Ernan Rustiadi dan Junaidi
Dinamika Ekonomi Makro Indonesia tengah bertransformasi, bergeser dari
negara berbasis dominan pertanian menuju negara yang lebih maju dengan dukungan sektor-sektor pertanian, industri dan jasa yang lebih berimbang Kontribusi dari sektor pertanian terhadap total PDB sebesar 15% dan share tenaga kerja sektor pertanian, masih sangat tinggi menyerap lebih dari 38% dari total tenaga kerja. Sektor industri menyumbang 47% terhadap total PDB pada tahun 2010, termasuk sekitar 8% oleh sektor minyak dan gas, dan 24% dari manufaktur. 2
Pertumbuhan PDB Indonesia
3
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%), 1960-2011 15.0
10.0
5.0
0.0
-5.0
-10.0
-15.0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi sektor pertanian vs Industri (%), 1960-2011 25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0 1960 1962 1964 1966 1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 -5.0
-10.0
-15.0 Pertanian
Industri
Proporsi Populasi perdesaan & Perkotaan Indonesia , 1976-2012 (juta jiwa) 600.0
500.0 400.0 300.0 200.0 100.0
1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0.0
Kota
Desa
Total
1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Trend Penduduk Perdesaan dan perkotaan, 19762012
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Urban Rural
1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Proporsi Penduduk Perdesaan dan Perkotaan, 1976-2012 (%) 90 80
70
60
50
40
30
20
10
0
Urban Rural
Penduduk Perdesaan 2002-2012 (juta jiwa) 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0
0.0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumatera
Jawa
Bali & Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Papua
INDONESIA
2012
Persentase Desa dengan Suku lebih dari satu, per Kabupaten
Homogen
Heterogen
Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga berdasarkan Tingkat Pengeluaran per bulan (Rp) 2,500,000 2,000,000 1,500,000
1,000,000
2000 2005
500,000 -
2010
Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Perkotaan berdasarkan Tingkat Pengeluaran per bulan (Rp) 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000
1,500,000 1,000,000 500,000 -
2000 2005 2010
Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan berdasarkan Tingkat Pengeluaran per bulan (Rp) 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000
600,000 400,000 200,000 -
2000 2005 2010
Rasio Pengeluaran Rumah Tangga terhadap Total Pengeluaran berdasarkan Tingkat Pengeluaran per bulan 1.20
1.00
0.80
2000 0.60
2005 2010
0.40
0.20
0.00 Bali & Nusa Tenggara
Maluku & Papua
Sulawesi
Kalimantan
Jawa
Sumatera
Indonesia
Rasio Pengeluaran Rumah Tangga Perdesaan terhadap Total Pengeluaran berdasarkan Tingkat Pengeluaran per bulan 0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
2000 2005
0.40
2010
0.30
0.20
0.10
0.00 Kalimantan
Sumatera
Maluku & Papua
Bali & Nusa Tenggara
Sulawesi
Jawa
Indonesia
Akes Desa pada fasilitas Listrik (%)
Rata-rata Jarak dari Pusat Desa ke Fasilitas Pendidikan Terdekat (km)
Rata-rata Jarak dari Pusat Desa ke Fasilitas KesehatanTerdekat (km)
Rata-rata Jarak dari Pusat Desa ke Fasilitas Ekonomi Terdekat (km)
Isu-isu Kunci Pembangunan antar Wilayah di Indonesia (#1/3) Tinggi nya Ketimpangan Kesejahteraan Penduduk antar Wilayah Ketimpangan kesejahteraan bukan pada
ketimpangan pendapatan, melainkan pada ketimpangan daya beli, akses terhadap fasilitas dasar dan ekonomi khususnya di perdesaan Terjadi penurunan tingkat kemiskinan secara agregat, kecuali papua-maluku
Isu-isu Kunci Pembangunan antar Wilayah di Indonesia (#2/3) Wilayah luar Jawa memiliki pendapatan yang relatif tinggi, namun kesejahteraannya rendah, karena:
a. Kebocoran wilayah yang masif b. Rendahnya penggandaan pendapatan (income multiplication) karena terbatasnya prasarana sistem permukiman Kebocoran Wilayah yang tinggi menuntut penyelarasan interaksi antrar wilayah yang lebih berimbang, menekan hubungan eksploitatif dan mendorong interkasi antar wilayah yang konvergen (saling memperkuat)
