DEPOSISI P TULANG AYAM BROILER DIBERI RANSUM DENGAN PENAMBAHAN ENZIM FITASE PADA KADAR PROTEIN BERBEDA P Deposition of Broiler Chickens Fed Diet With The Addition of Phytase Enzymes Added at Different Protein Level D. Setiawati*), B. Sukamto**) dan H. I. Wahyuni **) *) Mahasiswa Magister Ilmu Ternak, Universitas Diponegoro, Semarang **) Staf Pengajar Fakultas Peternakan dan Pertanian - Universitas Diponegoro E-mail :
[email protected]
ABSTRACT This research was aimed to study the efficiency of phytase enzymes on protein level of appropriate ration to increase utilization of phosphor. The research was used 128 birds of 8 days broiler chickens, at initial body weight 104,16 ± 13,16g. Treatment began at the age of 8 day to 6 weeks of age. Research using Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments are T0 (23% protein ration), T1 (21% protein ration + 1000 FTU phytase enzymes), T2 (23% protein ration + 1000 FTU phytase enzymes), T3 (23% protein ration + 1% bone meal) with 4 replications. The results showed that the addition of phytase enzymes in the diet had significant (P<0,05) on P consumption, but no significant effect (P>0,05) on P retention, P digestibility, and P bone mass. The conclusion of this research is the addition of phytase enzymes on low protein gave similar results with the absorption of nutrients high protein ration. Key words : phytase enzymes, protein, broiler chickens, bones, P deposition. ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan enzim fitase pada taraf protein ransum yang tepat untuk meningkatkan pemanfaatan P pada ayam broiler. Perlakuan dimulai umur 8 hari dengan rerata bobot awal 104,16±13,16g, dipelihara dalam 16 unit percobaan. Masing-masing unit terdiri dari 8 ekor. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu T0 (ransum protein 23%), T1 (ransum protein 21% + enzim fitase 1000 FTU), T2 (ransum protein 23% + enzim fitase 1000 FTU), T3 (ransum protein 23% + tepung tulang 1%) dan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah konsumsi P, retensi P, serta massa P tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enzim fitase dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi P, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap retensi P, koefisien retensi P, kandungan P tulang, dan massa P tulang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan enzim fitase pada ransum protein rendah memberikan hasil penyerapan nutrien yang sama dengan ransum berprotein tinggi.
Kata kunci : enzim fitase, protein, ayam broiler, tulang, deposisi P.
PENDAHULUAN Berbagai cara diterapkan dalam manajemen usaha peternakan ayam broiler di Indonesia untuk mencapai efisiensi produksi. Salah satunya penyediaan ransum dengan kandungan nutrien yang baik. Ransum ayam pada umumnya menggunakan bahan-bahan konvensional diantaranya bekatul yang mencapai 10-20% dari total ransum. Bekatul dalam ransum
memiliki kendala yaitu kandungan serat kasar dan anti nutrisi asam fitat, sehingga penggunaannya dalam ransum dibatasi. Peningkatan penggunaan bekatul dalam ransum meningkatkan senyawa fitat. Fosfor pada bekatul berada dalam bentuk fitat atau garam fitat. Asam fitat (C6H18O24P6 atau IP6) secara struktural adalah suatu cincin myo-inositol yang mengikat penuh fosfat di sekeliling cincin (Seaman et al., 2003). Unggas
1
Setiawati dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 1- 6
