Dinamika Konsep Diri Dalam Identitas Online Remaja yang Kecanduan Facebook Rania Devi Handojo Lidia Sandra 1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Abstrak. Saat ini Facebook semakin populer dan digunakan oleh pengguna internet di Indonesia. Facebook adalah situs jejaring sosial yang memberikan kemudahan bagi seseorang untuk berinteraksi dengan siapa pun dan dari belahan dunia mana pun, sehingga memberikan banyak teman dan informasi. Melalui jaringan yang dibentuk tersebut, seseorang dapat memperhatikan aktivitas mereka, chatting, mengikuti permainan yang direkomendasikan, menambahkan teman atau jaringan berdasarkan organisasi sekolah, pekerjaan, daerah domisili mereka, dan lain-lain. Facebook membuka ruang yang lebar bagi setiap orang untuk menciptakan konsep diri dan identitas. Konsep diri dapat menentukan bagaimana individu bertingkah laku dan membentuk identitas yang berbeda dengan kenyataannya. Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran dinamika konsep diri dalam identitas online remaja yang kecanduan Facebook dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Wawancara dengan pedoman umum dan observasi dilakukan pada tiga orang remaja putri berusia antara 12-20 tahun yang mengalami kecanduan Facebook. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara diri aktual dengan diri ideal subjek. Identitas online mempersempit jarak antara diri aktual dengan diri ideal subjek sehingga subjek merasa nyaman di dalam dunia Facebook dan menjadi kecanduan dengan Facebook. Untuk mendukung dan mengembangkan penelitian ini, disarankan untuk melakukan penelitian yang sama dengan menggunakan subjek dewasa muda atau menyertakan subjek berjenis kelamin laki-laki untuk memperoleh hasil yang lebih bervariasi. Kata kunci: identitas online, konsep diri, kecanduan facebook
Pendahuluan Indonesia saat ini telah menjadi “The Republic of the Facebook” (Putra, 2009). Ungkapan ini terinspirasi oleh perkembangan pengguna Facebook oleh masyarakat Indonesia yang mencapai pertumbuhan 645% pada tahun 2008. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia”. Facebook semakin populer dan digunakan oleh pengguna internet di Indonesia. Facebook memiliki bentuk, daya tarik, dan kelebihan dari situs jaringan sosial yang telah menjadi trendsetter dalam dunia virtual ini. Situs pertemanan ini diciptakan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasiswa “drop out” Universitas Harvard Amerika Serikat. Facebook adalah situs jejaring sosial yang memberikan kemudahan bagi seseorang untuk berinteraksi dengan siapa pun dan 1
Korespondensi artikel ini dapat menghubungi:
[email protected]
dari belahan dunia mana pun, sehingga memberikan banyak teman dan informasi. Melalui jaringan yang dibentuk tersebut, seseorang dapat memperhatikan aktivitas mereka, chatting, mengikuti permainan yang direkomendasikan, menambahkan teman atau jaringan berdasarkan organisasi sekolah, pekerjaan, daerah domisili mereka, dan lain-lain. Facebook membuka ruang yang lebar bagi setiap orang untuk menciptakan konsep diri dan identitas. Sandra (2010) juga mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kesempatan luas untuk mengeksplorasi identitas mereka di dunia maya akan mempengaruhi konsep diri dan perilaku seseorang. Kesempatan bereksplorasi di dunia maya dengan menjelajahi identitas-identitas yang berbeda dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan nyaris tanpa aturan di dunia maya. Seseorang dapat menampilkan diri dan membentuk identitas dirinya menjadi lebih baik di dalam akun Facebook, sehingga dapat menghasilkan penilaian yang lebih baik pula. Penilaian dari orang lain tersebut dapat meningkatkan konsep diri seseorang. Rogers (1959) merumuskan dua sub-sistem konsep diri, yaitu