Dominasi Perempuan dalam Film Jules et Jim Amanda Dwiarsianti, Diah Kartini Lasman Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas dominasi perempuan yang terdapat dalam film Jules et Jim. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu aspek naratif dan sinematografis, kemudian dianalisis menggunakan teori kajian sinema. Data-data itu juga dikaitkan dengan gambaran perempuan dalam hubungan poliamori serta dalam konteks masyarakat Prancis tahun 1920-an. Hasil penelitian menyatakan bahwa melalui analisis aspek naratif dan sinematografis ditemukan adanya dominasi tokoh-tokoh perempuan atas tokoh-tokoh laki-laki. Meskipun sama-sama dominan, tokoh-tokoh perempuan itu memiliki cara yang berbeda dalam menjalankan dominasinya. Adanya dominasi tokoh-tokoh perempuan mendukung kekhasan film Jules et Jim sebagai film Nouvelle Vague. Kata kunci: film; Nouvelle Vague; perempuan; poliamori
Women’s Domination in the Film Jules et Jim Abstract The focus of this study is to find the domination of women in the film Jules et Jim. This study uses qualitative method. The data in this study are divided into two categories: narrative aspect and cinematographic aspects before being analyzed using the theory of cinema studies. The data are also being associated with the image of women in polyamory relationship and in the context of French society in the 1920s. Through the analysis of both narrative and cinematographic aspect, the final results of this study show that the female characters in the film dominate the male characters, but each character has different way in dominating. The presence of women‟s domination asserts the character Nouvelle Vague in Jules et Jim. Keywords: film; Nouvelle Vague; polyamory; women
Pendahuluan Latar Belakang Masalah Film merupakan salah satu bentuk seni yang mampu menggambarkan kondisi sosial dan budaya masyarakat yang melatarbelakanginya. Kondisi sosial dan budaya masyarakat memberikan pengaruh besar pada sutradara dalam membuat karya (Phillips 375). Oleh karena itu, perubahan sosial dan budaya pada masyarakat akan turut menyebabkan perubahan dalam dunia perfilman.
1 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Perang Dunia II memberikan pengaruh yang besar bagi Prancis. Setelah mengalami kerugian dalam bidang ekonomi akibat kerusakan dan hutang, Prancis melakukan pembangunan yang menimbulkan transformasi dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial, seni, dan budaya, sejak akhir tahun 1940-an hingga tahun 1960-an. Dalam bidang ekonomi, terjadi regenerasi ekonomi dan modernisasi yang membawa Prancis masuk ke dalam era konsumerisme yang ditandai dengan meningkatnya penjualan mobil dan televisi (Hayward 214). Dalam bidang seni, tahun 1950-an ditandai dengan berbagai inovasi, seperti kemunculan genre Nouveau Roman dalam sastra dan kemunculan teater absurd dan Nouveau Théâtre dalam teater (Neupert 16). Seiring dengan perkembangan seni dan budaya, berkembang pula kritik seni dan budaya yang didorong oleh kemunculan cendekiawancendekiawan baru dan majalah-majalah mingguan baru, seperti Elle (1945), Paris-Match (1949), dan L’Express (1953). Berbagai transformasi itu turut menyebabkan perubahan dalam sinema Prancis, yaitu munculnya aliran baru, Nouvelle Vague. Nouvelle Vague merupakan gerakan perfilman Prancis yang muncul pada akhir tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an yang ditandai dengan semangat independen, biasanya direkam menggunakan kamera tangan dan pencahayaan seadanya (Phillips 263). Kemunculan aliran ini dilatarbelakangi oleh perkembangan kritik film di Prancis yang didorong oleh pendirian klub-klub film dan majalah kritik film pada kurun waktu tahun 1946 hingga 1955. Pada tahun 1951, André Bazin dan Jacques Doniol-Valcroze menerbitkan majalah kritik film, Cahiers du cinéma. Penulis di Cahiers du cinéma ini kebanyakan kritikus muda, seperti JeanLuc Godard, François Truffaut, Claude Chabrol, dan Jacques Rivette. Mereka secara berani menyampaikan kritik tajam terhadap film-film Prancis yang dinilai tidak orisinil. Cahiers du cinéma menjadi satu-satunya majalah yang gencar menyerukan perubahan dalam sinema Prancis (Neupert 32). Kritikus Cahiers du cinéma menekankan pada pentingnya film d’auteur1 dan mise-enscène2. Film-film Nouvelle Vague diproduksi dengan anggaran yang rendah. Nouvelle Vague memiliki kekhasan dalam aspek naratif dan sinematografis. Pada aspek sinematografis, kekhasan Nouvelle Vague terlihat dari adegan-adegannya yang cepat, gerak kamera yang dinamis, shot-shot panjang dengan gerak tracking, teknik penyuntingan jump cut dengan shotshot pendek, serta direkam dengan kamera tangan. Pada aspek naratif, skenario film-film 1
