DISERTASI – PA3352
RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA Nama: Mohamad Muqoffa NRP:3204 301 001 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Happy Ratna Santosa, M.Sc, Ph.D Prof. Ir. Johan Silas
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang •
Sejalan dengan perkembangan usaha batik yang semakin membaik, maka memberi implikasi pada penataan peruangan; yakni pendhapa berubah menjadi showroom, hal itu berarti menyebabkan berubahnya ranah gender pada pendhapa, dari maskulin menjadi feminin.
•
Pemahaman rumah Jawa secara tradisi menempatkan pendhapa pada ranah maskulin (Tjahyono, 1986, Santosa, 2000).
•
Hubungan gender dengan rumah Jawa sebagai rona (setting) budaya.
2. Kampung Laweyan dalam Konteks Kesejarahan Surakarta
Peta lama yang mendiskripsikan bahwa Kampung Laweyan sudah ada pada saat periode Desa Sala. (digambar ulang berdasarkan Babad Sala: Sajid, 1984)
3. Rumah Jawa dan Hubungan Gender •
• •
Fenomena rumah Jawa dan gender memuat prinsip dualitas yang mengacu pada peran laki-laki–perempuan. Rumah dalam budaya Jawa merupakan realisasi dari konsep berumah tangga yang memuat berbagai makna simbolik (Silas, 1983). Terminologi rumah dalam konteks budaya Jawa dikenal dengan penyebutan omah, grha/griya, dan dalem (Prijotomo, 2006) Beberapa rumah di Laweyan yang masih melakukan proses produksi batik telah merubah penggunaan ruang sedemikian rupa untuk mengakomodir kegiatan proses batik.
4. Konteks Periode Waktu Proses Penelitian •
Penelitian diselenggarakan dengan mengamati rumah Jawa di Laweyan pada konteks waktu saat penelitian lapangan dilakukan, dan merujuk pada latar sosial-budaya hingga dua generasi sebelumnya.
5. Perumusan Masalah
1.
Bagaimana pemahaman penghuni tentang konsep rumah yang mereka huni, ditinjau dari dinamika peruangan sebagai dampak hubungan gender pada rumah Jawa di Laweyan pada konteks masa kini?
2.
Bagaimana menjelaskan dinamika peruangan pada rumah Jawa di Laweyan sebagai dampak hubungan gender pada konteks masa kini?
3.
Bagaimana menjelaskan konsep rumah Jawa di Laweyan ditinjau dari dinamika peruangan sebagai dampak hubungan gender pada konteks masa kini?
6. Tujuan 1.
Untuk mendapatkan pengetahuan perihal pemahaman penghuni tentang konsep rumah yang mereka huni, ditinjau dari dinamika peruangan sebagai dampak dari hubungan gender pada rumah Jawa di Laweyan pada konteks masa kini.
2.
Untuk mendapatkan penjelasan tentang dinamika peruangan pada rumah Jawa di Laweyan sebagai dampak dari hubungan gender pada konteks masa kini.
3.
Untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep rumah Jawa di Laweyan yang telah mengalami dinamika peruangan sebagai dampak dari hubungan gender pada konteks masa kini.
Kerangka Pikir Penelitian
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Kerangka Pikir Dalam Membaca Dinamika Peruangan
Dasar Teori Dalam Penelitian
Substansi Analisis, Pembahasan
Teori
Uraian
Konsep gender
Fakih (1996), Illich (1983), Spain (1992)
Gender: terkonstruksikan atas dasar konteks sosial budaya, waktu, ekonomi.
Ruang yang tergenderkan
Tuan (1977), Kent (1990), Faqih (2005), Lefebvre (2003), Rendell (2000),
Manusia menginterpretasikan ruang dan tempat dengan cara yang berbeda-beda menurut usia, jenis kelamin, sosial budaya. Segmentasi Arsitektur: semakin tinggi paras budaya, maka semakin tinggi paras segmentasi arsitektur. Ruangan merupakan representasi dari hubungan gender. Seberapa jauh hubungan gender manifes dalam peruangan, dan seberapa jauh peruangan menentukan konstruksi hubungan gender. Pemisahan ranah publik dan privat yang identik dengan maskulin dan feminin.