diri aktual dan diri ideal. Diri aktual adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan “aku” dan membedakan “aku dari yang bukan aku”. Sub-sistem yang kedua adalah diri ideal (ideal-self), yang memiliki arti sebagai pandangan seseorang tentang dirinya seperti yang diharapkan demikian. Diri ideal mengandung arti semua atribut yang biasanya positif, mendorong seseorang untuk memilikinya. Konsep diri juga dapat menentukan bagaimana individu bertingkah laku dan membentuk identitas yang berbeda dengan kenyataannya. Jika setiap orang dapat menciptakan berbagai identitas dirinya secara tak berbatas, maka hakikat identitas itu sendiri tidak ada lagi. Apabila setiap orang dapat menjadi siapapun, hal ini berarti bahwa semua orang dapat menjadi beberapa orang yang berbeda pada saat yang sama. Inilah yang di dalam psikoanalisis, disebut sebagai diri terbelah (divided personality) yaitu setiap orang dapat “membelah” pribadinya menjadi pribadi-pribadi yang tak berhingga. Hal tersebut menjadikan seseorang yang dalam kehidupan kesehariannya dikenal pendiam dan jarang bergaul, tetapi memiliki ribuan teman, bahkan menjadi selebritis di dunia maya. Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran dinamika konsep diri dalam identitas online remaja yang kecanduan Facebook. Menurut tahapan perkembangan Erikson, remaja dikategorikan ke dalam Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas). Periode perkembangan remaja
menurut Erikson meliputi usia antara 12 - 20 tahun. Menurut Erikson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk memperkaya kajian psikologi khususnya psikologi sosial mengenai dinamika konsep diri dan identitas online seseorang yang melakukan interaksi sosial lewat Facebook (dunia maya) dan dapat memberikan informasi dan masukan kepada seluruh remaja, khususnya masyarakat luas agar dapat memanfaatkan interaksi jaringan sosial dunia maya (Facebook) dari sisi yang positif. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para orang tua dan pendidik agar dapat mengetahui bagaimana cara merubah konsep diri remaja yang mengalami kecanduan Facebook.
Identitas Online Sandra (2010) mengatakan bahwa identitas online mengacu pada cara individu membedakan dirinya dengan individu lain ketika terhubung ke komputer atau jaringan telepon selular. Identitas online seseorang adalah setiap kombinasi rincian yang memungkinkan pembedaan seorang pengguna jaringan. Lingkungan online yang berbeda memungkinkan berbagai tingkat kompleksitas identitas pengguna, seperti nama pengguna, avatar, alamat email, alamat situs web pribadi, dan lokasi geografis. Identitas online dapat pula mencakup identitas yang lebih sensitif, seperti rincian identitas pribadi (nama, usia, jenis kelamin, alamat, sekolah, pekerjaan, gaji), rincian jaminan sosial, rincian password dan lain-lain, yang digunakan untuk proses authentication. Identitas online mengacu pada perbedaan perilaku presentasi diri seseorang. Presentasi diri dalam dunia maya dapat dibangun melalui berbagai komponen yang tak terhitung jumlahnya, seperti text entry, pengisian profile, foto, links, groups, ataupun berbagai bangunan multimedia yang ditambahkan sebagai atribut dalam personal pages seseorang. Komponen text tersebut dapat berupa status di halaman atau wall seseorang, respon atau komentar terhadap status teman, baik di blog maupun akun jejaring sosial, signatures seperti proverbs ataupun quotes. Selain itu, terdapat pula pilihan backgrounds ataupun pengisian personal profiles pada sites yang memuatnya, seperti pictures, demographics, political and religious orientations,
kesukaan atau ketidaksukaan, bahkan daftar teman-teman kita. Links ataupun groups di halaman seseorang turut membangun presentasi diri identitas online.
