perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEK EKSTRAK BATANG BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI ALOKSAN
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Cahyaning Gusti Agriani G.0008068
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Efek Ekstrak Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan Cahyaning Gusti Agriani., NIM : G.0008068, Tahun: 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Jumat, Tanggal 6 Januari Tahun 2012
Pembimbing Utama Nama NIP
: Kisrini, dra., M.Si., Apt. : 19550804 198303 2 001
………………………
Pembimbing Pendamping Nama NIP
: Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp. ParK., Ph.D. : 19511120 198601 1 001 .……………………...
Penguji Utama Nama NIP
: Yul Mariyah, dra., M. Si., Apt : 19510329 198303 2 001 ………………………
Anggota Penguji Nama NIP
: Dr. Hartono, dr., M.Si. : 19650727 199702 1 001
………………………
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes
NIP : 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM
NIP : 19510601 197903 1 002 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 Januari 2012
Cahyaning Gusti Agriani NIM. G.0008068
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Cahyaning Gusti Agriani, G.0008068, 2012. Efek Ekstrak Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorik dengan rancangan penelitian pre-post test control group design. Subjek dari penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus), berumur rata-rata 2 bulan dengan berat 200 gram. Subjek dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan. Seluruh kelompok perlakuan diinduksi dengan aloksan 25 mg/200 gram BB/hari selama 3 hari. Pada hari keempat, diambil sampel darah dari vena orbita tikus untuk mengukur kadar gula darah pertama (T1). Kemudian kelompok kontrol positif diberi metformin 12,6 mg/200 gram BB/hari, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 diberi dosis ekstrak batang belimbing wuluh masing-masing 25, 50, dan 100 mg/200 gram BB/hari. Pada hari ke-15 perlakuan, diambil sampel darah untuk mengukur kadar gula darah kedua (T2). Pengukuran kadar gula darah menggunakan spektrofotometer dengan metode Glucose GOD PAP. Kemudian data dianalisis menggunakan uji One way ANOVA. Hasil Penelitian: Selisih kadar gula darah dihitung dari kadar gula darah setelah induksi dikurangi kadar gula darah setelah perlakuan. Dari data tersebut dihitung rerata pada tiap kelompok perlakuan dengan hasil sebagai berikut : kelompok kontrol negatif = -24,4; kelompok kontrol positif = 103,4; kelompok perlakuan 1 = 83,4; kelompok perlakuan 2 = 102,4; dan kelompok perlakuan 3 = 102,2 (dalam satuan mg/100ml). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji One way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan selisih kadar gula darah yang nyata antara kelima kelompok perlakuan (p = 0,000). Post Hoc Test menunjukkan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 memiliki efektivitas yang sama dengan kelompok kontrol positif dalam menurunkan kadar gula darah yang dinyatakan dengan nilai p > 0,05. Simpulan Penelitian: Ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) berefek terhadap penurunan kadar gula darah tikus putih yang diinduksi aloksan. Kata kunci: ekstrak batang belimbing wuluh, kadar gula darah, aloksan
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Cahyaning Gusti Agriani, G.0008068, 2012. The Effect of Belimbing Wuluh’s Stem (Averrhoa bilimbi L.) Extract to the Blood Glucose Level in White Rats (Rattus norvegicus) Induced by Alloxan. Objective: The purpose of this research is to find out the effect of belimbing wuluh’s stem (Averrhoa bilimbi L.) extract due to the blood glucose level in white rats (Rattus norvegicus) induced by alloxan. Methods: This research is a laboratory experiment using experimental control group pre-post test design. Subjects of this research are 25 male white rats (Rattus norvegicus), 2 months of age and 200 grams of body weight. Subjects were divided into five groups. All groups were induced by 25 mg/200 gram body weight/day of alloxan for three days. On the day of fourth, blood sample were collected from orbital vein of white rats for the measurement of the first blood glucose level (T1). Furthermore the positive control group received 12,6 mg/200 gram body weight/day of metformin, then the first, second, and third group received of each 25, 50, and 100 mg/200 gram body weight/day of belimbing wuluh’s stem extract. On the fifteenth day of treatment, blood samples were collected again from the orbital vein of white rats for the measurement of the second blood glucose level (T2). The measurement of blood glucose was using spectrophotometer with the Glucose GOD PAP method. Then the data were analyzed by using One way ANOVA. Results: Blood glucose rate after induction have subtracted by blood glucose rate after drug given. After that the data would be change in to mean data that representes as : negative control group = 24,4; positive control group 103,4; first given drug group = 83,4; second given drug group = 102,4; and third given drug group = 102,2 (in mg/100ml unit). The statistical analysis by using One way ANOVA shows a significant difference in blood glucose level among the five groups of treatment with p value = 0,000. Post Hoc Test shows that the first, second, and third group have the same effectively as the positive control group to decrease the blood glucose level with p > 0,05. Conclusion: The belimbing wuluh’s stem (Averrhoa bilimbi L.) extract has an effect to decrease the blood glucose level in white rats induced by alloxan. Key words: belimbing wuluh’s stem extract, blood glucose level, alloxan
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efek Ekstrak Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan”. Penyusunan skripsi ini digunakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR FINASIM, selaku Dekan FK UNS Surakarta. 2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Kisrini, dra., M.Si., Apt., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis. 4. Ruben Dharmawan, dr. Ir., Sp.ParK., Ph.D., selaku Pembimbing Pendamping, yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis. 5. Yul Mariyah, dra., M. Si., Apt selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Dr. Hartono, dr., M. Si, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Kedua orang tuaku tercinta (Ir. Agus Yuwono Dwi Wahyudi dan Sukartinah) atas doa, motivasi dan cinta kasih yang telah engkau berikan. Adik-adikku tersayang (Brian, Chandra, dan Fira) atas suntikan semangat dan gangguangangguan dalam masa penat, itu semua memberi motivasi lebih untuk saya. Adik terakhirku (Laras), maknae yang sudah kembali ke sisi Allah swt, doakan kami selalu ya sayang. Keluarga besarku, mbah kakung (alm), mbah putri, om dan bulik, keponakan dan sepupu yang telah memberikan doa restu dan dukungan, baik material, moral, maupun spiritual. 8. Sahabat-sahabat terbaikku El leucin tercinta (Nia, Rida, Tita, Oktie, Adel, Pras, Albret, Cilla, dan Icon) terima kasih atas semua desakan untuk ngerjain skripsi cepat-cepat. Semoga kelompok kita gak jadi almarhum seperti yang Icon bilang. Semoga di rotasi klinik, kita bisa sekelompok. Amin. 9. Sahabatku Peni, Ditha, Ifan, Galih, dan Mahwida, terima kasih sudah bersedia menjadi tempat sampah dan tambahan motivator selama ini. 10. Pak Sigit, Bu Haryati dan staf laboratorium USB yang telah berpartisipasi dan membantu jalannya penelitian skripsi. 11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Surakarta, 6 Januari 2012 commit to user v
Cahyaning Gusti Agriani
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI halaman PRAKATA ........................................................................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 7 A. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 5 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ........................................ 5 2. Ekstrak Perkolasi ............................................................................. 11 3. Glukosa Darah ................................................................................. 13 4. Diabetes Melitus ............................................................................. 16 5. Aloksan ........................................................................................... 26 6. Hewan Percobaan.............................................................................28 7. Ekstrak Batang Belimbing Wuluh Berefek terhadap Kadar Gula Darah...............................................................................................29 B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 30 commit to user C. Hipotesis ............................................................................................... 31 vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 32 A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 32 B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 32 C. Subjek Penelitian ................................................................................... 32 D. Identifikasi Variabel ............................................................................... 33 E. Definisi Operasional Variabel ................................................................ 34 F. Alur Penelitian ....................................................................................... 36 G. Alat dan Bahan ....................................................................................... 37 H. Cara Kerja ............................................................................................... 37 I. Teknik Analisis ....................................................................................... 42 BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 44 A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 44 B. Anlisis Data Penelitian ........................................................................... 45 BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 48 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 55 A. Simpulan ................................................................................................ 55 B. Saran ....................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................56 LAMPIRAN
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rerata Hasil Pengukuran Selisih Kadar Gula Darah pada Tiap Kelompok…………………………………………………………..…44
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pohon Averrhoa bilimbi L.……………………………..………....... 7 Gambar 2. Buah Averrhoa bilimbi L.………………………..……..………....... 8 Gambar 3. Bunga Averrhoa bilimbi L.……………………………..………....... 8 Gambar 4. Grafik Rerata Hasil Pengukuran Selisih Kadar Gula Darah pada Tiap Kelompok .……………………………….……………..……….......44
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kadar Gula Darah Tikus Putih Lampiran 2. Uji Normalitas Distribusi Lampiran 3. Uji Homogenitas dan Uji One way ANOVA Lampiran 4. Hasil Post Hoc Test Lampiran 5. Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan pada Hewan Uji Lampiran 6. Konversi Dosis untuk Manusia dan Berbagai Jenis Hewan Lampiran 7. Pembuatan Ekstrak Lampiran 8. Surat Keterangan Pemesanan Ekstrak Lampiran 9. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Lampiran 10. Brosur Cara Kerja Pengukuran Kadar Gula Darah Lampiran 11. Foto-foto Penelitian
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Diabetes
melitus
merupakan
penyakit
metabolik
dengan
gejala
hiperglikemia (kadar gula darah lebih dari normal) yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (ADA, 2004). Hiperglikemia yang terjadi biasanya berhubungan dengan kerusakan selsel beta pankreas penghasil insulin. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh kegemukan, faktor genetik, infeksi virus seperti virus Coxsackie, reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel-sel beta, zat diabetogenik seperti streptozotocin dan aloksan, serta radikal bebas (Koczwara et al., 2004; Robertson et al., 2004; Roivainen et al., 2000; Szkudelski, 2001). Hiperglikemia yang berlangsung kronis diasosiasikan dengan kerusakan mikrovaskular
maupun
makrovaskular
yang
kemudian
menyebabkan
kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2004; Gustaviani, 2006; Nagappa et al., 2003). Penatalaksanaan diabetes melitus ialah dengan diet diabetes, latihan fisik, penyuluhan kesehatan masyarakat, cangkok pankreas, dan penggunaan obat antihiperglikemik. Obat antihiperglikemik di antaranya berasal dari golongan sulfonilurea dan biguanid. Akan tetapi, pada penggunaan jangka panjang, obat-obat ini akan menimbulkan efek samping (Tjokroprawiro, 2003; Utami, 2003; Walujani, 2003).
