Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
EFEKTIFITAS PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR SEKTOR INDUSTRI DI KOTA JAMBI Sri Rahayu Elita Rahmi Abstract : The regulation in controlling the water pollution is not implemented effectively both by local government and industry. It is proved that only in recend year industrial sectors in Jambi have the licence of liquid waste which has been converted to water.The rubber plant industrial sectors in Jambi do not conduct waste management transparently, and they give impression that the responsibility lies only on industrial sector and government hands. Furthermore industrial management is not accessible to public. While the role of society is ignored in controlling system nationally and locally. Kata Kunci : Lingkungan Hidup. Pencemaran Air. Industri Di tengah-tengah kota Jambi terdapat sungai Batanghari sebagai suatu sumber air perpipaan masyarakat(PDAM) disamping peruntukkan lain yaitu tempat pencaharian ikan para nelayan dan sarana transportasi air yang menghubungkan Kota Jambi dengan kabupaten lainnya, namun di sepanjang sungai Batanghari tersebut terdapat berbagai industri, yang semuanya membuang limbah Industrinya ke sungai tersebut. Keadaan ini tentu perlu diwaspadai dengan melihat seberapa jauh perundang-undangan yang ada dapat memberikan perlindungan kepada sungai dan ikan-ikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kota Jambi. Pengembangan sektor industri di Kota Jambi saat ini berjalan seiring dengan bertambahnya penggunaan air, baik secara kuantitas maupun kualitas, serta meningkatnya jumlah air limbah yang di buang ke lingkungan. Hal ini terjadi pada jenis insdustri yang proses produksinya banyak menggunakan air, antara lain industri karet, kayu (Sawmil), dan lain sebagainya. Jenis industri ini selain membuang limbah ke sungai Batanghari, juga menggunakan bahan kimia yang dapat dirasakan bau yang tidak sedap di sekitar lingkungan pabrik tersebut. Dewasa ini semakin terasa bila pengrusakan lingkungan harus dibayar mahal oleh suatu generasi, pencemaran lingkungan dapat menimbulkan berbagai perubahan tatanan lingkungan, adalah suatu realitas sosial yang memerlukan kesadaran bersama, demikian pula pengaturan sumber daya air, terutama bila dihubungkan dengan pengelolaan lingkungan dan pengendalian pencemaran, beium merupakan suatu sistem terpadu dan menyeluruh.(Silalahi. 1996). Sebenarnya sumberdaya air memiliki kemampuan pemurnian diri (se f pur f cation), namun apabila kepadatan industri telah demikian tinggi, maka jumlah air limbah akan melampaui daya pemurnian dari air penerimanya, sehingga akan mencapai suatu keadaan dimana perairan penerima tidak sesuai lagi dengan peruntukan lebih lanjut. Akibatnya pemanfaatan sumberdaya air untuk sektorsektor lainnya menjadi berkurang keanekaragamannya atau efisiensinya bahkan sama sekali hilang manfaatnya. Untuk mencegah hat tersebut di atas, maka dirasakan perlu untuk melakukan penanggulangan sejak dini, antara lain melalui peraturan perundangundangan, baik yang bersifat preventif maupun refresif, akan tetapi harus diusahakan agar sejauh mungkin tetap dapat menunjang proses industrialisasi secara keseluruhan.
