Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
PENGEMBANGAN PROGRAM STRATEGI COPING STRESS KONSELOR (Studi Deskriptif terhadap Konselor di SMP Negeri Kota Bekasi Tahun Ajaran 2010/2011) Oleh: Turheni Komar ABSTRAK Penelitian ini bertolak dari fenomena di lapangan dimana profesi konselor seringkali mengalami stres yang disebabkan oleh tuntutan dan tantangan kerja agar lebih menampilkan keprofesionalan dalam menjalankan tugas sebagai konselor di sekolah. Stres yang dialami dapat berdampak positif maupun negatif terhadap kehidupan konselor. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi coping stress konselor guna mereduksi dampak negatif dari stres tersebut. Jenis penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif yang memberikan gambaran atas suatu objek sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Populasi penelitian adalah konselor/guru bimbingan konseling SMP Negeri Kota Bekasi. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dan angket untuk mengetahui gambaran tingkat stres dan strategi coping stress konselor. Teknik analisis menggunakan ukuran gejala pusat, ukuran variasi dan norm referenced. Berdasarkan hasil penelitian konselor/guru bimbingan dan konseling mengalami stres tinggi pada aspek fisik yang disebabkan oleh aspek karakteristik pekerjaan dibandingkan dengan aspek kognitif, emosi, perilaku, lingkungan fisik dan sosial. Strategi coping stress yang dimiliki konselor paling tinggi pada aspek religious coping dibandingkan dengan strategi coping problem focused coping, emotional focused coping, social support, dan meaning making coping. Setelah mengikuti kegiatan pengembangan strategi coping, konselor dapat mereduksi stres yang dialaminya dengan strategi coping yang dimilikinya. Pengembangan program strategi coping stress direkomendasikan untuk membantu konselor dalam mereduksi stres dan meningkatkan coping stress. Kata Kunci : Stres, Strategi Coping, Konselor
PENDAHULUAN Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan dalam konteks tugas dan ekspektasi kerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang berbeda dengan guru lainnya. Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam konteks tugas kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dan menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahanan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera.
154
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Konselor yang professional diperhadapkan dengan tuntutan dan tantangan kerja agar mampu menampilkan keprofesionalannya dalam memberikan layanannya kepada individu atau kelompok yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah atau berpotensi bermasalah. Tantangan yang dihadapi konselor menurut Wilis (2004) yaitu dua tantangan besar yaitu pertama, sikap organisasi atau lembaga pendidikan. Kedua, tuntutan profesionalisme. Tantangan Pertama, sikap organisasi atau lembaga pendidikan. Sikap yang menyelewengkan peran bimbingan dan konseling: a) banyak sekolah mengecilkan peran konselor sehingga kepala sekolah kurang berminat untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling dan kurang berminat menambah pengetahuan di bidang tersebut; b) kebanyakan guru-guru atau kepada sekolah beranggapan bahwa jika pendidikan dijalankan dengan baik maka tidak perlu lagi diadakan bimbingan dan konseling di sekolah; c) ada sementara anggapan bahwa semua guru-guru bisa menjadi konselor sekolah tanpa pendidikan khusus. Para konselor akan merasa tidak dihargai, tidak diberikan tempat dari pihak sekolah untuk mempraktekkan ilmu yang telah diperolehnya. Tantangan kedua, konselor dituntut untuk terus mengembangkan profesionalismenya. Willis melanjutkan dengan mengatakan bahwa konselor sekolah perlu terus mengembangkan diri, karena yang disebut konselor professional adalah yang bergelar S2 dan S3, sementara S1 jurusan bimbingan dan konseling perlu menambah pendidikan profesi. Tentu inipun dapat menjadi tekanan tertentu bagi konselor. Apalagi mengingat berbagai masalah anak didik yang semakin kompleks. Selain tantangan tersebut seorang konselor dalam menjalankan tugasnya mempunyai beban kerja yang harus diampu, sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2008 tentang guru dalam pasal 54 ayat 6 : Beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan Kenyataan yang ada di lapangan konselor SMP Negeri Kota Bekasi ternyata beban kerja yang diampu oleh seorang guru bimbingan dan konseling atau konselor melebihi dari beban kerja yang sudah ditentukan. Kedua tantangan dan beban kerja ini dapat memicu munculnya stress bahkan burnout. Seperti yang dikatakan oleh Cooper bahwa Burnout dapat terjadi karena stres-stres dalam pekerjaan/pelayanan. Cooper dalam Dewe (2004) mengatakan bahwa burnout merupakan refleksi dari strain psikologis yang lebih banyak dialami oleh pekerja yang sifatnya melayani manusia (human service professions) seperti profesi konselor dan guru. 155
