EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR GEDUNG TANOTO FORESTRY INFORMATION CENTER IPB TERHADAP FAKTOR GEMPA DAN ASESMEN TERHADAP GREEN BUILDING
SAHAT MAHARIS P GULTOM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Tanoto Forestry Information Center IPB terhadap Faktor Gempa dan Asesmen terhadap Green Building adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2017 Sahat Maharis P Gultom F451124021
RINGKASAN SAHAT MAHARIS PARSAULIAN GULTOM. Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Tanoto Forestry Information Center IPB terhadap Faktor Gempa dan Asesmen terhadap Green Building. Dibimbing oleh ERIZAL dan YUDI CHADIRIN. Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa seperti yang tertulis dalam SNI 03-1726-2012.Oleh karena itu, bangunan-bangunan yang berada pada wilayah dengan tingkat gempa tinggi harus memiliki perencanaan struktur beton yang baik, untuk menghindari kerusakan saat terjadinya gempa. Gedung Tanoto Forestry Information Center adalah salah satu bangunan baru yang dibangun di kawasan IPB yang termasuk kedalam wilayah gempa 4 yang harusnya sudah memiliki struktur yang kuat dan sudah menerapkan aspek green building. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketahanan struktur gedung Tanoto Forestry Information Center terhadap faktor gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010 serta mengkaji penerapan aspek green building dari bangunan Tanoto Forestry Information Center IPB berdasarkan penilaian GREENSHIP dari GBCI. Pemodelan struktur gedung menggunakan SAP 2000. Analisa pembebanan yang diberikan yaitu dengan metode spektrum respons ragam. Struktur yang dianalisis adalah struktur atas gedung berupa balok, kolom dan pelat. Struktur yang dievaluasi berupa jumlah tulangan yang dibandingkan dengan jumlah tulangan struktur yang terpasang di lapangan. Metode kajian green building dilakukan dengan metode penilaian aspek green building yang mengacu pada GREENSHIP GBCI dengan sistem rating untuk gedung terbangun versi 1.0. Hasil analisis dan evaluasi dengan adanya pengaruh gempa menunjukkan bahwa terdapat beberapa komponen struktur yang terpasang memiliki jumlah tulangan yang kurang dari jumlah tulangan hasil pemodelan, sehingga gedung Tanoto Forestry Information Center IPB belum aman terhadap beban gempa berdasarkan Peta Gempa 2010. Hasil asesmen terhadap enam aspek pada kriteria GBCI yaitu Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency and Conservation (EEC), Water Conservation (WAC), Material Resources and Cycle (MRC), Indoor Health and Comfort (IHC) dan Building Environment Management (BEM) yang mengacu pada GREENSHIP Existing Building Version 1.0, gedung “Tanoto Forestry Information Center” berhasil mendapatkan nilai 49 poin atau 41.88% dari maksimal 117 poin. Apabila seluruh prasyarat dari setiap aspek telah terpenuh, maka sesuai dengan peringkat GREENSHIP GBCI, gedung Tanoto Forestry Information Center mendapatkan peringkat minimum yaitu Bronze seperti yang telah ditetapkan oleh GBCI. Kata kunci: analisis struktur, green building, SAP 2000, GREENSHIP, gedung Tanoto Forestry Information Center
SUMMARY SAHAT MAHARIS PARSAULIAN GULTOM. Evaluation of Structural Strength related to Earthquakes Factor and Assessment of Green Building of Tanoto Forestry Information Center Building IPB. Supervised by ERIZAL and YUDI CHADIRIN. Indonesia is divided into six earthquake regions as written in SNI 031726-2012. Therefore, buildings that are in area with high seismic must have good structure planning, to avoid damage when earthquake occured. Tanoto Forestry Information Center Building is one of the new buildings, was built at the Bogor Agricultural University area and included into the earthquake zone 4, which should already have a strong structure. Furthermore, Tanoto building should already implementing aspects of green building. The purpose of this study was to evaluate the resistance of building structure of Tanoto Forestry Information Center building to the earthquake factor based on Indonesian Earthquake Hazard Map 2010 and to assess aspects of the green building of the Tanoto Forestry Information Center building. The assessment is conducted based on GREENSHIP existing Building version 1.0 from GBCI. Modelling of building structure was analyzed using SAP 2000. The loading analysis was using response spectrum analysis method of variance procedure (Response Spectrum Modal Analysis). The analyzed structure was the upper-structure building, which were beams, columns and slabs. The evaluated structure was in the form of evaluated reinforcement compared to the amount of installed reinforcement structure in the building. Green building assessment method performed by the assessment method that refers to GREENSHIP existing Building version 1.0 from GBCI. The results of the analysis and evaluation showed there were some structural components installed had the amount of reinforcement that was less than the amount of the modelling reinforcement, therefore Tanoto Building was not safe against earthquake based on Indonesian Earthquake Hazard Map 2010. The results of assessment of six aspects of GBCI critera namely Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency and Conservation (EEC), Water Conservation (WAC), Material Resources and Cycle (MRC), Indoor Health and Comfort (IHC) and Building Environment Management (BEM) managed to get the value of 49 points, or 41.88% of the maximum 117 points. Final assessment shows that the Tanoto Forestry Information Center building is categorized as Bronze level. Keywords : structure analysis, green building, SAP 2000, GREENSHIP, Tanoto Forestry Information Center building
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR GEDUNG TANOTO FORESTRY INFORMATION CENTER IPB TERHADAP FAKTOR GEMPA DAN ASESMEN TERHADAP GREEN BUILDING
SAHAT MAHARIS P GULTOM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Meiske Widyarti, MEng
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan berjudul Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Tanoto Forestry Information Center IPB terhadap Faktor Gempa dan Asesmen terhadap Green Building. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Bapak Dr Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr selaku pembimbing.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2013 dan rekan seperjuangan di Perwira 77 .Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017 Sahat Maharis Parsaulian Gultom
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Pemodelan struktur gedung Beban Vertikal Wilayah Gempa Kombinasi Pembebanan Analisa Struktur Green Building
3 3 4 7 7 10 12
3 METODE Waktu dan Tempat Bahan Alat Batasan Masalah
13 13 13 13 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan struktur gedung Tanoto Green Building
16 16 21
5 KESIMPULAN DAN SARAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
76
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Berat sendiri bahan bangunan Berat sendiri komponen gedung Beban hidup pada lantai gedung berdasarkan PPURG 1987 Beban hidup pada atap gedung berdasarkan PPURG 1987 Faktor keutamaan gempa, Ie Klasifikasi situs berdasarkan SNI 03-1726-2012 Beban mati pada struktur pelat lantai Beban mati pada struktur balok Beban hidup pada struktur pelat lantai Nilai parameter-parameter respon spektra untuk kondisi tanah sedang (D) Hasil analisis penulangan pelat lantai Perbandingan jumlah dan diameter tulangan lentur dan geser kolom Perbandingan jumlah tulangan lentur dan geser pada balok Hasil pengukuran ketersediaan fasilitas umum di Gedung Tanoto IPB Hasil perhitungan luasan area tapak Gedung Tanoto Data curah hujan rata-rata bulanan dari 2004-2014 Hasil perhitungan limpasan gedung Tanoto Perkiraan konsumsi arus listrik per bulan di gedung Tanoto Hasil perhitungan IKE listrik gedung Tanoto Perkiraan total konsumsi air di gedung Tanoto Gas pencemar untuk tempat kerja perkantoran Hasil pengukuran kualitas udara di gedung Tanoto IPB Hasil pengukuran tingkat kebisingan di gedung Tanoto
4 5 6 6 9 10 17 17 17 18 19 20 22 23 25 27 28 29 30 32 36 36 37
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Mekanisme pembebanan portal akibat pelat Mekanisme pembebanan portal akibat balok dan dinding Lokasi Gedung Tanoto Forestry Information Center Diagram alir pelaksanaan penelitian Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center pada SAP 2000 (tampak depan) Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center pada SAP 2000 (tampak samping) Peta gempa wilayah Bogor untuk T=1.0 detik Peta gempa wilayah Bogor untuk T=0.2 detik Grafik desain spektrum gempa gedung pada lokasi objek penelitian Pemeliharaan eksterior bangunan oleh pihak ketiga PT Gondola Adiperkasa Transportasi dalam kampus berupa bus dan mobil listrik Parkir khusus sepeda di gedung Tanoto Shelter sepeda di depan gedung Tanoto Luasan area tapak gedung Tanoto
3 3 13 14 16 16 17 17 19 22 23 24 24 25
15 16 17 18 19
Vegetasi yang didominasi pohon Shoreaselanica Bulan basah dan bulan kering Orientasi menuju bangunan tetangga menurut mata angin Tipe refrigerant gedung Tanoto SOP penggunaan gedung Tanoto tercantum larangan merokok dan stiker dilarang merokok
26 27 28 33 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Peta Gempa Indonesia 2010 Denah Tie Beam Lantai Dasar Denah balok lantai 2 Denah balok lantai 3 Denah balok lantai dak Denah kolom lantai 1 Denah kolom lantai 2 Denah kolom lantai 3 Contoh perhitungan penulangan pelat tipe S1 Contoh perhitungan penulangan lentur balok tipe B1 Contoh perhitungan tulangan geser balok B1 Contoh perhitungan tulangan geser kolom K1-2 Sebaran akses umum dari gedung Tanoto Contoh surat manajemen puncak mengenai pembelanjaan material ramah lingkungan Contoh surat pernyataan manajemen puncak mengenai pengelolaan sampah berdasarkan pemilahan Contoh SOP pemilahan sampah Contoh SOP pengelolaan limbah B3 GREENSHIP Existing Building Version 1.0
44 45 46 47 48 49 50 51 52 55 58 61 62 63 64 65 66 67
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia terletak diantara 3 lempeng tektonik besar yaitu IndoAustralia, Eurasia dan lempeng Pasifik, Indonesia berpotensi tinggi mendapatkan bencana alam yang sangat besar. Pergerakan yang aktif dari ketiga lempeng tersebut menyebabkan terjadinya tumbukan dan menghasilkan energi yang besar yang dapat menimbulkan gempa bumi. Gempa bumi menimbulkan banyak efek negatif bagi manusia seperti banyaknya korban jiwa dan menimbulkan kerusakan pada bangunan serta lingkungan. Menurut SNI 03-1726-2012, Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa.Wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan tingkat gempa paling rendah sedangkan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan tingkat gempa paling tinggi. Oleh karena itu, bangunan-bangunan yang berada pada wilayah dengan tingkat gempa tinggi harus memiliki perencanaan struktur beton yang baik, untuk menghindari kerusakan saat terjadinya gempa. Menurut SNI 03-2847-2002, perencanaan struktur beton bertulang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; “(1) Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik baku, (2) Analisis dengan komputer harus disertai dengan penjelasan mengenai prinsip cara kerja program, data masukan serta penjelasan mengenai data keluaran, (3) Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis dan (4) Analisis struktur harus dilakukan dengan mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsurnya”. Gedung Tanoto Forestry Information Center adalah salah satu bangunan baru yang dibangun dikawasan IPB yang berfungsi sebagai pusat informasi kehutanan. IPB merupakan kawasan yang termasuk ke dalam wilayah gempa 4. Sebagai bangunan yang berada pada wilayah gempa 4, gedung Tanoto Forestry Information Center harus sudah memiliki struktur bangunan yang kuat dalam menghadapi ancaman gempa bumi. Diharapkan dalam pembangunan gedung Tanoto Forestry Information Center sudah menerapkan aspek-aspek green building. Berdasarkan Green Building Council Indonesia (GBCI), sebagai lembaga resmi yang melakukan sertifikasi bangunan hijau di Indonesia, 6 aspek yang harus dimiliki oleh sebuah bangunan sehingga bangunan tersebut layak mendapatkan sertifikat green building dari GBCI adalah Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD), Efisiensi Energi dan Refrigeran (Energy Efficiency and Refrigerant/EER), Konservasi Air (Water Conservation/WAC), Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/MRC), Kualitas Udara dan Kenyamanan Udara (Indoor Health and Comfort/IHC), dan Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Enviroment Management/BEM). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketahanan struktur gedung Tanoto Forestry Information Center terhadap faktor gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010 serta mengkaji penerapan aspek green building dari
2
bangunan Tanoto Forestry Information Center IPB berdasarkan penilaian GREENSHIP dari GBCI. Manfaat Penelitian P'enelitian ini bermanfaat untuk mengetahui ketahanan struktur atas gedung Tanoto Forestry Information Center terhadap beban gempa 2010 dan peraturan-peraturan terbaru dengan menggunakan metode respon spektrum. Pada aspek green building, melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas pengguna, sesuai dengan salah satu kriteria kesehatan dan kenyamanan dalam ruang dan dapat dijadikan masukan dan saran untuk perbaikan sistem green building di gedung Tanoto. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap struktur dan analisis green building dari gedung Tanoto Forestry Information Center. Gedung Tanoto Forestry Information Center merupakan gedung baru yang dibangun dari tahun 2012 dan berlokasi di kampus IPB Darmaga. Gedung ini berfungsi sebagai pusat informasi kehutanan dalam menopang pembangunan kehutanan Indonesia. Struktur dianalisis menggunakan program SAP 2000 dan analisa beban gempa menggunakan analisa respon spektrum. Pengkajian aspek green building dilakukan dengan mengikuti standar yang tertulis pada GREENSHIP existing building versi 1.0 yang dikeluarkan oleh GBCI.
3
TINJAUAN PUSTAKA Pemodelan struktur gedung McCormac (2004) menyatakan bahwa terdapat dua jenis beban yang bekerja pada struktur yaitu beban statis dan dinamis. Beban statis merupakan beban yang terus menerus bekerja pada struktur. Beban ini terdiri atas beban mati dan beban hidup. Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tidak terduga pada struktur misalnya beban angin, beban gempa dan beban akibat ledakan. Ditinjau dari arah beban yang bekerja pada struktur, beban terdiri atas beban vertikal dan beban horizontal. Beban vertikal terdiri atas beban mati dan beban hidup, sedangkan beban horizontal terdiri atas beban angin dan beban gempa. Bebanbeban ini dapat bekerja serentak dan bekerja sendiri-sendiri. Beban yang bekerja serentak dapat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap struktur. Pada analisa portal yang terdiri dari balok dan kolom, lantai merupakan beban mati yang bekerja pada balok dan kolom tersebut. Seluruh beban yang ada akan didistribusikan ke balok dan kolom berdasarkan metode amplop yang diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Mekanisme pembebanan portal akibat pelat Berat sendiri balok dan berat dinding yang bekerja pada balok dianggap sebagai beban yang terdistribusi secara merata di sepanjang portal. Mekanisme pembebanannya seperti pada Gambar 2
Gambar 2 Mekanisme pembebanan portal akibat balok dan dinding
4
Beban Vertikal A. Beban mati Beban mati suatu elemen dihitung berdasarkan berat satuan material dan volume elemen tersebut. Beban mati pada struktur bangunan terdiri atas berat sendiri bahan bangunan dan berat komponen gedung. Berat sendiri pada bahan bangunan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan berat komponen gedung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Berat sendiri bahan bangunan No Material 1 Baja 2 Batu alam 3 Batu belah, batu bulat, batu gunung 4 Batu karang 5 Batu pecah 6 Besi tuang 7 Beton 8 Beton bertulang 9 Kayu 10 Kerikil, koral
Berat 7850 kg/m3 2600 kg/m3 1500 kg/m3 700 kg/m3 1450 kg/m3 7250 kg/m3 2200 kg/m3 2400 kg/m3 1000 kg/m3 1650 kg/m3
13 14 15
Pasangan bata merah 1700 kg/m3 Pasangan batu belah, batu bulat, 2200 kg/m3 batu gunung Pasangan batu cetak 2200 kg/m3 Pasangan batu karang 1450 kg/m3 Pasir 1600 kg/m3
16 17
Pasir Pasir kerikil, koral
1800 kg/m3 1850 kg/m3
18
Tanah, lempung dan lanau
1700 kg/m3
19 20
Tanah, lempung dan lanau Timah hitam (timbel)
2000 kg/m3 11400 kg/m3
11 12
Keterangan
Berat tumpuk Berat tumpuk
Kelas I Kering udara sampai lembab, tanpa diayak
Kering udara sampai lembab Jenuh air Kering udara sampai lembab Kering udara sampai lembab basah
B. Beban hidup Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak terpisahkan dari gedung (DPU 1987). Beban hidup pada lantai gedung berdasarkan PPURG 1987 dapat dilihat ada Tabel 3. Beban hidup pada atap yang dapat dibebani oleh orang harus diambil sebesar 100 kg/m2 bidang datar. Beban hidup pada atap gedung dapat dilihat pada Tabel 4.
