Tinjauan Pustaka
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
I Made Setiawan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso
Abstrak: Virus influenza A H5N1 adalah virus influenza A subtipe baru yang sangat patogen, sebelumnya menyerang unggas kemudian dapat menyerang manusia dengan gejala dan komplikasi yang sangat berat. Oleh karena itu, virus ini diperkirakan dapat sebagai penyebab terjadinya pandemi di kemudian hari. Pengobatan harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil konfirmasi laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang jitu sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis serta untuk kepentingan surveilans penyakit secara ketat. Saat ini WHO mengorganisasi berbagai usaha untuk mencegah agar virus influenza A H5N1 tidak dapat mengadakan mutasi dan mengadaptasi diri pada manusia, sehingga tidak dapat menimbulkan pandemi di kemudian hari. Usaha-usaha tersebut di antaranya, mengisolasi penderita di rumah sakit, memberikan obat antivirus, memusnahkan ternak yang terifeksi virus H5N1, mencegah dengan imunisasi, dan memberikan profilaksis antivirus. Kata kunci: diagnosis, pengobatan, virus influenza H5N1
Diagnosis and Treatment of H5N1 A Influenza Viral Infection I Made Setiawan Prof. Dr. Sulianti Saroso Infectious Diseases Hospital
Abstract: H5N1 A influenza virus is a very pathogenic new subtype of the A influenza virus, which previously infected fowls and afterwards humans with severe symptoms and complications. Treatment must be given immediately without confirmation of laboratory results. An accurate laboratory result is required to confirm the diagnosis and perform tight surveillance. WHO has been organizing many efforts to prevent mutation of the H5N1 A influenza virus to adapt in the human body, thus preventing pandemic in the future. The efforts have been done are to isolate the patient in the hospital, antiviral therapy, chemoprophylaxis, immunization, and to kill all infected bird. Keywords: diagnosis, H5N1 influenza virus, treatment
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
215
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1 Pendahuluan Influenza unggas atau sering disebut “flu burung” adalah penyakit infeksius pada spesies burung yang menyerang saluran napas dari gejala yang paling ringan sampai dengan yang paling berat. Penyakit ini disebabkan oleh 16 subtipe H dan 9 subtipe N virus influenza A yang berasal dari influenza unggas.1 Saat ini ada dua subtipe virus influenza A yang beredar pada populasi manusia di seluruh dunia, yaitu H1N1 dan H2N3. Juga ada subtipe lain yang beredar pada populasi binatang, terutama pada spesies burung air.2 Karena genom virus influenza berbentuk segmen, maka sangat mudah terjadi gen reassortment. Adanya koinfeksi pada satu pejamu oleh dua virus yang berbeda mengakibatkan terbentuknya virion hibrid. 2 Virus dengan patogenisitas rendah dapat mengalami mutasi menjadi virus yang sangat patogenik. Virus hasil mutasi dapat mengakibatkan terjadinya pandemi di seluruh dunia, di antaranya virus influenza subtipe H2N2 yang mengakibatkan pandemi di Asia tahun 1957 dan subtipe H3N2 yang mengakibatkan pandemi di Hongkong pada tahun 1968. Akhir-akhir ini, ditemukan infeksi virus influenza A subtipe baru yang menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dan sangat patogenik, yaitu virus influenza A subtipe H5N1, yang dapat menyebabkan penyakit yang sangat berat pada manusia. Virus galur H5N1 mempunyai kemampuan untuk menghindari sitokin dalam menghadapi mekanisme pertahanan tubuh (sitokin merupakan lini pertahanan pertama tubuh terhadap infeksi virus influenza).3 Dengan munculnya virus subtipe baru H5N1 yang sangat patogen, maka timbul dugaan bahwa galur virus subtipe baru ini merupakan galur penyebab terjadinya pandemi di seluruh dunia di kemudian hari.2 Cara Penularan pada Manusia Influenza pada manusia ditularkan melalui inhalasi