perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EROTISME DALAM KUMPULAN CERPEN DJENAR MAESA AYU JANGAN MAIN-MAIN (dengan KELAMINMU): SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh MARILDA ALI DAMRU C0207003
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EROTISME DALAM KUMPULAN CERPEN DJENAR MAESA AYU ”JANGAN MAIN-MAIN (dengan KELAMINMU)”: SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA
Disusun oleh MARILDA ALI DAMRU C0207003
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Dra. Murtini, M.S NIP 195707141983032001
Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag commit to user NIP 196206101989031001
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EROTISME DALAM KUMPULAN CERPEN DJENAR MAESA AYU ”JANGAN MAIN-MAIN (dengan KELAMINMU)”: SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA
Disusun oleh MARILDA ALI DAMRU C0207003
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 29 Juli 2011
Jabatan
Nama
Ketua
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP 196206101989031001
…………………..
Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum NIP 196412311994032005
…………………..
Dra. Murtini, M.S., NIP 195707141983032001
…………………...
Dwi Susanto, S.S, M.Hum., NIP 1981107062006041002
……………………
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
Tanda Tangan
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D. commit to user NIP 196003281986011001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : MARILDA ALI DAMRU NIM : C0207003 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Erotisme dalam Kumpulan Cerpen Djenar Maesa Ayu, Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu): Sebuah Tinjauan Semiotika adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 23 Juni 2011 Yang membuat pernyataan
MARILDA ALI DAMRU C0207003
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Saat seseorang meremehkan pilihan kita, perjuangkan dan buktikan bahwa pilihan itu nantinya adalah sebuah kebanggaan (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
1. Almarhum Papa, Drs. B. M. Ali Damru. Seorang motivator terbesar dalam kehidupanku. Terima kasih atas kepercayaan dan kemandirian yang telah Papa ajarkan. Saat orang lain melakukan hal yang sama, Papa telah membentukku menjadi seseorang yang berbeda. Aku ingin bisa menjadi seorang yang cerdas dan baik seperti Papa. Goresan hidup Papa tidak hanya tertinggal di kanvas, tetapi juga ada di hatiku. Terima kasih, Pa. 2. Mamaku, Ety Rahayu Iryani. Terima kasih telah melahirkan dan merawatku. Maaf jika selama ini aku seringkali keras dan ceroboh, tetapi Mama mengerti bahwa semua itu adalah bagian pembelajaran dari hidupku. 3. Orang-orang yang ada di hatiku. Terima kasih untuk segala yang telah kalian berikan padaku.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia dari Allah SWT senantiasa menaungi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Erotisme dalam Kumpulan Cerpen Djenar Maesa Ayu, Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu): Sebuah Tinjauan Semiotika. Skripsi ini disusun guna meraih gelar sarjana pada Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis sangat berterima kasih atas segala doa, bantuan, dukungan dan dorongan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelsaikan skripsi ini. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin serta kemudahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan perhatian dan kemudahan dalam penulisan skripsi ini. 4. Dra. Murtini, M.S., Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan serta pengarahan commit to user kepada penulis. Terima kasih
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atas limpahan waktu yang selalu diluangkan. Penulis mengagumi Bu Murtini sebagai sosok Ibu yang dapat memahami mahasiswa sebagai putra putrinya dan seorang teman diskusi yang menyenangkan. 5.
Drs. Henry Yustanto, M. A., Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
6.
Dwi Susanto, S.S, M.Hum., Penelaah Skripsi yang selalu memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis.
7. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan berlangsung. 8. Papa dan Mama yang telah merawat dan membesarkan, serta mendidik penulis. 9. Irsan Murdikdo, terima kasih atas segala kesabaran dan motivasi yang diberikan. 10. Geng Entung:, Marina Catur Nopita Wati, Eri Dwi Astuti, Arvita Kusumardani, Vitalia Rakhman dan Panca Ratna Sari. Terima kasih atas segala perhatian dan kebersamaan yang telah kalian berikan. Seekor kepompong telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu, teman-teman. Sebentar lagi, kita semua akan bersam-sama menjadi kupu-kupu yang terbang dan hinggap di bunga yang kita pilih. 11. Saudara-saudara dan keluargaku, terima kasih telah memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materiil. 12. Teman-teman Sastra Indonesia UNS angkatan 2007. Terima kasih atas segala doa, semangat, bantuan dan kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di samping itu, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 23 Juni 2011
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................
iv
LEMBAR MOTTO ................................................................................
v
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...........................................................................
vii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
x
ABSTRAK .............................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...........................................................
1
B. Pembatasan Masalah ...............................................................
7
C. Rumusan Masalah ...................................................................
8
D. Tujuan Penelitian ....................................................................
8
E. Manfaat Penelitian ..................................................................
9
F. Sistematika Penulisan .............................................................
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka .......................................................................
11
B. Landasan Teori ......................................................................
15
C. Kerangka Pikir ........................................................................
19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian ................................................................... commit to user
x
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Sumber Data dan Data .............................................................
22
1. Sumber Data ..........................................................................
22
2. Data .......................................................................................
23
C. Metode Penelitian .......................................................................
23
D. Pendekatan ..................................................................................
23
E. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................
24
F. Teknik Pengolahan Data .............................................................
24
BAB IV ANALISIS A. Tanda dalam Cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)
26
1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan .............................
26
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural .............................
27
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa …………………..
31
B. Tanda dalam Cerpen Mandi Sabun Mandi …………………....
34
1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan .............................
34
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural .............................
36
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa …………………..
40
C. Tanda dalam Cerpen Menyusu Ayah ...........................................
43
1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan .............................
43
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural .............................
47
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa ...............................
53
D. Tanda dalam Cerpen Payudara Nai Nai .....................................
57
1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan .............................
57
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural .............................
59
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa ............................... commit to user
66
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Simpulan .....................................................................................
72
B. Saran .........................................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
74
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Marilda Ali Damru. C0207003. 2011. Erotisme dalam Kumpulan Cerpen Djenar Maesa Ayu,”Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)”: Sebuah Tinjauan Semiotika. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana tanda-tanda yang diindikasikan dengan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? (2) Bagaimana makna tanda-tanda yang mencerminkan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? (3) Bagaimana pesan yang terkandung dalam unsur-unsur erotisme pada teks kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan wujud tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) (2) Mendeskripsikan makna tanda-tanda yang mencerminkan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). (3) Mendeskripsikan pesan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Objek material dari penelitian ini adalah kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), karya Djenar Maesa Ayu yang mengindikasikan unsur erotis di dalamnya. Adapun objek formalnya meliputi tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Sumber data penelitian ini adalah kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu . Data dalam penelitian ini adalah kata-kata berunsur erotis yang terdapat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pengolahan data melalui tiga tahap, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) diindikasikan dengan unsur erotisme yang menggambarkan suatu perilaku, keadaan atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual (2) Makna tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) yang diindikasikan dengan unsur-unsur erotisme merupakan sebuah penggambaran tentang masyarakat perkotaan yang terlihat homogen, pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan permasalahan (3) Pesan-pesan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) disampaikan dengan cara mengecoh pembaca lewat unsurunsur erotis di dalam setiap cerpen. Adapun pesan yang disampaikan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) adalah setiap orang diharapkan untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga maupun hubungan antara orang tua dengan anak untuk menghindari terciptanya suatu pertentangan atau permasalahan dalam keluarga serta masyarakat. commit to user
xiii
EROTISME DALAM KUMPULAN CERPEN DJENAR MAESA AYU JANGAN MAIN-MAIN (dengan KELAMINMU): SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA Marilda Ali Damru 1 Drs. Murtini, M.S2 ABSTRAK 2011. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana tanda-tanda yang diindikasikan dengan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? (2) Bagaimana makna tanda-tanda yang mencerminkan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? (3) Bagaimana pesan yang terkandung dalam unsur-unsur erotisme pada teks kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan wujud tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) (2) Mendeskripsikan makna tanda-tanda yang mencerminkan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). (3) Mendeskripsikan pesan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Objek material dari penelitian ini adalah kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), karya Djenar Maesa Ayu yang mengindikasikan unsur erotis di dalamnya. Adapun objek formalnya meliputi tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Sumber data penelitian ini adalah kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu . Data dalam penelitian ini adalah kata-kata berunsur 1 2
Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0207003 Dosen Pembimbing
erotis yang terdapat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pengolahan data melalui tiga tahap, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) diindikasikan dengan unsur erotisme yang menggambarkan suatu perilaku, keadaan atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual (2) Makna tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) yang diindikasikan dengan unsur-unsur erotisme merupakan sebuah penggambaran tentang masyarakat perkotaan yang terlihat homogen, pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan permasalahan (3) Pesan-pesan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) disampaikan dengan cara mengecoh pembaca lewat unsur-unsur erotis di dalam setiap cerpen. Adapun pesan yang disampaikan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) adalah setiap orang diharapkan untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga maupun hubungan antara orang tua dengan anak untuk menghindari terciptanya suatu pertentangan atau permasalahan dalam keluarga serta masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil dari seni kreatif dan imajinatif yang bermediumkan bahasa, sebagai bentuk pengungkapan kembali pengamatan pengarang tentang realitas kehidupan di sekitarnya (Saini K. M, 1986:14-15). Karya sastra merupakan hasil karya imajinatif manusia yang bermediakan bahasa, bersifat estetik dan merupakan gambaran dari kehidupan. Karya sastra terdiri dari novel, puisi, pantun, cerita pendek atau cerpen, cerita bersambung atau cerbung, prosa dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji salah satu genre karya sastra yaitu mengenai cerpen. Lelasari dan Nurlailah menyatakan bahwa cerpen merupakan suatu karangan pendek yang berbentuk naratif atau cerita prosa, yang mengisahkan kehidupan manusia yang penuh perselisihan, mengharukan atau menggembirakan, dan mengandung kesan yang sulit untuk dilupakan (2006:62). Cerita pendek atau biasa disingkat dengan cerpen, merupakan karangan pendek yang mengisahkan tentang kehidupan manusia dalam satu babak. Cerpen memiliki fungsi bukan hanya sekedar alat komunikasi, melainkan itu cerpen lebih mementingkan pengalaman yang didapat dari pembaca itu sendiri (Frankes, James R. dan Isodere Transchen, 1959:6). Pembaca diharapkan memperoleh kesan yang dalam setelah membaca cerpen. Terdapat berbagai macam tema cerita yang terdapat di dalam cerpen. Tema-tema cerita tersebut antara lain percintaan, ekonomi, sosial, politik dan commit to user unsur- 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
unsur lain yang membangun cerita di dalam cerpen itu sendiri. Salah satu di antara muatan cerita di dalam cerpen adalah cerita yang mengandung unsur erotis. Erotis dalam arti luas adalah segala bentuk pengungkapan cinta antara pria dan wanita, antara jenis kelamin yang sama (homoerotik), atau cinta terhadap diri sendiri (auto-erotik). Dalam arti sempit, erotis tidak hanya bermakna seksualitas yang lebih bersifat jasmaniah, tetapi juga meliputi aspek mental dalam seksualitas dan pengembangan rangsangan yang ditimbulkan oleh seksualitas (S.R.H. Sitanggang, Suyono Suyatno, Joko Adi Sasmito, 2002:8). Hal tersebut dapat terungkap dalam berbagai bentuk, misalnya dunia mode, periklanan, dan dunia seni, termasuk sastra yang terekam dalam wujud lambang bahasa atau teks. Erotisme dalam sebuah teks berupa penggambaran melalui sarana bahasa yang membungkus suatu perilaku atau tindakan, keadaan, atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual (S.R.H. Sitanggang, Suyono Suyatno, Joko Adi Sasmito, 2002:8). Erotis merupakan ekspresi pengungkapan rasa cinta baik berupa aspek jasmani ataupun mental dalam ranah seksual. Dalam memandang setiap persoalan, terlebih-lebih yang berhubungan dengan masalah seksual, dalam hal ini erotisme, yang sering muncul dalam pikiran setiap orang, terkadang sulit untuk membedakan dan memilah antara erotisme,
seksualitas
dan
pornografi.
