DEIKSIS SOSIAL DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh Amanah Ari Rachmanita 1111013000096
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
ABSTRAK AMANAH ARI RACHMANITA. NIM 1111013000096. “Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, Pembimbing: Dona Aji Karunia Putra, M.A. Penelitian ini mengkaji tentang deiksisi sosial dalam novel Sang Pemimpi. Komunikasi tidak hanya sebuah pertukaran maksud dan isi yang sifatnya kebahasaan tetapi merupakan hubungan dua arah. Dengan ujaran yang disampaikan oleh penutur, kita dapat mengetahui waktak seseorang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang berkaitan dengan deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, kemudian menggunakan metode simak dan teknik catat untuk memperoleh data dengan cara menyimak bahasa yang digunakan. Setelah mengumpulkan data-data kemudian dijabarkan dengan memberikan analisis-analisi kemudian diberi kesimpulan akhir. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa deiksis sosial yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi ditemukan 71 jenis bentuk deiksis sosial, deiksis sosial yang digunakan berupa kata dan frasa, fungsi pemakaian deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi deiksis sosial sebagai media pembeda tingkat sosial seseorang, untuk menjaga sopan santun dalam berbahasa, untuk menjaga sikap sosial, alat memperjelas kedudukan sosial seseorang, alat memperjelas identitas sosial seseorang dan alat memperjelas kedekatan hubungan sosial atau kekerabatan. Penelitian ini diimplikasikan pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, siswa SMP kelas VII semester dua, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kompetensi dasar mengenai identifikasi karakter tokoh dalam sebuah novel. Melalui hasil penelitian ini, guru dapat menumbuhkan kebiasaan membaca sastra pada siswa. Diharapkan pula novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dapat menjadi bahan perenungan dan pengalaman siswa melalui tuturan yang terdapat didalamnya baik atau tidak untuk diutarakan. Selain itu, siswa dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai refrensi dan pembelajaran dalam memahami deiksis sosial yang dapat digunakan saat berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Kata Kunci: Pragmatik, Deiksis Sosial, Novel Sang Pemimpi
i
ABSTRACT
AMANAH ARI RACHMANITA. NIM 1111013000096. "Social Deixis Sang Pemimpi in the Novel work of Andrea Hirata and Implications for Learning Indonesian Language in junior high," Department of Education Indonesian Language and Literature, Faculty of MT and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta, Advisor: Dona Aji Karunia Putra, M.A. This research examines the social deixis in the novel about Sang Pemimpi. The communication is not just an exchange of the intent and content characteristic of language, but it is a relationship between the two directions. With the speech delivered by the speakers, we can know about person character. The purpose of this research was to determine the social deixis Sang Pemimpi in the novel work of Andrea Hirata and Implications for learning Indonesian Language in junior high. Method used is qualitative method that produces descriptive data. Collecting the data, the authors used a technique that “simak bebas cakap “and technique “catat”. After collecting the data was later elaborated by providing analysis-analysis are then given a final conclusion. Research results can be known that social deixis featured in the novel Sang Pemimpi found 71 kinds of forms of social deixis, that is used in the form of words and phrases, the functions of usage social deixis the dreamer in the novel as a media person, social level differentiator to keep manners in speaking, to keep the social attitude, clarify the social standing of a person, an individual’s social identity clarify tool and clarify the closeness of familial or social relationships. This research can be apply in learning Indonesia language and literature. In Junior High School, student of class VII, based Curriculum KTSP with the education with basic competence regarding the identification of the character of a character in a novel. Through the results of this study, teachers can foster a literary reading habits in students. Sang Pemimpi also expected the work of Andrea Hirata can become ingredients of contemplation and the experience of students through the speech contained therein are good or not for articulated. In addition, students can make the results of this research as references and learning in understanding social deiksis that can be used when communicating either oral or writing. Key Words: Pragmatics, Social Deixis, Novel Sang pemimpi