droplet infeksius secara langsung dan mungkin juga secara tidak langsung dengan memegang muntah yang infeksius, kemudian secara tidak sengaja memegang hidung atau mata, sehingga terjadi infeksi. Cara penularan efisien yang lain sampai saat ini belum diketahui. Untuk infeksi virus influenza A (H5N1) pada manusia terbukti penularan dari unggas ke manusia, dan kemungkinan dari lingkungan ke manusia.4 Virus influenza berkembang pada saluran napas dan saluran cerna unggas yang terinfeksi, sehingga virus banyak ditemukan pada saliva, sekret hidung atau pada feses dari unggas tersebut. Unggas yang rentan akan terinfeksi bila mengadakan kontak dengan ekskresi atau kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi. Banyak ahli yakin bahwa sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia disebabkan oleh kontak dengan ternak yang terinfeksi.5 Dari hasil penelitian kasus kontrol faktor risiko penularan penyakit influenza unggas H5N1 pada manusia yang
216
dilakukan di Hong Kong, penularan terjadi sebagai akibat manusia terpajan peternakan (berkunjung ke peternakan, sebagai penjual ayam hasil peternakan yang masih hidup), dan bukan disebabkan karena melakukan perjalanan, atau memasak ayam hasil peternakan. Dicurigai adanya penularan dari orang ke orang, tetapi masih belum teribukti dengan jelas.6 Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan terhadap ternak yang masih hidup merupakan faktor risiko utama untuk mendapat infeksi influenza A H5N1, tetapi cara penularan yang pasti masih belum diketahui. Umumnya, cara penularan virus influenza pada manusia karena adanya kontak langsung atau tidak langsung dengan bebek atau ayam yang terinfeksi virus melalui aerosol, cairan hidung, dan kotoran yang mengandung banyak virus.7 Virus yang diekskresi lewat kotoran dapat hidup beberapa hari dalam lingkungan udara terbuka. Secara teori beberapa cara penularan lain juga mungkin terjadi, misalnya menelan air kolam renang yang terkontaminasi virus pada saat berenang. Selain itu, penggunaan kotoran ternak unggas sebagai pupuk, juga mungkin merupakan sumber penularan terhadap manusia. Virus influenza A H5N1 mungkin juga menular dengan cara yang sama. Diperkirakan, penularan dari peternakan ke manusia agaknya sangat sulit untuk menimbulkan pandemi influenza, tetapi virus ini mempunyai potensi untuk mengadakan reassortment atau mengalami mutasi dan rekombinasi materi genetik dengan subtipe virus influenza manusia, sehingga dengan mudah dapat menular ke manusia, yang dapat mengakibatkan terjadinya pandemi di seluruh dunia.8 Sampai saat ini belum ada bukti adanya penularan langsung dari orang ke orang,35 walaupun ditemukan sedikit bukti adanya penularan dari orang ke orang berdasarkan penelitian yang dilakukan di Hong Kong6,9,10 dan di Thailand.11 Berdasarkan studi serologis juga menunjukkan bahwa tidak ada bukti adanya penularan dari manusia ke manusia.4 Untungnya, sampai saat ini virus H5N1 belum dapat menular dengan mudah dari orang ke orang, sehingga kita masih mempunyai kesempatan untuk mengatasi masalah yang mungkin akan timbul. Walaupun demikian, kita harus selalu waspada dengan mengadakan surveilans yang ketat agar virus ini tidak memiliki kemampuan untuk menular dari orang ke orang. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus influenza A H5N1 pada manusia sangat bervariasi dan pada umumnya sama seperti infeksi virus influenza yang lain. Masa inkubasi juga sangat bervariasi antara 2 hingga 17 hari.4 Gejala yang muncul dapat berupa penyakit ringan, infeksi subklinis, atau dapat juga menampilkan gejala yang tidak khas, misalnya ensefalopati dan gastroenteritis. Pada sebagian penderita ditemukan gejala demam, badan lemas, nyeri otot, nyeri tenggorokan, batuk dan pilek. Gejala konjungtivitis sangat jarang ditemukan. Demam tinggi secara terus-menerus Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1 merupakan gejala yang cukup khas.3,5 De Jong