5
Tabel 2 Berat sendiri komponen gedung No Material 1 Adukan, per cm tebal : dari semen dari kapur, semen merah/tras 2 Aspal, per cm tebal 3 Dinding pasangan bata merah : satu batu setengah batu 4 Dinding pasangan batako : berlubang : tebal dinding 20 cm (HB 20) tebal dinding 10 cm (HB 10) tanpa lubang : tebal dinding 15 cm tebal dinding 10 cm 5 Langit-langit dan dinding, terdiri : semen asbes (eternit), tebal maks. 4 mm kaca, tebal 3-5 mm
Berat
Keterangan
21 kg/m2 17 kg/m2 14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2
200 kg/m2 120 kg/m2 300 kg/m2 200 kg/m2 11 kg/m
2
10 kg/m2
6
Lantai kayu sederhana dengan balok 40 kg/m2 kayu
7
Penggantung langit langit (kayu)
7 kg/m2
8
Penutup atap genteng
50 kg/m2
9
Penutup atap sirap
40 kg/m2
10 11
Penutup atap seng gelombang (BJLS- 10 kg/m2 250) Penutup lantai ubin, /cm tebal 24 kg/m2
12
Semen asbes gelombang (5 mm)
Termasuk rusukrusuk, tanpa pengantung atau pengaku Tanpa langit-langit, bentang maks. 5 m, beban hidup maks. 200 kg/m2 Bentang maks. 5 m, jarak s.k.s. min 0.80 m Dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap Dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap Tanpa usuk Ubin semen Portland, teraso dan beton, tanpa adukan
11 kg/m2
Beban Gempa Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal tetapi sah satufaktor utamanya adalah benturan/gesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Lokasi gesekan ini disebut fault zone.
6
Tabel 3 Beban hidup pada lantai gedung berdasarkan PPURG 1987 No Penggunaan Berat Keterangan 2 1 Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m kecuali yang disebut no.2 2 - Lantai & tangga rumah tinggal 125 kg/m2 sederhana - Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel 3 - Sekolah, ruang kuliah 250 kg/m2 - Kantor - Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit 4 Ruang olahraga 400 kg/m2 5 Ruang dansa 500 kg/m2 6 Lantai dan balkon dalam dari 400 kg/m2 masjid, gereja, ruang ruang pertemuan pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap 7 Panggung penonton 500 kg/m2 tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri 2 8 Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m no.3 9 Tangga, bordes tangga dan gang Tangga, no. 4, 5, 6, 7 bordes tangga dan gang 10 Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7 11 - Pabrik, bengkel, gudang 400 kg/m2 minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku - Ruang alat dan mesin 12 Gedung parkir bertingkat : 800 kg/m2 - Lantai bawah 400 kg/m2 - Lantai tingkat lainnya 13 Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 minimum Tabel 4 Beban hidup pada atap gedung berdasarkan PPURG 1987 No Bagian Atap Berat Keterangan 1 Atap / bagiannya dapat 100 kg/m2 atap dak dicapai orang, termasuk kanopi 2 Atap / bagiannya tidak dapat (40-0,8.α) α = sudut atap, min. 20 dicapai orang (diambil min.) : kg/m2 kg/m2, - beban hujan 100 kg tak perlu ditinjau bila - beban terpusat α> 50o 3 Balok/gording tepi kantilever 200 kg
7
Kejutan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia, besar gaya tersebut bergantung pada banyak faktor yaitu: 1. Massa bangunan 2. Pendistribusian massa bangunan 3. Kekakuan struktur 4. Jenis tanah 5. Mekanisme redaman dari struktur 6. Perilaku dan besar alami getaran itu sendiri 7. Wilayah kegempaan 8. Periode getar alami Wilayah Gempa Berdasarkan SNI 03-1726-2012 wilayah gempa ditetapkan berdasarkan parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek 0.2 detik) dan S1(percepatan batuan dasar pada periode 1.0 detik). Hal ini dapat dilihat pada Gambar Peta Gempa Indonesia 2010 pada lampiran 1. Kombinasi Pembebanan 1. Kombinasi Pembebanan Berikut ini detail kombinasi untuk beban mati nominal, beban hidup nominal dan beban gempa nominal yang diinput pada SAP 2000 berdasarkan SNI 03-1726-2012 Pasal 7.4.2. Pembebanan gempa untuk KDS-D harus memenuhi SNI 03-1726-2012 pasal 7.5.3, untuk prosedur kombinasi ortogonal ditetapkan 100% gaya untuk satu arah ditambah 30% gaya untuk arah tegak lurus. 1) 1,4DL 2) 1,2DL + 1,6LL + 0,5Lr 3) 1,2DL + 1,6Lr + 1LL 4) 1,2DL + 1WL + 1LL + 0,5Lr 5) 0,9DL + 1WL 6) 1,2DL + 1,1LL + 0,3(ρQE + 0,2SDS.DL) + 1(ρQE + 0,2SDS .DL). a) = 1,2DL +1,1LL + 0,3(1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 1(1,3Ey + 0,2.0,578DL) = 1,2DL +1,1LL + 0.39Ex + 0,03468DL + 1,3Ey + 0,1156DL = 1,35028DL + 1,1LL + 0.39Ex + 1,3Ey b) = 1,2DL +1,1LL - 0,3 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) - 1(1,3Ey + 0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL - 0,39SX - 0,03468DL - 1,3SY- 0,1156DL = 1,04972DL + 1,1LL - 0,39Ex - 1,3Ey c) = 1,2DL +1,1LL + 0,3(1,3Ex + 0,2.0,578DL) - 1(1,3Ey + 0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL + 0,39Ex + 0,03468DL - 1,3Ey- 0,1156DL = 1,11908DL + 1,1LL + 0,39Ex- 1,3Ey d) = 1,2DL +1,1LL - 0,3 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 1(1,3.Ey + 0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL - 0,39Ex - 0,03468DL + 1,3Ey+ 0,1156DL = 1,28092DL + 1,1LL - 0,39Ex + 1,3Ey
8
7) 1,2DL + 1,1LL + 1(ρQE + 0,2SDS.DL ) + 0,3(ρQE + 0,2SDS.DL). a) = 1,2.DL +1,1LL + 1 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 0,3(1,3Ey+0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL + 1,3Ex + 0,1156DL + 0,39Ey+ 0,03468DL = 1,35028DL + 1,1LL + 1,3Ex + 0,39Ey b) = 1,2DL +1,1LL - 1(1,3Ex + 0,2.0,578DL) – 0,3(1,3Ey +0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL – 1,3Ex - 0,1156DL - 0,39Ey- 0,03468DL = 1,04972DL + 1,1LL – 1,3Ex - 0,39Ey c) = 1,2DL +1,1LL + 1 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) - 0,3(1,3Ey + 0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL + 1,3Ex + 0,1156DL - 0,39Ey- 0,03468DL = 1,28092DL + 1,1LL + 1,3Ex - 0,39Ey d) = 1,2.DL +1,1.LL - 1 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 0,3(1,3Ey+0,2.0,578DL) = 1,2DL + 1,1LL - 1,3Ex - 0,1156DL + 0,39Ey+ 0,03468DL = 1,11908DL + 1,1LL - 1,3Ex + 0,39Ey 8) 0,9DL + 0,3 (ρQE - 0,2SDS .DL ) + 1 (ρQE- 0,2SDS.DL). a) = 0,9DL + 0,3(1,3Ex - 0,2.0,578DL ) + 1(1,3Ey- 0,2.0,578DL). = 0,9DL + 0,39Ey – 0,03468DL+ 1,3Ey – 0,1156.DL = 0,74972DL + 0,39Ex+ 1,3Ey b) = 0,9DL - 0,3(1,3Ex - 0,2.0,578DL ) - 1(1,3Ey- 0,2.0578DL). = 0,9.DL - 0,39Ex + 0,03468DL - 1,3Ey + 0,1156DL = 1,05028DL - 0,39Ex - 1,3Ey c) = 0,9DL + 0,3(1,3Ex - 0,2.0,578DL ) - 1(1,3Ey- 0,2.0578DL). = 0,9.DL + 0,39Ex – 0,03468DL- 1,3Ey + 0,1156DL = 0,98092DL + 0,39Ex - 1,3Ey d) = 0,9DL - 0,3 (1,3Ex - 0,2.0,578DL ) + 1(1,3Ey- 0,2.0578DL). = 0,9DL - 0,39Ex + 0,03468DL + 1,3.Ey - 0,1156.DL = 0,81908DL - 0,39Ex+ 1,3Ey 9) 0,9 DL + 1 (ρQE - 0,2.SDSDL ) + 0,3(ρQE- 0,2SDS.DL). a) = 0,9DL + 1 (1,3Ex- 0,2.0,578DL) + 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL) = 0,9DL + 1,3Ex - 0,1156DL + 0,39Ey – 0,03468DL = 0,74972DL +1,3Ex + 0,39Ey b) = 0,9DL - 1 (1,3Ex- 0,2.0,578DL) - 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL) = 0,9DL - 1,3Ex + 0,1156DL - 0,39Ey + 0,03468DL = 1,05028DL - 1,3Ex - 0,39Ey c) = 0,9DL + 1 (1,3Ex- 0,2.0,578DL) - 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL) = 0,9DL + 1,3Ex – 0,1156DL - 0,39Ey + 0,03468DL = 0,81908DL + 1,3Ex – 0,39Ey d) = 0,9DL - 1 (1,3Ex - 0,2.0,578DL)+ 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL) = 0,9DL - 1,3Ex+ 0,1156DL + 0,39Ey- 0,03468DL = 0,98092DL - 1,3Ex+ 0,39Ey Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.4.2, pada kombinasi yang terdapat variabel beban gempa (E) harus didefinisikan sebagai E = Eh + Ev dan E = Eh Ev. Pengaruh beban gempa seismik Eh dan Ev harus ditentukan dengan rumus berikut, Eh = 𝜌. Q . E (1) Keterangan: Q = Pengaruh gaya seismik horizontal dari V atau Fp. P = Faktor redudansi, untuk desain seismik D sampai F nilainya 1,3.
9
Pengaruh beban seismik Ev harus ditentukan dengan rumus berikut ini, Ev = 0,2 . SDS. DL
(2)
Keterangan: Eh = Pengaruh beban seismik horizontal. Ev = Pengaruh beban seismik vertikal. Q = Pengaruh gaya seismik horizontal dari V atau Fp. Ρ = Faktor redudansi, untuk desain seismik D sampai F nilainya 1,3. SDS = Parameter percepatan s spektral pada perioda pendek, redaman 5. DL = Beban mati. LL = Beban hidup, dimana Lr = Beban hidup khusus pada atap RL = Beban hidup air hujan WL = Beban angin Gaya Geser Dasar Seismik Besarnya gaya geser dasar seismik (V), dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai SNI-1726-2012 dengan persamaan berikut: 𝑉 = 𝐶𝑠𝑊
(3)
Keterangan: Cs = koefisien respons seismik W = berat seismik efektif Koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai SNI-1726-2012 dengan persamaan: 𝐶 (4) Keterangan: SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode pendek R = faktor modifikasi respons Ie = faktor keutamaan gempa Faktor keutamaan gempa dibagi menjadi empat kategori. Pembagian nilai faktor keutamaan gempa pada keempat kategori dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Faktor keutamaan gempa, Ie Kategori Risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie I atau II 1,0 III 1,25 IV 1,50 Sumber: SNI 1726-2012.
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan Persamaan 3 tidak perlu melebihi berikut ini:
𝐶
( )
(5)
10
2. Penentuan kelas situs tanah Cara menentukan klasifikasi situs tanah, dengan cara melihat parameter karakteristik tanah melalui besaran nilai Vs (Kecepatan rata-rata gelombang geser), N (Tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata), Nch (Tahanan penetrasi standar rata-rata untuk lapisan tanah non-kohesif),dan Su (Kuat geser niralir ratarata) (Lihat tabel 1). Klasifikasi situs berdasarkan SNI 03-1726-2012 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Klasifikasi situs berdasarkan SNI 03-1726-2012 Kelas Situs Vs (m/s) N atau Nch Su SA (Batuan keras) >1500 N/A N/A SB (Batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A SC (Tanah keras, Sangat padat dan 350 sampai 750 > 50 > 100 batuan lunak) SD (Tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100 SE (Tanah Lunak) < 175 < 15 < 50 atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut : 1.Indeks Plastisitas, PI > 20 2.Kadar air, w > 40 % dan Kuat geser niralir, Su< 25 Kpa SF (Tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu yang membutuhkan atau lebih dari karakteristik berikut: investigasi geoteknik Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat spesifik dan analisis beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat respons spesifik-situs sensitif, tanah tersementasi lemah. yang mengikuti Pasal Lempung sangat organik dan atau gambut 6.9.1) (ketebalan H > 3 m). Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75 Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 Kpa. Catatan: N/A tidak dapat dipakai
Analisa Struktur Struktur Pelat Pelat lantai selain berfungsi sebagai struktur sekunder juga berfungsi sebagai diafragma yang membantu menyalurkan gaya-gaya lateral akibat gempa ke rangka struktur utama (Budiono dan Supriyatna 2011). Analisa pelat sama seperti analisis balok. Pembebanan disesuaikan dengan beban persatuan panjang dari lajur pelat sehingga gaya momen tipikal dengan sistem balok. Pemasangan tulangan lentur akan membentang dari kedua tumpuannya. Sedangkan pemasangan tulangan yang tegak lurus terhadap tulangan lentur diperuntukkan guna mencakup efek struktur beton. Beban-beban yang umum terjadi biasanya tidak menyebabkan pelat membutuhkan penulangan geser. Penulangan melintang atau tulangan sekunder (tulangan yang berarah tegak lurus terhadap arah lentur atau tegak lurus tulangan
11
utama) harus diberikan untuk menahan tegangan susut (shrinkage stress) dan tegangan-tegangan akibat perubahan temperatur (Fauzan dan Riswan 2002). Struktur Balok Balok merupakan komponen pemikul momen yang akan menyalurkan beban ke kolom. Balok dimodelkan sebagai frame yang memiliki joint yang kaku sehingga momen-momen maksimum terjadi di ujung balok. Struktur balok yang diberi beban lentur akan mengakibatkan terjadinya momen lentur pada balok tersebut, sehingga akan terjadi deformasi (regangan) lentur dalam balok tersebut. Regangan-regangan yang terjadi tersebut akan menimbulkan tegangan pada balok. Sifat utama beton yang kurang mampu menahan tarik, mengakibatkan perlunya penahan tegangan tarik pada beton dengan cara memasang baja tulangan pada daerah tarik sehingga terbentuk struktur beton bertulang yang dapat menahan lenturan. Apabila gaya geser yang bekerja sangat besar maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut. Jenis tulangan geser yang umum digunakan adalah sengkang vertikal (vertical stirrup), yang dapat berupa baja berdiameter kecil ataupun kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial penampang, dan sengkang miring. Sengkang miring dapat juga berasal dari tulangan longitudinal yang dibengkokkan. Struktur Kolom Perencanaan kolom harus memperhitungkan semua beban vertikal yang bekerja pada kolom. Pada suatu struktur, kolom menyalurkan beban yang berasal dari berat struktur sendiri, beban hidup, dan beban yang berasal dari gedung baik itu yang berada di atas pelat lantai maupun pada balok dan kolom ke kolom di bawahnya, kemudian ke pondasi sehingga beban total yang diterima oleh suatu kolom merupakan beban kumulatif dari beban kolom diatasnya. Pengaruh retak beton akibat beban gempa dapat diperhitungkan dengan mereduksi momen inersia penampang kolom sehingga momen inersia efektif yang digunakan hanya 75% dari momen inersia penampang utuh. SNI 03-2847-2002 menyatakan bahwa suatu kolom dapat dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. Kekuatan unsur-unsur harus didasarkan pada perhitungan yang memenuhi syarat keseimbangan dan kompatibilitas regangan. 2. Regangan di dalam beton dan baja tulangan dimisalkan berbanding lurus dengan jarak terhadap garis netral. 3. Regangan maksimum yang dapat dipakai pada serat tekan ekstrim beton adalah 0.003. 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dalam perhitungan. Tulangan geser suatu kolom yang ditentukan dalam SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut: 1. Untuk tulangan longitudinal yang lebih kecil dari D-32, maka diikat dengan sengkang paling sedikit dengan ukuran D-10. 2. Spasi vertikal sengkang harus 16 kali diameter tulangan longitudinal (Wulandari 2013).