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur atas ke hadirat Allah Swt, atas segala rahmat-Nya dan karuniaNya kepada penulis, akhirnya buah dari perjuangan dengan penuh kesabaran selesai sudah. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah melakukan revolusi dari nalar jahili dan mengantarkan kita kepada nalar islami yang diridhoi Allah Swt. Skripsi yang berjudul Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP adalah untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar sarjana strata satu (SI) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, sebagai satu tugas akademis di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan aral melintang yang menghambat penulis, namun berkat doa, kesungguhan hati, kerja keras, dan bantuan berbagai pihak, baik dorongan, bimbingan, saran, maupun bantuan lain yang turut mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih yang penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan serta pengalamannya yang tulus ikhlas kepada penulis sebagai bekal untuk menyongsong masa depan. 2. Makyun Subuki, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan yang
iii
memberikan semangat dan dorongan selama penulis melaksanakan bimbingan skripsi 3. Rosida Erowati, M.Hum, selaku dosen penasehat akademik Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 4. Dona Aji Karunia Putra, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi dan Sekretaris Jurusan, yang telah sabar untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dr. Nuryani, M.A. dan Dr. Darsita Suparno, M.Hum., selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang diberikan demi perbaikan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu dan inspirasinya kepada penulis. 7. Bapak Sutisna dan Ibu Siti Djubaedah kedua orang tua penulis, terimakasih untuk kasih sayang, motivasi, dan doa yang tiada putus, alhamdulillah anakmu jadi sarjana pah, mah. 8. Keluarga besar Alm. Bapak Amir Syarifudin dan keluarga besar Almh Ibu Titi atas doa dan dukungan moril yang diberikan kepada penulis. 9. Tetehku sayang Fitria Susilistresnanti, S.H dan adik-adikku tersayang Sidik Faturrahman Samudra dan Izhar Romadhon terimakasih sudah memberikan dukungan, doa baik moril dan materil. 10. Teman seperjuangan PBSI A, B, dan C angkatan 2011, khususnya untuk sahabatku gank kring Aminah Ratna Ningsih, Hardiyani Windari, Widiyowati Tria, Rifqi faizah, dan Silviani Marlinda semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. 11. Nugroho Wiji Pamungkas, sahabat penulis dari SMA sampai saat ini, terimakasih untuk doa, motivasi, dan tempat mengeluh kesah penulis. iv
12. Sahabatku tercinta yang sudah memberikan semangat untuk penulis khususnya Anis, Rena, Ulya, Farah, Dea, Mia. 13. Teman-teman alumni SDN 01 Pagi, alumni SMPN 98 Jakarta, dan alumni SMA SULUH Jakarta. Terimakasih untuk doa kalian semua. 14. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Hal sekecil apapun yang kalian berikan kepada penulis, seomga Allah membalasnya dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang berguna untuk perbaikan Laporan. Penulisan berharap semoga Laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya serta pihak yang membutuhkan pada umumnya.
Jakarta, 20 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................
i
ABSTRACT ..........................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................
iii
DAFTAR ISI .........................................................................................
v
LAMPIRAN ..........................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................
1
B. Pembatasan Masalah .......................................................
3
C. Perumusan Masalah ........................................................
3
D. Tujuan Penelitian ............................................................
4
E. Manfaat Penelitian ..........................................................
4
KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pragmatik ....................................................................
6
B. Konteks ...........................................................................
8
C. Hakikat Deiksis 1. Pengertian Deiksis ......................................................
11
2. Jenis-jenis Deiksis ......................................................
15
D. Deiksis Sosial .................................................................
22
1. Bentuk Deiksis Sosial .................................................
24
2. Bentuk Deiksis Sosial .................................................
27
E. Hubungan Pragmatik dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia ............................................................
28
F. Hakikat Novel 1. Pengertian Novel ........................................................
31
2. Jenis Novel .................................................................
33
3. Unsur Intrinsik Novel .................................................
36
G. Penelitian yang ...............................................................
41
v
BAB III
BAB IV
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................