et al. 2005, melaporkan seorang anak meninggal karena menderita infeksi virus influenza A H5N1 tanpa adanya gejala kelainan sistem pernapasan.12 Virus dapat diisolasi dari spesimen cairan serebrospinal, feses, usapan tenggorokan, dan serum. Penderita hanya menunjukkan gejala diare yang berat, kemudian diikuti kejang dan koma yang progresif, sehingga diagnosis yang ditegakkan adalah ensefalitis akut. Dua minggu sebelumnya kakak perempuannya juga menderita penyakit yang sama. Ada yang melaporkan bahwa perjalanan penyakit infeksi virus H5N1 sangat progresif dan sering menimbulkan komplikasi yang sangat berat seperti sindrom gagal napas yang berat (sehingga memerlukan alat bantu napas), gagal ginjal, hemofagositosis, leukopeni, dan limfopeni.7 Faktor risiko yang memegang peranan penting terjadinya penyakit yang berat adalah umur yang sudah tua, terlambat mendapat perawatan rumah sakit, pneumonia, leukopeni, limfopeni, kegagalan organ multipel, dan sindrom Reye, sehingga penderita meninggal.3,13,14 Gejala lain yang juga ditemukan adalah diare, muntah, nyeri perut, nyeri dada, perdarahan hidung dan gigi, yang umumnya ditemukan pada permulaan perjalanan penyakit. Diare berair tanpa darah lebih sering ditemukan pada subtipe H5N1 dibandingkan dengan infeksi virus influenza yang lain, dan biasanya terjadi satu munggu sebelum munculnya gejala kelainan saluran napas 4. Walaupun ditemukan adanya manifestasi gejala kelainan saluran pencernaan, gangguan fungsi hepar, ginjal, dan kelainan hematologi yang memberi kesan bahwa tropisme virus H5N1 lebih luas dari pada virus influenza A H1N1 atau H3N2, akan tetapi tidak ada bukti yang jelas adanya replikasi virus di luar saluran napas.13,14 Respons Antibodi Terhadap Virus H5N1 Kinetik respons antibodi netralisasi serum terhadap virus influenza A H5N1 sama dengan respons antibodi terhadap virus influenza A manusia yang beredar sebelumnya (H1N1, H3N2 dan H2N2).13 Antibodi netralisasi umumnya dapat dideteksi 14 hari atau lebih sesudah timbulnya gejala. Titer antibodi yang dapat diamati pada anak-anak maupun pada orang dewasa adalah >640, 20 hari atau lebih sesudah munculnya gejala. Respons immunoglobulin (Ig) G dan M yang spesifik H5 dapat dideteksi pada sebagian besar anak dan orang dewasa.6 Setelah diadakan surveilans seroepidemiologi pada populasi masyarakat umum di Hong Kong ternyata tidak ditemukan adanya antibodi terhadap virus H5N1. Antibodi hanya terdeteksi pada pekerja di peternakan. Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya pajanan infeksi virus influenza H5N1 dari peternakan.13 Mendeteksi Kasus dan Tatalaksana Perawatan di Rumah Sakit Bila jumlah penderita infeksi virus H5N1 masih sedikit, Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
penderita yang dicurigai atau sudah jelas menderita influenza A (H5N1) sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang isolasi untuk pengamatan perjalan klinis, melakukan tes laboratorium, dan pemberian obat antivirus. Jika penderita dipulangkan dengan cepat, kedua orang tua dan keluarganya diberikan penjelasan tentang kebersihan pribadi dan cara mencegah terjadinya infeksi. Penderita yang dirawat harus diberikan perawatan penunjang seperti oksigen dan alat bantu napas jika diperlukan. Penderita harus menggunakan masker nebulizers dengan tekanan oksigen tinggi untuk mencegah infeksi nosokomial.4 Diagnosis Pasien dicurigai menderita influenza unggas atau flu burung jika mengeluh adanya penyakit saluran napas, yang sebelumnya pernah mengadakan kontak langsung ataupun tidak langsung, menangani atau memelihara, atau terpajan langsung dengan ayam atau burung yang sakit influenza. Selain adanya gejala klinis tersebut di atas, pemeriksaan foto thoraks juga sangat berguna untuk mendeteksi adanya pneumonia fase dini. 3,15 Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium spesimen yang berasal dari hapusan tenggorokan, cairan yang berasal endotrakhea, sputum, dan