EKSISTENSI PERBANKAN SYARI’AH DALAM TATA HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Fahmul Iltiham Abstraks Di era melinium dipenghujung abad 20 persaingan di dunia perbankan semakin gencar, seiring dengan itu kemunculan perbankan syari’ah dengan prinsip hukum Islam membawa angin segar bagi iklim perbankan nasional. Dengan disahkannya UU.No.10 tahun 1998 dan UU.No.21 tahun 2008 semakin menguatkan kedudukan Bank syari’ah sebagai pilar terdepan lembaga keuangan nasional yang menerapkan prinsip syari’ah jauh dari bunga. Kata Kunci: Eksistensi, Bank syari’ah, Tata Hukum Perbankan Nasional ekonomi (how to make effective Pendahuluan Sesuai dengan sistem to increase economic value). ekonomi Kerakyatan yang (Muhammad, 2002: 1). dimuat dalam tap MPR Namun demikian, tidak No.IV/MPR/1999 tentang garisdapat dipungkiri bahwa kondisi garis besar haluan Negara perbankan nasional saat ini (GBHN), perbankan nasional belum sepenuhnya dikatakan berfungsi sebagai sarana kokoh, seperti yang diharapkan pemberdayaan masyarakat dan masyarakat. Persoalan-persoalan seluruh kekuatan ekonomi yang selama muncul akibat dari nasional, terutama pengusaha krisis moneter tahun 1997 masih kecil, menengah, dan keperasi. terasa turut mempengaruhi Bagi suatu Negara perbankan perekonomian nasional, kurs memegang peranan strategis, mata uang rupiah terhadap dolar karena itu kokohnya lembaga ini, masih belum stabil, kebijakan dapat dijadikan ukuran kuatnya suku bunga yang cukup turut perekonomian suatau Negara, berpengaruh terhadap karena itu eksisitensi perbankan kepercayaan masyarakat terhadap menempati posisi krusial dalam lembaga perbankan. menjembatani kebutuhan modal Berbagai upaya dilakukan kerja dan investasi disektor riil oleh pemerintah untuk dengan pemilik dana, dengan memulihkan perbankan nasional, demikian fungsi utama sector baik melalui rekapitalisasi, perbankan dalaminfrastruktur pengambilalihan kepemilikan kebijakan makro ekonomi bank, pencabutan izin usaha memang diarahkan dalam bank-bank yang bermasalah, konteksbagaimana menjadikan pembekuan operasional, serta uang efektif untuk nilai tambah melakukan perubahan dan
1
penyempurnaan perbankan nasional. Perubahan dan penyempurnaan perbankan nasional selain merupakan upaya untuk mempercepat pemulihan perbankan nasional, juga dilakukan karena telah diratifikasinya beberapa perjanjian internasional dibidang perdagangan dan jasa, sehinggadiperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundangundangan, khususnya disektor perbankan, agar peraturan perbankan mengacu pada komitmen Indonesia dalam forum internasional seperti: World Trade Organization (WTO), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), dan Association of South East Asian Nations (ASEAN). Oleh karena itu pemerintah melakukan langkah startegis dengan diundangkannya UU No 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Pokok-pokok perubahan tersebut meliputi: 1. Penegasan Kemandirian Bank Indonesia; 2. Pembentukan badan khusus sebagai pelaksana program penyehatan perbankan. 3. Perubahan cakupan Rahasia Bank; 4. Penyesuaian Ketetntuan Pendirian dan kepemilikan Bank; dan 5. Kemudahan Pelaksanaan Prinsip Syariah. Lahirnya Undang-undang perbankan tersebut menimbulkan harapan yang besar bagi tumbuh dan berkembangnya bank
Syariah di Indonesia. Oleh karena itu, berkaitan dengan komitmen pemerintah memberikan kemudahan pelaksanan prinsip Syari’ah dalam kegiatan usaha bank yang sudah menjadi harapan dan keinginan umat Islam Indonesia sejak lama. Karena itu permasalahan-permasalahan sekitar perbankan syari’ah seperti: Bagaimana kedudukan produk-produk bank Syari’ah? Serta Bagaimana Kedudukan Bank Syari’ah dalam tata hukum perbankan Nasional? A. Pengertian Bank Syariah Pengertian Bank syariah menurut Heri Sudarsono (2004: 27) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi desesuaiakn dengan prinsip-prinsip syari’ah. Sedangkan pengertian umum bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga (Muhammad, 2002: 13). Disamping itu bank Syari’ah adalah bank yang dalam usahannya berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam yang memngacu pada Al Qur’an dan al Hadits, maksud dari prinsip syari’ah disini adalah beropersi mengikuti ketentuan hukum Islam khususnya menyangkut ketentuan bermu’amalat. Dalam undang No 21 Tahun 2008 tentang perbankan
2
Syari’ah pengertian bank syariah diperinci sebagai berikut: Pertama, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. (Bab I Pasal 1/1). Kedua, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.(Bab I Pasal 1/7) Ketiga, Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Bab I Pasal 1/8)
yang memerlukan sehingga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. (Heri Sudarsono, 2004:56). B. Eksistensi Produk Perbankan Syari’ah Untuk memenuhi kebutuhan modal dan pembiayaan, bank syari’ah memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan bank konvensional. Secara umum piranti-piranti yang digunakan bank syai’ah terdiri atas tiga kategori: Pertama, (financing).