tidak mampu mencerna fitat tersebut karena tidak memiliki enzim fitase di dalam tubuhnya (Ravidran et al., 2006). Asam fitat mampu menurunkan kelarutan protein, karena asam fitat mudah bereaksi dengan protein membentuk kompleks fitat-protein. Terbentuknya senyawa fitat-mineral atau protein yang tidak larut dapat menyebabkan penurunan ketersediaan mineral dan nilai gizi protein ransum. Mineral-mineral dan protein yang membentuk komplek dengan fitat tersebut tidak dapat diserap oleh dinding usus bagi ternak (Kornegay, 2001). Tidak terdigestinya fitat mengakibatkan efek negatif pada digesti mineral dan protein (Meanz, 2005). Degradasi asam fitat dapat dilakukan oleh enzim fitase yang terdapat di dalam beberapa jenis biji-bijian. Meskipun demikian, tingkat kandungan enzim di dalam hijauan pakan terlalu rendah untuk dapat menghancurkan fitatP. Ketersediaan P dapat ditingkatkan dengan memasukkan enzim fitase ke dalam ransum (Li et al., 2000; Waldroup et al., 2000). Enzim fitase atau myo-inositol hesakisfosfat fosfohidrolase adalah enzim yang menghidrolisis asam fitat (myo-inositol 1,2,3,4,5,6 heksakis dihidrogen fosfat) menjadi myo-inositol dan fosfat anorganik, kemudian myo-inositol fosfat dipecah lebih lanjut menjadi monofosfat (Joong et al., 2000). Faktor yang mempengaruhi kerja enzim fitase adalah konsentrasi fitat, taraf pemberian enzim fitase, karakteristik enzim fitase, sumber fitase, dan ukuran pakan (Amerah dan Ravidran, 2009). Kalsium dan fosfor merupakan makromineral yang paling banyak terdapat di semua jaringan tubuh dan terlibat dalam proses biologi dan metabolisme tubuh (Suarsana et al., 2011). Fosfor merupakan makromineral terbanyak kedua yang ada di dalam tubuh setelah kalsium, dan 85% fosfor terdapat dalam tulang. Kalsium dan fosfor membentuk kalsium fosfat atau kristal kalsium hidroksiapatit [3Ca3(P04)2Ca(OH)2] sebagai penyusun utama pembentuk tulang (Waldroup, 1997). Fosfor memiliki peranan penting dalam berbagai reaksi metabolisme, antara lain esensial untuk pembentukan tulang, pembentukan jaringan otot, berperan dalam metabolisme energi, protein, dan lemak. Fosfat terdapat dalam sel-sel sebagai ion bebas dan juga merupakan bagian penting asamasam nukleat, nukleotida dan beberapa protein
(Widodo, 2002), juga komponen utama ikatan energi tinggi yaitu ATP (Adenosin Tri Phosphat) dan merupakan komponen nukleoprotein (Payne, 1977). Defisiensi fosfat terjadi akibat berkurangnya absorpsi dari usus dan pembuangan berlebihan dari ginjal. Defisiensi fosfat berakibat ricketsia dan pertumbuhan terhambat, selain itu juga terdapat kelainan pada eritrosit, leukosit dan trombosit pada hati (Waldroup, 1997). Studi tentang pemanfaatan fitase pada beberapa tahun terakhir guna mereduksi senyawa fitat dalam ransum, sehingga pemanfaatan unsur fosfor dalam tubuh ternak monogastrik menjadi lebih optimal. Suplementasi fitase efektif memperbaiki penggunaan dan ketersediaan Ca dan P (Traylor et al., 2001) dan juga meningkatkan retensi fosfor (Zyla et al., 2000). Suplementasi enzim fitase Natuphos sebanyak 500 FTU/kg pada ransum ayam broiler yang mengandung P-tersedia rendah (0,22% untuk umur 1 hari–3 minggu dan 0,14% untuk ayam umur 3–6 minggu), mampu memperbaiki performan dan meningkatkan penggunaan P, Ca, Mg dan Zn (Viveros et al., 2002). Suplementasi fitase memiliki efek positif pada laju pertumbuhan, efisiensi pakan, kecernaan protein dan asam amino, pemanfaatan energi, retensi mineral, dan pertumbuhan broiler (Khan et al., 2013). Hubungan antara fitat dan mineral berpengaruh terhadap kecernaan nutrien terutama fosfor pantas untuk dilakukan penelitian lebih jauh. Suplementasi enzim fitase dalam ransum diharapkan mampu memperbaiki kinerja ayam broiler melalui peningkatan kerja enzim pertumbuhan dan ketersediaan nutrien terutama fosfor melalui peningkatan absorpsi dalam saluran pencernaan. MATERI DAN METODE Penelitian menggunakan day old chick broiler MB 202 sebanyak 128 ekor yang berasal dari PT. Japfa Comfeed. Komposisi ransum dan kandungan nutrisi yang digunakan dalam penelitian terdapat pada Tabel 1. Ransum yang digunakan dengan kandungan PK sebesar 21% dan 23% EM 3000 kkal/kg. Enzim fitase merk Natuphos 5000® produksi BASF Jakarta digunakan pada penelitian ini.