Presentasi diri di dunia maya Zaarghoni (dalam Sandra 2010) mengkategorikan empat dari enam topologi taktik presentasi diri yang dapat diaplikasikan pada presentasi diri identitas online seperti situs jejaring sosial. Keempat taktik presentasi diri tersebut adalah deskripsi diri, pernyataan sikap, perilaku non verbal dan asosiasi sosial (Leary dalam Sandra, 2010). Self-description adalah bagaimana orang menjelaskan dirinya melalui ungkapan deskripsi kata-kata. Self description pada situs jejaring sosial dapat dengan mudah dilihat pada halaman profile yang pada umumnya menampilkan data diri, seperti basic information, personal information, contact information, education and work. Selain itu, di dalam deskripsi diri terdapat pula nilai-nilai individu, afiliasi politik atau agama, kesukaan atau ketidaksukaan, pekerjaan, atau prestasi dalam hidup. Taktik presentasi identitas kedua adalah pernyataan sikap yang terwakili oleh entry di halaman individu ataupun di wall serta respon-respon kepada wall orang lain di situs jejaring sosial. Taktik ketiga adalah perilaku non verbal, yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu emosi ekspresi, penampilan fisik, dan gerakan tubuh. Pada dunia maya, seseorang seharusnya dapat memilih untuk menunjukkan identitas yang lebih terkontrol, hal ini dikarenakan ia memiliki kendali atas ekspresi emosional terhadap orang lainnya. Emosi dalam situs jejaring sosial dapat diwakili oleh berbagai icon seperti bunga, hati, acungan jempol, dan lain sebagainya. Sandra (2010) mengungkapkan bahwa perilaku non verbal lainnya di dalam situs jejaring sosial adalah melalui foto yang ditampilkan. Penampilan fisik memiliki efek yang kuat pada persepsi identitas kita. Seseorang yang menarik secara fisik pada umumnya akan dianggap baik, cerdas, terampil, mudah bersosialisasi, dan cekatan (Feingold, 1992, dalam Leary, 1996 ; dalam Sandra 2010). Berdasarkan data dari ketiga subjek, dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidaksesuaian (berjarak) di dalam dunia riil mereka. Ketiga subjek ingin membuka diri, namun mereka tidak dapat melakukannya di dalam dunia riil. Hal ini berkaitan dengan teori jendela johari, yang mengatakan bahwa bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain digambarkan dengan sebuah jendela. ‘Jendela’
tersebut terdiri dari 4 sel, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah publik, daerah buta, daerah tersembunyi, dan daerah yang tidak disadari (Rakhmat dalam Sandra, 2010). Open area atau area publik adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh diri dan orang lain. Daerah buta (blind area) adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri. Daerah tersembunyi (hidden area) adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh diri tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Pada daerah ini, seseorang menyembunyikan atau menutup informasi tentang dirinya rapat-rapat, sedangkan unknown area adalah daerah yang tidak disadari membuat bagian kepribadian yang disimpan dalam ketidaksadaran, dan yang tidak diketahui baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Bagian ketidaksadaran ini dapat muncul sewaktu-waktu. Jendela Johari ini dapat diterapkan pada interaksi komunikasi di dunia maya, dan juga dapat digunakan dalam melihat dinamika pengguna Identitas online. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa distorsi dunia maya menyebabkan seseorang cenderung tidak menyadari peralihan jendela komunikasinya dari area publik ke area pribadi. Seseorang cenderung lebih memaparkan hal-hal pribadinya dengan mudah (Sandra, 2010). Ketiga subjek mencoba mengakses situs jejaring sosial dunia maya dan bereksplorasi mendekati diri ideal mereka melalui identitas online di dalam Facebook. Mereka membuka dan memaparkan diri dengan mudah di dalam Facebook. Hal ini membuat public space yang semakin besar. Mereka membuat orang lain terkesan dan tertarik dengan identitas online mereka dengan berbagai macam cara yang berbeda-beda. Pada saat ketiga subjek merasa dihargai, dihormati, atau bahkan diberi pujian oleh orang lain di dalam Facebook, maka citra diri dan harga diri menjadi meningkat. Hal
tersebut
menjadikan
konsep
diri
semakin
membaik.
Identitas
online
mempersempit jarak antara diri aktual dengan diri ideal subjek sehingga menyebabkan subjek merasa nyaman di dalam dunia Facebook. Namun, semakin mereka menyadari bahwa mereka mendapatkan konsep diri yang positif di dalam Facebook, maka subjek selalu ingin kembali untuk melakukan aktivitas online di dalam Facebook. Mereka menjadi tidak dapat meninggalkan dunia Facebook. Hal inilah yg disebut dengan kecanduan Facebook.
Metode Penelitian Pengukuran dan Prosedur Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan situasi, fenomena, permasalahan atau kejadian dan informasi. Data kualitatif bersifat deskriptif dan dapat diperoleh melalui transkrip wawancara, catatan lapangan, rekaman, dan lain sebagainya (Poerwandari, 2005). Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (In-depth Interview) dan observasi. Pengambilan sampel ini tergolong dalam jenis purposive sampling.
