DETEKSI DAN PEMUTUAN NANAS BERBASIS COMPUTER VISION
MOCHAMMAD FATCHUR RAHMAN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi dan Pemutuan Nanas Berbasis Computer Vision adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Mochammad F. Rahman NIM F14120003
ABSTRAK MOCHAMMAD FATCHUR RAHMAN. Deteksi dan Pemutuan Nanas Berbasis Computer Vision. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR. Penelitian ini membahas teknik deteksi bagian buah dari nanas dan memutukan secara live atau real time berbasis computer vision. Deteksi bagian buah dari nanas dilakukan dengan dua metode yaitu metode deteksi Viola-Jones dan metode image processing biasa yang dirancang untuk pekerjaan grading. Deteksi dilakukan dalam ruangan dengan warna latar homogen dan intensitas cahaya sebesar 570-600 Lux. Bagian buah dari nanas yang terdeteksi kemudian diekstrak fitur-fiturnnya seperti ukuran buah, dan komponen warna. Fitur ukuran digunakan untuk pengkelasan berdasarkan berat (standard SNI), sedangkan fitur warna digunakan untuk pengkelasan berdasarkan kematangan (standard industri, Sunpride). Pengkelasan berdasarkan kematangan dilakukan dengan jaringan syaraf. Mutu akhir yang dihasilkan merupakan kombinasi antara berat dan kematangan. Keseluruhan proses membutuhkan waktu 0,2-0,25 s untuk komputer dengan prosesor 2,6 GHz dan RAM 4 GB. Pemutuan berdasarkan berat dan warna mengasilakan akurasi masing-masing sebesar 74,93% dan 92,19%. Kata kunci: deteksi bagian buah dari nanas, pemutuan, computer vision.
ABSTRACT MOCHAMMAD FATCHUR RAHMAN. Computer Vision Based Pineapple Detction and Quality Recognition. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR. This research discussed the real time pineapple detection for identifying qualitiy using a computer vision technique. Detection of the fruit of the pineapple was done by two methods, Viola-Jones algorithm and classic image processing designed specifically for grading work. Detection was done indoors with homogeneous background color and 570-500 Lux of ligth intensity. The fruit image was extracted and recognized its features such as fruit size, and color components. The size of the fruit was used for weight based classifications (SNI standard), while the color features was used for color based classifications (the industry standard, Sunpride). Color based classifications was done using artificial neural networks. The final quality was a combination between weight and color classes. The entire processes required 0.2-0.25s using a computer with a 2.6 GHz processor and 4 GBs RAM. The accuracies of size and color based calssifications were 74.93% and 92,19%. Keywords: pineapple detection, grading, variety recognition, computer vision
DETEKSI DAN PEMUTUAN NANAS BERBASIS COMPUTER VISION
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 MOCHAMMAD FATCHUR RAHMAN
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taβala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 ini ialah perangkat untuk pemutuan dan pendugaan varietas nanas. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Kudang B. Seminar sebagai pembimbing, serta dosen TBI yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada teman-teman di Lab. Teknik Bioinformatika dan kontrakan HKRB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Mochammad F Rahman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Algoritma Ekstraksi dan Pengklasifikasi Fitur
2
Pengolahan Citra untuk Pertanian
4
METODE PENELITIAN
5
Akuisisi Citra
7
Metode Deteksi Pertama, Algoritma Viola-Jones
9
Metode Deteksi Kedua
11
Pemutuan Nanas
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Deteksi Nanas
23
Pemutuan Nanas
26
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
32
RIWAYAT HIDUP
33
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
Produktivitas dan nilai ekonomi komoditas buahan Indonesia tahun 2012 Kelas mutu berdasarkan berat Perbedaan hasil ekstraksi warna Hasil equalisasi warna Hasil pendugaan untuk beberapa macam input menggunakan JST
1 15 18 28 29
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.
Matriks citra dan integral image (kanan) Penggunaan integral image untuk menghitung jumlah piksel fitur Haar like fitures Alur Penelitian Desain alat pemutuan tipe batch Dimensi alat pemutuan tipe batch Hasil pabrikasi alat tipe batch Fitur objek (positive features) Folwchart deteksi dengan algoritma Viola-Jones Original image, grayscale, histogram equalized image Proses inspeksi fitur di dalam gambar Flowchart deteksi metode kedua Reduksi noise dengan median filter 3x3 Inspeksi piksel tetangga dengan empat dan delapan tetangga Serangkaian proses pemisahan buah dengan mahkota nanas Perbedaan posisi nanas saat berjalan di atas belt conveyor Operasi konvolusi untuk memperoleh gradien searah sumbu x Deteksi tepi canny Compactness bagian buah dan mahkota Standard kematangan nanas berdasarkan industri (Sunpride) Ukuran piksel untuk berbagai jarak Flowchart pemutuan berdasarkan ukuran Arsitektur jaringan syaraf dengan input R dan G Arsitektur jaringan syaraf dengan input R, G, dan B Arsitektur jaringan syaraf dengan input H, S, dan I Arsitektur jaringan syaraf dengan input R, G, B, dan I Arsitektur jaringan syaraf dengan input CIE*lab dan XYZ flowchart pelatihan JST untuk pemutuan berdasarkan kematangan Flowchart pemutuan berdasarkan warna Hasil deteksi nanas dengan algoritma Viola-Jones Sebaran compactness buah dan mahkota Performa algoritma deteksi kedua Hubungan antara luas per piksel dengan jarak kamera ke objek Persamaan regresi antara luas objek dengan berat nanas Persamaan Regresi Berat dugaan dan Berat Aktual Tampilan kelas berdasarkan ukuran Tampilan kelas berdasarkan kematangan Tampilan aplikasi pemutuan tipe kontinyu Aplikasi pemutuan tipe kontinyu (objek di tengah) Aplikasi pemutuan tipe kontinyu (objek terbalik) Tampilan aplikasi tipe kontinyu (objek ganda)
2 2 3 6 7 8 8 9 10 10 11 11 12 12 13 13 14 14 15 16 17 17 18 18 19 19 20 21 22 23 24 25 26 27 27 28 29 30 30 31 31
PENDAHULUAN Latar Belakang Nanas merupakan buah tropis andalan ekspor Indonesia. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencatat ekspor nanas tahun 2013 sebesar $0,897 milyar sekaligus sebagai pengekspor terbesar kedua di dunia dengan pangsa pasar sebesar 28,43 %. Daerah penghasil nanas adalah Lampung, Riau, Subang, Pandeglang, dan Tasikmalaya. Kebanyakan ekspor buah nanas dalam bentuk nanas kaleng ataupun nanas jus. Selain sebagai komoditas ekspor, produktivitas dan nilai ekonomi yang dihasilkan juga tertinggi diantara jenis buah-buahan lainya. Hal ini didasarkan pada publikasi data Badan Pusat Statistika RI tahun 2013 sebagai berikut. Tabel 1 Produktivitas dan nilai ekonomi komoditas buahan Indonesia tahun 2012 Jenis Buah Produktivitas (ton) Nilai Ekonomi (ribu Rupiah) Alpukat 576 019 4 320 156 Apel 112 039 591 180 Durian 109 490 1 117892 Jeruk Siam 118 869 997 935 Lengkeng 300 22 892 Mangga 24 488 298 4 933 552 Nanas 526 035 048 573 366802 Melon 498 100 3 165 500 Pisang 5 364 042 120 306 564 Semangka 60 736 175 325 Stroberi 156 369 1 864 842 Salak 83 658 378 340 Pepaya 24 989 29 690 Sumber: BPS RI (2012), diolah
Walau begitu, belum semua potensi ekspor nanas terserap maksimum. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencatat, kuota ekspor nanas ke Jepang sebanyak 1000 ton buah segar selama tahun 2008-2012 dengan pajak 0% tidak terpakai sama sekali. Untuk memenuhi persyaratan ekspor, buah nanas segar harus berkualitas super, dan warna tampilan menarik (pas). Oleh karena itu diperlukan sistem untuk pemutuan untuk menentukan nanas segar yang layak untuk diekspor.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memutukan nanas berbasis computer vision.