serum penderita yang dicurigai secara klinis. Diagnosis berdasarkan laboratorium Identifikasi infeksi virus influenza A manusia dengan pemeriksaan laboratorium umumnya dilakukan sesuai dengan anjuran WHO (2005)15, yaitu dengan mendeteksi antigen virus secara langsung, mengisolasi virus dalam biakan sel, atau mendeteksi RNA spesifik-influenza dengan pemeriksaan reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan pasangan primer yang spesifik untuk sekuens HA dan NA virus influenza A/H5N1. Strategi tes laboratorium tahap pertama dari masingmasing spesimen adalah untuk mendiagnosis infeksi virus influenza secara cepat, serta menyingkirkan kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh virus lain yang dapat menginfeksi saluran napas. Idealnya, hasil harus sudah diperoleh dalam 24 jam. Prosedur untuk mendiagnosis influenza Pemeriksaan yang tersedia untuk mendiagnosis infeksi virus influenza A adalah: 1. Mendeteksi antigen secara cepat (hasil dapat diperoleh dalam waktu 15-30 menit). - Tes influenza pada penderita (Near-patient test for influenza). Tes ini sudah tersedia secara komersial. - Immunofluorescence assay. Pemeriksaan ini sudah digunakan secara luas dan merupakan metode yang sangat sensitif untuk mendiagnosis infeksi virus influenza A dan B serta lima infeksi virus pernapasan yang sangat penting secara klinis.
217
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1 2.
Enzyme immuno assay. Untuk pemeriksaan nukleoprotein (NP) influenza A.
sangat patogenik dibatasi hanya untuk laboratorium yang mempunyai fasilitas biosafety level.15
Biakan virus. Hasil didapat dalam 2-10 hari. Metode shellvial dan biakan sel standar digunakan untuk mendeteksi virus pernapasan yang penting secara klinis. Biakan influenza yang positif mungkin memperlihatkan efek sitopatik, tetapi lebih sering tidak. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan immunofluorescence biakan sel atau haemagglutinasi inhibisi (HI) dari medium biakan sel untuk mengidentifikasi virus. Isolasi virus merupakan teknik yang sangat sensitif. Selain mempunyai keuntungan dapat mengidentifikasi virus, metode ini juga dapat digunakan untuk menganalisis antigenik dan genetik virus, menguji suseptibilitas virus terhadap obat, serta virus yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat vaksin. Sel yang paling sering digunakan adalah sel garis keturunan Madin-Daby Canine Kidney cells (MDCK).3 Setiap spesimen dengan hasil virus influenza A yang positif dan dicurigai sebagai infeksi flu burung harus dites lebih lanjut untuk memastikan adanya infeksi H5 menggunakan referensi laboratorium H5 WHO. Laboratorium yang tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan prosedur mengidentifikasi subtipe virus influenza diharuskan untuk mengirim spesimen atau isolat virus ke pusat influenza nasional.15
Pengobatan Umumnya obat yang digunakan sebagai obat antivirus influenza adalah golongan inhibitor protein matriks M2 dan golongan penghambat neuramidase (NA). Golongan penghambat M2 adalah amantadin dan rimantadin, sedangkan golongan inhibitor neuraminidase adalah oseltamivir dan zanavir. Jika seorang pasien dicurigai menderita penyakit flu burung, maka pengobatan harus diberikan secepat mungkin, tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Pengobatan terhadap infeksi subtipe virus influenza A H5N1, pada prinsipnya adalah sama dengan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A yang lain. Sayangnya, subtipe virus influenza A H5N1 yang beredar saat ini sudah ada yang resisten terhadap obat amantadin dan rimantadin.19 Kedua obat ini biasanya digunakan untuk mengobati influenza.20 Tetapi, obat antivirus lain (oseltamivir dan zanavir) masih efektif terhadap virus galur H5N1.21 Walaupun demikian, virus H5N1 juga dilaporkan sudah ada yang resisten terhadap obat oseltamivir.19 Saat ini sedang diteliti tentang efektivitas obat oseltamivir dengan dosis dua