12
Green Building Green building adalah bangunan ramah lingkungan yang dicapai baik dari tahap perencanaan, pembangunan maupun pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari (GBCI 2013). Sebuah bangunan ramah lingkungan harus menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien. Green building adalah konsep untuk bangunan berkelanjutan dan merupakan salah satu upaya untuk penghematan energi yang dapat diterapkan pada suatu gedung (Putri et al. 2012). Bangunan berkelanjutan mempunyai prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi kedepan, hal ini tentu sangat selaras dengan konsep green building yang salah satunya menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan. Sertifikasi bangunan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana bangunan tersebut telah menerapkan aspek-aspek green building. Pihak yang melakukan sertifikasi diantaranya adalah Amerika Serikat – LEED, Singapura - Green Mark, dan untuk di Indonesia adalah GBCI. Green Building Council Indonesia atau Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah asosiasi bangunan green building untuk Negara Indonesia. Salah satu program GBC Indonesia adalah menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP dengan sistem rating. Kategori GREENSHIP dibagi menjadi dua yaitu untuk kategori bangunan baru (new building) dan kategori bangunan terbangun (existing building). GBCI (2013) menjelaskan bahawa sistem rating GREENSHIP merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan seharihari. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu: 1. Appropriate site development/ASD (tepat guna lahan) 2. Energy efficiency and conservation/EEC (efisiensi dan konservasi energi) 3. Water conservation/WAC (konservasi air) 4. Material resources and cycle/MRC (sumber dan siklus material) 5. Indoor air health and comfort/IHC (kualitas udara dan kenyamanan ruangan) 6. Building and environment management/BEM (manajemen lingkungan bangunan) Peringkat pada GREENSHIP tahap final assessment terdiri dari: Platinum : Minimum persentase 73% dengan 86 poin Gold : Minimum persentase 57% dengan 67 poin Silver : Minimum persentase 46% dengan 54 poin Bronze : Minimum persentase 35% dengan 41 poin
13
3 METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data penelitian dilakukan dari bulan Juni 2014 dan penelitian dilaksanakan dari bulan Juli – September 2014 di gedung Tanoto Forestry Information Center, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. Peta lokasi gedung dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Lokasi Gedung Tanoto Forestry Information Center Bahan Bahan penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari perencana dan peraturan SNI. Data tersebut meliputi Gambar As Built Drawing, SK SNI 032847-2002 “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung”, SK SNI 03-1726-2012 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung “, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, Peta Gempa Indonesia 2010, Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer, Microsoft Office Excel, Program Structure Analysis Program 2000 (SAP 2000), Autocad 2010, Sound level meter, Termometer, Air sampler, GPS (Global Positioning System) dan perangkat analisis green building GBCI GREENSHIP rating tools untuk gedung terbangun versi 1.0. Batasan Masalah Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Struktur gedung dibagi atas dua bagian : Struktur atas berupa bangunan utama Struktur bawah berupa pondasi dan tiang pancang 2. Analisis dan perhitungan struktur dilakukan dalam tiga dimensi dengan menggunakan beban-beban sebagai berikut : Beban mati (dead load) Beban hidup (live load)
14
Beban gempa (earthquake load) 3. Gaya dalam dianalisis dengan menggunakan program komputer SAP 2000 4. Analisa beban gempa dilakukan dengan menggunakan analisa gempa respon spektrum 5. Dimensi struktur dan jenis penulangan disesuaikan dengan As Built Drawing. 6. Desain penulangan terfokus pada struktur balok, kolom, dan pelat 7. Hasil desain yang dibandingkan adalah banyaknya tulangan yang didesain tulangan yang dipakai di lapangan. 8. Perencanaan beban gempa memakai Peta Gempa Indonesia 2010 dengan berpedoman pada perencanaan gempa pada SK SNI 1726-2012. 9. Kajian aspek green building berdasarkan pada parameter-parameter GREENSHIP GBCI (Green Building Council Indonesia). Data dari Kontraktor
MULAI
Peraturan SNI
Pengumpulan data
Pemodelan struktur Pembuatan gempa
spektrum
Kajian green building
Analisa Pembebanan Beban hidup (liveload) Beban mati(deadload) Beban gempa (earthquakeload) Respon Spektrum Analisa Struktur
Evaluasi Struktur
Penyusunan laporan akhir
SELESAI
Gambar 4 Diagram alir pelaksanaan penelitian Keterangan Diagram Alir : 1. Pengumpulan data Pengumpulan data terdiri atas dua sumber yaitu data dari kontraktor perencana dan data dari peraturan. Data dari kontraktor perencana meliputi gambar As Built Drawing dan data kekuatan tanah untuk perencanaan daya dukung pondasi tiang pancang, sedangkan data dari peraturan berupa SK SNI
15
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
03-2847-2002, SK SNI 1726-2012, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 dan Peta Gempa Indonesia 2010. Pemodelan struktur Gambar As Built Drawing dimodelkan secara tiga dimensi dengan memakai aplikasi program SAP 2000. Pemodelan struktur dikondisikan dengan keadaan struktur sebenarnya. Pembuatan spektrum gempa Pembuatan spektrum gempa bertujuan untuk mencari besarnya koefisien dasar gempa (Sa) sebagai langkah awal dalam menganalisis beban gempa. Analisa pembebanan Pembebanan dianalisa dengan menggunakan aplikasi program SAP 2000 untuk menentukan gaya-gaya dalam struktur yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan tulang struktur. Beban yang dianalisa adalah beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Beban mati dan hidup dirujuk dari Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983. Analisis struktur Hasil dari pemodelan struktur SAP 2000 yang berupa gaya-gaya dalam dianalisis untuk merencanakan tulangan struktur pada balok, kolom dan pelat. Evaluasi struktur Hasil dari perhitungan struktur yang berupa jumlah tulangan dibandingkan dengan jumlah tulangan struktur yang terpasang di lapangan (kondisi eksisting), kemudian dievaluasi. Kajian green building Pengumpulan data-data teknis bangunan untuk bangunan yang sudah jadi dan termasuk ke dalam aspek-aspek green building GBCI. Penyusunan laporan akhir Penyusunan laporan akhir atau tesis yang berisi keseluruhan proses yang sudah dikerjakan dan desain gambar yang sudah dibuat.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan struktur gedung Tanoto Komponen struktur seperti balok, kolom, pelat lantai, pada gambar as built drawing dimodelkan dengan menggunakan software SAP 2000. Material yang digunakan diinput pada software yaitu beton dengan mutu K-300 untuk setiap komponen struktur. Tulangan beton menggunakan baja dengan mutu BJTD-39 untuk tulangan dengan diameter lebih besar dari D12, dan mutu BJTP-24 untuk tulangan dengan diameter lebih kecil dari D12. Hasil pemodelan berupa tiga dimensi yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Beban mati pada struktur pelat lantai dapat dilihat pada Tabel 7, beban mati pada struktur balok pada Tabel 8 dan beban hidup pada struktur lantai pada Tabel 8.
Gambar 5 Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center pada SAP 2000 (Tampak Depan)
Gambar 6 Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center pada SAP 2000 (Tampak Samping)
17
Tabel 7 Beban mati pada struktur pelat lantai Jenis Bahan Berat (kg/m2) Instalasi ME 25 Sanitasi dan Plumbing 30 Plafond dan penggantung 18 Spesi dan keramik 66 Total 139 Tabel 8 Beban mati pada struktur balok Jenis bahan Berat (kg/m2) Bata merah (tinggi 4.5m) 1125 Kaca (tebal 12 mm) 140.4 Tabel 9 Beban hidup pada struktur pelat lantai Jenis beban hidup Berat (kg/m2) Lantai sekolah, ruang 250 kuliah, kantor dan asrama Desain Spektrum Gempa Respon Spektrum adalah sebuah grafik hubungan nilai puncak respons struktur akibat eksitasi gempa sebagai fungsi dari periode natural sistem struktur. Spektrum gempa dibuat berdasarkan peta gempa Indonesia 2010. Pembuatan spektrum gempa disesuaikan dengan letak geografis dan kelas tanah bangunan.Berdasarkan SNI 03-1726-2012, terdapat dua jenis percepatan batuan dasar, yaitu percepatan dasar 1 detik (S1) dan percepatan batuan dasar 0.2 detik (Ss). Penentuan nilai masing-masing percepatan batuan dasar untuk wilayah Bogor dapat dilihat pada gambar peta zonasi dibawah ini.
Gambar 7 Peta gempa wilayah Bogor untuk T=1.0 detik
Gambar 8 Peta gempa wilayah Bogor untuk T=0.2 detik
18
Berdasarkan peta gempa wilayah dapat diketahui bahwa nilai S1 untuk wilayah kota Bogor berkisar 0.3 – 0.4 dan nilai Ss untuk wilayah Bogor berkisar 0.8 – 0.9 g. Penentuan nilai S1 dan Ss dapat juga diperoleh dengan mengakses website resmi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman (PUSKIM) milik Kementerian Pekerjaan Umum dengan memasukkan koordinat dari objek penelitian. Gedung Tanoto Forestry Information Center terletak pada koordinat 6°33‟21.2832„„LS dan 106°43‟52.6188 BT, sehingga dapat diketahui nilai percepatan batuan dasar di lokasi penelitian. Hasil analisa dari website PUSKIM diketahui bahwa wilayah objek penelitian masuk dalam kelas situs sedang (D), nilai percepatan batuan dasar 1 detik (S1) diperoleh sebesar 0.353 dan nilai percepatan batuan dasar 0.2 detik (Ss) diperoleh sebesar 0.867. Nilai S1 dan Ss dijadikan acuan untuk menentukan nilai faktor amplifikasi terkait spektra percepatan. Pada jenis tanah yang sama, semakin tinggi nilai S1 dan Ss, nilai faktor amplifikasi terkait spektra percepatan semakin kecil. Nilai S1 dijadikan acuan dalam menentukan nilai faktor amlifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv) dan nilai Ss dijadikan acuan untuk menentukan nilai faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek 0.2 detik (Fa). Dalam pembuatan grafik spektrum gempa dibutuhkan juga nilai parameter-parameter lainnya yang dihitung berdasarkan SNI 03-1726-2012, yaitu spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS), spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik (SM1), percepatan spektral desain untuk perioda pendek (SDS) dan perioda 1 detik (SD1), percepatan respon spektra (Sa) dan periode (T). Tabel 10 menunjukkan nilai hasil perhitungan parameter-parameter tersebut :
Tabel 10 Nilai parameter-parameter respon spektra untuk kondisi tanah sedang (D) Parameter Nilai Ss 0.867 g S1 0.353 g Fa 1.1532 Fv 1.694 SMS 0.999 g SM1 0.353 g SDS 0.667 g SD1 0.3987 g T0 0.081 detik Ts 0.407detik Pada T < T0 didapat: (
) (
Pada T > Ts didapat: Pada T0≤ T ≤ Ts didapat:
)
19
Hasil dari pembuatan grafik spektrum gempa pada lokasi gedung Tanoto Forestry Information Center IPB dengan kelas situs tanah sedang (D) dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Grafik desain spektrum gempa gedung pada lokasi objek penelitian Evaluasi Pelat Perencanaan pelat direncanakan dengan metode koefisien momen dengan analisis dua arah yaitu arah sumbu x dan arah sumbu y. Gedung Tanoto memakai dua jenis pelat yang berbeda ketebalannya. Perbedaan pelat ini disesuaikan berdasarkan fungsi dari lantai tersebut. Pada pelat tipe S1, tebal pelat adalah 120 mm dan pelat tipe S2 memiliki tebal 100 mm. Hasil dari perencanaan penulangan pelat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil analisis penulangan pelat lantai Pelat
Tebal (mm)
S1
120
S
100
Kondisi
Arah X
Arah Y
Eksisting
D8-150
D8-150
Evaluasi
D8-150
D8-150
Eksisting
D6-150
D6-150
Evaluasi
D6-150
D6-150
Keterangan
Aman Aman
Dari hasil perhitungan ulang menggunakan metode koefisien momen, hasil penulangan pelat menunjukkan hasil yang sama dengan tulangan yang terdapat pada kondisi eksisting yaitu dengan menggunakan tulangan diameter 8 dengan jarak 150 mm pada pelat tipe S1 dan tulangan diameter 6 dengan jarak 150 mm pada pelat tipe S2, sehingga dapat dikatakan pelat aman dalam menerima beban.