Akibatnya,
seringkali
seseorang
menganggap hal-hal tersebut tabu untuk dibicarakan. Erotisme berasal dari kata erotis, yang memiliki arti berkenaan dengan sensasi seks, rangsangan-rangsangan atau berkenaan dengan nafsu birahi (Anton M. Moeliono, 1990:165). Dari kata erotis tersebut kemudian muncul erotisme. Erotisme dalam sebuah teks berupa penggambaran melalui sarana bahasa yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
membungkus suatu perilaku atau tindakan, keadaan, atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual (S.R.H. Sitanggang, Suyono Suyatno, Joko Adi Sasmito, 2002:9). Kemudian muncul kata erotika, yang memiliki arti karya sastra yang tema atau sifatnya berkenaan dengan nafsu birahi atau sebuah karya seni atau sastra yang menekankan pada cerita seks, sehingga menimbulkan gejolak birahi bagi penikmatnya atau pembacanya (Lelasari dan Nurlailah, 2005:94). Dalam bahasa Perancis, erotisme adalah “sous-tendu par le libido” yang artinya berkenaan dengan libido, sedangkan libido menurut KBBI berarti “nafsu berahi yang bersifat naluri”. Dari sini, maka dapat dikatakan bahwa erotisme itu adalah penggambaran perilaku, keadaan, atau suasana yang didasari oleh libido sehingga dapat menimbulkan nafsu birahi (http.Patriagintings.multiply.com). Menurut kamus psikologi James Drever (dalam Nancy Simanjuntak 1986:141), erotic digunakan dalam konteks perasaan, dorongan dan kehendak seks, juga bagi orang-orang yang terutama sangat tertarik pada sensasi dan perasaan yang demikian. Menurut James Drever pula (dalam Nancy Simanjuntak 1986:141), eroticism atau erotism di dalam literatur psikoanalisa digunakan sebagai kerangka umum bagi kegairahan seksual, sedang dalam psikopatologi sebagai kerangka umum bagi pertunjukkan perasaan dan reaksi seksual yang berlebih-lebihan. Dalam kehidupan sehari-hari, dijumpai juga istilah seksualitas. Seksualitas berasal dari kata seks yang memiliki arti jenis kelamin. Dari kata seks kemudian berkembang menjadi seksual, yang memiliki arti berkenaan dengan seks (jenis kelamin). Seksual juga memiliki pengertian berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Dari seksual kemudian berkembang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
menjadi seksualitas yang memiliki arti ciri-ciri, sifat, atau peranan seks. Selain itu, seksualitas juga bermakna sebagai dorongan seks atau kehidupan seks (Anton M. Moeliono, 1990:796-797). Dalam permasalahan seksualitas dikenal juga istilah porno, yang memiliki arti cabul. Cabul mempunyai pengertian kotor atau tidak senonoh (melanggar kesopanan atau kesusilaan) (Anton M. Moeliono, 1990:143). Dari kata porno kemudian muncul kata pornografi, yang memiliki arti tulisan cabul yang bersifat asusila dan kotor (Lelasari dan Nurlailah, 2005: 203). Menurut kamus psikologi James Drever (dalam Nancy Simanjuntak 1986:357), pornography atau pornografi adalah bacaan yang menyangkut hal cabul. Dari uraian tersebut selanjutnya dapat dibedakan pengertian erotisme, seksualitas dan pornografi. Seksualitas adalah sesuatu hal yang berhubungan dengan kelamin manusia. Erotisme adalah ekspresi pengungkapan rasa cinta baik berupa aspek jasmani ataupun mental dalam ranah seksual yang didasari adanya hasrat, sedangkan pornografi adalah sesuatu hal yang bersifat asusila atau tidak senonoh. Erotisme berbeda dengan pornografi. Dalam erotisme ada suasana yang didasari libido atau hasrat, tetapi pengekspresiannya tidak bersifat cabul, kasar atau tidak senonoh. Karya-karya sastra yang bersifat erotis, diciptakan bukan untuk dengan sengaja menimbulkan nafsu birahi pembacanya. Hal tersebut berbeda dengan karya-karya sastra yang bersifat pornografi. Karya sastra yang bersifat pornografi memang sengaja diciptakan atau dibuat untuk menimbulkan nafsu birahi pembacanya. Di dalam dunia sastra Indonesia, terdapat karya-karya yang mengandung unsur erotis. Salah satu contoh karya sastra Indonesia lama yang mengandung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
unsur erotis didalamnya adalah dalam Babad Tanah Jawi. Di dalam salah satu bagian Babad Tanah Jawi, tertulis bagaimana seorang prabu melakukan persenggamaan dengan keempat istrinya (http.Patriagintings.multiply.com). Di dunia cerpen Indonesia, karya-karya yang menghadirkan unsur erotis di dalamnya antara lain, “Di Medan Perang” karya Trisnojuwono pada tahun 1962, “Kejantanan di Sumbing” karya Subagio Sastrowardoyo pada tahun 1982, “Musim Gugur Kembali ke Connecticut” karya Umar Kayam pada tahun 1975 dan “Aquarium” karya Fadli Rasyid pada tahun 1974 (http://id.shvoong.com/ social-sciences/1691008-erotisme-dan-pornografi/). Sejak dulu, keberadaan karya sastra yang mengandung unsur erotis telah diciptakan dalam dunia sastra Indonesia. Hanya saja, karya-karya tersebut sebagian besar ditulis oleh pengarang laki-laki. Hal tersebut terjadi karena pada saat itu masih ada anggapan tabu di lingkungan masyarakat, bagi pengarang perempuan untuk menciptakan karya sastra yang mengandung unsur erotis. Pada tahun 1998, Ayu Utami meluncurkan karyanya berjudul “Saman” yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Ayu Utami berhasil menjadi seorang pengarang perempuan yang mengusung unsur erotis dan feminisme dalam karyanya. Kemunculan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang perempuan dengan mengusung unsur erotis kemudian berlanjut dengan hadirnya pengarangpengarang perempuan lain yang mulai berani mengangkat unsur-unsur erotis dalam karyanya. Hal itu ditunjukkan dengan hadirnya pengarang-pengarang perempuan seperti Djenar Maesa Ayu lewat karyanya, “Mereka Bilang Saya Monyet” pada tahun 2003 dan “Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)” pada tahun 2005, yang keduanya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Sekar Ayu commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Asmara dengan “Kembar Keempat” yang diterbitkan oleh Andal Krida Nusantara, Stefani Hid dengan “Cerita Dante” pada tahun 2006 yang diterbitkan oleh Grasindo dan masih banyak pengarang perempuan lainnya yang masih banyak bermunculan hingga saat ini. Di tengah gencarnya fenomena tersebut, Djenar Maesa Ayu hadir dengan kumpulan cerpen yang mengandung unsur erotis di dalamnya (untuk kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku). Kumpulan cerpen tersebut berjudul Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Pada kumpulan cerpen tersebut, Djenar Maesa Ayu menampilkan permasalahan kemanusiaan dalam sebuah rumah tangga dan hubungan antara orang tua dengan anak yang masih jarang dikemukakan dalam masyarakat, sehingga hal itu memberikan pembaruan bagi cerpen-cerpen karyanya. Djenar juga menyajikan cerita-cerita atau adegan yang berani dengan memunculkan unsur-unsur erotis di dalamnya, sehingga mendukung tema dari kumpulan cerpen tersebut. Hal itu dapat terlihat, dari segi tema percintaan dan kritik sosial yang diangkat oleh Djenar pada kumpulan cerpennya, dengan dibumbui unsur-unsur erotis di dalamnya. Dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), Djenar Maesa Ayu banyak menghadirkan kata-kata dan cerita berunsur erotis pada setiap cerpennya. Hal ini dapat diindikasikan oleh pembaca sebagai suatu tanda, sehingga hal tersebut menarik perhatian penulis untuk dapat meneliti tentang makna di balik tanda-tanda tersebut. Sebuah
kumpulan
cerpen
berjudul
Jangan
Main-Main
(dengan
Kelaminmu) yang diterbitkan pada tahun 2008 oleh Gramedia Pustaka Utama, merupakan sebuah buku berisi sepuluh cerpen yang ditulis oleh Djenar dengan commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menampilkan unsur erotisme di dalam karyanya. Adapun cerpen-cerpen tersebut antara lain, (1) Jangan Main-main (dengan Kelaminmu); (2) Mandi Sabun Mandi; (3) Moral ; (4) Menyusu Ayah; (5) Saya Adalah Seorang Alkoholik!; (6) Staccato; (7) Saya di Mata Sebagian Orang; (8) Ting!; (9) Penthouse 2601 dan (10) Payudara Nai Nai. Dalam penelitian ini, kumpulan cerpen Djenar Maesa Ayu yang berjudul Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), akan dianalisis berdasarkan tinjauan semiotika Umberto Eco dalam ranah batas-batas politis meliputi komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (code cultural) dan komunikasi massa (mass communication). Teori semiotika Umberto digunakan untuk mengungkap makna dan pesan di balik tanda-tanda yang diindikasikan dengan teks-teks erotis dalam kumpulan cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu). Berdasarkan hal tersebut, penulis memberikan judul penelitian ini, Erotisme dalam Kumpulan Cerpen Djenar Maesa Ayu, ”Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)” : Sebuah Tinjauan Semiotika.
A. Pembatasan Masalah Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada aspek wujud tanda meliputi tanda-tanda yang diindikasikan sebagai unsur erotisme yang membangun Kumpulan Cerpen Djenar Maesa Ayu, ”Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)”, makna tanda, dan pesan dalam kumpulan cerpen ”Jangan MainMain (dengan Kelaminmu)”. Dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), commit to user terdapat sepuluh cerpen yang menampilkan unsur erotis di dalamnya. Namun di
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil empat cerpen untuk diteliti karena dengan pertimbangan empat cerpen tersebut memiliki tanda-tanda berunsur erotis yang lebih banyak atau dominan dibandingkan dengan enam cerpen lain yang berunsur erotis dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
tersebut,
maka
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana tanda-tanda yang diindikasikan unsur-unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? 2. Bagaimana makna tanda-tanda yang mencerminkan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)? 3. Bagaimana pesan yang terkandung dalam unsur-unsur erotisme pada teks kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan wujud tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan MainMain (dengan Kelaminmu). 2. Mendeskripsikan makna tanda-tanda yang mencerminkan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). 3. Mendeskripsikan pesan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu).
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat yang dimaksud sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat: a. Mendeskripsikan makna tanda-tanda yang diindikasikan dalam teks erotis pada kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). b. Memberikan tambahan pengetahuan terutama mengenai semiotika, khususnya semiotika Umberto Eco. c. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan teori semiotika yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat: a.
Menginformasikan kepada masyarakat mengenai pesan dan permasalahan yang disampaikan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu, terdapat dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita.
b. Menginformasikan kepada masyarakat mengenai perbedaan antara karya sastra yang bersifat erotis dengan karya sastra yang bersifat pornografis.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Membantu pembaca dalam memahami dan memaknai kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. E. Sistematika Penulisan Sistematika
penulisan
dalam
sebuah
penelitian
berfungsi
untuk
memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : Bab pertama adalah pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab kedua berisi kajian terdahulu, kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ketiga adalah metode penelitian. Dalam bab ini dibahas tentang objek penelitian, sumber data dan data, metode penelitian, pendekatan, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data. Bab keempat adalah analisis kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) dengan pendekatan semiotika Umberto Eco. Analisis ini membahas tentang wujud tanda-tanda, makna berdasarkan tanda-tanda, dan pesan di balik makna tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) sehubungan dengan teori semiotika Umberto Eco dalam ranah batasbatas politis, meliputi komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (code cultural) dan komunikasi massa (mass communication). Bab kelima merupakan bagian penutup yang berisi simpulan dan saran.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka Berdasarkan
penelusuran
penulis
di
beberapa
universitas,
penelitian dengan objek kajian berupa semiotika Umberto Eco untuk kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu, belum pernah dilakukan. Sejauh ini teori semiotika Umberto Eco baru digunakan untuk mengkaji film. Di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta ditemukan beberapa penelitian dengan menggunakan teori semiotika Riffatere, Roland Barthes, dan Charles Sanders Peirce berikut ini. 1. Keragaman Makna dalam cerpen Kematian Paman Gober karya Seno Agung Gumira Ajidarma: Analisis Semiotika Sastra Roland Barthes, oleh Catur Widiatmoko, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2004. Penelitian tersebut membahas mengenai teks Kematian Paman Gober yang menghasilkan beberapa fakta tekstual yang signifikan yang berperan sebagai penanda bagi munculnya keragaman makna dalam cerpen Kematian Paman Gober. Yang dapat ditafsirkan oleh Kematian Paman Gober terkait pencapaian estetikanya, yaitu kemampuannya berperan sebagai representasi dari karya sastra dan pemikiran filsafat postmodern. 2. Simbolisasi Moral dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu: Sebuah Pendekatan Semiotik oleh Bambang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
Daryatmo, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2005. Penelitian tersebut membahas mengenai (1) alur, penokohan, latar, tema dan amanat dari keempat cerpen dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet (2) makna simbolisasi moral dari keempat cerpen dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet dengan menggunakan pendekatan semiotik Riffatere (3) hubungan intertekstualitas dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet dengan karya sastra lain. 3. Novel Kabut Kelam karya Achmad Munif: Sebuah Pendekatan Semiotik, oleh Sadewo Wahyu Wardoyo, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2008. Dalam skripsi tersebut, teori yang digunakan adalah teori semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian tersebut membahas mengenai (1) mengenai aspek formal yang meliputi latar, penokohan, alur dan tema yang membentuk makna keseluruhan dalam novel Kabut Kelam; (2) tentang tanda-tanda dalam novel Kabut Kelam yang dapat diungkapkan dengan pendekatan semiotik dan (3) tentang pemahaman makna-makna yang terkandung dalam novel Kabut Kelam yang dapat diungkapkan dengan pendekatan semiotik. 4. Cerpen ”Bulan” karya Budi Darma: Analisis Semiotika Roland Barthes, oleh Rahma Karyani, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2009. Penelitian tersebut membahas mengenai tokoh-tokoh dalam cerpen ”Bulan” yang hadir tanpa nama. Hal tersebut merupakan simbol-simbol commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
yang harus diungkapkan maknanya. 5. Simbolisasi Konflik Sosial Dalam Novel Hubbu karya Mashuri: Sebuah Pendekatan Semiotik, oleh Alfan Noor Rakhmat, mahasiswi program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2009. Dalam skripsi tersebut, teori yang digunakan adalah teori semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian tersebut membahas mengenai mendeskripsikan makna dan amanat novel Hubbu karya Mashuri dalam tinjauan semiotik dan mendeskripsikan nilainilai sosial novel Hubbu karya Mashuri dalam kehidupan masyarakat. Sebagian besar penelitian di atas menganalisis objek-objeknya dengan menggunakan teori semiotika Riffatere, Roland Barthes, dan Charles Sanders Peirce. Posisi penulis dalam hal ini adalah mencoba meneliti dengan menggunakan pendekatan yang sama yaitu semiotika, namun berbeda pakar semiotika, yaitu Umberto Eco. Penulis meneliti tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) sehubungan dengan teori komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (cultural codes) dan komunikasi massa (mass communication) dalam ranah batas-batas politik dari Umberto Eco. Penelitian cerpen sebagai objek kajian dengan menggunakan teori semiotika Umberto Eco juga belum pernah dilakukan. Di Universitas Sebelas Maret Surakarta ditemukan penelitian film dengan menggunakan kajian semiotika Umberto Eco sebagai berikut. 1. Film Musikal Dokumenter Generasi Biru, Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco, oleh Lianita Muskaning Raras, mahasiswa program studi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2010. Penelitian tersebut membahas mengenai (1) wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru; (2) mendeskripsikan unsur naratif dan sinematik berdasarkan tanda-tanda dalam film Generasi Biru dan (3) Mendeskripsikan makna tanda dan pesan dalam film Generasi Biru. Penelitian dengan menggunakan objek kumpulan cerpen ”Jangan MainMain (dengan Kelaminmu)” karya Djenar Maesa Ayu, pernah dipergunakan di beberapa universitas dengan pendekatan yang berbeda. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut. 1. Eksistensi Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-Main
(dengan Kelaminmu) Karya Djenar Maesa Ayu: Kajian Feminisme, oleh Farida Tunikmah, mahasiswa program Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2006. Penelitian tersebut membahas mengenai aspek struktural dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) dan mendeskripsikan eksistensi perempuan dalam Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Penelitian cerpen dengan kajian tentang erotisme di Universitas Sebelas Maret juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini mendorong penulis untuk mencoba meneliti kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu yang di dalamnya terdapat unsur-unsur erotis pada teks tersebut. Sejauh ini, penelitian tentang kajian mengenai erotisme commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belum banyak ditemukan, dan penelitian dengan menggunakan teori semiotika Umberto Eco juga belum pernah digunakan untuk meneliti cerpen.