kali lipat untuk mencegah terjadinya resistensi. Dosis obat antivirus oseltamivir yang diberikan kepada penderita H5N1 pada prinsipnya adalah sama dengan penderita influenza yang lain. Untuk orang dewasa umur lebih 13 tahun diberikan 2x75 mg sehari selama 5 hari, sedangkan untuk anak yang berumur >1 tahun dengan berat <15 kg diberikan 2x30 mg sehari; 15-23 kg diberikan 2x45 mg sehari; 23-40 kg diberikan 2x60 mg sehari; dan anak dengan berat badan >40 kg diberikan 2x75 mg sehari. Pengobatan diberikan selama 5 hari. Untuk penggunaan profilaksis pada orang dewasa yang berumur lebih 13 tahun yang kontak erat dengan penderita diberikan 1x75 mg sehari selama lebih 7 hari, dan bila terjadi wabah diberi 1x75 mg sehari selama 6 minggu.22-24
3. Polymerase chain reaction dan Real-time PCR assay. Merupakan teknik yang sangat kuat untuk mengidentifikasi genom virus influenza. Genom virus influenza merupakan RNA untai tunggal, dan salinan DNA (cDNA) harus disintesis terlebih dahulu menggunakan reverse transcriptase (RT) polymerase. Prosedur untuk amplikasi genom RNA memerlukan pasangan primer spesifik untuk gen hemagglutinin (HA) virus influenza A H5 dan neuraminidase (NA) N1. Hasil dapat diperoleh dalam beberapa jam setelah spesimen klinis atau biakan sel yang terinfeksi sudah tersedia.16,17 Primer HA yang digunakan14 H5-1: GCC ATT CCA CAA CAT ACA CCC H5-2: CTC CCC TGC TCA TTG CTA TG Memberikan hasil panjangnya 219 bp. Primer NA yang digunakan 18 N1-1: TTG CTT GGT CGG CAA GTG C N1-2: CCA GTC CAC CCA TTT GGA TCC Memberikan hasil panjangnya 616 bp Pemeriksaan serologis untuk mengidentifikasi dilakukan dengan mengukur antibodi spesifik menggunakan tes hemagglutinasi inhibisi, pemeriksaan immuno enzim, dan tes neutralisasi virus, dan yang lebih spesifik adalah dengan tes mikro netralisasi yang juga sudah dikembangkan. Karena tes ini memerlukan virus hidup, maka penggunaannya untuk mendeteksi antibodi spesifik virus influenza burung yang 218
Usaha untuk Pertahanan Usaha yang paling penting dilakukan untuk mempertahankan agar virus jangan sampai menginfeksi manusia adalah dengan membunuh semua ternak yang terbukti terserang infeksi virus influenza A H5N1. Usaha ini banyak dilakukan di negara maju yang kondisi ekonominya sudah baik, seperti, Hong Kong, Jepang, Cina, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand.25 Di Indonesia usaha ini juga sudah dilakukan, tetapi masih belum secara keseluruhan. Usaha lain yang dilakukan adalah dengan mengimunisasi ternak (ayam dan bebek). Tetapi imunisasi ternak masih menjadi perdebatan. Dengan imunisasi berarti masih memberikan kesempatan kepada virus untuk beredar pada peternakan, karena imunisasi tidak dapat mencegah infeksi virus 100% pada ternak. Sering kali ternak masih menderita penyakit influenza A tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan. Hal ini memberikan kesempatan kepada virus untuk beradaptasi Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1 dan mengadakan mutasi, sehingga ia selalu beredar dalam peternakan dan mungkin dapat meloncat dan beradaptasi pada manusia.3 Apabila ternak diimunisasi, maka harus dilakukan pada daerah yang tidak terinfeksi H5N1, dan harus dilakukan monitoring secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya reassortment virus.26 Surveilans terhadap penderita harus dilakukan dengan ketat. Penderita yang dicurigai menderita influenza A H5N1 harus diteliti kemudian dikonfirmasi dengan hasil laboratorium, selanjutnya dilakukan penelitian untuk menentukan sumber infeksi.26 Pencegahan Sekarang banyak negara melarang mengimpor ayam hidup atau hasil ternak yang lain dari negara yang sudah terserang flu burung. Karena ini dianggap hal yang paling penting dalam penyebaran virus influenza A H5N1 dari satu negara ke negara lain.3,27 Tahap penting lain yang harus diikuti adalah:3 1. Bagi orang yang menangani ternak harus menggunakan masker dan sarung tangan. 