44
B. Rancangan Penelitian ....................................................
45
C. Metode Penelitian ...........................................................
46
D. Ruang Lingkup Penelitian .............................................
46
E. Objek dan Sumber Penelitian .........................................
47
F. Pengumpulan Data ..........................................................
47
G. Analisis Data ..................................................................
48
H. Teknik Analisis Data ......................................................
48
I. Pelaksanaan Penelitian ......................................................
49
J. Bagan Penelitian Teknik ..................................................
50
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Unsur Intrinsik dalam Novel Sang Pemimpi ................
51
B. Analisis Deiksis Sosial ..................................................
70
1. Analisis Deiksis Sosial Berdasarkan Bentuk ...........
72
2. Analisis Deiksis Sosial Berdasarkan Fungsi ............
104
3. Analisis Deiksis Sosial Berdasarkan Maksud ..........
143
C. Gambaran Situasi Sosial, Hubungan Sosial, dan Sistem Sosial dalam Novel Sang Pemimpi ..................
170
D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .................................................... BAB V
180
PENUTUP A. KESIMPULAN ...............................................................
183
B. SARAN............................................................................
184
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
: Rancangan Perencanaan Pembelajaran.
Lampiran 2
: Lembar Uji Refrensi.
Lampiran 3
: Lembar Surat Bimbingan Skripsi.
Lampiran 4
: Profil Pengarang.
Lampiran 5
: Sinopsis Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia seringkali berinteraksi dan dalam berinteraksi manusia menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama, dalam arti alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, konsep, atau perasaan. Bahasa juga merupakan wujud kreativitas yang mampu membantu manusia dalam berkembang. Komunikasi manusia akan lancar apabila sarana bahasa yang digunakan tepat, baik komunikasi secara lisan maupun tertulis. Penggunaan bahasa dapat dikatakan tepat apabila sesuai dengan situasi dan kondisi penuturan, wujud bahasa yang dipergunakan biasanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang disebut sebagai faktor penentu misalnya faktor siapa yang berbicara dan siapa lawan bicara, apa tujuan pembicaraan, masalah apa yang dibicarakan serta situasi pembicara pada saat berbicara. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi manusia untuk saling berhubungan, bertukar pikiran, berbagi pengalaman, dan alat belajar dari orang yang satu dengan orang yang lainnya bahasa erat kaitannya dengan linguistik. Dalam linguistik, yang dikaji bisa berupa kalimat, kosa kata, tata bunyi ujaran, bahkan sampai bagaimana bahasa diperoleh, serta bagaimana sosio-kultural mempengaruhi masyarakat pengguna bahasa tersebut. Dengan adanya hal seperti ini, melahirkan berbagai cabang linguistik sebagai suatu ilmu yang bisa dipelajari seperti: fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, sosiolinguistik, dan yang lainnya. Penelitian ini dilakukan pada salah satu bidang linguistik, yaitu pragmatik. Pragmatik banyak digunakan dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Percakapan secara lisan dapat dideskripsikan secara pragmatik dengan adanya situasi penutur dan lawan tutur, sedangkan pada tulisan dapat pula
1
2
dilihat melalui deskripsi dari penulis. Pendeskripsian tersebut ditunjukkan melalui gerakan tangan serta ucapan yang ada di dalam percakapan tersebut yang mampu menggambarkan situasi dalam berkomunikasi dalam tulisan tersebut. Hal ini banyak dijumpai pada karya fiksi seperti novel dan karya yang lainnya yang menggunakan media tulis. Rincian unsur pragmatik dalam sebuah karya fiksi dapat ditemukan dengan cara menganalisis karya tersebut melalui pragmatik. Pada era globalisasi ini, nilai kesantunan berkomunikasi dalam masyarakat saat ini sedikit demi sedikit memudar, salah satunya dari tuturan yang diucapkan siswa dalam kehidupan sehari-harinya. Pada saat ini siswa tidak memperhatikan apa yang mereka ucapkan, apakah itu baik atau tidak bagi dirinya maupun orang lain. Sesorang dapat menilai sikap orang lain tidak hanya dari prilakunya saja tetapi juga tuturannya pada saat mereka berbicara. Tuturan sangat berpengaruh dalam penilaian bagaimana watak seseorang