Isu-isu Kunci Pembangunan antar Wilayah di Indonesia (#3/3) Tantangan terbesar dalam pembangunan wilayah adalah pembangunan di kawasan perdesaan Sektor pertanian berperan sangat penting dalam pembangunan perdesaan (khususnya di Luar P Jawa) Namun perdesaan membutuhkan sumber-sumber pertumbuhan baru di luar sektor pertanian on-farm
Common Issues in Rural Development in the Third World (Dalal-Clayton 2003): 1. Poverty and employment 2. Sustainable Management of natural Resources & Access Issues (especially land) 3. Urban-rural linkages (spatial and sectoral linkages)
Isu-isu Utama Pembangunan Perdesaan Indonesia Rendahnya tingkat kesejahteraan & persoalan
Kemiskinan Surplus tenaga kerja di bidang pertanian (Terutama Jawa, Bali, Sumatera) Persistent ketidaksetaraan perkotaan-pedesaan Terbatasnya Kegiatan off-farm & non-farm (manufaktur dan jasa)
Kemiskinan Tingkat kemiskinan nasional adalah 11,6%,
Pangsa tingkat kemiskinan pedesaan pada tahun 2010
(BPS, 2010) lebih dari 65% dari tingkat kemiskinan nasional. Kontribusi terbesar dalam pengentasan kemiskinan yang cepat adalah karena pembangunan pertanian dan perdesaan Kemiskinan di luar P Jawa terutama bukan karena rendahnya pendapatan tapi akibat rendahnya daya beli dan buruknya akses pada fasilitas-fasilitas dasar permukiman
Penduduk Miskin, 1976-2012 (juta jiwa) 60 Application of the new method (Since 1998)
50 Application old method 40 30 20 10
1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0
Total
Urban
Rural
Tingkat kemiskinan, 1976-2012 (%) 45
Application old method
40
Application of the new method (Since 1998)
35 30 25 20 15 10
5
Urban
Rural
Total
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1996
1996
1993
1990
1987
1984
1981
1980
1978
1976
0
1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Share of Poor Urban-Rural Population, 19762012 (%) 90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kota thd Total Desa thd Total
Index of Poor Urban-Rural Population to Total (Poor population in 2002=100) 120
100
80
60
40
20 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Urban
Rural
2011
2012
Comparison between Share of Urban-Rural Population and Share of Poor Urban-Rural Population 976-2012 (%) 90.0
The stagnation in convergence of urban and rural wealth
80.0 70.0 60.0
50.0 40.0 30.0 20.0 10.0
Share Penduduk: Urban
Share Penduduk: Rural
Share Miskin: Urban
Share Miskin: Rural
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1996
1996
1993
1990
1987
1984
1981
1980
1978
1976
0.0
120
Perbandingan Tten Indeks Kemiskinan antar Wilayah (Penduduk Miskin 2002=100)
110 100
Maluku dan Papua
90 80 70 60 Kalimantan
50 40 2002 2003 Sumatera Kalimantan
2004
2005
2006 Jawa Sulawesi
2007
2008
2009 2010 2011 2012 Bali & Nusa Tenggara Maluku & Papua
120
Perbandingan Ttren Indeks Kemiskinan Perdesaan antar Wilayah (Penduduk Miskin 2002=100)
110 100
Wilayah Maluku dan Papua
90 80 70 60 Wilayah Kalimantan
50 40 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumatera
Jawa
Bali & Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Papua
Challenges in rural development: Urban Bias & Urban Phobia Urban bias (Lipton, 1977): the development which
prioritizing the role of the urban areas Urban Phobia: rural areas is only intended for agricultural activities and natural resource exploitation (anti-industry)
Various definition of Rural Sparsely settled places away from the influence of large
cities and towns. Such areas are distinct from more intensively settled urban and suburban areas, and also from unsettled lands such as outback or wilderness. People in rural areas live in villages, on farms and in other isolated houses, as in pre-industrial societies (Wilkipedia, 2006)
USA (more than agriculture). 76% of all counties, 83% of the nation's land, and 25% of the nation's population). Only 6.3% of rural pupulation works on on-farm agriculture (Mills, 1995). 50% farmers has off-farm activities. Agriculture only account 7.6% of rural employment (Mills, 1995). More than 90% of rural workers have nonfarm activities (Mills, 1995).