2. Dapur dan peralatan yang digunakan harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan. 3. Ayam atau bebek harus dimasak sampai mencapai temperatur mendidih. 4. Lalu lintas manusia yang keluar masuk peternakan harus dikontrol. 5. Apabila ada ayam, bebek, atau burung sakit atau mati tanpa diketahui penyebabnya; atau petugas peternakan yang sakit, maka harus dilaporkan ke pihak yang berwajib. Imunisasi Usaha pencegahan lain yang sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit pada manusia adalah imunisasi menggunakan vaksin yang dibuat sesuai dengan antigen yang dimiliki oleh virus influenza A H5N1. Sampai saat ini belum ada vaksin virus influenza A (H5) yang tersedia untuk manusia secara komersial. Sebelumnya pernah dibuat vaksin H5, tetapi kurang imunogenik sehingga perlu diberikan dua sampai tiga dosis. Penelitian sudah banyak dilakukan untuk membuat vaksin terhadap virus influenza A H5N1.28-31 Kondihalli et al. (1999), membuat vaksin DNA yang mengkode hemaglutinin yang memberikan perlindungan terhadap infeksi virus influenza A H5N1 pada mencit. Vaksin ini cukup baik dan perlu diteliti lebih lanjut pada binatang mamalia.32 Bresson et al. (2006) juga sudah meneliti vaksin virion H5N1 mati terpisah (split vaccine) sudah sampai pada fase I.33 Manfaat vaksin ini untuk menghadapi pandemi juga harus diteliti lebih jauh. Profilaksis dengan memberikan obat antivirus (oseltamivir) juga dapat dilakukan, terutama di daerah yang sudah terjangkit penyakit influenza A H5N1.34 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Pengawasan di Rumah Sakit Influenza terkenal sebagai patogen nosokomial. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencegah terjadinya penularan ke petugas kesehatan dan penderita lain dalam situasi nonpandemi dan dalam perawatan penderita. Dalam menangani penderita, para perawat harus menggunakan masker. Perawat yang terpajan tanpa alat pelindung harus diberikan kemoprofilaksis oseltamivir 75 mg setiap hari selama 7 sampai 10 hari. Pemberian profilaksis sebelum terpajan dibenarkan jika terbukti bahwa galur virus influenza A (H5N1) dapat menular dari orang ke orang secara efisien atau untuk seseorang yang memiliki risiko pajanan yang tinggi.4 Kontak di dalam Rumah Tangga dan Kontak Dekat Seseorang yang mengadakan kontak dengan penderita influenza A (H5N1) di dalam rumah tangga harus mendapat profilaksis seperti di atas. Penderita yang dicurigai mengadakan kontak dengan virus, maka gejala demam dan gejala lain yang mungkin akan muncul harus diamati. Walaupun sampai saat ini penularan sekunder sangat rendah, tetapi orang yang terpajan perlu dikarantina selama 1 minggu setelah mengadakan kontak dengan penderita. Jika ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang, maka orang yang mengadakan kontak harus dikarantina. Jika seseorang tanpa pelindung mengadakan kontak dengan penderita atau dengan sumber infeksi (seperti, peternakan) yang diperkirakan tertular dengan virus influenza A (H5N1), maka disarankan untuk mendapat kemoprofilaksis.4 Penutup Virus influenza A subtype H5N1 adalah virus subtipe baru yang sangat patogen pada manusia, diperkirakan akan menjadi penyebab pandemi di kemudian hari. Untuk mencegah agar tidak terjadi peristiwa pandemi yang tidak diinginkan tersebut, maka para peneliti, klinisi, ahli epidemiologi, dan ahli yang lain, mengadakan pemantauan yang ketat terhadap perkembangan dan penyebaran virus. Usaha-usaha yang dilakukan di antaranya dengan menegakkan diagnosis secepat mungkin dan dengan tatalaksana yang baik, di antaranya berupa perawatan dan isolasi di rumah sakit, pemberian obat antivirus, tindakan pencegahan secara umum, pencegahan dengan imunisasi, dan tindakan pencegahan dengan kebersihan pribadi, serta mengadakan survelans yang ketat. Dengan melakukan usaha ini diharapkan virus H5N1 tidak dapat berkembang dan tidak menjadi penyebab terjadinya pandemi dikemudian hari. Daftar Pustaka 1.
