Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
FABRIKASI ELEKTRODA POLIANILIN/INVERTASE/EMAS NANOPARTIKEL UNTUK DETEKSI SUKROSA Vebrian Anggrya Sahadi S*, Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan, M. S 1, Prof. Dr. Surya Rosa Putra. M S1 1
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Biosensor elektrokimia untuk deteksi sukrosa telah dibuat dengan mengimobilisasi enzim invertase pada polianilin ( PANI) yang terendapkan di elektroda emas. Pada penelitian ini invertase yang digunakan mengandung 12,838 mg protein /mL dan mempunyai aktivitas sebesar 9,34 µmol.mL -1.s-1. Imobilisasi Invertase pada PANI dilakukan dengan metode elektropolimerisasi pada potensial -0,5 V - 1V dengan menggunakan pelarut HCl pada pH 1,5. Nanopartikel emas dilapiskan pada polimer yang telah terbentuk. Kenaikan arus listrik terhadap konsentrasi sukrosa pada elektroda emas, emas/PANI, emas/PANI/invertase, emas/PANI/invertase /nanopartikel emas dibandingkan. Elektroda emas/PANI/invertase/nanopartikel emas memberikan respon kenaikan arus yang linear terhadap konsentrasi sukrosa. Kelinearan ini digunakan untuk kalibrasi untuk aplikasi analitis. Batas deteksi untuk sukrosa dibawah 1 mM, sensitivitas adalah sekitar 6,3124.10-9 µA. mm-2 .mM-1 dan memiliki limit deteksi 2.17 µA. respon sensor linear sampai minimal 1 mM konsentrasi sukrosa Kata kunci: Biosensor, PANI, emas nanopartikel, sukrosa I. Pendahuluan Penelitian di bidang sensor khususnya biosensor telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Aplikasi dari bidang ini antara lain biosensor glukosa (Kurniawan. F, 2006), biosensor kolesterol (Singh, 2006), biosensor peroksida (Jia, 2008) dan biosensor dopamine (Kurniawan. F, 2006). Dari beberapa aplikasi tersebut polimer konduktif digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan biosensor. Polimer konduktif ini digunakan dalam bidang biosensor karena dapat digunakan sebagai matrik imobilisasi dari enzim seperti glukose oksidase (Xian. Y, 2006), glukokinase ( Aoki. K, 2005), dan urease (Inoue. S, 1996) enzim juga berperan sebagai sistem yang bisa mentransfer muatan listrik (Singh, 2006). Polimer konduktif dapat metode elektrokimia digunakan karena menghasilkan film polimer yang akan terendapkan pada permukaan anoda. Kelebihan lainnya dalam sintesis elektrokimia, reaksi dapat dilakukan pada suhu kamar (Gerard M, 2002). Elektrokimia menyediakan metode polimerisasi yang lebih baik dengan memberikan kontrol yang lebih halus pada tahap inisiasi dan terminasi dibandingkan dengan metode lain. Selain itu, reaksi elektrokimia jauh lebih efektif, dan polimer konduktif yang diperoleh lebih murni dibandingkan yang diperoleh dari metode polimerisasi secara kimia (karena tidak ada bahan kimia tambahan * Corresponding author Phone : +6285648084712 e-mail:
[email protected]
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
1.
yang digunakan seperti surfaktan, oksidan, dan sebagainya) (Bhadra, 2009). Polimerisasi yang dilakukan secara elektrokimia lebih disukai karena memberikan kontrol ketebalan film dan morfologi yang baik . Salah satu polimer konduktif yang banyak digunakan saat ini adalah Polianilin (PANI). PANI merupakan salah satu polimer konduktif yang memiliki banyak kegunaan dan telah lama dikembangkan. Dalam aplikasinya PANI sangat menjanjikan kerena mudah di sintesis, monomernya murah dan memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan polimer konduktif yang lain seperti polipirol (PPy), politiofena dan poli (pfenilena) (Bhadra, 2009). Polianilin dapat disintesis menggunakan metode elektrokimia pada potensial -0.5 – 1 V terhadap elektroda Ag/AgCl (Wang, 1987). PANI bisa diaplikasikan dalam biosensor (Xian, 2006). Pori-pori PANI yang berukuran nano memberikan luas permukaan yang memungkinkan untuk bereaksi lebih cepat dengan senyawa lain (Virji, 2004), atas dasar pertimbangan tersebut, polianilin dapat digunakan sebagai media massa elektron dan transportasi untuk enzim. PANI memiliki kemampuan untuk menjebak senyawa lain seperti enzim (immobilisasi). Teknologi immobilisasi enzim dalam matriks polimer dengan polimerisasi elektrokimia merupakan suatu langkah dalam ilmu pengetahuan, karena sederhana, cepat, handal dan murah. Immobilisasi hanya melibatkan penerapan potensial yang sesuai pada elektroda dalam pelarut yang cocok terhadap monomer dan enzim. Polimer
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
konduktif memiliki kemampuan untuk mentransfer elektron yang dihasilkan oleh reaksi reduksi oksidasi dari analat sehingga terbaca di potensiostat. Invertase merupakan enzim yang penting dalam sistem biologi, dimana enzim ini berperan proses konversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, dalam elektrokimia adalah sulit untuk melakukan oksidasi reduksi terhadap sukrosa. Sukrosa harus diubah menjadi glukosa dan fruktosa karena sukrosa tidak bisa dioksidasi reduksi. Ada beberapa keuntungan dari elektroda enzim, seperti penentuan analit secara mudah dalam campuran yang kompleks, penggunaan volume sample yang kecil dan pemulihan enzim untuk penggunaan berulang kali Sebagai media penempatan dan memudahkan fabrikasi maka PANI dimodifikasikan dengan elektroda emas. Pada pembuatan biosensor ini digunakan emas nanopartikel. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan. F, 2006 glukosa dapat dideteksi dengan menggunakan emas nanopartikel. Logam berukuran nano banyak digunakan dalam fabrikasi biosensor karena dengan ukuran nano akan meningkatkan kecepatan scaning pada analit, selain itu nano partikel emas memiliki kestabilan dalam mempertahankan bioaktivitas dari biomolekul (Ozdemir, 2010). Berdasarkan hal tersebut di atas, tujuan dari penelitian ini adalah pembuatan biosesor menggunakan elektroda emas yang dimodifikasi dengan polianilin yang dijebakkan enzim invertase sebagai sisi aktif elektroda emas untuk deteksi sukrosa.