Film d’auteur menekankan pada peran sutradara sebagai „penulis‟ film. Film memang merupakan hasil kerja kolektif, namun sutradara tetap memegang peranan penting dalam mengontrol segala proses produksi film, mulai dari naskah hingga pengadeganan (Phillips 264) 2 Mise-en-scène dapat diartikan sebagai tata pemanggungan. Mise-en-scène meliputi latar, pemeran, kostum, tata cahaya, komposisi, dan pergerakan dalam satu frame (Phillips 9) 2 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Nouvelle Vague orisinil atau berdasarkan teks lain dengan interpretasi kreatif. Alur pada filmfilm Nouvelle Vague tidak selalu linear. Dari segi tema, film-film Nouvelle Vague berbicara tentang realitas masyarakat Prancis pada tahun 1960-an yang sedang mengalami transformasi dan tidak stabil (Hayward 220). Tema-tema yang sering diangkat, yakni hubungan antarmanusia, eksistensialisme, serta kritik sosial. Film-film Nouvelle Vague juga banyak mengangkat masalah-masalah anak muda dan kehidupan kontemporer. Tema seksualitas tidak lagi dianggap tabu. Film Nouvelle Vague banyak menampilkan tokoh perempuan yang memiliki karakter kuat (Clouzot 28). Perempuan dalam film-film Nouvelle Vague memiliki posisi yang kuat serta memiliki kebebasan, termasuk kebebasan dalam mengekspresikan seksualitasnya. Salah satu film Nouvelle Vague yang memiliki tokoh perempuan yang memiliki posisi kuat adalah Jules et Jim. Film ini disutradarai oleh François Truffaut dan dibintangi oleh Oskar Werner sebagai Jules, Henri Serre sebagai Jim, dan Jeanne Moreau sebagai Catherine. Jules et Jim disebut sebagai mahakarya dari Truffaut karena Truffaut berhasil mengombinasikan nostalgia dan modernisme. Jules et Jim mengisahkan cerita yang berlatar di tahun 1910-an, namun dikemas dengan gaya yang modern (Neupert 205). Jules et Jim menjadi film yang paling sering diasosiasikan dengan Nouvelle Vague bersama dengan A Bout de Souffle karya Jean-Luc Godard (Wiegand dan Campbell 88). Jules et Jim yang dirilis pada tahun 1961 diangkat dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Henri-Pierre Roché yang diterbitkan pada tahun 1953. Novel Jules et Jim merupakan semi autobiografi yang menceritakan kehidupan nyata Roché yang menjalani hubungan terbuka bersama dengan Franz Hessel dan Helen Hessel (81). Film Jules et Jim berlatar kota Paris di tahun 1912 hingga tahun 1920-an. Film ini mengisahkan dua orang penulis yang bersahabat, yaitu Jules, seorang keturunan JermanAustria, dan Jim, seorang keturunan Prancis. Kehidupan Jules dan Jim diwarnai oleh kehadiran perempuan-perempuan yang menjalin hubungan dengan mereka. Terdapat tiga tokoh perempuan dalam film ini, yaitu Thérèse, Gilbert, dan Catherine. Di awal film diceritakan bahwa Jules sempat menjalin hubungan dengan Thérèse, namun hubungan itu gagal karena Thérèse pergi dengan laki-laki lain. Di saat yang sama, Jim sedang menjalani hubungan dengan Gilberte. Suatu ketika, Albert, teman dari Jules, memperlihatkan kepada Jules dan Jim foto-foto patung yang ada di sebuah museum di Pulau Adriatik. Jules dan Jim terpikat pada salah satu patung perempuan yang ditunjukkan Albert. Ketertarikan itu mendorong mereka pergi langsung ke Pulau Adriatik untuk melihat langsung patung itu. Ketika mereka kembali lagi ke Paris, mereka bertemu dengan Catherine yang memiliki mata 3 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
dan senyum yang sama seperti patung itu. Mereka bertiga banyak menghabiskan waktu bersama, namun akhirnya Jules yang menikahi Catherine. Perang Dunia I pun pecah sehingga Jules dan Jim terpisah. Setelah perang selesai, mereka kembali bertemu di rumah Jules dan Catherine di Rhin. Pada saat itulah hubungan antara Catherine dan Jim dimulai. Jules memberikan restu pada hubungan itu karena ia tidak ingin Catherine pergi meninggalkannya. Di saat yang sama, Catherine juga menjalin hubungan dengan Albert dan Jim masih menjalin hubungan dengan Gilberte. Tokoh-tokoh dalam film Jules et Jim menjalani sebuah hubungan yang disebut sebagai hubungan poliamori. Menurut Sheff (2005), poliamori adalah sebuah bentuk hubungan yang di dalamnya terdapat orang-orang yang dapat memiliki beberapa pasangan romantis atau seksual secara bersamaan dengan sepengetahuan semua pihak (2). Poliamori memungkinkan perempuan untuk lebih bebas dalam menunjukkan kekuatan mereka dan mengekspresikan seksualitas mereka (13). Pada masa tahun 1912 hingga awal tahun 1920-an, masih terdapat kesenjangan gender di masyarakat Prancis akibat budaya patriarki. Perempuan belum memiliki kebebasan dan masih inferior dibandingkan laki-laki dalam berbagai bidang, seperti hukum, pendidikan, dan pekerjaan. Dalam pernikahan pun, laki-laki superior dibanding perempuan. Tugas laki-laki adalah mengatur rumah tangga, sedangkan tugas perempuan adalah mematuhi suaminya (Zeldin 399). Jika laki-laki melakukan perzinaan, hal itu dianggap sebagai hal yang wajar. Akan tetapi, jika perempuan yang melakukan perzinaan, perempuan itu akan dianggap lebih bersalah (McMillan 58). Jika terbukti bersalah, perempuan akan dihukum selama tiga hingga 24 bulan, sedangkan laki-laki yang terbukti bersalah akan dibebaskan. Selain itu, apabila ada laki-laki yang memiliki istri yang berzina lalu ia membunuhnya, laki-laki itu tidak akan dinyatakan bersalah atas pembunuhan. Akan tetapi, dalam keadaan sebaliknya, perempuan tidak boleh menyerang suaminya apabila suaminya berzina (Zeldin 400). Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana dominasi perempuan digambarkan dalam film Jules et Jim. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu memaparkan bagaimana dominasi perempuan digambarkan pada film Jules et Jim. 4 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Tinjauan Teoritis Kajian Film Film memiliki dua aspek, yaitu aspek naratif dan sinematografis. Menurut Boggs dan Petrie, aspek naratif terdiri atas tema, alur, latar, dan penokohan. Film bergantung pada alur sebagai susunan bagian-bagian estetis dan logis yang bertujuan untuk memberikan pengaruh emosional, intelektual, dan dramatis bagi penonton (54). Alur dapat berupa linear atau nonlinear. Terdapat variasi alur non-linear, yaitu in media res, flashback, dan flashforward (56). Akan tetapi, baik alur linear maupun non-linear, keduanya sama-sama terdiri atas elemen pemaparan (exposition), gawatan (complication), klimaks (climax), dan penyelesaian (dénouement) (55). Berkaitan dengan alur, sekuen adalah satuan isi cerita yang membentuk sebuah kesatuan dan mengekspresikan suatu ide yang utuh. Phillips memiliki model analisis sekuen yang berupa tabel (326). Contoh tabel analisis sekuen dari Phillips adalah sebagai berikut: Sekuen
Waktu Sekuen
Peristiwa
Signifikasi Kolom signifikasi merupakan kolom yang berisi penjelasan tentang makna sekuen itu. Salah satu bagian penting lain dalam aspek naratif film adalah penokohan. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memahami penokohan, yaitu melalui penampilan, dialog, tindakan (eksternal dan internal), reaksi tokoh lain, kontras, karikatur dan leitmotif, serta pilihan nama (Boggs dan Petrie 60-67). Selain alur dan penokohan, latar juga termasuk ke dalam aspek naratif film. Latar adalah tempat dan waktu berlangsungnya peristiwa dalam film (101). Ada empat faktor latar yang mempengaruhi keutuhan cerita: faktor waktu, faktor geografis, struktur sosial dan faktor ekonomi, serta adat istiadat, sikap moral, dan aturan dalam berperilaku. Menurut Boggs dan Petrie, latar memiliki beberapa fungsi: determinasi tokoh, refleksi tokoh, kesan nyata, dampak visual yang lebih besar, dampak emosional, simbol, dan mikrokosmos (101-105). Selain aspek naratif, film juga memiliki aspek sinematografis. Nouvelle Vague adalah aliran yang memiliki kekhasan dalam gaya sinematografis. Nouvelle Vague menekankan pada pentingnya film d’auteur, yaitu peran sutradara sebagai penulis film (Phillips 264). Gagasan itu dicetuskan oleh François Truffaut dalam artikelnya yang berjudul “Une certaine tendance du cinéma” (1954). Truffaut menyatakan bahwa film merupakan media yang tepat bagi
5 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
sutradara untuk mengekspresikan gagasannya. Dengan demikian, berdasarkan konsep film d’auteur, sutradara harus menunjukkan ciri khasnya dalam filmnya. Dalam gaya sinematografis, ciri khas sutradara dapat terlihat dari berbagai sisi. Ciri itu dapat muncul misalnya dari kecenderungan sutradara dalam meletakkan tokoh dan objek dalam satu frame, penggunaan sudut pandang kamera, shot, gerak kamera, teknik penyuntingan, atau pencahayaan (371). Gerak kamera ada beberapa macam, yaitu panning, tilt, tracking, dan zoom. Sudut pandang kamera merupakan posisi kamera dan bagaimana kamera memandang peristiwa yang sedang terjadi, serta kaitannya dengan keterlibatan penonton. Ada empat macam sudut pandang kamera, yaitu sudut pandang objektif, subjektif, subjektif tidak langsung, dan interpretasi sutradara (126). Shot adalah jarak kamera terhadap objek. Ada berbagai macam shot, seperti extreme long shot, long shot, medium shot, medium close-up, close up, dan extreme close-up (Phillips 84-85). Potongan-potongan gambar dalam film disatukan dengan teknik penyuntingan. Terdapat beberapa jenis transisi antarshot: form cut, jump cut, fade in/fade out, dissolve, dan wipe (121-126). Selain transisi terdapat pula teknik penyuntingan yang dinamakan dengan continuity editing, yaitu penyambungan antarshot yang memungkinkan adanya kontinuitas waktu, tempat, dan peristiwa. Continuity editing memiliki beberapa variasi, yakni eyeline matches dan shot/reverse shot. Selain continuity editing, terdapat pula parallel editing atau cross-cutting, yaitu penyuntingan dua atau lebih peristiwa yang terjadi secara bersamaan dan saling terkait (121-138). Boggs dan Petrie menambahkan beberapa teknik transisi lain yang dapat memberi penekanan pada awal dan akhir frame, yaitu freeze frame dan thawed frame (213). Teknik penyuntingan lain yang dikemukakan Boggs dan Petie yaitu montase. Montase adalah kumpulan gambar dan suara tanpa pola yang jelas, namun memiliki kesamaan tema (215). Aspek visual lain yang juga berpengaruh dalam membangun suasana adegan adalah pencahayaan. Perbedaan intensitas, arah, dan pembagian pencahayaan dapat memberikan efek yang berbeda. Terdapat dua macam pencahayaan berdasarkan intensitas cahayanya, yaitu low-key lighting dan high-key lighting (115). Berdasarkan arah pencahayaan, terdapat overhead lighting, side lighting, backlighting, dan front lighting (116). Adapun berdasarkan pembagian cahaya, terdapat hard lighting, medium lighting, dan soft lighting (117).
