangkan NaCl mampu mengeluarkan senyawa polifenol selama isolasi asam nukleat (Paterson et al. 1993; Maltas et al. 2011; Moreira & Oliveira 2011). Menurut Tan dan Yiap (2009), penggunaan metode konvensional adalah metode orisinil yang dikembangkan melalui tahap-tahap optimum dan lengkap dalam pemisahan dan isolasi asam nukleat yang belum mempertimbangkan aspek kepraktisan. Rendahnya konsentrasi DNA pada metode kit komersial disebabkan adanya enzim RNase yang ditambahkan untuk mengeliminasi RNA sehingga terbebas dari RNA. Metode isolasi asam nukleat standar dari FTA-card menunjukkan konsentrasi asam nukleat yang rendah. Hal ini kemungkinan ada kontaminasi dengan bahan kimia yang terdapat dalam membran kertas FTA. Burgoyne (1996) menyatakan bahwa kertas FTA mengandung agen chaotropic seperti GuSCN (guanidine isothiocyanate) berfungsi melisis dinding sel atau lemak.
38
Rasio kemurnian DNA yang diukur dengan alat nanodrop adalah rasio nilai absorbansi DNA A260 dengan nilai absorbansi protein (kontaminan) A280. Menurut Sambrook et al. (1989) hasil isolasi DNA yang murni didapat dengan kisaran nilai 1.8-2.0. Kemurnian DNA di atas 2 kemungkinan terkontaminasi dengan RNA dan di bawah 1.8 terkontaminasi protein dan larutan fenol (Neil et al. 2011). Kemurnian asam nukleat yang diisolasi dari FTA-card dengan metode standar selalu di bawah nilai 1.8, sedangkan metode kit cenderung lebih tinggi dari 2.0. Isolasi asam nukleat dengan metode kit menggunakan bahan-bahan tertentu dan kolom yang dapat menghasilkan asam nukleat dengan tingkat kemurnian yang tinggi (Capote et al. 2012). Tingkat rasio kemurnian DNA yang relatif baik diperoleh pada metode konvensional yang menunjukkan kecenderungan mendekati nilai kemurnian ideal 1.8-2.0, seperti yang dilaporkan Fitzgerald dan Burden (2014). Berat asam nukleat total dari hasil isolasi ketiga metode dan keempat patogen tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Keberhasilan PCR untuk deteksi patogen tumbuhan salah satunya ditentukan kualitas dan kuantitas cetakan DNA hasil isolasi dan komponen-komponen PCR lainnya termasuk konsentrasi primer. Keberhasilan pengujian PCR tidak harus memiliki kemurnian DNA yang tinggi tetapi dapat dipengaruhi terhadap EDTA, deterjen, fenol, NaCl, sodium dodecyl sulphate dan Triton X-100 (Sambrook et al. 1989; Kreader 1996). Nilai konsentrasi dan kemurnian tiap metode isolasi DNA patogen berbeda-beda, hal ini juga dilaporkan oleh Sharma et al. (2013) bahwa perbedaan metode isolasi DNA pada patogen tanaman memberikan hasil yang berbeda terhadap konsentrasi dan kemurnian DNA. Konsentrasi primer optimum untuk uji PCR terhadap DNA dari tiap metode isolasi berbeda, hal ini disebabkan kualitas pita DNA untuk menentukan primer optimum dipengaruhi oleh konsentrasi primer itu sendiri selain konsentrasi cetakan DNA. Spesifisitas dan kualitas PCR tergantung pada konsentrasi primer optimal yaitu 0.1-2.0 µM (Hoelzel & Green 1992; Loffert et al. 1999). Duplex PCR menggunakan primer kontrol internal untuk memastikan proses pengujian PCR sudah benar, tidak ada terjadi kesalahan teknis preparasi/ pengerjaan premix PCR. Kontrol internal dengan menggunakan primer Rubisco L dilaporkan dapat teramplifikasi dengan multiplex PCR bersama Cassava Mosaic Begomoviruses (CMBs) pada singkong (Rajabu et al. 2013). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk isolasi asam nukleat yang paling murah diperoleh pada metode konvensional sekitar Rp 5.000.- kemudian metode FTA-card Rp 15.000.- dan metode kit Rp 50.000.- tiap kali contoh pengujian. Sebagaimana disampaikan oleh Setiyawati (2012) bahwa biaya isolasi asam nukleat dengan metode konvensional lebih murah dibanding dengan metode kit komersial.
39
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Asam nukleat yang diisolasi dari kit, FTA-card dengan metode standar maupun modifikasi dan metode konvensional sebelum dioptimasi dapat teramplifikasi dengan PCR, kecuali untuk CVPD yang tidak teramplifikasi dengan baik. 2. Kualitas pita DNA sebelum dioptimasi PCR berbeda dari tiap metode isolasi asam nukleat dan patogen, namun menunjukkan hampir sama dari tiap metode isolasi asam nukleat setelah optimasi. 3. Tingkat konsentrasi dan kemurnian DNA/RNA dari ketiga metode isolasi menunjukkan bahwa metode konvensional lebih tinggi dan lebih murni dibandingkan asam nukleat yang diisolasi dari kit dan FTA-card. 4. Optimasi PCR untuk cetakan DNA dan konsentrasi primer dapat memberikan hasil terbaik serta penambahan volume amplikon pada saat elektroforesis untuk meningkatkan kualitas pita. Konsentrasi optimal primer C. acutatum dari buah dan biakan murni yang diisolasi dengan kit, FTA-card standar/modifikasi dan konvensional secara berurutan yaitu 1 µM, 0.8/0.8 µM dan 0.8 µM; P. sorghi yaitu: 0.8, 0.4/0.6, 0.4 µM; Ca. L. asiaticus yaitu: 0.8, 1/1, 1 µM dan BCMV yaitu: 1, 1/0.8, 0.8 µM. Saran 1. Perlu dilakukan optimasi terhadap konsentrasi MgCl2 dan dNTP untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. 2. Oleh karena kemudahan isolasi asam nukleat dari FTA-card, maka sangat disarankan penggunaan FTA-card ini oleh peneliti maupun praktisi baik dari lembaga pemerintah maupun swasta.