II METODOLOGI
2.1 Bahan dan Peralatan 2.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, pirol, ragi roti, sukrosa, NaHCO3, HCl, NaH2PO4, Na2HPO4, NaOH, aquades, kabel srinkage, kawat emas 99.99% , dan aquades. 2.1.2 Peralatan Pembuatan larutan dilakukan dengan menggunakan alat-alat gelas laboratorium seperti: labu ukur, gelas kimia, pipet ukur, pengaduk kaca, spatula dan lain-lain. Pembersihan elektroda menggunakan ultrason, alat sentrifuge, homogenizer dan ultrasonifikasi untuk pemecah sel Pengukuran respon arus dengan menggunakan potensiostat E-Daq Instruments dengan sistem tiga elektroda. Elektroda emas yang termodifikasi sebagai elektroda kerja, elektroda Ag/AgCl jenuh dalam KCl 3M sebagai elektroda pembanding (Auxilary) dan elektroda Pt sebagai elektroda bantu. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Isolasi Enzim Invertase dari Ragi Roti Ragi roti sebanyak 50 gr ditimbang dan dimasukan kedalam bekerglas lalu ditambahkan 100mL NaHCO3 dan diaduk hingga menjadi bubur ragi. Selanjutnya bubur ragi dimasukan kedalam homogenizer pada 7500 rpm selama 10 menit. Bubur yang dihasilkan dituang kedalam erlenmeyer, lalu mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas yang sudah dibalut kasa aluminiumfoil dan diinkubasi dengan suhu ruang selama 6 jam. Selanjutnya diautolisis dengan menggunakan ultrasonifikasi pada 16 rms selama 20 menit. Setelah proses autolisa ini campuran di sentrifuge selama 5 menit pada suhu 10oC dengan 3500rpm. Proses ini terbentuk filtrate dan residu filtrate yang terbentuk didekantasi dan di peroleh supernatanya. 2.2.2 Penentuan Kandungan Protein Invertase 2.2.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maximum Bradford Panjang gelombang maximum ditentukan denga menggunakan larutan standart Bovine Serum Albumine (BSA) yang ditambahkan dengan reagen Bradford kemudian ditentukan serapanya menggunakan spektofotometer. Larutan Bradford dibuat dengan cara 10 mg coomasie brilliant blue G-250 dilarutkan dalam 5 mL etanol 95%(v/v) dan ditambahkan dengan 10 asam phosfat 85% (w/v). Larutan yang didapatkan diencerkan dengan aquades hingga 100mL. Larutan stok BSA 2000ppm dibuat dengan mengencerkan 0.2 gr BSA dengan labu 100mL. BSA 2000ppm diambil 5mL dan ditambahkan 3mL reagen Bradford dan diencerkan hingga 10 mL. Larutan ini diaduk dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang. Larutan standart BSA diukur absorbansinya pada panjang gelombang 560-620 nm dengan interval 5nm, pemgukuran dilakukan duplo setiap panjang gelombang. Kurva panjang gelombang vs absorbansi dibuat 2.2.3.2 Penentuan Kandungan Protein Invertase Penentuan diawali dengan pembuatan kurva satandart BSA. Larutan BSA stok 2000ppm diencerkan menjadi beberpa konsentrasi yaitu 100, 200, 300, 400, 500, 600, dan 700 ppm. Masing masing konsentrasi diambil 7mL dan ditambahkan reagen Bradford 3mL larutan diaduk dan diinkubasi selama 15 menit dengan suhu ruang, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Blanko dibuat dengan menambahkan 7mL aquades yang ditambahkan 3mL reagen Bradford. Blanko dan larutan BSA yang telah diencerkan di ukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maximum yang telah di dapatkan. Enzim invertase diambil 1 mL dan diencerkan dengan aquades sampai 10mL, hasil
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
pengenceran ditambahkan 3 mL reagen Bradford, lalu diinkubasi selama 15 menit. Setelah waktu inkubasi, larutan enzim invertase ditentukan pada panjang gelombang maksimum dan diukur secara duplo. Hasil absorbansi yang diperoleh dikonversikan pada persamaan garis dari kurva standart BSA yang telah dibuat sehingga didapatkan kandungan protein pada enzim invertase 2.2.3.3 Penentuan Aktivitas Enzim Invertase Penentuan diawali dengan pembuatan kurva satandart gula invert. Penentuan gula invert secara spektrofotometri dilakukan dengan pembuatan kurva standart gula invert yag menghubungkan antara konsentrasi dengan absorbansi. Standart gula invert dibuat dengan cara : Larutan gula invert 0.0025M dibuat variasi konsentrasi yaitu 1, 1.25, 1.5, 1.75, 2, 2.25 dan 2.5 (x10-3 M) dengan pelarut aquades. Selanjutnya masing masing dimasukan kedalam tabung reaksi sebanyak 0.5mL. kadar gula reduksinya ditentukan dengan mnggunakan metode Somogy-Nelson. Pengukuran secara spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 540 nm Penentuan aktivitas enzim ini diawali dengan menganalisa kadar gula reduksi yang dilakukan dengan menggunakan metode SamogyNelson. Larutan sample dibuat dengan menambahkan 10% sukrosa yang telah dilarutkan dalam pelarut buffer phosfat pH 4,5 dengan 5 mL invertase dalam 100 mL (invertase :sukrosa = 1:20). Kemudian siinkubasi selama 5 jam pada suhu ruang. Sisa enzim dipanaskan sehingga tidak aktif, larutan yang terbentuk disentrifuse sehingga didapatkan fitrat Filtrat yang terbentuk diuji gula reduksinya dengan metode Samogy-Nelson, yaitu dengan mengambil 0.5 mL fitrat dan dimasukan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0.5 mL campuran perekasi nelson A dan Nelson B dan dipanaskan selam 15 menit. tabung reaksi didinginkan dan ditambahkan 0.5 mL arsenomolybdat. Larutan dikocok sampai homogen dan ditambahkan 3.5 mL aquades kemudian diukur absorbansinya pada 540 nm. Hasil absorbansinya dikonversi terhadap persamaan kurva gula invert. 