Partisipan Subjek dalam penelitian ini adalah remaja (usia 12-20 tahun) yang kecanduan Facebook, berjumlah 3 subjek dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan dari sekian banyak pengguna Facebook yang peneliti amati, lebih banyak remaja perempuan yang seringkali mengungkapkan diri mereka melalui update status dibandingkan dengan remaja pria. Selain itu, menurut survey di Indonesia ditemukan bahwa perempuan seringkali secara aktif menampilkan dirinya melalui identitas online di dalam Facebook. Aspek-aspek kecanduan Facebook yang dimaksud seperti pengguna Facebook mengalami perasaan tidak menyenangkan ketika offline, seperti gelisah, kesepian, tidak terpuaskan, cemas, frustasi atau sedih; pengguna Facebook mengalami perasaan yang menyenangkan ketika online, seperti gembira, bergairah, bebas untuk melakukan apa saja dan atraktif; perhatian hanya tertuju pada Facebook, hanya memikirkan aktivitas online sebelumnya atau berharap untuk segera online; penggunaan Facebook yang semakin meningkat. Pengguna Facebook ingin menggunakan Facebook dalam jangka waktu yang semakin lama semakin meningkat untuk mendapatkan kepuasan; ketidakmampuan mengatur penggunaan Facebook, seperti tidak dapat mengontrol, mengurangi atau menghentikan penggunaan Facebook; berani mengambil resiko kehilangan karena Facebook, seperti mempertaruhkan atau berani mengambil resiko kehilangan hubungan dengan signifikan (orang terdekat, orang lain), pekerjaan, pendidikan, kesempatan berkarir, dan lain sebagainya karena Facebook; menggunakan Facebook sebagai cara melarikan diri dari masalah atau menghilangkan Dysphoric Mood (perasaan tidak berdaya, rasa bersalah, cemas, depresi, mudah tersinggung atau marah) dengan online.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Tidak semua pengguna Facebook remaja yang kecanduan merasa bahwa konsep diri yang diperolehnya di dunia online Facebook selalu positif, namun dapat juga negatif, semua ini dapat diperoleh melalui usaha bagaimana cara seseorang untuk mendapatkan penilaian, penghargaan, dan evaluasi yang positif dari orang lain. Griffiths (2000) mengemukakan bahwa seseorang yang kecanduan online menjadikan Facebook sebagai hal yang paling penting dalam hidup mereka, mengabaikan perilaku atau perkerjaan lain, dan mempengaruhi sebagian besar bidang kehidupan mereka. Aspek kecanduan Facebook yang diungkapkan oleh Griffiths (2000) ini muncul pada ketiga subjek yang diteliti. Ketiga subjek menghabiskan sebagian besar kehidupannya untuk online, mereka mengabaikan kegiatan belajar mereka, membuat tugas, mengganggu aktivitas tidur dan juga makan. Pudjiyogyanti (1985) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu peranan citra fisik, peranan seksual, peranan perilaku orang tua, peranan faktor sosial. Lingkungan pertama yang merespon perilaku kita adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama dalam membentuk konsep diri seorang remaja. Dalam dunia riil, keluarga dapat mempengaruhi konsep diri seorang remaja, namun dalam mengeksplorasi dunia maya yang tidak terbatas, seseorang dapat menciptakan berbagai bentuk identitas online dan dapat pula melakukan seleksi, mana yang dapat ditampilkan dalam dunia maya dan mana yang tidak. Hal tersebut dapat membuat kesan orang lain di dunia maya dapat diciptakan sesuai keinginan subjek untuk meningkatkan konsep diri mereka. Kendala yang ditemukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah pada saat pencarian subjek yang sesuai dengan kriteria subjek yang diperlukan. Seperti kita ketahui, bahwa memang banyak pengguna Facebook di Indonesia, akan tetapi untuk mencari subjek yang sesuai dengan kriteria dapat dikatakan tidaklah mudah. Hasil penelitian secara teoritis dapat dijadikan sebagai awal untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi mengenai konsep diri dalam identitas online remaja yang kecanduan Facebook. Selain itu, sebelum melakukan metode penelitian secara kualitatif, dimungkinkan pula adanya penelitian secara kuantitatif dengan mengambil sampel dari sejumlah populasi pengguna Facebook remaja yang ada di Indonesia. Sehingga dapat dengan mudah mendapatkan subjek untuk diteliti lebih lanjut.