OECD’s New Rural Paradigm # 1/3 In 2006, the OECD produced a report, entitled “The New Rural Paradigm”, which outlined a need for a change in rural policy making. Recognition of the perceived failure of financial redistribution and agricultural-based policies to harness the potential of new economic engines for growth in rural regions across the OECD.
The Role of Rural in OECD Rural economies is often low and declining.
An important role in shaping the rural landscape
A dramatic decline in agricultural employment Less than 10% of the rural workforce is employed in
agriculture. Agriculture’s share of gross value added for the economy remains low. I
In the 25 EU countries, 96% of rural land use is
agricultural (including forestry), but only 13% of rural employment is in agriculture, Agriculture producing only 6% of gross value added in rural regions. In OECD countries: the gross value added of agriculture as a percentage of total GDP has been steadily declining (< 2% in 2001).
THE OECD’s NEW RURAL PARADIGM Old approach
New approach
Equalization, farm Competitiveness of rural areas, Objectives income, farm valorization of local assets, competitiveness exploitation of unused resources Key target sector
Main tools
Agriculture
Various sectors of rural economies (ex. rural tourism, manufacturing, ICT industry, etc.)
Subsidies
Investments
National Key actors governments, farmers
All levels of government (supranational, national, regional and local), various local stakeholders (public, private, NGOs)
Pembangunan Transmigasi sebagai Strategi Pembangunan Wilayah & Perdesaan Program Transmigrasi sudah berlangsung lama (sejak 1905)
Dari sisi tujuan telah berkembang: demografis ke non-demografis Di era otonomi daerah, transmigrasi masih menjadi
satu model pembangunan, yang terlihat dari: • UU No. 15/1997 dan UU No. 19/2009 • Masih berlangsungnya pelaksanaan transmigrasi
Penempatan Transmigrasi Dari Era Kolonisasi Sampai Era Otonomi Daerah di Indonesia
1 Era Kolonisasi (1905 - 1942) 2 Pra Pelita Tahun 1950 – 1968 3 Pelita I (1969/1970-1973/1974)
UPT /LP T 62 176 139
KK 60155 98631 40906
Jiwa 232802 394524 163624
Rata-Rata per tahun KK Jiwa 1583 6126 5191 20764 8181 32725
4 Pelita II (1974/1975-1978/1979)
139
82959
366429
16592
73286
5 Pelita III (1979/1980-1983/1984)
767
337761 1346890
67552
269378
6 Pelita IV (1984/1985-1988/1989)
2002
750150 2256255
150030
451251
7 Pelita V (1989/1990-1993/1994)
750
265259 1175072
53052
235014
8 Pelita VI (1994/1995-1998/1999) 1109 9 Era Otonomi Daerah 2000 - 2004 246 2005 - 2009 420
350064 1400256
70013
280051
354272 161047
17514 8371
70854 32209
5810 2115309 7851171
20340
75492
No Waktu Penempatan
Jumlah
Jumlah
87571 41853
Penempatan Transmigrasi Dari Era Kolonisasi Sampai Era Otonomi Daerah di Indonesia 475 450 425 400 375 350 325 300 275 250 225 200 175 150 125 100 75 50 25 0 Ko lo nis a s i 1950-1942
P ra P e lita 1950-1968
P e lita I P e lita II 69/70-73/74 74/75-78/79
P e lita III P e lita IV 79/80-83/84 84/85-88/89
KK
Jiwa
P e lita V P e lita VI 89/90-93/94 94/95-98/99
2000-2004
2000-2009
Kinerja Transmigrasi • Demografis: telah ditempatkan sebanyak 2.115.309 KK • Non-Demografis: peningkatan kesejahteraan,
kesempatan kerja, terbangunnya sentra produksi pangan & pertanian, terbentuknya desa-desa & kota baru Realitas menunjukkan transmigrasi menjadi salah satu
program unggulan. Transmigrasi contoh khas & strategi pengembangan
wilayah original di Indonesia. Transmigrasi merupakan sumber pembelajaran tak
ternilai dalam pengembangan potensi sumberdaya wilayah.
