TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
Eksistensi Pendidikan Islam Di Indonesia Ramoend Manahung IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang relegius (baca; agamis). Kenyataan ini dapat dilihat bahwa di Indonesia, tidak dibenarkan tumbuh dan berkembangnya aliran yang anti agama (anti Tuhan). Di samping itu, dapat pula dilihat bahwa hidup dan kehidupan bangsa Indonesia tidak terlepas dari kehadiran dan perkembangan agama di Indonesia. Itu artinya bahwa segala dinamika dan perkembangan bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh Agama, dalam hal ini ada lima yang diakui, yaitu Islam, Protestan, Katolik. Hindu dan Budha. Agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh penduduk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penduduk bangsa Indonesia banyak diwarnai dan dipengaruhi oleh norma-norma ajaran Islam. demikian pula dalam konteks pendidikan, pendidikan Islam sebagai aspek penting dalam ajaran Islam menempati posisi yang amat penting dan strategis. Bahkan pendidikan Islam telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam perkembangan pendidikan nasional. Kata Kunci: Eksistensi pendidikan islam, indonesia kedatangan Islam di kepulauan nusantara beberapa abad yang lalu, maka sejak itu pula pendidikan Islam mulai adadikepulauan nusantara Indonesia. Oleh karena itu, perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia dapat diketahui dengan menelusuri sejarahnya, yaitu sejak masa kedatangan Islam sampai masa sekarang yakni Indonesia menjadi negara yang berdaulat. Itu artinya bahwa berbicara tentang sejarah pendidikan Islam di Indonesia berarti berbicara tentang perkembangan dan pertumbuhan Islam. Sehingga dalam membicarakan sejarah pendidikan Islam berarti berbicara tentang sejarah Islam Indonesia, bahkan sejarah Indonesia pada umumnya. Pendidikan Islam di Indonesia memperlihatkan suatu perkembangan yang dinamis. Kendatipun demikian, dalam kenyataannya mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Pasang surut perkembangan pendidikan Islam tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, namun pada pokoknya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Secara internal pendidikan Islam mengalami
Latar Belakang Menurut Mappanganro bahwa Islam mempunyai berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan Islam. Pendidikan Islam pada dasarnya bermula sejak nabi Muhammad saw menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya.1 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengembangan pendidikan Islam merupakan salah satu misi kerasulan Muhammad. Itu artinya bahwa pengembangan pendidikan Islam merupakan bagian dari perintah syara’ yang harus dilakukan oleh umat Islam. atasdasar itulah sehingga perkembangan pendidikan Islam senantiasa mengiringi perkembangan Islam itu sendiri. Dikatakan demikian karena antara pengembangan pendidikan Islam dan penyampaian ajaran-ajaran Islam (baca; dakwah) tidak dapat diceraipisahkan antara satu dengan lainnya. Dalam kaitannya tersebut, di Indonesia Islam berkembang secara damai sejak 1
Lihat,
Mappanganro,
Implementasi
Pendidikan Islam di Sekolah (Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 1996), h. 1
78
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
perkembangan yang signifikan ketika umat Islam mengimplementasikan sistem pendidikan Islam dalam kehidupannya. Di samping itu, sumber daya insani yang dimiliki unat Islam itu sendiri, turut memberikan andil dalam perkembangan pendidikan Islam. Sedangkan secara eksternal, pendidikan Islam dipengaruhi kondisi politik yang berkembang. Dalam kaitannya dengan tersebut, maka kajian tentang pendidikan Islam di Indonesia, yang nota benenya bukan negara Islam menampakkan suatu dinamika yang menarik. Oleh karena itu, dalam tulisan ini yang menjadi konsentrasi pembahasan adalah sekitar eksistensi pendidikan Islam di Indonesia.
karena itu, keberadaan pendidikan Islam telah mengakar pada masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Hal ini disebabkan oleh karena mengimplementasikan sistem pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang wajib dilaksanakan. Peranan Organisasi Keagamaan Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur struktural dan jalur kultural. Pada jalur struktural, pelaksanaan dan pengembangan pendidikan Islam terkait dengan intervensi kekuasaan (baca; negara). Pada jalur ini legitimasi yuridis sangat menentukan. Oleh karena itu, beberapa peraturan perundangundangan yang terkait dengan pengembangan pendidikan Islam dikeluarkan oleh pemerintah dan dilaksankan oleh pemerintah, dalam hal Departemen Agama. Sedangkan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan Islam melalui jalur kultural dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan dan masyarakat, seperti Muhammadiyah, NU, al-Isyad, dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi keagamaan mempunyai peranan dan kontribusi yang besar dalam melaksanakan dan pengembangan pendidikan Islam. Di samping pelaksanaan dan pengembangan pendidikan Islam melalui jalur kultural juga dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk pengajian, seperti majelis taklim, halaqah keagamaan, seminar, dan lain-lain.