20
Evaluasi Kolom Dari hasil analisis struktur dapat diketahui bahwa, untuk analisis tulangan lentur beberapa tipe kolom memiliki jumlah tulangan eksisting yang kurang dari analisis respon spektrum. Kolom tersebut merupakan tulangan dengan diameter 19 mm yaitu kolom K1-1 yang memiliki perbedaan sebanyak 6 tulangan, K1-2 sebanyak 8 tulangan, K2-2 sebanyak 3 tulangan, K2-3 sebanyak 1 tulangan, K2-4 sebanyak 2 tulangan dan K31 sebanyak 2 tulangan. Untuk tipe kolom K1-3 dan K2-1, nilai eksisting jumlah tulangan lebih besar daripada nilai analisis, yaitu K13 memiliki perbedaan sebanyak 1 tulangan dan K2-1 sebanyak 4 tulangan. Pada tulangan geser kolom, hasil analisis pada SAP 2000 menunjukkan perbedaan yang sangat kecil ataupun hampir tidak terjadi perbedaan pada setiap kolom. Hasil perbandingan jumlah dan diameter dan tulangan lentur dan geser kolom dapat dilihat pada Tabel 12. Evaluasi Balok Pada analisis struktur dengan adanya pengaruh gempa, masih terdapat tipe balok yang dapat dikatakan tidak aman terhadap dalam menahan beban gempa. Tipe balok tersebut dikatakan tidak aman terhadap beban gempa dikarenakan jumlah tulangan eksisting kurang dari jumlah tulangan hasil evaluasi. Adapun tipe balok yang memiliki perbedaan tulangan lentur tersebut adalah balok B1A di bagian tumpuan atas 3D19 lebih kecil dari hasil analisis yaitu 6D19, untuk tumpuan bawah eksisting (2D19) juga lebih kecil dari analisis (3D19). Balok B2 di bagian tumpuan atas (5D19) jauh lebih kecil dari hasil analisis (11D19), tumpuan bawah (3D19) juga lebih kecil dari hasil analisis (5D19). Selanjutunya adalah balok B3 yang memiliki perbedaan pada bagian tumpuan atas (6D19) yang lebih kecil daripada hasil analisis (8D19). Tabel 12 Perbandingan jumlah dan diameter tulangan lentur dan geser kolom Kolom K1-1 K1-2 K1-3 K2-1 K2-2 K2-3
Kondisi Eksisting Respon spektrum Eksisting Respon spektrum Eksisting Respon spektrum Eksisting Respon spektrum Eksisting Respon spektrum Eksisting Respon spektrum
Dimensi 40x40 40x40 40x40 40x40 40x40 40x40
Lentur
Geser
12D19
3D10-150
18D19
3D10-150
10D19
3D10-150
18D19
3D10-150
8D19
D10-150
7D19
D10-150
10D19
D10-150
6D19
D10-150
8D19
D10-150
11D19
D10-150
6D19
D10-150
7D19
D10-150
21
K2-4 K3-1
Eksisting
40x40
Respon spektrum Eksisting
30x40
Respon spektrum
6D19
D10-150
8D19
D10-150
6D19
D10-150
8D19
D10-150
Tabel 13 Perbandingan jumlah tulangan lentur dan geser pada balok Lentur Balok
B1
Dimensi
250x350
B1A
250x350
B2
300x450
B2A
300x450
B3
400x700
B3A
400x700
Kondisi
Tumpuan
Geser Lapangan Tumpuan
Lapangan
3D19
D10-100
D10-100
1D19
1D19
D10-100
D10-100
2D19
2D19
3D19
D10-100
D10-100
6D19
3D19
2D19
4D19
D10-100
D10-100
Eksisting
5D19
3D19
3D19
3D19
D10-100
D10-100
Respon spektrum
11D1 9
5D19
3D19
3D19
D10-100
D10-100
Eksisting
4D19
2D19
2D19
4D19
D10-100
D10-100
Respon spektrum
2D19
2D19
1D19
1D19
D10-100
D10-100
Eksisting
6D19
4D19
3D19
8D19
D10-100
D10-150
Respon spektrum
8D19
4D19
3D19
6D19
D10-100
D10-150
Eksisting
4D19
3D19
3D19
4D19
D10-100
D10-200
Respon spektrum
4D19
2D19
1D19
4D19
D10-100
D10-200
Atas
Bawah
Atas
Bawah
Eksisting
5D19
3D19
3D19
Respon spektrum
4D19
3D19
Eksisting
3D19
Respon spektrum
Hasil perencanaan tulangan geser pada struktur balok gedung Tanoto ini menunjukkan bahwa kondisi eksisting telah memenuhi kebutuhan jumlah tulangan hasil perencanaan dengan menggunakan gempa. Green Building 1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development – ASD) Aspek ASD membahas tentang kebijakan perusahaan terhadap pengelolaan tata guna lahan. Tata guna laham yang dimaksud ialah semua lahan yang terbangun ataupun tidak terbangun yang dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan perusahaan. Hal ini tercakup dalam pembangunan infrastruktur, tersedianya ruang terbuka hijau (RTH), dan fasilitas pelengkap lainnya, seperti jaringan dan moda transportasi, utilitas, komunikasi, serta berbagai fasilitas umum lainnya. Keterhubungan dengan semua fasilitas dan infrastruktur ini dapat memberikan kemudahan sehingga efisiensi energi dan biaya tercapai.
22
Aspek tepat guna lahan diharapkan mampu mengurangi pengaruh negatif dari perubahan guna lahan oleh pembanguna terhadap lingkungan. Rating dan penilaian dalam aspek ASD terdiri dari 2 rating prasyarat dan 8 rating biasa dengan total maksimal adalah 16 poin. Hasil penilaian terhadap rating aspek ASD berdasarkan GBCI adalah sebagai berikut : Site Management Policy Peraturan pemeliharaan tapak merupakan kriteria prasyarat yang berisi adanya komitmen atau kebijakan mengenai pemeliharaan eksterior bangunan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak manajemen, terdapat komitmen dalam usaha pemeliharaan eksterior bangunan seperti dinding bangunan. Usaha pemeliharaan diberikan pada pihak ketiga yaitu PT Pola Gondola Adiperkasa (Gambar 10). PT Pola Gondola Adiperkasa merupakan perusahaan spesialis yang bergerak dalam usaha membangun gondola, menyewa dan pemeliharaan, bagian dan aksesoris bangunan.
Gambar 10 Pemeliharaan eksterior bangunan oleh pihak ketiga PT Gondola Adiperkasa Motor Vehicle Reduction Policy Pada kategori ini, manajemen puncak IPB telah mengimplementasikan komitmen pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi di dalam kampus. Komitmen tersebut diimplementasikan melalui kebijakan Green Transportation yang dituangkan ke dalam Keputusan Rektor Institut Pertanian Bogor nomor 240/IT3/LK/2015 tentang Pelaksanaan Green Transportation di Lingkungan Kampus IPB.
23
Community Accessibility Tolok ukur dalam aspek aksesibilitas dan komunitas ini meliputi 3 tolok ukur. Tolok ukur yang pertama ialah adanya minimal 5 jenis fasilitas umum dalam pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak bangunan. Pada gedung Tanoto terdapat lebih dari 5 fasilitas umum dalam jarak 1500 m dari tapak yang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil pengukuran ketersediaan fasilitas umum di Gedung Tanoto IPB No Keterangan Jarak (m) 1 ATM center 800 2 Rumah Sakit Hewan IPB 1200 3 Bank Mandiri 1300 4 Poliklinik IPB 400 5 Perpustakaan LSI 450 6 Supermarket Alfamidi 650 7 SMU Kornita 240 8 Mesjid Al Hurriyah 750 9 Bank BNI 950 10 Halte 950 Tolok ukur kedua adalah tersedianya fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan 3 fasilitas umum sesuai dari tolok ukur pertama. Gedung Tanoto tidak memiliki jalur yang nyaman untuk pejalan kaki dalam menuju ke fasilitas lainnya. Tolok ukur ketiga adalah tersedianya shuttle bus bagi pengguna gedung untuk mencapai stasiun transportasi. Institut Pertanian Bogor sendiri mempunyai bus karyawan yang dapat digunakan oleh pengguna gedung Tanoto. Berdasarkan 3 tolok ukur tersebut, aspek ini mendapatkan 2 poin nilai. Gambar lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Motor Vehicle Reduction Dalam aspek pengurangan kendaraan bermotor, tolok ukur yang digunakan adalah tersedianya pengurangan pemakaian kendaraan pribadi bermotor dengan salah satu opsi: car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum, atau perbedaan tarif parkir. Gedung Tanoto IPB sudah memiliki bus karyawan dan fasilitas umum bus di dalam kampus untuk aksesibilitas di areal kampus (Gambar 11). Selain itu, tersedia juga fasilitas mobil listrik yang ramah terhadap lingkungan. Oleh karena itu, aspek ini mendapatkan 1 poin nilai.
Gambar 11 Transportasi dalam kampus berupa bus dan mobil listrik
24
Bicycle Pada kategori sepeda, di gedung Tanoto sudah menyediakan secara khusus lokasi parkir sepeda yang aman untuk pengguna gedung (Gambar 12).
Gambar 12 Parkir khusus sepeda di gedung Tanoto Selain itu, kampus IPB juga mempunyai fasilitas shelter sepeda yang dapat dipinjam oleh mahasiswa, pengunjung dari luar maupun karyawan yang hampir tersebar di seluruh areal kampus. kapasitas parkir unit sepeda di shelter lebih dari 30 unit sepeda. Jarak terdekat dari gedung Tanoto ke shelter sepeda adalah 60 m (Gambar 13). Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai poin 1.
Gambar 13 Shelter sepeda di depan gedung Tanoto Site Landscaping Site landscaping merupakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Keberadaan RTH memberikan perananan atau fungsi antara lain meningkatkan estetika dan suasana asri, menciptakan iklim mikro yang baik bagi lingkungan di sekitarnya, meningkatkan kualitas udara melalui mekanisme penyerapan dan penyerapan polutan di sekitarnya, menjadi daerah tangkapan dan resapan air, menjadi habitat fauna darat, dan menjadi taman koleksi berbagai jenis flora (arboretum). Tolok ukur lansekap pada lahan adalah persentase area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 30% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk taman di atas basement, roof garden, terrace garden dan wall garden. Formasi tanaman sesuai dengan Permen PU No.5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. Hasil perhitungan luasan area tampak gedung
25
Dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil perhitungan luasan area tapak Gedung Tanoto Keterangan Luas (m2) Bangunan 536.5 Ruang hijau (softcase) 1410 Lahan terbuka 2321.75 Total lahan 4268.25 Persentase softcase terhadap total luas lahan gedung Tanoto IPB adalah sebesar 33.04 %, hal ini berarti sesuai dengan tolok ukur site landscaping yang menyaratkan luas softcase minimal 30 % dari luas total lahan (Gambar 14).
Gambar 14 Luasan area tapak gedung Tanoto Areal lahan di sekitar gedung Tanoto ditanami beberapa jenis vegetasi tanaman seperti Meranti (Shorea selanica), Jati (Tectona grandis), Jati putih (Gmelina arborea) dan Eboni (Diospyros celebica). Vegetasi yang ada berupa tegakan pohon dan didominasi oleh jenis Shorea selanica. Shorea selanica merupakan jenis pohon tahunan, tidak beracun dan dahan tidak mudah patah, sangat tahan terhadap penyakit, dan mampu menyerap tanaman polusi udara. Di areal gedung Tanoto terdapat beberapa jenis hewan seperti burung-burung kecil, tupai, kadal dan berbagai jenis serangga pada vegetasi tersebut. Sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 pasal 2.3.1, maka jenis Shorea selanica sesuai dengan kriteria tanaman pekarangan (Gambar 15). Sesuai dengan tujuan site landscaping yaitu memelihara atau memperluas kehijauan kota, aspek ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO2 dan zat polutan lain pencegah erosi, konservasi dan penanganan polusi. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 3 poin.
26
Gambar 15 Vegetasi yang didominasi pohon Shorea selanica Heat Island Effect Nilai Albedo adalah ratio jumlah sinar matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dibandingkan dengan total sinar matahari yang mengenai permukaan tersebut, memiliki range : 0 - 1 (0: warna hitam; 1: warna putih). Angka 0 menunjukkan bahwa material dengan daya serap sempurna, sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa bahan dengan daya pantul sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilai albedo maka radiasi matahari akan banyak terserap pada permukaan bumi sehingga akan menimbulkan suatu fenomena heat island effect, yaitu meningkatnya suhu permukaan area. Menurut GBCI, nilai albedo rata-rata minimal adalah 0.3 untuk perhitungan pada area atap gedung yang tertutup perkerasan. Gedung Tanoto menggunakan material beton pada area tutupan atap dan non atap. Nilai albedo dari beton adalah sebesar 0.55 (Rushayati et al. 2010), sehingga telah memenuhi persyaratan untuk area atap gedung yang tertutup perkerasan dan area non atap gedung yang tertutup perkerasan. Dengan demikian aspek ini mendapatkan nilai 2 poin. Stormwater Management Manajemen air limpasan merupakan tolok ukur dalam usaha pengurangan beban volume limpasan air hujan dari luas lahan ke jaringan drainase kota sebesar 50% total volume hujan harian yang dihitung berdasarkan perhitungan debit air hujan pada bulan basah. Peluang kejadian hujan pada bulan basah dihitung berdasarkan data curah hujan harian yang didapatkan dari stasiun klimatologi Dramaga Bogor dengan rentang 11 tahun dari tahun 2004 – 2014, dan ditunjukkan pada Tabel 16. Berdasarkan dari Tabel 16, dibentuk diagram penentuan bulan basah dan bulan kering yang bersumber pada klasifikasi Oldeman yang akan ditunjukkan pada Gambar 16
27
Tabel 16 Data curah hujan rata-rata bulanan dari 2004-2014 Bulan
RataRata (mm)
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Jan 403,7 536,5 639,8 372,8 260,6 360,8 252,0 Feb 327,2 580,4 434,3 438,2 384,5 305,3 460,7 Mar 431,8 679,6 138,3 276,4 671,6 261,1 414,5 Apr 639,8 307,7 163,9 472,7 527,0 259,9 42,9 Mei 373,6 428,9 323,7 195,6 267,1 570,6 330,9 Jun 169,3 682,0 173,1 273,5 171,5 338,1 303,4 Jul 208,6 215,4 31,2 133,9 172,4 131,1 270,4 Agust 166,0 153,2 191,2 247,9 195,7 33,1 477,6 Sept 391,5 319,9 25,7 205,9 343,5 156,8 601,0 Oktr 277,3 350,9 152,0 235,5 311,3 415,8 435,9 Nop 400,8 422,9 354,9 444,0 509,0 407,0 284,2 Des 431,7 251,5 362,5 476,0 224,7 258,2 177,3 Sumber : Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga Bogor 2015
202,7 76,5 140,0 278,4 361,7 274,6 202,0 142,0 105,9 256,0 457,7 344,6
271,7 548,9 136,0 389,5 194,8 93,9 118,9 79,3 270,5 539,5 548,9 358,8
509,8 406,2 289,8 216,0 399,3 62,3 360,2 258,3 503,2 393,6 186,9 407,7
702,0 337,4 281,6 510,9 296,4 84,7 349,0 538,4 21,8 180,3 673,2 200,2
410,2 390,9 338,2 346,2 340,2 238,8 199,4 225,7 267,8 322,6 426,3 317,6
Gambar 16 Bulan basah dan bulan kering Pada klasifikasi Oldeman, kategori bulan basah adalah jika rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm, bulan lembab 100-200 mm dan bulan kering kurang dari 100 mm (Sasminto et al. 2014) Berdasarkan dari diagram pada gambar , bulan basah terjadi pada semua bulan kecuali pada bulan Juli. Data ini digunakan untuk menghitung volume hujan harian yang dihitung menurut perhitungan debit air hujan pada bulan basah. Total beban volume limpasan di gedung Tanoto adalah 0.000124 m3/s atau 1.43 mm3/hari. Volume hujan harian yang didapat dari perhitungan curah air hujan pada bulan basah dari tahun 2004 – 2014 adalah 10.8 mm/hari. Persentase total beban volume limpasan air hujan terhadap beban volume hujan harian adalah 13.24 %, yang berarti air yang terserap dan masuk ke dalam tanah sebesar 86.76 % (Tabel 17). Berdasarkan GBCI, dijelaskan bahwa pengurangan beban
28
volume limpasan sebesar 50 % dan total 50 % limpasan yang diserapkan ke lahan maupun yang dikelola dengan sistem Rain Water Harvesting. Oleh karena itu, tolok ukur dalam kategori ini terpenuhi dan mendapatkan nilai 2 poin. Tabel 17 Hasil perhitungan limpasan gedung Tanoto Fungsi Luas (m2) Luas (Ha) I (mm/jam) lahan Bangunan 536.5 0.05365 0.179 Ruang 1410 0.141 0.179 hijau Lahan 2321.75 0.232175 0.179 terbuka Total 4268.25 0.426825
C
Q (m3/s)
0.80 0.10
0.000082 0.000007
0.30
0.000035
0.000124
Building Neighbourhood Salah satu tolok ukur pertama dalam kategori ini adalah melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitar gedung dengan melakukan salah satu dari tindakan berikut: perbaikan sanitasi, penyediaan tempat beribadah, WC umum, kaki lima dan pelatihan pengembangan masyarakat. Di dalam gedung Tanoto terdapat kantin yang dibuka untuk umum, sehingga warga sekitar dapat menyewa lokasi di dalam kantin untuk berjualan. Disamping itu, terdapat juga fasilitas WC umum yang dapat digunakan oleh siapapun termasuk masyarakat umum. Tolok ukur kedua adalah membuka akses pejalan kaki ke minimal 2 orientasi menuju bangunan tetangga tanpa harus melalui area publik. Orientasi yang berbeda yang dimaksud dalam GBCI adalah arah mata angin. Sebagai contoh, di sebelah selatan gedung Tanoto terdapat akses pejalan kaki ke gedung Fakultas Kehutanan dan gedung Auditorium Sylva Pertamina dan di sebelah timur dari gedung terdapat akses pejalan kaki ke gedung Kuliah Bersama/CCR. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 2 poin.