40
DAFTAR PUSTAKA Abalaka M, Henri LI. 2011. Polymerase chain reaction (PCR) the advent, usefulness and efficiency in recombinant DNA technology. Journal of Biology Sciences and Bioconservation. 3:16-25. Abd-Elsalam KA, Ibrahim NA, Abdel-Satar MA, Khalil MS, Verreet JA. 2003. PCR identification of Fusarium genus based on nuclear ribosomal-DNA sequence data. African Journal of Biotechnology. 2(4):82-85. Adiputra J, Hidayat SH, Damayanti TA. 2012. Evaluasi tiga metode preparasi RNA total untuk deteksi Turnip mosaic potyvirus dari benih Brassica rappa dengan reverse transcription-polymerase chain reaction. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 8(2):44-49. Adl SM, Simpson AGB, Lane CE, Lukes J, Bass D, Bowser SS, Brown M, Burki F, Dunthorn M, Hampl V, et al. 2012. The revised classification of eukaryotes. Journal of Eukaryotes Microbiology. 59(5):429–493. DOI:10.1111/j.1550-7408.2012.00644.x. Agrios GN. 2005. Plant pathology. Fifth edition. Academic Pr. (US). 922 hlm. Ahlquist P, Amine O. Noueiry AO, Wai-Ming L, Kushner DB, Dye BT. 2003. Mini review. Host factors in positive-strand RNA virus genome replication. Journal of Virology. 77(15):8181-8186. DOI: 10.1128/JVI.77.15.8181–818 6.2003. Aidawati N. 2005. Keanekaragaman Begomovirus pada tomat dan serangga vektornya, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), serta pengujian ketahanan genotip tomat terhadap strain Begomovirus [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Alabi OJ, Ogbe FO, Bandyopadhyay R. Kumar PL, Dixon AGO, Hughes JA, Naidu RA. 2008a. Alternate hosts of African cassava mosaic virus and East african cassava mosaic cameroon virus in Nigeria. Archives of Virology. 153(9):1743-1747. DOI:10.1007/s00705-008-0169-8. Alabi OJ, Kumar PL, Naidu RA. 2008b. Multiplex PCR for the detection of African cassava mosaic virus and East african cassava mosaic cameroon virus in cassava. Journal of Virology Methods. 154(1-2):111-120. DOI: 10.1016/j.jviromet.2008.08.008. Anand A, Madhavan H, Neelam V, Lily T. 2001. Use of polymerase chain reaction in the diagnosis of fungal endophthalmitis. Ophthalmology. 108(2):326-330. DOI:http://dx.doi.org/10.1016/S0161-6420(00)00517-0. Andrade E, Uesugi C, Ueno B, Ferreira M. 2007. Morphocultural and molecular characterization of Colletotrichum gloeosporioides isolates pathogenic to papaya. Fitopatology Bras. 32(1):21-31. DOI:http://dx.doi.org/10.1590/ S01 00-41582007000100003. Anggraini S, Hidayat SH. 2014. Sensitivitas metode serologi dan polymerase chain reaction untuk mendeteksi Bean common mosaic virus pada kacang panjang. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10(1):17-22. DOI:10.14692/jfi.10. 1. 17.
41
Baltimore D. 1970. RNA-dependent DNA polymerase in virions of RNA tumour viruses. Di dalam: Garwin L, Lincoln T, editor. Century of nature. London (UK): Chicago Pr Ltd. 360 hlm. [BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007. Pedoman surveilensi organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Jakarta (ID): BKP. [BKP] Badan Karantina Pertanian. 2012. Lampiran pedoman tatacara pelaporan organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPT/OPTK). Jakarta. (ID): BKP. Borman AM, Linton CJ, Miles SJ, Campbell CK, Johnson EM. 2006. Ultra-rapid preparation of total genomic DNA from isolates of yeast and mould using Whatman FTA filter paper technology a reusable DNA archiving system. Medical Mycology. 44(5):389-398. DOI:10.1080/13693780600564613. Brown AE, Sreenivasaprasad S, Timmer LW. 1996. Molecular characterization of slow-growing orange and key lime anthracnose strains of colletotrichum from citrus as C. acutatum. Molecular Plant Pathology. 86(5):523-527. Burgoyne L. 1996. Inventor; flinders technologies Pty., Australia, assignee. solid medium and method for DNA storage. US patent 5,496,562. Burhanuddin. 2010. Proses sporulasi Peronosclerospora philippinensis pada tanaman jagung. In Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komda Sul-Sel; Makassar, Indonesia: Bidang publikasi dan seminar ilmiah BALITSEREAL Maros. hlm 366-369. Burhanuddin. 2011. Identification of fungal pathogen the causal agent of maize downy mildew in East Java and Madura Island. Suara Perlindungan Tanaman. (1):21-26. Bustin SA, Nolan T. 2004a. Template handling, preparation and qualification. Di dalam: Bustin SA, editor. The realtime PCR encyclopedia A-Z of quantitative PCR. La Jolla (CA): Published by International University Line. hlm 87-120. Bustin SA, Nolan T. 2004b. Pitfalls of quantitative real-time reverse-transcription polymerase chain reaction. Journal of Biomolecular Techniques. 15(3):155166. [CABI] Centre for Agriculture and Biosciences International. 2005. Crop protection compendium. (Serial Online). CAB International. [CABI] Centre in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop protection compendium [CD-ROM]. London (UK): CABI Publish. Capote N, Pastrana AM, Aguado A, Torres PS. 2012. Molecular tools for detection of plant pathogenic fungi and fungicide resistance. Di dalam: Cumagun CJ, editor. Plant pathology. InTech Europe. hlm 151-202. Carter JB, Suanders VA. 2007. Virology principle and applications. England (UK): John Wiley & Sons. 358 hlm. Chan CX. Teo SS, Ho CL, Othman RY, Phang SM. 2004. Optimisation of RNA extraction from Gracilaria changii (Gracilariales, Rhodophyta). Journal of Applied Phycology. 16(4):297-301. DOI:10.1023/B:JAPH.0000047782.20 94 0.de. Chen H, Rangasamy M, Tan SY, Wang H, Siegfried BD. 2010. Evaluation of five methods for total DNA extraction from western corn root worm beetles. PLoS ONE. 5(8):e11963. DOI:10.1371/journal.pone.0011963.