Penggunaan insulin juga dilaporkan dapat
menimbulkan efek samping jangka panjang seperti resistensi insulin, anoreksia nervosa, atrofi otak, dan perlemakan hati (Yaryuya, 2001). commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan dan mendorong penggunaan terapi alternatif terutama di negara di mana akses untuk perawatan diabetes konvensional tidak memadai. Hingga saat ini, sekitar 1200 jenis tanaman terapeutik digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada diabetes. Namun, perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui efektivitas tanaman-tanaman itu. Salah satu tanaman terapeutik tersebut ialah tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (Fallah, 2006; Sudarsono et al., 2002). Penelitian yang dilakukan Armenia dkk (2004) dan Agustin (1982) membuktikan bahwa pemberian jus buah belimbing wuluh dapat menurunkan kadar gula darah mencit dan marmut diabetes baik pada kelompok yang diinduksi aloksan maupun yang dibebani glukosa. Pada penelitian yang dilakukan Damayanti (1995) terbukti bahwa infusa daun belimbing wuluh mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus putih jantan diabetes yang diinduksi aloksan. Pada penelitian lain, ekstrak etanol daun belimbing wuluh terbukti
mempunyai
peroksidatif
dan
efek
hipoglikemik,
antiatrogenik
pada
hipotrigliseridemik,
tikus
diabetes
yang
antilipid diinduksi
Streptozotocin (Pushparaj, 2000). Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) secara umum mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, fenol, kumarin, minyak atsiri, asam oksalat, dan pektin. Dalam penelitian tersebut di atas dilaporkan bahwa kandungan daun dan buah belimbing wuluh yang berperan dalam penurunan kadar gula darah ialah flavonoid, saponin, dan tannin. Pada bagian batang belimbing wuluh terdapat saponin dan tannin (Sudarsono, 2002). Tannin
berfungsi
untuk
menghambat
asupan
glukosa
di
usus
(Suryowiyoto, 2005). Alkaloid tannin merupakan suatu polifenol tanaman yang larut air (polar) dan dapat mendenaturasi protein (Westendarp, 2006). Saponin lebih bersifat hidrofobik (nonpolar). Saponin mampu menghambat transport glukosa dari lambung ke usus halus (Widowati, 2006). Penarikan commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
zat-zat tersebut dari tanaman dapat dilakukan dengan ekstraksi. Dalam penelitian ini dipilih metode ekstraksi perkolasi dengan etanol 70% sebagai pelarut. Karena etanol 70% adalah pelarut yang bersifat semi polar diharapkan zat-zat seperti saponin dan tannin dapat tersari berdasarkan sifat kepolaran masing-masing. Tikus putih (Rattus norvegicus) digunakan sebagai subjek pada penelitian ini karena selain lazim digunakan sebagai hewan coba, tikus memiliki kemiripan fungsi organ dengan manusia. Dibandingkan hewan coba lain seperti kelinci ataupun monyet, tikus dianggap lebih ekonomis. Selain itu daripada mencit, tikus putih memiliki ukuran yang lebih besar sehingga diharapkan tikus putih dapat menampilkan hasil yang lebih nyata pada percobaan. Penyeragaman usia, jenis kelamin, galur, dan berat badan tikus putih sangat penting karena diharapkan dapat meningkatkan signifikansi percobaan. Bagian tumbuhan belimbing wuluh seperti buah dan daun terbukti memiliki efek menurunkan kadar gula darah hewan coba karena kandungan flavonoid, saponin, dan tannin. Dalam batang belimbing wuluh dilaporkan juga memiliki zat-zat aktif seperti yang terkandung dalam buah dan daun yaitu saponin dan tannin. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak batang belimbing wuluh memiliki efek yang sama yaitu mampu menurunkan kadar gula darah pada hewan percobaan.
B. Rumusan Masalah Apakah ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mempunyai efek terhadap kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan? commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan.
D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritik: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek berbagai dosis ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap kadar gula darah tikus putih diabetes.
2. Aspek Aplikatif: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya untuk pengembangan potensi batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai obat alternatif bagi penderita diabetes melitus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) a. Sinonim Belimbing asam.
b. Taksonomi Tanaman Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Oxalidales
Familia
: Oxalidaceae
Genus
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa bilimbi Linnaeus (Pushpakumara, 2007).
c. Nama Daerah Sumatra
: limeng, selimeng, thlimeng, balimbieng, malimbi
Jawa
: balimbing, calincing, blimbing, blimbing wulih,
Sulawesi : balimbing botol, lompiat, litod, lopias, lembutu, Nusa Tenggara : belimbing buloh, limbi, balimbeng, kerbol commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Maluku
: thurela, takurela, taprera
Papua
: useke (Mursito, 2001).
d. Nama Asing Filipina
: kamias
Malaysia
: belimbing buloh, belimbing asam, billing - billing
Thailand
: kaling pring, taling pling
Kamboja
: tralong tong
Inggris
: cucumber tree, bilimbi, tree sorrel, small sour fruit
Prancis
: blimblim, blinblin, cornichon des Indes, zibeline blonde, zibeline, carambolier bilimbi
Spanyol
: tiriguro, pepino de Indias, mimbro, grosella china
Argentina
: pepino de indias
Suriname
: mirambi
Kostarika
: mimbro (Muhlisah, 2004; Pushpakumara, 2007).
e. Deskripsi Tanaman Belimbing wuluh merupakan tanaman alami yang hidup di daratan Asia yang beriklim tropis lembab. Perawakan tumbuhan ini berbentuk pohon tajuk membulat dengan tinggi 5 sampai 10 m. Batang pohonnya monopodial dengan percabangan simpodial. Batang cenderung kasar dan berbenjol-benjol, percabangan sedikit, dengan arah condong ke atas. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cabang
muda
berbulu
seperti
beludru,
berwarna
coklat
muda
(Pushpakumara, 2007; Sudarsono et al., 2002). Daun termasuk majemuk menyirip ganjil dengan anak daun tersusun berhadapan atau berseling pada tangkai yang sama atau tangkai majemuk (Gambar 1). Jumlah anak daun dalam 1 tangkai bersama tersebut umumnya ganjil antara 21 sampai 45 helai. Tulang menyirip sedang bentuk daun lonjong sampai panjang dengan pangkal daun melebar dan ujung meruncing. Permukaan atas berwarna kuning kehijauan hingga hijau tua dan berbulu halus, sedangkan permukaan bawah hijau muda hingga pucat. Panjang daun 2-10 cm dengan lebar 1-3 cm (Sudarsono et al., 2002; Sunarjono, 2004).
Gambar 1: Pohon Averrhoa bilimbi L.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2: Buah Averrhoa bilimbi L.
Gambar 3: Bunga Averrhoa bilimbi L. Buah berbentuk elips, obovoid, atau hampir silinder yang samar-samar terdiri atas lima sisi (Gambar 2). Buah berukuran 4-10 cm, tertutup oleh kelopak bunga tipis berbentuk bintang pada pangkalnya. Buah yang mentah terasa renyah dengan warna hijau cerah. Buah berubah menjadi kekuningan-hijau, gading atau hampir putih saat matang dan jatuh ke tanah. Kulit buah tipis dan sangat lembut. Tekstur daging lembut seperti agar-agar, berair, dan sangat asam (Sudarsono et al., 2002; Sunarjono, 2004). Bunga berukuran kecil dengan panjang 10-22 mm, memiliki 5 commit to user kelopak, berbulu serta berbau harum. Warna bunga hijau kekuningan atau
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
keunguan ditandai dengan ujung gelap - ungu. Bunga muncul langsung dari batang yang tertua, atau cabang tebal dengan beberapa ranting (Gambar 3). Biji berjumlah 6-7 butir pada tiap-tiap buah, berbentuk pipih dengan ukuran sekitar 6 mm, bertekstur lembut dan berwarna coklat (Pushpakumara, 2007; Sudarsono et al., 2002; Sunarjono, 2004).
f. Habitat Belimbing wuluh termasuk tumbuhan tropis dan lebih sensitif terhadap dingin daripada belimbing buah (Averrhoa carambola) terutama ketika masih muda. Tanaman ini membutuhkan iklim lembab dengan curah hujan merata hampir sepanjang tahun, tetapi harus ada periode kemarau 2-3 bulan (Orwa et al., 2009; Pushpakumara, 2007). Belimbing wuluh berkembang dengan baik pada tanah subur, area yang tidak teduh dan cukup lembab, dan pH tanah sedikit asam dengan ketinggian area 0-1200 m dpl. Walaupun demikian, tanaman ini juga mampu bertahan pada tanah kering, berpasir ataupun berkapur. Tanaman ini dibudidayakan dengan biji dan cangkok (Orwa et al., 2009).
g. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Buah belimbing wuluh mengandung alkaloid, saponin, kumarin, karoten, thiamin, riboflavin, niacin, pektin, minyak atsiri, dan asam oksalat baik dalam bentuk kalium oksalat ataupun dalam bentuk enzim isositrat liase (Galvao et al., 2001; Sudarsono et al., 2002). Pada daunnya commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditemukan tannin, sulfur, asam format, peroksid, alkaloid, kumarin, pektin, minyak atsiri, flavonoid dan saponin. Bagian batangnya mengandung saponin, tannin, glukosid, kalsium oksalat, sulfur, peroksidase dan asam format (Muhlisah, 2001; Sudarsono et al., 2002). Ekstrak daun belimbing wuluh dilaporkan memiliki efek sebagai antidiuresis (Prasetya, 2007), antiinflamasi (Effendi, 1998; Bashori, 2008), antihiperglikemik (Pushparaj, 2000), antibakteri (Anisah, 1994); Hartati, 1996), antihiperkolesterolemi (Pushparaj, 2000), dan antihipertensi (Hernanin et al., 2009). Ekstrak buah belimbing wuluh memiliki khasiat antihiperglikemik (Agustin, 1982; Suharti, 1982; Damayanti, 1995; Armenia, 2004), antihiperkolesterolemi (Herlih, 1993; Andriastuti, 1995; Diana, 1995), antihipertensi (Hartadi, 1985; Mulyaningsih, 1998), dan antibakteri (Nurhayati, 1994). Dekok bunga belimbing wuluh memiliki khasiat antiinflamasi (Ardananurdin, 2010) sedangkan batang belimbing wuluh telah dilaporkan memiliki efek antimikroba (Faradisa, 2008).
h. Potensi Batang Belimbing Wuluh sebagai Antihiperglikemik Dalam sediaan ekstrak etanol batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terkandung tannin dan saponin yang berperan sebagai agen antihiperglikemik (Sudarsono et al., 2002). Tannin berfungsi sebagai astringent yang dapat mempresipitasikan protein selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
usus, sehingga menghambat asupan glukosa darah tidak terlalu tinggi (Suryowiyoto, 2005). Saponin memanipulasi glucose transporter-1 sehingga menghambat transpor glukosa dari lambung menuju usus halus dan brush border usus, jadi menghambat kenaikan kadar glukosa darah (Widowati, 2006).