Gambar 17 Orientasi menuju bangunan tetangga menurut mata angin
29
Hasil penilaian Appropriate Site Development- ASD Hasil penilaian terhadap aspek ASD pada gedung Tanoto menunjukkan bahwa perolehan poin nilai yang didapat adalah 13 poin dari nilai poin maksimal 16 poin sehingga telah memenuhi 81.25% dari rating yang telah ditetapkan pada GREENSHIP GBCI. 2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency & Conservation- EEC) Energi merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam penilaian Green Building. Pada praktiknya, dibutuhkan konservasi energi untuk meningkatkan efisiensi energi atau penghematan energi. Pengoperasian sistem dengan menggunakan teknologi dan cara yang tidak efisien akan berdampak pada perubahan iklim serta pemanasan global disebabkan oleh efek rumah kaca. Tujuan utama pada aspek ini adalah mendorong terjadinya penghematan konsumsi energi melalui langkah-langkah efisiensi energi. Penilaian terhadap aspek EEC terdiri dari 2 rating prasyarat, 5 rating biasa dan 2 rating bonus dengan nilai total maksimal adalah 36 poin. Optimized Efficiency Building Energy Performance Tolok ukur dalam kategori Optimized Efficiency Building Energy Performance adalah perhitungan nilai IKE (Intensitas Konsumsi Energi) gedung yang menunjukkan nilai di bawah IKE standar acuan, setiap penurunan 3% akan mendapatkan 1 poin tambahan sampai maksimal 16 poin. IKE listrik adalah pembagian antara konsumsi energi listrik pada kurun waktu tertentu dengan satuan luas bangunan gedung (Untoro et al. 2014). Pada saat ini tidak terdapat meteran khusus untuk mencatat pemakaian listrik setiap bulan di gedung Tanoto, sehingga dilakukan perkiraan konsumsi listrik di gedung Tanoto berdasarkan pada alat-alat yang menggunakan arus listrik untuk beroperasi yang berada di gedung Tanoto. Perkiraan konsumsi arus listrik di gedung Tanoto dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Perkiraan konsumsi arus listrik per bulan di gedung Tanoto No
Nama Alat
Jumlah
Daya (Watt)
Total Daya (Watt hour)
Total pemakaian 1hari/ 8 jam kerja (Watt hour)
Total pemakaian 1 bulan/22 hari kerja (Watt hour)
1
Lampu Neon
58
40
2320
18560
408320
2
AC Daikin
22
1490
32780
262240
5679280
3
Komputer
13
200
2600
20800
457600
Lampu kecil LED
72
3
216
1728
38016
LCD LG
7
120
840
6720
147840
CCTV
3
5
15
120
2640
Lampu Gantung
36
8
288
2304
50688
Lampu Kotak
78
22
1716
13728
302016
Lampu Sorot LED
28
5
140
1120
24640
Kipas Gantung
8
79
632
5056
111232
41547
332376
7312272
5 6 7 8 9 11 13
TOTAL
30
Dengan asumsi bahwa 1 hari jam kerja adalah 8 jam dan 1 bulan adalah 22 hari kerja maka dapat diketahui bahwa konsumsi pemakaian listrik per hari dari gedung Tanoto adalah 332376 Watt hour atau 332.376 kWh dan konsumsi per bulan adalah 7312272 Watt hour atau 7312.272 kWh. Dimana konsumsi listrik terbesar dari gedung Tanoto adalah pemakaian AC (Air Conditioning). Penggunaan AC sebagai peralatan mekanis gedung adalah pemakaian energi listrik terbesar (Heryanto 2004) Apabila dikalkulasikan biaya listrik per bulan dengan harga per kWh di bulan November 2016 yaitu Rp 1461.8 maka biaya listrik per bulan dari gedung Tanoto adalah sebesar Rp 10,689,079. Dari hasil perkiraan pemakaian listrik ini dapat dihitung IKE listrik pada gedung Tanoto dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil perhitungan IKE listrik gedung Tanoto Gedung Konsumsi energi Luas bangunan total 1 tahun (m2) (kWh) Tanoto 87747.26 2066.25
IKE (kWh/m2. tahun) 42.47
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai IKE pada gedung Tanoto adalah 42.47 kWh/m2.tahun dan jauh lebih kecil dari IKE standar acuan yang telah ditentukan oleh GBCI yaitu sebesar 250 kWh/m2.tahun untuk perkantoran. Dengan demikian didapatkan penghematan sebesar 83.01% dari standar acuan yang ditetapkan pada kategori ini sehingga kategori Optimized Efficiency Building Energy Performance mendapatkan 16 poin nilai. Hasil penilaian Energy Efficiency and Conservation-EEC Hasil penilaian terhadap aspek EEC yang dilakukan pada gedung Tanoto menghasilkan 16 poin nilai sama dari total 36 poin maksimal sehingga telah memenuhi 44.44% dari rating yang telah ditetapkan GREENSHIP GBCI. 3. Konservasi Air (Water Conservation – WAC) Tujuan utama dari aspek WAC adalah adalah mendorong penghematan konsumsi air melalui aplikasi langkah-langkah efisiensi air, manajemen penggunaan air dan menjaga serta melindungi kualitas air. Penilaian aspek WAC terdiri dari 1 rating prasyarat, 7 rating biasa dan 1 rating bonus dengan total nilai maksimal adalah 20 poin. Water Management Policy Water Management Policy merupakan kriteria prasyarat. IPB telah memiliki komitmen untuk melakukan penghematan tidak saja air namun juga hemat energi. Hal ini sesuai dengan tema kampanye green transportation yakni “Hemat air, hemat energi, kelola sampah dan bijak transportasi menuju IPB Green Campus 2020”. Namun demikian, sebagai sebuah gedung baru, perlu dilakukan pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa stiker, poster atau email di dalam gedung Tanoto. Water Sub-Metering Tolok ukur dalam Water Sub-Metering adalah adanya sub-meter konsumsi air pada sistem area publik. Sub meter gedung Tanoto tergabung dalam sub meter
31
induk yang terletak di menara air Fahutan. Air akan didistribusikan dari menara air ke gedung Kuliah Bersama/CCR, FAPERTA, FMIPA, FEMA, FATETA, FAHUTAN, Gymnasium, FEM, PAU, ASTRI, dan gedung Tanoto. Dengan demikian gedung Tanoto belum memiliki sub meteran konsumsi khusus. Water Monitoring Control Aspek yang harus ada pada Water Monitoring Control adalah adanya standar operasi mengenai pelaksanaan dalam pemeriksaan dan pemeliharaan sistem plambing atau pipasecara berkala untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan air dengan menunjukkan neraca air dalam 6 bulan terakhir dan laporan setiap 6 bulan. Mengenai standar operasi pemeriksaan dan pemeliharaan secara khusus belum tersedia, sehingga sering terjadi kerusakan pada meteran air yang mengakibatkan tidak adanya catatan pemakaian air yang lengkap. Disamping itu, jumlah tenaga kerja yang tidak memadai juga menjadi kendala utama di lapangan, sebab untuk tanggung jawab untuk pemeliharaan dan pemeriksaan itu berada pada divisi Biro Umum IPB yang mana bertugas tidak hanya memeriksa dan memelihara satu gedung saja akan tetapi seluruh gedung yang berada di kampus IPB. Fresh Water Efficiency Seperti yang sudah diketahui bahwa gedung Tanoto tidak memiliki meteran konsumsi air khusus , sehingga untuk mengetahui pemakaian air khusus gedung Tanoto digunakan dengan metoda penaksiran laju air. Metoda ini didasarkan pada pemakaian air rata-rata sehari dari setiap penghuni, dan perkiraan jumlah penghuni. Apabila jumlah penghuni diketahui untuk satu gedung, maka angka yang dipakai untuk menghitung pemakaian rata-rata sehari berdasarkan tabel “standar” mengenai pemakaian air per orang per hari (Morimura 2000). Tolok ukur dalam Fresh Water Efficiency menurut GBCI adalah untuk gedung dengan konsumsi air 20% diatas SNI (SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Plambing), setiap penurunan 10% mendapat 1 poin nilai sampai mencapai standar acuan dengan maksimum 2 poin nilai. berdasarkan SNI 03-7065-2005, standar minimum konsumsi air khusus untuk gedung perkantoran adalah 50 liter/hari/pekerja dan untuk penghuni tidak tetap adalah 25 liter/hari/pengunjung. Apabila dikonversikan dengan waktu kerja bulanan ratarata sebanyak 22 hari, maka didapatkan standar konsumsi air sebesar 1100 liter/bulan/pekerja dan untuk nilai 20% diatas standar SNI didapatkan nilai sebesar 1320 liter/bulan/pekerja. Untuk penghuni tidak tetap didapatkan standar konsumsi air sebesar 550 liter/bulan/pengunjung dan untuk nilai 20% diatas standar SNI didapatkan nilai sebesar 660 liter/bulan/pengunjung. Total pengunjung per hari gedung Tanoto rata-rata diperkirakan sebanyak 50 orang/hari (Tabel 20). Recycled water Tolok ukur pertama dalam Recycled Water adalah 100 persen kebutuhan irigasi tidak bersumber dari sumber air primer gedung (PDAM dan air tanah). Pasokan air gedung Tanoto berasal dari WTP (Water Treatment Plant) Cihideung. WTP Cihideung merupakan sebuah instalasi pengolahan air bersih yang dimiliki sepenuhnya oleh IPB, sumber air pengolahannya adalah dari air sungai.
32
Tabel 20 Perkiraan total konsumsi air di gedung Tanoto Standar Jumlah Standar Jumlah kebutuhan penghuni kebutuhan penghuni air tetap air tidak tetap (l/bulan/or (orang) (l/bulan/pen (orang) Gedung ang) 20 % gunjung) Tanoto diatas SNI 20% diatas SNI 1320 14 660 50
Total konsumsi air (l/bulan)
51480
Tolok ukur pertama adalah menggunakan air daur ulang dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan flushing WC, sesuai dengan dengan standar World Health Organization (WHO) untuk medium contact (<100 Fecal Coliform/100 ml). Sesuai dengan penjelasan pada tolok ukur recycled water pasokan kebutuhan air gedung Tanoto bersumber dari air daur ulang sungai termasuk untuk kebutuhan penggunaan flushing WC di gedung. Tolok ukur kedua adalah pengukuran dan pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui kualitas air bersih di gedung Tanoto. Pada tolok ukur ini tidak ada data tentang pengukuran dan pemeriksaan kualitas air yang berada di gedung Tanoto. Tolok ukur ketiga adalah mempunyai sistem air daur ulang yang outputnya setara dengan standar air bersih Permenkes No. 416 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air untuk memenuhi kebutuhan air bersih. WTP Cihideung menggunakan tolok ukur sesuai dengan Permenkes No. 416 tahun 1990, proses monitoring kualitas air hasil produksi pada setiap pengolahan di WTP Cihideung dilakukan minimal sekali sehari dan dibuat dalam laporan bulanan. Dengan demikian aspek Recycled Water mendapatkan nilai 3. Deep Well Reduction Tolok ukur pada Deep Well Reduction meliputi adanya penghematan penggunaan air tanah. Gedung Tanoto sama sekali tidak menggunakan air tanah sebagai pasokan air untuk gedung karena pasokan air 100% berasal dari WTP Cihideung yang merupakan instalasi pengolahan air bersih yang dimiliki oleh IPB. Dengan demikian kategori ini mendapatkan 2 poin nilai. Hasil penilaian Water Conservation – WAC. Hasil penilaian terhadap aspek WAC yang dilakukan pada gedung Tanoto menunjukkan bahwa perolehan poin nilai yang didapat adalah 5 poin dari nilai maksimal 20 poin sehingga telah memenuhi 25% dari rating yang telah ditetapkan GBCI. 4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle – MRC) Penerapan material ramah lingkungan sangat penting dilakukan pada setiap proyek konstruksinya untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan. Hal yang dapat dilakukan pada tahap ini diantaranya melakukan pemilihan material dengan memperhatikan dampaknya pada manusia dan lingkungan hidup (Rintawati et al 2013). Selain itu, untuk memperpanjang daur produk material, diperlukan upaya 3 R (reduce, reuse, dan recycle). Aspek MRC terdiri dari 3 rating prasyarat dan 5 rating biasa dengan total nilai maksimal 12 poin.
33
Fundamental Refrigerant Kategori Fundamental Refrigerant merupakan kriteria prasyarat. Pada kategori ini terdapat tolok ukur penggunaan Referigen non-CFC dan Bahan Pembersih yang dimiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) kecil yaitu <1. Gedung Tanoto IPB menggunakan refrigerant R22 dengan nilai ODP sebesar 0.05. dengan demikian kriteria prasyarat dalam kategori ini terpenuhi (Gambar 18).
Gambar 18 Tipe refrigerant gedung Tanoto Material Purchasing Practice Tolok ukur pada kategori Material Purchasing Practice adalah adanya dokumen yang menjelaskan pembelanjaan material sesuai dengan kebijakan dalam prasyarat 2 yaitu pembelanjaan material sesuai dengan ramah lingkungan, paling sedikit 3 material yang diterapkan pada Daftar Material Ramah Lingkungan dalam 6 bulan terakhir. Berikut adalah daftar material ramah lingkungan tersebut : a. 80% produksi regional berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. b. 30% bersertifikat SNI/ISO/ecolabel berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. c. 5% material yang dapat didaur ulang (recycle) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. d. 10% material bekas (reuse) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. e. 2% material terbarukan (renewable) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. f. 30% material modular atau pre fabrikasi berdasarkan total pembelanjaan material kayu keseluruhan. g. 100% kayu bersertifikat berdasarkan total pembelanjaan material kayu keseluruhan. h. 2.5% lampu yang tidak mengandung merkuri dari total unit pembelanjaan lampu. i. Insulasi yang tidak mengandung styrene.
34
j. Plafond atau partisi yang tidak mengandung asbestos formaldehyde rendah. k. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldehyde rendah. l. Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah Gedung Tanoto telah memakai lebih dari 80% material yang telah diproduksi dalam regional. Untuk penerangan, gedung Tanoto menggunakan lampu TL dan dipadu lampu LED (Light-Emitting Diode) yang tidak mengandung merkuri dan lebih ramah lingkungan. Penggunaan lampu LED menunjukkan bahwa investasi penggunaan lampu tersebut lebih menguntungkan, walaupun biaya awal pembelian lampu lebih besar daripada lampu essensial (Andini dan Utomo 2014). Pada poin j, gedung Tanoto telah memakai plafond gypsum nonasbestos dan dikombinasikan dengan tripleks. Waste Management Practice Salah satu tolok ukur Waste Management Practice yaitu, apabila telah melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik, selanjutnya dilakukan pengelolaan sampah organik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengelolaan limbah organik. Biro Umum IPB, selaku unit yang bertanggung jawab dalam penanganan sampah di kampus IPB melakukan penanganan sampah organik menjadi kompos berstandar SNI bekerja sama dengan kelompok mahasiswa yang peduli terhadap pengelolaan sampah organik di sekitar kampus. Tolok ukur berikutnya adalah, adanya pengolahan sampah anorganik secara mandiri atau berkerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah anorganik yang memiliki prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Biro Umum IPB melakukan kerja sama dengan CV. Cipta Karya dalam penanganan sampah anorganik. Dengan demikian kategori ini mendapatkan 2 poin nilai. Hasil penilaian Material Resources and Cycle – MRC Hasil penilaian terhadap aspek MRC yang dilakukan pada gedung Tanoto menunjukkan bahwa perolehan nilai yang didapat adalah 2 poin dari nilai maksimal 12 sehingga telah memenuhi 16.67% dari rating yang telah ditetapkan GREENSHIP GBCI. 5. Indoor Health and Comfort – IHC Sebagian besar waktu manusia dihabiskan di dalam ruang (indoor), seperti kantor, sekolah, dan rumah, sehingga kualitas udara dalam ruangan menjadi penting untuk kesehatan manusia dan kesejahteraan (Giulio et al. 2009).Kualitas udara dalam ruang akan mempengaruhi kesehatan bagi pengguna ruangan tersebut. Kualitas udara dalam ruang yang buruk akan menimbulkan gejala yang disebut Sick Building Syndrome (SBS) dengan kondisi pusing, batuk, sesak napas, iritasi mata, pegal-pegal, mata kering, gejala flu, dan depresi. Keadaan itu berpotensi menurunkan produktivitas kerja (Arya dan Rajput 2011). Kategori IHC terdiri dari 1 rating prasyarat dan 8 rating biasa dengan total poin maksimal 20 poin. Hasil penilaian terhadap aspek IHC adalah sebagai berikut:
35
No Smoking Campaign Kategori No Smoking Campaign merupakan kriteria prasyarat. Di dalamnya terdapat dua tolok ukur. Tolok ukur pertama memuat komitmen dari manajemen puncak untuk mendorong minimalisasi aktifitas merokok dalam gedung. Gedung Tanoto mempunyai SOP penggunaan FSC (Forest Student Center) Tanoto Forestry Information Center yang didalamnya tercantum larangan merokok di dalam gedung Tanoto (Gambar 19).
