MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239
50
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA MENGATASI KREDIT MACET DI LINGKUNGAN BANK Oleh : ARIES ISNANDAR Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK As we know that every problem of the closed credit of always has connection with creditor and debtor. According the data in lasted April 2007 there are thaw closed credit in amount Rp. 30,23 trillion. Regulation No. 10 – 2008 article 8,1 declared regarding the complied qualification for gating credit from bank until there is special qualification as it is called 5 – c ( character, Capacity, Capital, Collateral, Condition). To protect that problem, Bank must keep more carefully to give credit to everyone. Credit will accept the risk of is closed credit. That risk is arranged in article 25,2 of Regulation No. 4 – 2008 Accountability for the defeated person is must obey the final decisional the court, Because sometime the defeated person is must obey the court decision. Now the problem is, which as the best solution for solving the closed credit, it is underhand solution or auction ? the conclusion shows that underhand selling solution is better than auction. Key Words
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 8 UU No. 10/ 1998 ayat (1) tentang Perbankan, disebutkan bahwa dalam memberikan kredit bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas etiket dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitor untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian. Pasal tersebut menandakan bahwa sebetulnya kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga bank dalam mereali-
: Closed credit Banking, debtor, creditor, coir
sasi pemberian kredit pada peminjam kredit (debitor) harus memperhatikan asas–asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko yang dihadapi oleh bank, maka pihak bank harus memperhatikan dengan teliti faktor jaminan pemberian kredit. Faktor ini merupakan suatu keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk dapat melunasi hutanghutangnya dengan tepat waktu dan sesuai dengan perjanjian pemberian kredit yang dibuat sebelumnya oleh kedua belah pihak. Untuk Memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 melakukan penilaian secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agama, dan prospek usaha calon debitor, yang dunia perbankan disebut sebagai 5-C (character, capacity, capital collateral dan condition). Dari sudut pandang yuridis, kriteria terpenting dari kelima sarat (5C) dalam memberikan kredit tersebut adalah agunan (collateral), karena agunan inilah yang secara langsung dapat dipergunakan oleh bank untuk memperoleh pelunasan atas kredit yang telah disalurkannya. Namun dalam praktek perbankan di Indonesia, Jaminan (agunan/collateral) pada umumnya belum diterapkan secara benar dalam pelaksanaannya, Karena masih bergantung pada kualifikasi yang diberikan oleh bank yang bersangkutan dalam menilai seorang calon nasabah, walaupun calon nasabah tersebut termasuk dalam kualifikasi atau tidak, ataupun calon nasabah tersebut merupakan perusahaan yang mempunyai reputasi nasional/ internasional serta perusahaan tersebut bonafide atau tidak. Dalam penyaluran dana untuk merebut calon nasabah sebagai debitor, syarat pemberian kredit kadang kurang mendapat perhatian dari pihak bank, terutama dalam menerapkan prinsip 5C analysis. Dengan demikian bila keadaan tersebut tetap diberikan berlarut-larut, maka akan dijumpai menumpuknya berbagai persoalan yang berkaitan dengan kredit macet perbankan. Menurut catatan dari bank indonesia, jumlah kredit macet per semester 1992 sekitar Rp. 2,478 trilyun atau 2,1 dari seluruh kredit perbankan yang ada. Ini merupakan suatu jumlah yang tidak sedikit. Kemudian berdasarkan data dari Komisi VII DPR
51