Isu-Isu Pembangunan Ketransmigrasian: Stigma Negatif Transmigrasi • Program sentralistik • Pemindahan kemiskinan • Deforestasi • Jawanisasi • Pelanggaran HAM • Terlalu berpihak pada etnis pendatang (transmigran) • Tidak berjalannya struktur kawasan transmigrasi yg
berciri hirarkis • Keterpisahan desa
Tujuan pengembangan wilayah: - Pertumbuhan pendapatan (masyarakat) wilayah - Mengurangi kesenjangan antar wilayah - Menjaga kelestarian lingkungan hidup suatu wilayah Dalam pengembangan wilayah, diperlukan pusat
pertumbuhan wilayah Pusat pertumbuhan: pusat pancaran gaya sentrifugal dan tarikan sentripetal Titik pertumbuhan: mata rantai penghubung antara struktur wilayah-wilayah nodal yg berkembang dengan sendirinya dengan perencanaan fisik & wilayah
2 Strategi Pengembangan Wilayah Paling Populer (1) Pengembangan “pusat pertumbuhan”
(2)Pengembangan “sektor unggulan”
Strategi Pusat Pertumbuhan (1/2) Pusat pertumbuhan (PP): Suatu pusat kegiatan /pusat permukiman tempat berlokasi aktifitas ekonomi terutama aktivitas pengolahan, jasa dan perdagangan termasuk pusat-pusat distribusi dan pasar. Kegiatan ekonomi di PP memiiki efek ganda (multiplier effect) kepada kawasan sekitarnya (daerah layanannya/hinterland). PP menciptakan spread effect atau bersifat menyebarkan pertumbuhan ke kawasan sekitarnya.
Strategi Pusat Pertumbuhan (2/2) Hampir setiap upaya-upaya pengembangan suatu wilayah selalu dihubungkan dengan mengembangkan PP Pilihan terlogis lokasi PP hampir selalu pada kota atau kawasan perkotaan atau pusat sentra produksi yang paling berkembang di kawasan tersebut. PP: Kaw Andalant, Kaw Strategis, Kaw Cepat Tumbuh
Strategi Sektor Unggulan Disebut juga sebagai strategi sisi supply (supply side strategy). Produksi sektor/komoditas dengan keunggulan kompetitif di suatu lokasi akan mendorong pengembangan wilayah (Rostow, 1960) Investasi pada sektor unggulan menciptakan akumulasi Nilai tambah akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah (regional income) Merupakan strategi yang sangat diminati karena memberi hasil yang cepat pada pertumbuhan ekonomi Sektor/komoditas unggulan menjadi “jualan” rutin para pejabat daerah kepada para investor.
Kritik atas teori Pusat Pertumbuhan Spread effect dari pusat pertumbuhan sering tidak
berjalan yang terjadi justru fenomena backwash: mengalirnya nilai tambah dan “tercucinya” sumberdaya di daerah belakang Daerah & perdesaan walau memiliki sumberdayua berlimpah terus mengalami “kebocoran” nilai tambah ke kota-kota besar
Kritik atas teori Sektor Unggulan Sentra Produksi mengalami “kebocoran wilayah” Strategi sisi suplai tidak diimbangi sisi permintaan
(demand side strategy). Demand Side Strategi: melalui pengembangan sistem permukiman dan peningkatan akses pelayanan penyediaan barang/jasa. Contoh: transmigrasi
Hakekat pengembangan permukiman (demand side) (1) Adanya penduduk yang bermukim dlm jumlah yang
cukup (2) Ketersediaan fasilitas-fasilitas penyedian kebutuhan barang dan jasa (3) Akumulasi Nilai tambah dari produksi sektor unggulan diinvetasikan kembali di tempat produksi (4) Nilai tambah dari jasa modal (keuntungan bagi investor) tidak mengalir ke luar wilayah karena investor adalah orang setempat atau tinggal di tempat produksi