2
TINJAUAN PUSTAKA Algoritma Ekstraksi dan Pengklasifikasi Fitur Harbert bay (2006) dari ETH Zurich mengajukan algoritma pengolah citra untuk mengenali fitur penting (key point) yang disebut speed up robust feature (SURF). SURF diklaim melebihi algoritma yang populer sebelumnya (SIFT). Dalam mendeteksi fitur penting, SURF menggunakan matrik hessian dan integral image yang dipopulerkan oleh Viola dan Jones (2001). Integral image dirumuskan sebagai berikut (Viola et al. 2001). π¦ πΌβ = βπβ€π₯ π=1 βπ=1 π(π, π)
(1)
Dalam bentuk lain, konsep integral gambar dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 1 Matriks citra dan integral image (kanan)
Gambar 2 Penggunaan integral image untuk menghitung jumlah piksel fitur Perhitungan jumlah piksel dalam suatu fitur kotak (contoh kotak merah muda Gambar 1) dilakukan secara cepat dengan integral image sesuai Persamaan 2 (Viola et al. 2001). πΌβ = π΄ + π· β π΅ β πΆ
(2)
Donghoon Kim dan Rozen Dahyon (2008) menggunakan SURF untuk mengekstrak fitur-fitur penting pada wajah manusia untuk keperluan pengenalan wajah. SURF lebih unggul dalam ekstraksi fitur-fitur penting dan pada kondisi yang lebih beragam. Dalam penelitianya, Kim menggunakan algoritma SVM (support vektor machine) untuk mengklasifikasikan fitur-fitur yang telah diekstrak melalui algoritma SURF. Algoritma klasifikasi SVM dipilih karena waktu klasifikasi lebih cepat dan gambar sampel yang dibutuhkan lebih sedikit jika dibandingkan algoritma adaptive boosting (adaboost). Viola dan Jones (2001) mempublikasikan algoritma deteksi objek. Algoritma ini melakukan scanning gambar bukan berdasarkan piksel per piksel
3 melainkan melihat sebuah daerah tertentu sebagai sebuah interest region untuk ditelusuri parameternya. Interest region pada algoritma ini berupa fitur kotak pada suatu gambar. Parameter yang digunakan dalam algoritma ini adalah kecerahan dari tiap region. Perhitungan kecerahan tiap region dilakukan menggunakan integral image seperti pada algoritma SURF. Jika perbedaan nilai integral image dari sebuah fitur kotak memenuhi nilai tertentu (threshold), region tersebut diduga mengandung objek yang diinginkan. Gambar 3 di bawah ini adalah contoh fitur kotak pada algoritma Viola-Jones.
Gambar 3 Haar like features Dalam melakukan ekstraksi fitur, algoritma ini menawarkan beberapa kemungkinan jumlah dan orientasi fitur kotak. Mulai dari dua fitur, tiga fitur, dan empat fitur yang tersusun secara horizontal, vertikal, atau miring. Identitas fitur diekstrak berdasarkan perbedaan nilai integral image fitur tersebut fengan fitur tetangganya. Penentuan nilai selisih (threshold) dari area gelap dan terang dilakukan melalui serangkaian pelatihan menggunakan adaptive boosting. Kelemahan dari algoritma ini adalah hanya mampu mendeteksi objek saja (secara umum) tanpa mengenali identitas dari pemilik objek tersebut (berbeda dengan SURF, SIFT, dan BRISK). Dalam pelatihannya, Viola-Jones menggunakan algoritma boosting. Hasil pelatihan merupakan sekumpulan threshold yang disusun berantai membentuk cascade classifier. Boosting merupakan algoritma pada machine learning yang digunakan untuk meningkatkan akurasi pada algoritma pembelajaran (Babu TR et al. 2004). Boosting yang paling banyak digunakan adalah Adaptive boosting (adaboost) yang dipopulerkan oleh Freund Y et al (1999). Boosting digunakan untuk menggabungkan beberapa threshold untuk membentuk suatu gabungan threshold yang performanya lebih baik daripada pengklasifikasi tunggal. Lienhaart et al (2003) mendefinisikan sekumpulan pengklasifikasi (classifiers) sebagai pohon keputusan dimana setiap langkah atau level keputusan dilatih untuk mendeteksi objek dan menolak objek lain (background). Ada beberapa tipe adaboost, yaitu gentle adaboost, discreet adaboost, dan real adaboost. Gentle adaboost lebih populer daripada tipe lain karena akurasinya lebih baik dan komputasinya lebih ringan. Pola kerja dari gentle adaboost adalah sebagai berikut, 1 terdapat beberapa sampel, (x1,y1), ... ,(xm,ym); yi Ο΅ {-1,1} 2 inisiasi bobot awal π€1 (π ) = 1/π (3)
4 untuk T (tahap pelatihan) = 1 sampain T = n 3 menghitung dan meminimalkan nilai eror (4) (5) (6) (7) Pengolahan Citra untuk Pertanian Pengolahann citra banyak digunakan dalam bidang pertanian untuk deteksi buah, prediksi hasil panen, pemutuan, deteksi penyakit, dan kekurangan hormon. Beberapa fitur yang biasa diekstrak antara lain warna, bentuk, ukuran, gradien, dan kebundaran. Bulanon DM et al (2008) mengembangkan aplikasi pendeteksi buah jeruk di pepohonan untuk prediksi hasil panen. Citra jeruk diambil dari kamera inframerah. Untuk mengetahui ukuran buah, jarak kamera dengan tajuk pohon diatur sejauh dua meter (menggunakan kamera tunggal). Citra yang diperoleh kemudian dikonversi kedalam gambar grayscale sesuia dengan persamaan berikut. (8) Citra grayscale dianalisis komposisisnya untuk membuat histogram gambar. Dari histogram gambar, didapatkan dua buah puncak. Puncak pertama dengan wilayah yang lebih luas merupakan representasi daun sedangkan puncak kedua yang lebih pendek dan wilayah yang kecil merupakan representasi dari buah jeruk. Nilai threshold diperoleh dari lembah diantara dua puncak tersebut. Selain itu, Wachs JP et al (2009) melakukan penelitian yang sama, namun metode yang digunakan berbeda. Watchs menggunakan algoritma haar untuk mendeteksi jeruk dipohon. Gambar diambil melalui dua jenis kamera, yaitu kamera biasa dan inframerah. Tiap-tiap gambar sampel dari masing-masing kamera