3.2.4 Preparasi Elektroda Emas Emas batangan 99.99% seberat 5 gr di tempa dan di bentuk menjadi kawat panjang. Kawat emas yang telah jadi di potong dengan panjang 10 cm. elektroda emas di cusi dengan menggunakan aquades dan dikeringkan. Elektroda yang telah kering dimasukkan kedalam kabel heatsring kemudian dipanaskan sampai kabel tersebut melekat rapat pada elektroda. Salah satu permukaan elektroda diamplas dengan amplas grade 1200. Elektroda ini dinamakan elektroda A Selanjutnya elektroda ini siap digunakan. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
3.2.5
Modifikasi Elektroda Emas dengan Polianilin Elektroda emas polianilin dibuat dengan mengendapkan anilin pada permukaan batang emas. Pengendapan dilakukan secara elektrokimia pada potensial -0.5– 1 V menggunakan potensiostat.elektroda ini dinamakan elektroda B 3.2.6
Modifikasi elektroda Emas dengan Polianilin – Enzim Invertase Elektroda polianilin enzim invertase dibuat dengan mengendapkan aniline 0,1 M bersama-sama dengan enzim ivertase permukaan emas. Pengendapan dilakukan secara elektrokimia pada potensial 0,5 – 1V menggunakan potensiostat. Elektroda ini dinamakan elektroda C 3.2.7
Modifikasi Elektroda Emas dengan Polianilin – Enzim InvertaseNanopartikel Emas Elektroda polianilin enzim invertase dibuat dengan mengendapkan aniline 0,1 M bersama-sama dengan enzim ivertase permukaan emas. Pengendapan dilakukan secara elektrokimia pada potensial 0,5 – 1V menggunakan potensiostat. Setelah polimerisasi dilakukan elektroda scelupkan kedalam nanopartikel emas selama. Elektroda ini dinamakan elektroda D. 3.2.8
Deteksi sukrosa dengan elektroda polianilin/invertase Elektroda A, B, C, dan D yang sudah dimodifikasi selanjutnya diaplikasikan untuk deteksi larutan sukrosa. Sukrosa yang digunakan dalam percobaan ini dibuat dengan konsentrasi 10 1 - 10-5 M. Dilakukan komparasi hasil voltamogram dari empat elektroda untuk penentuan larutan gula sukrosa. Metode pengukuran yang digunakan adalah voltametri siklik pada potensial -1 sampai 1V. Dihitung limit deteksi dan sensitivitas dari elektroda
III. PEMBAHASAN
3.1 Preparasi Bahan 3.1.1 Polimerisasi Anilin Dalam penelitian ini teknik voltametri digunakan untuk mempelajari polimerisasi anilin. Beberapa faktor utama mempengaruhi polimerisasi anilin seperti sifat dari pelarut yang digunakan, pH, lama reaksi dan suhu. Teknik voltametri menggunakan potensiostat E-Daq instrument dimana Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, Pt sebagai elektroda pembantu, dan elektroda emas sebagai elektroda kerja yang nantinya menjadi elektroda yang akan dimodifikasi. Hal pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengaruh pH pada saat polimerisasi. pH saat polimerisasi terjadi diatur dari 0,5-6 dengan range pH sebesar 0,5. Anilin yang akan digunakan harus terlebih dahulu didestilasi untuk memastikan bahwa anilin
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
arus (mA)
yang akan dipolimerisasi merupakan monomer anilin yang bebas dari oksida dan pengotor lain. Hasil destilasi anilin terjadi perubahan warna dari kuning bening menjadi bening dan terjadi kerak berwarna coklat yang mengendap di labu destil yang merupakan dari sisa hasil destilasi Polimerisasi dilakukan pada tegangan -0,5 1 Volt (elektropolimerisasi). Proses elektropolimerisasi dilakukan pada elektroda emas dengan diameter 1 mm (Gambar 4.1) sebanyak 20 siklis dan dengan scan rate 100 mV/s. Konsentrasi anilin yang digunakan sebesar 0,1 M. Pelarut yang digunakan adalah asam kuat HCl 0,05 M dan NaOH 2 M kedua pelarut berfungsi juga sebagai pengatur pH. HCl digunakan karena elektronegatifitas dari ion Cl- yang dimiliki HCl dapat meningkatkan kecepatan polimerisasi dari anilin dikarenakan Cl- akan berikatan lebih kuat dengan kation anilin radikal sehingga polimerisasi dapat terjadi lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan pelarut asam lain. Penggunaan ion Cl- akan meningkatkan konduktivitas dari polianilin yang terbentuk, selain itu interaksi kuat antara pelarut dengan radikal kation merupakan langkah awal yang memungkinkan proses polimerisasi terjadi. 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 -0.10 -0.20 -0.30 -0.40 -0.50 -0.60 -0.70 -0.80 -0.6