6 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Poliamori Deborah Anapol (2010) mengutip definisi poliamori menurut Oxford Dictionary sebagai hubungan yang melibatkan dua orang atau lebih yang saling memiliki kedekatan emosional dalam waktu bersamaan sebagai alternatif dari hubungan monogami; kegiatan yang di dalamnya terdapat beberapa hubungan seksual dengan sepengetahuan dan persetujuan semua pihak yang terlibat (3). Kata poliamori dalam bahasa Inggris „polyamory‟ berasal dari gabungan bahasa Yunani dan bahasa Latin, yaitu poly dari bahasa Yunani yang berarti banyak dan amory dari kata Latin yang berarti cinta. Istilah „polyamory‟ diciptakan oleh pasangan Morning Glory dan Oberon Zell pada akhir tahun 1980-an. Menurut Anapol, ada banyak alasan mengapa orang mau menjalani poliamori. Beberapa di antaranya: menarik perhatian orang yang diinginkan sambil berharap orang lain dalam hubungan itu akan menghilang ketika ia berhasil membuat komitmen dengan orang yang diinginkannya, mengobati luka masa kecil, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membesarkan anak, mencari topeng untuk menutupi adiksinya terhadap seks dan drama, mencari kesenangan atau melawan ketentuan agama, atau memenuhi hasrat seksual yang tidak dapat ia dapatkan hanya dari satu orang (19-20). Menurut Elisabeth Sheff (2005), studi mengenai poliamori dapat memperdalam pemahaman tentang subjektivitas seksual perempuan dan kekuasaan perempuan (3). Perempuan yang menjalani poliamori akan mampu memperkuat subjektivitas seksualitas mereka dengan terlibat dalam hubungan non-tradisional dalam upaya menolak objektivikasi seksual. Dengan melawan norma sosial konvensional, perempuan yang menjalani poliamori akan memperluas peran mereka, mengeksplorasi seksualitas mereka, terutama dalam hal biseksualitas, serta memperkuat kekuatan mereka (29). Kebanyakan perempuan yang menjalani poliamori merasakan kepuasan berkat kebebasan mereka dari peran-peran tradisional dalam masyarakat (9). Pemahaman gender dalam masyarakat menempatkan posisi perempuan inferior. Poliamori memungkinkan perempuan untuk menonjolkan dirinya dan menjadi superior (11). Poliamori juga memungkinkan perempuan untuk lebih bebas dalam mengekspresikan seksualitas mereka. Mereka menolak dikotomi yang menempatkan perempuan sebagai objek pasif dari hasrat seksual laki-laki. Perempuan yang menjalani poliamori cenderung memiliki hasrat seksual yang lebih tinggi daripada perempuan yang menjalani monogami (13). Perempuan yang memiliki kontrol lebih besar dalam seksualitas akan memiliki kekuatan yang lebih besar (22).
7 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell 4). Fenomena sosial dalam metode kualitatif akan diinterpretasikan sesuai dengan konteks sosial, budaya, dan historisnya (Neuman 158). Dalam metode kualitatif, analisis dilakukan melalui analisis tekstual dan gambar. (Creswell 24). Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian diharapkan mampu menjelaskan secara mendalam perempuan yang ditampilkan dalam film Jules et Jim berdasarkan konteks masyarakat Prancis. Penelitian akan dilakukan melalui analisis tekstual dan gambar. Dengan demikian, metode kualitatif adalah metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan teori pengkajian film, baik dari Boggs dan Petrie maupun dari Phillips. Pertama-tama, data dalam penelitian ini akan dikelompokkan ke dalam kategori aspek naratif dan sinematografis. Dalam menganalisis alur, data aspek naratif akan dianalisis menggunakan teori analisis sekuen dari Phillips. Berdasarkan analisis sekuen, terlihat bahwa film Jules et Jim terdiri atas 25 sekuen. Alur dalam film ini adalah alur linear, sehubungan dengan konfliknya yang berkembang sesuai tahapan berurutan, yaitu pemaparan, gawatan, klimaks, dan penyelesaian. Tahapan pemaparan berlangsung dari sekuen 1 sampai 8, tahapan gawatan berlangsung dari sekuen 9 sampai 22, tahapan klimaks berlangsung pada sekuen 23, dan tahapan penyelesaian berlangsung dari sekuen 24 sampai 25. Selanjutnya, dalam menganalisis tokoh dan latar, penelitian ini menggunakan teori dari Boggs dan Petrie. Berdasarkan intensitas kemunculannya, tokoh-tokoh dalam film Jules et Jim akan dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Terdapat enam tokoh dalam film Jules et Jim dengan pembagian tokoh utama yakni Jules, Jim, dan Catherine, serta tokoh bawahan yakni Thérèse, Gilberte, dan Albert. Analisis penokohan akan dilakukan berdasarkan deskripsi fisik dan watak, baik yang diketahui melalui dialog, tindakan eksternal, tindakan internal, reaksi tokoh lain, maupun pengontrasan dengan tokoh lain. Setelah itu akan dilakukan analisis latar. Latar dalam film Jules et Jim akan dibagi ke dalam dua bagian, yaitu analisis latar ruang dan analisis latar waktu. Analisis latar ruang akan difokuskan pada objek-objek latar yang memiliki peran dalam menunjukkan watak tokoh dan adanya dominasi perempuan dalam film Jules et Jim. Adapun untuk analisis latar waktu, oleh 8 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
karena pembagian waktu pagi, siang, dan malam tidak memberikan signifikasi tertentu, maka pembahasan latar waktu dalam film ini akan dibagi menjadi masa sebelum Perang Dunia I, Perang Dunia I, serta masa sesudah Perang Dunia I. Setelah analisis aspek naratif akan dilakukan analisis aspek sinematografis. Data aspek sinematografis akan dianalisis menggunakan teori dari Phillips dan Boggs dan Petrie. Data aspek sinematografis juga akan dibaca dengan teori film d’auteur dari Truffaut. Berdasarkan teori film d’auteur, terlihat bahwa Truffaut menunjukkan ciri khasnya melalui gaya sinematografisnya yang terlihat mulai dari gaya kamera, shot, teknik penyuntingan, sudut pandang kamera, hingga pencahayaan. Tiap aspek dalam film Jules et Jim, baik aspek naratif maupun aspek sinematografis, akan dikaitkan dengan gambaran perempuan dalam hubungan poliamori serta dalam konteks masyarakat Prancis.