Peruangan pada rumah Jawa sebagai dampak hubungan gender
Tjahjono (1986, 2000), Pendhapa sebagai ranah maskulin, dan Santosa (2000), dalem sebagai ranah feminin.
Pola ranah gender rumah Jawa pada masa lalu
Kiri: Pola ranah maskulin-feminin pada rumah-rumah Jawa di Laweyan konteks masa lalu (Sumber: pengolahan dari wawancara dengan Ibu Nurul, 2 September 2008; Bapak Sulaiman, 7 April 2007; Bapak M. Saud, 15 Juni 2007). Kanan: Pola ranah maskulin-feminin pada rumah Jawa secara umum/teoritik (Tjahjono, 1986, 2002; Santosa, 2000).
Pola ranah rumah Jawa pada masa kini
Ranah maskulin dan feminin pada rumah Jawa pada konteks masa kini (sumber: pengolahan data lapangan, 2007)
Kontribusi dan Originalitas Penelitian
Kontribusi Penelitian • Untuk ranah akademik, dapat disusun suatu pemahaman rumah Jawa di Laweyan ditinjau dari hubungan gender. Selanjutnya dapat dihasilkan sebuah konsep rumah Jawa kiwari, terkait dengan hubungan gender. • Sedang pada ranah praktis diharapkan menghasilkan suatu bangun konseptual tentang ranah domestik ditinjau dari hubungan gender yang terselenggara pada rumah Jawa di Laweyan Surakarta, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penyusunan program penataan lingkungan buatan (vernakular) dan pengembangan kawasan yang mengacu pada isu gender.
Originalitas Penelitian Memeriksa penelitian terdahulu yang gayut (relevan) Peneliti
Fokus Penelitian
Metode
Hasil
Tjahjono (1986)
Konsep kosmologi rumah Jawa berdasarkan world view penghuninya di Kotagede Yogjakarta
Kualitatif
Rumah Jawa dan pola permukiman di Kotagede mempunyai dua elemen utama yakni pusat dan dualitas, yang merupakan prinsip klasifikasi simbolik, yakni pola mancapat. Dualitas merujuk pada fenomena biner yang bersifat komplementer, yang kaitannya dengan gender terdapat pada pendhapa (sebagai ranah maskulin) dan griya wingking (sebagai ranah feminis)
Santosa (2000)
Makna rumah sebagai tempat kegiatan (ranah) domestik menurut pemahaman penghuni di Yogjakarta
Kualitatif
Penelitian ini merupakan upaya pengkonstrukian sistem pemaknaan berdasarkan pengertian penghuninya. Peneliti mengkonsepsikan pembentukan entitas omah, yang berupa pembagian rumah atas dua bagian, yakni belakang yang berorientasi ke dalam, dan depan yang berorientasi ke luar.
Peneliti
Fokus Penelitian
Metode
Hasil
Widayati (2004)
Studi pola rumah Kualitatif dan permukiman di Laweyan
Sebagai tanah perdikan, maka Laweyan mempunyai “kelonggaran” menata permukimannya. Namun rumah di Laweyan merupakan rumah Jawa, mempunyai 2 tipe; rumah besar dan kecil. Permukiman terbagi dalam pola yang teratur (grid), degan arah bangunan utara-selatan.