puncak intermediet yang berada pada kisaran potensial 0,2 volt, meskipun polimerisasi yang diatur dengan pH > 2 terbentuk secara fisik tetapi polimer tersebut tak konduktif dikarenakan siklis dari polimerisasi tersebut mengalami penurunan dan ada pergeseran puncak ke arah katodik. PANI yang terbentuk pada elektroda akan membentuk permukaan yang cenderung transparan berwarna gelap. Ketika sintesis PANI dilakukan pada pH tinggi tanpa adanya sebuah ion pendukung, maka polimer yang terbentuk adalah polimer nonkonduktif. Kurangnya konduktifitas listrik dapat dikarenakan adanya cacat pada struktur polimer, seperti cacat pada cabang ikat silang polimer dan ikatan antara fenil dengan fenil, yang menyebabkan hilangnya konjugasi elektronik dari rantai utama PANI. Polimerisasi dari anilin dapat terjadi pada kondisi asam dengan pH < 3. Pada penelitian ini puncak oksidasi maksimum dapat terlihat pada pH 1. INISIASI NH2
H
- eoksidasi
H
NH
±
resonansi
NH
ANI (1)
± Cl
Cl
(III)
Radikal kation (II)
- e-, -2H+
2. PROPAGASI
NH2
...............
- eNH
Dimer (IV)
3. TERMINASI
pH 0.5 1 1.5 2 2.5 3 4 5 6 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
tegangan (V)
Gambar 4.2 Voltamogram Gabungan dari Seluruh pH Dari voltamogram yang didapat terlihat bahwa terdapat dua puncak oksidasi pada pH 0,51,5. Pada puncak pertama merupakan puncak oksidasi dari anilin, puncak kedua merupakan puncak dari senyawa intermediet yng terbentuk saat polimerisasi. Kedua puncak oksidasi tersebut berada pada potensial sekitar 0,75-0,8 Volt. Dengan meningkatnya nilai pH dari 0,5- 1,5 akan meningkatkan puncak oksidasi dari anilin, akan tetapi pada pH > 2 (Gambar pH 2) puncak oksidasi mengalami penurunan pada setiap siklisnya sehingga polimer yang dihasilkan tidak konduktif dan hanya terdapat satu puncak yang merupakan Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
NH
HN NH3
+
- 2e-, -2H+ PANI -(VI)
NH
PANI - I(V)
NH
Radikal kation (II)
NH
1,5 (Gambar 4.1 j), sehingga untuk tahapan selanjutnya dapat dilakukan polimerisasi anilin pada kondisi pH 1.5 (Ahmed. S, 2004) Gambar 3.1 Mekanisme Reaksi dari Polianilin (PANI) Tahapan polimerisasi dari anilin diawali dengan mengoksidasi anilin, anilin yang teroksidasi akan berikatan membentuk oligomer dan produk akhirnya polimer (Polianilin) (PANI). Anilin yang telah teroksidasi akan melepaskan 1 elektron dan menjadi radikal kation yang dapat terjadi dalam reaksi yang berlangsung terus menerus, karena muatan positif yang signifikan, dengan cepat akan terprotonasi menghasilkan ion nitreum. Dimerisasi dan reaksi lebih lanjut dari
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
radikal kation akan menghasilkan polimer (PANI) yang linear. Mekanisme reaksi yang mungkin dari polimerisasi oksidatif (ANI-HCl) adalah disajikan dalam (Gambar 3.1). Setelah kondisi optimum dari polimerisasi anilin diketahui maka pada tahapan selanjutnya polimerisasi akan dilakukan pada pH 1,5. 3.1.2 Penentuan Kadar Protein Invertase. Ekstrak kasar enzim invertase didapatkan dengan cara melarutkan 50,1333 gram ragi roti kedalam larutan 100 mL NaHCO3 0,1 M,. NaHCO3 ini berfungsi untuk melarutkan sel ragi sehingga pada akhirnya enzim invertase berada pada filtratnya. Pelarutan dilakukan di dalam homogenizer selama 10 menit dengan kecepatan 7500 rpm. Bubur ragi dimasukan kedalam Erlenmeyer 1L. Bubur ragi yang berada di erlemeyer diinkubasi selama 6 jam pada suhu ruang. Setelah diinkubasi bubur kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 mL selanjutnya diproses pemecahan sel (autolisa) memanfaatkan ultrasonifikator yang diatur pada tingkat energi 16 rms selama 20 menit. Larutan hasil autolisa di sentrifuse selama 1 jam dengan kecepatan 2000 rpm sehingga didapatkan 2 lapisan, yaitu filtrat dan residu. Filtrat yang terbentuk didekantasi sehingga diperoleh supernatan. Supernatan inilah yang disebut sebagai “crude invertase” Kurva standart BSA diawali dengan membuat beberapa larutan BSA dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500, 600 dan 700 ppm dari larutan induk BSA 2000 ppm. larutan yang telah dibuat masing masing diambil 7 mL dan ditambahkan 3 mL reagen Bradford. Masing masing larutan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang dan diukur absorbansinya pada λ max yang telah ditentukan sebelumnya yaitu 595 nm dengan blanko yang sama dengan saat pengukuran λ max.