Hasil Penelitian Analisis Alur Film Jules et Jim Berdasarkan analisis alur, dominasi perempuan dalam film Jules et Jim terlihat dari tahapan pemaparan hingga penyelesaian. Di dalam film ini terdapat tiga tokoh perempuan, yaitu Thérèse, Gilberte, dan Catherine. Ketiganya merupakan tokoh yang mendominasi, namun ketiganya memiliki cara yang berbeda dalam mendominasi. Pada tahapan pemaparan, sudah terlihat dominasi perempuan, yaitu dominasi Thérèse atas Jules dan dominasi Gilberte atas Jim. Pada tahapan ini, dapat terlihat cara Thérèse mendominasi, yaitu dengan bebas memilih laki-laki yang akan ia dominasi, kemudian bebas meninggalkan laki-laki itu kapanpun apabila ia sudah menemukan laki-laki lain yang dianggapnya menarik. Adapun Gilberte mendominasi Jim dengan membebaskan Jim, yang secara tidak langsung justru membuat Jim tidak pernah melupakannya. Dengan kata lain, Gilberte mengikat Jim dengan tipe hubungan tanpa ikatan. Kemudian, film memasuki tahapan gawatan yang menunjukkan dominasi perempuan yang lebih kuat. Dominasi perempuan berpengaruh pada perubahan pandangan para tokoh akan kehidupan berpasangan. Catherine mendominasi dengan menjalankan hubungan poliamori. Jules yang awalnya digambarkan memegang prinsip monogami, akhirnya menerima hubungan poliamori yang dijalankan Catherine dengan Albert dan dua laki-laki lain akibat rasa cintanya yang sangat besar pada Catherine. Adapun Jim yang awalnya digambarkan menjalani hubungan tanpa ikatan dengan Gilberte, akhirnya memegang prinsip monogami. Pada tahapan ini, Catherine juga mendominasi Jim. Hubungan mereka dimulai 9 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
setelah Jim bertemu kembali dengan Catherine pascaperang. Di saat hubungan mereka akan berlanjut ke jenjang pernikahan, muncul konflik baru yaitu keraguan Jim akan hubungannya dengan Catherine. Jim menyadari bahwa ia menginginkan hubungan monogami sehingga akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan Gilberte. Hal itu menunjukkan kegagalan dominasi Catherine atas Jim. Selain itu, hal itu juga menunjukkan bahwa Jim selalu berada di bawah dominasi Gilberte. Setelah itu, cerita memasuki tahapan klimaks pada saat Jim akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Catherine. Setelah Catherine gagal mendominasi Jim, Catherine tetap berusaha membuat Jim tunduk kepadanya. Peristiwa pada klimaks menunjukkan Catherine merasa tidak berdaya dalam kegagalannya mendominasi Jim sehingga ia merasa perlu mencari cara lain untuk mempertahankan dominasinya. Sebelumnya, Catherine menggunakan pesonanya sebagai senjata untuk mendominasi, namun ketika cara itu gagal, Catherine mencoba menggunakan senjata sungguhan, yaitu pistol. Akan tetapi, cara itu juga tidak berhasil. Setelah mencapai klimaks, ketegangan cerita mengalami penurunan dan memasuki tahapan penyelesaian. Pada sekuen 24, Catherine memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dan Jim dalam kecelakaan mobil yang disengaja. Catherine tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia tidak dapat mendominasi Jim. Keinginan Catherine untuk mendominasi begitu besar sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidup Jim dan hidupnya sebagai tanda bahwa ia memegang kendali atas Jim di akhir hidup Jim. Analisis Tokoh dalam Film Jules et Jim Terdapat total enam tokoh dalam film Jules et Jim dengan pembagian tiga tokoh utama dan tiga tokoh bawahan. Tokoh laki-laki berjumlah tiga orang, yaitu Jules, Jim, dan Albert. Tokoh perempuan juga berjumlah tiga orang, yaitu Catherine, Thérèse, dan Gilberte. Tokoh-tokoh perempuan dalam film ini muncul sebagai tokoh yang dominan. Dominasi tokoh perempuan terlihat dari kemampuan mereka menguasai laki-laki untuk mengikuti keinginan mereka. Ketiga tokoh perempuan menunjukkan watak yang bebas. Pemikiran tokoh-tokoh perempuan terhadap nilai pernikahan lebih terbuka. Mereka lebih terbuka pada hubungan poliamori daripada tokoh laki-laki. Akan tetapi, meskipun ketiganya sama-sama mendominasi, ketiganya memiliki watak yang berbeda. Thérèse memiliki watak yang spontan, suka bermain-main, dan dinamis. Watak Thérèse itu tercermin dalam dominasinya yang ia jalankan dengan berganti-ganti pasangan secara tiba-tiba. Berbeda 10 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
dengan Thérèse, Gilberte lebih menunjukkan watak yang sabar dan lembut. Lewat sikap tenangnya, Gilberte justru mampu mengikat Jim. Catherine memperlihatkan watak yang juga berbeda dari Thérèse dan Gilberte. Catherine memiliki watak berkemauan keras, dengan kata lain ia harus mendapatkan apa yang ia inginkan. Catherine juga memiliki keinginan untuk selalu menjadi yang pertama, serta ia memilki emosinya yang meledak-ledak. Watak Catherine itu dipengaruhi oleh obsesinya pada Napoléon Bonaparte. Dengan demikian, keinginan Catherine untuk menjadi pihak yang dominan begitu besar. Ia menjalankan dominasi dengan menjalin hubungan dengan banyak laki-laki dalam waktu bersamaan untuk mengukuhkan posisinya sebagai pihak yang dominan di antara banyak laki-laki. Adapun tokoh laki-laki memiliki watak yang lebih konservatif daripada tokoh perempuan. Jules adalah orang yang polos dan pemalu, terutama dalam urusan perempuan. Berbeda dengan Jules, Jim adalah orang yang lebih percaya diri dan dominan. Adapun Albert terlihat memiliki watak yang santai, tidak menunjukkan watak yang ambisius. Ketiganya mengalami perubahan pandangan akan hubungan berpasangan. Jules dan Albert pada awalnya menginginkan