Gambar 19 SOP penggunaan gedung Tanoto tercantum larangan merokok dan stiker dilarang merokok Tolok ukur kedua memuat adanya kampanye dilarang merokok yang mencakup dampak negatif dari merokok terhadap diri sendiri dan lingkungan dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email. Gedung Tanoto telah memasang kampanye berupa stiker dilarang merokok serta surat himbauan untuk tidak merokok di dalam gedung. Dengan demikian kedua tolok ukur dalam kriteria prasyarat ini terpenuhi. Environmental Tobacco Smoke Control Tolok ukur pada kategori Environmental Tobacco Smoke Control adalah dilarang merokok diseluruh area gedung dan tidak menyediakan/area khusus di dalam gedung untuk merokok. Apabila menyediakan area khusus untuk merokok harus berjarak minimal 5 m dari pintu masuk, tempat masuknya udara segar dan bukaan jendela dengan tindak lanjut prosedur pemantauan, dokumentasi dan sistem tanggap terhadap larangan merokok. Manajemen puncak gedung Tanoto melarang setiap pengunjung gedung untuk merokok di seluruh area gedung disamping itu terdapat juga Selain itu terdapat juga Peraturan Rektor Institut Pertanian Bogor Nomor 13/13/KM/2015 tentang Tata Tertib Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada pasal 9 a yang berisi larangan untuk merokok dan memperdagangkan rokok dan sejenisnya di dalam lingkungan
36
kampus. Area khusus untuk merokok diluar gedung belum tersedia. Dengan demikian kategori ini mendapatkan 2 poin nilai. Physical and Chemical Pollutants Tolok ukur pada kategori Physical and Chemical Pollutants adalah pengukuran kualitas dalam ruangan dilakukan secara random dengan titik sampel pada lobi utama, ruang kerja atau ruangan yang disewa tenant. Pengukuran dilakukan minimal 1 titik sampel per 1000 m2 atau jumlah maksimal penilaian sampel adalah 25 titik untuk satu gedung. Selain itu, hasil pengukuran kualitas udara dalam ruang memenuhi standar gas pencemar pada Tabel 21. Tabel 21 Gas pencemar untuk tempat kerja perkantoran Konsentrasi Maksimal No Parameter mg/m3 ppm 1 Asam Sulfida (H2S) 1 2 Amonia (NH3) 17 3 Karbonmonoksida (CO) 8 4 Nitrogen dioksida (NO2) 5,6 3 5 Sulfur dioksida (SO2) 5,2 2 Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/menkes/SK/XI/2002/ tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri (Lampiran I, Bab 3, A.3. Gas Pencemar)
Pengukuran kualitas udara pada gedung Tanoto hanya dilakukan pada 4 parameter yaitu Asam Sulfida (H2S), Amonia (NH3), Nitrogen dioksida (NO2), dan Sulfur dioksida (SO2). Berikut adalah tabel hasil pengukuran kualitas udara di gedung Tanoto (Tabel 22). Tabel 22 Hasil pengukuran kualitas udara di gedung Tanoto IPB Konsentrasi No Ruangan Parameter Terukur Baku mutu* H2S 0,5936 1 Lantai 1 NO2 0,0108 5.6 1 (lobby utama) NH3 0,0535 17 SO2 0,0622 5.2 H2S 0,4621 1 NO2 0,0041 5.6 Lantai 3 2 (ruang utama) NH3 0,0364 17 SO2 0,0669 5.2
Keterangan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara pada Tabel 22 telihat bahwa pada ruangan lobby utama dan ruang utama yang mewakili lantai 1 dan lantai 3 memiliki nilai kualitas udara yang dibawah baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/menkes/SK/XI/2002/, sehingga dapat dinyatakan bahwa kualitas udara di gedung Tanoto memiliki kualitas udara yang baik, tidak tercemar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
37
Biological Pollutant Tolok ukur pada kategori Biological Pollutant adalah pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal perawatan berkala untuk mencegah terbentuknya lumut dan jamur sebagai tempat berkembangnya mikroorganisme. Apabila sistem ventilasi udara berupa AC terkontaminasi oleh bakteri, jamur atau virus maka dapat menimbulkan kesehatan berupa iritasi kulit, mata dan hidung, gangguan saraf dan pernafasan, serta mual terhadap penghuni gedung (Prasasti et al 2005) Gedung Tanoto melakukan perawatan berkala setiap 6 bulan sekali berupa permbersihan Air Conditioning (AC) yang tercantum pada jadwal rencana pemeliharaan sarana dan prasarana FRM-FAHUTAN-33-00. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 1. Acoustic Level Tolok ukur pada kategori Acoustic Level memuat hasil pengukuran menunjukkan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan. Pengukuran dilakukan secara acak sebanyak lima titik sampel dari minimal setiap satu ruang per dua lantai. Pengukuran dilakukan pada saat tidak dihuni dan dalam kondisi peralatan bangunan (seperti sistem ventilasi, lift, plambing dan sistem tata cahaya) sedang beroperasi. Ruang Informasi Lantai 1 dan Ruang Perpustakaan Lantai 3. Berikut adalah hasil pengukuran tingkat kebisingan di gedung Tanoto. Tabel 23 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di gedung Tanoto Ruangan Tingkat Standar tingkat Keterangan bunyi bunyi yang terukur dianjurkan SNI 03(dBA) 6386-2000 (dBA) Resepsionis lt 1 52.6 40 – 45 Tidak memenuhi Perpustakaan lt 3 55.3 45 – 50 Tidak memenuhi Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa untuk ruangan Resepsionis di lantai 1 tingkat bunyi yang dihasilkan masih diatas baku mutu yang disarankan oleh SNI 03-6386-2000 yaitu 52.6 dBA dari baku mutu maksimal 45 dBA.Untuk ruang Perpustakaan di lantai 3 juga tidak memenuhi baku mutu maksimal yang disarankan yaitu 50 dBA, tingkat bunyi yang dihasilkan adalah 55.3 dBA. Building User Survey Tolok ukur dalam kategori Building User Survey adalah mengadakan survei langsung ke lokasi terhadap kenyamanan pengguna gedung antara lain meliputi suhu udara, tingkat pencahayaan ruangan, kenyamanan suara, kebersihan gedung dan keberadaan hama pengganggu. Koresponden yang diambil sebanyak 30 persen dari total pengguna gedung tetap. Penghuni tetap gedung Tanoto adalah sebanyak 14 orang. Jumlah kuisoner yang diberikan kepada 9 orang atau 64.29 % dari jumlah pengguna tetap gedung. Hasilnya adalah sebanyak 77.78 % pengguna gedung merasa nyaman dengan lingkungan bangunan dan sisanya 22.22 %
38
pengguna gedung merasa tidak nyaman. Dengan demikian kategori Building User Survey mendapatkan nilai poin 2. Hasil Penilaian Indoor Health and Comfort – IHC Hasil penilaian aspek IHC yang dilakukan pada gedung Tanoto menunjukkan bahwa perolehan nilai yang didapat adalah 5 poin dari nilai maksimal 20 poin sehingga telah memenuhi 25% dari rating yang telah ditetapkan GREENSHIP GBCI. 6. Building Environment Management- BEM Menurut GBCI (2010) dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). Aspek Building Environment Management terdiri dari 1 rating prasyarat dan 5 rating biasa dengan total nilai maksimal 13 poin. Adapun hasil penilaian terhadap rating aspek BEM berdasarkan GREENSHIP adalah sebagai berikut: Operation and Maintenance Policy Operation and Maintenance Policy merupakan kriteria prasyarat yang memuat tolok ukur adanya rencana operation and maintenance yang mendukung sasaran pencapaian rating-rating GREENSHIP, dan lebih diutamakan pada sistem mekanikal, elektrikal, sistem plambing dan kualitas air, pemeliharaan eksterior dan interior, purchasing dan pengelolaan sampah. Cakupan dalam kebijakannya adalah adanya struktur organisasi, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pelatihan, program kerja, anggaran, dan adanya laporan berkala minimum setiap 3 bulan. Gedung Tanoto memiliki SOP pada sistem elektrikal yang berisi tentang perawatan rutin dan perbaikan/rehab instalasi listrik, SOP sistem plambing yang berisi tentang pedoman dan perawatan instalasi air yang dilakukan secara rutin dan berkala,renovasi dan perluasan bangunan dan yang terakhir adalah SOP pengelolaan sampah yang berisi pedoman dan tata cara pembuangan sampah bagi unit yang melaksanakan pengelolaan sampah dan semua unit kerja mengetahui proses pengelolaan sampah yang setiap hari diproduksi. Gedung Tanoto juga memiliki struktur organisasi dalam pemeliharaan gedung yaitu Biro Umum Tanoto. Oleh karena itu, kriteria prasyarat dalam kategori ini telah terpenuhi. Innovations Aspek Innovations mempunyai dua tolok ukur. Tolok ukur yang pertama adalah tentang aplikasi inovasi dengan meningkatkan kualitas bangunan secara kuantitatif. Inovasi yang dilakukan pada aspek ASD adalah adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai upaya gedung Tanoto untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase.Tolok ukur kedua adalah adanya penerapan inovasi dengan melakukan pendekatan manajemen seperti mendorong terjadinya perubahan perilaku. Penerapan inovasi yang dilakukan adalah pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi dengan menyediakan bus karyawan dari kampus ke kota Bogor ,
39
tersedianya fasilitas umum seperti bus IPB dan mobil listrik yang ramah terhadap lingkungan di dalam kampus untuk aksesibilitas, tersedianya akses pejalan kaki menuju bangunan lain tanpa melalui area publik dan adanya kerjasama dengan pihak ketiga untuk pengelolaan limbah B3 yaitu PT Prasadha Pramunah Limbah Industri (PT. PPLI). Oleh karena itu, kategori ini mendapatkan 5 poin nilai. Design Intent and Owner’s Project Requirement Kategori Design Intent and Owner’s Project Requirement berisikan tolok ukur tentang tersedianya dokumen Design and Owner’s Project Requirement serta tersedianya dokumen As Built Drawing. Gedung Tanoto sudah memiliki dokumen As Built Drawing dan juga dokumen yang menyatakan perubahan-perubahan terhadap fungsi bangunan. Berdasarkan kategori ini, gedung Tanoto mendapatkan 2 poin nilai Green Operational and Maintenance Team Kategori Green Operational and Maintenance Team berisikan tolok ukur mengenai adanya satu struktur yang terintegrasi di dalam struktur operasional dan pemeliharaan gedung yang bertugas menjaga penerapan sustainability/ green building. Gedung Tanoto memiliki tiga divisi dalam perawatan gedung. Divisi pertama adalah Biro Umum Rektorat IPB sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam instalasi air, listrik, telepon, pemeliharaan jalan dan penanganan sampah. Divisi kedua adalah Tata Usaha Fakultas Kehutanan IPB yang bertanggung jawab dalam kebersihan halaman gedung, perawatan sarana dan prasarana gedung dan purchasing peralatan di dalam bangunan.Divisi ketiga adalah Biro Umum Tanoto yang bertanggung jawab dalam kebersihan di dalam gedung, pemeliharaan dan perawatan inventarisasi gedung Tanoto. Dengan demikian kategori mendapatkan 1 poin nilai. Hasil penilaian Building Environment Management- BEM Hasil penilaian terhadap aspek BEM yang dilakukan pada gedung Tanoto menunjukkan bahwa perolehan nilai yang didapat adalah 8 poin dari nilai maksimal 13 poin sehigga telah memenuhi 61.5% dari rating yang telah ditetapkan oleh GREENSHIP GBCI.
40
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil evaluasi struktur gedung Tanoto Forestry Information Center IPB dengan menggunakan metoda respon spektrum, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Jumlah tulangan pada pelat lantai yang dianalisis menunjukkan bahwa struktur aman terhadap beban. b. Terdapat perbedaan penulangan kolom yaitu pada tulangan lentur K1-1 (eksisting 12D19 < respon spektrum 18D19), K1-2 (eksisting 10D19 < respon spektrum 18D19), K2-2 (eksisting 8D19 < respon spektrum 11D19), K2-3 (eksisting 6D19 < respon spektrum 7D19) dan K2-4 (eksisting 6D19 < 8D19). c. Terdapat perbedaan penulangan lentur balok balok pada balok B1A bagian tumpuan atas dan bawah (eksisting atas 3D19 < respon spektrum 6D19 dan eksisting bawah 2D19 < respon spektrum 3D19), balok B2 bagian tumpuan atas dan bawah ( eksisting atas 5D19 < respon spektrum 11D19 dan eksisting bawah 3D19 < respon spektrum 5D19), dan terakhir pada balok B3 tumpuan atas (eksisting 6D19 < 8D19). Hasil analisis dan evaluasi dengan adanya pengaruh gempa menggunakan metode respon spektrum menunjukkan bahwa terdapat beberapa komponen struktur yang terpasang memiliki jumlah tulangan yang kurang dari jumlah tulangan hasil pemodelan, sehingga gedung Tanoto Forestry Information Center IPB belum aman terhadap beban gempa berdasarkan Peta Gempa 2010. Hasil asesmen terhadap enam aspek pada kriteria GBCI yaitu ASD, EEC, WAC, MRC, IHC dan BEM yang mengacu pada GREENSHIP Existing Building Version 1.0, gedung Tanoto Forestry Information Center berhasil mendapatkan nilai 49 poin atau 41.88% dari maksimal 117 poin. Rinciannya dalam tiap aspek adalah ASD 13 poin (81.25%), EEC 16 poin (44.44%), WAC 5 poin (25%), MRC 2 poin (16.67%), IHC 5 poin (25%) dan BEM 8 poin (61.54%). Pada aspek EEC dan WAC, seluruh prasyarat-prasyarat belum terpenuhi. Apabila seluruh prasyarat telah dipenuhi oleh manajemen puncak, maka berdasarkan perolehan nilai tersebut gedung Tanoto Forestry Information Center IPB layak mendapatkan peringkat minimum yaitu Bronze sesuai dengan peringkat GREENSHIP GBCI. Gedung Tanoto masih memiliki banyak kekurangan. Saran yang paling utama yang harus dilakukan oleh gedung Tanoto adalah melengkapi surat komitmen dari manajemen puncak karena hal tersebut merupakan syarat mutlak dalam berjalannya setiap program konservasi dan efisiensi energi, air, operasi dan pemeliharaan hingga manajemen bangunan.