B. Landasan Teori Pengertian Semiotika Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. ”Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda” (Zoest, 1993:1). ”Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya” (Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, 1996:5). ”Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda” (Alex Sobur, 2006:15). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semiotika merupakan pendekatan yang membicarakan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda. Pada hakikatnya, segala sesuatu yang melingkupi kehidupan ini bisa menjadi tanda. Hal ini disebabkan karena apapun dapat berpotensi menjadi tanda. Tanda-tanda yang dimaksud berupa gerakan tangan, gerakan kepala, kedipan mata, warna, bentuk bibir, lambaian tangan, bentuk tulisan, bendera, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan ini. Secara umum, tanda disusun dari sejumlah elemen yang berbeda, yang masing-masing dapat berfungsi sebagai tanda. Suatu tanda harus diamati agar dapat berfungsi sebagai tanda. Tanda-tanda terbagi menjadi beberapa, yaitu dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
tanda yang bersifat paling sederhana hingga tanda yang mencapai tingkatan sangat rumit, sehingga membutuhkan pencermatan yang lebih tajam. Semiotika modern memiliki dua pakar, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Ferdinand de Saussure menyebut ilmu tanda tersebut sebagai semiologi, sedangkan Charles Sanders Peirce menyebut ilmu tanda sebagai semiotika. Walaupun terdapat perbedaan penyebutan istilah, namun maksud dari keduanya tetaplah mengenai ilmu tanda. Di Eropa, suksesnya pemikiran semiotika Charles Sanders Peirce terasa secara jelas dan efektif dalam karya Umberto Eco, salah satu tokoh yang memberikan kontribusi besar bagi kemajuan ilmu semiotika. Umberto Eco lebih mengedepankan teori semiotika secara umum. Penelitian ini memanfaatkan teori semotika Umberto Eco karena objek penelitian dalam penelitian ini memerlukan teori semiotika dalam ranah batas-batas politis yang meliputi komunikasi rabaan (tactil comunication), kodekode kultural (cultural codes) dan komunikasi massa (mass communication) dari Umberto Eco. Menurut pendapat Eco, tanda dapat digunakan untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh. Dalam hal ini, teks-teks erotis pada kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) digunakan pengarang untuk mengelabui atau mengecoh pembaca saat menangkap pesan dibalik kumpulan cerpen tersebut. Umberto Eco merupakan salah satu tokoh semiotika yang juga merupakan seorang filosof dan novelis berkebangsaan Italia. Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest berpendapat bahwa semiotika Umberto Eco merupakan bidang kajian semiotika secara umum yang mampu menjelaskan semua permasalahan fungsi tanda berdasarkan sistem tanda berdasarkan sistem hubungan antarunsur, yang terdiri atas satu kode atau lebih (1996:26). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Dalam bukunya yang berjudul Teori Semiotika: Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, Serta Teori Produksi-Tanda, Eco mengemukakan tentang The theory of lie (teori ”dusta”) dalam ranah semiotika umum. Selanjutnya dalam dunia semiotika, teori ini dikenal dan digunakan oleh para semiotikawan untuk mengkaji suatu tanda berdasarkan pada objek yang mereka teliti. The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco menjelaskan bahwa semiotika pada prinsipnya adalah disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh. Jika sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengecoh, maka ia tidak dapat digunakan pula untuk mengatakan apapun. The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco bukan merupakan teori yang memiliki pengertian negatif. Kata-kata mengecoh, mendustai, dan mengelabui yang dikemukakan Umberto Eco hendaknya tidak diartikan secara denotatif. The theory of lie (teori ”dusta”) hadir dalam lingkup sastra yang memiliki ciri tersendiri untuk mengungkapkan sesuatu. Hal inilah yang sebenarnya terkandung dalam pemikiran Umberto Eco dalam The theory of lie (teori ”dusta”) miliknya. Selain mengungkapkan The theory of lie (teori ”dusta”), Umberto Eco juga memuat pemikirannya tentang batas-batas penelitian semiotika. Umberto Eco secara umum (general semiothic theory) membagi semiotika ke dalam batas-batas penelitian sesuai dengan objek dan kesepakatan sementara. Batas-batas penelitian yang dimaksud Umberto Eco adalah batas-batas politis, batas-batas alami, batasbatas epistemologis. Batas politis Umberto Eco juga dikenal sebagai batas budaya. Istilah budaya digunakan Umberto Eco untuk menghindari salah tafsir bagi kata politis itu sendiri. Dalam penelitian ini digunakan batas-batas politisnya saja. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
ini karena objek yang digunakan hanya memungkinkan diteliti melalui batas-batas politisnya. Batas-batas politis merupakan wilayah penelitian mulai dari proses komunikasi yang tampak lebih alami dan spontan hingga sampai pada sistem kultural yang sangat rumit. Batas-batas politis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terdiri dari: 1.) Komunikasi rabaan (tactil comunication): bahwa rabaan mempunyai mempunyai simbol tertentu. Teori Eco ini biasanya digunakan dalam psikologi. Dilibatkan dan disadari dalam komunikasi antar pihakpihak yang tak dapat melihat dan dalam perilaku dalam interaksi jarak. Bahkan jenis kajian ini cenderung melibatkan perilaku-perilaku yang jelas-jelas terkodifikasi secara sosial, semacam ciuman, pelukan, bantingan, tepukan di pundak, dan seterusnya. Dalam karya sastra, teori tersebut dapat dilihat dari kata-katanya (pilihan kata). Pemakaian kata-kata tetap dilihat dengan kaitannya kultural atau kesopanan (antropologi kultural) (Eco, 2009:11).
2.) Kode-kode kultural (cultural codes): riset semoiotis akhirnya menggeser perhatiannya kepada fenomena-fenomena yang agak sulit diistilahkan dengan sistem tanda dalam pengertian ketat kata ini, begitu pula dengan sistem komunikasi, karena fenomena-fenomena ini lebih berupa sistem perilaku dan nilai. Yang saya maksud di sini adalah sistem sopan santun, hierarki-hierarki dan apa yang disebut dengan ”sistem pemodelan sekunder” –yaitu sistem yang menurut para pemikir Soviet mencakup mitos, legenda, teologi primitif yang ditampilkan dalam wujud sebuah tatanan dunia yang dibayangkan sebuah masyarakat dan tidak ketinggalan tipologi kebudayaan, yang mengkaji kode-kode yang mendefinisikan sebuah model kultural tertentu; juga model organisasi sosial seperti sistem kekerabatan atau jaringan komunikasi terorganisasi kelompok atau masyarakat yang lebih maju (Eco, 2009:16-17).
3.) Komunikasi massa (mass communication): wilayah ini berkaitan dengan sesuatu yang yang kompleks, sehingga seseorang yang memanfaatkan komunikasi massa harus menyertakan psikologi, estetika, dan stilistika. Teori ini bisa diterapkan pada lagu, film, dan komik. Teori dan analisis-analisis tentang komunikasi massa pada dasarnya dapat diterapkan pada berbagai genre, karena: (1) sebuah masyarakat industri yang kelihatan homogen pada kenyataannya sarat commit to user (2) saluran-saluran komunikasi dengan perbedaan dan pertentangan;
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukannya menjangkau kelompok-kelompok tertentu yang sudah jelas melainkan lingkaran penerima yang tak terbatas yang hidup di berbagai macam situasi sosiologis; (3) Kelompok-kelompok produktif yang mengolah dan mengirimkan pesan-pesan tertentu dengan sarana-sarana industri (Eco, 2009:17-18).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakann teori komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (code cultural) dan komunikasi massa (mass communication) dalam ranah batas-batas politis berdasarkan teori Umberto Eco. Teori ini digunakan untuk mengkaji tanda yaitu berupa teks yang memiliki unsur erotis dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). C. Kerangka Pikir Dalam penelitian terhadap kumpulan cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu ini, digunakan pendekatan semiotika dalam ranah komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (code cultural) dan komunikasi massa (mass communication) dalam batas-batas politis dari Umberto Eco. Penulis merasa dengan penerapan teori tersebut dapat menyelesaikan permasalahan yang akan dikaji, yaitu tanda serta makna yang terdapat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu). Kerangka pikir yang digunakan untuk menganalisis kumpulan cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) adalah sebagai berikut. 1.
Pada tahap awal penulis menentukan objek penelitian, yaitu kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Dalam kumpulan
cerpen
tersebut,
ditemukan
banyak
tanda-tanda
yang
diindikasikan dalam teks berunsur erotis, yang perlu diungkap makna dan commitcerpen to userdalam kumpulan tersebut, dipilih pesannya. Kemudian dari seluruh
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
empat cerpen yang memiliki tanda-tanda lebih banyak atau dominan dibandingkan enam cerpen yang lain dalam kumpulan cerpen Jangan MainMain (dengan Kelaminmu) untuk diteliti. 2. Tahap selanjutnya adalah menentukan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya tanda-tanda, makna, dan pesan yang terdapat di dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. 3. Tahap selanjutnya adalah menentukan teori dan pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut. Tandatanda yang terdapat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) kemudian dianalisis dengan memanfaatkan teori komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (cultural codes) dan komunikasi massa (mass communication) dari Umberto Eco. Penggunaan teori tersebut dimaksudkan untuk memperoleh makna tanda-tanda dan pesan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) secara lebih optimal lagi. Hal ini terjadi karena semiotika merupakan teori yang mengkaji tanda secara langsung. 4. Tahap akhir adalah simpulan, yaitu menyimpulkan pesan dari kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) dengan didasarkan pada analisis terhadap tanda-tanda yang terkandung di dalam kumpulan cerpen tersebut.
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan Kerangka Pikir Kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)
Tanda-tanda yang berupa teks-teks berunsur erotis
Teori semiotika Umberto Eco meliputi teori komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (cultural codes) dan komunikasi massa (mass communication) dalam ranah batas-batas politis.
Makna tanda
Pesan
Simpulan
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian Objek penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal (Sangidu, 2004:62). Objek material dari penelitian ini adalah kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu yang mengindikasikan unsur erotis di dalamnya. Adapun cerpen-cerpen yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain, (1) Jangan Main-main (dengan Kelaminmu); (2) Mandi Sabun Mandi; (3) Menyusu Ayah dan (4) Payudara Nai Nai karena keempat cerpen tersebut memiliki tanda-tanda yang berupa teks-teks berunsur erotis yang jumlahnya lebih dominan dibandingkan enam cerpen lain dalam kumpulan cerpen tersebut. Adapun objek formalnya meliputi tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) yang diindikasikan dengan teks-teks berunsur erotis.
B. Sumber Data dan Data 1. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Djenar Maesa Ayu yang berjudul Jangan Main-main (dengan Kelaminmu). Buku dengan tebal 121 halamn ini ditulis oleh Djenar Maesa Ayu dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2008. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Data Data penelitian sastra adalah bahan penelitian atau bahan jadi penelitian yang terdapat dalam karya-karya sastra yang akan diteliti (Sangidu, 2004:61). Data penelitian sastra adalah segala informasi yang berhubungan dengan topik penelitian. Adapun data dalam penelitian ini adalah empat cerpen dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), yakni (1) Jangan Main-main (dengan Kelaminmu); (2) Mandi Sabun Mandi; (3) Menyusu Ayah dan (4) Payudara Nai Nai, karena keempat cerpen tersebut memiliki tanda-tanda yang berupa teks-teks berunsur erotis yang jumlahnya lebih dominan dibandingkan enam cerpen lain dalam kumpulan cerpen tersebut.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 2001:3). Dalam hal ini, metode penelitian kualitatif lebih mementingkan kualitas informasinya dan bukan jumlahnya.
D. Pendekatan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan semiotika berdasarkan teori semiotika Umberto Eco. Teori semiotika Umberto Eco yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam ranah batas-batas politis yang meliputi commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (cultural codes) dan komunikasi massa (mass communication).
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka (studi pustaka), yaitu “Serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah penelitian” (Mestika Zed, 2004:3). Apabila data sudah terkumpul, data-data tersebut diklasifikasikan untuk kepentingan analisis. Dalam penelitian ini, data berupa teks-teks berunsur erotis yang menunjukkan adanya tanda-tanda yang terdapat sehubungan dengan teori semiotika dari Umberto Eco berdasarkan teori tanda yang dilihat dari ranah batas politis yang meliputi komunikasi rabaan (tactil comunication), kode-kode kultural (cultural codes) dan komunikasi massa (mass communication).
F. Teknik Pengolahan Data Berdasarkan pendapat Miles dan Huberman (1992:16-20), analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu. 1. Reduksi data Tahap ini dilakukan dengan memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ditemukan dari catatan-catatan yang terkumpul. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga ditemukan kesimpulan akhir. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Penyajian data Tahap ini dilakukan setelah data terkumpul dan telah pula dilakukan reduksi data. Penyajian data berfungsi untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan kesimpulan/verifikasi Kesimpulan dalam penelitian ini diperoleh dari data-data yang telah diolah dan dianalisis pada tahap sebelumnya. Dalam tahap ini digunakan teknik penarikan kesimpulan induktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan yang melihat permasalahan dari data yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum.
Pengumpulan Da
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Simpulan/ Verifikasi
Gambar Model Analisis Interaktif
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS A. Tanda dalam Cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) 1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan 1) “Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk mainmain, mulai main mata hingga main kelamin” (Djenar Maesa Ayu, 2008:1). 2) “Bagi mereka, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin” (Djenar Maesa Ayu, 2008:2). 3) “Bagi wanita secantik saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin” (Djenar Maesa Ayu, 2008:2). 4) “Bagi pria dan wanita secantik mereka berdua, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin” (Djenar Maesa Ayu, 2008:3). 5) “Sekali-kali, tak ada salahnya memberi istri sentuhan dan kepuasan” (Djenar Maesa Ayu, 2008:6). 6) “Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat” (Djear Maesa Ayu, 2008:6). 7) “Bisa juga seonggok daging itu hamil. Padahal saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan“ (Djenar Maesa Ayu, 2008:8). 8) “Dan ia melakukannya harus dengan kondisi lampu mati dan mata terpejam supaya memudahkannya untuk membayangkan tubuh tinggi commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semampai, kaki belalang, rambut panjang, leher panjang, pinggang bak gitar dan buah dada besar” (Djenar Maesa Ayu, 2008:8-9). Dari kutipan di atas, ditemukan pernyataan berunsur erotis yang mengandung unsur sentuhan dan rabaan di dalamnya. Pada kutipan nomor 1 sampai dengan nomor 8, terdapat pernyataan berunsur erotis yang masuk dalam ranah komunikasi rabaan dan memiliki persamaan makna. Pernyataan tersebut antara lain “… main kelamin” (kutipan nomor 1-4); “… memberi istri sentuhan dan kepuasan” (kutipan nomor 5); ”… kawin urat ….” (kutipan nomor 6); “… saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan” (kutipan nomor 7) dan “… ia melakukannya harus dengan kondisi lampu mati dan mata terpejam ….” (kutipan nomor 8). Dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), delapan pernyataan tersebut memiliki makna hubungan seksual yang dilakukan antara tokoh suami dengan tokoh istri (kutipan nomor 5, 7 dan 8) atau antara tokoh suami dengan tokoh pacar gelap (kutipan nomor 1, 2, 3, 4 dan 6).