hubungan monogami, namun akhirnya mereka dapat menerima poliamori karena mereka sangat mencintai Catherine. Keterbukaan pada hubungan poliamori inilah yang menyebabkan Jules dan Albert dapat didominasi secara penuh oleh Catherine. Berbeda dengan Jules dan Albert, Jim tidak dapat menerima hubungan poliamori. Pada awalnya, Jim memiliki hubungan bebas, namun akhirnya ia menginginkan hubungan monogami. Keinginan Jim akan hubungan monogami inilah yang menyebabkan Jim ingin keluar dari dominasi Catherine yang poliamori dan tetap berada dalam dominasi Gilberte yang juga mau menjalani hubungan monogami. Meskipun demikian, pada akhirnya, usaha Jim untuk keluar dari dominasi Catherine gagal. Di akhir hidupnya, Jim kembali berada di bawah dominasi Catherine. Analisis Latar dalam Film Jules et Jim Latar dalam film Jules et Jim terbagi menjadi dua, yaitu latar ruang dan latar waktu. Latar ruang dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu latar ruang terbuka dan latar ruang tertutup. Yang termasuk latar ruang terbuka adalah pantai dan danau, tengah kota, dan sungai. Yang termasuk latar ruang tertutup adalah kamar Jules di rumahnya di Paris, kamar Gilberte, kafe, kamar Jules di rumahnya di Rhin, dan kamar Catherine di rumahnya di Rhin. Jules, Jim, dan Catherine hanya terlihat bersama-sama bertiga dalam ruang terbuka, bukan dalam kamar. Kamar adalah ruang personal. Oleh karena itu, tokoh-tokoh selalu terlihat 11 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
bersama dengan pasangan mereka masing-masing di dalam kamar. Dengan demikian, dominasi tokoh-tokoh perempuan terjadi di dalam kamar. Meskipun demikian, dominasi perempuan juga terlihat di latar terbuka. Di latar terbuka, Catherine tetap menunjukkan dirinya sebagai pihak yang dominan. Akan tetapi, Catherine hanya bisa menunjukkan dominasinya pada tempat-tempat yang tersembunyi, yaitu pantai, danau, dan sungai. Ketika mereka berada di antara orang lain, yaitu di tengah kota, Catherine tidak bisa menunjukkan diri sebagai pihak yang dominan karena tidak sesuai dengan keadaan sosial budaya masyakarat masa itu. Adapun latar waktu terbagi menjadi tiga, yaitu masa sebelum Perang Dunia I, Perang Dunia I, dan masa sesudah Perang Dunia I. Dalam film, masa sebelum Perang Dunia I menunjukkan kondisi stabil, masa Perang Dunia I menunjukkan kondisi damai, sedangkan masa sesudah Perang Dunia I menunjukkan kondisi tidak stabil. Keadaan pada masa sebelum Perang Dunia I dan masa sesudah Perang Dunia I dalam film memiliki kesamaan kondisi dengan realita, sedangkan keadaan pada Perang Dunia I di film menunjukkan kondisi yang berkebalikan dengan realita. Berdasarkan analisis latar waktu, dominasi perempuan hanya terlihat pada masa sebelum Perang Dunia I dan masa sesudah Perang Dunia I. Tidak adanya dominasi perempuan pada Perang Dunia I dapat dikaitkan dengan eratnya perang dengan maskulinitas. Analisis Aspek Sinematografi dalam Film Jules et Jim Berdasarkan hasil analisis, Truffaut beberapa kali menggunakan teknik yang sama pada adegan-adegan yang telah dipaparkan di atas. Kesamaan itu menunjukkan gaya Truffaut untuk memberikan ciri khas pada karyanya. Dalam hal gerak kamera, Truffaut banyak menggunakan panning dan zoom. Gerakan panning yang digunakan Truffaut pada adegan yang melibatkan Thérèse dan Gilberte menunjukkan cara dominasi yang berbeda yang dijalankan keduanya. Pada adegan yang melibatkan Thérèse, gerakan panning yang dilakukan adalah panning yang cepat dan panning 360 derajat. Hal itu menunjukkan cara dominasi Thérèse yang dinamis. Berbeda dengan Thérèse, adegan-adegan yang melibatkan Gilberte menggunakan panning dalam kecepatan yang biasa, cenderung lambat. Hal itu menunjukkan bahwa Gilberte menjalankan dominasi dengan cara yang tenang. Akan tetapi, ketika Thérèse sudah mengalami perubahan pandangan tentang hubungan berpasangan, gerak kameranya tidak lagi menggunakan gerakan panning yang cepat.
12 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Dalam hal shot, Truffaut menggunakan variasi shot, mulai dari ELS, LS, MS, MC-U, CU, hingga E-CU. Variasi shot digunakan untuk memperlihatkan perbedaan intensitas hubungan yang ada. Frame-frame yang memperlihatkan Jules, Jim, dan Catherine bersamaan biasanya diambil dengan shot LS. Hal itu menunjukkan bahwa ketika mereka sedang bertiga bersama-sama, interaksi yang terjadi santai, tidak melibatkan emosi. Sebaliknya, frame-frame yang memperlihatkan dua orang, biasanya diambil dengan MS hingga CU untuk menampilkan emosi. Dominasi perempuan tetap dapat terlihat, baik dalam shot LS maupun shot MS hingga EC-U. Dalam hal teknik penyuntingan, Truffaut banyak menggunakan teknik jump cut. Dari hasil analisis, terdapat tujuh adegan yang menggunakan jump cut. Truffaut menggunakan teknik jump cut sebagian besar pada adegan-adegan yang melibatkan Catherine. Hal itu memiliki tujuan untuk memberikan penekanan pada pesona Catherine yang begitu mengagumkan. Selain itu, jump cut juga digunakan untuk menggambarkan sifat Catherine yang spontan dan ingin menjadi pusat perhatian. Enam dari tujuh adegan yang menggunakan teknik jump cut adalah adegan yang melibatkan Catherine. Dengan demikian, jump cut menggambarkan bahwa dominasi Catherine dijalankan lewat pesonanya yang begitu besar dan wataknya yang tidak terduga. Selain teknik penyuntingan jump cut, Truffaut juga menggunakan freeze frame. Membekunya frame selama beberapa detik memberikan kesan akan sesuatu yang abadi. Freeze frame pada