Rumusan Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dikemukakan masalah-masalah pokok yang akan dikaji, yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana eksistensi pendidikan Islam di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan? 2. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam di Indonesia? Eksistensi Pendidikan Islam di Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragama, sehingga kehidupan beragama telah mendarah daging dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam artian bahwa kehidupaan keagamaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Tatanan kehidupan bangsa Indonesia mencerminkan tatanan yang digali dari nilai-nilai ajaran agama. Pada gilirannya, nilai-nilai agama inilah yang mendasari dan membimbing hidup dan kehidupan bangsa Indonesia, baik secara individu maupun secara kolektif. Dalam kaitannnya dengan pendidikan, pendidikan Islam telah menjadi salah satu sistem pendidikan yang tumbuh dan berkembang serta dilaksanakan di negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan sejak zaman pra kemerdekaan, pendidikan Islam telah diakui dan dilaksanakan di nusantara Indonesia. Oleh
Pendidikan Islam Pada Masa Sebelum Kemerdekaan Menurut R. Tresna, dengan masuknya agam Islam di Indonesia telah memberikan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya.2 Dalam proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang 2
Lihat, R. Tresna, Peradilan di Indonesia
Dari Abad Ke Abad (Cet. I; Jakarta : Pradnya Paramita, 1977), h. 17
79
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
dilakukan melalui jalur perdagangan dan perkawinan peranan hukum Islam sangat besar. Adanya interaksi antara para saudagar Islam (baca; pembawa ajaran Islam) dengan penduduk pribumi menjadi titik awal pengsosialisasian agama Islam. Kontak perdagangan dan perkawinan antara pedagang muslim dengan penduduk pribumi (non Islam) di bebebrapa daerah menjadi salah satu media pendidikan dan dakwah yang sangat efektif dalam penyebaran ajaran-ajaran Islam.3 Pada perkembangan selanjutnya penyebaran Islam tidak lagi dilaksanakan oleh saudagar-saudagar muslim, akan tetapi secara formal beralih kepada ulama, misalnya Nuruddin al- Raniri menulis buku tentang hukum Islam dengan judul Shirathal Mustaqiem, pada tahun 1628 M. Menurut Hamka kitab yang ditulis oleh Nuruddin al- Raniri merupaka kitab hukum pertama yang disebarkan ke seluruh pelosok nusantara dan dijadikan dasar atau rujukan oleh orang-orang Islam dalam hidup bermasyarakat.4 Dalam catatan sejarah dikatakan bahwa kerajaan Isam yang pertama di Indonesia adalah Pase atau kerajaan Samudera di Aceh yang berdiri pada abad 10M dengan rajanya yang pertama al-Malik Ibrahim al-Mahdum. Menurut Ibnu Batutah bahwa kerajaan Samudera diperintah oehrajayg alim dalam ilmu agama. Kegiatan-kegiatan pendidikan diakukan oeh para ulama dalam bentuk halaqah yang dilaksanakan di Surau seteah meaksanakan shalat.5 Selanjutnya dari keterangan Ibnu Batutah disimpukan bahwa sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pase adalah :
3
Lihat,
Naquib
al-Attas,
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at menganut mazhab imam Syafi’. 2. Sistem pendidikannya diakukan secara informal berupa majelis taklim dan halaqah. 3. Tokoh pemerintah sekaligus sebagai ulama yang melaksanakan tugas pendidikan. 4. Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.6 Sementara itu, di pulau Jawa tugas pendidikan (Islam) pada umumnya dilaksanakan oleh para wali (wali songo). Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah kerajaan Demak menjadi pusat kegiatan pendidikan pada masa itu. Para wali dalam melaksanakan pendidikan dipusatkan di pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama di Indonesia. Dalam materi pendidikan (pengajaran), para wali mengadakan kontak dengan kerajaan Pase di Aceh yang berhaluan ahlu sunnah mazhab Syafi’iy.7 Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan yang diterapkan sama dengan sistem pendidikan yang diterapkan di Aceh. Demikian pula di kerajaan-kerajaan Islam nusantara, kegiatan pendidikan agama (Islam) terus dilaksanakan oleh para ulama, muballig dan bahkan dilukukan oleh raja sendiri, seperti kerajaan Islam di Maluku, kerajaan Islam di Kalimantan, kerajaan Islam di Sulawesi dan lain-lain. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa konfigurasi politik sangat mempengaruhi proses kegiatan pendidikan ketika itu. Artinya bahwa kegiatan pendidikan Islam ketika itu, legitimasi kekuasaan (baca; kerajaan) sangat menentukan. Dikatakan demikian karena dalam kenyataannya pendidikan Islam berkembang seiring dengan berkembangnya kerajaankerajaan Islam di kepulauan nusantara. Pada perkembangan selanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa kedatangan