70
Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
Agar tercapainya keseimbangan antara laju perkembangan industri dengan pengelolaan lingkungan yang baik dan sehat, khususnya sumberdaya air, maka perlu dilakukan penelitian dasar yang menyangkut jenis industri serta limbah yang dihasilkan, sistim pengelolaan limbah yang telah dilaksanakan serta sikap dan peran serta kalangan industri dalam pengelolaan sumber daya air. Yang menjadi masalah bagaimanakah peraturan perundangan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan oleh kalangan industri dan bagaimana pula peran serta kalangan industri dalam pengelolaan sumberdaya air melalui sistim pengelolaan limbah industri. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup terpadu bukan hanya tugas dan tanggung jawab Pemerintah tetapi juga perlu peran serta secara aktif dari kalangan industri. Penelitian ini untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan peraturan pengendalian pencemaran air di kota Jambi dan untuk mengetahui peran serta kalangan industri dalam pengendalian sumber daya air, berkaitan dengan sistim pengelolaan limbah industri; serta untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan bidang pengairan. METODE Berdasarkan sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, karena penelitian ini berusaha mengetahui efektifitas pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan sumber daya air bagi kalangan industri di Kota Jambi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif. Selain meneliti dan mengevaluasi taraf singkronisasi peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan sumber daya air, juga diteliti peran serta kalangan industri dalam mengoptimalkan pelaksanaan peraturan sumber daya air yang telah dikeluarkan Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. HASIL Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya. Dalam Pasal 3 butir (2)UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan mengatur bahwa hak menguasai air oleh negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk : mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumbersumber air; menyusun, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air; mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan, penggunaan. penyediaan air dan atau sumber-sumber air; mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air dan atau sumber-sumber air; menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan atau hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air. Wewenang seperti tersebut di atas dapat dilimpahkan kepada instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan atau badan-badan hukum dengan persyaratan tertentu. Untuk itu Pemerintah menetapkan pembinaan dalam rangka kegiatan pengairan termasuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya. Air harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. antara lain dengan jalan melakukan pencegahan terhadap terjadinva pengotoran air yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya. Dari ketentuan di atas. maka pengaturan air secara yuridis telah diatur sedemikian
71
Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
rupa, namun demikian peran serta kalangan industri dalam penentuan pengedalian air memiliki arti yang cukup besar. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Industri, ditentukan bahwa pembangunan industri berlandaskan pada demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan sendiri, manfaat dan kelestarian lingkungan hidup dengan tujuan antara lain meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana. sumberdaya alam danlatau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Di Propinsi Jambi pengaturan pengendalian air diatur dengan Keputusan Gubernur Nomor 84 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Propinsi Jambi.Untuk melihat efektifitas pengendalian air akan digunakan teori efektifitas dari Poernadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto yakni adanya 3(tiga) svarat yang harus dipenuhi oleh suatu peraturan perundangan-undangan untuk dapat berlaku secara efektif, yaitu aspek, yuridis,filosofis dan sosiologis, berlakunya hukum secara yuridis menurut Poernadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto adalah Hans Kelsen menvatakan bahwa hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya berdasarkan pada kaidah yang lebih tinggi (ini didasarkan pada teori "stufenbau"nya Kelsen). Dalam hal ini perlu diperhatikan, apa yang dimaksud dengan efektivitas hukum yang dibedakan dengan berlakunya hukum, oleh karena itu efektivitas merupakan fakta. W.Zevenbergen menyatakan. bahwa hukum berlaku secara yuridis, jika kaidah tersebut terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan. Kaidah hukum mengikat, apabila menunjukan hubungan keharusan antara satu kondisi dan akibatnya. Hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang berintikan pada efektifitas hukum, perihal ini ada dua teori yang menentukan, yaitu : Teori kekuasaan pada pokoknya menyatakan bahwa hukum berlaku secara sosiaologis. Apabila dilaksanakan berlakunya oleh penguasa, dan hal