42
Chiunga E. 2013. Viruses occuring in potatoes (Solanum tuberosum) in Mbeya Region, Tanzania [tesis]. Helsinki: University of Helsinki. [CIMMYT] The International Maize and Wheat Improvement Center. 2004. Protokol untuk karakterisasi jagung secara genotipik menggunakan marka SSR serta analisis data. Metro Manila (PH): CIMMYT. Corkill G, Rapley R. 2008. The manipulation of nucleic acids: basic tools and techniques. Di dalam: Walker JM, Rapley R, editor. Molecular biomethods handbook. Second edition. NJ (US): Humana Pr. hlm 29. Dale JW, Schantz MV. 2002. From gene to genomes:concepts and applications of DNA technology. London (UK): John Wiley & Sons, Inc. 360 hlm. Damayanti TA, Gede S, Nurdianto, Rustiani US, Mugiono. 2005. Kajian sifat biologi-ekologi dan molekuler Banana Streak Virus isolat Indonesia (BSVIn) virus baru pada tanaman di Indonesia [laporan penelitian]. IPB. Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati Journal of Bioscience. 16(2):78-82. Dams EL, Hendriks Y, Van de Peer JM, Neefs G, Smits I, Vandenbempt R, De Wachter. 1988. Compilation of small ribosomal subunit RNA sequences. Nucleic Acids Research.16 (Sup): r87-r173. da Graca JV. 1991. Citrus greening disease. Annual Review of Phytopathology. 29:109–136. DOI:10.1146/annurev.py.29.090191.000545. Dentinger BTM, Margaritescu S, Moncalvo JM. 2010. Rapid and reliable highthroughput methods of DNA extraction for use in barcoding and molecular systematics of mushrooms. Molecular Ecology Resources. 10:628-633. DOI:10.1111/j.1755-0998.2009.02825.x Diphayana W. 2009. Karantina tumbuhan di Indonesia: arti penting, perkembangan, peraturan dan persyaratan impor ekspor dan antar area. Jakarta (ID). Sumber Makmur. 268 hlm. Dijkstra J, De Jager CP. 1998. Practical plant virology: protocol and exercise. Boston (US): Springer. 459 hlm Doan HK, Zhang S, Davis RM. 2014. Development and evaluation of amplifyRP acceler 8 diagnostic assay for the detection of Fusarium oxysporum f. sp. vasinfectum race 4 in Cotton. Plant Health Research. 15(1):48-52. DOI:10.1094/ PHP-RS-13-0115. Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12:1315. Doyle K. 1996. The source of discovery: protocols and applications guide. Lincoln (UK): Promega. 404 hlm. Ebbels DL. 2003. Principle of plant health and quarantine. London (UK): CABI publishing. 302 hlm. Ellis SD, Boehm MJ, Mitchell TK. 2008. Fungal and fungal-like diseases of plants. Fact sheet Agriculture and Natural Resources. Department of Plant Pathology. The Ohio State of University. [internet]. (diunduh 2014 September 6). Terdapat pada http://ohioline.osu.edu/hyg-fact/3000/pdf/ PP40107.pdf. Embong Z, Hitam WHW, Yean CY, Rashid NHA, Kamarudin B, Abidin SKZ, Osman S, Zainuddin ZF, Ravichandran M. 2008. Specific detection of
43
fungal pathogens by 18S rRNA gene PCR in microbial keratitis. Biology Medicine Central Ophthalmology. 8:7. DOI:10.1186/1471-2415-8-7. Fitzgerald FK, Burden DW. 2014. Evaluation of the synergy rapid plant DNA isolation Chemistry. Random Primers. 13:1-7. [internet]. (diunduh 2015 Oktober 20). Tersedia pada http://www.opsdiagnostics.com/applications/ samplehomogenization/OPSD_Synergy_Comparison_Chemistry.pdf. Fleige S, Pfaffi MV. 2006. RNA integrity and the effect on the real time qRTPCR performance. Molecular Aspect Medicine. 27:126-139. Garnier M, Daniels N, Bove JM. 1984. The greening organism is a gram negative bacteria. IOCV9th conference. hlm 115-124. Garnier M, Jagoueix-Eveillard S, Cronje P, Le Roux H, Bové JM. 2000. Genomic characterisation of a Candidatus Liberibacter present in an ornamental rutaceous tree, Calodendrum capense, in the Western Cape province of South Africa. Proposal for “Candidatus Liberibacter africanus subsp. capensis”. International Journal of System Evolution Microbiology. 50:2119–2125. DOI:10.1099/00207713-50-6-2119. Gerard GF, Potter RJ, Smith MD, Rosenthal K, Dhariwal G, Lee J, Chatterjee DK. 2002. The role of template-primer in protection of reverse transcriptase from thermal inactivation. Nucleic Acids Research. 30(14):3118-3129. Greslebin AG, Hansen EM, Sutton W. 2007. Phytophthora austrocedrae sp. nov., a new species associated with Austrocedrus chilensis mortality in Patagonia (Argentina). The British Mycological Society. 111(3):308-316. DOI:10.10 16/j.mycres.2007.01.008. Hadiatmi, Tiur S, Silitonga, Rais SA, Budiarti SG. 2004. Evaluasi ketahanan plasma nutfah pada padi terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas, dan plasma nutfah jagung terhadap penyakit bulai. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman, Bogor, Indonesia. Bidang publikasi dan seminar hasil penelitian BB-Biogen. hlm 67-73. Harp TL, Pernezny K, Lewis IML, Miller SA, Kuhn PJ, Datnoff L. 2008. The etiology of recent pepper anthracnose outbreaks in Florida. Crop Protection. 27(10):1380-1384. DOI:10.1016/j.cropro.2008.05.006. Hidayat SH. 1999. Keragaman genetik virus-virus Gemini di Indonesia: kisaran inang dan karakter molekuler [laporan penelitian]. IPB. Hikmawati, Kuswinanti T, Melina, Pabendon MB. 2011. Keragaman genetik dan karakterisasi molekuler isolat-isolat penyebab bulai (Peronosclerospora spp.) pada tanaman jagung berbasis simple sequence repeat (SSR). Jurnal Fitomedika. 7(3):159-161 Hocquellet A, Toorawa P, Bové JM, Garnier M. 1999. Detection and identification of the two Candidatus Liberibacter species associated with citrus huanglongbing by PCR amplification of ribosomal protein genes of the β operon. Molecular Cellular Probes. 13(5):373-379. Hoelzel AR, Green A. 1992. Analysis of population-level variation by sequencing PCR-amplified DNA. Di dalam: Hoelzel AR, editor. Molecular genetic analysis of populations: a practical approach. Oxford (UK): IRL Pr. hlm 159-187. Hung TH, Wu ML, Su HJ. 1999. Development of a rapid method for the diagnosis of citrus greening disease using the polymerase chain reaction. Journal of Phytopathology. 147:599-604.