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural 1) Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin (Djenar Maesa Ayu, 2008:1).
2) Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. Bagi wanita secantik saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin (Djenar Maesa Ayu, 2008:2). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
3) “Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat” (Djenar Maesa Ayu, 2008:6). Dari kutipan-kutipan di atas terdapat pernyataan berunsur erotis yang mengandung kode-kode kultural di dalamnya. Pada kutipan nomor 1, 2 dan 3 terdapat pernyataan yang masuk dalam ranah kode-kode kultural karena pernyataan itu bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat dan diindikasikan dengan pernyataan “… main kelamin” dan “… kawin urat ….”. Pernyataan-pernyataan tersebut dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) bermakna hubungan seksual yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Pada kultur yang ada dalam masyarakat, untuk dapat melakukan hubungan seksual, laki-laki dan perempuan harus menjalani pernikahan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat masih memegang kuat norma-norma agama dan moral. Dalam norma agama, laki-laki dan perempuan yang belum menikah akan dianggap berzina jika melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, sedangkan dipandang dari norma moral dalam masyarakat, berhubungan seksual di luar pernikahan tidak pantas dilakukan. Di dalam kehidupan masyarakat, sebelum menjalani proses pernikahan, sepasang laki-laki dan perempuan terlebih dulu menjalani proses perkenalan antara pribadi masing-masing dan dengan keluarga pasangannya. Terdapat pernyataan “… tidak sekali pun terlintas di kepala saya tentang pernikahan” (kutipan nomor 2) dan “Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat” (kutipan nomor 3). Pernyataan dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) tersebut bermakna bahwa tidak adanya keinginan dalam diri seorang perempuan untuk terikat dalam hubungan pernikahan. Pernyataan-pernyataan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
tersebut bertentangan dengan kultur yang ada di dalam masyarakat, karena kenyataan di dalam masyarakat sendiri, apabila ada seorang perempuan yang telah menginjak akil baliq dan dirasa telah cukup umur, mereka diminta untuk segera menikah. Sementara pada masa sekarang ini, terdapat keinginan beberapa perempuan modern yang telah memiliki kehidupan mapan untuk tidak terikat dalam pernikahan. Penggambaran tersebut terlihat pada kutipan, “Tapi saya memang tak ada beban. Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat” (Djenar Maesa Ayu, 2008:6). Hal itu dapat terjadi karena di dalam diri mereka sudah tidak ada kepercayaan lagi terhadap hubungan pernikahan. Perempuan-perempuan tersebut berpendapat demikian, sebab adanya permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga, seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian, membuat mereka tidak lagi percaya dan yakin terhadap pernikahan itu sendiri. Permasalahan tersebut tergambar dalam kutipan berikut, “Saya sudah terbiasa mendengar keluhan suami-suami tentang istri-istri mereka” (Djenar Maesa Ayu, 2008:5). Menurut William J. Goode, “Di bawah normanorma hak modern, kelakuan seorang suami mungkin membuat sang istri tidak bahagia” (1983:197). Pernyataan tersebut kemudian dapat menjadi salah satu gambaran mengenai alasan bagi sebagian perempuan memilih untuk hidup melajang. Jika kemudian timbul rasa ketertarikan terhadap pria, perempuanperempuan tersebut memilih untuk membatasi hubungan mereka sejauh pada hubungan seksual yang terjadi tanpa ada ikatan pernikahan, seperti yang digambarkan dalam kutipan nomor 3 di atas. Hal ini terjadi karena perempuanperempuan tersebut tidak ingin dipusingkan dan direpotkan oleh permasalahanpermasalahan yang terjadi dalam pernikahan. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari permasalahan tersebut, kemudian muncul pertanyaan tentang fungsi pernikahan dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Pernikahan bagi sebagian orang menyimpan makna tersendiri. Ada orang-orang yang begitu mendambakannya sehingga membuat mereka selalu terbayang-bayang akan keindahan dalam kehidupan pernikahan. Tetapi ada juga orang-orang yang begitu membencinya, seolah-olah pernikahan adalah sebuah sumber ketakutan dan keresahan yang tidak bisa ditoleransi keberadaannya. Ketakutan dan keresahan itu berasal dari permasalahan-permasalahan dan kegagalan dalam pernikahan yang akhir-akhir ini sering dibicarakan masyarakat. Sebenarnya, eksistensi menikah itu sendiri ada karena faktor kebutuhan manusia dalam membentuk sebuah lingkungan keluarga yang di dalamnya akan berdiri sebuah aturan tersendiri yang sifatnya bebas dan dapat dilaksanakan dengan sekehendak hati sesuai dengan keinginan setiap pasangan (http://www.kang-ian.com/2011/04/10/menentukantujuan-pernikahan/). Kebahagiaan merupakan sebuah puncak dari pernikahan yang dilandasi oleh cinta dan berbagai faktor lain yang mendukung hadirnya kebahagiaan tersebut dan penderitaan merupakan puncak dari pernikahan yang dilandasi oleh benih kebencian serta berbagai faktor pendukung rusaknya makna pernikahan tersebut. Faktor-faktor rusaknya sebuah pernikahan dapat berasal dari benih perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, dan masih banyak permasalahan lainnya dalam rumah tangga. Pada pernikahan yang dipenuhi penderitaan kemudian terjadi kegagalan dalam hubungan itu. Hal inilah yang terjadi dalam gambaran masyarakat modern sekarang ini, sehingga fungsi pernikahan menjadi kabur dalam masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa 1) Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. Bagi wanita secantik saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin (Djenar Maesa Ayu, 2008:2).
2) Awalnya memang urusan kelamin. Ketika pada suatu hari saya terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging tak segar dipenuhi gajih yang tak akan mudah hilang dengan latihan senam maupun fitness setipap hari sekalipun. … Anehnya, sejak hari itu, saya lebih memilih lekas-lekas berada di tengah-tengah kemacetan dan segudang rutinitas yang membosankan itu ketimbang lebih lama di rumah melihat seonggok daging yang tak sedap dipandang dan suara yang tak sedap di dengar. Kalau saya saja sudah jengah bertemu, apalagi kelamin saya? (Djenar Maesa Ayu, 2008:3-4). 3) “Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat” (Djenar Maesa Ayu, 2008:6). 4) Padahal saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itu pun karena kasihan. … Juga dengan catatan, lampu harus mati dan mata terpejam. Karena saya sudah terbiasa melihat dan menikmati keindahan. Tubuh tinggi semampai. Kaki belalang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan buah dada besar. Ah… seperti apakah bentuknya nenti setelah melahirkan? (Djenar Maesa Ayu, 2008:8).
Pada kutipan nomor 1 dan 3, Djenar menggambarkan kepada masyarakat tentang fenomena sebagian perempuan modern masa kini yang memiliki kehidupan mapan, tidak ingin terikat pernikahan dengan seorang laki-laki. Sebagian perempuan yang memegang prinsip tersebut membatasi hubungan mereka dengan laki-laki yang mereka sukai, sejauh pada hubungan seksual yang dilakukan tanpa ada ikatan pernikahan. Djenar mengangkat fenomena atau permasalahan tersebut ke dalam teks-teks erotis untuk menarik minat masyarakat commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membaca karyanya dalam bentuk cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Hal ini dilakukan Djenar sebagai penulis dengan tujuan, agar masyarakat tidak menutup mata terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Ini sejalan dengan pendapat Eco yang mengemukakan, “Sebuah masyarakat industri yang kelihatan homogen pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan pertentangan, dan kelompok-kelompok produktif yang mengolah dan mengirimkan pesan-pesan tertentu dengan sarana-sarana industri” (Eco, 2008:17). Sarana industri yang dimaksud Eco dalam permasalahan tersebut adalah buku-buku bertema sastra yang dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Akhir-akhir ini terjadi kecenderungan dengan menyiasati penerbitan buku-buku sastra sebagai sebuah industri. Hal ini karena persaingan pasar yang makin ketat, kepentingan penerbit untuk mengembalikan modal dan meraih keuntungan, serta kesadaran untuk memberikan royalti yang layak guna meningkatkan kesejahteraan pengarang
buku
sastra,
ikut
mendorong
ke
arah
tersebut
(http://penerbitanbuku.wordpress.com/2007/11/23/). Lewat buku-buku sastra sebagai media industri, maka pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan pengarang kepada masyarakat akan tersampaikan karena karya mereka dapat dibaca dengan jangkauan yang lebih luas. Pada kutipan nomor 2 dan 4, Djenar menggambarkan bahwa saat ini terdapat fenomena perselingkuhan yang terjadi dalam rumah tangga karena suami tidak lagi berhasrat kepada istrinya akibat fisik sang istri yang tidak menarik lagi seperti dulu. Untuk melampiaskan hasrat seksualnya, sang suami kemudian commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjalin hubungan gelap atau perselingkuhan dengan perempuan lain yang dipandang lebih menarik dibandingkan dengan istrinya, seperti yang tergambar dalam kutipan nomor 4. Djenar mengangkat fenomena tersebut dengan menggambarkannya ke dalam teks-teks erotis dengan tujuan agar dapat menarik minat masyarakat untuk membaca karyanya dalam bentuk cerpen Jangan MainMain (dengan Kelaminmu). Diharapkan setelah membaca cerpen tersebut, masyarakat khususnya pembaca cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), mengetahui dan tidak menutup mata terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar mereka. Ini sejalan dengan pendapat Eco yang mengemukakan bahwa saluran-saluran komunikasi bukannya menjangkau kelompok-kelompok tertentu yang sudah jelas melainkan penerima yang tak terbatas yang hidup di berbagai macam situasi sosiologis (Eco, 2008:17). Tanda-tanda dalam ranah komunikasi massa berdasarkan teori Umberto Eco yang terdapat dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) diindikasikan dalam bentuk teks-teks yang berupa kata-kata, frasa dan kalimat berunsur erotis. Seluruh kata-kata, frasa dan kalimat berunsur erotis dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) merupakan tanda dalam ranah komunikasai massa. Teks-teks berunsur erotis dimunculkan dengan tujuan untuk mengecoh pembaca, sehingga menarik masyarakat untuk membaca kumpulan cerpen tersebut. Kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), menyajikan tema tentang permasalahan yang ada di sekitar masyarakat dan belum banyak dikuak karena masih dianggap tabu oleh sebagian orang. Hal ini kemudian menjadikan karya-karya dalam kumpulan cerpen tersebut menarik untuk dibaca dan dinikmati.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Tanda dalam Cerpen Mandi Sabun Mandi 1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan 1) “Kalau anak sini ada yang secantik itu, aku rela gaji sebulan amblas untuk nyicipi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:16) 2) “Cermin di ruangan itu basah berembun, sama seperti pantulan sepasang manusia yang erat basah di atas tempat tidur nanporak poranda” (Djenar Maesa Ayu, 2008:17) 3) “Ternyata ia tak takut menghamili perempuannya. Mungkin benar, mereka suami istri yang sedang mencari variasi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:18) 4) “Dia tidak orgasme di dalam vagina. Dia orgasme di dalam mulut!” (Djenar Maesa Ayu, 2008:18) 5) “Kok buru-buru? Enggak mau nambah?” dengan manja perempuan indo membuka resleting celana Si Mas” (Djenar Maesa Ayu, 2008:19) 6) “Ia menghujani Mas dengan ciuman” (Djenar Maesa Ayu, 2008:19) 7) “Pasangan itu terengah-engah di ranjang. Jari perempuan itu mencakar-cakar
seprai
hingga
acak-acakan.
Tangan
prianya
menggenggam erat rambut perempuannya. Setelah itu, mereka diam dalam kebersamaan. Hanya terdengar desah napas mereka yang berangsur-angsur mereda” (Djenar Maesa Ayu, 2008:23) 8) “Tangan perempuan itu mencari-cari ponsel di atas meja sementara tubuhnya masih berada di bawah pasangannya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:23) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Dari kutipan nomor 1 sampai 8 di atas, ditemukan pernyataan berunsur erotis yang mengandung unsur sentuhan dan rabaan di dalamnya. Pada kutipan nomor 1, terdapat pernyataan “… nyicipi”. Kata nyicipi dalam arti yang sebenarnya adalah menjilat dan mengecap makanan untuk mengetahui rasanya (Moeliono,1990:167). Dalam cerpen Mandi Sabun Mandi, kata nyicipi bermakna mencoba merasakan kenikmatan yang diperoleh dari hubungan seksual yang terjadi antara laki-laki dan perempuan berparas cantik seperti tokoh Sophie. Kemudian pada kutipan nomor 2, terdapat pernyataan “… sepasang manusia yang erat basah di atas tempat tidur nanporak poranda” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang dalam posisi berpelukan. Pada kutipan nomor 3, terdapat pernyataan “… suami istri yang sedang mencari variasi” yang bermakna sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang mencari variasi posisi dalam hubungan seksual. Dalam cerpen Mandi Sabun Mandi dalam perbincangan antara tokoh Meja dan Cermin, tokoh Cermin mengira tokoh Mas dan Sophie adalah sepasang suami istri yang sedang mencari variasi posisi dalam hubungan seksual. Hal ini disebabkan karena posisi hubungan seksual yang tokoh Mas dan Sophie lakukan tidak sewajarnya seperti posisi hubungan seksual pasangan lainnya, menurut tokoh Meja dan Cermin. Pada kutipan nomor 4, terdapat pernyataan “Dia orgasme dalam mulut!” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Mas melakukan orgasme di dalam mulut Sophie. Kemudian pada kutipan nomor 5, terdapat pernyataan “… dengan manja perempuan indo membuka resleting celana si Mas” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Sophie berusaha commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuka resleting Si Mas dengan manja. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mengajak tokoh Mas berhubungan seksual kembali. Selanjutnya pada kutipan nomor 6, terdapat pernyataan “Ia menghujani Mas dengan ciuman” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Sophie memberikan banyak kecupan pada tubuh tokoh Mas. Hal tersebut ia lakukan dengan tujuan untuk menggoda tokoh Mas agar mau berhubungan seksual kembali. Pada kutipan nomor 7, terdapat pernyataan “Jari perempuan itu mencakarcakar seprai hingga acak-acakan” dan “Tangan prianya menggenggam erat rambut perempuannya” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa pernyataan itu menggambarkan keadaan pasangan tersebut yang sedang dalam puncak kenikmatan dalam berhubungan seksual. Kemudian pada kutipan nomor 8, terdapat pernyataan “… tubuhnya masih berada di bawah pasangannya” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bahwa tangan tokoh Sophie mencari-cari ponselnya di atas meja, sementara posisi tubuhnya masih berada di bawah tokoh laki-laki lain yang lebih muda. Posisi tubuh Sophie berada di bawah tokoh lakilaki lain yang lebih muda karena pasangan tersebut baru saja selesai melakukan hubungan seksual dan mereka belum berpindah posisi.