ini terlepas dari apakah masyarakat menerima atau menolaknya. Teori pengakuan perpangkal pada pendirian, bahwa berlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau pengakuan kepada siapa hukum tersebut dituju. Berlakunya hukum secara filosofis, artinya bahwa bahwa hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yang tertinggi, misalnya masyarakat adil dan makmur. Ketiga aspek di atas harus memenuhi suatu perundangundangan, karena bila hukum hanya berlaku secara yuridis, maka ada kemungkinan hukum tadi hanya merupakan kaedah yang mati, kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka aturan itu mungkin hanya menjadi aturan pemaksa, dan apabila hukum hanya berlaku secara filofosis, maka hukum tersebut hanya sebagai kaedah hukum yang dicita-citakan. Dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan diatur bahwa hak menguasai air diberikan kepada Pemerintah untuk :Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumbersumber air,Menyusun, mengesahkan dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tats pengairan;Mengatur dan mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan, penggunaan, penyediaan air, dan atau sumbersumber air;Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air dan atau sumber-sumber air;Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air. Dari pasal di atas dapat diketahui bahwa wewenang pengaturan air dapat dilimpahkan kepada instansi-instansi pemerintah maupun pemerintah daerah dan atau badan-badan hukum dengan persyaratan tertentu.Dengan demikian pengaturan air dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur atau Walikota dan
72
Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
Bupati. Pemerintah juga berkewajiban menetapkan tata cara pembinaan dalam rangka kegiatan pengairan menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi dan peranannya, dalam hal ini termasuk melakukan pencegahan terjadinya pengotoran air yang dapat merugikan penggunaannya serta lingkungannya. Air, sumber-sumber air beserta bangunan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya,supaya dapat memenuhi fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat antara lain dengan jalan melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air yang dapat merugikan penggunaan serta lingkugannya. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang Icbih tinggi untuk penggunaannya, tennasuk kegiatan rencana bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri berlandaskan demokrasi, ekonomi, kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan tujuannya antara lain: meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumberdaya slam dan/atau hasil budi daya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Pengaturan dan pembinaan usaha industri dilakukan dengan memperhatikan pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam. Dan ketentuan perundang-undangan bidang industri di atas dapat diketahui bahwa usaha industri harus senantiasa menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ada 3 (tiga) UU yang sangat berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, yaitu UU.No. 23/1997 Tentang Lingkungan Hidup sebagai payung (umbrella act) bagi, UU .NO.11/1974 Tentang Pengairan,UU.No. 5/1984 Tentang Perindustrian. Dari ketiga undang-undang tersebut satu-sama lain belum terlihat singkron, terutama UU Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, yang masih menonjolkan aspek ekonomi dan belum berorientasi pada aspek lingkungan hidup. UU Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan melahirkan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. Dari PP tersebut setiap daerah mengeluarkan Keputusan Gubernur Tentang Baku Mutu yang berlaku 5 (lima) tahun. Namun sangat disayangkan Keputusan Gubernur tersebut tidak dibuat berdasarkan hasil penelitian, sehingga ketentuan kadar baku mute setiap daerah menjadi sama, padahal sebagaimana diketahui tempat pembuangan limbah cair ke badan air setiap daerah sangat berbeda. Seperti di Jambi badan air tempat pembuangan limbah adalah sungai Batang hari yang sungainya cukup panjang, oleh karena itu menurut penulis untuk badan air yang cukup lebar dan panjang kadar baku mutu di daerah dapat dibuat lebih besar. Pengaturan standar Baku Mutu Air Berdasarkan Keputusan Gubernur Noor 84 Tahun 1996 Tddak sesuai, Untuk perlu diganti dalam bentuk Perda, karena kekuatan mengikat umum/masyarakat untuk suatu Keputusan berdasarkan Tap MPR No.11U2000 Tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, hanya Peraturan Daerah (Perda) yang merupakan peraturan perundangundangan. Di kota Jambi Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kota,terbentuk kurang lebih 4 (empat bulan sehingga persoalan pengendalian air terutama limbah, masih dilakukan oleh Bapedalda propinsi. Hal yang lebih memprihatinkan lagi daerah kabupaten di propinsi jambi belum memiliki Bapedalda Kabupaten, padahal daerah kabupaten cukup banyak memiliki industri . dengan demikian dapat dikatakan bahwa persoalan limbah di propinsi jambi diawasi
73
Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
oleh Bapedalda.
Peranserta Industri Karet Dalam Pengelolaan Limbah Sebagaimana diketahui industri karet (crumb rubber), mengeluarkan limbah baik cair, padat, dan suara. Sampai saat ini persoalan limbah padat dan suara (kebisingan) penelitiannya belum dapat dilakukan di laboratorium Jambi tetapi dilakukan di Palembang, sedangkan untuk limbah cair pengawasannya melalui Bapedalda dalam hal ini di delegasikan kepada Dinas laboratorium Kesehatan dan laboratorium Pekeijaan Umum Jambi. Dari data perusahaan karet yang ada di kota Jambi, setiap perusahaan mengeluarkan limbah cair yang jumlahnya berbeda satu sama lain, hal ini disebabkan oleh besar kecilnya produksi pabrik, dan meskipun semua industri tersebut telah memiliki izin pembuangan limbah ke sungai Batanghari, namun izin tersebut masih tergolong baru, sehingga diperlukan pembinaan yang lebih serius dari pemerintah daerah. Di Kota Jambi ada Lima (5) perusahaan Karet dan masing-masing perusahaan tersebut diperkenankan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jambi untuk membuang limbahnya ke sungai Batangahari. Adapun perusahaan tersebut masing-masing adalah: PT Batanghari Tembesi SK izin pembuangan limbahnya ke Sungai Batanghari Nomor 410 Tahun 2000.Tanggal 3 Oktober 2000; sedangkan PT Djambi Waras. Izin pembuangan limbahnya No 383 Tahun 1999 diterbitkan 25 Agustus 1999.Untuk PT Angkasa Raya Noor 243 Tahun 2001.Tanggal 5 Juli 2001. PT Remco Izin pembuangan limbahnya No 243 Tahun 2001.Tgl 5 Juli 2001. dan PT Hok Tong.lzin pembuangan iibahnya No 242 Tahun 2001.Tgl 5 Juli 2001. Semua perusahaan tersebut menggunakan pengelolaan limbah yang bersifat manual. Dilihat dari materi izin yang diberikan, yang kemudian dihubungkan dengan Keputusan Gubernur Nomor 84 Tahun 1996 Tentang Baku mutu Limbah Cair, maka yang diatur hanya standar/parameter kadar maksimum dan kadar bebas pencemaran, dari unsur BOD, COD, TSS, NH3-N dan PH, padahal setiap hari pabrik karet yang ada di Kota Jambi memiliki kapasitas produksi yang tidak sama. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah propinsi, maka setiap bulan limbah perusahaan wajib diteliti oleh kedua laboratorium tersebut di atas. Adapun tehnik pengambilan sampel limbah ada 2(dua) cars, yaitu diambil oleh perusahaan dan selanjutnya dikirim ke laboratorium; petugas labor yang mengambil sampel ke lokasi pabrik. Namun dari hasil pengamatan penelitian, diketahui sampel limbah industri karet lebih banyak diambil oleh perusahaan, tentu hal ini menimbulkan kecurigaan data, karena petugas pengambil sampel yang dilakukan oleh perusahaan belum pemah dilatih tentang tata cara pengambilan sampel yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 84 Tahun 1996 Tentang Baku mutu limbah cair, maka untuk industri crumb rubber BOD maksimum 150 Mg/L; COD 300 MMg/;TSS 150 g/L;NH3-N 10 mg/L;pH 8'0-9,0.Sedangkan untuk batas maksimum bebas pencemaran BOD 6,0 Kg/ton;COD 12 Kg/ton;TSS 6,0 Kg/ton; NH3-N 0,4 Kg/ton. Parameter di atas merupakan kadar maksimum suatu perusahaan dapat membuang limbah ke badan air, namun sangat disayangkan pemberian izin oleh Gubernur. hanya mencantumkan batas maksimum , padahal seyogianya izin diberikan sesuai dengan data pemeriksaan limbah rata-rata yang diadakan setiap bulan yang menelan dana cukup besar yakni kurang lebih Rp 300.000., (tiga ratus ribu) setiap pemeriksaan sampel.Data pemeriksaan laboratorium menunjukkan pada kelima(5)
74
Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