produk
penyaluran
Kedua, produk penghimpunan dana; Ketiga, produk jasa (service).
Keempat, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.(Bab I Pasal 1/9)
Dewasa ini sisitem keuangan dan perbankan modern berusaha untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatan perekonomiannya, bukan dengan dana sendiri melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing), maupun dalam bentuk pinjaman (debet financing). Mengenai hal ini, muhammad arif (1998:52) mengemukakan:
Bank Syari’ah memilki peran penting sebagai lemabaga perantara (intermediary) antara unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan (surplus units) dengan unit-unit yang mengalami kekurangan dana (deficit units) melalui bank, kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak
Wirdyaningsih (2005: 125) menyatakan pelaksanaan kegiatan usaha pada bank Islam di indonesia tunduk pada ketentuan-ketentuan perundang-
“That Islamic banking goes beyond the pure financing activities of conventional banks, islamic banks engage in equity financing and trade financing”
3
undangan perbankan Indonesia, seperti undang-undang No 7 tahun 1992 dan undang-undang No.10 Tahun 1998, dengan berlandaskan ketentuan Syari’ah. Ketentuan akad dalam hukum Islam diatas menjadi landasan dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan Islam. Pada prinsipnya operasional perbankan Syari’ah minimal mempunyai 5 prinsip operasional yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2). Bagi hasil, (3) margin keuntungan, (4) sewa, (5) fee. (1) Prinsip Simpanan Murni Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk memnyimpan dananya dalam bentuk Al Wadi’ah.fasilitas wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional identik dengan giro (2). Bagi hasil Sistem ini adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha dapat terjadi antar bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nsabah penerima dana. Bentuk produk dengan menggunakan prinsip mudhorobah biasanya digunakan untuk tabungan dan deposito,
sedangkan musyarakah banyak pada pembiayaan.
lebih
(3). Prinsip Jual Beli dan Margin keuntungan. Prinsip ini menerapkan tata cara jual beli dimana bank membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pemebelian barang jasa atas nama bank, kemudian bank menjual barang trsebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin/mark up). (4). Prinsip Sewa Prinsip sewa secara garis besar terbagi mnejadi 2 jenis, yaitu ijarah (sewa murni), dan Ba’i al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik (penggabungan sewa dan beli). (5) Prinsip fee (jasa). Prinsip ini meliputi keseluruhan layanan nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip inii diantaranya: bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer dana lain-lain. Secara syari’ah prinsip ini didasarkan pada konsep “al ajr wal umulah” Disamping itu produk perbankan syari’ah juga dapat di bagi sebagai berikut: 1. Produk Pengerahan meliputi’
Dana,
a. Giro berdasarkan prinsip wadi’ah b. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
4
c. Deposito berdasarkan mudharabah.
investasi prinsip
d. Tabungan mudharabah.