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural 1) “Pasti mereka bukan suami istri. … Apa? Variasi? Bisa saja. Tapi variasi seperti ini bukan variasinya suami istri, Meja. Kau tak percaya? Lihat saja buktinya nanti, taruhan pria tua itu orgasme di luar …” (Djenar Maesa Ayu, 2008:17). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
2) “… Aduh … masak tak ngerti, sih …? Orgasme di luar karena takut perempuannya hamil. Kondom? Gila, kamu memang ketinggalan jaman (zaman), kamu memang barang antik. Jaman sekarang laki-laki lebih takut bikin bunting perempuan ketimbang kena penyakit!”” (Djenar Maesa Ayu, 2008:17). 3) “Dia tidak orgasme di dalam vagina. Dia orgasme di dalam mulut!” (Djenar Maesa Ayu, 2008:18). 4) “Mas segera menuju kamar utama. Istrinya sedang membaca di ranjang dengan baju tidur yang menggairahkan, namun tak cukup menggairahkan Si Mas yang mendadak merasa tua tak ubah umurnya. Tidak seperti di samping Sophie, ia selalu merasa jauh lebih muda, kuat dan bergairah. Si Mas acuh saja membuka pakaian kantor dan meminta piyama ke istrinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:22). Pada kutipan nomor 1, terdapat pernyataan “… bukan variasinya suami istri” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa variasi posisi yang dilakukan oleh tokoh Mas dan Sophie dalam berhubungan seksual, bukan variasi yang biasa dilakukan oleh pasangan suami istri dan hal itu diperkuat dengan pernyataan selanjutnya yang menyatakan “… pria tua itu orgasme di luar” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Mas melakukan orgasme di luar vagina Sophie. Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tokoh Mas dan Sophie bukan pasangan suami istri. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada pada masyarakat Indonesia karena tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut melakukan hubungan seksual di luar hubungan pernikahan. Menurut William J. Goode, salah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
satu bentuk jenis penyimpangan dalam masyarakat adalah perzinahan, sang lelaki sudah menikah (1983:48). Hal tersebut digambarkan dalam cerpen Mandi Sabun Mandi, yakni bahwa tokoh Mas adalah seorang laki-laki yang telah memiliki istri, akan tetapi melakukan hubungan seksual dengan perempuan lajang. Ini menggambarkan bahwa kultur masyarakat telah dilanggar oleh pasangan tersebut. Cerpen ini menggambarkan keadaan sebuah masyarakat yang tidak lagi menganggap pernikahan sebagai sebuah hubungan yang sakral, karena digambarkan pada cerpen tersebut pasangan itu melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Selain itu, tokoh laki-laki dalam cerpen Mandi Sabun Mandi merupakan penggambaran sosok suami pada masa ini yang melakukan hubungan perselingkuhan dengan perempuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa adanya permasalahan rumah tangga di dalam masyarakat. Pada kutipan nomor 2 dan 3, terdapat pernyataan “Orgasme di luar karena takut perempuannya hamil” dan “Dia orgasme di dalam mulut!” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Mas melakukan orgasme di luar vagina dan melakukan orgasme di mulut Sophie agar dia tidak hamil. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada pada masyarakat. “Penolakan kaum lelaki di beberapa negara terhadap penggunaan alat KB, diartikan oleh beberapa analis sebagai bagian keinginan atau kebutuhan untuk membuktikan kelelakian mereka dalam menghamilkan istrinya” (Goode, 1983:31). Hal tersebut dilakukan agar istri mendapatkan kehamilan untuk memperoleh keturunan. Akan tetapi, dalam cerpen Mandi Sabun Mandi tokoh Mas melakukan orgasme di mulut Sophie agar pasangannya tersebut tidak hamil. Perilaku itu dilakukan karena tokoh Mas dan commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sophie bukan pasangan suami istri dan mereka tidak mau menanggung resiko akibat hubungan seks di luar nikah. Ini menggambarkan bahwa kultur dalam masyarakat telah dilanggar oleh pasangan tersebut. Pada kutipan nomor 4, terdapat pernyataan “… dengan baju tidur yang menggairahkan, namun tak cukup menggairahkan Si Mas ….” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Istri mencoba menarik perhatian tokoh Mas dengan menggunakan baju tidur yang menggoda, tetapi hal tersebut tidak menarik gairah Si Mas. Kemudian pada pernyataan selanjutnya, “… di samping Sophie, ia selalu merasa jauh lebih muda, kuat dan bergairah” yang dalam cerpen Mandi Sabun Mandi bermakna bahwa tokoh Mas merasa bergairah jika berada di samping Sophie. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat. Hal itu digambarkan dengan bentuk keacuhan suami terhadap istri karena bentuk fisiknya yang tidak lagi menarik, sementara suami memilih membayangkan fisik perempuan lain saat berada di sisi istrinya saat itu. Penggambaran tersebut menunjukkan bahwa tidak ada sikap menghargai yang ditunjukkan suami kepada istrinya, dengan mengagumi fisik perempuan lain hingga mengabaikan istrinya sendiri. Dari permasalahan tersebut Djenar menggambarkan bahwa peran suami sebagai pelindung keluarga hilang, karena suami yang seharusnya dapat melindungi dan menghargai istrinya berubah peran menjadi sosok perusak rumah tangganya sendiri. Permasalahan tersebut menggambarkan salah satu persoalan yang dialami oleh masyarakat urban di perkotaan. Masyarakat urban sering disebut dengan masyarakat
kota
(http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2008/10/31/sekilascommit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang-masyarakat-urban/). Kata urban berasal dari urbanisasi yaitu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau proses terjadinya masyarakat perkotaan (Koentjaraningrat, 2005:122). Ciri-ciri yang menonjol pada masyarakat urban yaitu umumnya masyarakat kota dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan dan perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena
kota
biasanya
terbuka
dalam
menerima
pengaruh
luar
(http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2008/10/31/sekilas-tentang-masyarakat-ur ban/). Dari ciri-ciri tersebut, selanjutnya dapat dipahami adanya persoalanpersoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat urban. Persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat urban antara lain sifat individualisme yang tinggi, kesenjangan sosial dan mudahnya terpengaruh budaya yang berasal luar.
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa 1) “Pasti mereka bukan suami istri. … Apa? Variasi? Bisa saja. Tapi variasi seperti ini bukan variasinya suami istri, Meja. Kau tak percaya? Lihat saja buktinya nanti, taruhan pria tua itu orgasme di luar …” (Djenar Maesa Ayu, 2008:17). 2) “… Aduh … masak tak ngerti, sih …? Orgasme di luar karena takut perempuannya hamil. Kondom? Gila, kamu memang ketinggalan jaman (zaman), kamu memang barang antik. Jaman (Zaman) sekarang laki-laki lebih takut bikin bunting perempuan ketimbang kena penyakit!” ” (Djenar Maesa Ayu, 2008:17). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
3) “Dia tidak orgasme di dalam vagina. Dia orgasme di dalam mulut!” (Djenar Maesa Ayu, 2008:18). 4) “Mas segera menuju kamar utama. Istrinya sedang membaca di ranjang dengan baju tidur yang menggairahkan, namun tak cukup menggairahkan Si Mas yang mendadak merasa tua tak ubah umurnya. Tidak seperti di samping Sophie, ia selalu merasa jauh lebih muda, kuat dan bergairah. Si Mas acuh saja membuka pakaian kantor dan meminta piyama ke istrinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:22). Pada kutipan nomor 1 sampai dengan 4, Djenar Maesa Ayu sebagai penulis menggambarkan hubungan perselingkuhan yang terjadi antara tokoh Mas dan Sophie. Lewat karyanya, Djenar menampilkan sisi pembelajaran kepada masyarakat dengan menampilkan permasalahan-permasalahan sosial yang ada di sekitar masyarakat kepada pembaca. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat dapat membuka mata terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka dan tidak menutup diri terhadap masalah-masalah tersebut. Pada kutipan nomor 1 sampai 3, Djenar menggambarkan bahwa saat ini terdapat fenomena hubungan seks yang dilakukan di luar ikatan pernikahan dalam kehidupan masyarakat. Permasalahan tersebut digambarkan dalam cerpen Mandi Sabun Mandi melalui teks-teks erotis. Selanjutnya pada kutipan nomor 4, Djenar menggambarkan fenomena perselingkuhan yang terjadi dalam sebuah hubungan rumah tangga akibat suami tidak lagi berhasrat karena fisik istrinya yang tidak lagi menarik seperti dulu. Untuk melampiaskan hasrat seksualnya, suami menjalin hubungan gelap atau perselingkuhan dengan perempuan lain yang dipandang lebih menarik. Perilaku tersebut tidak sesuai dengan norma-norma yang ada commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam masyarakat dan Djenar mengangkat permasalahan tersebut ke dalam karyanya untuk disampaikan kepada masyarakat. Hal itu sesuai dengan pernyataan, “Sebuah masyarakat industri yang kelihatan homogen pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan pertentangan” (Eco, 2008:17). Sebuah masyarakat industri yang terlihat homogen atau sama, pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan pertentangan. Hal tersebut terjadi akibat dari dampak adanya modernisasi. Modernisasi memberikan dampak positif dan negative pada masyarakat. Dampak positif dari modernisasi adalah adanya pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi lebih rasional, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta tingkat kehidupan yang lebih baik (http://afand.abatasa.com/post/detail/2761/dampak-positif-dannegatif-globalisasi-dan-modernisasi). Adapun dampak negatif dari modernisasi adalah adanya pola hidup konsumtif, sikap individulistik, gaya hidup kebaratbaratan dan kesenjangan sosial (http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/05/ dampak-positif-dan-dampak-negatif.html).
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tanda dalam Cerpen Menyusu Ayah 1. Tanda pada Cerpen Menyusu Ayah dalam Ranah Komunikasi Rabaan 1) “Ketika Ibu kehabisan napas (nafas) dan sudah tidak dapat lagi mengejan, saya menggigiti dinding vagina Ibu dengan gusi supaya jalan keluar bagi saya lebih mudah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:36). 2) “Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 3) “Saya mengisap penis Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 4) “Saya menyedot air mani Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 5) “Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 6) “Saya ingin menikmati lelaki, seperti ketika menyusu penis Ayah waktu bayi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 7) “Saya heran, kenapa Ayah tidak pernah menyusui lagi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 8) “Katanya, ia tidak pernah menyusui saya dengan penisnya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 9) “Menunggu Ayah menyusui” (Djenar Maesa Ayu, 2008:38). 10)
“Sejak Ayah tidak lagi sudi menyusui, saya berpaling ke temanteman Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).
11) “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
12) “Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 13) “Saya senang mendengar desahan napas mereka dan menikmati genggaman yang mengencang pada rambut saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 14) “Saya merasa dimanjakan karena mereka mau menunggu sampai saya puas menyusu” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 15) “Saya menyukai air susu mereka yang menderas ke dalam mulut saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39-40). 16) “Pada suatu hari ketika sedang asyik menyusu salah satu teman Ayah, ia meraba payudara saya yang rata” (Djenar Maesa Ayu, 2008:40). 17) “Saya tidak ingin dinikmati” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41). 18) “Saya terhipnotis oleh kenikmatan yang memenuhi mulut saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41). 19) “Ia tidak saja hanya meraba payudara saya, tapi juga kemaluan saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41). 20) “Tapi ternyata ia hanya meraba bagian luar kemaluan saya tanpa memasukkan jarinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41). 21) “Ia mencium kening saya, turun ke bibir, turun ke dagu, turun ke leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42). 22) “Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42). commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
23) “Saya merasakan sesuatu yang hangat menyembur deras dalam kemaluan saya”(Djenar Maesa Ayu, 2008:42). 24) “Dan mual membayangkan penisnya yang tengah berada di dalam kemaluan saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42). Dari kutipan nomor 1 sampai 24, terdapat pernyataan berunsur erotis yang mengandung unsur sentuhan dan rabaan di dalamnya. Pada kutipan nomor 1 terdapat pernyataan “… menggigiti dinding vagina Ibu dengan gusi ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah bermakna bahwa saat Ibu Nayla berusaha melahirkannya, Nayla menggambarkan saat itu dia (Nayla bayi) menggigit dinding vagina Ibunya dengan gusi agar jalan keluar lahirnya lebih mudah. Kemudian pada kutipan nomor 2 terdapat pernyataan “… mengisap puting payudara Ibu” yang bermakna menyusu dari payudara Ibu. Dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan “… saya tidak mengisap puting payudara Ibu” bermakna bahwa selama ini Nayla tidak menyusu dari payudara Ibunya. Pada kutipan nomor 3 terdapat pernyataan “… mengisap penis ….”, lalu pada kutipan nomor 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14 serta 16 terdapat pernyataan “… menyusu …. dan … menyusui ….”. Beberapa pernyataan tersebut memiliki makna yang sama yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan cara oral. Pengertian seks oral yakni, “Aktivitas-aktivitas seksual yang mencakup penggunaan mulut, lidah dan kerongkongan untuk merangsang genitalia” (http://jomblos.blogspot.com/2008/07/pengertian.oral.sex.html).