Islam
Sekulerisme (Cet. I; Bandung : Balai Pustaka, 1981), h. 247, lihat pula, H.J. de Graaf, dkk, KerajaanKerajaan Islam d Jawa (Cet. II; Jakarta : Grafiti Press, 1989), h. 31 4 Lihat, Abd. Halim, Peradilan Agama
6
dalam Politik hukum Indonesia (Cet. I; jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), h. 36 5 Lihat, Zuhairini, et.al., Sejarah
Lihat,
Saifuddin
Zuhri,
Sejarah
Kebangkitan Isam dan Perkembangannya di Indonesia (Cet.I; Bandung : al-Ma’arif, 1981), h. 212 7 Lihat, Zuhairini, et.al., op.cit., h. 137 -
Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta : Depag, 1986), h. 135
140
80
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
kolonial Belanda di Indonesia bermotif ekonomi, politik dan agama. sehingga kebijakankebijakannya senantiasa dimotivasi oeh ketiga motif tersebut. Oleh karena itu, setelah Belanda menjajah di Indonesia, secara umum kebijakan di bidang pendidikan di arahkan untuk kepentingan kekuasaannya, ekonomi dan penyebaran agama Kristen. Hal ini dapat dilihat pada kebijakan Gubernur Jenderal Van den Boss di Jakarta pada tahun 1831 yang mengatakan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Sehingga di tiap-tiap daerah keresidenan didirikan sekolah agama Kristen.8 Di samping itu, pada tahun 1819 Gubernur Jenderal Van den Capellen mengeluarkan edaran tentang didirikannya sekolah dasar bagipenduduk pribumi agar dapat lebih mudah mentaati paraturan dan hukum negara. Jiwa dari surat edaran kolonial Belanda pada dasarnya bertujuan untuk menghapus pendidikan agama Islam yang ada di madrasah, pondok pesantren, masjid, mushallah dan lainlain, karena dianggap tidak membantu pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dilakukan oleh kolonial Belanda karena adanya rasa ketakutan bahwa jika pendidikan agama Islam dibiarkan, maka ia akan menjadi halangan baginya dalam menjajah Indonesia.9 Selanjutnya pada tahun 1882 pemerintah kolonial Belanda membentuk badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang disebut priesterraden. Kemudian pada tahun 1905 seiring dengan kekhawatiran adanya kebangkitan orang-orang pribumi, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan yang menekankan bahwa setiap setiap orang yang akan memberikan pengajaran harus minta izin terlebih dahulu. Tampaknya pemerintah kolonial Belanda terus ketakutan dengan gejala kebangkitan pribumi, sehingga pada tahun 1925 dikeluarkan peraturan yang lebih ketat terhadap
pendidikan agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang (baca; kiyai) diizinkan memberikan pengajaran. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam seperti Muhammadiyah, PSI, al-Irsyad, Nahdlatul Watan (cikal bakal NU) dan lain-lain.10 Pada tahun 1932 M keluar peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tak disukai oeh pemerintah yang disebut Ordonasi Sekolah Liar (Wilde School Ordonantie). Peraturan ini dikeluarkan seteah munculnya gerakan nasionalisme Islamisme pada tahun1928 M, berupa sumpah pemuda. Selain dari pada itu untuk lingkungan kehidupan agama Kristen di Indonesia yang selalu menghadapi reaksi rakyat, dan untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama di sekoah umum yang kebanyakan muridnya beragama Islam, maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama.11 Beberapa kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam, tidak satu pun yang memberikan pemihakan pada pengembangan pendidikan Islam itu sendiri. Bahkan tampaknya kolonial Belanda berupaya untuk menghapus sistem pendidikan Islam di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada masa kekuasaan kolonial Belanda merupakan masa yang paling suram bagai pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan mengambil alih pemerintahan, pada awalnya Jepang menampakkan pemihakan pada kepentingan Islam. Hal ini tampak dari beberapa kebijakan pemerintah Jepang di bidang pendidikan antara lain; 1. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid 10
8
Lihat, S. Brojonegoro, Sejarah
Lihat, Suminto, Politik Islam Hindia
Belanda (Jakarta : LP3ES,1985), h. 29 11 Lihat, Zuhaerini, et.al., op.cit., h. 148.