maka dari itu dengan adanya analisis deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi, siswa diharapkan dapat memahami watak dan keperibadian dirinya sendiri dan juga watak orang lain. Deiksis ada lima macam, yaitu deiksis perorangan, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial. Deiksis dalam sebuah kalimat memang sudah banyak dibahas, tetapi deiksis sosial masih jarang dibahas. Deiksis sosial dapat ditemukan dalam berbagai ungkapan atau percakapan. Selain itu, penulisan karya sastra tidak terlepas dari pemakaian deiksis sosial yang digunakan untuk mengetahui tingkat sosial, tingkat pendidikan, jenis kelamin, tingkat ekonomi dan siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai apa. Cerita yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan membuat pembaca terpukau. Novel tersebut menceritakan persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi atau harapan. Novel ini dapat menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan. Andrea Hirata merupakan penulis yang sangat inspiratif karena kebanyakan dari novelnya merupakan kisah nyata dan berangkat dari kehidupan sosial dan situasi pendidikan yang terjadi di kalangan masyarakat.
3
Penggunaan deiksis sosial dan Implikasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia adalah dalam materi manganalisis unsur intrinsik dalam novel. Dalam hal ini, peneliti mengajarkan tentang unsur-unsur intrinsik dalam novel dan mengaitkannya dengan deiksis sosial untuk melihat penokohan dalam novel. Berdasarkan kondisi, argumentasi, dan kenyataan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian lebih mendalam mengenai Deiksis Sosial dalam Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.
B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut, agar ruang lingkup pembahasan lebih terkonsentrasi, maka penulis perlu membatasi permasalahan yang akan diteliti pada “Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana bentuk deiksis sosial yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata? 2. Apa fungsi deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata? 3. Bagaimana implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP?
4
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan lebih detail mengenai hal-hal yang telah dirumuskan dalam pembatasan masalah, yaitu: 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. 2. Mendeskripsikan fungsi-fungsi deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. 3. Mendeskripsikan implikasi hasil analisis deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.
E. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua jenis manfaat, yaitu manfaat teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu, khususnya pragmatik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi mengenai deiksis sosial yang ada dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh siswa tingkat SMP dalam mengenali dan memahami deiksis sosial pada novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, sehingga siswa dapat mengetahui pemakaian deiksis sosial. b. Bagi Guru Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refrensi untuk mengembangkan strategi pelajaran dalam materi menganalisis karya sastra, khususnya novel.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pragmatik Pragmatik berkaitan dengan penggunaan bahasa, yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa itu di dalam situasi interaksi yang sebenarnya, bukan di dalam situasi yang diabstraksikan, yang direka-reka oleh linguis.1 Pragmatik mengkaji keterkaitan antara bahasa dengan konteks yang penting sekali untuk penjelasan dan pemahaman bahasa.2 Pragmatik ialah bagaimana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks sosial tertentu.3 Dari ketiga penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa berkaitan dengan konteks pemakaiannya. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti bila diketahui konteksnya dan batasan pragmatik adalah aturanaturan pemakaian bahasa mengenai bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara, konteks, dan keadaan. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule, misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.4
1
Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, (Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2007), h.1. 2 F.X, Nandar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.54. 3 Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 34. 4 George Yule, Pragmatics, (Oxford: Oxford University Press, 1996), h. 4.