Murti (2001)
Studi ruang gender Kualitatif pada arsitektur hunian di Madura
Peneliti menggunakan kerangka teori, yaitu: nature, nurture, dan fungsionalisme struktural. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat relasi antara ruang gender dengan tingkat privasi. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada dominasi peran laki-laki atas perempuan
Peneliti an yang sedang dilakukan oleh Peneliti
Konsep rumah Jawa ditinjau dari dinamika peruangan dan hubungan gender di Laweyan
Kualitatif
Penelitian ini diharapkan dapat meghasilkan pengetahuan tentang perubahan konsep penggunaan ruang dalam rumah Jawa ditinjau dari dinamika peruangan (spasial) dan hubungan gender masyarakat Laweyan
METODE PENELITIAN
Rumah Jawa Sebagai Objek Penelitian (Sampel) Kriteria: 1. Kondisi bangunan rumah pada saat dilakukan penelitian 2. Rumah tidak berubah ditinjau dari aspek kesinambungan penghuni 3. Rumah tidak berubah ditinjau dari aspek fungsi bangunan
Tipologi Rumah Jawa di Laweyan • • • •
Kepemilikan: rumah juragan dan rumah buruh (pekerja), Periode waktu: tahun yang menunjukkan rumah didirikan. Langgam: rumah yang Jawa yang dominan ciri ke-Jawa-annya dan rumah yang sudah mengalami pencampuran, Fungsi: rumah tinggal, rumah tinggal sekaligus tempat usaha.
Tipologi Rumah Rumah Juragan
Rumah Pekerja
Denah
Tampak
Periode Waktu Awal (1780-1850an)
Tengah (1851-1950an)
Akhir (1951-1970an)
Visualisasi
Tipologi Rumah Tipe rumah yang mempunyai langgam sebagai bangunan Jawa
Tipe rumah yang mempunyai langgam campuran: Indisch, dan Art Deco
Tipe rumah yang mempunyai langgam bangunan modern/ kiwari
Visualisasi
Tipologi Rumah Tipe rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal
Tipe rumah yang digunakan sebagai tempat usaha (hotel)
Tipe rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal dan usaha
Visualisasi
Kondisi Bangunan Rumah di Laweyan pada Konteks Masa Kini (pada saat dilakukan penelitian) Rumah Dalam Kondisi Rusak, (terbakar, roboh,)
Rumah Dalam Kondisi Baik, Berubah Menjadi Bangunan Baru
Rumah Dalam Kondisi Baik, Tidak Berubah (seperti kondisi awal)
Total
Rumah Pekerja
7
77
26
110
Rumah Juragan
8
135
44
187
Jumlah
15
212
70
297
Tipe Rumah
Rumah di Laweyan Yang Tidak Berubah pada Konteks Masa Kini Ditinjau dari Aspek Kesinambungan Penghuni Rumah Dihuni oleh Ahli Waris
Rumah Dihuni oleh Bukan Ahli Waris
Total
Rumah Pekerja
18
8
26
Rumah Juragan
28
16
44
Jumlah
46
24
70
Tipe Rumah
Rumah di Laweyan Yang Tidak Berubah, Dihuni Oleh Ahli Waris pada Konteks Masa Kini Ditinjau Berdasarkan Fungsi Bangunan Rumah Sebagai Tempat Tinggal (Hunian)
Rumah Sebagai Tempat Usaha
Rumah Sebagai Tempat Tinggal dan Usaha
Total
Rumah Pekerja
11
1
6
18
Rumah Juragan
10
2
16
28
Jumlah
21
3
22
46
Tipe Rumah
Penghuni/Informan (Subjek Penelitian/Responden) dan Narasumber
• •
Penghuni merupakan informan atau subjek penelitian. Beberapa tokoh komunitas bertindak sebagai narasumber.
Instrumen Penelitian Peneliti bertindak sebagai intrumen penelitian. Dibantu tim surveyor. Dilengkapi alat perekam suara dan kamera.
Macam Data 1. 2.
Data yang Berhubungan dengan Dinamika Peruangan Data yang Berhubungan dengan Perubahan Ranah sebagai Akibat Hubungan Gender.
Pengumpulan data Wawancara mendalam yang dipandu dengan ‘pedoman eksplorasi data/ informasi. Penggunaan Kuesioner
Cara Analisis Substansi Analisis
Teori
Uraian
Hubungan gender
Fakih (1996), Illich (1983), Spain (1992)
Melalui pendalaman aspek pemahaman penghuni, dan konfirmasi pada kegiatan. Kemudian dikonstruksikan.