RI bahwa angka normal kredit macet perbankan Nasional pada akhir Desember 1995 sebesar Rp. 9,5 trilyun, pada akhir April 1997 sebesar Rp. 10.23 Trilyun. Mengenai data yang terakhir, penulis belum menemukan hanya dapat dibayangkan, agak sulit untuk mendapatkan data secara tepat sebab banyak yang diharapkan dapat menopang dunia usaha ternyata sudah banyak yang tidak mampu bertahan oleh sebab itu bank harus menempuh suatu upaya agar kredit yang disalurkan dapat kembali lagi, baik melalui saluran hukum formal maupun melalui hukum non formal. Melihat angka nominal kredit macet perbankan yang cukup besar merupakan peringatan bagi perbankan nasional untuk segera melakukan introspeksi, sebab menurut pengamat perbankan nasional, Rijanto, implikasi negatif yang ditimbulkan adanya kredit macet tidak saja menyangkut kondisi perbankan nasional secara menyeluruh tetapi juga dapat membawa pengaruh terhadap penilaian/ resiko investasi berkaitan dengan kegiatan pelayanan oleh perbankan. Aktualisasi prinsip kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit kepada pelaku bisnis, tanpa dalam praktek dimana pihak bank senantiasa mensyaratkan adanya jaminan atau agunan. Meskipun adanya agunan bukan merupakan syarat mutlak bagi bank untuk menyalurkan kredit, namun syarat adanya agunan hampir selalu disertakan dalam penyaluran kredit. Persyaratan agunan bagi pihak bank merupakan salah satu klep pengamanan bagi keselamatan dan keamanan dan yang telah disalurkan tersebut. Dengan adanya angunan posisi bank relatif lebih aman, mengingat resiko dari penyaluran
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 kredit tergolong tinggi (high risk). Resiko yang dapat terjadi antara lain meliputi resiko keuangan (finansial risk) serta resiko usaha (business risk). Idealnya dengan angunan tidak hanya aspek keamanan (safety) saja yang dapat diharapkan oleh bank, namun juga aspek keuntungan (profitability) yang senantiasa mengiringinya. Angunan yang berwujud tanah dinilai yang paling aman serta mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi, dan dari sisi prospective masa depan nilai tanah menunjukkan kecenderungan meningkat. Dengan melihat kenyataan bahwa tanah (hak atas tanah) diprediksi mempunyai nilai prospektif ekonomis yang tinggi serta mempunyai pengaruh yang besar dalam lalulintas perekonomian tidak menutup kemugkinan terjadi silang sengketa diantara para pelaku bisnis, maka pembuat undang-undang telah melakukan antisipasi dengan menyediakan aturan hukum. Aturan hukum iti dikenal dengan hak tangungan, yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum sekaligus perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam aktivitas percaturan tersebut. Sebelum pelaksanaan Undangundang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggugan Atas Tanah serta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. (selanjutnya disingkat dengan UUHT) yang diberlakukan adalah ketentuan-ketentuan hipotek sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum perdata (Burgerlijk Wetbok selanjutnya disingkat BW) dan ketentuan– ketentuan tentang crediet verband sebagaimana diatur dalam S. 1908-542 jo. S. 1937-1909. Pemberlakuan kedua ketentuan tersebut karena Undang-
52
Undang organik sebagai pelaksana pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA) belum terbentuk. Berdasarkan ketentuan pasal 57 UUPA maka ketentuan-ketentuan tentang hipotek dan crediet verband diperlakukan untuk sementara waktu sebagai langkah untuk mengisi kekosongan hukum. justru langkah itu sendiri merupakan langkah yang cacat kalau dikaitkan dengan misi UUPA yang bertujuan menciptakan unifikasi hukum pertahanan. Mengingat prinsipprinsip dan sistem hukum yang jauh berbeda antara UUPA yang berdasarkan hukum adat dengan hipotik dan kreditet verband yang bersumber pada hukum barat. Bagaimana mungkin kedua sistem yang berbeda prinsip, Dapat berjalan bergandengan untuk mengikuti irama perkembangan masyarakat yang sedemikian pesatnya, khususnya dalam menyongsong era globalisasi. Dalam jangka waktu sekitar 35 tahun pemberlakuan ketentuan-ketentuan hipotek dan crediet verband yang nota bane merupakan warisan kolonial Belanda, B.
a.
b.
Rumusan Masalah Apakah eksekusi melalui sarana menjual lebih menguntungkan daripada mengunakan sertifikant hak tanggungan bagi kreditur ? Kendala yuridis apa yang menghambat prosedur eksekusi obyek hak tanggungan ?