haji
e. Tabungan Qurban. 2. Produk Penyaluran meliputi:
Dana,
a. Mudharabah Bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan menegemen. Bagi hasil keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan porsinya. b. Salam Pembiayaan pada nasabah untuk membuat barang tertentu atas pesanan pihak-pihak lain atau pembeli. Bank memberikan dana pembiayaan diawal untuk membuat barang tersebut setelah adanya kesepakatan tentang harga jual kepada pemebeli. Barang yang akan dibeli dalam tanggungan nasabah dengan ciri-ciri yang telah ditentukan. c. Istishna’ Pembiayaan pada nasabah yang terlebih dahulu memesan barang kepada bank atau produsen lain dengan kriteria tertentu. Kemudian nasabah dan bank membuat perjanjian
yang mengikat tentang harga jual dan cara pembayarannya. d. Ijarah wa iqtina’ Merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease). e. Murabahah Pembiayaan pembelian barang lokal ataupun internasional. Pembiayaan ini dapat diaplikasikan untuk tujuan modal kerja dan pembiayaan investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikkan. f. Al Qardul hasan Pinjaman lunakbagi pengusaha yang benarbenar kekurangan modal. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank, tetapi hanya membayar biaya administrasi saja. g. Musyarakah Pembiayaan sebagian dari modal usaha keseluruhan, dimana pihak bank akan dilibatkan dalam proses manajemen. Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian.
5
h. Selain itu produk pemberian jasa lainya, seperti:
Jasa penerbitan L/C;
Jasa transfer;
Jasa inkaso;
Bank Garansi;
Menerima Zakat, Infak dan Sodaqah untuk disalurkan. (M. Syafi’i Antonio, 2004: 20).
Tentang produk jasa ini, produk yang lazim dipergunakan di perbankan Syari’ah adalah: a. Al Kafalah Al Kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank sebagai penanggung kepada pihak ketiga atas kewajiban pihak kedua yang ditanggung, atas pemberian jaminan ini bank memperoleh fee. b. Al Hiwalah Al Hiwalah adalah jasa pengalihan tangungjawab pembayaran hutang dari seseorang yang berhutang kepada orang lain. c. Al Wakalah Al wakalah adalah jasa melakukan tindakan atau pekerjaaan mewakili nasabah sebagai kuasa. Untuk mewakili nasabah melakukan tindakan ayau pekerjaan tersebut nasabah diminta untuk mendepositokan dana secukupnya.
d. Ar Rahn Ar Rahn pembiayaan pinjaman dana dengan jaminan bergerak yang nilainya tetap jangka waktu sesuai kesepakatan. (Wirdyaningsih, 168).
yaitu berupa tunai barang relative untuk tertentu dengan 2005:
Dalam undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang bank Syari’ah kegiatan transaksi dengan mengunakan prinsip syariah diatur pada bagian 1 jenis dan kegiatan Usaha pasal 19 sebagai berikut: Pasal 19 1) Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; a. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan
6
Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. Menyalurkan Pembiayaan untuk transaksi jual beli berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; i. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; j. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
e. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
k. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
f.Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
m. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
g. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; h. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata
l. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
n. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; o. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan p. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di
7
bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Kegiatan meliputi:
usaha
UUS
a. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. Menyalurkan Pembiayaan untuk transaksi jual beli berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; f.Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; h. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; i. Membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak
8
ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; m. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; n. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 3) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Bank Umum Syariah dapat pula: a. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;
c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah; e. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; f. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik; g. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; h. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak
9
langsung melalui pasar modal; dan i. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. 4) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), UUS dapat pula: a. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik; e. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; dan f. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. C. Bank Syari’ah Dalam Tata Hukum Perbankan Nasional Jika kita melihat wajah perbankan Indonesia saat ini, akan tampak sekali perbedaanya dengan perbankan masa lalu 35 tahun yang lalu, baik dari keanekaragaman produk yang ditawarkan, maupun sistem yang dipergunakan, seperti sekarang kita kenal electronic banking, home banking, phon banking dan internet banking, dengan kata lain pengunakan teknologi elektronik dan komunikasi merupakan harga mati dalam aktivitas keuangan di era globalisasi. Perkembangan tersebut semakin marak dengan lahirnya perbankan syari’ah yang mengunakan sistem baru, yang sebelumnya tidak dikenal di dunia perbankan konvensional, yakni mengunakan prinsipprinsip syari’ah dengan sudut pandang memenuhi tuntutan masyarakat Islam di indonesia yang berharap bank tanpa bunga. Kelahiran bank syari’ah ini cukup membawa dampak berubahnya sisitem perbankan di Indonesia terutama setelah eksisitensi perbankan Syari’ah mendapat pijakan yang kokoh
10
setelah adanya deregulasi perbankan pada tahun 1983. posisi bank syari’ah semakin pasti dengan disahkanya undnagundang No 7 tahun 1992 dimana bank diberikan kebebsaan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun bagi hasil. Undang-Undang No.10 sekaligus menghapus pasal 6 PP.No.72 tahun 1992 yang melarang dual sistem. Dengan tegas pasal 6 UU No.10 tahun 1998 membolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syari’ah melalui a. Pendirian kantor cabang di bawah kantor cabang baru, atau b. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Sungguhpun demikian bank syari’ah yang berada ditanah air tetap harus tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang berlalku pada umumnya antara lain: a. Ketentuan perizinan dalam pengembangan usaha, seperti pembukaan cabang dan kegiatan devisa. b. Kewajiban pelaporan Bank Indonesia. c. Pengawasan Intern
ke
d. Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan faktor yang lainya. e. Pengenaan sanksi pelanggaran.