44
Innis MA, Gelfand DH, Sninky JJ. 1990. PCR protocols. California (US): Academic Pr. hlm 3-12. [ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses. 2006. 00.057.0.01.007. Bean common mosaic virus. Di dalam: Büchen-Osmond C, editor. ICTVdB - The universal virus database, version 4. Columbia University, New York (US): ICTVdB. Iserte JA, Stephan BI, Goni SE, Borio CS, Ghiringhelli PD, Lozano ME. 2013. Family-specific degenerate primer design: a tool to design consensus degenerated oligonucleotides. Biotechnology Research International. 9 hlm. DOI:http://dx.doi.org/10.1155/2013/383646. Jagoueix S, Bove´ JM, Garnier M. 1994. The phloem-limited bacterium of greening disease of citrus is a member of alpha subdivision of the proteobacteria. International Journal of System Bacteriology. 44:379-386. Jagoueix S, Bove JM, Garnier M. 1996. PCR detection of the two Candidatus liberobacter species associated with greening disease of citrus. Molecular and Cellular Probes. 10:43-50. Kelly JM, Cox RA. 1982. The nucleotide sequence at the 3’-end of Neurospora crassa 18S rRNA and studies on the interaction with 5.8S rRNA. Nucleic Acids Research. 10(21):6733-6745. Kreader CA. 1996. Relief of amplification inhibition in PCR with bovine serum albumin or T4 gene 32 protein. Applied Environmental Microbiology. 62(3):1102-1106. Kwok S, Higuchi R. 1989. Avoiding false positives with PCR. Nature. 339:237238. DOI:10.1038/339237a0. Liu D. 2009. Handbook of nucleic acid purification. Boca Raton, London, New York:CRC Pr. 554 hlm. Li R, Mock R, Huang Q, Abad J, Hartung J, Kinard G. 2008. A reliable and inexpensive method of nucleic acid extraction for the PCR-based detection of diverse plant pathogen. Journal of Virology Methods. 154(2-3):55-58. DOI:10.1016/j.jviromet.2008.09.008. Loffert D, Karger S, Twieling G, Ulber V, Kang J. 1999. Optimization of multiplex PCR. Qiagen news. 2:5-8. [internet]. (diunduh 2015 Des 14). Tersedia pada http://download.bioon.com/view/upload/201110/22223313_ 6772.pdf. Maltas E, Vural HC, Yildiz S. 2011. Extraction of genomic DNA from polysaccharide and fenolics-rich Ginkgo biloba. Journal of Medicinal Plants Research. 5(3):332-339. [internet]. (diunduh 2016 Januari 19). Tersedia pada http://www.academicjournals.org/article/article1380723939 _Maltas%20et%20al.pdf. Manzanilla-Lo´pez RH, Clark IM, Atkins SD, Hirsch PR, Kerry BR. 2009. Original article. Rapid and reliable DNA extraction and PCR finger printing methods to discriminate multiple biotypes of the nematophagous fungus Pochonia chlamydosporia isolated from plant rhizospheres. Letters in Applied Microbiology. 48(1):71-76. DOI:10.1111/j.1472-65X.2008.02489. Mbogori MN, Kimani M, Kuria A, Danson JW. 2006. Optimization of FTA technology for large scale plant DNA isolation for use in marker assisted selection. African Journal of Biotechnology. 5(9):693-696. [internet].
45
(diunduh 2014 Mei 28). Tersedia pada http://www.ajol.info/index.php/ajb/ article/viewFile/42773/26342. Pdf. McClure MC, McKay SD, Schnabel RD, Taylor JF. 2009. Assessment of DNA extracted from FTA® cards for use on the illumina iselect bead chip. BMC Research Notes. 2:107. DOI:10.1186/1756-0500-2-107. McMaugh T. 2007. Pedoman surveilensi organisme pengganggu tumbuhan di Asia dan Pasifik. Australian Centre for International Agricultural Research/ACIAR. Canberra (AU): Clarus Design Pty Ltd. 55 hlm. Meitayani NPS, Adiartayasa W, Wijaya IN. 2014. Deteksi penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD) dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) pada tanaman jeruk di Bali. E-Jurnal Agroekotek Tropika. 3(2):7079. Melinda. 2013. Keragaman, kisaran inang dan efisiensi penularan Bean common mosaic virus dengan kutu daun pada tanaman kacang panjang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Morales FJ, Bos L. 1988. Bean common mosaic virus. AAB descriptions of plant viruses No. 337. Association of Applied Biologists, Wellesbourne. [internet]. (diunduh pada 2015 Oktober 20). Tersedia pada http://www. dpvweb.net/dpv/showdpv.php?dpvno=337. Mordue JEM. 1979. Sclerotinia fructicola, S. fructigena, S. laxa. In: CMI descriptions of pathogenic fungi and bacteria No. 616, 617, 619. Wallingford (UK): CAB International. Moreira PA, Oliveira. 2011. Leaf age affect the quality of DNA extracted from Dimorphandra mollis (Fabaceae), a tropical tree species from the Cerrado region of Brazil. Genetics and Molecular Research. 10(1):353-358. DOI: 10.423/vol10-1gmr1030. Motkova P, Vytrasova J. 2011. Comparison of methods for isolating fungal DNA. Cech Journal of Food Science. 29:S76-S85. Muladno. 2002. Seputar teknologi rekayasa genetika. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda. Murray MG, Thompson WF. 1980. Rapid isolation of high molecular weight plant DNA. Nucleic Acids Research. 8(19):4321-4326. DOI:10.1093/nar/8.19. 4321. Nakashima K, Prommintara M, Ohtsu Y, Kano T, Imada J, Koizumi M. 1996. Detection of 16 S rDNA of Thai isolates of bacterium like organism associated with greening disease of citrus. JIRCAS Journal. 3:1-8. Narayanasamy P. 2011. Microbial plant pathogens-detection and disease diagnosis: bacterial and phytoplasmal pathogens vol. 2. Dordrecht Heidelberg London New York: Springer. 256 hlm. Nassuth A, Pollari E, Helmeczy K, Stewart S, Kofalvi SA. 2000. Improved RNA extraction and one tube RT-PCR assay for simultaneous detection of control plant RNA plus several viruses in plant extract. Journal of Virology Methods. 90(1):37-49. DOI:10.1016/S0166-0934(00)00211-1. Ndunguru J, Taylor NJ, Yadav J, Aly H, James P, Legg JP, Aveling T, Thompson G, Fauquet CM. 2005. Methodology application of FTA technology for sampling, recovery and molecular characterization of viral pathogens and virus-derived transgenes from plant tissues. Virology Journal. 2:45. DOI:10.1186/1743-422X-2-45.