adegan ekspresi wajah Catherine memberikan makna bahwa pesona Catherine bersifat abadi dan selalu melekat dalam benak Jules dan Jim sehingga Catherine menggunakannya sebagai cara mendominasi mereka. Ciri lain Truffaut yang terdapat pada film ini adalah montase pada sekuen Perang Dunia I. Pada montase itu, Truffaut menggabungkan adegan film dengan cuplikan dokumenter perang yang sesungguhnya. Montase itu digunakan untuk memperlihatkan kontras antara keadaan perang yang kacau dan keadaan Jules dan Jim bersama dengan pasangan mereka masing-masing yang berjalan dengan tenang. Hal itu menunjukkan tidak adanya dominasi pada saat perang. Salah satu cara lain yang digunakan Truffaut untuk menggambarkan besarnya dominasi Catherine atas Jules, yaitu pada saat Truffaut membuat frame mengecil, menyisakan ruang yang hanya memperlihatkan Catherine dan Jules. Dalam hal sudut pandang, film ini memang lebih banyak menggunakan sudut pandang objektif, namun ada beberapa adegan yang menggunakan sudut pandang subjektif. Penggunaan sudut pandang subjektif bertujuan untuk mengajak penonton turut merasakan kekaguman Jules dan Jim pada pesona Catherine yang membawa mereka pada dominasi 13 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Catherine. Dalam hal pencahayaan, Truffaut menggunakan variasi pencahayaan untuk menunjukkan dominasi perempuan. Pada adegan-adegan yang melibatkan tiga tokoh atau lebih, biasanya pencahayaan yang digunakan terang, tanpa memberikan fokus terang hanya kepada satu subjek. Hal itu memperlihatkan suasana yang netral, tanpa ada dominasi. Sebaliknya, pada adegan-adegan yang melibatkan dua orang, Truffaut biasanya menggunakan pencahayaan yang berbeda untuk menunjukkan dominasi. Ketika tokoh perempuan berusaha untuk menunjukkan dirinya adalah yang dominan, Truffaut memberikan cahaya yang lebih terang pada tokoh itu. Sementara itu, ketika tokoh perempuan sudah berhasil memasukkan tokoh laki-laki ke dalam dominasinya, Truffaut menggunakan cahaya yang redup untuk menggambarkan bahwa dominasi itu seperti perangkap yang mengikat laki-laki.
Kesimpulan Dominasi perempuan yang terdapat dalam film Jules et Jim terlihat baik dari aspek naratif maupun dari aspek sinematografis. Berdasarkan hasil analisis aspek naratif, dominasi perempuan terlihat dari alur, tokoh, dan latar. Pada aspek alur, dominasi perempuan sudah terjadi sejak tahapan pemaparan hingga penyelesaian. Ketiga tokoh perempuan menjalankan dominasi atas tokoh laki-laki dengan cara yang berbeda-beda. Thérèse mendominasi dengan berganti-ganti pasangan. Gilberte menjalankan dominasinya atas Jim lewat kebebasan yang ia berikan pada Jim. Catherine menjalankan dominasi dengan menjalin hubungan dengan banyak laki-laki dalam waktu bersamaan demi menetapkan posisinya sebagai pihak yang dominan di antara banyak laki-laki. Dominasi dari aspek tokoh terlihat dari watak ketiga tokoh perempuan yang menunjukkan watak bebas dan memegang kendali atas tokoh laki-laki. Mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka tentang hubungan poliamori dibanding tokoh laki-laki. Meskipun demikian, ketiganya memiliki watak yang berbeda. Thérèse mendominasi dengan watak yang spontan, suka bermain-main, dan dinamis. Adapun Gilberte lebih menunjukkan watak yang sabar dan lembut. Catherine memiliki watak berkemauan keras. Ia memiliki keinginan untuk selalu menjadi yang pertama sehingga ia memiliki keinginan yang besar untuk selalu menjadi yang dominan. Pada aspek latar ruang, dominasi perempuan terlihat baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup. Namun demikian, dominasi yang dilakukan di ruang terbuka cenderung dilakukan di tempat yang tersembunyi. Hal itu disebabkan masih inferiornya posisi perempuan Prancis pada masa itu. Pada aspek latar waktu, dominasi perempuan hanya terlihat 14 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
pada masa sebelum Perang Dunia I dan masa sesudah Perang Dunia I. Adapun pada masa Perang Dunia I, tidak terlihat adanya dominasi perempuan. Hal itu dapat dikaitkan dengan identiknya perang dengan maskulinitas. Berdasarkan hasil analisis aspek sinematografis, gaya sinematografi Truffaut sebagai auteur film Jules et Jim memperlihatkan dominasi perempuan pada film ini. Pada aspek sinematografis, dominasi perempuan terlihat dari gerak kamera, shot, teknik penyuntingan, sudut pandang, dan pencahayaan. Dominasi perempuan dari aspek gerak kamera terlihat dari penggunaan variasi gerak kamera untuk menunjukkan perbedaan watak tokoh perempuan. Pada adegan yang melibatkan Thérèse, gerakan panning yang dilakukan adalah panning yang cepat untuk menunjukkan cara dominasi Thérèse yang dinamis. Sementara itu, adegan-adegan yang melibatkan Gilberte menggunakan panning dalam kecepatan yang biasa, cenderung lambat. Hal itu menunjukkan bahwa Gilberte menjalankan dominasi dengan cara yang tenang. Dalam hal shot, Truffaut menggunakan variasi shot, mulai dari ELS, LS, MS, MC-U, CU, hingga E-CU untuk menunjukkan intensitas hubungan antartokoh. Intensitas hubungan antartokoh semakin kuat seiring dengan semakin dekatnya subjek dengan kamera. Frameframe yang memperlihatkan Jules, Jim, dan Catherine bersamaan biasanya diambil dengan shot LS. Hal itu menunjukkan bahwa ketika mereka sedang bertiga bersama-sama, interaksi yang terjadi santai, tidak melibatkan emosi. Sebaliknya, frame-frame yang memperlihatkan dua orang, biasanya diambil dengan MS hingga CU untuk menampilkan emosi. Dominasi perempuan tetap dapat