atas
Disamping ketentuan ditas setiap produk bank syari’ah harus mendapat persetujuan dari Dewan pengawas Syari’ah sebelum di perkenalkan kepada masyarakat. Terbitnya UndangUndang No.10 Tahun 1998, masih menyisakan persoalan diantaranya adalah masalah hukum atas kelembagaan Bank Syari’ah dan masalah hukum atas operasional Bank Syari’ah. Masalah Hukum atas kelembagaan diataranya adalah masalah pembukaan kantor bank syari’ah melalui konversi. Konversi harus dilakukan dalam waktu 360 hari sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha bank syari’ah, jika nasabah tidak bersedia dikonversi maka akan timbul kridit macet, dan jika melebihi tengagng waktu lebih dari 360 hari maka akan timbul masalah.Sedangkan masalah hukum atas operasional bank syari’ah meliputi : problem perpajakan, dan masalah likuiditas. Meskipun masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam UU. No.10 Tahun 1998, kita patut bersyukur sebab ketentuan undang-undang No.10 Tahun 1998 yang masih sangat umum, telah terjawab dengan disahkannya Undang-Undang
11
No.21 Tahun 2008 Tentang perbankkan Syariah yang memuat ketentuan secara lebih terperinci. Dengan munculnya undang-undang No.21 Tahun 2008, maka eksisitensi perbankkan syari’ah semakian mendapat tempat, hal ini guna menampung aspirasi dan kebutuhan yang berkembnag di masyarakat, masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip bank syari’ah, termasuk kesempatan bagi bank konvensional menjadi pola syari’ah. Selain itu di bolehkan pula bagi pengelola bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang atau mengganti kantor cabang yang sudah ada menjadi kantor cabang khusus syari’ah dengan persyaratan yang tentunya melarang percampuran modal kerja dan akuntansinya. Secara mikro ekonomi pengembangan perbankan syari’ah membuka peluang besar bagi perbankan umum, investor, bahkan pihak asing sekalipun untuk membuka cabang syari’ahnya di indonesia. Semoga dengan terbitnya UU.No 10 1998, serta UU.No.21 Tahun 2008 akan membawa angin segar bagi dunia perbankan di indonesia khususnya perbankan Syari’ah.
D. Kesimpulan Eksisitensi Produkproduk bank syari’ah telah diakui seiring hadirnya UU.No.10 Tahun 1998 dan UU.No.21 Tahun 2008 baik produk transaksi penghimpunan dana seperti: Giro Wadi’ah, Tabungan wadi’ah yad dhamanah dan mudharabah, deposito mudharabah, dan simpanan khusus mudharabah muqayyadah, maupun Penyaluran dana seperti:dana talangan dengan prinsip qard hasan, penyertaan dengan prinsip musyarokah, pembiayaan dengan prinsip ijarah muntahiyah bittamlik, pembiayaan proyek dengan prinsip mudhorobah dan musyarakah, dan lain sebagainya. Dengan terbitnya UU. No.21 Tahun 2008 eksisitensi perbankan syari’ah semakin kokoh, dengan uu ini masyarakat mendapatkan kesempatan luas untuk mendirikan lembaga keungan seperti: usaha kecil menengah,koperasi syari’ah dan perbankan syari’ah.
12
PUSTAKA ACUAN Antoni, M. Syafi’i, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta, Gema Insani Press, 2001. Antoni, M. Syafi’i, Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam, Jogjakarta, EKONISIA, 2004.
UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan syariah. UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Wibowo, Edi dan widodo, untung Edi, Mengapah Memilih bank Syari’ah, Bogor, Galia indonesia, 200
Ariff, Muhammad, Islamic Banking, Asian Pasifis Literature, vol 2 No.2 1988. Hilmawan helmi, Perbankan Syari’ah Masa Depan, Jakarta Selatan, Senayan Abadi, 2003. Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Jogjakarta, UPP AMP YKPN, 2002. Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Ekonosia, 2004 Sri imaniyati, Neni, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam Dalam Perkembangan, Bandung, Mandar madju, 2002. Sudarsono, Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jogjakarta, EKONOSIA, 2004.
14
ZAKAT SEBAGAI ALTERNATIF TRANSFORMASI EKONOMI Ahmad Ma’ruf, S. PdI., M.PdI
Abstrak: Zakat Berbeda dengan konsep sosialisme yang mengandalkan peran pemerintah dalam distribusi ekonomi, Islam telah menciptakan suatu instrumen built-in dalam distribusi, yaitu zakat. Mekanisme pasar yang berjalan secara sempurna sekalipun tidak akan mampu memecahkan masalah distribusi. Allah Maha Mengetahui dan Dia telah mewajibkan kepada setiap orang yang mampu untuk membagikan sebagian pendapatannya kepada orang lain yang membutuhkan (mustahiq). Lebih dari itu, jika zakat ini mampu dilakukan secara berjamaah, maka perubahan dan transformasi ekonomi menuju ekonomi produktif dan merata. Kata Kunci: Zakat, Tranformasi Ekonomi 1. Zakat Sebagai Alat Built-In Distribusi
yang signifikan bahkan secara riil bisa
Pendapatan
dibilang menurun adalah karena lemahnya
Di
dalam
sistem
perekonoman
yang
membebaskan diri dari nilai (baca: ekonomi liberal), distribusi pendapatan dan output antar
individu
dalam
masyarakat
sepenuhnya dikendalikan oleh mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang akan menentukan barang-barang apa yang dihargai mahal dan barang-barang apa yang
akan
tingginya
tidak
harga
berharga. bahan
bakar
Semakin (BBM
misalnya) merupakan cermin lemahnya
posisi
penawaran
miskinnya
tenaga
lapangan
kerja
kerja.
dan Dalam
perekonomian bebas, adalah menjadi hal yang wajar jika menjadi seorang pegawai susah untuk kaya lantaran rendahnya tingkat upah dan penghasilan yang mereka terima. Pendapatan yang diterima oleh masyarakat tidaklah menerminkan jerih payah atau pengorbanan yang mereka lakukan, namun merupakan hasil kekuatan politik (tawarmenawar).
posisi tawar dari konsumen dibandingkan
Distribusi atau mengalirnya pendapatan
perusahaan. Di sisi lain, harga manusia,
antar masyarakat hanya diwadahi dalam
upah misalnya, tidak mengalami kenaikan
bentuk mekanisme kerja pasar dan tidak 15
ada mekanisme yang secara otomatis
gejala awal dari dampak liberalisasi
meredistribusi
ekonomi
pendapatan
sehingga
yang
bisa
berujung
pada
mereka yang posisi tawarnya lemah bisa
kecemburuan sosial dan konflik sosial.
meningkat.
Ekonomi liberal mengatasi masalah ini
Lebih lagi, dalam perekonomian bebas berlaku hukum kesamaan harga, dimana barang/jasa akan mengalir dari suatu pasar yang harganya rendah menuju pasar
melalui
kebijakan
mengandalkan
pemerintah
belas
kasihan
dan para
jutawan atau pilantropis. Namun apakah hal ini akan berlangsung langgeng?
yang harganya tinggi. Proses ini akan
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap
terjadi secara terus menerus sehingga
individu
harga di setiap pasar mendekati sama dan
kelebihan kekayaan yang dimilikinya
tidak
kepada
menguntungkan
bagi
setiap
untuk orang
pengusaha untuk mengambil keuntungan
membutuhkan.
dari
pendapatan
perbedaan
harga
tersebut.