2
Setiawati dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 1- 6
Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Bahan Pakan Jagung Bekatul Bungkil kedelai Tepung ikan PMM Fitase (FTU) Tepung tulang Jumlah Kandungan : EM (kkal/kg) Protein (%) Serat Kasar (%) Lemak (%) Ca (%) P-total (%) P-tersedia (%) Lysin Metionin Arginin Triptofan
T0 T1 T2 T3 ---------------------------(%)---------------------------------43,00 49,00 43,00 42,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 13,00 20,00 23,00 8,50 8,50 8,50 8,50 8,50 9,50 8,50 5,50 0 1000 1000 0 0 0 0 1,00 100,00 100,00 100,00 100,00 3027,02 23,28 4,99 6,55 0,92 0,63 0,41 1,56 0,52 1,83 0,29
3050,37 21,02 4,76 6,95 0,95 0,67 0,42 1,40 0,50 1,68 0,26
3027,02 23,28 4,99 6,55 0,92 0,63 0,41 1,56 0,52 1,83 0,29
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Diponegoro, 2013.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, setiap unit percobaan diisi 8 ekor DOC. Ransum perlakuan terdiri dari: T0: T1: T2: T3:
Ransum protein 23% Ransum protein 21% + enzim fitase Ransum protein 23% + enzim fitase Ransum protein 23% + tepung tulang 1%
Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Ransum perlakuan dengan penambahan enzim fitase diberikan mulai hari ke-8 sampai hari ke-42. Setiap akhir minggu dilakukan pengukuran sisa ransum untuk mengetahui jumlah konsumsi P. Pada akhir penelitian diambil 2 ekor secara acak dari tiap unit percobaan untuk mengetahui bobot femur kemudian dilakukan analisis kandungan P tulang dan total koleksi ekskreta. Pengukuran retensi P dilakukan dengan metode total koleksi ekskreta selama 3 hari ketika ayam berumur 42 hari. Hari pertama ayam dipuasakan (tetapi air minum diberikan ad libitum) untuk membersihkan dan mengeluarkan pakan sebelumnya, kemudian ayam diberi pakan perlakuan dan ekskreta ditampung selama 3 hari.
3001,18 23,08 5,06 6,21 1,01 0,68 0,46 1,53 0,50 1,79 0,29
Pertanian Universitas
Ekskreta ditampung dengan menggunakan nampan yang diletakkan di bawah kandang. Ekskreta kemudian ditimbang bobot basahnya dan dikeringkan. Ekskreta yang telah kering dihaluskan dan diambil sampel untuk dianalisis kadar P. Pemanfaatan P : massa P tulang x 100% retensi P Data diolah menggunakan sidik ragam dan apabila menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) akibat perlakuan dilanjutkan dengan uji wilayah ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian pengaruh penambahan enzim fitase dalam ransum berbeda protein terhadap deposisi P tulang ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi P, namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap koefisien retensi P, retensi P, kadar P tulang, massa P tulang, dan pemanfaatan P dalam tulang. 3
Tabel 2. Rata-rata konsumsi P, koefisien retensi P, retensi P, kadar P tulang, massa P tulang, dan pemanfaatan P dalam tulang ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan enzim fitase pada level protein berbeda.