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Selain itu tuntutan tersebut dapat menjadi stressor bagi konselor yang berakibat pada dua reaksi yaitu eustress yang dapat memotivasi konselor untuk tetap maju atau distress yang dapat melumpuhkan (Selye, 1974). Atkinson (1997) mengungkapkan bahwa stres sebagai kelebihan tuntutan atas kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut yang dipengaruhi oleh dua tekanan yaitu (1) tekanan internal yang meliputi: (a) keadaan fisik seperti keadaan kesehatan, (b) perilaku misalnya kebiasaan kerja yang tidak efisien, (c) kognitif: standar yang terlalu tinggi; dan (d) emosional, misalnya: tidak mau meminta bantuan orang lain; dan (2) tekanan eksternal menyangkut: (a) karakteristik pekerjaan, misalnya batas waktu yang ketat dan sedikit kendali; (b) lingkungan fisik, seperti kebisingan dan kesesakan; (c) lingkungan sosial, misalnya kompetisi. Stres yang dialami konselor berdampak pada dinamika psikologis konselor sehingga konselor akan bereaksi baik secara fisik, emosi, kognitif maupun reaksi tingkah laku. Itu sebabnya setiap konselor yang rentan dengan stres perlu untuk memahami strategi coping untuk mereduksi stres agar tidak berdampak buruk baik terhadap individu konselor maupun kinerjanya. Strategi coping yang akan dikembangkan dalam mereduksi stres konselor adalah strategi yang diusulkan Aldwin & Yancura (2004) yaitu : (1) Problem focused coping : tindakan instrumental, meliputi perilaku dan kognitif bertujuan untuk memecahkan masalah, seperti mencari informasi, mengambil tindakan langsung, kadang-kadang menunda suatu tindakan, (2) Emotional focused coping : suatu strategi yang menekankan pada aspek emosi. Misalnya : pesan yang menunjukkan kasih, perhatian dan penghargaan, (3) Social support coping : strategi coping dalam konteks sosial, berupa dukungan nyata dari orang lain baik nasihat maupun rasa percaya yang perlu dibangkitkan, (4) Religious coping : suatu strategi dimana seseorang memiliki hubungan baik dengan Allah, tekun berdo’a, membaca kitab suci memiliki hubungan yang positif dengan kesehatan mental dan kinerja, (5) Meaning making (melakukan hal-hal yang bermakna). Mencari dan lakukan hal-hal yang bermakna, seperti: olah raga.
Salah satu bentuk olah raga yang telah terbukti mereduksi stress para professional,
guru dan konselor sekolah adalah T’ai Chi.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan metode studi deskriptif yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa 156
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
adanya hasil penelitian. Ketepatan penentuan metode ini didasarkan pada pendapat Winarno Surachmad (1982:139), bahwa aplikasi metode ini dimaksudkan untuk penyelidikan yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Pendapat sama dikemukakan oleh Nasution (1998:41) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi sosial dengan memusatkan pada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan pengaruh antara berbagai variabel. Pemilihan metode deskriptif dalam penelitian ini juga karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung di lingkungan sekolah. Penelitian dilakukan di SMP Negeri Kota Bekasi. Populasi pada penelitian adalah konselor/guru bimbingan konseling SMP Negeri Kota Bekasi yang berjumlah 105 konselor dari 39 SMP Negeri. Analisis statistik dalam pelaksanaan penelitian diawali dengan tahap mengumpulkan data melalui observasi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang keadaan konselor yang stres dan cara pengembangan strategi coping stress konselor. Pengumpulan data selanjutnya adalah pengukuran data awal untuk mengetahui gambaran tingkat stres dan strategi coping stress yang dimiliki oleh konselor yang dihimpun melalui angket stres dan coping stress. Berdasarkan data yang diperoleh disusun rumusan program strategi coping stress konselor. Program strategi coping stress dirancang agar dapat diaplikasikan kepada konselor untuk mengembangkan strategi coping yang dimiliki konselor dalam mereduksi stres yang dialaminya melalui bimbingan kelompok. Tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan program pengembangan strategi coping stress konselor melalui bimbingan kelompok. HASIL PENELITIAN 1. Profil Stres dan Coping Stress Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres konselor/guru bimbingan dan konseling SMPN Kota Bekasi sebanyak 59 orang atau 56% konselor/guru bimbingan dan konseling berada pada kategori tertinggi pada aspek fisik, dibandingkan dengan aspek perilaku 42% atau sebanyak 44 orang konselor; aspek emosional 40% atau sebanyak 42 orang konselor dan aspek kognitif 39% atau sebanyak 41 orang konselor. Artinya aspek fisik yang paling tinggi dampak dari stres konselor/guru bimbingan dan konseling SMP Kota Bekasi. Jika ditampilkan dalam gambar bagan batang (column) adalah sebagai berikut.