mendistribusikan lain
yang
Mekanisme
dalam
Islam
lebih
distribusi dilekatkan
Berlakunya hukum ini juga menjadi
kepada kewajiban orang kaya (muzakki)
penghambat terjadinya proses distribusi
dengan insentif yang sangat besar, baik di
pendapatan antar masyarakat. Sebagai
dunia maupun di akhirat. Allah menjamin
misal naiknya tingkat upah di suatu
bahwa dengan membayar zakat (sedekah)
perusahaan atau daerah tidak akan terjadi
tidak akan membuat
dalam jangka panjang karena hal ini akan
bahkan hartanya di sisi Allah akan di
diiukti oleh gelombang aliran tenaga
lipat gandakan (QS 2: 276). Kepahaman
kerja menuju daaerah yang upahnya
masyarakat terhadap ajaran Islam akan
tinggi
mendorong pada mekanisme pembayaran
hingga
upah
antar
daerah
mendekati titik yang sama. Jika
sistem
ekonomi
orang miskin,
zakat ini meskipun peran pemerintah bebas
ini
sangatlah kecil.
berlangsung terus, salah satu dampaknya
2. Zakat Sebagai Accelerator
adalah macetnya proses distribusi yang
Transformasi Ekonomi
bisa
berdampak
termasuk
aspek
Ketimpangan
pada sosial
pendapatan
banyak dan
hal
politik.
merupakan
Mengapa secara empiris zakat tidak mampu memiliki dampak ekonomi yang 15
signifikan, masih terkalahkan oleh pajak.
Hanya saja zakat ini lebih dekat
Ini tidak lain karena pelaksanaan zakat
kepada
masih bersifat parsial, mulai dari aspek
asuransi sosial. Hal ini karena sistem
pemahaman, sosialisasi, dan penerapan
zakat
kebijakan
seseorang berdasarkan kepada apa
perzakatan.
Jika
zakat
jaminan tidak
sosial
daripada
memberi
dipahami secara utuh dan dilaksanakan
yang
secara jamaah dalam suatu negara, maka
sebagaimana asuransi sosial (social
zakat memiliki manfaat ekonomi yang
insurance),
cukup besar.
memberinya
adalah
mencakup
jaminan
yang
asnaf
yang
semua
diberikannya
akan
tetapi
ia
berdasarkan
kebutuhannya.
(1) Zakat sebagai jaminan sosial (social security) Zakat
pernah
kepada
(2) Zakat sebagai Insentif Transformasi Ekonomi Secara umum, zakat dikenakan atas
membutuhkan, baik kebutuhan fisik,
tiga
jiwa maupun akal. Kita ketahui
produksi
bagaimana pernikahan merupakan
keuntungan
kebutuhan
Misalnya zakat atas barang temuan,
demikian
yang pula
pengetahuan
harus
dipenuhi,
buku-buku
bagi
orang
yaitu
(2)
(1)
volume
pendapatan
(3)
nilai
atau
kekayaan.
ilmu
pertanian dan peternakan dihitung
yang
atas volume produksi setiap periode,
ahlinya.
sedangkan zakat atas perdagangan
Jaminan sosial ini bukan hanya khusus bagi kaum muslimin, akan tetapi mencakup semua orang yang hidup
ukuran,
di
bawah
naungan
dihitungkan atas pendapatan bersih dan zakat atas emas, perak dihitung atas unit simpanan kekayaan. Jika
diperhatikan
tarif
zakah,
pemerintahan Islam, seperti Yahudi
kekayaan yang dikenai zakat paling
dan Nasrani sebagaimana pernah
tinggi
dilakukan
Umar
(minimal 20%), yaitu kekayaan yang
orang
diperoleh hanya dengan mengambil
Yahudi yang meminta-minta dengan
langsung dari alam tanpa adanya
harta dari baitul maal.
peran manusia dalam pengolahan,
memberikan
oleh
Sayidina
kebutuhan
adalah
barang
temuan
16
misalnya
hasil
tambang
Hanafi).
Kekayaan
(imam
hasil
mendorong
proses
transformasi
dari
ekonomi ini sekaligus mempercepat
pertanian merupakan objek zakat
proses distribusi pendapatan dan
dengan tarif zakat tertinggi kedua
kesejahteraan
(5%-10%), dimana manusia mulai
masyarakat. Wallahu a’lam bish
berperan dalam pengelolaan alam.
showab.