2. Ekstrak Perkolasi Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang diinginkan larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Prinsip kelarutan yaitu pelarut polar melarutkan senyawa polar, pelarut semipolar melarutkan senyawa semipolar, pelarut nonpolar melarutkan senyawa nonpolar. Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak sedangkan pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas (Harbone, 1994). Metode ekstraksi yang digunakan adalah perkolasi. Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan colare yang artinya merembes. Secara umum dapat dinyatakan sebagai proses di mana obat yang sudah halus diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat dalam suatu kolom. Perkolasi dilakukan dalam wadah silindris atau kerucut (perkolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan ekstraksi yang dimasukkan secara kontinu dari commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atas mengalir lambat melintasi jamu yang umumnya berupa serbuk kasar. Hasil ekstraksi berupa bahan aktif yang tinggi, ekstraksi yang kaya ekstrak. Dengan demikian keuntungan perkolasi adalah pemanfaatan jamu secara optimal serta memerlukan waktu yang singkat (Ansel, 1989; Voigt, 1994). Sebagai cairan pengekstraksi, air atau etanol lebih di sukai penggunaannya. Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat melarutkan gula, bahan lendir, amina, tannin, vitamin, asam organik, garam organik serta bahan pengotor lain. Pada sediaan ekstraksi air (infusa), zat-zat yang tersaring ialah zat-zat yang bersifat polar saja. Penyaringan dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar kuman dan kapang. Oleh karena itu, sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Etanol dapat menyari zat yang tidak tersari oleh air yaitu lemak, terpenoid, antrakinon, kumarin, flavonoid polimetil, resin, klorofil, isoflavon, alkaloid bebas, kurkumin dan fenol lain. Etanol tidak menyebabkan pembengkakaan membran sel, sehingga memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Dalam bentuk sediaan ekstrak etanol, selain dapat disimpan lebih lama, ekstrak juga dapat dipakai berulang. (Voigt, 1994). Dalam penelitian ini digunakan larutan penyari etanol 70% karena merupakan pelarut semipolar sehingga dapat menarik saponin dan tannin (Harborne, 1987). Dengan etanol kadar 70% , diharapkan dapat dihasilkan bahan aktif yang optimal karena bahan pengotor hanya larut dalam skala kecil (Voigt, 1994). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
3. Glukosa Darah a. Definisi Glukosa merupakan aldosa karbon enam yang terdapat sebagai bentuk D dan ditemukan sebagai monosakarida. Sebagai hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia, glukosa beredar dalam tubuh dan sel, serta merupakan sumber energi (Almatsier, 2004; Nuswantari, 1994). b. Pembentukan Glukosa Darah Glukosa dapat dibentuk melalui: 1) Proses pencernaan Karbohidrat amilum dihidrolisis enzim ptialin (α-amilase saliva) dalam mulut dan esophagus dan bekerja optimum pada pH 6,7. Di lambung, proses ini dihambat oleh kerja getah lambung yang bersifat asam. Di dalam usus halus, α-amilase pankreas menghidrolisis polisakarida menjadi oligosakarida, yaitu : disakarida maltose, trisakarida maltriosa, dan α – limit dekstrin (Murray et al., 2003). Oligosakarida yang terletak di bagian luar membrane mikrovili usus halus kemudian dipecah menjadi glukosa, galaktosa, dan fruktosa oleh α– limit dekstrinase dan glukomilase. Molekul-molekul glukosa yang terbentuk memasuki sel mukosa berdekatan dan bergantung terhadap konsentrasi Na+ yang tinggi di atas permukaan mukosa sel. Glukosa bergerak bersama dengan ion Na+ dari luar sel dan dilepas ke dalam sel. Ion Na+ memasuki ruang intersel dan glukosa berdifusi ke dalam ruang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
interstisium sehingga masuk ke dalam kapiler. Mekanisme pengangkutan glukosa ini juga berlaku pada transport galaktosa. Fruktosa menggunakan transporter berbeda dan diangkut dengan difusi terfasilitasi. Beberapa fruktosa diubah menjadi glukosa di dalam sel mukosa (Ganong, 2005). Zat-zat tersebut diangkut ke dalam hepar melalui vena porta hepatis. Galaktosa dan fruktosa dikonversi menjadi glukosa di hati (Guyton dan Hall, 1997; Montgomery et al., 1993; Murray et al., 2003). 2) Glikogenolisis Glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen yang disimpan sel untuk menghasilkan kembali glukosa di dalam sel yang digunakan untuk menyediakan energy. Glikogen yang mengalami glikogenolisis terutama glikogen yang tersimpan di hepar, sedangkan glikogen otot akan berkurang setelah seseorang melakukan olahraga berat dan lama. Dalam hepar terdapat enzim glukosa 6-fosfatase yang melepaskan gugus fosfat dari glukosa 6-fosfat sehingga meningkatkan difusi glukosa dari sel ke dalam darah (Brook dan Marshall., 2001; Murray et al., 2003). 3) Glukoneogenesis Glukoneogenesis terjadi jika glukosa dibutuhkan dalam keadaan darurat. Akan tetapi kalori yang dihasilkan dalam proses ini relatif kecil. Oleh karena itu, proses ini mengambil cadangan glukosa yang berasal dari hati dan ginjal. Glukosa dibentuk dari asam amino, gliserol, propionate, dan asam laktat. Glukoneogenesis distimulus baik secara langsung maupun tidak langsung oleh banyak hormon. Hormon yang memberikan commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
efek paling banyak antara lain glukosteroid, glukagon, dan katekolamin (Goodman, 2009; Unger dan Foster, 1992).
c. Pengaturan Glukosa Darah Pengaturan besarnya konsentrasi glukosa darah pada orang normal sangatlah sempit, pada orang yang sedang berpuasa kadar glukosa darah ini hanya antara 80 dan 90 mg/dl darah yang diukur sebelum makan pagi. Konsentrasi ini meningkat menjadi 120-140 mg/dl selama jam pertama atau lebih setelah makan. Sedangkan kadar glukosa darah normal puasa pada tikus berkisar antara 60-90 mg/dl (Guyton dan Hall, 1997; Mitruka dan Rawnsley, 1981). Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai: (1) hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, dan (2) hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin merupakan hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, yang dibentuk oleh selsel beta pulau Langerhans pankreas. Sebaliknya, ada beberapa hormon tertentu yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain: (1) glukagon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau Langerhans, (2) epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin, (3) glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal, dan (4) hormon commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
pertumbuhan yang disekresi oleh hormon hipofisis anterior (Schteingart, 2006).
4. Diabetes Melitus a. Klasifikasi dan Patofisiologi Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Schteingart, 2006). Menurut American Diabetes Association (2010), diabetes melitus dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu: 1) Diabetes melitus tipe 1 Diabetes ini disebut juga diabetes melitus tergantung insulin atau disebut Insulin Dependent Diabetes Melitus. Diabetes jenis ini paling sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, namun demikian dapat juga ditemukan pada setiap umur (Eisenbart, 1995; Kartini et al., 2000). Diabetes melitus tipe 1 sendiri masih dibagi lagi menjadi dua yaitu diabetes melitus tipe 1A dan 1B. Diabetes melitus tipe 1A disebabkan oleh penghancuran sel beta pankreas oleh proses autoimun. Sementara itu, sebagian kecil dari pasien diabetes tipe 1 masuk ke dalam kategori diabetes melitus tipe 1B, di mana kerusakan sel beta pankreas bersifat idiopatik. Kebanyakan penderita diabetes melitus tipe 1B ini berasal dari ras Afrika-Amerika atau Asia. Kerusakan sel beta pankreas ini pada stadium lanjut akan menyebabkan berkurang atau hilangnya kemampuan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sel tersebut atau hilangnya kemampuan sel tersebut untuk mensekresi insulin (Felig dan Frohman, 2001; Powers, 2005; Vail, 2004). 2) Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 atau disebut Non Insulin Dependent Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak, yang ditandai dengan gannguan sekresi insulin dan naiknya kadar gula darah (ADA, 2010; Ganong, 2005; Kartini et al., 1994). Resistensi insulin yang terjadi pada hepar, jaringan lemak, dan otot skelet merupakan patofisiologi utama diabetes melitus tipe 2. Kegagalan sel beta pankreas merupakan defek sekunder yang terjadi setelah adanya perkembangan penyakit. Hal ini ditandai dengan ketidakmampuan sel beta pankreas untuk meningkatkan respon sekresi insulin dan menjaga keadaan hiperinsulinemia sebagai kompensasi terhadap resistensi insulin. Awal timbulnya diabetes melitus tipe 2 didahului dengan adanya periode gangguan kadar glukosa darah puasa atau gangguan toleransi glukosa (Gardner dan Shoback, 2007; Powers, 2005). 3) Diabetes gestasional Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi pada saat kehamilan. Resistensi insulin yang berhubungan dengan
perubahan
metabolisme
pada
commit to user
saat
hamil
menyebabkan
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkatnya kebutuhan insulin dan dapat berkembang menjadi gangguan toleransi glukosa (Powers, 2005). 4) Diabetes tipe spesifik Diabetes melitus tipe spesifik dapat disebabkan oleh defek genetik sel beta pankreas, defek genetik aksi insulin, endokrinopati, infeksi, penyakit eksokrin pankreas, diabetes yang diinduksi obat-obatan atau agen kimiawi, diabetes melitus akibat reaksi imunitas yang tidak umum dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus (Powers, 2005; Triplitt et al., 2008).
b. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini
akan
mengakibatkan
diuresis
osmotik
yang
meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan menimbulkan rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk (Schteingart, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
c. Diagnosis Klinis Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, ataupun kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain (Gustaviani, 2007).
d. Komplikasi Diabetes Melitus Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi, baik komplikasi akut maupun kronis. Komplikasi akut diabetes melitus terdiri dari: 1) Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi saat glukosa darah pasien < 70 mg/dl. Gejala hipoglikemia mulai timbul bila kadar glukosa darah ≤ 50 mg/dl, commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Manifestasi klinis yang terjadi melibatkan gangguan saraf mulai dari gelisah sampai kejang dan koma. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan golongan sulfoniluria, khususnya glibenklamid (ADA, 2008; Boedisantoso dan Subekti, 2007). 2) Ketoasidosis diabetika Ketoasidosis diabetika biasanya muncul pada pasien diabetes melitus tipe 1. Ketoasidosis diabetika timbul karena kekurangan insulin yang relatif absolut serta berlebihnya kadar hormon glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan (Powers, 2005). 3) Status hiperglikemik hiperosmolar Status hiperglikemik hiperosmolar sering muncul pada pasien tua dengan diabetes melitus tipe 2. Penyebab utamanya adalah defisiensi insulin yang relatif dan masukan cairan yang tidak mencukupi. Kurangnya
insulin
dalam
darah
akan
menyebabkan
keadaan
hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia ini akan memicu diuresis osmotik yang berakibat pada berkurangnya volume cairan intravaskuler. Tandatanda klinis dari status hiperglikemik hiperosmolar adalah dehidrasi, hiperosmolalitas cairan intravaskuler, hipotensi, takikardi, dan gangguan mental (Powers, 2005). Sedangkan komplikasi kronis dari diabetes melitus menurut Powers (2005), antara lain: commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Retinopati diabetika Telah diketahui bahwa individu yang terkena diabetes melitus mempunyai risiko 25 kali lebih besar untuk menjadi buta daripada individu tanpa diabetes melitus. Kebutaan ini terutama disebabkan oleh edema makular dan retinopati diabetika yang progresif. a) Neuropati diabetika Seperti komplikasi diabetes melitus yang lain, perkembangan neuropati diabetika sangat terkait dengan lamanya menderita diabetes melitus dan kontrol glukosa darah yang buruk. Karena manifestasi klinis neuropati diabetika sama dengan neuropati yang lain, maka diagnosis neuropati diabetika harus dibuat ketika kemungkinan etiologi neuropati yang lain telah disingkirkan. b) Penyakit kardiovaskular Kejadian penyakit kardiovaskular meningkat di antara penderita diabetes melitus tipe 1 dan 2. Framingham Heart Study menemukan adanya peningkatan insidensi penyakit arteri perifer, gagal jantung kongestif, penyakit arteri koronaria, infark myokardial dan kematian mendadak. c) Kaki diabetik Ulserasi pada kaki dan infeksi merupakan sumber utama morbiditas pada individu diabetes melitus. Penyebab peningkatan kejadian amputasi ini adalah interaksi dari beberapa faktor seperti commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
neuropati, biomekanik dari kaki, penyakit arteri perifer dan proses penyembuhan luka yang uruk.
e. Terapi Farmakologis Diabetes Melitus Secara garis besar, pengobatan diabetes melitus ada dua jenis, yaitu: 1) Insulin Insulin disintesis dan disekresikan oleh sel-sel beta pankreas dan memiliki pengaruh penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino dalam darah dan mendorong penyimpanannya (Sherwood, 2001). Menurut Binkley (1995) dan Sherwood (2001) insulin mempunyai empat pengaruh yang dapat menurunkan glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat, yaitu: a) Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel (mempermudah transpor glukosa melewati membran sel). b) Insulin
merangsang
glikogenesis
di
otot
dan
hati
serta
penyimpanan trigliserid dalam jaringan lemak. c) Insulin
menghambat
glikogenolisis
sehingga
meningkatkan
penyimpanan karbohidrat dan menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati. d) Insulin menghambat glukoneogenesis dengan jalan menurunkan jumlah asam amino darah bagi hati untuk glukoneogenesis dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan dalam proses tersebut. Insulin dikelompokkan berdasarkan lama kerja preparat menjadi insulin masa kerja singkat, insulin masa kerja sedang, insulin masa kerja lama dengan masa kerja yang lambat, dan insulin campuran (Karam, 1998).
2) Obat Hipoglikemik Oral Obat hipoglikemik oral yang beredar di pasaran digolongkan menjadi: a) Sulfonilurea Dikenal dua generasi sulfonilurea, generasi I terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksamid dan klorpropamid. Generasi II dengan potensi hipoglikemik lebih besar, antara lain gliburid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan glimepirid (Suherman, 2007). Paling sedikit telah ditemukan tiga mekanisme kerja sulfonilurea, yaitu: (1) pelepasan insulin dari sel beta pankreas, (2) penurunan konsentrasi glukagon serum, dan (3) potensiasi kerja insulin pada jaringan target (Karam, 1998). Salah satu contoh obat golongan sulfonilurea yang banyak digunakan adalah glibenklamid. Penurunan kadar glukosa yang terjadi merupakan hasil dari perangsangan sekresi insulin di pankreas. Efek perangsangan ini bergantung pada sel beta pankreas yang masih commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fungsional. Aktivitas obat ini memerlukan paling sedikit 30% sel beta pankreas yang masih berfungsi, efek ini tidak muncul pada individu dengan defisiensi insulin absolut (yaitu diabetes tipe 1). Mekanisme ini merupakan faktor penting pada pengobatan diabetes tipe 2 yang efektif Pada dosis tinggi obat ini menghambat metabolisme insulin dan menurunkan ikatan insulin pada protein plasma. Obat ini juga mengurangi agregasi trombosit yang mungkin memegang peranan pada terjadinya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler di kemudian hari (Tjay dan Rahardja, 2002). Glibenklamid diabsorpsi paling baik di saluran cerna serta dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit dikeluarkan lewat urine dan sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Resorbsinya dari usus lambat tetapi baik, plasma t½-nya sekitar 6 jam. Ekskresinya berlangsung sebagai metabolit yang aktif lemah, separuh melalui ginjal dan separuh dengan tinja (Handoko dan Suharto, 1995; Tjay dan Rahardja, 2002). b) Biguanid Biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Dikenal tiga jenis obat dari golongan biguanid: fenformin, buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin (Suherman, 2007; Aswin, 2009). Metformin merupakan salah satu dari tiga jenis golongan biguanid. Mekanisme kerja dari obat ini adalah dengan cara menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (Suherman, 2007). Terapi tunggal dengan metformin dihubungkan dengan penurunan berat badan dan efek hipoglikemi yang lebih rendah daripada sulfonilurea dan thiazolidindione, serta dapat menurunkan kadar lowdensity
lipoprotein
cholesterol
(LDL-C),
kadar
trigliserid
(Rachmawati, 2009). Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh, dan memiliki masa paruh sekitar 2 jam. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal dapat terjadi akumulasi obat dan menyebabkan terjadinya asidosis laktat (Suherman, 2007). Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual, muntah, diare serta kecap logam; tetapi dengan menurunkan dosis keluhankeluhan tersebut segera hilang. pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid
dapat
menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini dapat mengganggu keseimbangan cairan dalam tubuh (Suherman, 2007).
5. Aloksan Aloksan merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil. Rumus kimia seyawa ini adalah (2,4,5,6-tetraoksipirimidin 5,6-dioksiurasil). Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Nugroho, 2006). Aloksan secara cepat dapat merusak pankreas, aksinya diawali oleh pengambilan yang cepat oleh sel beta pankreas. Pembentukan oksigen reaktif
merupakan
faktor
utama
pada
kerusakan
sel
tersebut.
Pembentukannya diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel beta pankreas. Aloksan mempunyai aktivitas tinggi terhadap senyawa seluler yang mengandung gugus SH, glutation tereduksi, sistein dan senyawa sulfhidril terikat protein (misalnya SH-containing enzyme). Hasil dari proses reduksi aloksan adalah asam dialurat, yang kemudian mengalami reoksidasi menjadi aloksan. Aloksan dan asam dialurat ini menentukan siklus redoks untuk membangkitkan radikal superoksida. Radikal superoksida mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida, berjalan spontan dan kemungkinan dikatalisis oleh superoksida dismutase. Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas (Szkudelski, 2001; Walde et al., 2002).
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas pada sel beta pankreas. Efek tersebut diikuti oleh beberapa kejadian: (1) influks kalsium dari cairan ekstraseluler, (2) mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlebihan, dan (3) eliminasi yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengkibatkan depolarisasi sel beta pankreas, lebih lanjut membuka kanal kalsium tergantung voltase dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain kedua faktor tersebut di atas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Suharmiyati, 2003; Szkudelski, 2001). Tikus diabetik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan aloksan secara subkutan antara 120 sampai 130 mg/kg BB (Turner dan Bagnara, 1988; Zarrow et al., 1964). Kadar glukosa darah tikus normal 90 sampai dengan 160 mg/100 ml darah, sedangkan tikus digolongkan sebagai tikus diabetes apabila kadar gula darah lebih dari 200 mg/100 ml darah. Setelah perlakuan dengan aloksan, kadar gula darah tikus berkisar antara 394 sampai 933 mg/100ml darah (Zarrow et al., 1964).
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Hewan Percobaan Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus betina. Tikus jenis jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibandingkan tikus betina (Sugiyanto, 1995). a.
b.
Sistematika hewan percobaan Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Subkelas
: Placentalia
Ordo
: Rhodentia
Familia
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus (Sugiyanto, 1995)
Karakteristik utama hewan percobaan Tikus putih sebagai hewan coba relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Mangkoewidjojo, 1988). Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk
percobaan
laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Mangkoewidjojo, 1988).
7. Ekstrak Batang Belimbing Wuluh Berefek terhadap Kadar Gula Darah Ekstrak batang belimbing wuluh mengandung saponin dan tannin (Sudarsono, 2002). Saponin dan tannin berpotensi sebagai antihiperglikemik melalui perannya dalam menghambat asupan glukosa di usus dan menghambat transport glukosa dari lambung ke usus. Hal ini menyebabkan pemasukan glukosa ke darah dapat dihambat sehingga kadar gula darah menurun (Suryowiyoto, 2005; Widowati, 2006).