Perspektif Pengembangan Wilayah Pendekatan
pengembangan wilayah : Supply side strategy Demand side strategy
Tidak
berkembangnya suatu wilayah karena : Rendahnya aktivitas
produksi (barang dan jasa) Tingginya kebocoran wilayah
Penyebab interaksi desa-kota yang buruk Menurut Rondinelli (1985): Terbatasnya jumlah kota-kota kecil menengah Terbatasnya kapasitas fasilitas dan pelayanan di kotakota kecil (urban function centers) & kota menengah di wilayah perdesaan. Lemahnya keterkaitan internal di lokasi pemukiman di wilayah perdesaan. Diperlukan strategi penataan ruang dan sistem perkotaan yang mengintegrasikan keterkaitan perdesaan-perkotaan
Agropolitan Agropolitan: “kota pertanian” atau kota di daerah lahan
pertanian. Tidak identik dengan membangun “kota baru” - Agropolitan salah satu pendekatan pembangunan yg
relevan di perdesaan -Pada pendekatan agropolitan, pembangunan perdesaan
secara beriringan dapat dilakukan dgn pembangunan kawasan perkotaan pada tingkat lokal -Perlu re-organisasi pembangunan ekonomi wilayah
perdesaan melalui strategi peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan
Agropolitan Salah satu konsep pembangunan pertanian-perdesaan untuk mengatasi masalah nasional adalah Agropolitan. Friedmann dan Douglass (1975), Rondinelli (1985): pendekatan agropolitan sbg aktivitas pembangunan perdesaan berpenduduk 50.000-150.000 orang. Diilhami pendekatan pembangunan perdesaan di Cina yang diorganisasikan oleh Mao Tse Tsung (awal 1960-an). Otoritas perencanaan/pengambilan didesentralisasikan
keputusan
Pengertian Agropolitan 1.
Agropolitan sebagai Fenomena
2.
Agropolitan sebagai strategi/ pendekatan pembangunan perdesaan dan keberimbangan desa-kota
3.
Agropolitan sebagai program/proyek pembangunan formal
Mengurangi tekanan migrasi penduduk perdesaan ke perkotaan secara berlebihan Pengembangan kota kecil dan (calon) kota menengah
3 Pilar Pengembangan Wilayah Pengembangan PUSAT DEMAND PERMUKIMAN/ SIDE PELAYAN
Pengembangan
PRODUKSI SUPPLY (sektor/komoditas SIDE unggulan)
PENGUASAAN SUMBERDAYA UTAMA o/ Masyarakat lokal
3 Pilar Pengembangan Wilayah Pengembangan Pengembangan
Infrastruktur
PRODUKSI SUPPLY (sektor/komoditas SIDE unggulan)
Modal/Investasi
PENGUASAAN SUMBERDAYA UTAMA o/ Masyarakat lokal
Pengembangan Pengembangan PUSAT DEMAND PERMUKIMAN/PE SIDE LAYAN
Sistem Ekonomi Kaw Transmigrasi (Agropolitan/Minapolitan) sbg Konsep Pengembangan Wilayah G
I
C+G+I+(X-M)
I
C X KEBOCORAN WILAYAH
M
Supply-Demand Side Strategy Supply side Adanya sektor basis yang memiliki
keunggulan comparative dan competitive advantage Pengembangan sektor unggulan yang
menciptakan multiplier effect thd pemb regional (khususnya kemiskinan dan penyerapan TK) Peningkatan produksi sektor2 unggulan,
diversifikasi hulu-hilir sektor/komoditas unggulan Kebocoran: Kegiatan produksi dikuasai/dimiliki oleh
penduduk di luar kawasan Proses peningkatan nilai tambah
berlangsung di luar daerah.