Demikian seterusnya, semakin tinggi peran dan kontribusi manusia maka tarif zakat semakin kecil (misalnya zakat ternak kambing 1%). Di sinilah Allah sangat memahami perilaku manusia yang sarat dengan insentif. Manusia
yang
menginginkan
kekayaan dunia akhirat lebih cepat maka akan mencari pencaharian yang dengan tarif zakat rendah, karena dengan membayar zakat yang lebih rendah maka kekayaan di dunia maupun di akhirat bertambah lebih cepat.
Zakat
sosial
sebagai
mahdhah
dalam
doktrin
ibadah
bersifat
wajib,
mengandung doktrin sosial ekonomi Islam
yang
merupakan
antitesa
terhadap sistem ekonomi riba. Dapat dilihat dari ayat-ayat Alquran yang secara
tegas
penegakkan
memerintahkan
zakat
dan
menjauh
pengamalan-pengamalan riba. Pada QS Al-Baqarah ayat 274, Allah menegaskan keutamaan infaq (zakat) dan membelanjakan harta di jalan yang benar, dan buruknya sistem riba. Pada ayat 275, diterangkan
Jika masyarakat rasional dan sadar
tentang
akan zakat, maka proses transformasi
menghalalkan
ekonomi dari sektor alam/primer
mengharamkan riba, pada ayat 276,
menuju sektor perdagangan dan jasa
Allah menyatakan akan melenyapkan
akan
berkahnya riba dan menyuburkan
terjadi
dengan
sendirinya.
penegasan perdagangan
Allah dan
Kebijakan
industrialisasi
yang
berkahnya shadaqah (zakat). Pada
dewasa ini
mendominasi
negara
ayat 277 dan surat al-baqarah Allah
berkembang
tidaklah
sepenuhnya
menegaskan bahwa zakat adalah
bertentangan dengan Islam. Sistem
solusi bagi ummat Islam (yang
ekonomi
berbasis
zakat
mampu 17
beriman) dan kehidupan yang penuh ketakutan dan kesusahan.
(3) Pelaksanaan Zakat sebagai Transformasi Ekonomi
Sistem zakat sebagai suatu sistem
Pelaksanaan
ekonomi
harus ditangani oleh lembaga amil
dalam
Islam
telah
dipraktekkan dan dibuktikan oleh
zakat
Nabi
manajemen
Muhammad
pemerintahan
SAW
dan
pengamalan
yang
zakat,
memiliki
sistem
fungsional
dan
Khulafa’al-Rasidin.
profesional. Hal tersebut ditujukan
Seperti diakui oleh para cendikiawan
untuk mencapai hasil yang optimal
muslim, baik berskala nasional, dan
dan
internasional, bahwa selain ketentuan
hambatan dalam hal pengumpulan
ibadah murni, zakat juga merupakan
zakat
kewajiban sosial berbentuk tolong
pemerintah dapat menetapkan sanksi
menolong antara orang kaya dan
pidana
orang miskin, untuk menciptakan
pemilik harta yang membangkang,
keseimbangan
dan
serta menolak kewajiban membayar
keseimbangan ekonomi. Sekaligus
zakat. Pemberian sanksi tidak mesti
ditujukan
mewujudkan
pidana, bisa juga dengan hukuman
menciptakan
lain seperti ta’zir, atau denda yang
sosial
untuk
kesejahteraan,
efektif. dan
Untuk tangan
dan
menghadapi orang
sejenisnya
kaya,
terhadap
keamanan dan ketentraman.
ditetapkan oleh hakim berdasarkan
Muzakki
pertimbangan kemaslahatan.
akan
kenikmatan
tersendiri
merasakan dalam
Konsep
dasar
zakat
sebagai
menunaikan kewajiban membayar
mekanisme redistribusi kekayaan dan
zakat.
langsung
golongan kaya kepada kelompok
muzakki telah berupaya melakukan
fakir dan miskin, perlu mendapat
tindakan
terjadinya
intervensi pemerintah, karena ibadah
berbagai kerawanan dan penyakit
zakat bersifat materil, cukup berat
sosial.
dilaksanakan,
Secara
tidak
prefentive Umumnya
yang
dan
fakir
miskin
dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan
(golongan dhu’afa) sebagai target
sistem sosial yang penuh dengan
utama pendistribusian zakat dapat
ketidakadilan
dipenuhi. Mereka mayoritas rakyat,
sosial.
dalam
kehidupan
pemilik
hakiki
negara
dan 18
kedaulatannya.