41
DAFTAR PUSTAKA Arya M, Rajput SPS. 2011. Monitoring and analysis of ndoor air quality at different height in industrial room using CFD. International Journal of Environmental Science. 1: 1062-1071. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI – 1726 – 2002April 2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung. Jakarta (ID): BSN. [BSN]Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Plambing. Jakarta (ID): BSN [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 03-1726-2012 Tata Cara Perencanaan Struktur Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 03-2847-2013 Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. Jakarta (ID): BSN [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. Jakarta (ID): DPU [GBCI] Green Building Council Indonesia (2010). Greenship rating tools untuk gedung baru versi 1.0. www.gbcindonesia.org. [diakses 14 Juni 2014]. [GBCI] Green Building Council Indonesia (2013). Greenship Rating Tools Version 1.2 untuk Bangunan Baru. Jakarta. Budiono B, Supriatna L. 2011. Studi Komparasi Desain Bangunan Tahan Gempa dengan Menggunakan SNI 03-1726-2002 dan RSNI 03-1726-201X. Bandung (ID): ITB Press. Fauzan M, Riswan D. 2002. Analisa dan Perhitungan Konstruksi Gedung Perkantoran Bidakara Pancoran [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Giulio MD, Grande R, Di Campli E, Di Bartolomeo S, Cellini S. 2009. Indoor air quality in University Environments. Environt Monit Assess 170: 509-517. Heryanto, S. 2004. Arsitektur bangunan hemat energy. Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH. 1: 9-22. McCormac, JC. 2004. Desain Beton Bertulang. Jilid ke-1.Sumargo, penerjemah; Simarmata L, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Design of Reinforced Concrete Fifth Edition. Morimura T. 2000. Perencanaan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Pradya Paramita. Jakarta. Naeim F. 1989. The Seismic Design Handbook [Internet]. New York (USA): Van Nostrand Reinhold. Hlm 34;. Tersedia pada: https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=the+seismic+design+handbook+p df&tbm=bks. [diakses 14 Desember 2014] Putri, Ariesta A, Rohan, A, Utomo, C. 2012. Penilaian Kriteria Green Building pada Gedung Teknik Sipil ITS. Jurnal Teknik ITS.. 1: D107-D112.. Rintawati D, Yuwono BE dan Iqram M. 2013. Kinerja pengembangan gedung bertingkat dalam penggunaan material ramah lingkungan. Konferensi Nasional Teknik Sipil, Surakarta 24-26 Oktober 2013. k189-k196 Rushayati, Siti B, Alikodra, Hadi S, Dahlan dan Endes N. 2010. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan di Kabupaten Bandung. Institut Pertanian Bogor.
42
Sasminto RA, Tunggul A, W, Rahadi JB. 2014. Analisis Spasial Penentuan Iklim Menurut Klasifikasi Schmidt-Ferguson dan Oldeman di Kabupaten Ponorogo. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 1: 51-56.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1 Peta Gempa Indonesia 2010
45
Lampiran 2 Denah Tie Beam Lantai Dasar
46
Lampiran 3 Denah balok lantai 2
47
Lampiran 4 Denah balok lantai 3
48
Lampiran 5 Denah balok lantai dak
49
Lampiran 6 Denah kolom lantai 1
50
Lampiran 7 Denah kolom lantai 2
51
Lampiran 8 Denah kolom lantai 3
52
Lampiran 9 Contoh perhitungan penulangan pelat tipe S1 Tebal pelat Fc‟ Fy ɸ
= 120 mm = 24.9 Mpa = 500 Mpa = 0.8
1. Analisa pembebanan Beban mati Pelat lantai : 0.12 m x 2400 kg/m Sanitasi dan plumbing Spesi dan keramik Plafond dan penggantung Instalasi ME qD
= 288 kg/m2 = 30 kg/m2 = 66 kg/m2 = 18 kg/m2 = 25 kg/m2 = 427 kg/m2
Beban hidup Disesuaikan dengan fungsi lantai sebagai ruangan perpustakaan maka digunakan beban hidup sebesar qL = 400 kg/m2 Beban terfaktor : qr = 1.2 qD + 1.6 qL = (1.2 x 427 kg/m2) + (1.6 x 400 kg/m2) = 1152.4 kg/m2 Panjang pelat arah x (Iy) =5m Panjang pelat arah y (Ix) =4m Perbandingan panjang sisi, Iy/Ix = 1.2 Koefisien momen (Ci) dari tabel didapatkan Arah x (Cx) = 64 Arah y = 56 = 0.001. Ci.q.Ix2 Mtx = -Mlx = 0.001 x 64 x1152.4 x 42 = 1180.06 kg.m Mty= -Mly = 0.001. Ci.q.Ix2 = 0.001 x 56 x 1152.4 x 52 = 1613.36 kg.m 2. Perhitungan tulangan Mtx = -Mlx Perhitungan tulangan dilakukan perlebar b = 1 m, dengan ketebalan pelat t = 12 cm dan d‟ = 2 cm Mu = 11800600 N.mm Mn perlu = Mu/ɸ Mn perlu = 14750750 N.mm Koefisien ketahanan Rn Rn = Mn/b.d2
53
Rn = 14750750/1000 x (96 mm)2 = 1.601 N/mm2 Rasio tulangan yang diperlukan ρ √
ρ=
Batasan nilai (
)(
(
ρ
) )(
)
ρ
ρ ρ Luas tulangan yang diperlukan 2
Digunakan tulangan D8-150 dengan luas tulangan 50.28 mm2. Langkah berikutnya adalah mengontrol tulangan.
Cek kapasitas lentur arah x
(
) (
)
3. perhitungan tulangan Mty=-Mly Perhitungan tulangan dilakukan perlebar b = 1 m, dengan ketebalan pelat t = 12 cm dan d‟ = 2 cm
N.mm Koefisien ketahanan Rn
54
Rasio tulangan yang diperlukan √
(
(
)
√
)
Batasan nilai (
ρ
)(
)
ρ
ρ ρ luas tulangan yang diperlukan 2
Digunakan tulangan D8-150 dengan luas tulangan 50.28 mm2. Langkah berikutnya adalah mengontrol tulangan
Cek kapasitas lentur arah x
(
) ( …..(ok)
)
55
Lampiran 10 Contoh perhitungan penulangan lentur balok tipe B1 Ukuran balok Fy Fc‟ β d‟ ɸ Mu tumpuan Mn tumpuan Mu lapangan Mn lapangan
: 250x 350 mm : 390 Mpa : 24.9 Mpa : 0.85 : 40 mm : 0.8 : 110889330.4 N.mm : 110889330.4/ɸ = 27010147.25 N.mm : 1157123 N.mm : 1157123/ɸ = 1446403.75 N.mm
A. Perencanaan tulangan lentur daerah tumpuan Koefisien ketahanan Rn
Rasio tulangan yang diperlukan ρ
𝜌
(
(
𝜌
√
)
√
)
Batasan nilai ρ 𝜌
(
𝜌
(
𝜌 𝜌 𝜌
)(
)
)( 𝜌
)
56
Periksa sebagai tulangan tunggal As = ρ.b.d As = 0.0125 x 250 mm x 350 mm = 1093.75 mm2 Tinggi blok tegangan 𝑠
Kontrol keamanan Mn aktual = As.Fy(d – a/2) Mn aktual = 1093.75 x 390 (310 – 13.6495/2) = 129553536.33 N.mm Mn aktual ≥ Mn perlu
(AMAN)
Digunakan tulangan diameter 19 mm (D19), dengan jumlah tulangan n: 𝑠
3.8596 ≈ 4 buah
B. Perencanaan tulangan lentur daerah lapangan
Koefisien ketahanan Rn
Rasio tulangan yang diperlukan ρ 𝜌
(
𝜌
(
√
)
√
)
Batasan nilai ρ 𝜌
(
)(
)
57
𝜌
(
)(
𝜌
)
𝜌
𝜌 𝜌 Periksa sebagai tulangan tunggal As = ρ.b.d As = 0.000152 x 250 mm x 350 mm = 13.3 mm2 Tinggi blok tegangan 𝑠
Kontrol keamanan Mn aktual = As.Fy(d – a/2) Mn aktual = 13.3 x 390 (310 – 0.700212652/2) = 1606153.9985 N.mm Mn aktual ≥ Mn perlu
(AMAN)
Digunakan tulangan diameter 19 mm (D19), dengan jumlah tulangan n: 𝑠
≈ 1 buah
58
Lampiran 11 Contoh perhitungan tulangan geser balok B1 Ukuran balok Fy Fc‟ β d‟ ɸ Vu
: 250 x 350 mm : 240 Mpa : 24.9 Mpa : 0.85 : 40 mm : 0.75 : 85537.73 N
A. Tulangan geser daerah tumpuan 𝑉
𝑉
𝑉 Kapasitas geser bagian badan balok 𝑉
(
𝑉
(
)
)
Cek Vu ≥ ɸVc = 80234.39074 N ≥ 48340.5225 N Karena Vu ≥ ɸVc maka balok perlu sengkang. Dengan syarat
Dipakai tulangan D10 dengan jarak 100 mm
(OK)
59
Av = 2 (78.5) = 157 mm2 𝑉𝑠 𝑉𝑠
𝑉𝑠
(
𝑉𝑠
(
√
)
)
Kontrol keamanan Cek ɸ Vn ≥ Vu = 0.75 (Vc + Vs) ≥ Vu = 0.75 (64454.03 +116808) ≥ 80234.39074 = 135946.52 N ≥ 80234.39074
(AMAN)
Oleh karena itu digunakan tulangan sengkang D10-100 mm B. Tulangan daerah lapangan 𝑉
𝑉
𝑉 Kapasitas geser bagian badan balok 𝑉
(
𝑉
(
)
)
Cek Vu ≥ ɸVc = 80234.39074 N ≥ 48340.5225 N Karena Vu ≥ ɸVc maka balok perlu sengkang. Dengan syarat
(OK)
60
Dipakai tulangan D10 dengan jarak sengkang 150 mm Av = 2 (78.5) = 157 mm2 𝑉𝑠 𝑉𝑠
𝑉𝑠
(
𝑉𝑠
(
√
)
)
Kontrol keamanan Cek ɸ Vn ≥ Vu = 0.75 (Vc + Vs) ≥ Vu = 0.75 (64454.03 +77872) ≥ = 135946.52 N ≥
(AMAN)
Oleh karena itu digunakan tulangan sengkang D10-150 mm
61
Lampiran 12 Contoh perhitungan tulangan geser kolom K1-2 Ukuran kolom Fy Fc‟ d‟ ɸ Vu Nu
: 400 x 400 mm : 240 MPa : 24.9 Mpa : 40 mm : 0.75 : 190327 N : 1224617 N
A. Tulangan geser daerah tumpuan Kapasitas geser bagian badan kolom 𝑉
(
𝑉
(
)(
)
)(
)
Cek Vu ≥ ɸ Vc = 190327 N ≥ 144380.771 N Karena Vu ≥ ɸVc maka kolom perlu sengkang Dengan syarat
(OK)
Dipakai tulangan D10 dengan 3 kaki sengkang jarak 150 mm Av = 3 (78.5) = 235.5 mm2 𝑉𝑠
𝑠
𝑉𝑠 Cek ɸVn ≥ Vu = 0.75 (Vc + Vs) ≥ Vu = 0.75 (192507.6947 + 135648) ≥ 190327 (OK) = 246116,771 N ≥ 190327 N Oleh karena itu digunakan sengkang D10-150 mm
62
Lampiran 13 Sebaran akses umum dari gedung Tanoto
63
Lampiran 14 Contoh surat manajemen puncak mengenai pembelanjaan material ramah lingkungan
MANAJEMEN PUNCAK PEMBELANJAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Membenarkan bahwa pemilihan material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas ramah lingkungan. Material yang baik dan berkualitas tidak merusak kualitas lingkungan sekitar. Kebijakan ini disusun dengan tujuan menciptakan bangunan yang ramah lingkungan di area kampus IPB. Oleh karena itu, diberlakukan ketentuan berikut : 1. Pembelanjaan semua material haruslah yang bersifat ramah lingkungan, yaitu : a. Produksi regional; b. Bersertifikat SNI/ISO/ecolabel; c. Material yang dapat didaur ulang (recycle); d. Material bekas (reuse); e. Material terbarukan (renewable); f. Material modular atau pre fabrikasi; g. Kayu bersertifikasi; h. Lampu yang tidak mengandung merkuri; i. Insulasi yang tidak mengandung styrene; j. Plafond atau partisi yang tidak mengandung asbestos; k. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldehyde rendah; dan l. Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah. 2. Pembelanjaan material baik oleh IPB maupun pihak ketiga haruslah berpatokan pada poin 1. Demikian kebijakan ini dibuat untuk dipatuhi bersama, terima kasih.
Bogor,
Direktur Sarana dan Prasarana
64
Lampiran 15 Contoh surat pernyataan manajemen puncak mengenai pengelolaan sampah berdasarkan pemilahan
MANAJEMEN PUNCAK PENGELOLAAN DAN PEMILAHAN SAMPAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Membenarkan bahwa sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Keberadaan sampah yang tidak terkontrol dapat mengurangi keindahan dan menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sampah secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Kebijakan ini disusun dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan Kampus IPB yang bersih dan sehat dengan pengelolaan sampah yang baik dan benar. Oleh karena itu, diberlakukan kententuan berikut : 1. Menyediakan tempat sampah untuk jenis sampah yang berbeda, yaitu : a. Sampah organik (hijau); b. Sampah anorganik (kuning); dan c. Sampah B3 (merah) 2. Memberikan label keterangan jenis sampah pada masing-masing wadah. 3. Setelah pengumpulan, sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sampah anorganik yang masih berguna dapat diberikan ke pihak ketiga untuk didaur ulang, sampah anorganik yang sudah tidak bernilai ekonomis dapat dibuang ke TPA, dan sampah B3 dapat diangkut ke TPS LB3 IPB untuk diproses lebih lanjut. Demikian kebijakan ini dibuat untuk dipatuhi bersama, terima kasih.
Bogor,
Kepala Biro Umum
65
Lampiran 16 Contoh SOP pemilahan sampah KODE : INSTITUT PERTANIAN DOKUMEN LEVEL BOGOR Prosedur Operasional Baku JUDUL PENGELOLAAN DAN PEMILAHAN SAMPAH AREA Direktorat Biro Umum
TANGGAL DIKELUARKAN: NO.REVISI :
SOP PENGELOLAAN DAN PEMILAHAN SAMPAH PENGERTIAN Proses pemilahan sampah yaitu suatu tata cara yang dilakukan untuk memisahkan sampah yang berbeda jenis ke tempat yang berbeda, jenis sampah, yaitu sampah organik, anorganik, dan B3. Proses pengelolaan sampah adalah pengumpulan sampah berdasarkan jenisnya di unit kerja – Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos – Pembuangan sampah non organik dari unit kerja TPA Cikabayan lalu ke TPA Galuga –Pengumpulan sampah B3 di TPS LB3 IPB lalu diserahkan ke pihak ketiga (PPLI). TUJUAN Sebagai pedoman dan tata cara pembuangan sampah bagi unit yang melaksanakan pengelolaan sampah, dan semua unit kerja mengetahui proses pengelolaan dan ikut melakukan proses pemilahan sampah yang setiap hari diproduksi. RUANG LINGKUP 1. Lingkup kegiatan : a. Pengumpulan sampah di masing-masing unit kerja dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masing-masing unit kerja oleh petugas kebersihan unit kerja; b. Pengangkutan sampah dari TPA unit kerja ke TPA Cikabayan; c. Pemilahan sampah organik dan non organik; d. Pengangkutan sampah non organik dari TPA Cikabayan ke TPA Galuga oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bogor. 2. Lingkup pengelolaan: a. Pengumpulan sampah di lingkungan unit kerja dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab unit kerja masing-masing; b. Butir 1.b.c.d adalah tanggung jawab Dit. Biro Umum. PROSEDUR PEMILIHAN 1. Di dalam maupun di luar ruangan disediakan tempat sampah yang berbeda untuk sampah organik (hijau), anorganik (kuning), dan B3 (merah). 2. Membuang sampah organik pada wadah berwarna hijau, sampah anorganik pada wadah berwarna kuning, dan sampah B3 pada wadah berwarna merah.