II. JENIS HAK EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 2.1. Eksekusi melalui sertifikat hak tanggungan Obyek hak tanggungan yang berupa hak atas tanah adalah lebih luas, dibandingkan dengan obyek hipotik, dan bahwa dalam pasal 26 UUHT, yang merupakan salah satu pasal mengatur masa peralihan, dikemukakan bahwa selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 4 UUHT, peraturan mengenai eksekusi hipotik yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini berlaku terhadap eksekusi hak tanggungan. Dengan demikian segala sesuatu yang telah dikemukakan dalam membahas piutang macet yang dijamin dengan hipotik, berlaku untuk hak eksekusi hak tanggungan, dalam Undang- undang hak tanggungan, eksekusi hak tanggungan diatur dalam bab V, yaitu pasal 20 dan pasal 21 UUHT. Pasal 20 UUHT menyatakan : (1). Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan : a.Hak pemegang hak tanggungan pertama menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 UUHT, atau b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikasi hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) UUHT. Obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahuluikan dari kreditor-kreditor lainnya
53
(2). Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. (3). Pelaksana penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media masa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. (4). Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) batal demi hukum. (5). Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan hak tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan. Menurut Retnowulan Sutantio Menjelaskan Pada pasal 30 ayat (1) UUHT merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh Undang-Undang ini bagi kreditor pemegang hak tanggungan akan hal yang harus dilakukan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek hak tanggungan. Apabila dari hasil penjualan itu lebih besar dari pada piutang tersebut yang setingitingginya sebesar nilai tanggungan sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan. Pada ayat (2) dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan menyimpan dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan dibawah tangan, asalkan hak tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan, dan syarat yang ditentukan pada ayat (3) dipenuhi. Kemungkinan ini dimaksud untuk penjualan obyek hak tanggungan dengan harga penjualan tertingi - Ayat (3) : Persyaratan yang ditentukan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi pihak–pihak yang berkepentingan, misalnya memegang hak tanggungan kedua, ketiga dan kreditor lain dari pemberi hak tanggungan. Pengumuman dimaksud dapat dilaksanakan melalui surat kabar atau media masa lainnya, misalnya radio, televisi, atau melalui kedua cara tersebut. Jangkauan surat kabar dan media massa yang dipergunakan haruslah meliputi tempat /letak obyek hak tanggungan. Yang dimaksud dengan tanggal pemberian tertulis adalah tanggal pengiriman pos tercatat. Tanda penerimaan melalui kurir atau tanda pengiriman faksimile. Apabila ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tang-
54
-
gal pengumuman yang dimaksud pada ayat ini, jangka waktu satu bulan dihitung sejak tanggal paling akhir di antara kedua tanggal tersebut. Pada ayat (4) sudah cukup jelas. Pada ayat (5) : Untuk menghindarkan pelelangan obyek hak tanggungan pelunasan hutang dapat dilakukan sebelum saat pengumuman lelang dikeluarkan.
III. KENDALA YURIDIS PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN 3.1 Kendala Yuridis Eksekusi Melalui Sertifikat Hak Tanggungan. Apabila debitor cedera janji atau tidak dapat memenuhi kew3ajibannya untuk membayar utang sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama, maka kreditor berhak untuk memperoleh kembali piutangnya dengan jalan eksekusi benda jaminan yang pelaksanaanya harus dilaksanakan melalui Kantor Lelang Negara seperti yang disebutkan dalam pasal 6 Undang- undang Hak Tanggungan bahwa pemegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual obyek tak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut Sebelum melaksanakan eksekusi tersebut kantor lelang harus memperhatikan ketentuan yang dinyatakan dalam pasal 441 ayat (2)PP 24 tahun 1997 yang dalam rangka pelaksanaan lelang baik lelang eksekusi maupun lelang non eksekusi kepala kantor lelang wajib meminta keterangan kepada kantor pertanahan mengenai