157
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Indikator yang pada umumnya menjadi gejala stres pada diri konselor/guru bimbingan dan konseling adalah konselor mengalami kelelahan fisik, gangguan pernafasan, gangguan kulit, ketegangan otot, sakit kepala dan gangguan tidur. Sedangkan indikator pada aspek perilaku, kognitif dan emosional cukup berpengaruh terhadap gejala stres yang dialami konselor/guru bimbingan dan konseling. Sedangkan hasil penelitian penyebab yang paling tinggi berpengaruh munculnya stres konselor/guru bimbingan dan konseling adalah karakteritik pekerjaan yakni 45% atau sebanyak 47 orang konselor dibandingkan dengan lingkungan sosial 42% atau sebanyak 44 orang konselor dan lingkungan fisik 40% atau sebanyak 42 orang konselor. Walaupun karakteristik pekerjaan merupakan penyebab tertinggi namun lingkungan sosial dan lingkungan fisik juga dapat menjadi pemicu karena persentase cukup tinggi. Hal ini berarti ketiga penyebab di atas cukup berpengaruh terjadinya stres konselor. Jika ditampilkan dalam gambar bagan batang (column) adalah sebagai berikut.
Indikator yang mempengaruhi penyebab stres secara umum adalah konflik dengan tujuan organisasi, tanggung jawab, tugas pekerjaan dan beban kerja. Indikator lingkungan fisik maupun lingkungan sosial ini pun dapat menjadi pemicu penyebab stres konselor karena berada pada persentase yang cukup berpengaruh. 158
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Strategi coping stress yang dimiliki konselor/guru bimbingan dan konseling adalah lebih tinggi pada religious coping 55% atau sebanyak 57 orang konselor dibandingkan dengan emosional focused coping 39% atau sebanyak 41 orang konselor, meaning making 39% atau 41 orang konselor, problem focused coping 37% atau sebanyak 39 orang konselor, social support coping 28% atau 29 orang konselor. Berarti strategi coping yang dimiliki konselor/guru bimbingan konseling cukup baik, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi strategi coping yang dimiliki, semakin rendah tingkat stress yang dialami. Oleh karena itu dampak stres konselor hanya 56% di aspek fisik saja. Sementara aspek lain di bawah 50% persen. Walaupun demikian penulis merasa perlu mengusulkan kiat untuk meningkatkan strategi coping guna mereduksi stres agar tidak meningkat. Strategi coping yang dimiliki masih berada di bawah 40%. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi agar menghambat stres yang cenderung meningkat. Strategi coping stress jika ditampilkan dalam gambar bagan batang (column) adalah sebagai berikut.
Berdasarkan data tersebut diatas dari semua aspek, aspek yang tertinggi dampaknya yaitu aspek fisik, sedangkan aspek yang lain perilaku, emosional, dan kognitif itu negatif artinya aspek-aspek tersebut berada kurang dari 50%, berarti konselor/guru bimbingan dan konseling sedikit yang mengalami stres pada aspek perilaku, emosional dan kognitif, namun diatas 50% rata-rata konselor/guru bimbingan banyak mengalami stres fisik. Apabila dihubungkan dengan penyebab stres mengapa mereka mengalami stres dan lebih banyak dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan, dimana profesi pekerjaan dan stres kerja memiliki keterkaitan satu sama lain karena karakteristik dari pekerjaan itu sendiri. Dari uraian di atas maka diperlukan program pengembangan strategi coping stress bagi konselor untuk meningkatkan semua strategi coping stress yang sudah dimiliki konselor/guru bimbingan dan konseling untuk dapat mereduksi stres yang efektif pada aspek keadaan fisik, karakteristik pekerjaan maupun aspek perilaku, kognitif, emosi, lingkungan fisik dan lingkungan sosial. 159
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
2. Program Pengembangan Strategi Coping Stress Konselor melalui Kelompok
Bimbingan
Program disusun secara sistematis sebagai upaya untuk mengembangkan strategi coping stress yang dimiliki konselor dalam mereduksi stres yang dialami. NO
NAMA KEGIATAN
1
What’s Problem ?