Y =2,35893.10-4x + 0,023 …………… (1) Persamaan yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan kandungan protein pada ekstrak kasar enzim invertase. Enzim invertase yang akan diukur kandungn proteinnya harus diencerkan terlebih dahulu untuk mengurangi konsentrasinya, karena jika konsentrasi enzim invertase terlalu tinggi maka absorbansinya tidak dapat terbaca pada spektrofotometer. Ekstrak kasar enzim diambil 1 mL dan diencerkan 10 mL, setelah itu larutan diambil 7 mL dan ditambahkan 3 mL reagen Bradford, campuran diinkubasi selama 15 menit dan diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi dilakukan duplo. Absorbansi yang didapatkan sebesar 0,211 dan 0,213 sehingga diambil rataratanya sebesar 0,212. Hasil absorbansi ini dimasukan ke persamaan 1, dari perhitungan didapatkan kandungan protein yang terukur sebesar 898,712 ppm. Kandungan protein yang sebenarnya setelah perhitungan sebesar 9,34 mg/mL. 3.1.3 Penentuan Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Invertase Penenetuan kurva standart gula invert ini bertujuan untuk menghitung kadar sukrosa yang terhidrolisis oleh invertase menjadi gula reduksi (gula invert). Gula invert adalah campuran glukosa dan fruktosa dengan perbansingn mol yang sama atau setengan mol dari sukrosa. Pembuatan kurva standart gula invert diibuat dengan cara membuat larutan induk gula invert 0,0025 M dan kemudian diencerkan menjadi beberapa variasi konsentrasi yaitu 1; 1,25; 1,5; 2; 2,25; dan 2,5 mM, masing masing konsentrasi dimasukan kedalam tabung reakasi sebanyak 0,5 mL. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi pada penelitian ini adalah Nelson- Somogy. 2.50
2.25 0.75
absorbansi
2.00
absorbansi
0.70
1.75
1.50
0.65
1.25 -4
y=2,35893.10 x
0.60
1.00 1.00
1.25
1.50
1.75
2.00
2.25
2.50
2.75
konsentrasi gula invert (mM)
0.55 0
100
200
300
400
500
600
700
800
konsentrasi BSA (ppm)
Gambar 3.2 Kurva Standart BSA Kurva standart diplot antara konsentrasi BSA (sumbu X) dengan absorbansi (sumbu Y). Grafik menunjukan bahwa nilai absorbansi naik seiring dengan bertambahnya konsentrasi BSA, dari grafik didapatkan regresi linear yaitu Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 3.3 Kurva Standart Gula Invert Kurva standart diplot antara konsentrasi gula invert (sumbu X) dengan absorbansi (sumbu Y)rafik menunjukan bahwa nilai absorbansi naik seiring dengan bertambahnya konsentrasi BSA, dari grafik didapatkan regresi linear yaitu
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
0.01 0.00 -0.01 0.0000030
-4
(W. Surareungchai, 1999). 3.2 Deteksi pada Sukrosa Elektroda yang telah dibuat dideteksikan pada sukrosa dengan metode voltametri siklis, sehingga didapatkan puncak oksidasi reduksi dari analit. Sukrosa dibuat dari konsentrasi 10-1-10-5 M. Elektroda kerja berupa emas dengan diameter 1,1 mm diperlakukan menjadi 4 elektroda sebelum digunakan mendeteksi sukrosa yaitu elektroda A (emas), B (emas/ PANI), C (Emas/PANI/Invertase), dan D (Emas / PANI/ Invertase/ nano partikel emas). Hasil sinyal dari keempat elektroda tersebut dibandingkan. Sukrosa yang dibuat dengan menggunakan pelarut buffer phosfat pH 4,5. Pelarutan sukrosa pada pH 4,5 bertujuan agar invertase yang telah diimmobilisasi pada PANI bekerja optimal ketika dianalisa secara Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
10 M
0.0000027
-0.03
-3
10 M -2
0.0000024
10 M
-0.04
-1
10 M
0.0000021 0.38
-0.05
0.40
0.42
Tegangan (V)
-0.06 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Tegangan (V)
GaGmbar 3.4 …(3)
-5
10 M
-0.02 Arus (mA)
Persamaan yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung banyaknya kadar sukrosa yang terhidrolisis oleh invertase. Aktivitas enzim Invertase dihitung dengan mengetahui konsentrasi sukrosa yang terhdrolisis menjadi gula invert. Sukrosa 10% sebanyak 1000 m p a yai p o a p 4 5 yan a di am a an 5 m a aa in a diin a i ama 5 am pada 30 C. pH 4,5 merupakan pH optimal invertase untuk menghidrolisa sukrosa (Nuzula, 2009 ;Bergamasco et al, 2000 ;Akgol et al, 2001 ; Byaramolu, 2003), dimana nantinya pengukuran deteksi sukrosa dengan biosensor sukrosa dilakukan dengan kondisi pH 4,5. Aktivitas Invertase diukur dengan menggunakan 1000 mL sukrosa 10% yang dihidrolisa dengan enzim invertase selama 5 jam pada pH 4,5. Pengukuran gula invert digunakan metode Nelson- Somogy. Kadar gula invert diketahui dengan memasukan hasil absorbansi ke persamaan 2. Dari perhitungan didapatkan konsentrasi gula invert 0,19 M, konsentrasi gula invert tersebut didapatkan dengan mengukur absorbansi substrat (sukrosa) sebelum dan sesudah hidrolisa. Reaksi hidrolisa sukrosa oleh invertase dapat dilihat pada persamaan 3. Ekstrak kasar enzim invertase yang digunakan dalam penelitian ini mengandung 12,83 mg protein /mL dan menghasilkan aktivitas sebesar 12,93 µmol.mL-1.s1 . Data perhitungan aktivitas dan kadar protein ini nantinya digunakan dalam pembuatan elektroda kerja emas/PANI/Ivertase