46
Neil MO, McPartlin J, Arthure K, Riedel S, McMillan ND. 2011. Comparison of the TLDA with the nanodrop and the reference Qubit system. Journal of Physics: Conference Series. 307(1):6 hlm. DOI:10.1088/1742-6596/307 /1/012047. Paterson AH, Brubaker, Wendel JF. 1993. A rapid method for extraction of cotton (Gossypium spp.) genomic DNA suitable for RFLP or PCR analysis. Plant Molecular Biology Report. 11(2):122-127. DOI:10.1007/ BF026704 70. Pearson LC. 1995. The diversity and evolution of plants. Florida (US): CRC Pr. 648 hlm. [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian no. 51 tahun 2015. Lampiran jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Price JA, Simmons A, Bass J, Rush CM. 2014. Use of FTA technology to extract Wheat streak mosaic virus and Candidatus Liberibacter Solanacearum from single vectors. Southwestern Entomologist. 39(2):223-236. DOI:http: //dx.doi.org/10.3958/059.039.0203. Puchta H, Sanger HL. 1989. Sequence analysis of minute amounts of viroid RNA using the polymerase chain reaction (PCR). Archives of Virology. 106(3): 335-340. DOI:10.1007/BF01313962. Rai MK. 2007. Mycotechnology: present status and future prospects. New Delhi (IN): I.K. International Pub. House. hlm 5. Rajabu AC, Tairo F, Sseruwagi P, Rey ME, Ndunguru J. 2013. A single-tube duplex and multiplex PCR for simultaneous detection of four cassava mosaic begomovirus species in cassava plants. Journal of Virology Methods. 189(1):148-156. DOI:10.1016/j.jviromet.2012.10.007. Raj TS, Christopher DJ, Suji HA. 2014. Morphological, pathogenic and genetic variability in Colletotrichum capsici causing fruit rot of chilli in Tamil Nadu India. Journal of Academic. 13(17):1786-1790. DOI:10.5897/AJB2013. 13558. Ratnasingham S, Hebert PD. 2007. The Barcode of life data system. Molecular Ecology Notes. 7:355–364. DOI:10.1111/j.1471-8286.2006.01678. x. [RI] Presiden Republik Indonesia Undang-Undang No. 16 tahun 1992. Tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan. Jakarta (ID): RI. Robertson NL, French R, Gray SM. 1991. Use of group-spesific primer and the polymerase chain reaction for the detection and identification of luteoviruses. Journal of General Virology. 72:1473-1477. DOI:10.1099 /0022 -317-72-6-1473. Ruangwong O, Akarapisan A. 2006. Detection of Candidatus Liberibacter asiaticus causing citrus huanglongbing disease. Journal of Agricultural Technology. 2(1):111-120. Rustiani US, Sinaga MS, Hidayat SH, Wiyono S. 2015a. Ecological Characteristic of Peronosclerospora maydis in Java, Indonesia. International Journal of Science Basic and Applied Research. 19(1):159-167. Rustiani US, Endah AS, Nurjanah, Prasetiawan A, Nurmaida. 2015b. Deteksi bakteri penyebab CVPD pada jeruk menggunakan DNA asal tulang daun. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 11(3):79–84. DOI:10.14692/jfi.11.3.79.