Peruangan sebagai dampak hubungan gender
Tuan (1977), Kent (1990), Faqih (2005), Lefebvre (2003), Rendell (2000), Tjahjono (1986, 2000), Santosa (2000)
Melalui pengamatan berulang-ulang penggunaan peruangan (sehari-hari dan temporal), yang dikonfirmasikan dengan penjelasan penghuni.
Triangulasi
HASIL PEMBAHASAN DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER Kasus Rumah A 1
Kasus Rumah Ng
2
3
1. Pemahaman Komunitas Laweyan Tentang Rumah yang Mereka Huni dalam Dinamika Peruangan sebagai Dampak Hubungan Gender pada Konteks Masa Kini
1
Tipologi Skematik Peruangan yang Tidak Terjadi Segregasi Ruang Atas Dasar Gender
2
Tipologi Skematik Peruangan yang Menunjukkan Dominasi Feminitas Ruang
3
Tipologi Skematik Peruangan yang Menunjukkan Dominasi Maskulinitas Ruang
Kasus Rumah dan Pemahaman Penghuni Rumah A Sebagai suatu entitas yang tidak perlu lagi mengikuti segregasi ruangan sebagaimana rumah Jawa pada konteks masa lalu. Pemahaman penghuni cenderung pada peningkatan nilai ekonomi rumah.
Rumah Am bahwa rumah tetap merupakan hunian, mempunyai ranah gender yang sudah terpola sebelumnya.
Rumah N/Ib pemahaman saat ini cenderung mengacu pada keperluan praktis, termasuk untuk pola ranah gender.
Tipologi Rumah Tipe rumah dengan pendhapa. Rumah dengan dominasi ranah feminin.
Tipe rumah dengan pendhapa. Rumah dengan dominasi ranah maskulin.
Tipe rumah dengan pendhapa. Rumah dengan dominasi ranah maskulin.
Visualisasi
Rumah GN rumah dapat dikembangkan semaksimal mungkin untuk kegiatan ekonomi.
Rumah BS rumah harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kegiatan ekonomi. Sehingga ranah gender mengalami pergeseran
Rumah GA perlu kesetaraan dalam konsep gender. Sehingga rumah tidak perlu dibuat segregasi atas dasar gender
Tipe rumah dengan pendhapa. termasuk rumah dengan dominasi ranah feminin.
Tipe rumah dengan pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah feminin
Tipe rumah dengan pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah yang tidak memiliki dominasi ranah gender.
Rumah Al rumah dapat dipahami sebagai hunian, sehingga pola ranah gender mengikuti pola peruangan
Rumah R rumah perlu dimanfaatkan untuk kegiatan usaha. Hal itu tidak perlu terpancang pada pola ranah gender
Rumah B rumah perlu ditata secara fungsional. Sehingga ranah gender terbentuk karena pertimbangan hal tersebut.
Tipe rumah dengan tidak memiliki pendhapa (dibongkar). Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah feminin.
Tipe rumah dengan pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah maskulin
Tipe rumah tanpa pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah feminin.
Rumah D rumah harus dapat digunakan sebagai tempat kerja, disamping sebagai hunian
Rumah Ng Pemahaman penghuni tentang rumah, yakni: mengacu pada kebutuhan ekonomi saat ini, sehingga ranah gender mengikuti hal tersebut
Rumah W bahwa masih ingin meneruskan nilai tradisi, tapi rumah harus dimanfaatkan secara ekonomi, meskipun kemudian merubah ranah gender yang sebelumnya sudah terkontruksikan
Tipe rumah tanpa pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah maskulin
Tipe rumah tanpa pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah maskulin
Tipe rumah dengan pendhapa. Untuk ranah gender, termasuk rumah dengan dominasi ranah feminin.
2. Dinamika Peruangan pada Rumah Jawa di Laweyan sebagai Dampak Hubungan Gender pada Konteks Masa Kini a. Publikasi Peruangan: Ranah Publik-Ranah Privat
Tipologi rumah Jawa di Laweyan: ranah publik tidak dominan atas ranah privat
Tipologi rumah di Laweyan: dominasi ranah publik (berkurangnya ranah privat).
b. Dinamika Peruangan: Pendhapa Menjadi Showroom
Tipologi rumah Jawa di Laweyan: tanpa pendhapa
Tipologi rumah Jawa di Laweyan: memiliki pendhapa
Kasus Rumah dan Dinamika Peruangan Rumah A Pendhapa, dalem, senthong (seluruhnya), gandhok tengen (kanan) bergeser menjadi tempat penjualan produk batik
Rumah Am Dinamika peruangan yang terjadi terbatas pada bagian pendhapa, yakni: menjadi tempat penjualan produk batik.
Rumah N/Ib Rumah harus dibagi dua bagian memanjang karena aspek warisan. Pendhapa telah menjadi tempat penjualan produk batik.
Tipologi Rumah
Rumah dengan ranah publik dominan.
Rumah dengan ranah publik tidak dominan
Rumah dengan ranah publik tidak dominan
Visualisasi
Kasus Rumah dan Dinamika Peruangan Rumah GN Dinamika peruangan yang terjadi adalah pengguaan hampir seluruh bagian rumah untuk kegiatan usaha batik.
Tipologi Rumah Rumah dengan ranah publik dominan.
Rumah BS Kasus ini hanya menggunakan bagian pendhapa sebagai tempat untuk menjual produk
Rumah dengan ranah publik tidak dominan.
Rumah GA Bagian rumah yang dijadikan tempat kegiatan usaha adalah pendhapa, dan dalem
Rumah dengan ranah publik dominan.
Visualisasi
Kasus Rumah dan Dinamika Peruangan
Tipologi Rumah
Rumah Al Bergersernya penggunaan pendhapa ke emper
Rumah dengan ranah publik tidak dominan
Rumah R Penggunaan hampir semua bagian rumah untuk kegiatan usaha batik.
Rumah dengan ranah publik dominan
Rumah B Bagian dalem, yakni: digunakan untuk mengerjakan batik
Rumah dengan ranah publik tidak dominan.
Visualisasi
Konsep Rumah dan Dinamika Peruangan
Tipologi Rumah
Rumah D Dalem digunakan untuk mengerjakan batik.
rumah dengan ranah publik tidak dominan
Rumah Ng Gandhok dibuka untuk kegiatan warung. Sedang dalem digunakan sebagai tempat kerja.
rumah dengan ranah publik dominan
Rumah W rumah ini menggunakan halaman (pelataran) sebagai tempat kegiatan usaha bengkel, dan pendhapa sebagai tempat usaha jasa jahitan
rumah dengan ranah publik tidak dominan
Visualisasi
3. Konsep Rumah Jawa di Laweyan dalam Dinamika Peruangan sebagai Dampak Hubungan Gender pada Konteks Masa Kini a. Gandhok Sebagai Representasi Feminitas Pada “Griya Jawa”
Gandhok pada Rumah Jawa Tanpa Pendhapa. Gandhok Sebagai Representasi Feminitas Griya Jawa
Gandhok pada Rumah Jawa Dengan Pendhapa. Gandhok Sebagai Representasi Feminitas Griya Jawa
b. Rumah Sebagai Tempat Kerja
Tipologi Rumah Sebelum Dijadikan Showroom Batik
Tipologi Rumah Sebagai Showroom Batik
Kasus Rumah dan Konsep
Rumah A Rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah Am Rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah N/Ib Kasus rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Tipologi Rumah Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Visualisasi
Kasus Rumah dan Konsep
Rumah GN Rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah BS Rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah GA Rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Tipologi Rumah
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Visualisasi
Kasus Rumah dan Konsep
Rumah Al Rumah tidak memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah R rumah memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah B Rumah tidak memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Tipologi Rumah
Tipe rumah tanpa pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah tanpa pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Visualisasi
Kasus Rumah dan Konsep
Rumah D Rumah tidak memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah Ng Rumah tidak memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Rumah W Rumah tidak memiliki pendhapa. Gandhok menjadi pusat kegiatan tempat tinggal (domestik)
Tipologi Rumah Tipe rumah tanpa pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah tanpa pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Tipe rumah dengan pendhapa, dan gandhok sebagai representasi feminitas griya Jawa
Visualisasi
4. Temuan • •
a. Nilai Ruang (peruangan) Rumah Jawa di Laweyan yang menggunakan hampir seluruh peruangan untuk kegiatan usaha batik, sebagai sebuah tempat yang dapat mempunyai nilai ekomomi.
• •
b. Tatanan Ruang (peruangan) Hubungan gender pada komunitas Laweyan yang melakukan kegiatan usaha batik memungkinkan publik dapat memasuki peruangan yang sebelumnya merupakan ranah privat atau semi publik.
• •
c. Elemen Ruang (peruangan) Rumah Jawa di Laweyan yang menyelenggarakan kegiatan usaha batik, memberikan konsekuensi pada penambahan elemen ruang yaitu: penggunaan semua perlengkapan di dalam ruangan dengan tujuan agar kegiatan usaha batik dapat terselenggara dengan baik.
SIMPULAN DAN SARAN RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER Simpulan 1. Pemahaman Komunitas Laweyan Tentang Isu Hubungan Gender pada Rumah Jawa sebagai Rona (Setting) Budaya • • •
Tipologi pertama berupa rumah Jawa yang tidak memiliki pola ranah gender (tidak mengalami segregasi ruang atas dasar gender). Tipologi kedua berupa rumah Jawa yang mengalami dominasi ranah feminin. Tipologi ketiga berupa rumah Jawa yang mengalami dominasi ranah maskulin.
2. Dinamika Peruangan pada Rumah Jawa di Laweyan sebagai Dampak Hubungan Gender a. Publikasi Peruangan: Ranah Publik-Ranah Privat • Ranah privat semakin terbatas karena ranah publik bertambah luas hingga masuk pada bagian dalem, bahkan terdapat satu kasus rumah yang tamu (publik) dapat memasuki wilayah senthong. b. Dinamika Peruangan: Pendhapa Menjadi Showroom • Beberapa rumah menjadikan bagian pendhapa sebagai showroom, artinya telah terjadi dinamika peruangan pada pendhapa, yang dahulu merupakan ranah maskulin, maka sekarang cenderung menjadi ranah feminin.
3. Konsep Rumah Jawa di Laweyan dalam Dinamika Peruangan sebagai Dampak Hubungan Gender pada Konteks Masa Kini a. Gandhok sebagai Representasi Feminitas pada “Griya Jawa” • Bagian gandhok (dapat berupa gandhok kiwa/kiri atau gandhok tengen/kanan) menjadi pusat kegiatan privat sehari-hari, yang menggantikan bagian-bagian rumah yang lain karena digunakan sebagai tempat kegiatan usaha. b. Rumah Sebagai Tempat Kerja • Rumah yang diteliti menyelenggarakan kegiatan usaha (batik), dan menggunakan sebagian besar bagian rumah, yakni: pendhapa atau emper, dalem, gandhok, dan senthong. Fenomena tersebut menyebabkan tatanan peruangan rumah telah bergeser; wilayah yang dahulu merupakan ranah privat, sekarang menjadi ranah publik atau semi publik.
Dengan demikian dapat diperoleh temuan yang mencakup: • nilai ruang (peruangan), • tatanan ruang (peruangan), dan • elemen ruang (peruangan), Rumah Jawa sebagai rona (setting) budaya dalam hubungan gender ternyata cukup dinamik, mampu menerima perkembangan budaya komunitasnya.
2. Saran •
Untuk penyelenggaraan penelitian berikutnya dapat memilih rona (setting) budaya yang bukan rumah Jawa, sehingga akan diperoleh gambaran fenomena lain tentang isu hubungan gender.
•
Penelitian berikutnya dapat juga memilih substansi yang tidak sama. Dengan pengkayaan substansi tersebut, maka akan dapat disusun konsep dan bangun arsitektur di luar Arsitektur Jawa.
•
Hal tersebut pada akhirnya dapat dibangun suatu konstruksi khasanah Arsitektur Nusantara.
terimakasih