voltametri, karena aktivitas optimal invertase terjadi pada pH 4,5. Sukrosa yang telah dibuat dengan konsentrasi 10-1-10-5 M dianalisa menggunakan teknik voltametri. Elektroda A digunakan sebagai elektroda kerja pada teknik voltametri. Sukrosa dianalisa dengan menggunakan potensial dari -1 – 1 volt dengan menggunakan scan rate 50 mV/s. Scan rate saat pengukuran sampel dibuat lebih kecil daripada saat polimerisasi dikarenakan kemampuan oksidasi reduksi dari sukrosa lebih lama dibandingkan polimerisasi anilin. Analisa diawali dengan analisis dari blanko yang merupakan buffer phosfat dengan pH 4,5. Analisa sukrosa dimulai dari konsentrasi yang paling kecil tanpa melewati pencucian elektroda. Hal ini dikerenakan perpindahan elektroda dari konsentrasi kecil ke konsentrasi besar tidak akan mempengaruhi besar konsentrasi analit yang dianalisa. Data yang didapatkan adalah kurva voltamogram arus (A) vs potensial (volt). Voltamogram yang didapat dari setiap konsentrasi diolah menggunakan software Origin 8.0.
Arus (mA)
Y= 934.60205x + 0.09854 …………… (2)
Voltamogram Analisa Sukrosa dengan Eleektroda A (emas)
Puncak oksidasi voltamogram di atas terjadi pada potensial sekitar 0,3-0,5 volt, puncak dari sukrosa tak terlihat secara jelas dan cenderung tertumpuk. Voltamogram menunjukan bahwa puncak oksidasi dari sukrosa semakin turun dengan meningkatnya konsentrasi dari sukrosa, dapat di simpulkan bahwa elektroda emas yang tak dimodifikasi tidak dapat mendeteksi sinyal yang diberikan oleh sukrosa. Elektroda kerja B dibuat dengan memodifikasi elektroda A dengan menambahkan PANI pada permukaan elektroda. Voltamogram yang didapatkan menunjukkan puncak oksidasi dari blanko terlihat sangat jelas pada potensial sekitar 0,5-0,6 V puncak yang muncul jauh lebih tajam daripada puncak yang diberikan dengan menggunakan elektroda A. Puncak ini dapat dipastikan bukan puncak dari PANI yang di tambahkan pada elektroda karena puncak PANI muncul pada potensial sekitar 0,8 V
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
0.02 -6
10 M -5
10 M
0.01
-4 -3
10 M
0.00
-2
10 M
0.000021
-1
10 M
-0.01 Arus (mA)
Arus (mA)
10 M
-0.02
0.000014
0.000007
0.4
0.5
0.6
Tegangan (V)
-0.03 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
Tegangan (V)
Gambar 3.5 Voltamogram Analisa Sukrosa dengan Elektroda B (emas/PANI) Voltamogram dari tiap konsentrasi dari sukrosa mulai jelas terlihat, tidak seperti ketika menggunakan elektroda A (emas) yang saling tumpang tindih. Akan tetapi, elektroda B ini tidak bisa mendeteksi sukrosa dikarenakan puncak oksidasi menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi dari sukrosa. 0.02 0.01 -6
10 M
0.01
-5
10 M
arus (mA)
0.00
-4
10 M
nanopartikel emas pada permukaan paling luar elektroda. Penambahan nanopartikel emas pada elektroda dilakukan dengan mencelupkan elektroda yang telah dipolimerisasi (emas/PANI/Invertase) dan diamati perubahan yang terjadi di permukaan elektroda dengan waktu pencelupan 15, 30 dan 60 menit. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa secara fisik elektroda emas/PANI/Invertase yang dicelup mangalami perubahan. Permukaan elektroda menjadi lebih hitam, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengendapan nanopartikel pada elektroda. Tabel 3.1 Data Pengamatan Perubahan Permukaan Elektroda pada Saat Pencelupan dengan Nanopartikel Emas Perbesaran 5X
Perbesaran 10X
Perbesaran 20X
Sebelum polimerisasi
Setelah polimerisasi (PANI/Invert ase)
-3
10 M
0.00
-2
10 M -0.00
-1
10 M
arus (mA)
0.000012
-0.01
0.000006
-0.01 0.000000 0.4
0.5
0.6
0.7
tegangan (V)
-0.02 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
tegangan (V)