Parameter Konsumsi P (g/ekor/hari) Koefisien retensi P (%) Retensi P (g/ekor) Kadar P tulang (%) Massa P tulang (gr/ekor) Pemanfaatan P dalam tulang (%)
T0 0,34b 41,92 0,24 3,59 0,13 66,04
Perlakuan T1 0,38b 40,44 0,33 3,82 0,16 79,28
T2 0,41b 39,23 0,20 3,53 0,16 83,34
T3 0,53a 34,41 0,31 3,73 0,18 77,07
Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Pengaruh Perlakuan Terhadap Efisiensi Fosfor Penambahan enzim fitase pada protein berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi P, namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap koefisien retensi, dan retensi P. Konsumsi P paling tinggi pada ransum protein 23% dengan penambahan tepung tulang (T3), berbeda dengan penambahan enzim fitase pada ransum protein 21% (T1) dan ransum protein 23% (T2) serta ransum kontrol (T0). Konsumsi P meningkat seiring dengan konsumsi ransum yang meningkat, dikarenakan kandungan P dalam ransum perlakuan sama. Konsumsi P erat hubungannya dengan kandungan P ransum dan konsumsi ransum, meskipun besarnya P yang terkandung dalam ransum sama, tetapi karena konsumsi ransum yang berbeda nyata (P<0,05) maka konsumsi P juga berbeda nyata (P<0,05). Penelitian Arabi (2013) menunjukkan penambahan fitase 750FTU/kg dalam ransum berpengaruh nyata terhadap konsumsi P pada level protein berbeda 19,5% sebesar 0,29g dan 23% sebesar 0,36g. Fosfor yang dapat diretensi adalah P yang dapat diserap oleh tubuh. Rerata retensi P berkisar antara 0,20-0,33g/ekor, hasil ini lebih rendah dari Shirley and Edwards (2003) yang menunjukkan retensi P sebesar 0,608 akibat suplementasi 750FTU/kg dalam ransum. Retensi P sangat erat hubungannya dengan konsumsi P. Konsumsi P yang tinggi menyebabkan retensi P semakin meningkat, namun hal ini tidak terjadi. Retensi P pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sama pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan fitase dalam ransum protein 21% mempunyai daya cerna dan
kualitas fosfor yang sama baiknya dengan ransum kontrol dan ransum protein 23% dengan penambahan enzim fitase maupun tepung tulang sehingga nilai retensi fosfor setara. Dijelaskan oleh Toha (2004) bahwa nilai retensi berbeda untuk setiap jenis ternak, umur dan faktor genetik. Semakin tinggi retensi fosfor berarti semakin banyak fosfor yang dapat diserap untuk dimanfaatkan oleh unggas. Kruger et al. (2003) menambahkan bahwa peningkatan retensi Ca dan P dapat mengurangi kerapuhan tulang dan osteoporosis. Pengaruh Perlakuan Terhadap Deposisi P Tulang Tulang selalu mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun kepadatan, sesuai dengan umur dan perubahan berat badan. Penambahan enzim fitase pada ransum berbeda level protein tidak berpengaruh nyata pada 6 minggu perlakuan terhadap massa P tulang, sesuai dengan retensi P yang tidak mengalami peningkatan sehingga tidak mengubah deposisi P dalam tulang. Kondisi ini berhubungan dengan umur ayam yang sudah masuk periode finisher sehingga pertumbuhan tulang sudah sangat lamban atau mulai berhenti, yang ditunjukkan dengan jumlah massa P tulang yang sama. Kadar fosfor tulang yang relatif sama pada masingmasing perlakuan disebabkan oleh sudah terpenuhinya kebutuhan fosfor untuk proses pembentukan tulang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pemanfaatan kalsium (Tabel 2) dalam penelitian ini relatif sama. Fosfor pada masingmasing perlakuan diserap dengan utilitas yang sama dan dideposisikan dalam tulang dengan kapasitas yang sama sehingga nilai pemanfaatan
4
Setiawati dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 1- 6
yang sama. Nilai pemanfaatan fosfor dipengaruhi oleh kadar fosfor yang terdapat dalam tulang, didukung pula dari data bobot tulang yang juga tidak berpengaruh nyata pada semua ransum perlakuan. Punna dan Roland (1999) menyatakan bahwa kualitas tulang berhubungan dengan retensi fosfor. Ditambahkan oleh Oderkirk (1998) bahwa faktor yang mempengaruhi kalsifikasi/penulangan adalah genetik (menentukan massa tulang) dan aktivitas fisik (mempengaruhi metabolisme tulang). Diperjelas oleh Eastell dan Lambert (2002) bahwa sekitar 70 sampai 80% dari massa tulang ditentukan oleh faktor genetik dan sisanya dipengaruhi oleh faktor eksternal ransum yang memiliki dampak signifikan terhadap mineralisasi tulang. KESIMPULAN Penambahan enzim fitase 1000FTU/kg pada ransum protein 21% memberikan hasil yang sama baik dengan ransum protein 23%, baik dengan penambahan enzim fitase maupun dengan penambahan tepung tulang. Penambahan enzim fitase meningkatkan efisiensi penggunaan fosfor pada protein yang lebih rendah dalam ransum. DAFTAR PUSTAKA Amerah, A. M., and V. Ravindran. 2009. Influence of maize particle size and microbial phytase supplementation on the performance, nutrient utilization and digestive tract parameters of broiler starters. Anim. Prod. Sci. 49:704–710. Arabi, S.A.M. 2013. Effect of dietary phytase on protein and electrolyte utilization on broiler chicks production. Sci. Int. 1(2): 15-21.