Demand side • Peningkatan akses pada pusat-
pusat pelayanan untuk menciptakan income multiplication • Menurunkan biaya-biaya konsumsi barang dan jasa • Kebocoran: jika orientasi mengkonsumsi barang dan jasa banyak dilakukan di luar
Transmigrasi & Pengembangan Wilayah Peran Transmigrasi dalam Pengembangan Wilayah 1)Berkembangnya pemukiman-pemukiman baru 2)Sentra produksi pangan/pertanian 3)Tumbuhnya desa-desa baru eks UPT 4)Berkembangnya desa transmigrasi menjadi hinterland
pusat kegiatan ekonomi 5)Mendorong perkembangan daerah menjadi pusat kegiatan (kota) 6)Menyeimbangkan Supply-side strategy dan demand side strategy
Pengembangan Permukiman Transmigrasi = pusat kegiatanan Tidak Identik dengan membangun kota Pusat Permukiman = pusat kegiatan = pusat
pertumbuhan = urban function centers Bagian dari pengembangan sistem perkotaan Definisi teknis kaw perkotaan (UU 26/2007) >= 50,000 penduduk
Stadia-Stadia Perkembangan Desa Kaw Transmigrasi (Rustiadi et al., 2009) - Sub-Subsisten - Subsisten - Marketable Surplus - Industri Pertanian - Industri Non-Pertanian - Industrialiasi Perdesaan atau Urbanisasi Kota
Kecil/Menengah
Seringkali pembangunan wilayah transmigrasi
tertahan pada stadia II (subsisten), meskipun ada yg mencapai stadia III (marketable surplus)
Urbanisasi Kota Kecil/ menengah
Stadia Industrialisasi Perdesaan
Stadia Industri Non-Pertanian
Stadia Industri Pertanian
Agropolitan
stadia pengembangan wilayah melalui demand side strategy di Kaw Transmigrasi (Rustiadi, 2009) Demand luxurious goods Investasi Pemerintah Fasilitas-fasilitas Urban
Eksport Demand barang sekunder&tersier Pendapatan, Modal Investasi Investasi Pemerintah untuk Prasarana Sistem Industri
Berkembangnya sektor-sektor non-pertanian Diversifikasi usaha
Stadia Marketble Surplus
Mencukupi kebutuhan pokok
Surplus Produksi Demand Barang Sekunder Pendapatan, Modal&Investasi Sektor Nonpertanian
Stadia Subsisten
Stadia Sub-Subsisten
Subsidi Pemerintah untuk Kebutuhan Hidup dan Produksi Investasi Fasilitas/Infrastruktur Dasar dan Pertanian
stadia pengembangan perdesaan melalui
demand side strategy di Kaw Transmigrasi (Rustiadi & Junaidi, 2012) Non-Industrialisasi perdesaan Kebutuhan Sekunder/ Tersier
Urbanisasi Kota Kecil/ Menengah
Stadia Industri Pertanian Hilir dan Non Pertanian Sekunder/Tersier
Stadia Industri Pertanian Hulu dan Non Pertanian Primer
Aktivita s Perdaga ngan dan Jasa lainnya
Stadia Awal Industri Pertanian Hulu dan Non Pertanian Primer
Stadia Marketable Surplus
Stadia Subsisten Kebutuhan Primer
Stadia Sub-Subsisten
-Keterbatasan skala usaha -Aksesibilitas tinggi pada industri perkotaan
Industrialization Index in Rural % of villages where small/medium industries are exist
Jawa Sulawesi
wood/timber food
INDONESIA
handicraft pottery
Bali & Nusa Tenggara
textile & fabric metal
Kalimantan
leather others
Sumatera Maluku & Papua 0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Kawasan Transmigrasi sebagai Wilayah Fungsional -Kawasan transmigrasi: kawasan budidaya yang memiliki
fungsi sebagai permukiman & tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan -Pembangunan transmigrasi berbasis kawasan:
pembangunan transmigrasi yang memiliki keterkaitan dengan kawasan sekitarnya membentuk suatu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah -Konsep pembangunan transmigrasi dalam bentuk
outputnya dengan hirarki-hirarki mulai dari hirarki terkecil yaitu SP sampai WPP -WPP berperan sebagai simpul distribusi perdagangan
dari & keluar kawasan
Penutup #1/2 • Ketimpangan pembangunan antar wilayah masih merupakan isu yang relatif belum terselaikan. Beberapa wilayah luar jawa dan kawasan perdesaan cenderung tetap/makin tertinggal • Daerah yang berbeda pendekatan yang berbeda • Perlu adanya pergeseran paradigma pembangunan pedesaan dan pertanian • Paradigma Baru: Pembangunan pedesaan & transmigrasi memerlukan strategi keterpaduan: • pertanian dan non pertanian • Sistem produksi dan sistem permukiman
Penutup #2/2 Transmigrasi telah menunjukkan berbagai keberhasilannya, namun juga terdapat berbagai stigma negatif
Ini menyebabkan menurunnya kinerja transmigrasi di era otonomi Perlu reorientasi pelaksanaan program transmigrasi Reorientasi utama: menempatkan kawasan transmigrasi terintegrasi dgn wilayah sekitarnya sehingga tidak menjadi kawasan yg bersifat ekslusif Pengembangan transmigrasi tidak diidentikan dengan pengembangan kota
THANK YOU
72