6
7
Thomas mendefinisikan pragmatik menjadi dua bagian, pertama, menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara dan kedua, menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran. Selanjutnya, Thomas menyebutkan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) serta makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi.5
Dari penjelasan tersebut mengarah
pragmatik pada aspek maknanya, yaitu maksud yang akan disampaikan penutur melalui hadirnya konteks. Hal ini berarti pragmatik berusaha menggambarkan sebuah ujaran yang disampaikan oleh penutur atau pembicara dengan mengetahui makna tersebut. Kecenderungan dalam pragmatik
adalah
dengan
menggunakan
sudut
pandang
sosial,
menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning) dan dengan menggunakan sudut pandang kongnitif, menghubungkan pragmatik dengan interprensi ujaran (utterance interpretation). Dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam pemakaiannya serta makna yang dihasilkan oleh kalimat yang dapat diketahui dengan melihat konteks yang ada saat tuturan tersebut berlangsung, maka kita dapat mengetahui makna yang diinginkan oleh pembicara dengan memperhatikan konteks yang melingkupi peristiwa tutur tersebut. Leech menyatakan bahwa fonologi, sintaksis, dan semantik merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik ini merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa (language use). Selanjutnya pakar bahasa yang sangat kawakan ini menunjukkan bahwa pragmatik dapat berintegresi dengan tata bahasa atau gramatika yang
5
Nuri Nurhaidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Smart Writing, 2014), h.21.
8
meliputi fonologi, morfologi, dan sintaksis, melalui semantik.6 Pragmatik melengkapi kehadiran cabang-cabang linguistik yang lain seperti semantik, sintaksis, morfologi dan fonologi. Pragmatik mempunyai fokus kajian yang sama dengan semantik, yaitu makna, tetapi makna yang dikaji dalam pragmatik berbeda dengan makna yang dikaji dalam semantik. Perbedaan antara keduanya adalah makna yang dikaji di dalam pragmatik dikaitkan dengan penutur di dalam arti untuk apa si penutur mengutarakan suatu kata, frase, atau kalimat. Jadi pragmatik mengkaji maksud ujaran penutur, bukan semata-mata makna semantik ujaran itu, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual tertentu. Menurut Levinson menyebutkan ada lima hal yang dikaji pragmatik, yaitu: (i) deiksis, (ii) implikatur percakapan, (iii) praanggapan, (iv) tindak bahasa, dan (v) struktur percakapan.
7
Dari kelima aspek tersebut,
penelitian pragmatik ini mengambil salah satu aspek kajian yaitu deiksis. Beberapa pengertian mengenai pragmatik diatas, menjelaskan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mengkaji makna berdasarkan penggunaan bahasa dan dikaitkan dengan konteks pada saat terjadinya tuturan.
B. Konteks Dalam sebuah tuturan terdapat beberapa aspek situasi tuturan atau konteks. Leech berpendapat bahwa konteks sebagai suatu persamaan pengetahuan dan latar belakang yang dimiliki oleh peserta tuturan.8 Imam Syafi'e dalam Hamid Hasan Lubis mengatakan konteks terbagi menjadi empat macam. Yaitu; (1) Konteks Fisik (Physical Context) berkaitan dengan tempat, objek, dan tindakan saat pemakaian bahasa berlangsung; (2) Konteks Epistemis (Epistemic Context) berkaitan dengan kesamaan
6
Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 20 Suyono, Pragmatik Dasar-dasar dan Pengajaran, (Malang: Yayasan Asih Asah Asuh,1990), h. 11 8 Geofrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2011), h. 20. 7
9
latar belakang dan pengetahuan yang dimiliki pembaca atau pendengar; (3) Konteks Linguistik (Lingustic Context) berkaitan dengan kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) Konteks Sosial (Sosial Context) berkaitan dengan relasi dan pentutur.9 Jadi, konteks berkaitan dengan hal-hal fisik dan psikis yang terjadi saat peristiwa tuturan, kedua hal tersebut mempermudah pentutur dan penutur saat berkomunikasi. Keberadaan konteks dalam suatu struktur wacana menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur saling berkaitan satu dengan yang lain. Gejala inilah yang menyebabkan suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Dengan demikian, konteks berfungsi sebagai alat bantu memahami dan menganalisis wacana terkait dengan makna dan amanat yang terdapat dalam sebuah wacana. 10 Untuk mengetahui faktor-faktor
yang menandai terjadinya
peristiwa tuturan, Dell Hymes mengemukakan faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tuturan itu dengan singkatan SPEAKING. SPEAKING merupakan sebuah singkatan yang menjelaskan faktor-faktor dalam percakapan. S
: Setting and Scene, yaitu latar dan suasana. Setting berkaitan dengan hal yang bersifat fisik meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Scene latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tuturan.