Kruger, M. C., K. E. Brown, G. Collee, L. Layton, and L. M. Schollum, 2003. The effects of fructooligosaccharides with various degrees of polymerization on calcium bioavailability in the growing rat. Exp. Biol. Med. 228: 683-688. Li, Y.C., Ledoux D.R., Veum T.L., Raboy V., and Ertl D.S. 2000. Effects of low phytic acid corn on phosphorus utilization, performance and bone mineralization in broiler chicks. Poult. Sci. 79: 1444–1450. Meanz, D. D. 2005. Enzymatic Characteristic of Phytases as They Relate to Their Use in Animal Feeds. In E-Book: Enzyme in Animal Nutition. M. R. Bedford dan G.G Partridge, Eds. CABI Pub., United Kingdom. Page, D. S., 1985. Principles of Biological Chemistry. Alih Bahasa: R. Soendoro. Penerbit Erlangga. Jakarta. Payne, J.M. 1977. Metabolic Diseases in Farm Animal. William Heinemann Medical Books Ltd., London. pp. 33-56. Punna, S. and D.A. Ronald, 1999. Variations in the phytate phosphorus utilization within the same broiler strain. J. Appl. Poult. Res. 8: 10-15. Ravindran, V., W. L. Bryden, and E. T. Kornegay. 2006. Phytates: Occurrence, bioavailability and implications in poultry nutrition. Poult. Avian Biol. Rev. 6: 125–143. Suarsana, N., I. Dharmawan, I. Gorda, dan B.P. Priosoeryanto. 2011. Tepung tempe kaya isoflavon meningkatkan kadar kalsium, fosfor dan estrogen plasma tikus betina normal. Jurnal Veteriner 12 (3): 229-234.
Farrel, D.J. 1978. Rapid determination of the metabolizable energy of food using cokckerels. Brit. Poult. Sci. 19: 303-308.
Seaman, J.C, J.M. Hutchison, B.P. Jackson, and V.M. Vulava. 2003. In situ treatment of metals in contaminated soils with phytate. J. Environ. Qual. 32: 153-161.
Joong, K.Y., A. Liavoga, K. Bagorogo, and M. Okot Kotber. 2000. Characterizing of phytase from bran and various wheat cultivars. American Ass. J. of Cereal Chemists, Inc. 9: 5-6.
Shirley, R.B. and H.M. Edwards. 2003. Graded levels of phytase past industry standards improves broiler performance. Poult. Sci. 82: 671–680.
Khan, S.A., H.R. Chaudhry, Y.S. Butt, T. Jameel, and F. Ahmad. 2013. The Effect of Phytase Enzyme on the Performance of Broiler Flock. Poult. Sci. J. 1(2): 117-125.
Toha, A. H. 2004. Ensiklopedia Biokimia dan Biologi Molekul. Dirjen Dikti, Jakarta. Waldroup, P.W. 1997. Calcium and phosphorus sources for poultry feeds. Fats and proteins research foundation, inc. University of Arkansas, Fayetteville, AR USA.
5
Waldroup, P.W., Kerey J.H., Saleh E.A., Fritts C.A., Yan F., Stilborn H.L., Crum R.C. Jr., Raboy V. 2000. Nonphytate phosphorus requirement and phosphorus excretion of broiler chicks fed diets composed of normal and high available phosphate corn with and without microbial phytase. Poult. Sci. 79: 1451–1459. Zyla, K., J. Korelski, S. Swiatkiewicz, A. Wikiera, M. Kujawski, J. Piironen, and D.R. Ledoux. 2000. Effect of phosphorylitic and cell walldegrading enzymes on the performance of growing broilers fed wheat-based diets containing different calcium levels. Poult. Sci. 79: 66–76.
Viveros, A., A. Brenes, I. Arija, and C. Centeno. 2002. Effects of microbial phytase suplementation on mineral utilization and serum enzyme activities in broiler chicks fed different levels of phosphorus. Poult. Sci. 81(8):1172–1183. Widodo, W. 2002. Nutrisi Pakan Unggas Kontekstual. Fakultas Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah, Malang.
6