2
No Problem
3
The Struggle
4
Seek Help
5
The Time
6
Self Control
7
The Silent
8
Fun Sports
TUJUAN Konselor dapat memahami masalah sebagai suatu tantangan atau kesempatan a. Konselor menyadari bahwa cara pandang setiap orang berbeda b. Konselor mengetahui setiap orang mempunyai sikap yang berbeda dalam menghadapi masalah c. Konselor dapat berfikir lebih realistis dan bertindak tegas a. Konselor dapat menentukan pilihan hidupnya b. Setiap pilihan memiliki resiko c. Konselor dapat memilih alternative keputusan dengan baik d. Konselor dapat mengambil keputusan tanpa suatu konflik a. Konselor menyadari dirinya memerlukan dukungan b. Konselor dapat mengidentifikasi dukungan dan memperoleh dukungan yang paling efektif Konselor dapat menetapkan dan memutuskan tujuan hidup sehingga tetap teratur Konselor dapat memahami, menerima dan komitmen pada diri dalam menghadapi, mengatasi dan menyelesaikan permasalahan dirinya Konselor dapat memahami pentingnya suatu kelompok, komunikasi yang efektif diantara anggota kelompok dan meningkatkan kreativitas diri dan kelompok Konselor dapat mengatasi dan menumpas stres dengan cara berolah raga dan bermeditasi
160
METODE & TEKNIK Written (Listing Exercise) Diskusi Written (Listing Exercise) (Persepsi Gambar) Diskusi Problem Solving (Permainan Angka)
Social Learning (Diberikan perilaku baru, diharapkan dengan cara imitasi, observasi dan menyesuaikan diri dengan model yang dibuat) Movement (Gerak) (Permainan Empat Sudut)
Movement (Gerak) (Permainan Balon Tiup) Movement (Gerak) (Permainan Bola Bergulir)
Art & Crafts (Seni dan Kerajinan Tangan) (Permainan Berkarya Tanpa Bicara) Movement (Gerak) (Penghormatan pada Matahari) ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
3.
Hasil Uji Coba Program Pengembangan Strategi Coping Stress Konselor
Berdasarkan hasil uji coba program pengembangan strategi coping stress konselor didapat konselor/guru bimbingan dan konseling dalam menangani permasalahan yang berat dalam pekerjaannya, strategi coping yang dilakukannya adalah memfokuskan permasalahan dengan cara menyelesaikan masalah itu secara langsung sebanyak 75% dan 25% permasalahan itu ditunda dalam mengatasinya, berarti konselor dalam menyelesaikan permasalahan selalu terfokus dan penyelesaian permasalahannyapun langsung ditangani tanpa ditunda terlebih dahulu. Selain itu konselor menunjukkan adanya perkembangan dalam aspek kognitif dan perilaku dimana konselor memaknai perbedaan persepsi harus bisa disikapi dengan cermat, teliti, sabar, mau mencoba, percaya diri dan bisa mengambil hikmah dari suatu perbedaan; serta konselor dapat mempersiapkan diri untuk melakukan tindakan yang cepat, tepat, melakukan pengamatan dalam kehidupan dengan cara membuat suatu rencana awal yang matang, pengamatan, terfokus, konsentrasi penuh dalam menghadapi masalah, konsisten dalam bertindak, percaya diri dan mempunyai prinsip harus berhasil. Konselor dapat mempersiapkan diri untuk mengetahui dan memahami cara menghadapi masalah serta mengambil keputusan yang lebih baik dan positif didasarkan pada berfikir dan bertindak positif dalam menangani masalah, berpegang teguh pada prinsip, mempercayai diri sendiri, tidak mudah menyerah serta introspeksi diri sehingga bisa menjadikan hidup lebih beararti bagi diri sendiri dan orang lain. Konselor/guru bimbingan dan konseling dalam menangani permasalahan yang berat dalam pekerjaannya, strategi coping yang dilakukannya yaitu mencari dukungan sosial kepada pasangan hidup 70%, orang tua 60%, famili 40%, teman kerja 65% dan tokoh agama 30%, hal ini berarti konselor/guru bimbingan dan konseling membutuhkan seseorang untuk tempat sharing dan yang siap mendengarkan permasalahan dan membantu untuk mengatasinya paling banyak kepada pasangan hidup. Konselor/guru bimbingan konseling lebih memahami bagaimana mengotrol dirinya dalam menghadapi segala permasalahan dengan cara mengawali dengan ketenangan, kepercayaan diri yang tinggi, konsentrasi, tidak putus asa dan menyerah, berusaha dengan kerja keras dan strategi tepat diimbangi dengan kesabaran dalam menghadapi serta menyelesaikan permasalahan secara komunikatif, efektif dan efisien. Dalam melakukan kegiatan yang menyenangkan konselor/guru bimbingan dan konseling mengekepresikan dirinya melalui kegiatan membaca/menulis 10%, melakukan kegiatan hobi 40% dan berolahraga sambil bermeditasi 60% untuk mereduksi tekanan dalam menghadapi permasalahan yang berat. Berarti konselor/guru bimbingan konseling melakukan berolah raga dan bermeditasi merupakan strategi coping yang banyak dilakukan untuk mereduksi tekanan dalam pekerjaan. 161