ditraining untuk digunakan mendeteksi objek. Martinez et al (2011) mengembangan sistem penduga kadar alkohol yang dihasilkan pada anggur melalui tampilan buah. Selain itu, di IPB sendiri telah banyak dilakukan penelitian berbasis image processing. Solahudin M et al (2010) mengembangkan sistem penyemprot gulma berbasis citra. Citra ditangkap melaui kamera dan dianalisis komponen warnanya untuk membuat grafik hubungan piksel horizontal dan nilai komponenya. Dalam pembuatannya, Solahudin M mengakses lima komponen warna, yaitu rata-rata R, G, B, Hue, dan ideks keabu-abuan. Dari kelima komponen tersebut didapat grafik dari hue yang mempunyai nilai perbedaan paling jelas dibanding yang lainya. Nilai hue dari gambar tersebut digunakan sebagai konstanta threshold untuk memfilter gulma dengan tanah. Setelah difilter, piksel yang digategorikan sebagai objek (gulma) diakses tingkat kepadatan gulmanya. Tingkat kepadatan gulma tersebut digunakan untuk menentukan dosis penyemprotan menggunakan algoritma bayesian.
5 Khusus untuk nanas, Moonrita et al (2010) melakukan penelitian deteksi nanas di lahan pertanian dengan sampel sejumlah 1000 buah. Moonrita melakukan perbandingan performa dari beberapa algoritma (SURF, Harris, dan SIFT) dengan hasil perpaduan antara harris dan SURF yang mempunyai waktu komputasi terkecil (0,15 s) dengan akurasi deteksi 82%. Kaewapichai et al (2007) melakukan penelitian untuk untuk merekonstruksi pola (motif) pada permukaan nanas. Penelitian ini merupakan penelitian awal dari pemutuan nanas. Nanas kualitas rendah akan mempunyai pola yang kurang terartur karena banyak kerutan, begitu juga sebaliknya. Dalam menggambarkan pola, Kaewapichai menggunkan algoritma snake atau kontur aktif. Algoritma kontur aktif akan menelusuri nilai gradien dari suatu piksel terhadap piksel tetangganya. Capaian dari penelitian Kaewapichai ini hanyalah sebatas image processing untuk mengekstrak fitur motif nanas tanpa menghasilkan data-data mengenai kebundaran, sudut, dan ukuran motif nanas sehingga belum menghasilkan kesimpulan berupa varietas nanas (belum sampai tahap rekognisi fitur). Selain image processing untuk motif nanas, Kaewapichai juga mengembangnhkan teknik segmentasi nanas menggunakan algoritma PCA, sehingga segmentasinya bagus (nyaris mendekati bentuk elips). Kelemahan penelitian ini adalah mahkota nanas harus dipisahkan telebih dahulu dari buah atau dipotong setengahnya sebelum diolah. Jika tidak dipisahkan atau dipotong setengahnya, akan terdapat dua ellips yang dikenali sebgai objek, yaitu ellips bagian buah dan mahkota. Mohammad S et al (2011) dari Pahang, Malaysia mengembangkan sistem pemutuan nanas berbasis citra dengan menggunakan indeks kekuningan (yellowish presentation). Dalam penelitiannya, Mohammad S hanya memutuakan berdasarkan ketuaan (tampilan) saja tanpa memasukkan faktor ukuran nanas. Nanas dimutukan menjadi tujuh kelompok berdasarkan tampilan kekuningannya. Presentase kekuningan diperoleh berdasarkan persamaan berikut.
(9) Sebelum dilakukan ekstraksi komponen warna, gambar dipisahkan dulu dari latarnya. Dalam penelitian ini, Mohammad S menggunakan warna latar biru, sehingga tresholding yang dilakukan berdasarkan indeks kebiruan yang dirumuskan. π = π΅ / (π
+ πΊ + π΅)
(10)
Setelah objek terpisahkan, gambar objek diperbaiki dengan menggunakan matrik ellips. Kelemahan dari penelitian ini adalah sampel nanas input harus dipisahkan terlebih dulu dari mahkotanya atau ditutup dengan warna background.
METODE PENELITIAN Alur penelitian ini berturut-turut adalah akuisisi citra, deteksi bagian buah nanas, ekstraksi fitur buah (ukuran, warna, motif dan bentuk) dan pengenalan fitur. Pengenalan fitur digunakan untuk pemutuan dan penentuan varietas. Fitur input
6 pada pemutuan adalah ukuran buah dan warna (R, G, B, H, S, I, X, Y, Z, CIE*l, CIE*a, dan CIE*b), sedangkan fitur input penentuan varietas adalah kebundaran buah, ukuran buah, sudut motif, dan ukuran motif.
Mulai
a
Pengumpulan sampel
Pemutuan berdasarkan ukuran (berat) (11 kelas, SNI)
Akuisisi gambar sampel
Pelatihan JST untuk pemutuan berdasarkan kematangan
pemutuan berdasarkan kematangan (kelas A-D, standard Sunpride)
Deteksi bagian buah nanas dengan pengolahan citra klasik (metode kedua)
Deteksi bagian buah nanas dengan algoritma ViolaJones (metode pertama)
Mutu Nanas
Selesai Metode I lebih baik? (berdasarkan akurasi dan waktu deteksi)
tidak
ya Penggunaan metode pertama untuk deteksi region buah
Penggunaan metode kedua untuk deteksi region buah
Ekstraksi fitur luas dan warna buah
Mencari persamaan regresi antara luas dan berat objek
Keterangan: Tahap deteksi Tahap pemutuan
a
Gambar 4 Alur Penelitian Pada penelitian ini, deteksi bagian buah nanas dilakukan dengan dua metode. Metode pertama adalah algoritma deteksi objek yang dikembangkan oleh Viola-
7 Jones, sedangkan metode kedua adalah medode deteksi dengan teknik pengolahan citra klasik. Flowchart detail dari tiap-tiap subrutin terdapat pada masing-masing sub bab. Akuisisi Citra Objek (nanas) diletakkan dalam ruangan dengan intensitas cahaya sebesar 560-600 lux, dengan warna latar yang homogen dan berbeda dengan warna objek. Alat dan bahan yang digunakan pada akuisisi citra adalah kotak akuisisi citra, lampu, kamera, personal computer, dan buah nanas. Nanas input tanpa dipotong mahkotanya terlebih dahulu. Gambar diambil melalui kamera CMOS. Kamera terhubung dengan personal computer dan langsung diproses secara real time untuk pemutuan dan pengenalan varietas.