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, Surat tanah dan buku tanah. Di samping hal-hal tersebut di atas juga harus menempuh prosedur yang melibatkan kegiatan instansi lain seperti pengadilan Negeri, BUPN/ PUPN dan kantor pertahanan sendiri dengan menerbitkan data yang dimaksud melalui tanah, tanah yang akan dilelang tersebut. Masing–masing instansi terkait di atas mempunyai pengaturan tersendiri dalam melaksanakan tugasnya, yang kadang-kadang dapat mengurangi kelancaran dan melaksanakan eksekusi. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diciptakan iklim kerja sama dan koordinasi yang baik diantara instansi terkait dengan meniadakan jalur birokrasi yang tidak perlu, sebagai upaya untuk mempercepat dan memperlancar pelaksanan eksekusi lebih-lebih apabila kreditornya adalah bank-bank pemerintah dalam rangka pengamanan dan penyelamatan uang negara. 3.2. Kendala Yuridis Melalui Penjualan di Bawah Tangan Pasal 1 butir 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 293/ K.MK.09/ 1993 menyatakan bahwa piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh tempo tidak dilunasi oleh penanggung utang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Seperti diketahui apabila piutang macet tersebut adalah piutang negara, termasuk di dalamnya tagihan bankbank pemerintah, maka penagihannya dilakukan oleh Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) ber-
55
dasarkan Undang-Undang No. 49 Tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya, sedangkan apabila piutang macet tersebut merupakan tagihan dari Bank Swasta atau perseorangan termasuk badan hukum swasta, maka penagihannya dilakukan melalui pengadilan negeri. Melihat kenyataan tersebut di atas, maka kreditor harus berupaya supaya piutang tersebut dapat kembali sesuai dengan ketentuan yang ada, agar supaya bank tidak mengalami kesulitan yang demikian itu, maka pada waktu kredit itu diberikan mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada debitor untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan, termasuk ketentuan yang pasti mengenai waktu pengosongan rumah ataupun persil, sebab hal ini juga akan lebih memperlancar jalannya penjualan obyek hak tanggungan dan meningkatkan nilai jual obyek hak tanggungan. Berdasarkan konsultasi penulis dengan beberapa BRI Unit dan BRI Cabang Ponorogo khususnya yang menangani kredit atau biasa disebut mantra bank, bahwa apabila terjadi kredit macet, maka kreditor dalam hal ini bank mencari peluang yang terbaik untuk mengatasinya tetapi tetap berpedoman pada aturan yang ada. Kalau di BRI Cabang apabila betulbetul terjadi macet, maka eksekusi akan dilakukan, karena terkait dengan dana yang cukup besar, hanya langkah yang ditempuh sebelum eksekusi itu dilakukan ada beberapa alternatif, yaitu
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 seperti halnya penjualan di bawah tangan yang dilandasi kesepakatan dengan surat kuasa khusus dari debitor kepada debitor, namun dalam pelaksanaannya biasanya kreditor menawarkan kepada debitor untuk menjual sendiri. Hal ini dilakukan biasanya dilandasi dengan etiket baik, sehingga ada kerjasama yang baik pula dan memacu proses penjualan yang lebih cepat dan harga yang wajar, bahkan kadang-kadang terjual dengan harga yang cukup tinggi, sehingga sangat menguntungkan kedua belah pihak, tetapi apabila debitor tidak mempunyai etiket baik, maka akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalau BRI Unit yang namanya eksekusi hampir tidak pernah dilakukan karena terkait dengan kredit yang tidak terlalu besar, sehingga apabila eksekusi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan terjadi suatu ketimpangan artinya jaminan yang dieksekusi tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses eksekusi tersebut, termasuk rumitnya administrasi dan waktunya, biasanya juga terlalu lama, sehingga yang dilakukan adalah menagih dan menagih sampai berhasil, tetapi apabila betul-betul tidak mampu lagi untuk memenuhi kewajibannya, maka jaminan tersebut akan dijual biasanya secara di bawah tangan. Penagihan yang dilakukan oleh BUPLN dilaksanakan dengan membuat surat pernyataan bersama atau melalui surat paksa, yang apabila pihak penanggung utang, setelah ia ditegur dan diberi waktu selama 8 (delapan) hari untuk memenuhi kewajibannya yaitu membayar utangnya dengan sukarela, tetap tidak mau