47
Safeeulla KM.1976. Sorghum downy mildew of maize in Karnataka India. The Kasetsart Journal. 10(2):128-134. Sambrook J, Fritschi EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning: a laboratory manual. New York (US): Cold Spring Harbor Laboratory Pr. 418 hlm. Sarwono B. 1995. Jeruk dan kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 198 hlm. Semangun H. 1996. Ilmu penyakit tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. 754 hlm. Setiyawati S. 2012. Deteksi Chrysanthenum B carlavirus (CVB) dari stek krisan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sharma PD. 2004. Plant pathology. New Delhi (IN): Rastogi Publications. hlm 30. Sharma K, Bhattacharjee R, Sartie A, Kumar PL. 2013. An improved method of DNA extraction from plants for pathogen detection and genotyping by polymerase chain reaction. African Journal of Biotechnology. 12(15):18941901. DOI:10.5897/AJB12.2096. Shukla DD, Ward CW, Brunt AA. 1994. The potyviridae. London (UK): CAB International. 516 hlm. Siddappa NB, Avinash A,Venkatramanan M, Ranga U. 2007. Regeneration of commercial nucleic acid extraction columns without the risk of carry over contamination. BioTechniques. 42(2):186-192. DOI:10.2144/000112327. Singh RS. 1998. Plant diseases. New Delhi (IN): Oxford lbh Publishing Co. Pvt.ltd. 700 hlm. Suzuki S, Taketani H, Kusumoto KI, Kashiwagi Y, 2006. High-throughput genotyping of filamentous fungus Aspergillus oryzae based on colony direct polymerase chain reaction. Journal of Bioscience Bioengineering. 102(6):572-574. DOI:10.1263/jbb.102.572. Tan SC, Yiap BC. 2009. Review article DNA, RNA, and protein extraction: The past and the present. Journal of Biomedicine and Biotechnology. ID 574398. 10 hlm. DOI:10.1155 /2009/5 74398. Tan H, Huang H, Tie M , Ma J, Li H. 2013. Comparative analysis of six DNA extraction methods in cowpea (Vigna unguiculata L.Walp). Journal of Agricultural Science. 5(7):82-90. DOI:10.5539/jas.v5n7p82. Tenriulo A, Suryati E, Parenrengi A, Rosmiat. 2001. Ekstraksi DNA rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode fenol kloroform. Marina Chimica Acta. 2(2):6-10. Thermo Scientific. 2016. PCR troubleshooting guide. [internet]. (diunduh pada 2016 Februari 20). Tersedia pada http://www.thermoscientific.com/ content/ dam/tfs/ATG/BID/BID%20Documents/Product.pdf. Torres CC, Tapia TR, Quijano RA, Martin MR, Rojas HR, Higuera CI, Perez BD. 2011. A species-specific polymerase chain reaction assay for rapid and sensitive detection of Colletotrichum capsici. Molecular Biotechnology. 49(1):48-55. DOI:10.1007/s12033-011-9377-7. Ulfah NU. 2014. Optimasi deteksi penyakit huanglongbing pada tanaman jeruk menggunakan teknik polymerase chain reaction [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
48
van Pelt-Verkuil E, van Belkum A, Hays JP. 2008. Principles and technical aspects of PCR amplification. Springer Science Business Media B.V. hlm 35. DOI:10.1007/978-1-4020-6241-4. Villechanoux S, Garnier M, Renaud J, Bove JM. 1992. Detection of several strain of the bacterium-like organism of citrus greening disease by DNA probes. Current Microbiology. 24:89-95. Wakman W, Kontong MS. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian Pertanian. 19(2):38-42. Warburton ML, Hoisington D. 2001. Applications of molecular markers technique to the use of international germplasm collection. Di dalam: Henry RJ, editor. Plant genotyping: the DNA fingerprinting of plants. Wallingford (UK): CABI Publishing. hlm 89-93. Whatman. 2002. FTA® protocols: collect, transport, archive and access nucleic acids at room temperature. [internet]. (diunduh pada 2014 September 2). Tersedia pada www.laboplus.pl/images/.../fta/fta_protocols.pdf. Whitelaw-Weckert MA, Curtin SJ, Huang R, Steel CC, Blanchard CL, Roffy PE. 2007. Phylogenetic relationships and pathogenicity of Colletotrichum acutatum isolates from grape in subtropical Australia. Plant Pathology. 56(3):448-463. DOI:10.1111/j.1365-3059.2007.01569.x. White TJ, Bruns T, Lee S, Taylor JW. 1990. Amplification and direct sequencing of fungal ribosomal RNA genes for phylogenetics. Di dalam: Innis MA, Gelfand DH, Shinsky JJ, White TJ, editor. PCR protocols: a guide to methods and applications. Michigan University (US): Academic Pr. hlm 315-322. Wijaya IN. 2003. Diaphorina citri KUW (Homoptera: Psyllidae): Bioteknologi dan peranannya sebagai vektor penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration) pada tanaman jeruk siam [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zekri M, Obreza TA. 2002. Micronutrient deficiencies in citrus: iron, zink, and manganese. [internet]. (diunduh pada 2014 September 2). Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu.
LAMPIRAN Lampiran 1 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga contoh buah cabai dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer No Contoh* 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8
K1 K2 K3 Fs1-1 Fs1-2 Fs1-3 Fs2-1 Fs2-2 Fs2-3 Fs3-1 Fs3-2 Fs3-3 Fi1-1 Fi1-2 Fi1-3 Fi2-1 Fi2-2 Fi2-3 Fi3-1 Fi3-2 Fi3-3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1)
A260
A280
260/280
260/230
6.87 6.53 3.87 13.1 5.9 10.0 23.4 11.2 24.5 41.3 18.5 35.0 21.1 15.7 14.2 40.6 27.8 27.6 62.9 45.1 41.9 443.9 221.1 50.2
0.14 0.13 0.08 0.26 0.12 0.20 0.49 0.39 0.52 0.91 0.49 0.61 0.45 0.32 0.29 0.92 0.63 0.54 1.27 1.32 1.12 8.93 4.45 1.01
0.08 0.07 0.04 0.15 0.07 0.13 0.31 0.26 0.33 0.59 0.37 0.39 0.31 0.23 0.19 0.62 0.39 0.35 0.84 0.81 0.77 5.72 2.73 0.44
1.69 1.94 2.2 1.68 1.63 1.51 1.56 1.52 1.56 1.54 1.32 1.56 1.47 1.4 1.55 1.49 1.6 1.56 1.52 1.63 1.46 1.56 1.63 1.92
0.85 0.76 0.51 0.25 0.23 0.54 0.18 0.22 0.26 0.21 0.24 0.34 0.36 0.4 0.33 0.36 0.4 0.33 0.36 0.4 0.33 0.74 0.75 0.58