2.
Foucher RAM, Munster V, Wallensten A, Bestebroer TM, Herfst S, Smith D, et al. Characterization of a novel influenza A virus hemagglutinin subtype (H16)) obtain from black-headed gulls. J Virol. 2005;79:2814-22. Cooper LA, Subbarao K. A simple restriction fragment length polymorphisme-based strategy that can distinguish the internal
219
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9.
10.
11.
12.
13. 14.
15. 16.
17. 18.
19.
genes of human H1N1, H3N2, and H5N1 influenza A viruses. J Clin Microbiol 2000;38:2579-83. Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra A, Mahapatra S. Avian influenza A (H5N1): A preliminary review. Ind J Med Microbiol 2004;22:143-6. The writing committee of the World Health Organization (WHO) Consultation on Human Influenza A/H5. Avian Influenza A (H5N1) infection in humans. N Engl J Med. 2005;353:1374-85. CDC. Information about avian influenza (bird flu) and avian influenza A (H5N1) virus. Departemen of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention; May 24, 2005. Katz JM, Lim W, Bridges CB, Rowe T, Hu-Primmer J, Lu X, et al. Antibody response in individuals infected with avian influenza A (H5N1) viruses and detection of anti-H5 antibody among household and social contacs. J Infect Dis. 1999;180:1763-70. Hien TT, Nguyen T, Nguyen TD. Avian influenza A (H5N1) in 10 patients in Vietnam. N Eng J Med. 2004;350:1179-88. Mounts AW, Kwong H, Izurieta HS, Ho Y-Y, Au T-k, Lee M, et al. Case control study of risk factor for avian influenza A (H5N1) disease, Hong Kong, 1997. J Infect Dis 1999;180:505-508. Bridges CB, Lim W, Hu-Primmer J, Sims L, Fukuda K, Mak KH, et al. Risk of influenza A (H5N1) infection among poultry worker, Hong Kong, 1997-1998. J Infect Dis 2002;185:1005-10. Bridges CB, Katz JM, Seto WH, Chan PKS, Tsang D, Ho W, et al. Risk of influenza A (H5N1) infection among health care workers exposed to patients with influenza A (H5N1) Hong Kong. J Infect Dis 2000;181:344-8. Ungchusak K, Auewarakul P, Dowel SF, Kitphati R, Auwanit W, Puthawathana W, et al. Probable person-to-person transmision of avian influenza A (H5N1). N Engl J Med. 2005;40:352:33340. deJong MD, Cam BV, Qui PT, Hien VM, Thanh TT, Hue NB, et al. Fatal avian influenza A (H5N1) in a child presenting with diarrhea followed by coma. N Eng J Med. 2005;352:686-91. Subbarao K, Katz J. Avian influenza viruses infecting humans. Cell Mol Life Sci. 2000;57:1770-84. Yuen KY, Chan PK, Peiris M, Tsang DNC, Que TL, Shortridge KF, et al. Clinical features and rapid viral diagnosis of human disease associated with avian influenza A H5N1 virus. Lancet. 1998;351:467-1. WHO. Recommended laboratory test to identify avian influenza A virus inspecimens from humans. WHO, Geneva, June 2005. Starick E, Romer-Oberdorver A, Werner O. Type- and subtype RT-PCR assay for avian influenza A viruses (AIV). J Vet Med. 2000;47:295-301. Ender KO, Peter KC, Anita YY, Hoang TL, Lim WWL. Influenza A H5N1 detection. Emerg Infect Dis. 2005;11:1303-5. Wright KE, Wilson GAR, Novosad D, Dimock C, Tan D, Weber JM. Typing and subtyping of influenza viruses in clinical samples by PCR. J Clin Microbiol. 1995;33:1180-4. Hayden F, Klimov A, Tashiro M, Hay A, Monto A, McKimmBreschkin J, et al. Neuraminidase inhibitor susceptibility network position statement: Antiviral resistance in influenza A/ H5N1 viruses. Antiviral Therapy. 2005;10:873-7.