Keterangan: 1. Kotak akuisisi citra 2. Kamera Gambar 5 Desain alat pemutuan tipe batch
8
Gambar 6 Dimensi alat pemutuan tipe batch
(a)
(b)
(b) (d) Gambar 7 Hasil pabrikasi alat tipe batch
9 Gambar a, b, dan d merupakan hasil pabrikasi dari alat pemutuan tipe batch tampak depan, sedangkan gambar b merupakan tampak belakang. Metode Deteksi Pertama, Algoritma Viola-Jones Pada bagian ini, dijelaskan metode deteksi bagian buah nanas menggunakan algoritma Viola-Jones (2001). Algoritma ini mendeteksi objek berdasarkan perbedaan terang gelap antara dua wilayah. Hal ini dilakukan untuk mempercepat waktu deteksi dibandingkan menggunakan sistem piksel per piksel. Algoritma Viola-Jones diklaim mampu mendeteksi objek secara cepat (kurang dari 70 ms) dengan warna latar yang beragam. Pada penelitian ini, algoritma Viola-Jones digunakan untuk mendeteksi bagian buah nanas (membedakannya dari mahkota) secara indoor. Deteksi objek dilakukan dengan menggunakan cascade classifier yang diperoleh melalui dua tahap pendahuluan, yaitu tahap pengumpulan sampel dan pelatihan. Cascade calssifier merupakan kumpulan dari beberapa threshold yang digunakan untuk menentukan apakah sebuah sub window merupakan gambar objek atau bukan. Tahap pengumpulan sampel Sampel yang digunakan dibagi menjadi dua, objek (nanas) dan non objek (background). Dalam training ini digunakan 1900 gambar objek (nanas) yang direduksi ukuranya menjadi 24 x 24 piksel dan 3500 gambar background. Dari 3500 gambar background, akan dipotong secara acak dengan ukuran 24 x 24. Gambar objek disebut fitur positif dan potongan gambar background disebut fitur negatif.
Gambar 8 Fitur objek (positive features) Tahap Pelatihan Pada penelitian ini, pelatihan dilakukan menggunakan training set yang disediakan opencv dengan algoritma boosting. Pelatihan dilakukan untuk mendapatkan nilai threshold yang memisahkan fitur objek dengan fitur non objek. Sebenarnya tiap nilai threshold tidak mampu mengklasifikasikan objek secara tegas, sehingga disebut weak classifier. Dalam pelatihan ini, kesalahan maksimum klasifikasi tiap weak classifier ditetapkan sebesar 50%. Gabungan dari tiap-tiap weak cassifier akan membentuk strong calssifier yang akan digunakan untuk mendeteksi objek. Dalam publikasinya, Viola-Jones menyebut strong classifier sebagai cascade classifier.
10 Tahap Deteksi Objek Setelah cascade classifier didapatkan melalui dua tahap pendahuluan di atas, cascade classifier digunakan untuk mendeteksi objek di dalam gamabar. Flowchart tahap deteksi dijelaskan melalui Gambar 9. Mulai
Konversi gambar menjadi grayscale
Histogram equalization
Menghitung integral image dan gradien tiap fitur
Rekognisi fitur dengan cascade classifier
region buah
Kembali
Gambar 9 Folwchart deteksi dengan algoritma Viola-Jones Sebelum dilakukan deteksi objek, gambar yang diperoleh dari frame video dikonversi menjadi grayscale sesuai persamaan 7. Proses selanjutnya adalah histogram equalization untuk membuat gambar menjadi kontras.
Gambar 10 Original image, grayscale, histogram equalized image Proses deteksi dilakukan dengan cara mengecek rectangle features satu persatu dan membandingkannya dengan daerah kanan kirinya. Ukuran rectangle features tergantung pada ukuran minimum yang kita inginkan (contoh ukuran 100 x 100
11 piksel). Tiap fitur akan dicek menggunakan strong calssifier/cascade classifier hasil tahap sebelumnya untuk mengetahui apakah objek atau tidak.
feature
feature
features
Gambar 11 Proses inspeksi fitur di dalam gambar Deskripsi dari fitur akan diproses dengan cascade classifier (kumpulan beberapa threshold). Jika fitur lolos threshold pertama, maka akan diproses oleh threshold kedua, jika lolos, diproses oleh threshold ketiga dan seterusnya hingga threshold terakhir dan dikenali sebagai objek. Jika fitur tak lolos suatu threshold, fitur langsung dikenali sebagai non objek dan inspeksi bergeser ke fitur sebelahnya. Metode Deteksi Kedua Bagian ini membahas metode deteksi nanas yang dikembangkan secara khusus untuk menangani pekerjaan grading. Algoritma ini terdiri dari teknik mendeteksi, mengenali dan memisahkan nanas dengan mahkota. Kelemahan metode ini adalah gambar latar harus homogen, dan berbeda dengan warna nanas.
Mulai
Konversi citra menjadi grayscale
Reduksi noise (smoothing)
Binerisasi citra
Pelabelan objek (buah + mahkota) dengan algoritma flood fill
a Memisahkan buah dengan mahkota
Ekstraksi fitur compactness buah dan mahkota
Pengenalan buah berdasarkan fitur compactness Region buah
Keterangan: Tahap Persiapan Kembali a persiapan Persiapan gambar meliputiTahap konversi gambar menjadi grayscale, reduksi noise Gambar 12 Flowchart deteksi metode kedua (smoothing) dan binerisasi. Pada penelitian ini, konversi citra RGB ke grayscale
12 dilakuakn berdasarakn Persamaan 7, sedangkan reduksi noise (smoothing) dilakukan menggunakan median filter. Output dari median filter merupakan rataan dari beberapa piksel yang saling bertetangga (Szeliski, 2010).
49
Gambar 13 Reduksi noise dengan median filter 3x3 Smoothing dilakukan melalui operasi convolution, dimana π(π₯, π¦) , β(π₯, π¦), dan π(π₯, π¦) merupakan gambar asal, filter dan gambar output. Smoothing akan membuat gambar menjadi halus dan siap dibinerkan. Pada penilitian ini, binerisasi dilakukan dengan manual threshold.