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
50
Lampiran 2 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga isolat dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer No Contoh* 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8
K1 K2 K3 Fs1-1 Fs1-2 Fs1-3 Fs2-1 Fs2-2 Fs2-3 Fs3-1 Fs3-2 Fs3-3 Fi1-1 Fi1-2 Fi1-3 Fi2-1 Fi2-2 Fi2-3 Fi3-1 Fi3-2 Fi3-3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1) 26.93 8.77 19.7 6.2 9.4 3.6 12.9 16.9 12.5 20.2 24.5 18.3 6.9 10.9 15.2 15.4 14.2 32.3 19.2 31.1 49.6 39.9 55.4 42.0
A260
A280
0.54 0.18 0.39 0.12 0.19 0.07 0.28 0.18 0.22 0.40 0.58 0.37 0.14 0.20 0.30 0.60 0.38 0.32 0.93 0.62 0.59 0.80 1.11 0.85
0.30 0.06 0.17 0.08 0.11 0.04 0.18 0.11 0.13 0.26 0.36 0.25 0.09 0.13 0.21 0.39 0.24 0.23 0.62 0.39 0.42 0.43 0.56 0.44
260/280 260/230 1.83 2.88 2.3 1.47 1.78 1.73 1.53 1.67 1.64 1.55 1.6 1.46 1.5 1.52 1.46 1.55 1.61 1.42 1.51 1.61 1.41 1.85 1.97 1.92
0.95 0.46 1.35 0.17 0.15 0.2 0.23 0.2 0.23 0.23 0.12 0.88 0.9 0.23 0.8 0.23 0.68 0.9 0.53 0.79 0.8 0.77 0.78 0.85
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
51
Lampiran 3 Konsentrasi asam nukleat P. sorghi diisolasi dari tiga contoh daun jagung dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer No 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8
Contoh* K1 K2 K3 Fs1-1 Fs1-2 Fs1-3 Fs2-1 Fs2-2 Fs2-3 Fs3-1 Fs3-2 Fs3-3 Fi1-1 Fi1-2 Fi1-3 Fi2-1 Fi2-2 Fi2-3 Fi3-1 Fi3-2 Fi3-3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1) 7.1 2.57 7.57 7.9 12.3 9.8 16.4 26.4 18.7 25.6 33.1 33.6 16.2 20.3 35.2 32.5 36.4 77.9 42.9 71.3 100.4 266.2 215.14 159.87
A260
A280
260/280
260/230
0.14 0.05 0.15 0.16 0.25 0.20 0.59 0.33 0.40 0.81 0.47 0.55 0.33 0.41 0.71 1.29 0.81 0.89 1.58 1.99 1.22 5.36 4.33 3.12
0.22 0.17 0.24 0.27 0.37 0.33 0.90 0.53 0.67 1.29 0.74 0.90 0.50 0.61 1.02 1.97 1.34 1.40 2.59 3.30 1.92 10.13 7.32 5.09
1.59 3.37 1.58 1.66 1.49 1.66 1.53 1.61 1.67 1.59 1.57 1.64 1.53 1.48 1.44 1.53 1.65 1.57 1.64 1.66 1.57 1.89 1.69 1.63
0.44 0.55 0.49 0.27 0.22 0.30 0.25 0.17 0.25 0.29 0.24 0.26 0.32 0.32 0.32 0.34 0.34 0.34 0.33 0.33 0.33 1.57 0.39 1.54
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
52
Lampiran 4 Konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus diisolasi dari tiga contoh daun jeruk dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer No 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8
Contoh* K1 K2 K3 Fs1-1 Fs1-2 Fs1-3 Fs2-1 Fs2-2 Fs2-3 Fs3-1 Fs3-2 Fs3-3 Fi1-1 Fi1-2 Fi1-3 Fi2-1 Fi2-2 Fi2-3 Fi3-1 Fi3-2 Fi3-3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1) 55.98 78.02 19.35 8.5 18.2 16.9 12.2 33.5 30.6 17.5 63.0 52.0 18.9 15.8 23.4 37.3 30.4 54.3 60.6 47.0 80.5 54.3 482.9 649.9
A260
A280
1.12 1.56 0.39 0.11 0.36 0.24 0.59 0.64 0.22 0.71 0.58 0.58 0.38 0.28 0.42 0.81 0.82 0.60 1.09 0.88 0.68 1.09 15.48 20.84
0.54 0.78 0.22 0.07 0.26 0.17 0.39 0.41 0.15 0.42 0.38 0.37 0.28 0.19 0.30 0.55 0.57 0.40 0.82 0.58 0.44 0.64 8.55 10.58
260/280 2.08 2.0 1.81 1.48 1.41 1.45 1.5 1.55 1.5 1.68 1.51 1.57 1.37 1.49 1.41 1.46 1.45 1.5 1.33 1.52 1.54 1.71 1.81 1.97
260/230 1.5 1.38 1.05 0.29 0.21 0.18 0.27 0.28 0.18 0.28 0.26 0.18 0.41 0.32 0.49 0.41 0.32 0.49 0.39 0.32 0.49 1.05 1.38 1.62
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
53
Lampiran 5 Konsetrasi asam nukleat BCMV diisolasi dari tiga contoh daun kacang panjang dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer No
Contoh*
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8
K1 K2 K3 Fs1-1 Fs1-2 Fs1-3 Fs2-1 Fs2-2 Fs2-3 Fs3-1 Fs3-2 Fs3-3 Fi1-1 Fi1-2 Fi1-3 Fi2-1 Fi2-2 Fi2-3 Fi3-1 Fi3-2 Fi3-3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1)
A260
A280
260/280
260/230
501.41 392.2 301.8 20.4 11.1 32.9 55.7 22.1 56.9 60.9 31.9 92.4 44.8 30.7 40.1 86.3 67.4 74.5 125.1 102.5 110.5 447.0 716.21 336.4
26.20 7.17 4.32 0.41 0.22 0.66 0.87 0.99 1.08 1.50 1.09 1.45 0.90 0.62 0.81 1.62 1.38 1.58 2.02 2.64 1.82 8.9 13.36 6.77
12.30 3.45 2.14 0.28 0.14 0.39 0.60 0.60 0.65 1.01 0.67 0.88 0.62 0.43 0.50 1.06 0.93 1.10 1.42 1.58 1.16 4.73 7.46 3.70
2.13 2.08 2.02 1.49 1.52 1.69 1.45 1.64 1.65 1.49 1.63 1.65 1.45 1.43 1.63 1.53 1.49 1.44 1.42 1.67 1.57 1.88 1.79 1.83
2.28 2.06 1.52 0.22 0.26 0.22 0.22 0.24 0.15 0.22 0.26 0.2 0.57 0.89 0.7 0.55 0.47 0.67 0.56 0.61 0.72 0.37 0.3 0.38
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
54
Lampiran 6 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga contoh buah cabai No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Metodea
K1 K2 K3 Fs1 Fs2 Fs3 Fi1 Fi2 Fi3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1)
Luas kertas FTA (mm2)
Suspensi DNA (µL)
6.87 10.45 3.87 13.10 5.90 10.00 22.10 15.70 14.20 443.96 221.06 50.25
329.0 312.0 415.0 329.0 312.0 415.0 -
75.0 75.0 75.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 75.0 75.0 75.0
Luas punch (mm2) 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 -
Berat DNA (µg)b 0.52 0.78 0.29 13.73 5.86 13.22 23.16 15.60 18.77 33.30 16.58 3.77
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
Lampiran 7 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga contoh isolat No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Metodea
K1 K2 K3 Fs1 Fs2 Fs3 Fi1 Fi2 Fi3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1)
Luas kertas FTA (mm2)
Suspensi DNA (µL)
Luas punch (mm2)
Berat DNA (µg)b
26.93 14.03 19.70 6.20 9.40 3.60 6.90 10.10 15.20 39.88 55.40 42.02
425.0 322.0 390.0 425.0 322.0 390.0 -
75.0 75.0 75.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 75.0 75.0 75.0
3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 -
2.02 1.05 1.48 8.39 9.64 4.47 9.34 10.36 18.88 2.99 4.15 3.15