terlihat, baik dalam shot LS maupun shot MS hingga EC-U. Pada aspek teknik penyuntingan, Truffaut banyak menggunakan teknik jump cut dan freeze frame untuk menunjukkan dominasi perempuan. Jump cut digunakan untuk memperkuat pesona Catherine yang digunakan sebagai alat untuk mendominasi laki-laki. Jump cut juga digunakan untuk menekankan watak ingin selalu menjadi pusat yang dimiliki Catherine. Selain jump cut, Truffaut juga menggunakan freeze frame. Freeze frame digunakan untuk memberikan makna bahwa pesona Catherine bersifat abadi dan selalu melekat dalam benak Jules dan Jim sehingga Catherine menggunakannya sebagai cara mendominasi mereka. Dominasi perempuan juga terlihat dari penggunaan sudut pandang subjektif untuk mengajak penonton berpartisipasi melalui pandangan Jules dan Jim. Melalui pandangan Jules dan Jim itu, terlihat bahwa mereka sangat terpesona pada Catherine sehingga bisa masuk pada dominasinya. Truffaut juga menggunakan pencahayaan untuk menunjukkan dominasi perempuan. Truffaut lebih memainkan pencahayaan pada adegan-adegan yang melibatkan dua orang untuk menunjukkan dominasi. Ketika tokoh perempuan berusaha untuk 15 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
menunjukkan dirinya adalah yang dominan, Truffaut memberikan cahaya yang lebih terang pada tokoh itu. Sementara itu, ketika tokoh perempuan sudah berhasil memasukkan tokoh laki-laki ke dalam dominasinya, Truffaut menggunakan cahaya yang redup untuk menggambarkan bahwa dominasi itu seperti perangkap yang mengikat laki-laki. . Munculnya tokoh perempuan yang memiliki posisi kuat adalah salah satu ciri Nouvelle Vague. Meskipun Jules et Jim berlatar tahun 1920-an, yaitu masa ketika posisi perempuan masih inferior, tokoh-tokoh perempuan di film ini memiliki posisi yang kuat. Pada masa itu, masih terdapat kesenjangan gender dalam masyarakat Prancis. Perempuan adalah pihak yang inferior dibanding laki-laki dalam berbagai bidang, termasuk pernikahan. Perzinaan adalah hal yang sungguh terlarang untuk dilakukan oleh seorang perempuan. Perempuan yang terbukti melakukan perzinaan harus menjalani hukuman. Akan tetapi, dalam film ini dapat ditemukan situasi yang sungguh berbeda dari kondisi sosial masyarakat Prancis pada masa itu. Hal yang dapat terlihat dalam film ini adalah kebebasan perempuan dalam kehidupan berpasangan, bahkan dalam pernikahan. Tokoh-tokoh perempuan bebas memilih pasangan mereka. Mereka terbuka pada hubungan poliamori. Sheff menyatakan bahwa perempuan yang menjalani poliamori akan menjadi pihak yang superior. Pernyataan Sheff itu dapat terlihat dalam film ini. Dalam film, tokoh-tokoh perempuan muncul sebagai pihak yang superior dan laki-laki adalah pihak yang didominasi. Kekuatan tokoh perempuan bukan hanya terlihat dari kemampuan mereka mengendalikan laki-laki untuk mengikuti kemauan mereka, namun juga kemampuan mereka melawan norma sosial maupun norma hukum yang diterapkan di masyarakat pada masa itu. Saran Skripsi ini masih memiliki keterbatasan dalam kajian sosiologis. Masih ada aspek sosiologis yang dapat digali secara lebih lanjut untuk menjadikan penelitian ini lebih komprehensif. Diharapkan pada penelitian selanjutnya yang akan dilakukan, kajian sosiologis dalam film ini dapat dianalisis secara lebih mendalam. Daftar Referensi Anapol, Deborah. Polyamory in the 21st Century: Love and Intimacy with Multiple Partners. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., 2010 Boggs, Joseph M., dan Dennis W. Petrie. The Art of Watching Films. New York: McGrawHill, 2004 16 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Clouzot, Claire. Le cinema francais depuis la Nouvelle Vague. Paris : F. Nathan, 1972 Creswell, John W. Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Metode Campuran. (Terj. dari Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Wafaid, Ahmad). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010 Furet, François. Dictionnaire critique de la Révolution française. Paris : Editions Flammarion, 1989 Hayward, Susan. Cinema Studies : The Key Concepts. London: Routledge, 2006 -------------. French National Cinema. London: Routledge, 1993 Husen, Ida Sundari. Mengenal Pengarang-Pengarang Prancis dari Abad ke Abad. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001 McMillan, James.F. Twentieth Century France: Politics and Society 1898- 1991. New York: Oxford University Press, Inc., 1992 Mesplomb, Frederic Gimello. Sex and Women Images in the French New Wave Cinema: An Example of Non-Domination?. (n.d). 5 Oktober 2012.
Neuman, W.Lawrence. Social Research Approaches. Boston: Pearson, 2006
Methods:
Qualitative
Neupert, Richard. A History of the French New Wave Cinema. Chicago: Wisconsin Press, 2009
and
Quantitave
University
of
Phillips, William H. Film An Introduction. Boston: Bedford/ St. Martin‟s, 1999 Priyadi, Sigit. “Kehidupan Serangga Capung yang Memukau” (2011). Sheff, Elisabeth. “Polyamorous Women, Sexual Subjectivity and Power”. Journal Contemporary Etnography, Vol. XX No X (2005): 1-34
of
Stam, Robert. François Truffaut and Friends: Modernism, Sexuality, and Film Adaptation. New Jersey: Rutgers University Press, 2006 Truffaut, François. “Une certaine tendance du cinema”. Cahiers du cinéma, no. 31 (1954) : 26-27 Wiegand, Chris dan Mark Campbell. French New Wave. Chicago: Oldcastle, 2001 Zeldin, Theodore. Histoire des passions françaises (1848-1945). 1 Jil. Paris : Seuil, 1980
17 Dominasi perempuan..., Amanda Dwiarsianti, FIB UI, 2013
Éditions du