1 Pada proses ini, objek akan berwarna putih dengan latar hitam.
(11)
Pelabelan objek (buah dan mahkota nanas) dengan flood fill Algoritma flood fill digunakan untuk melabeli sekelompok piksel dengan nilai sama dan saling terhubung. Pada bagian sebelumnya, telah dilakukan proses binerisasi sehingga objek (nanas) berwarna putih dengan background hitam. Algoritma ini akan menyusuri piksel-piksel yang berwarna putih dan saling berhubung satu sama lain untuk dilabeli sebagai satu objek. Penyusuran piksel di sekeliling (piksel tetangga) dilakukan melalui dua macam, yaitu penyusuran empat dan delapan tetangga. Pada penelitian ini, digunakan teknik penyusuran delapan tetangga.
Gambar 14 Inspeksi piksel tetangga dengan empat dan delapan tetangga Memisahkan Buah dengan mahkota Pada bagian ini, akan dipaparkan teknik yang baru untuk memisahkan mahkota dengan buah dan dirancang secara khusus untuk pekerjaan ini. Secara teoritis teknik ini dijelaskan oleh pseudocode berikut.
13
Gambar 15 Serangkaian proses pemisahan buah dengan mahkota nanas Gambar (a) merupakan hasil binerisasi objek, gambar (b) menunjukkan titik tengah objek, gambar (c) menunjukkan proses penghitungan jumlah piksel objek untuk tiap baris mulai dari titik tengah β 0,25 tinggi objek hingga titik tengah + 0,25 tinggi objek, kemudian dicari baris yang jumlah piksel putihnya terkecil. Gambar (d) menunjukkan baris dengan piksel objek minimum sebagai titik potong. Ekstraksi Fitur Compactness Buah dan Mahkota Ketika objek sudah dipisahkan, komputer belum mengenali mana yang merupakan buah dan mana yang mahkota. Jika saja peletakan nanas dilakukan sedemikian rupa sehingga mahkota selalu mengarah ke atas, maka hal ini tak perlu dilakukan. Karena posisi buah pasti di bawah mahkota. Tetapi untuk mesin grading tipe kontinyu (belt conveyor), kita tak bisa melakukan hal tersebut. Karena sangat mungkin nanas masuk konveyor dengan posisi buah didepan, sehingga gambar buah berada di atas mahkota.
Gambar 16 Perbedaan posisi nanas saat berjalan di atas belt conveyor Gambar bagian kanan, mahkota masuk terlebih dulu ke dalam konveyor sehingga bagian buah berada di atas, sedangkan gambar bagian kiri sebaliknya. Berdasarkan
14 permasalahan tersebut, komputer diharuskan mampu mengenali bagian buah dan mahkota terlebih dulu sebelum mengekstrak fitur untuk proses selanjutnya. Salah satu perbedaan paling mencolok antara bagian buah dan mahkota adalah morfologinya. Dari beberapa fitur morfologi, yang paling berbeda mencolok antara keduanya adalah compactness (kemulusan). Secara matematik, compactness dirumuskan sebagai berikut (Nixon et al. 2002).
Dimana A merupakan luas objek dan p merupakan perimeter (keliling objek). Tidak ada masalah untuk menghitung luas buah atau mahkota. Tetapi untuk menghitung perimeter, diperlukan algoritma deteksi tepi (edge detection) yaitu canny, sobel, maupun sussan. Tetapi pada penelitian ini digunakan metode canny. Ada beberapa langkah dari algoritma canny, yaitu reduksi nois, perhitungan gradien gambar, thresholding, non maximum surpression, dan histerisis. Namun, karena gambar yang kita tangani telah direduksi noisnya, dan dibinerkan pada proses sebelumnya, sehingga batas objeknya tegas, maka kita cukup melakukan perhitungan gradien gambar saja untuk mendapatkan garis tepinya. Gradien gambar secara matematis dituliskan sebagai berikut (Szelisky, 2010), π»π(π₯, π¦) = (
ππ ππ₯
+
ππ
ππ¦ ππ 2
)ο ππ 2
|π»π (π₯, π¦)| = β(ππ₯) + (ππ¦) ο
ο
ο
ο¨ο±ο³ο©ο
ο
ο
ο¨ο±ο΄ο©ο
ο -1
0
1
ππ ππ₯
Gambar 17 Operasi konvolusi untuk memperoleh gradien searah sumbu x Hal yang sama dilakukan untuk menghitung gradien gambar berdasarkan sumbu Y.
Gambar 18 Deteksi tepi canny
15 Penghitungan perimeter dan compactness objek dilakuan berdasarkan pseudocode berikut, gradien gambar
Pengenalan Buah berdasarkan Fitur Compactness Bagian buah mempunyai compactness lebih tinggi dibanding mahkota (lebih mulus). Sehingga wilayah (region) yang mempunyai compactness lebih besar akan dikenali oleh komputer sebagai buah untuk diproses lebih lanjut.
Gambar 19 Compactness bagian buah dan mahkota Pemutuan Nanas Setelah komputer mampu mengenali bagian buah nanas, dilakukan proses pemutuan. Pemutuan dilakukan berdasarkan ukuran dan kematangan. Pemutuan berdasarkan ukuran didasarkan pada SNI 3166:2009 yaitu sebagai berikut, No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 2 Kelas mutu berdasarkan berat Berat Tanpa Mahkota (gram) Mutu > 2500 1 2001-2500 2 1751-2000 3 1391-1750 4 1171-1390 5 1021-1170 6 881-1020 7 731-880 8 528-730 9 386-527 10 < 386 11
16 sedangkan pemutuan kematangan didasarkan pada standard yang dikeluarkan oleh industri (Sunpride, Gunung Sewu Grup).
Gambar 20 Standard kematangan nanas berdasarkan industri (Sunpride) Proses ekstraksi warna dijelaskan oleh pseudocode di bawah ini. 1. Cropping bagian buah dari gambar biner saat proses deteksi Ekstraksi fitur ukuran dan warna objek 2. Catat letak buah pada gambar biner Ekstraksi ukuran dan warna dilakukan berdasarkan pseudocode berikut. 3. Luas objek = 0; jumlah merah = 0; jumlah biru = 0; jumlah hijau = 0 4. Inspeksi piksel gambar Jika nilai piksel = 255, luas Objek ++; catat letak piksel (i, j) akses warna R, G, B dari gambar asli di titik (x,y) x = i + letak buah pada gambar biner di sumbu x y = j + letak buah pada gambar biner di sumbu y jumlah merah += R; jumlah biru +=B; jumlah hijau += G; 5. R = jumlah merah / luas objek G = jumlah hijau / luas objek B = jumlah biru / luas objek 6. Konversi R, G, dan B ke model H, S, I, X, Y, Z, dan CIE*L, CIE*a, CIE*b Ekstraksi warna R, G, dan B dilakukan terhadap gambar asli. Gambar asli merupakan gambar hasil tangkapan kamera yang belum pernah diolah sama sekali. Pemutuan berdasarkan ukuran Pada bagian ini, akan dipaparkan teknik pemutuan berdasarkan ukuran. Fitur yang diekstrak pada bagian ini adalah luas objek. Untuk memperoleh luas, diperlukan penelitian pendahuluan, yaitu hubungan antara luas per piksel dengan jarak kamera. Hal tersebut dilakukan dengan cara merekam objek dengan ukuran tetap dari berbagai jarak dan mencatat jumlah pikselnya. Pada penelitian ini, ukuran objek yang digunakan adalah 5 x 5 cm untuk jarak 10-20 cm dan 10 x 10 cm untuk jarak 20 β 85 cm.