Pada penelitian ini penulis mengambil subjek remaja. Penulis berharap pada penelitian berikutnya dapat dilakukan pada usia dewasa, melihat bagaimana dinamika konsep diri mereka dalam identintas online di Facebook. Seluruh subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Penulis berharap untuk penelitian selanjutnya tidak hanya remaja putri saja, namun dapat dilakukan pada remaja pria, sehingga hasil penelitian lebih bervariasi. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dan dapat menggali informasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Hasil penelitian secara praktis diharapkan dapat dijadikan bekal pengetahuan agar dapat memanfaatkan situs jejaring sosial (Facebook) secara baik dan tepat bagi masyarakat luas. Bagi para orang tua dan pendidik, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi agar kelak dapat mengatasi atau merubah konsep diri remaja yang mengalami kecanduan Facebook. Analisa Inter Kasus
Dimensi Kecanduan Facebook
Sub dimensi -
Subjek M
Gelisah, cemas, frustasi, dan merasa tidak terpuaskan apabila tidak sedang online. Subjek merasa bebas melakukan apa saja, dan atraktif ketika sedang online. Penggunaan waktu untuk mengakses Facebook juga semakin lama semakin meningkat. Perhatian Subjek hanya tertuju kepada Facebook di mana saja berada selalu membuka FB. Subjek juga tidak mampu mengontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan FB online di WC, mengganggu kegiatan kuliah dan makan, waktu OL semakin bertambah. Berani mengambil resiko kehilangan signifikan dengan orang terdekat, seperti: orang tua dan kekasihnya.
Subjek D
Merasa gelisah, cemas, kesal, dan tidak terpuaskan apabila tidak sedang online. Subjek merasa bergairah, atraktif, dan bebas untuk melakukan hal apa saja di dalam akun Facebooknya. Subjek selalu memikirkan aktivitas online yang sebelumnya ia lakukan dan selalu berharap untuk segera online. Subjek menunjukkan adanya peningkatan penggunaan Facebook. Selain itu, subjek menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk mengatur penggunaan Facebook mengganggu waktu belajar dan tidur. Subjek berani mengambil resiko kehilangan hubungan signifikan dengan orang terdekat dan pendidikan karena
Subjek I
Merasa gelisah dan cemas apabila tidak online dan kesulitan untuk meninggalkan dunia FB. Penggunaan Facebook semakin lama semakin meningkat jika dibandingkan ketika pertama kali menggunakan Facebook. Subjek berani mengambil resiko kehilangan dalam pendidikannya, seperti ketidakmampuan dalam menyelesaikan tugas secara tepat waktu. Kontrol diri yang kurang juga mempengaruhi subjek dalam menentukan prioritas tugas kuliah dengan aktivitas online di Facebook. Menggunakan Facebook sebagai cara untuk menghilangkan Dysphoric Mood, seperti perasaan tidak berdaya, sedih, cemas, dan marah dengan online.
Konsep Diri
Citra Diri
Harga Diri
Subjek melarikan diri dari masalah atau menghilangkan Dysphoric Mood (perasaan cemas, depresi, mudah tersinggung atau marah) dengan cara online, lalu ketika perasaannya sudah membaik, ia kembali ke dunia riil. Dipengaruhi oleh persepsi, konsep, dan evaluasi subjek tentang dirinya, termasuk citra yang ia rasakan dari orang lain tentang dirinya, yang muncul dari suatu kepribadian yang dinilai dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungan, baik di dunia riil, maupun di dalam Facebook. Menganggap dunia riil mengasyikan tetapi merasa lebih yakin ketika di dunia Facebook. Lebih merasa dihargai oleh orang lain dalam Facebook. Menjaga interaksi di dalam Facebook dengan baik. Menganggap bahwa orang-
melakukan aktivitas online di Facebook. Menggunakan Facebook sebagai tempat mengungkapkan perasaan atau menghilangkan Dysphoric Mood, seperti perasaan sedih dan marah yang sedang ia alami pada saat itu. Penilaian terhadap diri tidak jauh berbeda dengan dunia FB. Memahami bahwa orang lain di dunia FB menerima subjek karena tidak mengenal subjek secara pribadi. Termotivasi menjadi baik di FB karena orang lain di dunia FB menganggap subjek baik dan ramah.