Dalam
cerpen
Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla melakukan seks oral dengan cara mengisap penis milik ayahnya, teman-teman ayahnya dan teman-teman lailaki sebaya Nayla.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Pada kutipan nomor 4, 11 dan18 terdapat pernyataan “… menyedot air mani ….”, “… mencicipi lagi susu teman-teman laki ….” dan “… kenikmatan yang memenuhi mulut saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan tersebut bermakna, saat Nayla melakukan seks oral, dia juga mengisap sperma laki-laki pasanganya ke dalam mulutnya. Selanjutnya pada kutipan nomor 5 terdapat pernyataan “Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan tersebut bermakna, selama ini Ayah Nayla mendoktrin Nayla bahwa payudara perempuan yang dimilikinya tidak digunakan untuk menyusui bayi, akan tetapi payudara perempuan digunakan untuk memuaskan nafsu birahi atau hasrat seksual laki-laki. Pada kutipan nomor 13, terdapat pernyataan “… menikmati genggaman yang mengencang pada rambut saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut menggambarkan puncak kenikmatan yang dirasakan temanteman Ayah Nayla saat melakukan seks oral dengan Nayla. Kemudian pada kutipan nomor 15, terdapat pernyataan “… air susu ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut menggambarkan bahwa air susu yang digambarkan dinikmati Nayla selama ini sebenarnya adalah sperma laki-laki yang masuk ke dalam mulutnya. Pada kutipan nomor 17, terdapat pernyataan “… dinikmati” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa Nayla tidak ingin melakukan hubungan seksual yang hanya bertujuan untuk memuaskan nafsu birahi laki-laki saja. Selanjutnya pada kutipan nomor 19 dan 20, terdapat pernyataan “Ia tidak hanya meraba payudara, tapi juga kemaluan …” dan “… meraba bagian luar kemaluan ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut bermakna bahwa teman Ayah Nayla tidak hanya membiarkan Nayla melakukan seks oral saja, tetapi dengan memanfaatkan keadaan yang ada, teman Ayah Nayla meraba payudara dan bagian luar vagina Nayla. Kemudian pada kutipan nomor 21, terdapat pernyataan “Ia mencium kening saya, turun ke bibir, turun ke dagu, turun ke leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah bermakna, teman Ayah Nayla menciumi tubuh Nayla hingga ke area genital perempuan milik Nayla. Pada kutipan nomor 22, terdapat pernyataan “… menindih saya ….” dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna tubuh Nayla dihimpit oleh tubuh teman Ayahnya dengan berada di atas tubuh Nayla. Teman Ayah Nayla menghimpit tubuh Nayla di bawahnya dengan tujuan untuk melakukan hubungan seksual kepada Nayla. Kemudian pada kutipan nomor 23, terdapat pernyataan “… sesuatu yang hangat menyembur deras dalam kemaluan saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan tersebut bermakna bahwa teman Ayah Nayla menyemburkan spermanya ke dalam vagina Nayla. Selanjutnya pada kutipan nomor 24, terdapat pernyataan “… penisnya yang tengah berada di dalam kemaluan” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna penis teman Ayah Nayla masuk dalam vagina Nayla.
2. Tanda pada Cerpen Menyusu Ayah dalam Ranah Kode-Kode Kultural 1) “Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari lakilaki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:36-37). 2) “Saya kencing berdiri. Saya melakukan segala hal yang dilakukan anak laki-laki” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 3) “Payudara saya rata. Namun saya tidak terlalu peduli dengan payudara. Tidak ada pentingnya bagi saya. Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 4) “Saya ingin mengatakan kalau ayah yang sebenarnya mempunyai pikiran-pikiran kotor dengan menuduh Ibu tidur dengan laki-laki lain” (Djenar Maesa Ayu, 2008:38). 5) “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya. Susu mereka belum berproduksi banyak. Mereka terlalu cepat kehabisan susu. Dan biasanya mereka tidak mau bergaul dengan saya lagi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 6) “Saya senang jika teman-teman Ayah memangku dan mengelus-elus rambut saya, tidak seperti teman-teman sebaya yang harus saya rayu terlebih dahulu. Saya senang setiap kali bibir mereka membisiki telinga saya bahwa saya adalah anak gadis yang manis. … Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 7) “Pada suatu hari ketika sedang asyik menyusu salah satu teman Ayah, ia meraba payudara saya yang rata” (Djenar Maesa Ayu, 2008:40). commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada kutipan nomor 1, terdapat pernyataan “Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari laki-laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla adalah seorang anak perempuan yang dibesarkan tanpa figur seorang Ibu karena Ibu Nayla telah meninggal setelah melahirkannya. Selama ini pada masa tumbuh kembangnya, Nayla diasuh dan dibesarkan oleh ayahnya. Digambarkan juga dalam cerpen tersebut, pada masa anak-anak, Nayla pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan dalam kutipan nomor 1 bertentangan dengan kultur yang terdapat dalam masyarakat. Pertentangan itu digambarkan dengan adanya pelecehan seksual yang dialami Nayla saat masih anak-anak dan pelecehan tersebut dilakukan oleh ayah kandungnya. Ditinjau dari segi peranan dalam keluarga, hal itu sangat bertentangan dengan kultur yang terdapat di dalam masyarakat. Menurut William J. Goode, “Orang tua diharapkan melindungi anak-anak mereka meskipun mereka harus mati untuk itu” (1983:23). Sementara itu di dalam karyanya, Djenar menggambarkan sosok seorang ayah yang telah menyakiti anaknya dengan cara melakukan pelecehan seksual terhadap putrinya. Perbuatan Ayah Nayla tersebut dapat dikategorikan sebagai pedofilia. Pedofilia didefinisikan sebagai ganguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa, biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau ekslusif pada anak prapuber (http;//id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia). Perbuatan tersebut tidak pantas dilakukan oleh orang tua kepada anaknya karena commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hal itu melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan dapat menimbulkan trauma psikis pada perkembangan seorang anak. Dalam kasus antara Nayla dengan ayahnya, Nayla mendapatkan suatu kepuasan dalam dirinya saat melakukan oral seks. Hal tersebut terjadi karena di masa
anak-anak,
seorang
anak
akan
mengalami
infantile
sex
play
(http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1961418-dampak-mastrubasiterhadap -kesehatan/). Anak-anak juga dapat merasakan dorongan seksual di masa pertumbuhannya dan keadaan itu disebut dengan infantil seksual.
Apabila
seorang anak di masa tumbuh kembangnya mendapatkan kenikmatan seksual dalam perilakunya, maka anak tersebut akan mencoba untuk mengulangi perilaku tersebut untuk memenuhi hasrat seksualnya. Keadaan inilah yang kemudian terjadi pada diri Nayla, setelah pelecehan seksual yang diterimanya. Nayla yang masih anak-anak mendapatkan kepuasan seksual dari perilaku tersebut dan akhirnya Nayla berusaha untuk mengulangi perbuatan itu untuk memenuhi hasrat seksualnya. Pada kutipan nomor 2, terdapat pernyataan “Saya kencing berdiri”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla melakukan buang air kecil atau kencing dengan posisi berdiri. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena digambarkan Nayla adalah seorang perempuan yang melakukan buang air kecil dengan posisi berdiri. Dalam kultur yang ada pada masyarakat, saat seorang perempuan melakukan buang air kecil, seharusnya dilakukan dalam posisi jongkok. Posisi berdiri yang dilakukan Nayla saat kencing adalah sikap yang tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
lazim dilakukan oleh seorang perempuan, karena posisi kencing berdiri seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Pada kutipan nomor 3, terdapat pernyataan “Namun saya tidak terlalu peduli dengan payudara. Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata ayah”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa Nayla tidak peduli dengan payudara miliknya karena Nayla didoktrin oleh pendapat ayahnya yang menganggap payudara perempuan hanya sebagai objek pemuas nafsu birahi laki-laki. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena saat seorang perempuan telah menjadi istri dan seorang Ibu, fungsi utama payudara perempuan digunakan untuk menyusui anak mereka. Jika payudara dapat menggugah atau memuaskan nafsu birahi lakilaki, hal tersebut dianggap sebagai manfaat sekunder dan bukan fungsi utama dari payudara seorang perempuan. Pada kutipan nomor 4, terdapat pernyataan “… menuduh Ibu tidur dengan laki-laki lain”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Ayah Nayla menuduh istrinya (Ibu Nayla) telah melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain dan akibatnya mengandung Nayla. Ditinjau dari segi-segi kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena tidak sepantasnya seorang suami merendahkan harga diri istrinya dengan menuduh sang istri berhubungan seksual dengan laki-laki lain tanpa ada bukti yang jelas. Bagi masyarakat, seorang suami seharusnya melindungi, menghormati, menghargai dan menjaga harga diri istrinya. Dalam cerpen Menyusu Ayah, tokoh Ayah Nayla tidak dapat menghargai istrinya sendiri dengan menuduh istrinya commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berhubungan seksual dengan laki-laki lain. Dari permasalahan tersebut, diindikasikan terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam bentuk psikis. Perlakuan yang bersifat psikologis dapat berdampak merasa tersiksa, sakit hati dan dendam yang disadari atau tidak perlakuan semacam ini harusnya dapat disetarakan dengan KDRT (http://politik.kompasiana.com/2010/05/03/hukumrimba-kdrt-fisik-psikologis-dan-psikiartis-2/). Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk fisik, misalnya pemukulan yang dilakukan suami terhadap istri, dan dalam bentuk psikis seperti penghinaan suami terhadap istrinya. Perlakuan tersebut membuat istrinya merasa sakit hati karena hal yang dituduhkan tersebut tidak benar dan tidak terbukti, seperti yang tergambar dalam cerpen Menyusu Ayah. Pada kutipan nomor 5, terdapat pernyataan “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa selama ini Nayla telah menjadikan teman laki-laki sebayanya sebagai objek seks oral. Ditinjau dari segi kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, sebab perbuatan Nayla dianggap tidak pantas dilakukan, karena usia Nayla yang masih anak-anak dan belum saatnya untuk dapat melakukan hubungan seksual. Selain itu, Nayla menjadikan teman laki-laki sebayanya sebagai objek untuk memuaskan nafsu seksualnya. Perilaku tersebut dinilai tidak pantas dilakukan oleh Nayla karena seharusnya di usia tersebut mereka (Nayla dan teman-temannya) dapat bermain selayaknya anak-anak lain seusianya dan belum saatnya melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Permasalahan tersebut menjadi cermin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
bagi para orang tua agar dapat mengawasi dan mendidik anak-anak mereka dengan baik. Pada kutipan nomor 6 dan 7, terdapat pernyataan “Teman-teman Ayah memangku dan mengelus-elus rambut saya, tidak seperti teman-teman sebaya yang harus saya rayu terlebih dahulu”; “Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” dan “Ia meraba payudara saya yang rata” . Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa teman Ayah Nayla selama ini telah menjadikan Nayla sebagai objek seksual mereka. Teman Ayah Nayla mengajak Nayla melakukan hubungan seksual di saat keadaan rumah Nayla sepi. Ditinjau dari kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena bagi masyarakat, orang dewasa seharusnya dapat menyayangi dan menjaga anak-anak. Dalam cerpen tersebut, digambarkan bahwa teman-teman Ayah Nayla menjadikan Nayla sebagai objek pemuas hasrat seksual mereka. Perbuatan itu tidak pantas dan tidak seharusnya dilakukan oleh teman Ayah Nayla, sebab mereka seharusnya menganggap dan menyayangi Nayla seperti putrinya sendiri karena Ayah Nayla adalah teman mereka.