Gambar 3.5 Voltamogram Analisa Sukrosa dengan Elektroda C (emas/PANI/Invertase) Karena Elektroda A dan B tidak dapat mendeteksi adanya perubahan konsentrasi dari sukrosa maka dibuat elektroda C. Elektroda C dibuat dengan menambahan enzim invertase pada PANI. Perbandingan volume antara anilin dan invertase adalah 3:2. Penambahan enzim invertase berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga gula tersebut bisa dioksidasi reduksi. Sukrosa dianalisa menggunakan elektroda C dengan pengulangan masing masing konsentrasi sebanyak 5 siklis. Dari voltamogram elektroda C terlihat bahwa elektroda tidak dapat mendeteksi gula pereduksi dikarenakan adanya penurunan puncak ketika konsentrasi dari sukrosa mengalami kenaikan. Elektroda D dibuat dengan memodifikasi elektroda C dengan menambahkan lapisan Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Setelah polimerisasi dan dicelup nanopartikel 15 menit Setelah polimerisasi dan dicelup nanopartikel 30 menit Setelah polimerisasi dan dicelup nanopartikel 60 menit Hasil voltamogram (Gambar 4.13) menunjukkan bahwa elektroda D bisa mendeteksi sinyal dari gula pereduksi. Pada voltamogram tampak kenaikan puncak oksidasi seiring dengan peningkatan konsentrasi sukrosa dari 10-1 sampai 10-3 M. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan nanopartikel pada biosensor dapat meningkatkan transfer elektron secara langsung antara senyawa
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
biomolekul (gula pereduksi) dengan permukaan elektroda. Nanopartikel emas juga memberikan suatu lapisan pada biomolekul yang terimmobilisasi (invertase) untuk mempertahankan aktivitasnya (Ozdemir, 2010), dengan kemampuan tersebut nanopartikel emas yang dimodifikasikan pada elektroda D dapat mendeteksi arus yang diberikan oleh gula pereduksi. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih kecil dari 10-3M sinyal yang diberikan mengalami penurunan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa elektroda D hanya dapat mendeteksi sukrosa pada konsentrasi kurang dari 10-3 M.
6.00 4.00 -6
10 M
2.00
-5
10 M -4
Arus (µA)
10 M -3
10 M
0.00
-2
10 M
(emas/PANI/Invertase/nanopartike) dengan Konsentrasi 1-50 mM Untuk mengetahui kemampuan elektroda D dalam mendeteksi sukrosa maka dilakukan pengukuran pada konsentrasi 10-1, 5.10-2, 10-2, 5.103 dan 10-3 M. Voltamogram (Gambar 4.10) yang didapatkan menunjukan bahwa elektroda D mampu mendeteksi sukrosa karena puncak oksidasi naik dengan meningkatnya konsentrasi sukrosa. Pengukuran kembali dilakukan dengan konsentrasi sukrosa yang lebih kecil yaitu konsentrasi 1mM-50mM dengan range antar konsentrasi 5 mM, hasil voltamogram didapatkan bahwa elektroda D dapat mendeteksi sinyal dari sukrosa dengan konsentrasi yang lebih kecil. Untuk mengetahui kemampuan dan kinerja dari elektroda terhadap sukrosa maka dilakukan uji repeatability, dan pengukuran sensitivitas.
-1
-2.00
10 M
2.50
Arus (µA)
-4.00
2.00
-6.00 1.50
-8.00
0.329
0.336
0.343
tegangan (V)
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Tegangan (V)
Gambar
3.6
Voltamogram Sukrosa Elektroda D (emas /Invertase /nanopartikel) Konsentrasi 10-1-10-6 M
dengan /PANI dengan
6.00 4.00
3.3 Uji Sensitivitas Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan elektroda terhadap analit. Sensitivitas diketahui dengan mengeplot kurva linear konsentrasi vs arus (µA), sehingga sensitivitas dapat dihitung dengan membagi slope dengan luas permukaan elektroda. Dari kurva linieritas terlihat bahwa konsentrasi naik secara linier terhadap arus dengan R2 sebesar 0,99. Hasil perhitungan menunjukan bahwa elektroda D (PANI/invertase/nanopartikel) memiliki sensitivitas sebesar 6.3124E-9 µA. mm-2 .mM-1 2.45
0.00
2.40 -2.00 4.00
arus (µA)
-4.00 -6.00
0.1M 0.05M 0.01M -3 5.10 M
3.00
2.00
10
1.00
-8.00
0.55
0.60
0.65
-3
tegangan (V)
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
-9
y = 4,92373.10 x
8.00 1 mM 5 mM 10 mM 15 mM 20 mM 25 mM 30 mM 35 mM 40 mM 45 mM 50 mM
6.00 4.00
Arus (µA)
2.00 0.00 -2.00 2.80
-4.00 Arus (µA)
2.10
1.40
-10.00 0.28
0.32
tegangan (V)
-12.00 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
tegangan (V)
Gambar
3.8
2.25
2.20
Gambar 3.7 Voltamogram Sukrosa dengan Elektroda D (emas /PANI/ Invertase/nanopartikel) dengan Konsentrasi 10-1, 5.10-2, 10-2, 5.10-3 dan 10-3 M
-8.00
2.30
1.2
tegangan (V)
-6.00
2.35
arus (µA)
arus (µA)
2.00
Voltamogram Elektroda
Sukrosa
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
dengan D
2
R =0.99
2.15 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
tegangan (V)
Gambar 3.9 Kurva Linear Konsentrasi Sukrosa vs Arus 3.4 Uji Repeatibility pada Elektroda yang Sama Uji Repeatibility pada elektroda yang sama dilakukan dengan membuat 3 elektroda D yang berbeda dengan menggunakan elektroda emas yang sama, kemudian ketiga elektroda tersebut dideteksikan pada sukrosa dengan konsentrasi 50mM.