66
Lampiran 17 Contoh SOP pengelolaan limbah B3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DOKUMEN LEVEL KODE : Prosedur Operasional Baku
JUDUL IZIN TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (TPS LB3) AREA Direktorat Biro Umum
TANGGAL DIKELUARKAN:
NO.REVISI :
Petunjuk : 1. Pemohon mengajukan surat kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor dilengkapi dengan: Dokumen Lingkungan, Akte Pendirian Universitas, dan Izin Lokasi. 2. Tim Verifikasi BLHD Kota Bogor melakukan verifikasi ke lapangan, dengan memeriksa: Jenis limbah B3 yang dikelola Jumlah limbah B3 Karakteristik per jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) Desain kontruksi tempat pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan Syarat : o Bangunan diberi papan nama o Pemberian simbol Limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan o Limbah B3 terlindungi dari hujan dan matahari (mempunyai atap) o Ada ventilisasi o Ada SOP Penyimpanan Flowsheet lengkap proses pengelolaan LB3 Uraian jenis dan specifikasi teknis pengelolaan dan peralatan yang digunakan. Perlengkapan sistem tanggap darurat, yaitu ada Apart, SOP Tanggap darurat, dan Kotak P3K. Tata letak saluran drainase untuk pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun. Memiliki saluran dan bak penampungan tumpahan (jika menyimpan Limbah B3) serta lantainya kedap air 3. Setelah Pemohon melengkapi persyaratan yang diajukan oleh Tim Verifikasi dari BLHD Kota Makassar, maka pemohon menghubungi kembali Tim Verifikasi BLHD Kota Makassar, untuk melakukan verifikasi ulang. 4. Tim verifikasi kembali melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syarat yang telah ditentukan telah dipenuhi oleh pemohon. 5. Setelah memenuhi syarat administrasi dan teknis, penerbitan Izin tempat penyimpanan sementara limbah B3 (TPS LB3) max. 45 hari kerja sejak diterimanya surat permohonan.
67
Lampiran 18 GREENSHIP existing building version 1.0
KODE
RATING
TOLOK UKUR
NILAI EVALUASI NILA I
APPROPRIATE SITE DEVELOPMENT
P1
P2
ASD 1
Site Management Policy
Motor Vehicle Reduction Policy
Community Accessibility
Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen manajemen puncak mengenai pemeliharaan eksterior bangunan, manajemen hama terpadu/integrated pest management (IPM), dan gulma serta manajemen habitat sekitar tapak dengan menggunakan bahanbahan tidak beracun. Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen manajemen puncak untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka mencapai pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi, contohnya car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum dan diskriminasi tarif parkir. Adanya kampanye dalam rangka mendorong pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email. Terdapat minimal 5 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak. Menyediakan fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan minimal 3 fasilitas umum diatas dan atau dengan stasiun transportasi masal. Adanya halte atau stasiun transportasi umum
NILAI MAKS
16
P
P
P
P
P
1
2 1
1
68
ASD 2
ASD 3
ASD 4
Motor Vehicle Reduction
Bicycle
Site Landscaping
dalam jangkauan 300 m dari gerbang lokasi bangunan dengan perhitungan di luar jembatan penyeberangan dan ramp. atau Menyediakan shuttle bus bagi pengguna gedung untuk mencapai stasiun transportasi umum atau car pooling yang terintegrasi dengan shuttle bus tersebut. Jumlah bus minimum 2 unit. atau Menyediakan fasilitas jalur pejalan kaki di dalam area gedung untuk menuju ke halte atau stasiun transportasi umum terdekat, yang aman dan nyaman sesuai dengan Permen PU No. 30/PRT/M/2006 Bab 2B. Adanya pengurangan pemakaian kendaraan pribadi bermotor dengan implementasi dari salah satu opsi: car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum, atau diskriminasi tarif parkir. Adanya parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 30 pengguna gedung tetap. Apabila memenuhi butir 1 di atas dan menyediakan 2 tempat ganti baju khusus dan kamar mandi khusus pengguna sepeda untuk setiap 25 tempat parkir sepeda. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 30% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk taman di atas basement, roof garden, terrace garden dan wall garden. Formasi tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang
1
1
1
1
1
2 1
1
3
69
Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. Penambahan nilai 1 poin untuk setiap penambahan 10% luas tapak untuk penggunaan area lansekap. Penggunaan tanaman lokal yang berasal dari nursery lokal dengan jarak maksimal 1000 km dan tanaman produktif. Menggunakan bahan yang nilai albedo rata‐ rata minimal 0,3 sesuai dengan perhitungan pada area atap gedung yang tertutup perkerasan.
ASD 5
ASD 6
ASD 7
ASD 8
Heat Island Effect
Stormwater Management
Site Management
Building Neighbourhood
atau Menggunakan green roof sebesar 50% dari luas atap yang tidak digunakan untuk mechanical electrical (ME), dihitung dari luas tajuk. Menggunakan bahan yang nilai albedo rata‐ rata minimal 0,3 sesuai dengan perhitungan pada area non atap yang tertutup perkerasan. Pengurangan beban volume limpasan air hujan dari luas lahan ke jaringan drainase kota sebesar 75% total volume hujan harian yang dihitung berdasarkan perhitungan debit air hujan pada bulan basah. Memiliki dan menerapkan SPO pengendalian terhadap hama penyakit dan gulma tanaman dengan menggunakan bahan‐bahan tidak beracun. Penyediaan habitat satwa non peliharaan minimal 5% dari keseluruhan area tapak bangunan, berdasarkan area aktifitas hewan (home range). Melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar gedung dengan melakukan salah satu dari tindakan berikut: perbaikan sanitasi, penyediaan tempat
1‐2
1
1
2 1
1
2
2
1 2 1
1
2
70
beribadah, WC umum, kaki lima dan pelatihan pengembangan masyarakat. Membuka akses pejalan kaki ke minimal 2 orientasi menuju bangunan tetangga tanpa harus melalui area publik. ENERGY EFFICIENCY & CONSERVATION Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak yang mencakup: adanya audit energi, target penghematan dan action plan Policy and berjangka Energy waktu tertentu oleh tim energi. P1 Management Adanya kampanye dalam rangka mendorong Plan penghematan energi dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email. Memperlihatkan IKE listrik selama 6 bulan terakhir sampai lebih kecil dari IKE listrik standar Minimum acuan yang P2 Building Energy ditentukan oleh GBC INDONESIA Performance (Perkantoran 250 kWh/m2.tahun, Mall 450 kWh/m2.tahun dan Hotel atau Apartemen 350 kWh/m2.tahun). Apabila IKE listrik gedung menunjukkan nilai di bawah Optimized IKE listrik standar acuan dalam 6 bulan Efficiency EEC 1 terakhir, maka Building Energy setiap 3% penurunan akan mendapat 1 poin Performance tambahan sampai maksimal 16 poin.
1
36
P
P
P
P
P
9‐16
16
WATER CONSERVATION
P1
Water Management Policy
Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak yang mencakup: adanya audit air, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu oleh tim konservasi air. Adanya kampanye dalam rangka mendorong konservasi air dengan minimal pemasangan kampanye tertulis
20
P P
P
71
WAC 1
Water Sub‐ Metering
WAC 2
Water Monitoring Control
WAC 3
WAC 5
WAC
Fresh Water Efficiency
Recycled Water
Deep Well
secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email Adanya sub‐meter konsumsi air pada sistem area publik, area komersil dan utilitas bangunan. Adanya standar prosedur operasi dan pelaksanaannya mengenai pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan air dengan menunjukan neraca air dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana*. Untuk gedung dengan konsumsi air 20% diatas SNI*, setiap penurunan 10 % mendapat 1 poin sampai mencapai standar acuan (SNI 03‐7065‐2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Plambing) dengan maksimum 2 poin. Jika memenuhi poin 1, selanjutnya setiap usaha penurunan konsumsi air sebesar 3% dari standar acuan (SNI) mendapat 1 poin. Nilai Maksimum 6 poin. 100 % kebutuhan irigasi tidak bersumber dari sumber air primer gedung (PDAM dan air tanah). Menggunakan air daur ulang dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan flushing WC, sesuai dengan standar WHO untuk medium contact (< 100 Fecal Coliform /100 ml). Mempunyai sistem air daur ulang yang keluarannya setara dengan standar air bersih sesuai Permenkes No.416 tahun 1990 tentang Syarat‐syarat dan Pengawasan Kualitas Air untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Konsumsi air yang menggunakan deep well
1
1
2
2
1‐2
8
3‐8
1
2 5
2
2
2
72
7
Reduction
maksimum 10% dari konsumsi air secara keseluruhan
MATERIAL RESOURCES AND CYCLE P1
Fundamental Refrigerant
P2
Material Purchasing Policy
MRC 3
Waste Management Practice
Menggunakan Refrigeran non‐CFC dan Bahan Pembersih yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) kecil, <1 Adanya surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak yang memprioritaskan pembelanjaan semua material yang ramah lingkungan dalam daftar di bawah ini: a. Produksi regional b. Bersertifikat SNI / ISO / ecolabel P c. Material yang dapat didaur ulang (recycle) d. Material Bekas (reuse) e. Material Terbarukan (renewable) f. Material modular atau Pre fabrikasi g. Kayu bersertifikasi h. Lampu yang tidak mengandung merkuri i. Insulasi yang tidak mengandung styrene j. Plafond atau Partisi yang tidak mengandung asbestos k. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldehyde rendah l. Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah Adanya Standar Prosedur Operasi, Pelatihan dan Laporan untuk mengumpulkan dan memilah sampah berdasarkan jenis organik dan anorganik dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana*. Jika telah melakukan pemilahan organik dan anorganik, melakukan pengolahan sampah organik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah organik. Jika telah melakukan pemilahan organik dan anorganik, melakukan pengolahan sampah anorganik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah anorganik yang memiliki
12 P
P
P
P
1
1
1
4
73
prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Adanya upaya pengurangan sampah kemasan yang terbuat dari styrofoam dan non‐food grade plastic. Adanya upaya penanganan sampah dari kegiatan renovasi ke pihak ketiga minimal 10% dari total anggaran renovasi dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana
1
1
INDOOR HEALTH AND COMFORT P1
No Smoking Campaign
IHC 2
Environmental Tobacco Smoke Control
IHC 4
Physical and Chemical Pollutants
IHC 5
Biological Pollutant
Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak untuk mendorong minimalisasi aktifitas merokok dalam gedung. Dilarang merokok di seluruh area gedung dan tidak menyediakan bangunan/area khusus di dalam gedung untuk merokok. Apabila menyediakan area khusus merokok di luar gedung harus berjarak minimal 5 m dari pintu masuk, tempat masuknya udara segar dan bukaan jendela dengan tindak lanjut prosedur pemantauan, dokumentasi dan sistem tanggap terhadap larangan merokok. Pengukuran kualitas udara dalam ruang dilakukan secara random dengan titik sampel pada lobi utama, ruang kerja atau ruangan yang disewa tenant. Pengukuran dilakukan minimal 1 titik sampel per 1000 m2 atau jumlah maksimal penilaian sampel adalah 25 titik untuk satu gedung. Pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal perawatan berkala untuk mencegah terbentuknya lumut dan jamur sebagai tempat berkembangnya mikroorganisme. Jadwal perawatan
20 P
P
2
2
2
6
1
3
74
IHC 7
IHC 8
Acoustic Level
Building User Survey
sesuai dengan standar panduan pabrik. Melakukan pengukuran jumlah bakteri dengan jumlah maksimal kuman 700 koloni /m3 udara dan bebas kuman patogen pada ruangan yang ditentukan GBC INDONESIA (berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri). Hasil pengukuran menunjukkan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03‐6386‐2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (Kriteria Desain yang direkomendasikan)*. Pengukuran dilakukan secara acak sebanyak lima titik sampel dari minimal setiap satu ruang per dua lantai. Tingkat bunyi tergantung dari jenis hunian. Pengukuran dilakukan pada saat tidak dihuni dan dalam kondisi peralatan bangunan (seperti sistem ventilasi, lift, plambing dan sistem tata cahaya) sedang beroperasi. Mengadakan survei kenyamanan pengguna gedung antara lain meliputi suhu udara, tingkat pencahayaan ruang, kenyamanan suara, kebersihan gedung dan keberadaan hama pengganggu (pest control). Responden minimal sebanyak 30% dari total pengguna gedung tetap. Memenuhi poin 1, dan jika hasil survei menyatakan 60% total responden merasa nyaman atau Memenuhi poin 1, dan jika hasil survei menyatakan 80% total responden merasa nyaman. Apabila memenuhi poin 1, dan jika hasil survei
2
1
1
1
3
1
2 1
75
pertama menyatakan kurang dari 60% total responden merasa nyaman, tetapi melakukan tindak lanjut berupa perbaikan dan kemudian melakukan survei kedua sehingga hasil survei menyatakan minimal 80% total responden merasa nyaman.
BUILDING ENVIRONMENT MANAGEMENT
P1
BEM 1
BEM 2
Operation & Maintenance Policy
Innovations
Design Intent & Owner's Project Requirement
Adanya Rencana operation & maintenance yang mendukung sasaran pencapaian rating‐rating GREENSHIP EB, dititikberatkan pada: sistem mekanikal & elektrikal, sistem plambing dan kualitas air, pemeliharaan eksterior & interior, purchasing dan pengelolaan sampah Mencakup : Struktur organisasi, Standar Prosedur Operasi dan pelatihan, program kerja, anggaran, laporan berkala minimum tiap 3 bulan Aplikasi inovasi dengan meningkatkan kualitas bangunan secara kuantitatif, contoh: ASD 4, EEC 1, WAC 3, dan IHC 4 sehingga terjadi peningkatan efisiensi melebihi batas maksimum yang ditentukan pada rating yang bersangkutan. Aplikasi inovasi dengan melakukan pendekatan manajemen seperti mendorong perubahan perilaku, contoh ASD 2 dan ASD 8 dan MRC 2, 3 dan 4, sehingga terjadi peningkatan efisiensi pada rating lain. Tersedianya dokumen Design Intent dan Owner's Project Requirement berikut perubahan‐ perubahannya yang terjadi selama masa revitalisasi dan operasional. Tersedianya dokumen As Built Drawing (minimal single line drawing), spesifikasi teknis dan manual untuk operasional dan pemeliharaan peralatan
13
P
P
1‐2
5
1‐3
1 2
1
76
BEM 3
Green Operational & Maintenance Team
(genset, transportasi dalam gedung, AC dan cooling tower) berikut perubahan‐perubahannya yang terjadi selama masa revitalisasi dan operasional. Adanya satu struktur yang terintegrasi di dalam struktur operasional dan pemeliharaan gedung yang bertugas menjaga penerapan prinsip sustainability/green building. Minimal terlibat seorang Greenship Profesional dalam operational & maintenance bekerja penuh waktu (full time).
TOTAL
1 2
1
117
77
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juni 1985 di Medan, sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan ayahanda Halomoan Gultom dan ibunda Miduk Pakpahan. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan bangku persekolahan dari SMU Swasta Kristen Immanuel Medan dan menyelesaikan Program Sarjana dari jurusan Teknologi Hasil Hutan, fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis mengikuti International Training Course yaitu Marine Science and Technology yang diselenggarakan oleh Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) IPB dan Deutscher Akademischer Austausch Dienst (DAAD). Dalam kurun waktu 2010-2012, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Fachhochschule Salzburg-Austria dengan minat Holzwirtschaft und Holztechnology dan di Hamburg University dengan minat Holzwirtschaft. Penulis sangat tertarik terhadap permasalahan lingkungan dan teknologi yang ramah lingkungan, sehingga penulis memutuskan di tahun 2013 untuk melanjutkan pendidikan master di Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) penulis menyelesaikan tesis dengan judul “ Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Tanoto Forestry Information Center IPB terhadap faktor gempa dan Asesmen terhadap Green Building “ di bawah bimbing Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Dr. Yudi Chadirin, STP, M.Agr.