17
Gambar 21 Ukuran piksel untuk berbagai jarak Setelah luas objek diketahui, diperlukan korelasi antara luas dengan berat objek melalui regresi linier. Pada penelitian ini, digunakan 50 sampel nanas berbagai ukuran untuk medapatkan korelasi antara luas objek dengan beratnya. Pemutuan berdasarkan ukuran
Luas objek, persamaan regresi antar luas dan berat objek
Penentuan berat berdasarkan persamaan regresi
Pengkelasan objek berdasarkan berat
Kembali
Gambar 22 Flowchart pemutuan berdasarkan ukuran Pemutuan berdasarkan warna Pada bagian ini, akan dipaparkan teknik pemutuan berdasarkan warna menggunakan jaringan syaraf. Warna yang diekstrak tidak langsung diolah menggunakan jaringan syaraf karena secara visual data warna tidak sesuai kenyataanya.
18
Tabel 3 Perbedaan hasil ekstraksi warna Warna Hasil Ekstraksi Warna Seharusnya Hijau Hijau Hijau Hijau Kuning Kuning Kuning Untuk mengatasi hal tersebut, Wahyu W et al (2015) mengembangkan teknik untuk memperbaiki warna hasil ekstraksi agar mendekati warna sesungguhnya. Secara prinsip, teknik perbaikan warna tersebut mirip dengan histogram equalization. Sehingga dalam penelitian ini, teknik tersebut disebut βcolor equalizationβ. Pada penelitian ini, akan dicoba menggunakan beberapa fitur warna seperti R, G, B, I, H, S, X, Y, Z, CIE*l, CIE*a, dan CIE*b sebagai input. Fitur diambil dalam suatu ruangan dengan intensitas cahaya sebesar 570-600 Lux. Fitur dengan akurasi output terbaik akan dipilih untuk pemutuan.
Gambar 23 Arsitektur jaringan syaraf dengan input R dan G
Gambar 24 Arsitektur jaringan syaraf dengan input R, G, dan B Fitur lain yang digunakan adalah HSI. Nilai fitur H, S, dan I diperoleh melalui Persamaan 15-17 (Gonzales et al. 2009).
19
Gambar 25 Arsitektur jaringan syaraf dengan input H, S, dan I
Gambar 26 Arsitektur jaringan syaraf dengan input R, G, B, dan I Sedangkan fitur X, Y, dan Z diperoleh melalui variabel antara yaitu var R, var G, dan var B (Connolly et a., 1997).
20
Melalui fitur X, Y, dan Z, diperoleh fitur CIE*l, CIE*a, dan CIE*b dengan persamaan 27-35 (Connolly et al. 1997).
Gambar 27 Arsitektur jaringan syaraf dengan input CIE*lab dan XYZ
21 Pelatihan jaringan syaraf dilakukan dengan Matlab neural network fitting, oleh karena itu, output dari jaringan syaraf harus dibulatkan untuk mendapatkan kelas kematangan. Flowchart pelatihan jaringan syaraf untuk pemutuan berdasarkan kematangan ditunjukkan oleh Gambar 28. mulai
Arsitektur JST ke-1 : RG Arsitektur JST ke-2 : RGB Arsitektur JST ke-3 : RGBI Arsitektur JST ke-4 : HSI Arsitektur JST ke-5 : XYZ Arsitektur JST ke-6 : lab
n=1
n <= 6 ?
tidak
ya Pelatihan JST untuk arsitektur ke-n,
Mencari hasil pelatihan terbaik dari semua pasangan input
hasil pelatihan arsitektur ke-n hasil pelatihan terbaik n++ tidak
Perombakan arsitektur JST dengan menambah neuron atau hidden layer
Hasil diterima ? ya kembali
Gambar 28 flowchart pelatihan JST untuk pemutuan berdasarkan kematangan Pada penelitian ini, penggunaan jaringan syaraf hasil pelatihan untuk pemutuan mengikuti persamaan 36-42 yang didapat dari Matlab.
22
Dimana f (x), I, N, dan O merupakan fungsi aktivasi, neuron input, neuron di hidden layer, dan output. Pembulatan output dilakukan karena metode pelatihan yang digunakan merupakan fitting, bukan pattern recognition. Flowchart penggunaan hasil jaringan syaraf untuk pemutuan ditunjukkan oleh Gambar 29. Mulai
Fitur warna + bobot dan bias jaringan syaraf
Normalisasi input, Penghitungan nilai neuron pada hidden layer, dan neuron output
Pembulatan nilai output
ya
Output =0?
ya Kelas mutu = A
Kelas mutu = B
tidak
Output =1?
ya
a
Kelas mutu = C
tidak
Output =2?
tidak
Kelas mutu = D
Kembali
Gambar 29 Flowchart pemutuan berdasarkan warna
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Nanas Proses deteksi dilakukan dengan dua cara, yaitu algoritma Viola-Jones dan pengolah citra biasa yang dirancang untuk nanas. Algoritma Viola-Jones sangat populer untuk deteksi wajah dengan background yang sangat beragam. Selain itu, algoritma ini terkenal akan kecepatanya. Hasil deteksi nanas menggunakan algoritma Viola-Jones dengan jumlah sampel pelatihan sebanyak 1900 sampel positif (objek) dan 3500 sampel negatif (background), dengan 30 stages ditampilkan oleh Gambar 30. Jumlah stages merupakan jumlah threshold yang terdapat dalam cascade classifier.
Gambar 30 Hasil deteksi nanas dengan algoritma Viola-Jones
24 Pada gambar di atas, algoritma Viola-Jones mampu mendeteksi bagian buah nanas, tetapi kurang bagus karena tidak semua bagian buah masuk kedalam area terdeteksi. Hal ini menyebabkan fitur luas atau ukuran objek yang diekstrak menjadi tidak akurat. Selain itu, seringkali bagian mahkota nanas terdeteksi sebagai buah. Hal ini terjadi karena dua faktor, yaitu integral image bagian mahkota tidak berbeda jauh dari bagian buah (terlebih untuk nanas hijau) sehingga deskripsi fitur yang dihasilkan dikenali sebagai buah. Sedangkan yang kedua adalah kurangnya fitur mahkota pada sampel gambar background yang digunakan saat tahap pelatihan. Kecepatan deteksi dari algoritma ini adalah kurang dari 70 ms. Metode deteksi yang kedua dikembangkan secara khusus untuk menangani pemutuan nanas secara indoor. Kelemahan dari metode ini adalah hanya bisa menangani nanas saja (spesifik), warna latar yang digunakan harus homogen dan berbeda nyata dengan warna nanas, serta waktu yang dibutuhkan lebih lama dibanding algoritma deteksi Viola-Jones. Algoritma ini mampu mendeteksi objek (nanas dan mahkota), memisahkan bagian nanas dengan mahkotanya, dan mengenali tiap-tiap bagian tersebut sebgai mahkota ataupun buah secara realtime dengan rentang waktu 0,1 β 0,15s untuk komputer dengan processor 2,6 GHz dan RAM 4 Gb dengan ukuran gambar 644 x 484 piksel. Walaupun kenyataan ini jauh dibawah kemampuan algoritma Viola-Jones yang hanya membutuhkan waktu kurang dari 70 ms. Namun untuk pekerjaan ini, pemutuan nanas secara indoor (dalam ruangan) dengan warna latar yang homogen, metode kedua mampu memisahkan mahkota dan mengenali bagian buah secara tepat dibanding algoritma Viola-Jones. Selain itu, metode deteksi kedua bisa digunakan tanpa training. Ini sangat berbeda dengan algoritmaViola-Jones yang membutuhkan banyak sampel objek dan latarnya selama proses pelatihan. Hal yang membuat metode kedua menjadi lama adalah adanya algoritma pelabelan flood fill. Algoritma ini sangat menguras waktu karena proses pelabelan dan pengecekan tetangga dilakukan secara berulang-ulang. Pengenalan bagian buah dan mahkota pada metode kedua dilakukan berdasarkan kemulusan (compactness) objek. Kemulusan menggambarkan tingkat kehalusan permukaan objek. Buah akan mempunyai kemulusan yang lebih tinggi dibanding mahkota, karena permukaan buah jauh lebih halus dibanding mahkota. Dengan sistem ini, komputer akan mampu mendeteksi region buah yang berjalan di atas belt conbeyor saat proses pemutuan sekalipun posisi buah tersebut terbalik.
Gambar 31 Sebaran compactness buah dan mahkota Performa dari metode deteksi yang kedua ditunjukan Gambar 32.
25
Gambar 32 Performa algoritma deteksi kedua
26 Gambar 32 menunjukkan bahwa algoritma kedua mampu memisahkan dan mendeteksi bagian nanas baik buah di atas maupun di bawah secara tepat, sehingga cocok untuk mesin pemutuan, walaupun proses deteksinya lebih lama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode deteksi kedua untuk mendeteksi bagian buah nanas. Pemutuan Nanas Pemutuan nanas dilakukan berdasarkan dua parameter, yaitu ukuran dan kematangan. Pemutuan ukuran didasarkan standard SNI 3166:2009. Untuk mengakses ukuran, diperlukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui hubungan antara luas piksel dengan jarak kamera. Semakin jauh jarak kamera dengan objek, maka gambar objek yang dihasilkan semakin kecil, sehingga representasi luas tiap piksel pada gambar tersebut semakin besar, begitu juga sebaliknya. Dengan mengetahui hubungan antara jarak kamera dengan luas per piksel memungkinkan pengguna untuk lebih fleksibel dalam penempatan kamera saat pemutuan.
Gambar 33 Hubungan antara luas per piksel dengan jarak kamera ke objek Kelas objek yang tercantum dalam SNI berdimensi gram (berat), maka diperlukan persamaan regresi linier antara luas objek dengan beratnya untuk menentukan kelasnya.
27
Gambar 34 Persamaan regresi antara luas objek dengan berat nanas
1200
Berat Aktual (gram)
1000 800 600 400 200
0 -200 0 -200
y=x RΒ² = 0,9643 200
400
600
800
1000
1200
Berat Dugaan (gram)
Gambar 35 Persamaan Regresi Berat dugaan dan Berat Aktual Persamaan regresi di atas digunakan dalam memutukan nanas berdasarkan beratnya. Korelasi antara berat dan luas sebesar 96%, artinya sangat cukup digunakan. Persamaan regresi di atas menghasilkan akurasi sebesar 74,93% dalam pemutuan berdasarkan ukuran. Perbedaan nilai akurasi terjadi karena nilai 96% merupakan akurasi fitting antara berat dugaan dengan berat aktual, sedangkan sistem yang digunakan dalam pemutuan adalah clustering (berkelas-kelas).
28
Kelas Ukuran Gambar 36 Tampilan kelas berdasarkan ukuran Setelah nanas diketahui kelas ukurannya, dikelaskan lagi menjadi kelas A, B, C, dan D berdasarkan kematanganya. Sebelum dikelaskan berdasarkan kematangan, dilakukan perbaikan warna yang telah di ekstrak melalui color equalization. Tabel 4 Hasil equalisasi warna Warna terekstrak Equalized Color
Warna sebenarnya
29 Pemutuan dengan jaringan syaraf tiruan dengan 86,93% sampel digunakan dalam training dengan hasil sebagai berikut. Tabel 5 Hasil pendugaan untuk beberapa macam input menggunakan JST No Algoritma Input Akurasi Akurasi Total . Pelatihan Validasi (%) (%) (%) 1 JST R dan G 89,3 88,8 89,23 2 JST R, G, dan B 92,48 86,11 91,65 3 JST H, S, dan I 77,87 73,97 77,36 4 JST R, G, B, dan I 92,48 90,27 92,19 5 JST X, Y, dan Z 91,02 86,11 90,38 6 JST CIE*l, CIE*a, 88,72 87,50 88,56 dan CIE*b
Kelas Kematangan Gambar 37 Tampilan kelas berdasarkan kematangan Tampilan di atas merupakan tampilan aplikasi pemutuan tipe batch. Pada penelitian ini, juga dirancang aplikasi pemutuan tipe kontinyu (objek berada di atas ban berjalan (belt conveyor). Pada aplikasi tipe kontinyu, jarak antara kamera dengan objek diatur sejauh satu meter. Dengan demikian, gambar objek yang ditangani akan terlihat mengecil atau piksel objek berkurang. Akibatnya proses pemutuan makin cepat. Belt conveyor dibagi menjadi tiga sekat atau jalur. Komputer akan mendeteksi dan memutukan nanas di tiap jalur sehingga bisa memutukan tiga objek sekaligus. Kecepatan proses dari apikasi ini adalah 0,2- 0,25 s. Dengan demikian, kapasitas mesin pemutuan adalah dua belas buah per detik.