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Meningkatkan KGD Menghambat peningkatan KGD
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) berefek terhadap kadar gula darah tikus putih diabetes yang diinduksi aloksan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian pre and post test control group design.
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi, sedangkan ekstraksi batang belimbing wuluh dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada Yogyakarta (LPPT-UGM).
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini diambil dari populasi yaitu sekelompok tikus putih (Rattus norvegicus) yang mempunyai kriteria jenis kelamin jantan, galur Wistar, sehat, umur rata-rata 2 bulan, dan berat badan rata-rata 200 gram yang dikembangkan di Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi, Surakarta. Dari populasi tersebut, diambil 25 ekor tikus dengan teknik simple random sampling berdasar rumus Federer. Jika terdapat 5 kelompok maka jumlah sampel minimal adalah: commit to user
32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(n-1) (t-1) ≥ 15
Keterangan: n = besar sampel t = jumlah kelompok perlakuan (Federer, 1955) (n-1) (t-1) > 15 (n-1) (5-1) > 15 4n-4 > 15 4n > 19 n > 4,75
D. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas (Independent variable) : Ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) 2. Variabel terikat (Dependent variable) : Kadar gula darah tikus putih 3. Variabel luar (Confounding variable) : a. Dapat dikendalikan : 1) Jenis kelamin : dipilih tikus putih dengan jenis kelamin jantan 2) Makanan
: makanan standard yang diberikan pada tikus putih
dua kali sehari, setiap pagi dan sore. Minuman tikus putih berupa aquades yang diberikan secara ad libitum. 3) Galur
: variasi genetik subjek penelitian dipersempit
dengan penggunaan spesies hewan coba yang sama, yaitu tikus putih galur Wistar. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Umur
: umur tikus putih yang menjadi kriteria inklusi
adalah rata-rata 2 bulan. 5) Berat badan
: dipilih tikus putih dengan berat badan sekitar 200
gram b. Tidak dapat dikendalikan : Stres
: Kondisi psikologis tikus dipengaruhi lingkungan
sekitar, seperti lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar tikus.
E. Definisi Operasional Variabel 1. Ekstrak Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Ekstrak batang belimbing wuluh adalah ekstrak yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada. Metode
ekstraksi
yang
dipilih
ialah
perkolasi
menggunakan
pengekstraksi etanol 70% dan hasil akhir berupa gel. Dosis ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang digunakan adalah 25mg/200g BB tikus, 50mg/200g BB tikus, dan 100mg/200g BB tikus (Pushparaj, 2000). Skala pengukuran ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) adalah skala ordinal. 2. Metformin Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan uji dari berbagai spesies dan manusia, maka konversi dosis manusia commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan berat tubuh 70 kg, pada tikus dengan berat 200 g adalah 0,018 (Suhardjono, 1995). Dosis metformin yang biasa dikonsumsi untuk orang dewasa adalah 500 mg, orang dewasa Indonesia berat rata-ratanya 50 kg. Dosis untuk tikus = (500 mg x 0,018 x 70/50) / 200 g BB tikus = 12,6 mg/200 g BB tikus. 3. Aloksan Pada penelitian ini digunakan aloksan yang digunakan secara subkutan dengan dosis 125 mg/kg BB atau 25 mg/200 g BB (Turner dan Bagnara, 1988). 4. Kadar Gula Darah Pada penelitian ini, kadar gula darah didapatkan dari selisih kadar pengukuran gula darah III pada hari ke-14 dengan kadar pengukuran gula darah II pada hari ke-4. Pengukuran kadar gula darah diukur dengan spektrofotometer. Penentuan kadar glukosa darah tikus akan dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi. Hasil pengukurannya dinyatakan dalam satuan mg/dl. Skala pengukuran variabel ini adalah skala rasio.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Alur Penelitian Tikus putih (Rattus norvegicus)
KKN
KKP
KP I
KP II
KP III
Adaptasi tikus selama 4 hari
Pengukuran gula darah I Hari 1 Injeksi aloksan subkutan dosis 25mg/200g BB tikus
Pengukuran gula darah II
Hari 4
Hari 14
CMC 1%
Metformin dosis 12,6mg/200 g BB tikus dilarutkan dalam CMC 1%
Ekstrak dosis 25mg/200g BB tikus dilarutkan dalam CMC 1%
Ekstrak dosis 50mg/200g BB tikus dilarutkan dalam CMC 1%
Ekstrak dosis 100mg/200g BB tikus dilarutkan dalam CMC 1%
Pengukuran gula darah III
Analisis data
Keterangan: KKN : kelompok kontrol negatif KKP : kelompok kontrol positif (dosis metformin 12,6 mg/200 g BB tikus) KP I : kelompok perlakuan 1 (dosis ekstrak 25 mg/200 g BB tikus) KP II : kelompok perlakuan 2 (dosis ekstrak 50 mg/200 g BB tikus) toekstrak user 100 mg/200 g BB tikus) KP III : kelompok perlakuancommit 3 (dosis
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Timbangan elektronik 2. Kandang tikus 3. Spuit injeksi 4. Beker glass ukuran 100 mL 5. Sonde lambung 6. Spektrofotometri Bahan yang dibutuhkan : 1. Ekstrak batang belimbing wuluh Etanol 70% 2. NaCl 0,9% 3. Aloksan 4. Metformin 5. CMC (Carboxymethyl cellulose) 1%. 6. Aquades 7. Alkohol
H. Cara Kerja 1. Pembuatan Ekstrak Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) a. Pengambilan Bahan Batang belimbing wuluh adalah batang dari tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang diambil dari percabangan pertama dari batang utama.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan ekstrak dari batang belimbing wuluh yang diekstrak dan
didapat
langsung dari LPPT (Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu) UGM. b. Pembuatan Serbuk Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dicuci bersih pada air mengalir untuk menghilangkan semua kotoran yang melekat. Kemudian, dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 400 C, untuk mencegah terjadinya pembusukan oleh bakteri atau oleh cendawan, serta lebih mudah dihaluskan (untuk diserbuk). Batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang telah kering, dihaluskan menjadi serbuk, diayak lalu ditimbang. c. Pembuatan Ekstrak Batang Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Ekstraksi dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). Bahan serbuk yang telah ditimbang dibasahi dengan pelarut dalam jumlah kecil tetapi tepat agar serbuk mengembang sempurna. Kemudian, serbuk tersebut dimasukkan ke dalam perkolator secara merata dan ditata agar tidak berongga atau bercelah. Dalam keadaan celah perkolator bagian bawah terbuka, pelarut yaitu etanol 70% ditambahkan sedikit demi sedikit ke atas perkolator hingga pelarut mencapai bagian bawah. Kemudian celah ditutup dan dilakukan maserasi (perendaman). Untuk mendapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
ekstraksi optimum dapat dilakukan selama beberapa hari. Hasil akhir ekstrak berbentuk gel. 2. Pembuatan Larutan Uji yang Digunakan Mengacu pada penelitian sebelumnya, dosis ekstrak yang akan digunakan adalah 25 mg/200 g BB tikus, 50 mg/200 g BB tikus, dan 100 mg/100 g BB tikus. Ekstrak kemudian dilarutkan ke dalam air dan CMC. Carboxymethyl cellulose (CMC) adalah suspending agent yang berfungsi mensuspensikan zat yang tidak larut. Biasanya digunakan dalam kadar 1% atau 2% (Anief, 1995). Pemberian dilakukan per oral dengan volume 4 ml (Suhardjono, 1995). Pembuatan larutan uji ialah sebagai berikut: Dosis I ekstrak batang belimbing wuluh : 25 mg/2 ml/200 g BB tikus/ hari dibuat sebanyak 100 ml sehingga dibutuhkan ekstrak batang belimbing wuluh sebanyak 25 mg x 100/2 = 1250 mg. Kemudian ekstrak dilarutkan dalam 100 ml air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1%. Pembuatan larutan untuk dosis II (50 mg/200 g BB) dan dosis III (100 mg/200 g BB) juga dilakukan dengan cara yang sama. 3. Pembuatan Larutan Metformin Pada penelitian ini digunakan metformin dengan dosis 12,6 mg/200 g BB tikus. Pemberian dilakukan secara per oral dengan volume 2 ml (Suhardjono, 1995). Pembuatan larutan Metformin adalah sebagai berikut: 12,6 mg/4 ml/200 g BB tikus/ hari dibuat sebanyak 100 ml sehingga commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibutuhkan metformin sebanyak 12,6 mg x 100/4 = 315 mg. Kemudian dilarutkan dalam 100 ml air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1%. 4. Langkah Penelitian a. Tikus
putih
ditimbang
dan
diuji
homogenitasnya
dengan
penyeragaman galur, berat badan, jenis kelamin, dan umur. Tikus putih sebanyak 25 ekor dikelompokkan dalam 5 kelompok penelitian dengan masing-masing berjumlah 5 ekor. Semua kelompok tersebut kemudian diadaptasi selama 4 hari dengan pemberian makanan dan minuman dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. b. Pada hari ke-1 dilakukan pengukuran kadar gula darah puasa yang diambil melalui vena orbita sebanyak 1,5 ml yang ditampung dalam gelas ukur yang kemudian diukur dengan spektrofotometri. c. Setelah pengambilan darah, hewan uji dalam semua kelompok diinduksi menggunakan aloksan secara subkutan dosis 25 mg/200 g BB tikus yang dilarutkan dalam 2 ml aquabides pada hari ke-1 hingga hari ke-3. d. Pada hari ke-4, dilakukan pengambilan darah kedua. Sebelum tindakan ini dilakukan, tikus dipuasakan selama 10 jam dengan tetap diberi air minum. e. Pada hari ke-4 hingga ke-13, dilakukan pemberian larutan uji pada masing-masing kelompok : commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) KKN : diberi air yang dilarutkan dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% sebanyak 2 ml secara per oral. 2) KKP
: diberi metformin dosis 12,6 mg/200 g BB tikus yang
dilarutkan dalam air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% sebanyak 2 ml secara per oral. 3) KP I
: diberi ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) dosis 25 mg/200 g BB tikus yang dilarutkan dalam air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% sebanyak 2 ml secara per oral 4) KP II : diberi ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dosis 50 mg/200 g BB tikus yang dilarutkan dalam air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% sebanyak 2 ml secara per oral 5) KP III : diberi ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dosis 100 mg/200 g BB tikus yang dilarutkan dalam air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% sebanyak 2 ml secara per oral f. Pada hari ke-14, dilakukan pengambilan darah ketiga. Sebelum tindakan ini dilakukan, tikus dipuasakan selama 10 jam dengan tetap diberi air minum. g. Cara mengukur kadar gula darah dengan spektrofotometer metode Glucose GOD PAP : commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengambilan
darah
tikus
dilakukan
dengan
menggunakan
mikrokapiler melalui vena orbitalis. Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan untuk mendapatkan serumnya. Tabung reaksi yang berisi darah tanpa antikoagulan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Serum di atas sel-sel darah yang menggumpal selanjutnya diambil dengan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darah menggunakan reagen (kit). Dengan menggunakan kit Glucose GOD, kuvet I sebagai blanko diberi 10 µl aquades dan 1000 µl reagen. Kuvet II dan selanjutnya diberi 10 µl sampel dan 1000 µl reagen. Kemudian, masing-masing kuvet dicampur dan diinkubasi 10 menit pada suhu 37 ºC. Setelah itu ditentukan Optical density (OD) nya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Hasil yang didapat kemudian dikalikan faktor konversi sebesar 0,05551 untuk mendapatkan kadar gula darah. Kadar normal gula darah pada tikus adalah 60-90 mg/dl (Mitruka dan Rawnsley, 1981). h. Langkah selanjutnya ialah analisis data.