Hal
ditekankan,
ini
agar
perlu
Tercapainya
kesejahteraan
sosial
pemerataan
ummat dan terwujudnya pemerataan
ekonomi dan pembangunan dapat
serta keadilan, prioritas penyalur
terealisir secara nyata.
dana zakat harus diarahkan kepada
Untuk
lebih
terarahnya
usaha-usaha kecil yang dikelola oleh
pendistribusian zakat yang bertujuan
mayoritas ummat, dalam hal ini
pemerataan
adalah
ekonomi
pembangunan,
dan
perlu
bidang
pertanian,
mata
ditopang
pencaharian mayoritas ummat Islam
dengan suatu badan pengelola zakat
dan rakyat Indonesia pada satu sisi,
yang
profesional.
dan pertanian adalah perekonomian
Berbentuk seperti lembaga LAZ dan
yang menghasilkan kebutuhan pokok
BAZ yang telah berjalan saat ini
manusia pada sisi lain. Para pakar
dengan
ekonomi
modern
dan
segala
perbaikan
dalam
meyakini,
bahwa
berbagai aspek.
keberhasilan
Dalam hal ini Dawam Rahardjo
pembangunan nasional terletak pada
mengusulkan pendirian bank sosial
bidang pertanian, bukan industri.
Islam, berfungsi mengelola dana
Pertanian
suplus zakat untuk didayagunakan
pokok atau pangan, menyediakan
bagi
bahan
kepentingan
ekonomi
ummat.
Kuntowijoyo, instrumen
pemberdayaan Menurut
zakat
penting
salah dalam
satu Islam
perekonomian
menghasilkan
mentah
dan
makanan
untuk
keperluan
industri,
manufaktur,
industri
kerajinan
ukir-
ukiran,
kayu
anyaman, untuk bahan bangunan
sebagai upaya untuk menciptakan
dan lainnya. Pertanian pun dapat
kesejahteran sosial perlu dibentuk
diarahkan
institusi bank yang bebas bunga
devisa
(zero interest bank) sebaga pengelola
memproduksi
dana
(pengganti) impor.
ummat
sumber
berupa
lainnya,
zakat
yang
dan
ditujukan
untuk
negara
Merealisasikan
untuk membantu permodalan bagi
kunci
masyarakat ekonomi lemah.
kejayaan
meningkatkan
sekaligus
untuk
barang
subsidi
pertanian
sebagai
kesejahteraan negara,
rakyat
dan
semestinya
pertanian tidak hanya sebagai sektor, 19
tapi yang ditunjang oleh semua sektor
dan
menjadi
landasan
pembangunan
ekonomi
Indonesia
yang berkelanjutan. Untuk maksud tersebut,
perlu
didukung
oleh
komitmen-komitmen yang tegas dari semua komponen bangsa, terutama dari para elite politik dan elite ekonomi serta mengoreksi kekeliruan teori-teori
pembangunan
dan
ekonomi yang selama ini diterapkan oleh pemerintah. Dana zakat selain untuk pendanaan dan
pemberdayaan
bidang
pertaniaan, dapat digunakan untuk usaha-usaha kecil lainnya, seperti industri
rumah
tangga
(home
industry), pertukangan, perbengkelan dan
jasa.
Dengan
diharapkan
dapat
pemerataan ekonomi
demikian terciptanya
kesejahteraan masyarakat,
sosial dengan
meningkatnya daya beli masyarakat, dan
beredarnya
harta
kekayaan
secara berkeadilan. Pada akhirnya tercipta stabilitas sosial ekonomi, pembangunan
nasional
mencapai
hasil maksimal yang dampaknya akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Sidiqi. Pedoman Zakat. PT. Pustaka Rizqi Putra. Semarang. 1999. Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006. Muhammad, Sahri. Mekanisme Zakat & Permodalan Masyarakat Miskin. Bahtera Press. Malang. 2006. Nawawi. Sulam at-taufiq. Al-Hidayah. Surabaya. 1996. Simamora, Bilson. Panduan Riset Perilaku Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2002. Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Sumodiningrat, Gunawan. 2001. Respons Pemerintah terhadap Kesenjangan Ekonomi, PerPod. Jakarta. Hamidi, Luthfi. 2003. Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing. Jakarta.
21