3. Tanda pada Cerpen Menyusu Ayah dalam Ranah Komunikasi Massa 1) “Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari lakilaki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:36-37). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
2) “Saya ingin menikmati lelaki, seperti ketika menyusu penis Ayah waktu bayi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 3) “Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 4) “Saya kencing berdiri. Saya melakukan segala hal yang dilakukan anak laki-laki” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37). 5) “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya. Susu mereka belum berproduksi banyak. Mereka terlalu cepat kehabisan susu. Dan biasanya mereka tidak mau bergaul dengan saya lagi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 6) “Saya senang jika teman-teman Ayah memangku dan mengelus-elus rambut saya, tidak seperti teman-teman sebaya yang harus saya rayu terlebih dahulu. Saya senang setiap kali bibir mereka membisiki telinga saya bahwa saya adalah anak gadis yang manis. … Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39). 7) “Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42). Pada kutipan nomor 1 sampai 6, Djenar Maesa Ayu sebagai penulis menggambarkan kehidupan seksual yang dialami Nayla ke dalam teks-teks erotis. Hal tersebut dilakukan Djenar dengan tujuan untuk menarik minat masyarakat agar membaca karyanya. Lewat teks-teks itu pula, Djenar menampilkan permasalahan-permasalahan sosial kepada pembaca. Hal itu bertujuan agar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
masyarakat dapat membuka mata mereka terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka dan tidak menutup diri terhadap masalah-masalah tersebut. Pada kutipan nomor 1 sampai 6, Djenar menggambarkan kehidupan seksual Nayla yang terjadi mulai saat dia kecil sampai besar ke dalam teks-teks erotis. Pada kutipan nomor 1, Djenar menggambarkan pelecehan seksual yang diterima Nayla oleh ayah kandungnya saat dia masih kecil. Peristiwa tersebut membekas di benak Nayla dan membuat Nayla merasa ketagihan sehingga ingin mengulangi perbuatan itu lagi. Hal tersebut kemudian digambarkan Djenar dalam kutipan nomor 2. Akibat Ayah Nayla mengelak pelecehan seksual yang telah dilakukannya pada Nayla dan menolak untuk mengulangi perbuatan itu lagi, Nayla melampiaskan hasrat seksualnya kepada teman laki-laki sebayanya dengan menjadikan mereka sebagai objek seks oral yang dia lakukan. Hal itu digambarkan Djenar dalam kutipan nomor 3. Pada kutipan nomor 4 dan 5, Djenar menggambarkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh teman Ayah Nayla kepada Nayla. Teman-teman Ayah Nayla memanfaatkan Nayla sebagai objek pelampiasan nafsu seksual mereka dengan mengajak Nayla melakukan seks oral. Nayla yang tidak mengerti tentang arti perbuatan tersebut menerima ajakan teman-teman Ayahnya dan mencoba menikmati perbuatan itu karena Nayla merasa ketagihan. Tidak hanya mengajak Nayla melakukan seks oral, bahkan salah satu dari teman Ayah Nayla telah memperkosa Nayla. Hal ini menggambarkan bahwa orang-orang dewasa di sekitar Nayla tidak dapat melindungi dan mendidik Nayla dengan baik. Dari penggambaran tersebut tersirat pesan yang ditujukan Djenar kepada para orang commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tua agar mereka dapat menjaga dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Eco yakni, “Sebuah masyarakat industri yang kelihatan homogen pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan pertentangan” (Eco, 2008:17). Pada kutipan nomor 6 dan 7, Djenar menggambarkan bahwa Nayla mendapatkan pengasuhan yang salah dari ayahnya. Pada kutipan nomor 6, digambarkan bahwa Nayla di doktrin oleh Ayahnya. Sayangnya, doktrin tersebut salah dan membuat Nayla terseret dalam sikap yang tidak sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan. Hal tersebut digambarkan Djenar pada kutipan nomor 7, bahwa Nayla melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perbuatan tersebut tidak sepantasnya dilakukan oleh perempuan seperti Nayla. Perilaku seperti itu terjadi karena selama masa pertumbuhannya, Nayla tidak mendapatkan contoh teladan dari seorang figur Ibu. Selain itu, selama ini Nayla mendapatkan teladan dan asuhan yang tidak tepat dari ayahnya sehingga membuatnya bersikap seperti laki-laki. Dari penggambaran tersebut, Djenar ingin menyampaikan pesan lewat karyanya kepada para orangtua agar mereka dapat mengasuh, mendidik dan memberikan teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Eco yakni, “Kelompokkelompok produktif yang mengolah dan mengirimkan pesan-pesan tertentu dengan sarana-sarana industri” (Eco, 2008:17). Dalam hal ini, Djenar sebagai bagian dari kelompok produktif mengolah dan mengirimkan pesan kepada masyarkat melalui cerpen karyanya yang diterbitkan sebagai sarana industri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
D. Tanda dalam Cerpen Payudara Nai Nai 1. Tanda dalam Ranah Komunikasi Rabaan 1) “Ketika anak-anak perempuan lain harus selalu siaga dari incaran tangan-tangan usil anak-anak laki yang kapan saja siap menarik tarik tali kutang mereka dari belakang, Nai yang hanya memakai kaus kutang biasa melenggang dengan bebas merdeka” (Djenar Maesa Ayu, 2008:107). 2) “Tidak terkecuali, sensasi yang mereka rasakan ketika pacar pertama menggerayangi payudara” (Djenar Maesa Ayu, 2008:108). 3) “Ketika Nai membaca, ia adalah perempuan berkaus kutang yang digarap di atas meja direktur” (Djenar Maesa Ayu, 2008:111). 4) “Ia adalah perempuan berpayudara besar yang dapat menjepit penis laki-laki di antara payudaranya saat mengalami menstruasi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:111). 5) “Ia adalah perempuan yang bisa menjepit penis laki-laki di antara payudaranya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:111). 6) “Bahkan ia adalah perempuan yang dapat berhubungan seksual dengan empat laki-laki sekaligus! Dengan menggunakan lubang vaginanya, lubang anusnya, lubang mulutnya, dan … sela payudaranya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:111). 7) “Ia bukan hanya perempuan idaman yang bisa yang bisa menggarap beberapa laki-laki bersamaan”(Djenar Maesa Ayu, 2008:114). 8) “Tapi ia adalah perempuan berkaus kutang, berpayudara kecil, yang bisa menggarap laki-laki” (Djenar Maesa Ayu, 2008:114). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
9) “Berharap akan kehangatan tubuh Nai yang berpayudara rata namun piawai melumat penis dan menelan habis sperma itu” (Djenar Maesa Ayu, 2008:114-115). 10) “Berharap akan kehangatan lubang vagina dan juga anus itu” (Djenar MAesa Ayu, 2008:115). 11) “Berpaling dari perempuan-perempuan yang hanya berani merelakan payudaranya tanpa berani menyerahkan keperawanannya dengan alasan menjaga nama baik keluarga” (Djenar Maesa Ayu, 2008:115). 12) “Kenapa Nai tidak mencicipi laki-laki yang mendekatinya ketimbang hanya menjual cerita dari buku-buku stensilan yang dibacanya?” (Djenar Maesa Ayu, 2008:116). Dari kutipan di atas, ditemukan pernyataan berunsur erotis yang mengandung unsur sentuhan dan rabaan di dalamnya. Pada kutipan nomor 1 dan 2, terdapat pernyataan “… menarik tarik tali kutang ….” dan “… menggerayangi payudara” yang dalam cerpen Payudara Nai Nai bermakna, pelecehan seksual yang dilakukan oleh laki-laki (teman laki-laki Nayla di sekolah dan pacar teman Nayla) terhadap perempuan (teman-teman Nayla) dengan menyentuh bagian payudara mereka. Pada kutipan nomor 3, 7 dan 8, terdapat pernyataan “… digarap ….” dan “… menggarap ….” yang bermakna hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang didominasi oleh satu orang saja dalam pasangan tersebut. Kemudian pada kutipan nomor 4, 5, 9 dan 10, terdapat pernyataan “… menjepit penis laki-laki di antara payudaranya ….”, “… melumat penis ….” dan “… kehangatan lubang vagina dan anus ….” yang dalam cerpen Payudara Nai Nai commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bermakna hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan posisi yang tidak lazim. Hal tersebut dilakukan semata-mata dengan tujuan untuk mendapatkan variasi dalam hubungan seksual dan merealisasikan imajinasi seksual pasangan tersebut. Selanjutnya pada kutipan nomor 6 dan 7, terdapat pernyataan “… berhubungan seksual dengan empat orang sekaligus ….” dan “… menggarap beberapa laki-laki bersamaan” yang dalam cerpen Payudara Nai Nai bermakna hubungan seksual yang dilakukan antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki sekaligus. Hal tersebut juga dianggap tidak lazim karena hubungan seksual tersebut dilakukan lebih dari dua orang. Pada kutipan nomor 11 terdapat pernyataan “… merelakan payudaranya ….” yang dalam cerpen Payudara Nai Nai bermakna seorang perempuan merelakan payudaranya untuk disentuh oleh laki-laki. Kemudian pada kutipan nomor 12 terdapat pernyataan “… mencicipi laki-laki ….” yang dalam cerpen Payudara Nai Nai bermakna keinginan seorang perempuan untuk mencoba merasakan berhubungan seksual dengan laki-laki.
2. Tanda dalam Ranah Kode-Kode Kultural 1) “Apakah
orangtuanya
punya
pertimbangan
tertentu
ketika
menamainya, Nai Nai tidak tahu menahu. Yang ia tahu dalam bahasa moyangnya, bahasa Mandarin, Nai Nai artinya payudara” (Djenar Maesa Ayu, 2008:107). 2) “Kutang menjadi simbol kebanggaan perempuan, satu nilai lebih ketimbang hanya mengenakan miniset, apalagi hanya sebatas kaus kutang” (Djenar Maesa Ayu, 2008:108). commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) “Hari jadinya yang jatuh pada bulan Juni seolah menjadi peringatan bahwa usianya bertambah namun payudaranya juga tidak tumbuh. Selain itu sebagian besar kartu ucapan yang diterimanya tidak pernah luput dari kalimat semisal, “Semoga payudaramu cepat tumbuh” atau “Semoga payudaramu membesar” ” (Djenar Maesa Ayu, 2008:108). 4) “Ketika Ayah bekerja di siang hari, Nai sering membaca buku-buku stensilan yang sudah ayahnya persiapkan untuk dijual malam harinya. Disantapnya berbagai cerita pengalaman seksual seperti yang kerap didengar
dari
mulut
teman-temannya,
berikut
ilustrasi
yang
melengkapinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:110-111). 5) “Tanpa tenggang rasa sedikit pun sesaat setelah mengerling ke payudaranya, Yongki mengatakan nama Nai kurang pas kalau tidak ditambah dengan kata ‘kecil’ ” (Djenar Maesa Ayu, 2008:112). 6) “Hingga suatu hari ketika teman-temannya sedang saling berbagi cerita tentang pengalaman pertama kencan, Nai memberanikan diri untuk mengemukakan apa yang sering dibacanya dari buku-buku stensilan sebagai pengalaman pribadinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:113). 7) “Semua laki-laki yang sudah mendengar pengalaman seksual Nai berlomba-lomba mendapatkan Nai” (Djenar Maesa Ayu, 2008:114). Pada kutipan nomor 1, terdapat pernyataan “Apakah orangtuanya punya pertimbangan tertentu ketika menamainya ….” dan “… Nai Nai artinya payudara”. Dalam cerpen Payudara Nai Nai, pernyataan tersebut bermakna bahwa Nai Nai tidak mengerti alasan orangtuanya memberinya nama Nai Nai yang dalam bahasa Mandarin memiliki arti payudara. Ditinjau dari segi kodecommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena dalam kultur masyarakat, terutama kultur masyarakat keturunan Cina, memberikan nama pada seorang anak adalah bentuk doa dan harapan orangtua kepada anaknya. Nama bayi Cina harus memberikan arti yang positif dengan harapan agar anak tersebut nantinya hidup sukses, selamat dan berhasil dengan memperhatikan arti makna bila beberapa suku kata tersebut digabung, karena nama orang Cina memang sedikit berbeda dibandingkan nama orang dari negara lain (http://perkembangananak.net/bagaimanakah-orang-chinamemberi-nama-untuk-bayi-laki-laki-dan-perempuannya.html). Diharapkan saat orangtua memberi nama putra putrinya, nama anak tersebut memiliki arti yang indah dan bermakna luhur karena nama seorang anak digambarkan sebagai bentuk harapan dan doa orang tua kepada kehidupan putra putrinya kelak. Masyarakat masih mempercayai bahwa jika memberikan nama seorang anak dengan makna yang kurang baik, maka kehidupan anak tersebut akan menjadi kurang baik pula. Hal tersebut digambarkan Djenar dalam cerpen Payudara Nai Nai. Dalam cerpen tersebut Djenar menggambarkan Nai Nai adalah seorang perempuan yang memiliki permasalahan dalam hidup akibat payudara miliknya yang rata dan nama Nai Nai sendiri memiliki arti payudara dalam bahasa Mandarin. Dari sini, Djenar seolah-olah ingin menggambarkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat dari pemberian nama Nai Nai dengan permasalahan payudara Nai-Nai saat itu. Nama Nai-Nai juga dapat diindikasikan sebagai sebuah paraban (dalam bahasa Jawa) atau propername. Paraban dalam bahasa Jawa berarti nama panggilan atau sapaan, tapi penggunaannya terbatas pada kalangan atau komunitas tertentu saja (http://albertobroneo.blogspot.com/2009/05/paraban.html). Paraban commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
bisa berasal dari ciri fisik seseorang, penampilan atau kebiasaan seseorang, misalnya seseorang yang memiliki tubuh gemuk lalu dipanggil “Si Gendut”. Nama Nai Nai juga dapat diindikasikan sebagai sebuah julukan oleh orang-orang di sekitarnya karena dalam bahasa Mandarin nai-nai memiliki arti payudara, sedangkan selama ini yang menjadi permasalahan dalam hidup Nai Nai adalah ukuran payudaranya yang rata. Hal ini juga diperkuat dengan Yongki memanggil Nai Nai dengan sebutan “Nai Nai kecil”. Pada kutipan nomor 2, terdapat pernyataan “Kutang menjadi simbol kebanggan perempuan …”. Dalam cerpen Payudara Nai Nai pernyataan tersebut bermakna kutang atau bh menjadi salah satu dari simbol kebanggaan perempuan. Hal tersebut terjadi karena saat menginjak usia remaja, sebagian perempuan menganggap dengan memakai kutang atau bh, menjadikan mereka terlihat sebagai perempuan dewasa dan mereka selanjutnya bukan lagi dianggap sebagai gadis kecil. Sementara bagi perempuan yang masih menggunakan miniset atau kaos kutang, mereka masih dianggap oleh sebagian orang sebagai gadis kecil. Hal ini menjadikan kutang atau bh dianggap sebagai salah satu simbol kedewasaan perempuan. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut kurang sesuai dengan kultur masyarakat. Hal ini disebabkan karena dalam masyarakat, seorang perempuan dikatakan telah dewasa bukan hanya dilihat dari segi telah menggunakan kutang atau bh untuk menyangga payudaranya yang telah tumbuh, tetapi biasanya perempuan dikatakan telah dewasa atau akil baliq saat perempuan tersebut telah mengalami menstruasi. Menstruasi menjadi salah satu tanda kedewasaan perempuan disebabkan karena, saat perempuan telah mengalami masa tersebut, jika berhubungan seksual dengan laki-laki secara lazim, dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
membuat perempuan hamil. Tetapi jika perempuan belum mengalami menstruasi tetapi payudaranya telah tumbuh dan sperma laki-laki masuk ke dalam vaginanya saat berhubungan seksual, maka perempuan tersebut tidak dapat mengalami kehamilan. Pada kutipan nomor 3 dan 5, terdapat pernyataan “Semoga payudaramu cepat tumbuh”, “Semoga payudaramu membesar” dan “… nama Nai kurang pas kalau tidak ditambah dengan kata ‘kecil’ ’’. Dalam cerpen Payudara Nai Nai pernyataan tersebut bermakna bahwa sebagian besar kartu ucapan yang diberikan saat Nai Nai ulang tahun berisi harapan agar payudara Nai Nai cepat tumbuh dan ejekan Yongki tentang ukuran payudara Nai Nai yang kecil atau rata. Selain itu, ucapan-ucapan yang diterima Nai Nai dalam kartu ucapan ulang tahun, dapat diartikan sebagai suatu simbol yang bermakna harapan dari orang-orang terdekat Nai Nai agar dia semakin bertambah dewasa. Tumbuh atau membesarnya payudara dianggap sebagai simbol kedewasaan bagi perempuan. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut kurang sesuai dengan kultur masyarakat. Hal ini disebabkan karena dalam kultur masyarakat Indonesia, perbincangan mengenai alat genital perempuan dan laki-laki masih dianggap tabu. Ini disebabkan karena masih ada sebagian orang yang merasa risih saat membicarakan mengenai seksualitas dalam ranah publik. Begitupun dengan pernyataan-pernyataan yang dilontarkan orang-orang kepada Nai Nai mengenai payudaranya yang rata, karena secara tidak mereka sadari, pernyataan-pernyataan tersebut dapat melukai hati seseorang dan membuat orang tersebut merasa rendah diri, dalam konteks ini adalah Nai Nai. Dampak yang kemudian dirasakan adalah orang-orang yang merasa rendah diri karena kekurangannya seperti Nai Nai, akan commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencari suatu cara atau melakukan suatu hal yang dapat membuatnya diperhatikan oleh orang-orang. Dikhawatirkan jika cara-cara yang digunakan untuk menarik perhatian seseorang adalah dengan cara-cara yang salah dan dianggap tidak wajar.