I. Teknik Analisis Teknik analisis data yang digunakan tergantung pada hasil distribusi data. Jika distribusi data yang didapatkan normal, maka teknik analisa data yang digunakan adalah uji one way ANOVA, di mana jika hasil uji Anova commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
signifikan maka dilanjutkan dengan post hoc LSD test. Namun jika distribusi data didapatkan hasil skewed, maka teknik analisis data yang akan digunakan adalah uji Kruskall Wallis. Uji one way ANOVA adalah uji untuk membandingkan perbedaan mean pada kelima kelompok sekaligus sehingga dapat diketahui apakah kelima kelompok memiliki mean selisih kadar gula darah yang berbeda secara signifikan atau tidak. Uji Post Hoc LSD adalah uji untuk membandingkan perbedaan mean antar kelompok perlakuan (Dahlan, 2008; Arif TQ, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Tabel 1. Rerata Hasil Pengukuran Selisih KGD pada Tiap Kelompok Kelompok
N
Rerata ± SD (U/L)
Kelompok kontrol negatif
5
-24,40 ± 16,056
Kelompok kontrol positif
5
103,40 ± 8,620
Kelompok perlakuan 1
5
83,40 ± 15,598
Kelompok perlakuan 2
5
102,40 ± 8,204
Kelompok perlakuan 3
5
102,20 ± 23,784
α β β β β
(Data Primer, 2011) Keterangan : huruf (α atau β) yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak ada beda signifikan dengan uji anova (p) = 0,05 yang dilanjutkan dengan uji post hoc LSD
Rerata Selisih KGD
Rerata Selisih Kadar Gula Darah 150 103.4
102.4
102.2
83.4
100 50 0 -50
Kontrol (-) -24.4
Kontrol (+)
Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III
Kelompok Perlakuan
commit to user Gambar 4. Grafik Rerata Selisih Kadar Gula Darah Tikus Putih
44
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Tabel dan grafik tersebut menunjukkan bahwa rerata selisih kadar gula darah paling tinggi terdapat pada kelompok kontrol (+) sebesar 103,40 mg/100ml. Rerata selisih kadar gula darah paling rendah didapatkan pada kelompok kontrol (-) sebesar -24,40 mg/100 ml. Rerata selisih kadar gula darah kelompok perlakuan 1 sebesar 83.40 mg/dl, kelompok perlakuan 2 sebesar 102,40 mg/dl dan kelompok perlakuan 3 sebesar 102,20 mg/dl. Dari ketiga kelompok perlakuan, kelompok perlakuan 1 memiliki rerata selisih kadar gula darah paling rendah dan kelompok perlakuan 2 memiliki rerata selisih kadar gula darah paling tinggi.
B. Analisis Data Sebelum dilakukan uji One way ANOVA, dari data penelitian harus diketahui apakah terdistribusi secara normal dan memiliki varian data yang sama. Uji normalitas data dilakukan dengan Saphiro Wilk tes. Kriteria ujinya adalah bila nilai signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi secara normal. Sebaliknya, bila nilai p lebih kecil dari 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel pada Lampiran 2. Dari tabel pada Lampiran 2, dapat dilihat kelima kelompok sampel mempunyai nilai p masing-masing sebesar 0,283; 0,828; 0,392; 0,507 dan 0,868. Nilai p lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal. Syarat selanjutnya sebelum dilakukan uji One way ANOVA adalah varian data harus sama. Oleh karena itu perlu dilakukan uji kesamaan varian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
(Homogeneity of variances). Uji kesamaan varian ini dilakukan dengan uji Levene (Levene test). Kriteria ujinya adalah varian dikatakan sama bila nilai signifikansinya (p) lebih besar dari 0,05. Sebaliknya, varian dikatakan tidak sama, bila nilai p lebih kecil dari 0,05. Hasil uji disajikan dalam tabel pada Lampiran 3. Terlihat dalam tabel nilai p adalah 0,232. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa varian datanya sama. Data terdistribusi secara normal dan varian datanya sama maka dapat dilakukan uji One way ANOVA. Kriteria ujinya adalah nilai data diantara variasi dalam perlakuan dikatakan ada perbedaan yang nyata, bila nilai p lebih kecil dari 0,05. Sebaliknya tidak ada perbedaan yang nyata bila nilai p lebih besar dari 0,05. Hasilnya disajikan dalam tabel pada Lampiran 3. Dalam tabel pada Lampiran 3, terlihat nilai p sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan nilai selisih kadar gula darah yang nyata diantara kelima kelompok perlakuan yang diteliti. Setelah uji One way ANOVA menunjukkan ada perbedaan yang nyata, maka perlu dilakukan uji lanjutan (Post Hoc Test) untuk menentukan kelompok perlakuan yang mampu memberikan nilai selisih kadar gula darah terbaik (paling tinggi). Post Hoc Test yang sesuai adalah uji LSD (Least Significance Difference). Kriteria ujinya adalah pasangan perlakuan yang diuji dikatakan ada perbedaan nilai selisih kadar gula darah yang nyata bila nilai p lebih kecil dari 0,05. Sebaliknya, dikatakan tidak ada perbedaan nilai selisih kadar gula darah yang nyata, bila nilai p lebih besar dari 0,05 . Hasil uji disajikan dalam Lampiran 4. Pada lampiran tersebut terlihat selisih kadar gula commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
darah kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 berbeda secara nyata dengan selisih kadar gula darah kelompok kontrol negatif (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan metformin mempunyai efek menurunkan kadar gula darah pada tikus diabetes yang diinduksi dengan aloksan. Dari lampiran tersebut terlihat nilai selisih kadar gula darah antara kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 tidak berbeda secara nyata satu sama lain (p > 0,05). Hal ini berarti dosis ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 sama-sama mempunyai efek menurunkan kadar gula darah. Selanjutnya dapat dilihat bahwa selisih kadar gula darah kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 tidak berbeda secara nyata (p > 0,05). Hal ini berarti dosis ekstrak etanol batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 memiliki efektivitas yang sama dengan dosis metformin pada kelompok kontrol positif. Dengan melihat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang sama efektivitasnya dengan dosis metformin karena nilai selisih kadar gula darah keempat kelompok tersebut tidak berbeda secara nyata (p > 0,05).