20. Ilyushina NA, Govorkova EA, Webster RG. Detection of amantadine-resistant among avian influenza viruses isolated in North America and Asia. Virology. 2005; www.elsevier.com/locate/yviro. 21. Ferraris O, Kessler N, Lina B. Sensitivity of influenza viruses to zanavir and oseltamivir: A study performed on viruses circulating infrance prior to the introduction of neuraminidase inhibitor in clinical practice. Antiviral Res. 2005;68:43-8. 22. Ward P, Small I, Smith J, Suter P, and Dutkowski R. Oseltamivir (Tamiflu) and its potential for use in the event of an influenza pandemic. J Antimicrobial Chemother. 2005; 55 Supp 1:S11521. 23. Hayden FG, Belshe R, Villanueva C, Lanno R, Hughes C, Small I, et al. Management of influenza in household: A prospective, randomised comparison of oseltamivir treatment with or without postexposure prophylaxis. J Infect Dis. 2004;189:440-9. 24. WHO: Advice on use of oseltamivir. 17 March 2006. 25. Azis B. Avian influenza remains a cause for concern. Lancet. 2005;366:798. 26. FAO. Guiding principles for highly pathogenic avian influenza surveillance and diagnostic networks in Asia. FAO expert meeting on surveillance and diagosis of avian influenza in Asia, Bangkok, 21-23 July 2004. 27. CDC/WHO. Outbreaks of avian influenza A (H5N1) in Asia and interim recommendation for evaluation and reporting of suspected cases. United States, 2004. MMWR Morb Mortal Wkly Rep Feb. 13, 2004/53(05);97-100. 28. Tumpey TM, Renshaw M, Clements JD, Katz JM. Mucosal delivery of inactivated influenza vaccine induces B-Cell-Dependent heterosubtypic cross-protection against lethal influenza A H5N1 virus infection. J Virol. 2001;75:5141-50. 29. Govorkova EA, Webby RJ, Humbert J, Seiler JP, Webster RG. Immunization with reverse-genetic-produced H5N1 influenza vaccine protects against homologous and heterologous challenge. J Infect Dis. 2006;194:159-67. 30. Hampson AW. Ferrets and the challenges of H5N1 vaccine formulation. J Infect Dis. 2006;194:143-5. 31. Lin J, Zhang J, Dong X, Fang H, Chen J, Su N, et al. Safety and immunogenicity of an inactivated adjuvanted whole-virion influenza A (H5N1) vaccine: A phase I randomized controlled trial. Lancet. 2006;368:991-7. 32. Kodihalli S, Goto H, Kobasa DL, Krauss S, Kawaoka Y, Webster RG. DNA vaccine encoding hemagglutinin provides protective immunity against H5N1 influenza virus infection in mice. J Virol. 1999;73:2094-8. 33. Bresson JL, Perronne C, Launay O, Gerdil C, Saville M, Wood J, et al. Safety and immunogenicity of an inactivated split-virion influenza A/Vietnam/1194/2004 (H5N1) vaccine: Phase I randomized trial. Lancet. 2006;367:1657-64. 34. Ferguson NM, Cummings DAT, Cauchemez S, Fraser C, Riley S, Meeyai A, et al. Strategies for containing an emerging influenza pandemic in South East Asia. Nature. 2005;437:209-14. 35. Liem NT, WHO team, Lim W. Lack of H5N1 transmission to hospital employees, Hanoi 2004. Emermerg Infect Dis. 2005; 11:210-15. EV
220
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009