Merasa lebih aman di dunia FB. Menganggap bahwa interaksi melalui grup dan tukar informasi cukup penting dalam FB.
Ada perbedaan sikap antara dunia riil dengan dunia FB. Dunia riil: ramah tapi pemalu. Dunia FB: jutek tapi puitis. Menjadi lebih percaya diri ketika di FB.
Penghargaan orang lain di FB penting. Penghargaan orang lain di FB tidak mempengaruhi diri di dunia riil. Orang lain di dunia riil terkadang memberi tanggapan negatif secara
Kesadar an Diri
Diri Ideal
orang di dunia riil terlalu mencampuri urusan pribadinya.
Memendam perasaan dan emosi di dunia riil dan merasa bebas mengungkapkan perasaan, emosi di Facebook. Sadar bahwa di dalam dunia riil orang mengenali diri subjek dengan baik, sedangkan di dalam Facebook tidak. Penilaian baik dari orang lain dalam Facebook membentuk diri subjek menjadi baik juga kepada orang lain di dunia FB.. Riil: Menjadi orang yang bebas dan tidak dipandang rendah oleh orang lain. FB : Mampu untuk mengontrol emosi negatif.
Mendapatkan penilaian positif dan juga negatif di FB : Lebih dihargai, namun terkadang merasa dilecehkan di FB apabila memasang foto yang sedikit terbuka. Menyadari bahwa terdapat perbedaan sikap antara dunia riil dengan dunia FB. Merasa bebas dan nyaman mengungkapkan perasaan, emosi, dan diri di dalam FB.
Tetap menjadi diri sendiri, namun ketika di riil idealnya baik dan cantik, di FB: rohani. Merasa sulit untuk merealisasikan diri ideal dalam dunia riil, sedangkan di FB merasa mudah.
langsung dan membuat subjek sakit hati.
Merasa lebih bebas di dunia FB dibandingkan dengan dunia riil. Merasa nyaman dengan aktivitas dalam FB, namun kurang nyaman dengan orang-orang di dalam dunia FB. Dapat mengambil sikap untuk mengatakan tidak kepada orang-orang di dunia FB yang menurutnya tidak baik.
Perbedaan: Riil: ramah kepada orang lain. FB: dikagumi, memiliki teman akun yang banyak, memiliki komentar status sampai ratusan. Kesamaan: Ingin menjadi diri sendiri dan menjadi wanita yang aktif dalam berbagai kegiatan.
Identitas Online
Present asi Diri
Deskrip si Diri
Pemapa ran Diri
Mampu membuat orang lain merasa terkesan dengan diri subjek di Facebook, dengan cara: meng-edit foto, menulis status heboh untuk mendapatkan respon dan pujian. Mengungkapkan setiap emosi ke dalam FB, seperi : kemarahan, kesedihan, dan kesenangan. Menampilkan data diri seperti basic information, personal information, contact information, education and work, kesukaan, dll yang apa adanya, sesuai dengan diri subjek di dunia riil.. Lebih terbuka di dalam FB. Menunjukkan hal sebaliknya (berbeda antara dunia riil dan dunia FB. Merasa nyaman untuk memaparkan diri ketika di FB.
Merasa nyaman untuk mengungkapkan diri di FB. Berusaha untuk membuat orang lain terkesan dengan subjek dalam FB untuk mendapatkan respon dan pujian.
Menyeleksi beberapa informasi, seperti: usia dan agama untuk tujuan tertentu. Banyak mengungkapkan diri lewat katakata di dalam status.
Mendeskripsikan informasi tentang diri melalui bahasa kiasan dan puitis. Lebih terbuka untuk mendeskripsikan diri di FB karena merasa malu apabila mengungkapkan di dunia riil.
Lebih terbuka di dalam FB. Menjalin relasi dengan orang lain di FB dan dapat membawa relasi tersebut ke dalam dunia riil. Merasa nyaman untuk memaparkan diri ketika di FB.
Membuat orang lain terkesan dengan dirinya yang aktif melakukan berbagai kegiatan, seperti : mengganti foto, status.