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
55
Lampiran 8 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi P. sorghi pada tiga contoh daun jagung No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Metodea
K1 K2 K3 Fs1 Fs2 Fs3 Fi1 Fi2 Fi3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1)
Luas kertas FTA (mm2)
Suspensi DNA (µL)
Luas punch (mm2)
Berat DNA (µg)b
7.10 2.57 7.57 7.90 12.30 9.80 16.20 20.30 35.20 266.21 215.15 159.88
320.0 403.0 659.0 320.0 403.0 659.0 -
75.0 75.0 75.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 75.0 75.0 75.0
3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 -
0.53 0.19 0.57 8,06 15,77 20,57 16,52 26,03 73,89 19.97 16.14 11.99
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
Lampiran 9 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi Ca. L. asiaticus pada tiga contoh daun jeruk No
Metodea
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
K1 K2 K3 Fs1 Fs2 Fs3 Fi1 Fi2 Fi3 Ko1 Ko2 Ko3
Konsentrasi (ng µL-1) 55.98 78.03 19.35 5.30 18.20 11.90 18.90 13.80 20.80 54.28 482.93 649.88
Luas kertas FTA (mm2)
Suspensi DNA (µL)
395.0 322.0 370.0 395.0 322.0 370.0 -
75.0 75.0 75.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 75.0 75.0 75.0
Luas punch (mm2) 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 -
Berat DNA (µg)b 4.20 5.85 1.45 6.67 18.66 14.02 23.78 14.15 24.51 4.07 36.22 48.74
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
56
Lampiran 10 Berat RNA total untuk ketiga metode isolasi BCMV pada tiga contoh daun kacang panjang No
Metodea
Konsentrasi (ng µL-1)
Luas kertas FTA (mm2)
Suspensi RNA (µL)
Luas punch (mm2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
K1 K2 K3 Fs1 Fs2 Fs3 Fi1 Fi2 Fi3 Ko1 Ko2 Ko3
501.41 392.20 301.80 20.40 11.10 32.90 44.80 30.70 40.10 447.01 716.21 336.44
445.0 408.0 315.0 445.0 408.0 315.0 -
75.0 75.0 75.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 75.0 75.0 75.0
3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 -
Berat RNA (µg)b 37.61 29.42 22.64 28,90 14,42 33,01 63,46 39,89 40,23 33.53 53.72 25.23
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
57
Lampiran 11 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada buah terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 116182 78038 194221
Kuadrat Tengah 38727 9755
F-Hitung
P-Value
3,97*
<0.053
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada biakan murni terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 27967.7 277.1 3073.8
Kuadrat Tengah 932.2 34,6
F-Hitung
P-Value
26,92*
<0.000
Keterangan * = nyata pada taraf 5%
Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat P. sorghi terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 91017 5881 96898
Kuadrat Tengah 30339 735
F-Hitung
P-Value
41.27*
<0.000
Keterangan * = nyata pada taraf 5%
Lampiran 14 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 308684 190655 499339
Kuadrat Tengah 102895 23832
F-Hitung
P-Value
4.32*
<0.044
Keterangan * = nyata pada taraf 5%
Lampiran 15 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat BCMV terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 542997 163219 706216
Keterangan * = nyata pada taraf 5%
Kuadrat Tengah 180999 20402
F-Hitung 8,87*
P-Value <0.006
58
Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada buah terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 656.1 506.1 1162.2
Kuadrat Tengah 218.7 63.3
F-Hitung 3.46*
P-Value <0.071
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada biakan murni terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Jumlah Kuadrat Metode 3 226.68 Galat 8 70.70 Total 11 297.38 Keterangan * = nyata pada taraf 5%
Kuadrat Tengah 75.56 8.84
F-Hitung
P-Value
8.55*
<0.007
Lampiran 18 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat P. sorghi terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 2266 2002 4268
Kuadrat Tengah 755 250
F-Hitung
P-Value
3.02*
<0.094
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat Ca. L. asiaticus terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman
db
Metode Galat Total
3 8 11
Jumlah Kuadrat 1091 1212 2303
Kuadrat Tengah 364 151
F-Hitung
P-Value
2.40*
<0.143
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat BCMV terhadap ketiga metode isolasi Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value Kuadrat Tengah Metode 3 867 289 2.11* <0.178 Galat 8 1097 137 Total 11 1964 Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
59
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 10 Januari 1979 sebagai anak kesembilan dari sembilan bersaudara dari pasangan Nazir St. Sinaro (alm) dan Yuslinar. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU Negeri 2 Lhokseumawe, Aceh Utara tahun 1998 dan melanjutkan Pendidikan Sarjana Pertanian ditempuh di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang melalui jalur UMPTN dan lulus pada tahun 2004. Selama dua tahun penulis bekerja sebagai tenaga relawan dan konsultan di Lembaga Swadaya Masyarakat yaitu Himpunan Petani Minang Peduli Lingkungan (HPMPL), Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA) dan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Kota Padang. Pada tahun 2006-2008 penulis bekerja di perusahaan konsultan pertanian di Jakarta Selatan. Penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian tahun 2008 sampai sekarang dan bekerja sebagai Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) Ahli Pertama di Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian. Pada tahun 2013 penulis menerima beasiswa pendidikan pascasarjana (S2) Program Studi Fitopatologi pada Program Pascasarjana IPB dari Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian.