JURNAL APLIKASI FISIKA
VOLUME 13
NOMOR 2
JUNI 2017
Efek Microwave pada Proses Deasetilasi Kitin dari Limbah Cangkang Udang Ahmad Zaeni1 , Badrotul Fuadah2, I Nyoman Sudiana2, 1
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Haluoleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara 2 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Haluoleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara
Abstract A research about “Microwave Effect on the Chitin Deacetylation Process of Shrimp-Shell Waste (Panaeus merguensis) “ is done. This research aims to decrease the reaction time of acetyl group determination and to get glucosamine hydrochloride that fit the standard. In this research, NaOH 50% is used, while the radiation duration is varied. Microwave radion durations are under 30 minute i.e. 3,7,11,15 minutes with 450 watt power to examine the effectivity of microwave technology compared to conventional method. FTIR (Fourier Transform Infrared) test results show that the highest Deacetylation Degree (DD) of chitosan 62,72%, is reached at 15 minutes of microwave radiation duration, that equivalent with deacetylased chitosan by conventional method that is 61,78%. Chitosan then undergoes the making process of glucosamine hydrochloride by using HCl 37%. The characterization result show that glucosamine hydrochloride has a good solubility in water, melting point of 190ºC, FTIR spectrum of glucosamine hydrochloride shows absorption bands that fit the standard glucosamine hydrochloride and XRD test result show that theb synthesized crystal still has a low crystalinity. Keyword: microwave, chitin, chitosan, deacetylation degree, glucosamine hydrochloride. Selain diproduksi oleh tubuh, glukosamin hadir dalam jumlah sedikit pada makanan seperti udang, lobster, dan kepiting. Glukosamin dapat diperoleh dari hidrolisis kitin maupun kitosan. Sintesis glukosamin berbasis kitosan lebih efektif dibandingkan berbasis kitin [2]. Kitosan merupakan turunan dari senyawa kitin yang terkandung dalam cangkang binatang crustacean seperti pada udang, kepiting dan lobster [3-5] Kandungan kitin pada cangkang udang dilaporkan yaitu 15-20% (Altschul dalam [2]. Limbah cangkang udang sangat perpotensi sebagai sumber kitin karena pada umumnya 80-90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit, sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 50-60% dari bobot udang utuh [7]. Kitosan diperoleh dari proses deasetilasi kitin. Proses ini bertujuan untuk merubah gugus asetamida pada kitin menjadi
1. Pendahuluan Glukosamin merupakan senyawa alami yang terdapat dalam tubuh manusia, yang terdiri dari glukosa dan asam amino glutamin, selain itu glukosamin adalah unsur pokok dari glikosaminoglikan (GAG) pada tulang rawan kartilago dan cairan sinovial. Fungsi Glukosamin dalam tubuh adalah untuk memproduksi cairan sinovial sebagai bahan pelumas pada tulang rawan sehingga pergerakan tulang menjadi baik. Namun seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk mensintesis glukosamin akan mengalami penurunan. Akibatnya adalah tubuh akan mengalami kekurangan cairan sinovial. Kekurangan cairan sinovial ini dapat menimbulkan kekakuan pada sendi sehingga menyebabkan penyakit Osteoartritis (OA) (Williams 2004)[1].
48
Efek microwave pada pembuatan ……………………………………………………… (Zaeni, dkk)
gugus amina sehingga akan meningkatkan reaktivitasnya. Secara umum deasetilasi kitin dilakukan menggunakan metode kimiawi. Prosesnya membutuhkan larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi, suhu tinggi dan waktu yang lama. Sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk membuat proses produksi berjalan lebih efisien dengan hasil yang lebih optimal dan waktu yang lebih singkat. Inovasi teknologi yang digunakan untuk proses deasetilasi kitin berbasis limbah cangkang udang adalah dengan memanfaatkan gelombang mikro (microwave). Kelebihan dari microwave antara lain waktu startup yang cepat, pemanasan yang lebih cepat, efisiensi energi dan biaya proses, pengawasan proses yang mudah dan tepat, pemanasan yang selektif dan mutu produk akhir yang lebih baik [8]. Aplikasi microwave sudah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Dalam keramik oleh Aripin, dkk [9-15] dan Mitsudo, dkk [16-18], dan Sudiana, dkk [1923]. Dalam penelitian ini dilaporkan pemanfaatan mikrowave pada proses deasetilasi Kitin dari limbah cangkang udang
2. Metode penelitian Limbah cangkang udang dibersihkan dari sisa kotoran dan daging udang yang tertinggal pada kulit, selanjutnya dijemur dan diayak untuk mendapatkan serbuk cangkang udang. Kemudian dilakukan tahap Isolasi Kitin, Deasetilasi dan Hidrolisis.
a) Isolasi kitin Isolasi kitin dilakukan sesuai metoda Hang. Isolasi kitin meliputi tahap: Deproteinasi: dengan menambahkan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 b/v (sampel:pelarut), di stirer selama 2 jam pada suhu 65oC. Kemudian sampel disaring dan dicuci dengan akuades hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 4 jam. Demineralisasi: sampel hasil deproteinasi kemudian didemineralisasi dengan menggunakan larutan asam klorida (HCl) 1,0 M dengan perbandingan 1:10 b/v (sampel:pelarut), di stirer selama 1 jam pada
suhu 75oC. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring dan residu yang dihasilkan dicuci dengan menggunakan akuades hingga pH netral, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC 4 jam. Dekolorisasi: sampel setelah proses demineralisasi lalu dilakukan proses penghilangan warna dengan menggunakan pelarut aseton 1:5 b/v (sampel:pelarut) didiamkan selama 7 jam pada suhu ruang lalu dicuci dengan menggunakan akuades sampai pH netral. Residu yang dihasilkan dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C selama 8 jam. b) Pembuatan Kitosan (Deasetilasi) Ditimbang kitin masing-masing (4 gram) kemudian ditambahkan larutan NaOH konsentrasi 50% (1:20 w/v ). Campuran dimasukkan dalam alat oven microwave yang bekerja pada daya 450 Watt. Reaksi deasetilasi dilakukan selama 3, 7, 11 dan 15 menit. Kitosan dicuci hingga pH netral kemudian dikeringkan. Untuk sampel pembanding dilakukan pula deasetilasi kitin menggunakan pelarut dengan konsentrasi sama dan distirer selama 2 jam pada padu 100ºC. b) Uji Derajat deasetilasi kitosan dengan FTIR (Fourier Transform-Infra Red) Derajad deasetilasi kitosan ditentukan dengan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dengan panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 600 cm-1. Derajat deasetilasi ditentukan dengan metode base line yang dirumuskan oleh Baxter. Derajad deasetilasi dihitung dari perbandingan antara absorbansi pada 1655 cm-1 dengan absorbansi pada 3450 cm-1. Pengukuran derajad deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektofotometer. Puncak tertinggi (Po) dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus: 𝑃𝑜 A = Log Dimana:
𝑃
A = absorbans Po= % transmitan pada garis dasar P = % transmitan pada puncak minimum
49
JAF, Vol. 13 No. 2 (2017), 48-53 dengan menggunakan konsentrasi NaOH 50%. Pemilihan konsentrasi NaOH sebesar 50% didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya [26]. Sedangkan variasi waktu dipilih dibawah 30 menit untuk melihat efektivitas teknologi gelombang mikro dibanding metode konvensional. Seiring bertambahnya waktu radiasi microwave maka akan terjadi penurunan rendamen kitosan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu reaksi, radiasi gelombang mikro yang dipancarkan semakin besar sehingga radiasi yang diserap oleh komponen reaksi semakin besar. Adanya orientasi komponen reaksi terhadap medan elektromagnetik yang besar akan menghasilakan konversi energi kinetik menjadi energi panas yang besar pula sehingga suhunya naik. Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya energi molekulmolekul gas, sehingga kecepatan menguap senyawa- senyawa dalam campuran reaksi akan semakin besar sehingga rendamen yang diperoleh semakin kecil [27]. Pada waktu radiasi microwave 15 menit diperoleh rendamen sebesar 74,1%. Rendamen kitosan ini lebih kecil dibandingkan rendamen kitosan yang dideasetilasi menggunakan hot plate selama 2 jam pada suhu 100ºC yaitu sebesar 79,59%. Hal tersebut dikarenakan dalam pemanasan microwave gelombang mikro diserap langsung oleh molekul-molekul sampel sehingga pemanasannya lebih cepat dan menyebabkan reaksi kimia lebih cepat. Sedangkan hot plat prinsip pemanasan yaitu dengan cara memanaskan lingkungannya terlebih dahulu kemudian panas tersebut menjalar kesampel. Sehingga memungkinkan prosesnya lambat dan tidak efisien. Berdasarkan FTIR dapat dilihat adanya puncak pada daerah bilangan gelombang 3000-3500 cm-1 yang merupakan adanya gugus OH dan NH2. Puncak lainnya adalah CO amida yang terdapat pada bilangan gelombang 1658 cm-1 (amida I) Vibrasi C-N-H (amida II) pada 1566 cm-1, deformasi NH2 pada 1195 cm-1, vibrasi C-O-C pada 1159 cm1 , deformasi CH3 simetri pada 1379 cm-1 dan vibrasi regang C-H pada 2920 cm-1.
Dengan mengukur absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai Derajad-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus: A1656 1 DD = �1 - � x �� ×100% A3450
1,33
c) Pembuatan Glukosamin Hidroklorida Kitosan hasil deasetilasi microwave ditimbang masing-masing 2 gram. Kemudian dilarutkan dalam asam klorida 37. Hidrolisis dilakukan pada suhu 90oC [24] dengan lama reaksi yaitu 90. Hidrolisis dilanjutkan dengan proses sentrifugasi larutan glukosamin hidroklorida dengan kecepatan 6.000 rpm selama 15 menit. Larutan kemudian disaring untuk memisahkan zat pengotor yang mengendap pada dasar tabung. Larutan yang telah disaring kemudian didiamkan selama 2X24 jam sampai terbentuk Kristal dan kristal yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan etanol.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah cangkang udang dengan jenis udang putih (Panaeus merguaensis). Dari hasil Isolasi kitin protein yang berhasil dihilangkan dari cangkang udang sebesar 27,5%, mineral yang dihilangkan sebesar 49,25% dan hasil dekolorisasi menghasilkan kitin yang berwarna putih bersih. Kitosan diperoleh dengan melakukan proses deasetilasi pada kitin. Deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetil (NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2). Metode yang umum digunakan untuk deasetilasi kitin adalah dengan menggunakan larutan alkali kuat seperti NaOH dalam waktu yang lama. Proses deasetilasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu konsentrasi NaOH, temperatur reaksi dan waktu reaksi (Tolaimetea et al, 2003). Oleh karena itu, proses deasetilasi dalam penelitian ini yaitu dengan memanfaatkan gelombang mikro (microwave) untuk mempercepat reaksi deastilasi. Radiasi microwave dapat mempercepat laju reaksi 10100 kali dibanding dengan penggunaan pemanas konvensional [25]. Untuk mengetahui pengaruh waktu deasetilasi, dilakukan variasi waktu 3-15 menit
50
Efek microwave pada pembuatan ……………………………………………………… (Zaeni, dkk)
Peningkatan waktu radiasi menghasilkan rendamen yang semakin kecil, akan tetapi berbanding terbalik dengan derajat deasetilasi yang dihasilkan. Berdasarkan Semakin lama waktu radiasi microwave maka semakin besar pula derajat deasetilasinya. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu radiasi microwave menyebabkan kecepatan menguap senyawa- senyawa dalam campuran reaksi akan semakin besar, sehingga semakin banyak pula gugus asetil yang putus. Penentuan derajat deasetilasi dilakukan dengan metode base line (Purwatiningsih,1992. Derajat deasetilasi tertinggi yaitu 62,76 % tercapai pada waktu radiasi microwave 15 menit. Derajat deasetilasi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan derajat deasetilasi kitosan yang dideasetilasi biasa selama 2 jam yaitu sebesar 61,78 %. Kadar minimal derajat deasetilasi, supaya dikategorikan kitosan secara umum ialah diatas 50% dan idealnya (80-100%) [28]. Sedangkang kitosan komersial yang dijual dipasaran derajat deasetilasinya berkisar 60100%. Dalam hal ini hasil isolasi yang diperoleh diatas tergolong kitosan. Namun belum tergolong kitosan ideal artinya hasil tersebut merupakan campuran kitin-kitosan [29]. a) Glukosamin Hidroklorida Parameter spesifikasi glukosamin hidroklorida meliputi rendamen, kelarutan, titik leleh, spektrum dan kristalinitas. Reaksi yang terjadi selama proses hidrolisis kitosan yaitu depolimerisasi. Depolimerisasi adalah pemecahan polimer dengan pemutusan ikatan glikosidik pada kitosan sehingga diperoleh monomer glukosamin.
Berdasarkan Gambar 1, rendamen glukosamin hidroklorida yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan glukosamin hidroklorida hasil hidrolisis kitin yang diperoleh Prameshwari (2014) dari udang (Pandalus borealis) yaitu 51 %. Hal ini diduga terjadi pengkristalan yang tidak sempurna atau larutan glukosamin hasil hidrolisis tidak seluruhnya mengkristal.