Mampu mengungkapkan perasaan, emosi di dunia FB, namun dapat mengontrol kemarahan yang bersikap frontal. Ketika di FB, cuek dan kurang ramah dengan orang lain yang tidak dikenal secara baik.
Penutup Berdasarkan hasil data dari ketiga subjek, dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara konsep diri ketiga subjek di dalam dunia riil dengan dunia Facebook mereka, misalnya ketika di dunia riil subjek merupakan orang yang tertutup, pemalu, galak, dan kasar tetapi ketika berada di Facebook subjek menjadi lebih terbuka, baik, ramah, dan percaya diri. Kehidupan dan perilaku subjek serta kemampuan dalam menghadapi tantangan dan tekanan kehidupan sangat dipengaruhi oleh persepsi, konsep, dan evaluasi individu tentang dirinya, termasuk citra yang ia rasakan dari orang lain tentang dirinya, yang diperoleh subjek melalui pengalaman mereka berinteraksi dengan lingkungan, baik di dalam dunia riil, maupun dalam dunia Facebook. Menurut hasil yang diperoleh dari ketiga subjek, mereka lebih mendapatkan citra diri dan penghargaan yang lebih positif dari orang lain di dunia Facebook. Penghargaan dari orang lain ini kemudian membuat mereka nyaman dengan identitasnya di dunia online Facebook. Ketiga subjek menunjukkan bahwa mereka ingin membuka diri, namun mereka tidak dapat melakukannya di dalam dunia riil. Kemudian ketiga subjek mengeksplorasi diri mereka melalui identitas online di dalam Facebook secara berbeda dari dunia riil mereka. Mereka memaparkan diri mereka dan membuat orang lain terkesan dengan identitas online mereka. Pada saat ketiga subjek merasa dihargai dan diberi pujian oleh orang lain di dalam Facebook, maka citra diri dan harga diri semakin meningkat. Hal tersebut menjadikan jarak antara diri aktual dan diri ideal konsep diri subjek semakin sempit. Namun di lain sisi hal ini membuat subjek selalu ingin kembali untuk melakukan aktivitas online di dalam Facebook dan akhirnya mengalami kecanduan Facebook. Pada dimensi identitas online, ketiga subjek membuat presentasi diri sebaik mungkin dalam pembentukan identitas online di Facebook untuk mendapatkan respon dan pujian dari orang lain. Apabila subjek tidak mendapatkan hal tersebut, subjek selalu mencari cara untuk membuat orang lain terkesan dengan diri mereka. Selain itu, ketiga subjek memahami bahwa di dalam dunia online subjek dapat membentuk identitas diri yang berbeda sesuai dengan apa yang mereka inginkan di Facebook. Hal ini dikarenakan subjek menyadari bahwa orang-orang dalam dunia online tidak mengetahui diri mereka yang sebenarnya secara riil, sehingga pembentukan identitas online, seperti presentasi diri, deskripsi diri, dan pemaparan diri dapat diciptakan
dengan mudah. Ketika di Facebook mereka merasa dapat lebih bebas menunjukkan diri, emosi, dan perasaan-perasaan mereka. Hal ini sesuai dengan teori yang mengungkapkan bahwa terkadang orang memerlukan topeng agar seseorang dapat merasa cukup aman dan konsep dirinya terlindungi (Wiszniewski & Coyne dalam Ellison, Steinfield, & Lampe, 2007).
Daftar Pustaka Ellison, N. B., Steinfield C. & Lampe C. (2007). The benefits of Facebook: social capital and college students’ use of online social network sites. Journal of ComputerMediated Communication, 12, 1143-1168. Griffiths, M.D. (2000). Does internet and computer addiction exist? Some case study evidence. Cyber Psychology and Behavior, 3. 211-218 Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok: LPSP3, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Pudjiyogyanti, C. R. (1985). Konsep diri dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian Unika Atma Jaya. Putra, B. (2009). Welcome to the republic of the Facebook. Diunduh dari: http://asia.cnet.com/blogs/toekangit/post.htm?id=63008431 pada 26 November 2010 Rogers, C. (1959). Theory of personality. Los Angeles: McGraw Hill. Sandra, L. (2010). Konsep diri dan Identitas online. (Proposal disertasi tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.