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Semua kegiatan yang dijalani oleh guru bimbingan dan konseling/konselor selalu dilandasi dengan strategi coping religious yaitu dengan meminta bantuan kepada Tuhan yang Maha Esa dan berkeyakinan bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah tempat yang paling utama, tempat curahan hati, pendamai hati bagi setiap orang yang yakin akan segala kekuasaan dan pertolonganNya, dan hanya Dialah sebaik-baiknya penentu yang akan memberikan solusi dan pilihan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan setelah kita berusaha dengan bertawakal, sabar dan berserah diri. PENUTUP Pada umunya keadaan stres yang dialami oleh konselor/guru bimbingan dan konseling SMP Negeri Kota Bekasi termasuk dalam kategori tinggi pada aspek keadaan fisik, yang disebabkan munculnya stres paling tinggi pada aspek karakteristik pekerjaan dibandingkan dengan aspek kognitif, perilaku, emosional, lingkungan fisik maupun sosial. Strategi coping yang dimiliki oleh konselor/guru bimbingan konseling SMP Negeri Kota Bekasi dalam mereduksi stres yang paling tinggi pada aspek religious coping dibandingkan dengan strategi problem focused coping, emotional focused coping, social support coping dan meaning making coping. Berarti konselor/guru bimbingan dan konseling pada umumnya telah memiliki strategi coping yang baik dan berbeda-beda bergantung pada nilai adatif yang dimilikinya untuk mereduksi stres. Program pengembangan strategi coping stress yang di terapkan dalam penelitian ini menggunakan teknik bimbingan kelompok, dengan ciri khas yang dikembangkan adalah kegiatan pelatihan yang meliputi what’s problem, No Problem, Problem Solving, The Struggle, Seek Helf, The Time, Self Control, The Silent, Fun Sports menggunakan metode written, social leranig, movement, art & crafts, selama 12 jam, untuk mereduksi stres yang dialami konselor/guru bimbingan dan konseling pada aspek fisik, perilaku dan kognitif. Hasil uji coba program trategi coping stress dengan menggunakan teknik bimbingan kelompok dapat membantu konselor/guru bimbingan dan konseling mengeksplor perasaanperasaan tertekan, membantu meningkatkan motivasi, meningkatkan percaya diri dan bersosialisasi dengan lingkungan seprofesinya. Teknik bimbingan kelompok yang beragam semakin menambah konselor/guru bimbingan dan konseling lebih leluasa menyalurkan berbagai macam perasaan tertekan yang selama ini mengganggu secara perilaku, kognitif maupun fisik, akhirnya, bimbingan kelompok dapat mereduksi stres fisik, perilaku dan kognitif, serta meningkatkan strategi coping konselor/guru bimbingan dan konseling.
162
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
DAFTAR PUSTAKA Aldwin & Yancura. (2004). Coping. Encyclopedia of Applied Psychology Vol. 1.508. Atkinson M Jacqueline editor Saputra Lyndon. (1997). Mengatasi Tempat Kerja. Cooper,
Tangerang :
C. L., Dewe, P. J.,
Stress Di
Binarupa Aksara.
& O’Driscoll, M. P. (1991). Organizational
Stress: A Review and Critique of Theory, Research, and Applications. California: Sage Publications, Inc. Cooper, C. L., & Payne, R. (1994). Causes, Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd. Cohen B Adam & Harold G Koeing. (2004). Religion and Mental Health. Encyclopedia of applied Wilis
psychology volume 3. Elsevier inc.
Sofyan, S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Yususf Syamsu. (2009). Program BK Di Sekolah. Bandung : Rizqi Press.
BIODATA SINGKAT Penulis adalah Mahasiswa S2 Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
163
ISSN 1412-565X