Perusahaan Karet di Kota Jambi apabila sampel diambil petugas, pada umumnya melebihi ambang batas artinya terjadi pencemaran pada air Sungai batanghari, Tetapi bila sampel limbah diambil oleh poerusahaan selanjutnya dikirim ke laboratorium, maka limbah pabrik karet di Kota Jabi tidak mengalami mencemaran. Namun sangat disayangkan pemeriksaan laboratorium ini tidak digunakan oleh Pemda untuk mengeluarkan atau memperpanjang izin yang berlaku untuk masa 2 (dua) tahun sekali. Dan data tersebut, juga mengambarkan, bahwa peranserta industn dalam pengelolaan limbah belum dibina dan dikoordinasi oleh Pemda dalam hal ini pemerintah provinsi. KESIMPULAN Pengaturan pengendalian limbah industri masih tumpang tindih antara satu sama lainnya maupun antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah.Keputusan Gubernur Jambi Nomor 84 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair harus diganti dalam bentuk Perda, sehingga peraturan tersebut dapat mengikat masyarakat. Peranserta kalangan industri dalam hal pengendalian air cukup baik, hal tersebut ditandai dengan patuhnya para pengusaha memberikan sampel limbah industri ke laboratorium yang telah ditentukan oleh Bapedalda provinsi jambi dalam hal ini laboratorium Kesehatan dan PU. Meskipun terdapat perbedaan yang menjolok antara sampel limbah industri yang diterima menunjukkan tidak terjadi pencemaran sedangkan sampel yang diambil petugas laboratorium ke pabrik ditemui terjadinya pencemaran limbah yang di buang ke sungai Batanghari. Dengan demikian dapat dikatakan pembinaan Pemerintah Daerah terhadap pencemaran air limah industri Karet di Jambi belum terlaksana secara baik. Kendala yang dihadapi dalam hal pengelolaan limbah diantaranya Pemerintah mewajibkan perusahaan memberikan sampel limbah setiap bulan kepada laboratorium tetapi belum adanya pelatihan yang diberikan Pemda dalam hal tehnik pengambilan sampel yang baik dan benar. Pemda belum serius mengkoordinasikan sistem pengelolaan limbah, hal ini terbukti dari izin yang diberikan pemerintah kepada perusahaan, belum tergambar pembinaan dan pelayanan apa yang telah diberikan pemerintah dalam hat mentaati kebijakan tersebut. Saran Bapedalda provinsi secepatnya mendelegasikan tugas kepada Bapedalda Kota yang telah terbentuk, sehingga manajemen pengelolaan limbah semakin cepat terawasi untuk selanjutnya dilakukan pembinaan yang menyeluruh. Kewajiban perusahaan untuk melaporkan simpel limbah harus dijadikan tolok ukur dalam pemberian izin perusahaan. Perusahaan industri karet diharapkan tidak hanya peduli dengan kebijakan daerah tetapi juga harus berperan serta kepada masyarakat disekitarnya, dan tidak tertutup dalam hal manajemen pengelolaan limbah. DAFTAR PUSTAKA Brotowijoyo. Mukayat D.dkk.1995. Pengantar Lingkungan Perairan Dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta Dirdjosisworo.Soedjono. 1996. Upaya Teknologi Dan Penegekan Hukum Menghadapi Pencemaran Lingkungan Akibat Industri. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hamdan.M. 2000 Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup. Mandar Maju.
75
Zona Hukum
Vol. 10, No. 2, 2016
Bandung. Hamzah.A. 1997. Penegakan Hukum Lingkungan. Sapta Artha Jaya. Jakarta. Hardjosoemantri.Koesnadi.1995. Hukum Tata Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Silalahi Daud. 1996 Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia. Alumni. Bandung. ……………, 1996. Hukum Lingkungan dalam sistem Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia Alumni. Bandung. ……………, 1995 Penegakan Hukum Linkungan di Indonesia melalui Peningkatan Kesadaran Hukum Dan Lingkungan. (Orasi Ilmiah) Unpad. Bandung
76