4. Kesimpulan 1. Microwave dapat mempercepat proses deasetilasi kitin. Hal tersebut ditunjukan dengan analisis derajat deasetilasi kitosan. Waktu radiasi microwave 15 menit pada daya 450 watt menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi setara dengan proses menggunakan metode pemanasan menggunakan hot plate selama 2 jam (konvensional) yaitu 62,72% untuk microwave sedangkan metode konvensional memiliki derajat deasetilasi 61,78%. 2. Kitosan yang diperoleh dari deasetilasi kitin menggunakan microwave dapat dijadikan glukosamin hidroklorida. Hasil Karakterisasi terhadap GlcN-HCl menunjukkan bahwa Glukosamin hidroklorida hasil sistesis larut sempurna dalam air dengan nilai titik leleh 190oC. Hasil FTIR menunjukkan pita-pita serapan glukosamina hidroklorida yang memiliki kemiripan dengan glukosamin pembanding maupun standar dan hasil XRD menunjukkan bahwa kristal hasil sintesis memiliki kristalinitas yang masih rendah.
Gambar 1. Kristal Glukosamin HCl
51
JAF, Vol. 13 No. 2 (2017), 48-53 Sains Materi Indonesia., 6, 24 – 30 (2010). [10]. H. Aripin, S. Mitsudo, I. N. Sudiana, N. Jumsiah, I. Rahmatia, B. Sunendar, L. Nurdiwijayanto, S. Mitsudo, S. Sabchevski, Preparation of Porous Ceramic with Controllable Additive and Firing Temperature, Advanced Materials Research, Vol. 277 (2011) pp. 151-158. [11]. H. Aripin, S. Mitsudo, I.N. Sudiana, T. Saito, S. Sabchevski, Structure Formation of a Double Sintered Nanocrystalline Silica Xerogel Converted From Sago Waste Ash, Transactions of the Indian Ceramic Society, DOI: 10.1080/0371750X.2014.980850 (2015) [12]. H. Aripin, S. Mitsudo, E.S. Prima, I.N. Sudiana, H. Kikuchi, Y. Fujii, T. Saito, T. Idehara, S. Sano, S. Sabchevski, Crystalline mullite formation from mixtures silica xerogel converted from sago of alumina and a novel material waste ash, Ceramics International, 41,pp.6488–6497 (2015). [13]. H. Aripin, S. Mitsudo, E.S. Prima, I.N. Sudiana, H. Kikuchi, S. Sano, S. Sabchevski, Structural Characterization of Mullite-based Ceramic Material from Al2O3 and Silica Xerogel Converted from Sago Waste Ash, Adv. Mat. Res. Vol. 789 (2013) pp. 262-268 [14]. H. Aripin, S. Mitsudo, E. S. Prima, I. N. Sudiana, H. Kikuchi, S. Sano, S. Sabchevski, Microstructural and Thermal Properties of Nanocrystalline Silica Xerogel Powders converted from Sago Waste Ash Material, Material Science Forum ,Vol. 737 (2013) pp. 110-118 [15]. H. Aripin, S. Mitsudo, I.N. Sudiana, S. Tani, K. Sako, Y. Fujii, T. Saito, T. Idehara, Rapid sintering of silica xerogel ceramic derived from Sago waste ash using sub-millimeter wave heating of a 300 GHz CW gyrotron, J. of Infrared and Millimeter waves, Vol. 32, Issue 6, pp. 867-876 (2011
Daftar Pustaka [1]. Afridiana, N., 2011, Recovery Glukosamin Hidroklorida dari Cangkang Udang Melalui Hidrolisis Kimiawi sebagai Bahan Sediaan Suplemen Osteoarthritis, Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. [2]. Wardani W K, Sugita P, Srijanto B. 2010, Sintesis dan Karakterisasi Glukosamin Hidroklorida Berbasis Kitosan. Di dalam: Supena EDJ, Nugraheni EH, Hamim, Hasim, Indahwati, Dahlan K, editor. Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi dalam Pertanian dan Industri. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010. Bogor: Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor. Hlm 271 – 281 [3]. Kralovec, J.A and Barrow, C.J., 2008, Marine Neutraceticals and Functional Food. CRC Press. New York. [4]. Prameshwari, Eky P, 2014, Pemanfaatan Limbah Cangkanga Udang (Pandalus borealis) untuk Membuat Glukosamin Hidroklorida sebagai Bahan sediaan Suplemen Penyakit Osteoarthritis. Skripsi, Universitas Halu Oleo. Kendari. [5]. Zainol, I., Akil, H.M., Mastor, A. 2009, Effect of γ-irraiation on the physical and mechanical properties of chitosan powder. Material Science and Engineering, (Vol C 29, pp. 292-29 [6]. Muzzaerlli. R.A.A, 1985, Chitin, Didalam G.O Aspinal (Ed). The Polyccharides. New York: Academic Press., 3, hal. 417-450. [7]. Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A., dan Wahyono, D., 2009, Kitosan : Sumber Biomaterial Masa Depan, IPB Press, Bogor. [8]. Mojarrad, J.S., Mahboob, N., Valizadeh, H., Ansarin, M., and Bourbour, s., 2007, Preparation of Glucosamine from Exoskeleton of Shrimp and Predicting Production by response surface Metodhology. Journal of Agricultural and Chemistry, 55, 2245. [9]. H. Aripin, I. N Sudiana, B. Sunendar. Preliminary study on silica xerogel extracted from sago waste ash, Jurnal
52
Efek Microwave pada ………………………………………………………………..….. … (Zaeni, dkk)) [16]. S. Mitsudo, K. Sako, S. Tani, I.N. Sudiana, High Power Pulsed Submillimeter Wave Sintering of Zirconia Ceramics, The 36th Int.
[23]. Arifin, Z., Irawan, D., Rahim, M., 2011, Produksi Kitosan Berbasis Limbah Udang Delta Mahakam: Tinjauan Proses dan Aplikasi, Interpena, Yogyakart [24]. Arifin, Zainal dan Dady Irawan., 2015, Microwave-Assisted Deasecylation of Chitin from Shrimp Shells, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta. [25]. Ernawati, 2012, Pembuatan Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dengan Metode Autoklaf, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [26]. Kumar, A. B. V., Gowda, L.R., and Tharanathan, R.N. 2004, Non-Specific Depolymerization of Chitosan By Pronase and Chacterization of Resultant Products, Eur. J. Biochem, , Volume 271, pp, 713-723 [27]. W. H. Sutton, Microwave
Conference on Infrared, Millimeter and THz Waves (IRMMW-THz 2011), Hyatt Regency Houston, Houston, Texas, USA, October 2-7, 2011. [17]. S. Mitsudo, S. Inagaki, I.N. Sudiana, K. Kuwayama, Grain Growth in Millimeter Wave Sintered Alumina Ceramics , Advanced Materials Research, Vol.789 (2013), pp. 279-282. [18]. S. Mitsudo, R.Ito, I.N. Sudiana, K.Sako, and K. Kuwayama, Grain Growth in Submillimeter Waves Sintered Alumina, IRMMW-THz 2012, September , Wollongong, Australia. [19]. I.N. Sudiana, Ryo Ito, S. Inagaki, K. Kuwayama, K. Sako, S. Mitsudo, Densification of Alumina Ceramics Sintered by Using Sub-millimeter Wave Gyrotron, J. Infrared, Millimeter, and Terahertz Waves. 34 (2013), 627638. [20]. I.N. Sudiana, I.N, S. Mitsudo, T. Nishiwaki, P.E. Susilowati, L. Lestari, M. Z. Firihu, H. Aripin, Effect of Microwave Radiation on the Properties of SinteredOxide Ceramics, Contemporary Engineering Sciences, Vol. 8 No. 34, 2015, pp. 1607-1615. [21]. I. N. Sudiana, M. Z. Firihu, Effect of initial green samples on mechanical properties of alumina ceramic , Contemporary Engineering Sciences, Vol. 9, 2016, no. 12, 595-602 [22]. M. Z. Firihu, I.N. Sudiana, 2.45 GHz microwave drying of cocoa bean , ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences Vol. 12 No. 19
processing of Ceramic Materials, Microwave Solutions for Ceramic Engineers, American Ceramic Society, (2005), 35-65 [28]. Manurung, M 2011, Potensi Khitin/Khitosan sebagai Biokoagulan Penjernih Air, Jurnal Kimia, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran [29]. Shahidi, F., and Abuzayton, R. 2005, Chytin, Chitosan, and Co – Products; Chemistry, Produstion, Aplication, and Health Effects. Advancess In Food And Nutrition Research, Volume 49, pp 45-50
53