56
membayar, maka eksekusi akan dilanjutkan. Apabila kredit diberikan jaminan hipotek, sekarang hak tanggungan, maka bank akan cepat memperoleh uangnya kembali, justru oleh karena bank cukup dengan membawa sertifikat hak tanggungan yang memakai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, langsung dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana tanah itu terletak. Dalam penjelasan pasal 20 ayat (1) UUHT disebutkan, bahwa piutang kreditor yang dibayarkan dari hasil lelang obyek hak tanggungan, setinggitingginya adalah sebesar nilai yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan itu, jadi jelas surat perjanjian kredit tidak usah dilampirkan lagi. Sertifikat hak tanggungan sudah dapat membuktikan adanya tagihan itu. Ketua Pengadilan Negeri setelah menerima permohonan itu langsung menurun memanggil debitor yang ingkar janji itu dan menegurnya, apabila dalam waktu yang sudah ditentukan tersebut tetap lalai, maka kreditor melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, dari Ketua Pengadilan Negeri akan memerintahkan agar hak tanggungan tersebut disita dengan sita eksekutorial dan apabila disita debitor tetap lalai, maka tanah tersebut akan dilelang. Mengenai pelelangan itu diumumkan secara dua kali berturutturut dalam surat kabar yang terbit di kota itu atau dekat dengan kota itu dengan tenggang waktu 15 hari antara pengumunan yang pertama dengan yang kedua. Uang hasil akan dipergunakan untuk membayar tagihan
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 dari bank tersebut setelah dibayar terlebih dahulu biaya perkara termasuk biaya lelang dan apabila ada kelebihannya, maka uang tersebut dikembalikan kepada penanggung utang. IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan a. Di sana sini eksekusi melalui lelang melalui kuasa menjual bagi kreditor lebih tepat dan bermanfaat dari pada eksekusi penjual di bawah tangan, tetapi disini yang lain dapat juga sebaliknya. b. Artinya eksekusi menjual secara lelang kreditor dapat langsung menyerahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BPLN) untuk diperoses sesuai ketentuan yang ada sehingga jaminan yang dilelang hamper dapat dipastikan terjual dengan memenuhi kredit yang sudah dikeluarkan oleh kredit apalagi sudah jelas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). c. Di sisi lain kurang tepat dan kurang bermanfaat bagi kreditor, karena harus terikat dengan ketentuan yang ada artinya prosedur yang ada harus dilalui seperti missal PP No. 24 tahun 1997 pasal 41 ayat (2), sehingga waktunya lebih lama dan biayanya lebih mahal, tidak praktis dan tergantung kesungguhan dari pada kesungguhan dari pada BUPLN. d. Eksekusi menjual di bawah tangan tergantung kesepakatan antara pembeli dan pemegang hak tanggungan (debitor dan kreditor), sebab apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dengan
57
dilandasi etiket baik, maka peluang tersebut diberikan pasal 20 ayat (2) UUHT. e. Hal ini dimungkinkan jaminan tersebut dapat terjual yang lebih tinggi dan lebih cepat karena kerjasama antara debitor dan kreditor akan lebih menunjang terjualnya jaminan tersebut w3alaupun prosedurnya hamper sama dengan eksekusi secara lelang. f. Apabila dipandang dari segi yuridis lebih tepat dan bermanfaat bagi debitor maupun kreditor karena tidak rumit, biaya lebih murah dan lebih cepat. g. bagi eksekusi secara lelang dan eksekusi dibawah tangan apabila sesuai dengan ketentuan yang ada pada pasal 6 JO pasal 11 dan pasal 20 UUHP memberikan jaminan kepastian hokum. 4.2 Saran a. Adanya keseimbangan untuk hak dan kewajiban artinya walaupun debitor sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya ataupun cedera janji dalam proses eksekusi tersebut harus memperhatikan azaz etiket baik. b. Adapun batas waktu yang pasti dalam menjual barang lelang tersebut sehingga tidak merugikan kreditor. Apabila dari batas waktu yang sudah ditentukan tidak terjual, maka kreditor diberikan kewenangan oleh Undang – Undang menjual di bawah tangan dengan harga yang sudah memenuhi kepentingan dari pada kreditor c. Perlu dipikirkan lagi cara – cara lain untuk mengatasi kredit macet