Pendidikan Islam (Cet.I; Surabaya : al-Kalam, 1978), h. 16 9 Lihat, Zuhaerini, op.cit., h. 148
Lihat pula, S.Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia (Cet. I; Bandung : Jemmars,1983), h. 32
81
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta. 2. Pondok pesantren sering mendapat banrtuan dan kunjungan dari para pembesar Jepang. 3. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang diambil dari ajaran agama. 4. Umat Islam diizinkan untuk meneruskan organisasi keislaman yang pernah dilarang oleh kolonial 12 Belanda. Namun demikian, pada perkembangannya selanjutnya pendidikan Islam mulai terbengkalai ketika Jepang membentuk badan pertahanan rakyat. Murid-murid sekolah pada tiap harinya lebih banyak disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti (romusha) dan lain-lain. Dalam kondisi yang demikian, hanya madrasah-madrasah di lingkungan pesantren yang tetap dapat melaksanakan pendidikan Islam secara wajar, karena pesantren bebas dari pengawasan dari pemerintah Jepang. Dalam konteks tersebut, pendidikan Islam senantiasa mendapat tekanan dari penjajah (Belanda dan Jepang), tidak berarti bahwa kegiatan pendidikan Islam mati secara total. Akan tetapi dilaksanakan secara tradisional di pondok-pondok pesantren dan organisasiorganisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang muncul pada akhir-akhir penjajahan Belanda di Indonesia, seperti SI, NU, Muhammadiyah dan lain-lain.
SKB dua menteri tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena keamanan di Indonesia belum mantap ketika itu.13 Pada tahun 1950 ketika keamanan negara Indonesia pulih, pendidikan agama Islam mulai disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama dari departemen agama dan departemen pendidikan dan kebudayaan. Panitia ini berhasil mengeluarkan SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951 yang berisi sebagai berikut : 1. Pendidikan agama diberikan mulai keas IV SR (SD). 2. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR atau SD dengan catatan pendidikan umumnya tidak berkurang. 3. Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu. 4. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid minimal 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari walinya. 5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh departemen agama.14 Sementara itu, pembinaan madrasah oleh pemerintah republik Indonesia tidak dapat dipungkirinya adanya. Kenyataan ini dapat dilihat pada tahun ajaran 1958/1959 departemen agama melakukan usaha peningkatan pembinaan dengan memperkenalkan Madrasah Wajib Belajar. Karena itu, oleh pemerintah pada tahun 1961 dibuka Pusat Latihan Guru Madrasah Wajib Belajar, kemudian dalam perkembangannya menjadi salah satu jurusan pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif 15 Hidayatullah Jakarta.