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4853
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan pendekatan pre-post test control group design yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes yang diinduksi aloksan. Setelah diinduksi, dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar gula darah. Data yang diperoleh merupakan data pertama (T1). Kemudian, dilakukan perlakuan pada tikus putih selama 14 hari dan pada hari ke-15 dilakukan pengambilan sampel darah kembali untuk pemeriksaan kadar gula darah. Data ini merupakan data kedua (T2). Selisih kadar gula darah dihitung berdasar kedua data tersebut (T1-T2). Setelah dilakukan analisis statistik melalui beberapa tahapan didapatkan hasil yang mendukung hipotesis peneliti bahwa ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) berpengaruh terhadap kadar gula darah tikus putih yang diinduksi aloksan. Berdasarkan uji normalitas distribusi didapatkan bahwa nilai signifikansi (p) dari kelima kelompok perlakuan lebih besar dari 0,05 yang berarti data selisih kadar gula darah terdistribusi secara normal. Uji homogenitas dengan Leven test menunjukkan nilai p sebesar 0,232 (lebih besar dari 0,05) sehingga dapat diketahui bahwa varian data sama. Kemudian dari uji komparatif One way ANOVA didapatkan nilai p sebesar 0,000 (kurang dari 0,05) yang berarti terdapat perbedaan nilai selisih kadar gula darah yang nyata diantara kelima kelompok commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
perlakuan yang diteliti. Dari hasil uji One way ANOVA tersebut dapat diketahui bahwa hipotesis alternatif yang diajukan peneliti dapat diterima sehingga untuk mengetahui lebih lanjut tentang kelompok perlakuan yang dapat memberikan hasil selisih kadar gula darah terbaik dilanjutkan dengan Post Hoc Test dengan uji Least Significance Difference (LSD). Dari Post Hoc Test uji LSD didapatkan perbedaan selisih kadar gula darah yang nyata antara kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 dengan kelompok kontrol negatif (Lampiran 4). Perbedaan ini menunjukkan bahwa pemberian dosis metformin pada kelompok kontrol positif dan pemberian ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 mampu menurunkan tingginya kadar gula darah akibat induksi aloksan pada tikus putih. Peningkatan kadar gula darah akibat induksi aloksan dapat dilihat dari rerata kelompok kontrol negatif yaitu sebesar -24,40 (Lampiran 1). Tingginya rerata selisih kadar gula darah pada kelompok kontrol negatif karena tikus putih pada kelompok ini hanya diberi aloksan tanpa diberi dosis metformin maupun ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Aloksan merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil secara cepat dapat merusak pankreas. Mekanisme kerjanya diawali pengambilan cepat oleh sel beta pankrean. Selanjutnya, aloksan mengalami siklus reduksi menjadi asam dialurat yang kemudian teroksidasi menjdai aloksan. Aloksan dan asam dialurat ini menentukan siklus redoks untuk membangkitkan radikal superoksidayang selanjutnya mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida, berjalan spontan dan kemungkinan dikatalisis oleh superoksida dismutase. Salah satu target dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas (Szkudelski, 2001; Walde et al., 2002). Selain itu akibat aloksan, terjadi gangguan pada homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas pada sel beta pankreas yang melalui mekanisme influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasi yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium mengakibatkan depolarisasi sel beta pankreas yang kemudian membuka kanal kalsium dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain kedua faktor tersebut di atas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Suharmiyati, 2003; Szkudelski, 2001). Hasil Post Hoc Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan selisih kadar gula darah yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif dengan nilai p sebesar 0,000 (Lampiran 4). Hal ini disebabkan kelompok kontrol positif selain diinduksi dengan aloksan juga mendapatkan dosis metformin. Metformin merupakan salah satu dari tiga jenis golongan biguanid dengan mekanisme kerja menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (Suherman, 2007). Perbedaan selisih kadar gula darah yang bermakna juga terdapat antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 dengan nilai p commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
yang sama pada tiap kelompok yaitu 0,000 ( (Lampiran 4). Perbedaan yang bermakna ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 dapat menurunkan peningkatan kadar gula darah pada tikus putih akibat induksi aloksan. Ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan ekstraksi dari batang tanaman belimbing wuluh dengan menggunakan penyari etanol 70%. Batang belimbing wuluh mengandung saponin, tannin, glukosid, kalsium oksalat, sulfur, peroksidase dan asam format (Muhlisah, 2001; Sudarsono et al., 2002). Agen antihipergilkemik utama dalam batang tersebut ialah saponin dan tannin. Alkaloid tannin merupakan polifenol tanaman yang larut air (polar) dan dapat mendenaturasi protein (Westendarp, 2006). Saponin lebih bersifat hidrofobik (nonpolar) (Widowati, 2006). Etanol 70% merupakan pelarut semipolar sehingga diharapkan dapat menarik saponin dan tannin yang terkandung dalam batang belimbing wuluh (Harborne, 1987). Tannin dan saponin memiliki peran sebagai agen antihiperglikemik dengan mekanisme sebagai berikut : tannin dapat mempresipitasikan protein selaput lendir usus dan membentuk lapisan pelindung usus, sehingga menghambat asupan glukosa (Suryowinoto, 2005), sedangkan saponin memanipulasi glucose transporter-1 sehingga menghambat transpor glukosa dari lambung menuju usus halus dan brush border usus yang selanjutnya menghambat kenaikan kadar glukosa darah (Widowati, 2006). Aktivitas antihiperglikemik tannin dan saponin di dalam ekstrak batang belimbing wuluh dalam penelitian ini selaras dengan beberapa penelitian sebelumnya yang membuktikan aktivitas antihiperglikemik tannin dan saponin di commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam bagian lain tanaman belimbing wuluh. Dalam penelitian yang dilakukan Armenia dkk (2004) dan Agustin (1982) dilaporkan bahwa pemberian jus buah belimbing wuluh dapat menurunkan kadar gula darah mencit dan marmut diabetes baik pada kelompok yang diinduksi aloksan maupun yang dibebani glukosa. Buah belimbing wuluh dilaporkan mengandung alkaloid, saponin, kumarin, karoten, thiamin, riboflavin, niacin, pektin, minyak atsiri, dan asam oksalat baik dalam bentuk kalium oksalat ataupun dalam bentuk enzim isositrat liase (Galvao et al., 2001; Sudarsono et al., 2002). Penelitian lain yang dilakukan Damayanti (1995) melaporkan bahwa infusa daun belimbing wuluh mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus putih jantan diabetes yang diinduksi aloksan. Pada penelitian lain, ekstrak daun belimbing wuluh terbukti mempunyai efek hipoglikemik pada tikus diabetes yang diinduksi Streptozotocin (Pushparaj, 2000). Daun belimbing wuluh dilaporkan memiliki kandungan tannin, sulfur, asam format, peroksid, alkaloid, kumarin, pektin, minyak atsiri, flavonoid dan saponin (Muhlisah, 2001; Sudarsono et al., 2002). Hasil Post Hoc Test menunjukkan perbedaan selisih kadar gula darah yang tidak bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 yang ditunjukkan dengan nilai p yang lebih besar dari 0,05 yaitu berturutturut 0,055, 0,920, dan 0,904 (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa efek antihiperglikemik dosis ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 sama dengan efek antihiperglikemik dosis metformin pada kelompok kontrol positif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan dosis ekstrak tidak selalu diiringi dengan penurunan kadar gula darah yang signifikan. Hubungan dosis ekstrak dengan efek yang ditimbulkannya akan dijelaskan berdasarkan farmakodinamik obat. Suatu obat dapat menimbulkan efek apabila terdapat ikatan dengan reseptor membentuk ikatan obat-reseptor. Menurut teori okupansi reseptor yang dikemukakan oleh Alfred Joseph Clark dalam (Setiawati et al., 2007) hubungan dosis obat dengan efek yang ditimbulkan sebanding dengan jumlah reseptor yang diduduki oleh obat tersebut yang digambarkan sebagai grafik berbentuk hiperbola. Terdapat Emax yaitu efek maksimal yang ditimbulkan oleh suatu konsentrasi dosis yang tinggi. Jika Emax telah tercapai, peningkatan dosis obat tidak akan berarti lagi karena menurut prinsip teori okupansi reseptor, pada tahap ini semua reseptor yang ada telah diduduki oleh obat. Kemungkinan ketiga dosis pada penelitian ini telah menimbulkan Emax. Teori okupansi reseptor juga berlaku dalam efek samping obat. Semakin banyak dosis obat akan menimbulkan ikatan reseptor – zat dalam obat yang mampu menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Sehingga semakin tinggi dosis akan semakin besar potensinya dalam menimbulkan efek samping. Selain itu, faktor lain seperti variasi kepekaan tikus putih terhadap senyawa saponin dan tannin dalam ekstrak batang belimbing wuluh dapat menyebabkan hasil tidak signifikan antara kelompok perlakuan 1, 2, 3, dan kontrol positif seperti dalam penelitian in. Variasi ini bersifat individual dan mungkin tergantung pada sistem imun hewan uji dan kondisi psikologis hewan uji. Dalam penelitian ini, kedua hal tersebut termasuk dalam variabel luar yang tidak dapat dikendalikan. Selain itu terdapat faktor-faktor non teknis yang commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berpengaruh, yaitu keterampilan peneliti dalam melakukan sonde lambung, ketepatan dalam mengukur volume ekstrak yang akan diberikan dan ketelitian dalam mempertimbangkan pengaruh perbedaan berat badan tikus putih terhadap dosis yang diberikan. Dari hasil tersebut, karena ketiga kelompok perlakuan memiliki efektivitas yang sama dengan metformin dalam menurunkan kadar gula darah, dapat disimpulkan bahwa dosis perlakuan I ialah yang paling efektif dibanding kelompok lainnya. Hal ini dikarenakan dengan penggunaan dosis terkecil, didapatkan hasil penurunan gula darah yang sama efektifnya. Selain itu, dengan penggunaan dosis terkecil dapat meminimalisasi efek samping dari obat. Selanjutnya hasil tersebut dapat dijadikan dasar sementara dalam menentukan dosis ekstrak batang belimbing wuluh yang paling efektif dalam menurunkan kadar gula darah tikus putih akibat induksi aloksan yaitu dengan menggunakan dosis sebesar 25 mg/200 gram BB tikus/hari. Agar hasil ini dapat direkomendasikan ke manusia, maka dosis dikonversi dengan dikalikan faktor konversi dari tikus ke manusia. Menurut Suhardjono (1995) faktor konversi dari tikus dengan berat 200 gram ke manusia dengan berat 70 kg adalah 56 sehingga dosis yang dibutuhkan menjadi 1400 mg/70 Kg BB/hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki efek menurunkan kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan
B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh dosis ekstrak minimum yang dapat menghasilkan Emax sehingga dapat dikurangi potensi efek samping dari obat akibat dosis berlebih.
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Y. 1982. Efek Hipoglikemik Perasan Buah Belimbing Wuluh Muda (Averrhoa bilimbi L.) pada Marmut. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, p: 195.
American Diabetes Association. 2004. Screening for Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 23, pp: 381-389.
American Diabetes Association. 2008. Standards of Medical Care in Diabetes 2008. Diabetes Care 31, pp: S12-S54.
American Diabetes Association. 2010. Standards of Medical Care in Diabetes 2010. Diabetes Care 27, pp: S11-14.
Andriastuti, M.G. 1995. Pengaruh Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Kolesterol Total, Kolesterol HDL, Kolesterol LDL dan Trigliserida Serum Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Anief, M. 1995. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p: 107.
Anisah. 1994. Daya Antibakteri Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Streptokokus alfa (in vitro). Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Ansel H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Alih bahasa: Farida Ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, pp: 605-619.
Ardananurdin A, Winarsih S, Wahono W. 2010. Uji Efektifitas Dekok Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai Antimibroba terhadap Bakteri Salmonella typhi secara in vitro. Malang: Universitas Brawijaya. Skripsi. commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Arif T.Q., Mochammad. 2008. Pengantar Metodologi Penenlitian Untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, pp: 103.
Armenia, Megawati, and Rusdi. 2004. Efek Penurunan Gula Darah Air Perasan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) pada Mencit Diabetes yang Diinduksi Aloksan dan Mencit yang Dibebani Glukosa. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol 9. No. 2, pp: 63-69.
Aswin. 2009. Metformin Tetap Andalan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia 35.
Bashori, Y.M. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Tikus Putih Jantan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Binkley S.A. 1995. Endocrinology. New York: Harper Collins College Publ, pp: 218-9, 222, 225-6.
Boedisantoso R. dan Subekti I. 2007. Komplikasi Akut Diabetes Melitus. In: Soegondo S., Soewondo P., Subekti I. (Ed): Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI, pp: 155-60. Brook C.G.D. and Marshall N.J. 2001. Essential Endocrinology 4th. London: Blackwell Science Ltd, p: 138.
Dahlan, M.S. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika, pp: 60-84.
Damayanti, M. 1995. Pengaruh Pemberian Infus Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.