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 misalnya melalui lembaga arbitrase, sebab lembaga ioni termasuk lembaga yang mandiri dan luwes dalam menangani kasus kredit macet dari pada melalui pengadilan yang makan waktu lebih lama dan rumit. d. Memperpendek jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT mengenai hak atas tanah termasuk Atas Pemberian hak Tanggungan (APHT) selambat – lambatnya dari satu bulan menjadi 15 hari sesudah diberikan (lihat pasal 15 ayat 3) UUHT. Begitu juga pasal 15 ayat 4 UUHT dari 3 bulan menjadi 30 hari dan pasal 20 ayat (3) UUHT menjadi eksekusi di bawah tangan dari satu bulan menjadi 15 hari sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi atau pemegang hak tanggungan dikandung maksud lebih efektif dan efisien serta dalam hitungan hari lebih menjamin kepastian hokum, karena dalam satu bulan hitungannya ada yang 30 hari dan ada juga yang 31 hari, bahkan ada yang 28 hari. DAFTAR PUSTAKA Afif Faisal, et Al, Strategi Dan Operasioanal Bank, Cet I, Eresco, Bandung, 1996 Anonim, Buku Manual Lelang, Departemen Keuanggan RI Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, citra Aditya Bakti, Bandung, 1990 Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Cet I, Alumni, Bandung, 1994
58
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993 Eliyana, Penentuan Alat Bukti Pemilikan Tanah Sebagai Dasar Bagi Pendaftaran Tanah, Makalah disampaikan pada : Seminar Nasional “Kebijakan Baru Tantangannya” diselenggarakan atas kerjasama fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan Badan Pertanahan Nasional, Yogyakarta, 13 September 1997 Faudir, Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cet I, Citra Aditya bakti, Bandung, 1996 Gauntama, Sudargo, Komentar Atas Undang–Undang Hak Tanggungan Baru No. 4 Tahun 1996, Cet I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 Hasan, Djuhaendah, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Perpisahan Horisontal (Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga hak Tanggung), Cet I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 Harahap, M. Yahya, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, (Buku I), Cet I, gramedia, Jakarta, 1997 , Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT Gramedia, Jakarta, 1988 Isnaeni, M, Hipotek Pesawat Udara Indonesia, Cet I, CV. Darma Muda, Surabaya, 1996 Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan hukum Bisnis, Volume I, 1997 , Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Volume 10, 2000
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Kelompok Studi Hukum Universitas Pajajaran, Seminar Hak Tanggungan Atas Tanah Dan Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 Perlindungan, AP, Komentar Undang –Undang Tentang Hak Tanggungan Dan Sejarah Terbentuknya, Cet I, CV. Mandar Maju, bandung, 1996 Rahman, Hassanuddin, Aspek–Aspek Hukum Pemberian Kredit Indonesia, Cet I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Cet II, Bina Cipta, jakarta, 1982 , Kitap Undang–Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1989 Retno Wulan Sutantio dan Oerikartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Mandar Maju, bandung, 1989 Rony Hanitojo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurnalistik, Gramedia Indonesia, Jakarta, 1988 Rahmad Soemitro, Peraturan Dan Instruksi Lelang, Eresco, Bandung, 1987 Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Dan Tanggungan, Buku I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1997 , Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Dan Tanggungan, Buku II, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998 Soesilo, R, RBG/HIR Dengan Penjelasan, Politea, Bandung, 1989 Syahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan yang seimbang Bagi Para Pihak
59
Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia ((Disertasi) Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993 , Hak Tanggungan Asas – Asas Ketentuan Pokok Dan Masalah – Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang–Undang Hak Tanggungan, Cet I, Airlangga University Prees, Surabaya, 1997 ZA. Kusumaadmadja, Eksekusi Dan Sitaan Rakyat Tingkat Nasional Mahkamah Agung Dengan Ketua Pengadilan Tingkat Banding Dari Semua Lingkungan Peradilan, jakarta, 22 – 23 Maret, 1988 - Bshan Seminar - Majalah Dan Jurnal - Surat Kabar
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239
60
Aries Isnandar, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Upaya Mengatasi Kredit Macet di Lingkungan Bank