Pendidikan Islam Pada Masa Pasca Kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka pendidikan Islam mengalami perubahan secara signifikan. Paling tidak kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda tentang pendidikan Islam yang bertentangan dengan negara republik Indonesia yang berdaulat dinyatakan tidak berlaku. Atas itulah sehingga pada tahun 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa agama diberikan mulai kelas IV SR sampai kelas VI. Namun demikian 12
13
Lihat, Saifuddin Zuhri, op.cit., h. 46
14
Lihat, Zuhaerini, et.al., op.cit., h. 153
15
Lihat,
Mappanganro,
Eksistensi
Madrasah Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Ujung Pandang : Yayasan Ahkam, 1996), h. 44-45
Lihat, Ibid., h. 150
82
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
Dalam pada itu, usaha-usaha pengembangan pendidikan agama terus dilakukan oleh pemerintah, sehingga pada tahun 1975 dikeluarkan SKB 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri P & K dan Menteri Dalam Negeri) yang berisi : 1. Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama. 2. Pembinaan mata peajaran Agama pada madrasah dilakukan oeh Menteri Agama. 3. Pembinaan dan pengawasan mutu mata pelajaran umum dilakukan oleh Menteri P & K dan Menteri Dalam Negeri.16 Sebagai upaya ke arah penyempurnaan pengembangan pendidikan secara umum dan pendidikan agama pada khususnya, maka dikeluarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya PP.No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Pada pasal 4 ayat (3) dikemukakan bahwa Sekoah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang berciri khas Islam diselenggarakan oleh Dep. Agama. Sedangkan mengenai tingkat pendidikan menengah keagamaan, pengelolaannya diserahkan kepada Menteri Agama sebagaimana diatur dalam PP. No. 29 tahun 1990.17 Pembinaan dan pengembangan pendidikan Gama Islam lebih jauh diatur dalam GBPP pendidikan agama Islam tahun 1994 yang mengatur tentang pola pembinaan pendidikan agama Islam terpadu.18 Dengan demikian, beberapa kebijakan pemerintah negara Indonesia pasca kemerdekaan menampakkan suatu konfigurasi yang positif. Dalam artian bahwa dari beberapa kebijakan pemerintah tentang pengembangan pendidikan Islam di arahkan pada pengembangan pendidikan Islam itu sendiri. Hal itu dilakukan karena semakin disadari pentingnya pendidikan Islam sebagai bagian dalam setiap lembaga pendidikan. Bahkan oleh pemerintah pendidikan 16
Lihat, Ibid, h. 46
17
Lihat, Ibid, h. 48-49
18
Lihat,
Mappanganro,
agama (Islam) diakui kurikulum nasional.
sebagai
salah satu
Peranan Organisasi Islam Dalam Pengembangan Pendidikan Islam 1. Syarikat Islam Syarikat Islam merupakan modifikasi dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tangga 11 Nopember 1911 dan mengalami persesuaian dengan wawasan dan kebutuhan akan perjuangan bangsa Indonesia. Penyesuaian transformulasi itu didorong oleh semakin urgennya keteribatan tokoh-tokoh pejuang untuk merealisasikan tujuan-tujuan politis dalam memainkan perannnya terhadap pemerintah Belanda dalam meraih kemerdekaan. Bahkan dapat dikatakan bahwa SI merupakan organisasi politik Islam modern yang muncul di abad 20. Gerakan SI muncu sebagai gerakan populis Islam pada dasarnya menyerupai gerakan Pan Islamisme Jamaluddin al-Afgani.19 Kendatipun SI dalam gerakannya lebih tampak sebagai gerakan politik, akan tetapi tidak berarti bahwa SI tidak mempunyai kepedulian terhadap pengembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya. HOS. Cokroaminoto sebagai pemimpin SI mempunyai komitmen yang sangat tinggi terhadap perjuangan keislaman. Bahkan dapat dikatakan bahwa HOS. Cokroaminoto adalah orang pertama yang mampu menjadikan Islam sebagai pengikat nasionalisme bangsa Indonesia. Itu artinya bahwa gerakan-gerakan SI di bawah pimpinan HOS. Cokroaminoto senantiasa identik dengan gerakan Islam, termasuk dalam gerakan pendidikan politik Islam.20 Dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan Islam, tidak dilakukan dengan membentuk lembaga-lembaga pendidikan sebagaimana yang diulakukan oleh organisasi Islam lainnya. Akan tetapi SI dalam 19
Lihat, Abd. Sani, Lintasan Sejarah
Pemikiran Perkembangan Modern Demokrasi Islam (Cet. I; Jakarta : Raha Grafindo Persada, 1998), h. 208-209 20 Lihat, Zuhaerini, op.cit., h. 171
Implementasi
Pendidikan Islam di Sekolah (Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 1996), h. 0
83
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
pengembangan pendidikan Islam lebih banyak diorientasikan pada pembangunan kesadaran politik bagi umat Islam. Hal ini didasari atas suatu motivasi bahwa yang terpenting untuk dilakukan oleh umat Islam adalah merebut kemerdekaan dari penjajah, karena tanpa merdeka bangsa Indonesia tidak akan dapat menentukan nasibnya sesuai yang dicita-citakan. Dalam hal ini, termasuk kesulitan untuk mengembangkan pendidikan Islam jika bangsa Indonesia tetap terjajah.