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
Tabel 4.2 Data potensial puncak oksidasi pada elektroda yang berbeda siklis
Potensial Puncak (Volt))
1 2 3 4 5
elektroda 1 0.328 0.320 0.328 0.320 0.327
elektroda 2 0.322 0.322 0.324 0.323 0.320
elektroda 3 0.324 0.323 0.320 0.324 0.322
Uji anova single factor dilakukan terhadap semua data. Uji Anova dihitung menggunakan software Microsoft Excel Dari perhitungan didapatkan bahwa nilai F perhitungan sebesar 1.09 lebih kecil daripada F kritis sebesar 3.88 sehingga Ho diterima. Artinya dari ketiga elektroda tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat probabilitas 5% 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini bahan aktif enzim invertase yang mengandung 12,838 mg protein /mL dan mempunyai aktivitas sebesar 9,34 µmol.mL-1.s-1 dapat diimmobilisasi dengan polianilin (PANI) secara elektrokimia pada potensial -0,5 V - 1V dengan menggunakan pelarut HCl pada pH 1,5. Dari percobaan yang telah dilakukan elektroda emas /PANI /invertase/ nanopartikel emas dapat digunakan untuk mendeteksi kadar sukrosa dengan metode voltametri siklik. Elektroda emas/ PANI/ invertase /nanopartikel batas deteksi untuk sukrosa dibawah 1 mM, sensitivitas sebesar 6,3124.10-9 µA. mm2 .mM-1 dan limit deteksi 2.17 µA. Respon sensor linear sampai minimal 1 mM konsentrasi sukrosa UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNYA, 2. Orang tua tercinta dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya baik berupa material maupun spiritual 3. Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan, M. Si dan Prof. Dr. Surya Rosa Putra. M S selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, pemahaman dan segala diskusi serta semua ilmu yang bermanfaat selama penyusunan tugas akhir, 4. Teman- teman dan seperjuangan tugas akhir sahabat- sahabat tercinta atas bantuan, semangat dan kerjasamanya DAFTAR PUSTAKA Alwwalurrizki, N, (2009), Hidrolisis Sukrosa dengan Enzim Invertase untuk Produksi Etanol menggunakan Zymomonas mobilis, Skripsi ITS, Surabaya Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Aoki. K., Suzuki, H., Ishimaru, Y., Toyama, S., Ikariyama, Y., Iida, T., (2005), Thermophilic Glucokinase-Based Sensors For The Detection Of Various Saccharides And Glycosides, Sensors and Actuators B, 108:727–732 Bayramolu, G., Akgol, S., Bulut, A., Denizil, A. and Yakup, A. M., (2003) , Covalent Immobilized Of Invertase Onto Reactive Film Composed Of 2-Hydrocyethyl Methacrylate And Glycidyl Methacrylate :Properties And Application In A Continous Flow System, Biochemical Enginering Journal, 14 :117 -126 Bergamasco, R., Bassetti , F. J., Morales, F. F and Zanin, G.M., Characterization of free and immobilized invertse regarding activity and energy of activation, Braziliian Journal of Chemical Enginering, 17 Bhadra, S., and Lee, H. J., (2009), Synthesis Of Higher Soluble Nanostructured Polyaniline By Vapor-Phase Polymerization And Determination Of Its Crystal Structure, Journal of Applied Polymer, 114:331-340 B ad o d M. M. (1976) “A rapid and Sensitive for The Quantitation of Microgram Quantities of Protein Utilizing The Principle of Protein-Dye binding”, Analytical Biochemistry, 72:248-254 Fatmawati, K., (2011), Karakterisasi Elektroda Poliamida 11/ Emas Nanopartikel Untuk Penentuan Kapsaisin Dalam Cabe, Senaki ITS, Surabaya Gerard M, Chaubey A, Malhotra B. D., (2002)., Application Of Conducting Polymers To Biosensors, Biosens Bioelectron, 17:345–59 Inoue, S., Nakao, M., Yoshinabu, T., Iwasaki, H., (1996), Chemical-Imaging Sensor Using Enzyme, Sensors and Actuators , 32:23-26 Jia, J, (2008), Hydrogen Peroxide Biosensor Based On Horseradish Peroxidase-Au Nanoparticles At A Viologen Grafted Glassy Carbon Electrode. Microchimica Acta, 163:237–241 Kurniawan, F., Tzakova, V., Mirisky, V., (2006). Gold Nanoparticles in Nonenzymatic Electrocemical Detection Sugar,19: 9-20, Jerman
Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2010/2011
Kurniawan, F., Tzakova, V., Mirisky, V., (2006). Analytical Appication of Electrodes Modified by Gold Nanoparticle for Dopamine Detection, 9, Jerman Ozdemir, C., Yeni, F., and Timur, S., (2010), Electrochemical Glucose Biosensing By Pyranose Oxidase Immobilized In Goldnanoparticle-Polyaniline/Agcl/Gelatin Nanocomposite Matrix, Food Chemistry Journal, 119: 380–385
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Virji, S., Huang, J. X., Kaner, R. B., Weiller, B. H., (2004). Polianilin Nanofiber Gas Sensors: Examination Of Response Mechanisms, Nano Lett, 4:491–496 Wang, B., Tang, J., and Wang, F., (1987), Electrochemical Polymerization of Aniline, Svnthetic Metals, 323- 328 Xian, Y., Hu, Y., Liu, F., and Wang, H., (2006), Glucose biosensor based on Au nanoparticles–conductive polyaniline nanocomposite, Biosensors and Bioelectronics, 21