Hal tersebut tergambar dalam kutipan nomor 8 yang
tergambar dari pernyataan “… semakin rakusnya ia melahap buku-buku stensilan demi memenangkan perhatian Yongki ….”. Dari situ digambarkan bahwa untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang yang telah menghinanya, Nai Nai menempuh cara yang salah, yaitu dengan membaca buku-buku stensilan yang berisi pengalaman-pengalaman seksual seseorang. Pada kutipan nomor 4 dan 6, terdapat pernyataan “… Nai sering membaca buku-buku stensilan ….”, “Disantapnya berbagai cerita pengalaman seksual ….” dan “… Nai memberanikan diri untuk mengemukakan apa yang sering dibacanya dari buku-buku stensilan sebagai pengalaman pribadinya”. Dalam cerpen Payudara Nai Nai, pernyataan tersebut bermakna bahwa selama ini di usianya yang masih remaja, Nai Nai telah membaca buku-buku stensilan yang berisi pengalaman seksual seseorang. Stensilan menurut pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Hasil merekam atau mencetak dengan stensil (alat lembaran) untuk merekam tulisan, gambaran, dan sebagainya) (Moeliono, 1990:859). Buku stensilan dapat diartikan sebagai sebuah buku murah berbahan kertas stensil dengan tema cerita cinta yang dibumbui fantasi atau imajinasi tentang cinta dan seks dewasa (http://cerita-stensilan.html). Dalam cerpen Payudara Nai Nai, bukubuku stensilan digambarkan sebagai buku-buku yang dihasilkan dari cetakan stensil yang bersisi cerita tentang pengalaman seksual seseorang. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kultur yang ada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena bagi masyarakat, tidak pantas untuk seorang remaja ataupun anak-anak yang belum cukup dewasa membaca atau mendengarkan cerita tentang pengalaman seksual seseorang. Dikhawatirkan karena umur mereka yang belum dewasa, maka para remaja atau anak-anak tersebut meniru adegan seksual dalam cerita itu karena perbuatan itu belum pantas dilakukan oleh seseorang yang belum menikah dan belum dewasa. Selain itu, masyarakat masih menganggap tabu atau kurang pantas bagi seseorang untuk memperbincangkan pengalaman seksual mereka kepada orang lain. Hal itu disebabkan karena bagi masyarakat, pengalaman seksual seseorang adalah bagian dari urusan suami istri atau urusan pribadi seseorang. Dalam kutipan nomor 6, Djenar menggambarkan bahwa Nai Nai membohongi teman-temannya di sekolah dan menjejali mereka dengan sesuatu yang belum pantas mereka dengarkan (cerita tentang pengalaman seksual). Pada kutipan nomor 7, terdapat pernyataan “… mendengar pengalaman seksual Nai berlomba-lomba mendapatkan Nai”. Dalam cerpen Payudara Nai Nai, pernyataan tersebut bermakna bahwa setelah mendengarkan cerita tentang pengalaman seksual yang diakui dilakukan oleh Nai Nai, teman-teman laki-laki Nai Nai di sekolah berlomba untuk dapat memiliki Nai Nai dan ingin melakukan hubungan seksual dengannya. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kultur yang ada pada masyarakat. Hal itu disebabkan karena dalam kehidupan masyarakat, diharapkan seorang laki-laki menyukai perempuan biasanya didasarkan dari segi kebaikan hati dan paras yang dimiliki. Namun, dalam kehidupan masyarakat masih dapat dijumpai laki-laki yang memegang mitos-mitos tentang melihat bagian tubuh perempuan yang commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melambangkan kemampuan seorang perempuan dalam berhubungan seksual. Walaupun hal tersebut juga menjadi acuan laki-laki untuk memilih perempuan sebagai
pasangannya,
namun
diharapkan
seorang
laki-laki
juga
tetap
mengutamakan kebaikan hati dan sikap perempuan dalam pertimbangannya.
3. Tanda dalam Ranah Komunikasi Massa 1) “Apakah
orangtuanya
punya
pertimbangan
tertentu
ketika
menamainya, Nai Nai tidak tahu menahu. Yang ia tahu dalam bahasa moyangnya, bahasa Mandarin, Nai Nai artinya payudara” (Djenar Maesa Ayu, 2008:107). 2) “Kutang menjadi simbol kebanggaan perempuan, satu nilai lebih ketimbang hanya mengenakan miniset, apalagi hanya sebatas kaus kutang” (Djenar Maesa Ayu, 2008:108). 3) “Hari jadinya yang jatuh pada bulan Juni seolah menjadi peringatan bahwa usianya bertambah namun payudaranya juga tidak tumbuh. Selain itu sebagian besar kartu ucapan yang diterimanya tidak pernah luput dari kalimat semisal, “Semoga payudaramu cepat tumbuh” atau “Semoga payudaramu membesar”” (Djenar Maesa Ayu, 2008:108). 4) “Ketika anak-anak perempuan lain harus selalu siaga dari incaran tangan-tangan usil anak-anak laki yang kapan saja siap menarik tarik tali kutang mereka dari belakang, Nai yang hanya memakai kaus kutang biasa melenggang dengan bebas merdeka” (Djenar Maesa Ayu, 2008:107). commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) “Tidak terkecuali, sensasi yang mereka rasakan ketika pacar pertama menggerayangi payudara” (Djenar Maesa Ayu, 2008:108). 6) “Ketika Ayah bekerja di siang hari, Nai sering membaca buku-buku stensilan yang sudah ayahnya persiapkan untuk dijual malam harinya. Disantapnya berbagai cerita pengalaman seksual seperti yang kerap didengar
dari
mulut
teman-temannya,
berikut
ilustrasi
yang
melengkapinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:110-111). 7) “Tanpa tenggang rasa sedikit pun sesaat setelah mengerling ke payudaranya, Yongki mengatakan nama Nai kurang pas kalau tidak ditambah dengan kata ‘kecil’” (Djenar Maesa Ayu, 2008:112). 8) “Semakin Yongki bertingkah seperti itu, semakin rakusnya ia melahap buku-buku stensilan demi memenangkan perhatian Yongki dan memanjakan imajinasinya” (Djenar Maesa Ayu, 220:115). Pada kutipan nomor 1 sampai 8, Djenar Maesa Ayu sebagai penulis, menggambarkan permasalahan kehidupan yang dialami Nai Nai ke dalam teksteks erotis. Hal tersebut dilakukan Djenar dengan tujuan, untuk menarik minat masyarakat agar membaca karyanya. Lewat teks-teks tersebut, Djenar menampilkan permasalahan-permasalahan sosial yang masih dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia, kepada pembaca. Permasalahan-permasalahan tersebut diangkat oleh Djenar Maesa Ayu sebagai penulis, dengan tujuan agar masyarakat dapat membuka mata terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka dan tidak menutup diri terhadap masalah-masalah tersebut. Di dalam sebagian besar cerpen-cerpen karyanya, Djenar menyoroti rapuhnya etika dalam kehidupan masyarakat urban. Masyarakat urban adalah masyarakat yang tinggal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
di daerah perkotaan. Djenar menggambarkan bahwa etika dalam kehidupan masyarakat golongan menengah ke atas di perkotaan, telah banyak dilanggar dan tidak dipedulikan lagi. Dalam kutipan nomor 1 sampai 8, Djenar menggambarkan permasalahan hidup yang dialami Nai Nai disebabkan karena ukuran payudaranya yang rata dan keadaan ekonomi keluarganya yang pas-pasan ke dalam teks-teks erotis. Pada kutipan nomor 1, Djenar menggambarkan bahwa arti nama Nai Nai dalam bahasa Mandarin adalah payudara. Nai Nai sendiri tidak mengetahui alasan orang tuanya memberi dia nama tersebut. Djenar kemudian menggambarkan bahwa nama Nai Nai menjadi awal bencana dalam kehidupan Nai Nai sendiri. Pada kutipan nomor 2, 3 dan 7, Djenar menggambarkan bahwa kutang dan payudara merupakan salah satu dari simbol kebanggan perempuan. Tumbuhnya payudara dan menggunakan kutang saat seorang perempuan beranjak remaja, digambarkan oleh Djenar sebagai suatu bentuk kebanggaan diantara mereka. Lewat penggunaan kutang sebagai penyangga payudara yang mulai tumbuh, Djenar ingin melukiskan bahwa bagi remaja perempuan hal tersebut menjadi tanda bahwa mereka telah dianggap sebagai perempuan dewasa oleh orang-orang di sekitarnya. Sementara bagi remaja perempuan yang payudaranya belum tumbuh dan masih menggunakan miniset atau kaos kutang, mereka akan tetap dianggap sebagai gadis kecil yang belum dewasa. Payudara yang belum tumbuh atau ukurannya masih rata, bagi remaja perempuan merupakan suatu bencana tersendiri bagi mereka. Orang-orang akan menggunjingkan hal tersebut sebagai sesuatu hal yang aneh dan tidak wajar. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah ketakutan tersendiri bagi remaja perempuan yang mengalaminya. Fenomena ini commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian diangkat oleh Djenar sebagai sebuah permasalahan dalam kehidupan remaja, yang secara tidak masyarakat sadari permasalahan ini akan menimbulkan efek negatif bagi perkembangan psikologis remaja itu sendiri selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Umberto Eco yang menyatakan, “Sebuah masyarakat industri yang kelihatan homogen pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan pertentangan” (2008:17). Pada kutipan nomor 4 dan 5, Djenar menggambarkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan. Menarik kutang atau bh dan menggerayangi payudara perempuan merupakan sebuah bentuk pelecehan seksual yang
dilakukan
laki-laki
terhadap
perempuan.
Perilaku
tersebut
dapat
mengakibatkan seorang perempuan malu, merasa dirinya telah “kotor” dan menjadi rendah diri. Djenar menampilkankan hal tersebut ke dalam cerpen Payudara Nai Nai dengan tujuan agar perempuan dapat lebih berhati-hati dan menjaga diri. Gambaran tersebut sesuai dengan pendapat Eco yang menyatakan, “Saluran-saluran komunikasi bukannya menjangkau kelompok-kelompok tertentu yang sudah jelas melainkan penerima yang tak terbatas yang hidup di berbagai macam situasi sosiologis” (1990:17). Djenar bertujuan memberikan informasi tidak hanya kepada remaja perempuan, tetapi juga kepada seluruh masyarakat tentang pelecehan seksual yang dialami remaja perempuan selama ini. Pada kutipan nomor 6, Djenar menggambarkan lemahnya pengawasan orangtua terhadap anaknya. Akibat kesibukannya dalam mencari uang, ayah Nai Nai sampai-sampai tidak tahu bahwa anaknya telah membaca buku-buku stensilan dagangannya. Djenar ingin menggambarkan bahwa kesibukan orang tua dapat menjadi salah satu faktor dari kelemahan pengawasan orang tua terhadap anakcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
anak mereka. Dari permasalahan tersebut, Djenar ingin menghimbau kepada para orangtua untuk dapat lebih memperhatikan dan mengawasi tumbuh kembang anak-anak mereka. Selain itu, secara tersirat Djenar juga ingin menghimbau orang tua lewat karyanya bahwa untuk lebih berhati-hati agar menjauhkan anak-anak mereka dari sesuatu yang belum saatnya atau seharusnya mereka ketahui. Hal ini digambarkan Djenar melalui ayah Nai Nai yang menaruh buku-buku stensilan dagangannya di tempat yang dapat di jangkau oleh Nai Nai. Hal ini dapat menjadi suau contoh penggambaran bahwa orang tua merupakan salah satu sosok penting dalam teladan anak-anak mereka. Pada kutipan nomor 8, Djenar ingin menggambarkan bahwa saat seseorang mengejek orang lain, maka orang yang mersa terhina itu akan merasa sakit hati dan berusaha untuk membuktikan bahwa ejekan orang lain terhadap itu dirinya salah. Hal tersebut akan membuat seseorang merasa dendam. Dalam cerpen Payudara Nai Nai, Djenar menggambarkan Yongki selalu memenghina payudara milik Nai Nai yang rata. Digambarkan oleh Djenar bahwa sebenarnya Yongki menyimpan rasa terhadap terhadap Nai Nai, akan tetapi Yongki salah megutarakannya dengan menghina Na Nai. Nai Nai yang merasa sakit hati karena ejekan Yongki, berusaha membuktikan kepada Yongki bahwa walaupun payudara miliknya rata, tetapi dia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki teman-teman perempuannya yang lain. Kemudian Nai Nai memutuskan membaca buku-buku stensilan dagangan ayahnya dan menceritakan kepada teman-temannya bahwa cerita-cerita porno yang dia sampaikan adalah pengalaman-pengalaman seksualnya. Lewat cerita-cerita pornonya, Nai Nai telah membuat teman-teman laki-laki di sekolahnya kagum karena kemampuan Nai Nai dalam berhubungan commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seksual. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat Yongki ikut mengagumi Nai Nai. Yongki semakin menjauh dan semakin sering menghina Nai Nai. Mengetahui sikap Yongki yang demikian, membuat Nai Nai semakin rakus membaca bukubuku stensilan. Hal itu dilakukan Nai Nai dengan tujuan untuk membuktikan kepada Yongki bahwa dia memiliki kelebihan yang lebih menonjol dibandingkan kekurangannya. Melalui permasalahan tersebut, Djenar Maesa Ayu juga ingin menyampaikan bahwa kejujuran merupakan suatu hal yang perlu diutarakan agar tidak merugikan orang lain (sehubungan dengan perasaan Yongki kepada Nai Nai). Hal itu sejalan dengan pendapat, “Kelompok-kelompok produktif yang mengolah dan mengirimkan pesan-pesan tertentu dengan sarana-sarana industri (Eco, 2008:17).
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisis, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) diindikasikan dengan unsur erotisme yang menggambarkan suatu perilaku, keadaan atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual.
Tanda-tanda tersebut selanjutnya sebagian besar ditemukan
dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), Mandi Sabun Mandi, Payudara Nai Nai dan Menyusu Ayah dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). 2. Secara garis besar, makna tanda-tanda dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) yang diindikasikan dengan unsur-unsur erotisme merupakan sebuah penggambaran tentang masyarakat perkotaan yang terlihat homogen, pada kenyataannya sarat dengan perbedaan dan permasalahan. 3. Pesan-pesan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) disampaikan dengan cara mengelabui atau mengecoh pembaca lewat unsur-unsur erotis di dalam setiap cerpen. Adapun pesan yang disampaikan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) adalah setiap orang diharapkan untuk menjaga keharmonisan commit to user antara orang tua dengan anak dalam rumah tangga maupun hubungan
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk menghindari terciptanya suatu pertentangan atau permasalahan dalam keluarga maupun masyarakat.
B. Saran 1. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis memiliki harapan agar penelitian ini dapat menjadi jembatan bagi pembaca untuk lebih mengembangkan penerapan semotika Umberto Eco. 2. Penulis menyadari masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam analisis kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu ini. Penulis berharap, agar kumpulan cerpen tersebut dapat dikaji lagi dengan menggunakan teori-teori lain. Hal ini karena penulis yakin masih banyak permasalahan yang belum terungkap dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Setelah membaca hasil penelitian ini, diharapkan pembaca merasa tertarik untuk mengkaji kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) lebih lanjut. Diharapkan hal tersebut dapat mengembangkan dan memperkaya wawasan dunia kesusasteraan.
commit to user