Diana, N.L. 1995. Efek Fraksi Pektin dan Fraksi Air Perasan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Kolesterol Darah Tikus (Rattus norvegicus) Diet Lemak Tinggi. Yogyakarta : UGM. Skripsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
Effendi. 1998. Uji Daya Antiinflamasi Fraksi Petroleum Eter, Etil Asetat, dan Fraksi Air Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Tikus Jantan Putih. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Eisenbarth G.S. 1995. Classification Diagnostic testing and Pathogenesis of Type 1 Diabetes Melitus. In: Principle and Practice of Endocrinology and Metabolism 2nd edition. USA: J. B. Lippincott Company, pp: 1205-09.
Fallah Hosseini H, Fakhrzadeh H, Larigani B, Sheikh Samani AH. 2006. Review on therapeutic plant used in diabetes. J Medicinal Plants Persian. 5, pp: 1-8.
Faradisa, M. 2008. Uji Efektifitas Antimikroba Senyawa Saponin dari Batang Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Malang: Universitas Islam Negeri Malang. Skripsi. Felig P. and Frohman L.A. (eds). 2001. Endocrinology and Metabolism 4th edition. USA: The Mc Graw Hill Companies, pp: 846-51.
Galvao de Lima, V.L.A., de Almedia Melo, E. and Santos Lima, L.D. 2001. Physicochemical Characteristics of Bilimbi (Averrhoa bilimbi L.). Revista Brasiliera de Fruticultura 23 (2), pp: 421-424 Ganong W.F. 2005. Review of Medical Physiology 22nd edition. Singapore: The Mc Graw Hill Companies, p: 354. Gardner D.G., and Shoback D. (eds). 2007. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology 8th edition. USA: The Mc Graw Hill Companies, pp: 67284. Goodman H.M. 2009. Basic Medical Endocrinology 4th edition. China: Elsevier Inc, p: 131.
Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (Ed): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan commit to FKUI, user pp: 1857. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Guyton A.C. dan Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Alih bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: EGC, pp: 1038, 1064-6, 1074, 12334.
Handoko T. dan Suharto B. 1995. Insulin, Glukagon dan Antidiabetik Oral. In: Ganiswarna S.G. (Ed): Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI, pp: 468-70.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB. pp: 69-71.
Hartadi. 1985. Penelitian Efek Hipotensif Buah Belimbing (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Tekanan Darah Arteri Kelinci. Bandung: Universitas Padjajaran. Skripsi.
Hartati, S. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan Etanol 95% terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus sp. (in vitro). Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Herlih. 1993. Pengaruh Air Perasan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Kolesterol Total Serum Darah Tikus Putih. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Hernanin, Christina W, Marwati T. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Hewan Uji. J. Pascapanen 6(1) pp: 54-61.
Karam J.H. 1998. Hormon Pankreas dan Obat-Obat Antidiabetes. In: Katzung B.G. (Ed): Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, pp: 668-669.
Kartini A., Mandera L.I., Sadikin V. (eds). 2000. Endokrinologi Dasar dan Klinik Edisi 4. Jakarta: EGC, pp: 756-764.
Koczwara K., Bonifacio E., Ziegler A.G. 2004. Transmission of Maternal Islet Antibodies and Risk of Autoimmune Diabetes in Offspring of Mothers With Type 1 Diabetes. Diabetes 53, pp: 1-4. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mangkoewidjojo, S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan, Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta : Universitas Indonesia Press. pp: 37-38.
Mitruka B.M. and Rawnsley H.M. 1981. Clinical Biochemical and Hematological Reference Values in Normal Experimental Animals and Normal Humans 2nd Edition. Chicago: Year Book Medical Publishers Inc.
Montgomery R., Conway T.W., Spector A.A., Dryer, R.L. 1993. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p: 587.
Muhlisah, Fauziah. 2004. Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya. pp: 21-45.
Mulyaningsih, K. 1998. Pengaruh Perasan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Tekanan Darah Sistemik Kucing Teranestesi beserta Skrining Fitokimianya. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Murray R.K., Granner D.K., Mayes P.A., Rodwell V.W. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Alih bahasa: Anna P. Bani, Tiara M. N. Sikumbang. Jakarta: EGC, pp: 187, 195, 200-3.
Mursito, Bambang. 2000. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Jakarta : Penebar Swadaya. pp : 21-45.
Nagappa, A. N., Thakurdesai, P. A., Venkat Rao, N. and Jiwan Singh. 2003. Antidiabetic activity of Terminalia catappa Linn fruits. J. of Ethnopharmacol. 88: 45-50.
Nugroho A.E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus: Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. 7, pp: 378-382.
Nuswantari, Dyah. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Nurhayati, E. 1994. Pengaruh Kumur Perasan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus alfa dari Plak Gigi. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Orwa C., Mutua A., Kindt R., Jamnadass R., Simons A. 2009. Agroforestree Database : A Tree Reference and Selection Guide Version 4.0 (http://www.worldagroforestry.org/af/treedb/) (25 Februari 2011).
Powers A.C. 2005. Diabetes Melitus In: Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Longo, D.L., Jameson, J.L. (Ed): Harrisson’s Principle of Internal Medicine 16th ed., New York : The Mc Graw Hill Companies, pp: 215280.
Prasetya, A. A. 2007. Efek Diuresis Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Skripsi.
Pushpakumara, DKNG. 2007. Chapter 18: Biling Averrhoa bilimbi L. In: Pushpakumara, DKNG, Gunasena HPM, Singh VP. 2007. (eds). Underutilized fruit trees in Sri Lanka. World Agroforestry Centre, South Asia Office, New Delhi, India. pp :452-463.
Pushparaj, P., Tan, C.H., Tan, B.K. 2000. Effects of Averrhoa bilimbi Leaf Extracts on Blood Glucose and Lipid in Stretozotocin-diabetic Rats. Journal of Ethanopharmacology 72 (1-20: 69-76).
Rachmawati D.P. 2009. Pola Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) pada Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD DR. Moewardi Surakarta Periode Januari – Juli 2008. Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Robertson R.P., Harmon J., Tran P.O., Poitout V. 2004. â-Cell Glucose Toxicity, Lipotoxicity, and Chronic Oxidative Stress in Type 2 Diabetes. Diabetes 53: S119-S124.
Roivainen M., Rasilainen S., Ylipaasto S., Nissinen R., Ustinov J., Bouwens L., Eizirik D.C.L, Hovi T., Otonkoski T. 2000. Mechanisms of commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Coxsackievirus-Induced Damage to Human Pancreatic b-Cells. J Clin Endoc & Metab 85, pp: 432-440.
Schteingart D.E. 2006. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. In: Price S.A. and Wilson L.M. (Ed): Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC, pp: 1259-70.
Setiawati A., Suyatna F.D dan Gan S. 2007. Pengantar Farmakologi dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 2. Alih bahasa: Beahm U. Pendit. Jakarta: EGC, pp: 667-8, 670-2.
Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyuono, I.A Donatus, Purnomo. 2002. Tumbuhan Obat II : Hasil Penelitian, Sifat-Sifat, Penggunaan. Cet I. Pusat Studi Obat Tradisional Yogyakarta.
Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmakologi. Edisi IV. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suhardjono, D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, p: 207
Suharmiyati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Melitus Tumbuhan Obat. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. No. 140, pp: 8, 10.
Suharti. 1982. Efek Hipoglikemik Perasan Buah Belimbing Wuluh Tua (Averrhoa bilimbi Linn.) pada Marmut. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Suherman S.K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Gunawan S.G. (Ed): Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Gaya Baru, pp: 490-92.
Sunarjono, Hendro. 2004. Berkebun Belimbing Manis. Jakarta : Penerbit Penebar commit to user Swadaya.
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suryowiyoto S. 2005. Mengenal Beberapa Tanaman yang Digunakan Masyarakat Sebagai Antidiabetik untuk Menurunkan Kadar Gula dalam Darah. http://www.pom.go.id/default.asp. (24 Februari 2010)
Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and sreptozotocin action in beta cells of the rat pancreas. Physiol Res 50, pp: 536-546.
Tan, B.K., Tan, C.H. and Pushparaj, P.N. 2005. Anti Diabetic Activity of The Semi-purified Fractions of Averrhoa bilimbi in High Fat Diet FedStreptozotocin-induced Diabetic Rats. Life Scince 76 9240 : 2827-2839
Tjay T.H. dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting Edisi 5. Jakarta: PT Elex Media Komputer, pp: 567, 582.
Tjokroprawiro, A. 2003. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta : Gramedia.
Triplitt C.L., Reasner C.A., Isley W.L. 2008. Diabetes Melitus. In: Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. (Ed): Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th edition. China: The Mc Graw Hill Companies, pp: 1207-13.
Turner, C.D. dan Bagnara, C.D. 1988. Endokrinologi Umum. Terjemahan : Harsojo. Edisi ke-6. Airlangga University Press. pp: 347-348.
Unger R.H., Foster D.W. 1992. Diabetes Melitus. In: Williams R.H. (Ed): Williams Textbook of Endocrinology 8th edition. USA: W. B Saunders Company, p: 1264.
Utami, P. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Melitus. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Vail B. 2004. Diabetes Melitus. In: Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine. USA: The Mc Graw Hill Companies, pp: 429-33. commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Alih bahasa: Soendani Noerono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 56475.
Walde S.S., Dohle C., Schott-Ohly P., Gleichmann H. 2002. Molecular target structures in alloxan-induced diabetes in mice. Life Sciences. 71: 168194.
Walujani, A. 2003. Ancaman Pandemi Diabetes di Abad Ini. Jakarta: Koran Kompas, pp: 22.
Westendarp H. 2006. Effects of tannins in animal nutrition. Dtsch Tierarztl Wochenschr.113(7), pp: 264-268.
Widowati W. 2006. Aktivitas Antioksidan dalam Menurunkan Kadar Gula Darah. Wahana Medicana Rab University. 2, pp: 2-12.
Yaryura-Tobias JA, Pinto A, Neziroglu F. 2001. Anorexia Nervosa, Diabetes Melitus, Brain Atrophy, and Fatty Liver. Inter J Etiol Disorders. 30, pp: 350-353.
Zarrow, M.X., J.M Yochim, Mc Carthy, R.C. sanborn. 1964. Experimental Endokrinologi. A Sourcebook of Basic Technique. Academia Press.
commit to user