Aisyiah, Fakultas Hukum dan Filsafat, Perguruan Tinggi Pendidikan Guru, dan lainlain.23 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah mempunyai perhatian besar terhadap pengembangan pendidikan pada umumnya dan pengembangan pendidikan Islam pada khususnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Muhammaadiyah mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Di samping beberapa organisasi sosial kemasyarkatan tersebut, terdapat pula beberapa organisasi sosial keagamaan artinya yang senantisa intens dalam pengembangan pendidikan Islam, baik sebelum Indonesia merdeka maupun setelahn Indonesia merdeka, di antaranya adalah al-Jam’iat al-Khaeriyah didirikan pada tanggal 17 Juli 1905, al-Islah wa al-Irsyad pada tahun 1914, Persyerikatan Ulama yang didirikan padatahun 1911, Persatuan Islam yang didirikan pada tahun 1920, dan lain-lain. Kesemuanya itu telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.
2. Muhammadiyah Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan. Salah satu tujuan didirikannya adalah untuk mengadakan dakwah Islamiyah dan memajukan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, gerakan-gerakan Muhammadiyah senantiasa terkait dengan masalah dakwah Islam sebagai upaya pemurnian (puritanisasi) ajaran Islam dan pengembangan pendidikan Islam.21 Dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan Islam, Muhammadiyah mendirikan beberapa lembaga pendidikan, antara lain : 1. Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta 2. Mu’allimin Muhammadiyah Solo dan Jakarta 3. Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta 4. Zu’ama / Za’imat Yogyakarta 5. Kulliyah Muballighin/ Muballighat Padang Panjang 6. Tablighschool Yogyakarta 7. HIK Muhammadiyah Yogyakarta22 Selain itu, juga didirikan sekolahsekolah umum seperti Sekolah Rakyat, SMP, SMA, Sekolah Taman Kanak-Kanak, SGB, SGA, Sekolah Kepandaian Putri, Sekoah Menengah Ekonomi Pertama, Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak, Sekolah Menengah Ekonomi Atas, Sekolah Guru Kepandaian Putri, Sekolah Guru Pendidikan Jasmani, Sekolah Pendidikan Kemasyarakatan, Sekolah Putri 21 22
3. Nahdlatul Ulama NU sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya oleh Hadratu Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. NU merupakan perkumpulan (organisasi) sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaran Islam. Oleh sebab itu NU mendirikan beberapa Madrasah di tiap-tiap cabang dan ranting untuk mempertinggi nilai kecerdasan masyarakat Islam dan mempertinggi budi pekerti mereka. Sejak masa pemerintah Belanda dan penjajahan Jepang, NU tetap memajukan pesantrenpesantren dan madrasah-madrasah dan mengadakan tabligh-tabligh dan pengajianpengajian di samping urusan-urusan sosial yang lain, bahkan juga urusan politik yang dapat dilaksanakannya pada masa itu.24
Lihat, Ibid., h. 177
23
Lihat, Ibid., h. 178
Lihat, Ibid.,h. 177
24
Lihat, Ibid., h. 181
84
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
Pada akhir tahun 1938 komisi perguruan NU mengeluarkan reglement tentang susunan madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan. Susunan madrasah-madrasah umum NU itu sebagai berikut : 1. Madrasah Awaliyah, lama belajar 2 tahun 2. Madrasah Ibtidiyyah, lama belajar 3 tahun 3. Madrasah Tsanawiyah, lama belajar 3 tahun 4. Madrasah Mu’allimin Wustha, lama belajar 2 tahun 5. Madrasah Mu’allimin ‘Ulya, lama belajar 3 tahun25 Tentang kurikulum madrasahmadrasah tersebut harus menurut ketentuan PB NU bagian pendidikan (PP al-Ma’arif). Di bidang pendidikan dan pengajaran formal, NU membentuk satu bagian khusus yang mengelola kegiatan pendidikan yang disebut