30
Gambar 38 Tampilan aplikasi pemutuan tipe kontinyu
Gambar 39 Aplikasi pemutuan tipe kontinyu (objek di tengah)
31
Gambar 40 Aplikasi pemutuan tipe kontinyu (objek terbalik)
Gambar 41 Tampilan aplikasi tipe kontinyu (objek ganda)
32
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aplikasi pemutuan nanas selesai dibuat dengan kemampuan mendeteksi dan memutukan nanas. Pemutuan berdasarkan berat dan kematangan menghasilkan akurasi sebesar 74,93% dan 92,19%. Keseluruhan proses membutuhkan waktu 0,20,25 s untuk komputer dengan prosesor 2,6 GHz dan RAM 4 GB. Tiap proses pemutuan, komputer mampu menangani tiga buah sekaligus sehingga aplikasi mampu memutukan dua belas nanas tiap detik. Saran Penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan, sehingga diperlukan penelitian lanjutan yaitu, 1. Sebaiknya dicari pengganti algoritma flood fill pada proses deteksi untuk mereduksi waktu proses. 2. Perlunya penelitian lanjutan untuk merancang hardware mesin grading, baik dari sisi desain, kontrol elektronik, dan pencahayaanya.
DAFTAR PUSTAKA Babu TR, Murty MN, Agrawal VKA. 2004. Adaptive boosting with leader based learners for classification of large handwritten data. 2004 Des 5-8. Kitakyushu (JP). IEEE International Conference on Hybrid and Intelligent System. [BPS RI] Badan Pusat Statistika RI. 2013. Statistik Perusahaan Hortikultura 2012/2013. Jakarta(ID): Badan Pusat Statistika RI. Bay H, Ess A, Tuyteelars T, Gool LV. 2006. Speed-up robust features (SURF). Intl. Journal of Computer Vision and Image Undesrtanding, Elsevier. 110(3): 346359. doi:10.1016/j.cviu.2007.09.014 Bulanon DM, Burks TF, Alchanatis V. 2008. Study on temporal variation in citrus canopy using thermal imaging for citrus fruit detection. Intl. Journal of Biosystem Engineering, Elsevier.101(2): 161-171. doi:10.1016/j.biosystem seng.2008.08.002 Connolly C, Flies T. 1997. A Study of Efficiency and Accuracy in the Transformation from RGB to CIELAB Color Space. IEEE Transactions on Image Processing. 6(7): 1046 β 1048. doi: 10.1109/83.597279 Freund Y, Schapire RE. 1999. A shoort introduction to boosting. Journal of Japanese Society for Artificial Intelligence. 14(5): 771-780. Gonzales RC, Woods RE. 2009. Digital Image Processing. New York (US). Pearson Education. Ed ke-3. [Kemendag RI] Kementerian Perdagangan RI. 2013. Market Brief, Peluang Produk Nanas Kalengan HS200820 di Italia. Milan (IT). ITPC MILAN.
33 [Kemendag RI] Kementerian Perdagangan RI. 2015. Perkembangan perdagangan Indonesia-Jepang periode : Januari β Maret 2015. Jakarta(ID): Kemendag RI. Kaewapichai W, Kaetrakulpong P, Pratepaseen A, Khongkrapan A. 2007. Fitting a pineapple model for automatic maturity grading. 2007 Okt 16-19. San Antonio(US). IEEE Intl. Conference on Image Processing. Kim D, Dahyot R. 2008. Face components detection using SURF descriptors and SVMs. 2008 Sep 3-5. Portrush (GB). IEEE Conference on Machine Vision and Image Processing. Lieenhart R, Liang L, Kuranov A. 2003. A detector tree of boosted classifiers for real-time object detection and tracking. 2003 Jul 6-9. Baltimore (US). IEEE International Conference on Multimedia. Martinez RF, Lorza RL, Ceciceros JF, Ascacibar FJM. 2012. Comparative analysis of learning and meta-learning algorithms for creating models for predicting the probable alcohol level during the ripening of grape berries. Intl. Journal of Computer and Electronic in Agriculture, Elsevier. 80(1): 54-62. doi:10.1016/j.compag.2011.10.009 Mohammad S, Ghazali KH, Zan NC, Radzi SSM, Karim RA. 2006. Classification of fresh N36 pineapple crop using image processing technique. Journal of Advanced Material Research, Switzerland. 418-420(2012): 1739-1743. doi: 10.4028/www.scientific.net/AMR.418-420.1739. Moonrita J, Chaivivatrakul S, Dailey MN. 2010. Fruit Detection, Tracking, and 3D Reconstruction for Crop Mapping and Yield Estimation. 2010 Des 7-10. Singapura (SG). Int. Conf. Control, Automation, Robotics and Vision. Nixon MS, Aguado AS. 2002. Feature Extraction & Image Processing for Computer Vision. Oxford (GB). Newnes. Ed ke-1. Sholahudin M, Seminar KB, Astika IW, Buwono A. 2010. Pendeteksian kerapatan dan jenis gulma dengan metode bayes dan analisis dimensi fraktal untuk pengendalian gulma secara selektif. Jurnal Keteknikan Pertanian. 24(2):129135. doi: 10.19028/jtep.25.1.49-57. Szeliski R. 2010. Computer Vision: Algorithms and Applications. London (GB). Springer-Verlag. Viola P, Jones M. 2001. Rapid object detection using a boosted cascade of simple features. 2011 Des 8-4. IEEE Computer Society Conference on Computer Science and Pattern Recognition. Wachs JP, Stern HI, Butks T, Alchanatis V. 2009. Apple detection in natural tree canopies from multimodal images. 2009 Jul 6-8. Wageningen (NL). 7th European Conference on Precision Agriculture. Wahyu Wibowo, Mohamad Solahudin, Slamet Widodo. 2015. Rancang bangun sistem evaluasi kepadatan serangan gulma berbasis sensor rgb: kalibrasi sensor dengan jaringan syaraf tiruan. 2015 Nov 12-13. Bandung (ID). Seminar Nasional Himpunan Informatika Pertanian Indonesia (HIPI).
34
35
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Rembang, 07 Juli 1994, anak pertama dari pasangan Kusrin dan Isaroh. Penulis menempuh jenjang SLTP di SMP N 1 Kragan tahun 2006-2009, kemudian melanjutkan di SMA N 1 Lasem tahun 2009-2012. Berkat beasiswa bidikmisi, penulis berkesempatan menempuh program sarjana Teknik Mesin dan Biosistem di IPB. Dalam bidang akademik, penulis fokus di bidang pengolahan citra dan visi komputer juga tertarik dibidang robotika dan pembelajaran mesin.