al-Ma’arif. Lembaga ini bertugas untuk membuat perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga/ sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan NU. Dalam salah satu keputusan dari suatu konfrensi besar al-Ma’arif NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26 Februari 1954, ditetapkan susunan sekolah/Madrasah NU sebagai berikut: 1. Raudlatul Athfal (taman kanak-kanak) 3 tahun 2. SR/ SD 6 tahun 3. SMP NU 3 tahun 4. SMA NU 3 tahun 5. SGB NU 4 tahun 6. SGA NU/ SPG 4 tahun 7. MMP NU 3 tahun 8. MMA NU 3 tahun 9. Mu’allimin/Mu’allimat 3 tahun26 Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilaksanakan NU teah eksis sejak zaman penjajahan sampai Indonesia merdeka. bahkan dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan yang paling eksis pada masa penjajahan Belanda dan Jepang adalah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh NU dengan basis Pesantren. Dikatakan demikian, karena pada masa 25
Lihat, Ibid., h. 182-183
26
Lihat, Ibid., h. 185
penjajahan Belanda kegiatan pengajaran agama Islam sangat dibatasi oleh oleh kolonial Belanda, sehingga nyaris pendidikan Islam mengalami stagnasi, kecuali kegiatan pendidikan yang dilaksanakan secara tradisional di pesantren. Kesimpulan Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada masa awal masuknya (baca; perkembangan) Islam di nusantara Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan non formal dengan sistem tradisional. Dalam artian bahwa pendidikan Islam dilaksanakan oleh para ulama tanpa melalui lembaga formas sebagaimana yang ada saat ini. 2. Pada masa penjajahan Belanda pendidikan Islam mengalami masa yang paing buruk dalam perkembangannya. Hal ini disebabkan oleh karena beberapa kebijakan pemerintah kolonial Belanda berupaya untuk menghilangkan atau menghapus pengaruh ajaran Islam pada orang-orang pribumi. Sehingga kegiatan pendidikan Islam hanya dapat dilakukan di pondok pesantren yang luput dari pengawasan Belanda. 3. Setelah Indonesia merdeka, maka segera dilakukan pemulihan dan perbaikan sistem pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Hal ini terbukti dengan keluarnya beberapa kebijakan pemerintah Indonesia ke arah perubahan, perbaikan dan penyempurnaan sistem pendidikan. 4. Organisasi-organisasi yang terbentuk sebelum Indonesia merdeka mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan pendidikan Islam, baik sebelum Indonesia merdeka maupun setelah Indonesia merdeka. DAFTAR PUSTAKA al-Attas, Naquib, Islam Sekulerisme, Cet. I; Bandung : Balai Pustaka, 1981
85
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
Brojonegoro, S., Sejarah Pendidikan Islam, Cet.I; Surabaya : al-Kalam, 1978 Graaf, H.J. de, dkk, Kerajaan-Kerajaan Islam d Jawa, Cet. II; Jakarta : Grafiti Press, 1989 Halim, Abd., Peradilan Agama dalam Politik hukum Indonesia,Cet. I; jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000 Mappanganro, Eksistensi Madrasah Dalam Sistem Pendidikan Nasional,Ujung Pandang : Yayasan Ahkam, 1996 ---------, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah,Ujung Pandang : Yayasan alAhkam, 1996 Nasution, S., Sejarah Pendidikan Indonesia, Cet. I; Bandung : Jemmars,1983 Sani,
Abd., Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Demokrasi Islam, Cet. I; Jakarta : Raha Grafindo Persada, 1998
Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta : LP3ES,1985 Tresna, R., Peradilan di Indonesia Dari Abad Ke Abad, Cet. I; Jakarta : Pradnya Paramita, 1977 Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam,Cet. II; Jakarta : Depag, 1986 Zuhri, Saifuddin, Sejarah Kebangkitan Isam dan Perkembangannya di Indonesia, Cet.I; Bandung : al-Ma’arif, 1981
86