P
: Partisipants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Pembicaraan, lawan bicara, dan pendengar termasuk dalam partisipan.
9
A. Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 87.
10
Zaenal Arifin., dkk. Teori dan Kajian WacanaBahasa Indonesia, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2012), h.88.
10
E
: Ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as out comes) dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri (ends in views goals)
A
: Act Sequence, pesan atau amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi pesan (message content). Dalam kajian pragmatik, bentuk pesan meliputi; lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
K
: Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Yang dimaksud semangat percakapan antara lain, misalnya: serius, santai, dan akrab.
I
:
Instrumentalities,
atau
sarana,
yaitu
sarana
percakapan
maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan misalnya dengan cara lisan, tertulis, surat, radio, dan sebagainya. N
: Norms atau norma menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan atau tidak, bagaimana cara membicarakannya; halus, kasar, terbuka, jorok dan sebagainya.
G
: Genres atau jenis yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan. Misalnya, wacana telepon, wacana koran, wacana puisi, ceramah, dan sebagainya. 11 Teori yang dikemukakan oleh Dell Hymes SPEAKING digunakan
untuk menerjemakan maksud yang diujarkan dalam peristiwa tuturan. Dalam proses tuturan tidak hanya bergantung pada kata yang diutarakan tetapi kondisi yang terjadi saat terjadinya tuturan mempengaruhi arti dari tuturan yang diujarkan. Konteks adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapt setting, kegiatan, dan relasi. Jika terjadi interaksi antara tiga komponen itu, maka 11
Mulyana, Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana), hlm. 23
11
terbentuklah konteks. Konteks baru muncul jika terjadi interaksi berbahasa, misalnya, para mahasiswa mengucapkan “selamat pagi” dan dosen menjawab “selamat pagi‟ atau dosen senyum saja, dan sebagainya. Yang terpenting adalah terjadi interaksi berbahasa sesuai dengan setting, kegiatan, dan relasi tersebut. 12 Beberapa uraian di atas, dapat dipahami bahwa konteks memegang peranan penting dalam memberi bantuan untuk menafsirkan suatu wacana. Dalam berbahasa atau berkomuniksi konteks adalah segala-galanya. C. Hakikat Deiksis 1. Pengertian Deiksis Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti “hal penunjukan secara langsung”. Sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.13 Deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa atau kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan.14 Deixis is the phenomenon of using elements of the subject‟ssituatedness- more specifically, the subject qua speaker in a speech event – to designate something in the sceane. Deixis has been widely studied (see,e.g., Levinson 1983, chapter 2), and we focus on deixis as construal here.15 Fenomena deiksis
merupakan cara
yang paling jelas
untuk
menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks di dalam struktur bahasa itu sendiri.16
12 13
J. D. Parera, Teori Semantik: Edisi Kedua, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 227.
F.X, Nandar, Op. Cit., h. 54. Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.245. 15 William Croft and D. Alan Cruse, Cognitive Linguistics, (New York: Cambridge University Press, 2010), h. 59. 16 T. Fatimah Djajasudarma, Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h. 57. 14
12
Deiksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari penutur, dekat dengan penututur, dan jauh dari penutur.17 Penunjukan atau deiksis adalah lokasi identifikasi orang, objek, pristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. 18 Dalam kegiatan berbahasa kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa hal tersebut penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung kepada siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata seperti saya, dia, kamu merupakan kata-kata yang penunjukannya berganti-ganti. Rujukan katakata tersebut barulah dapat diketahui siapa, di mana, dan kapan kata-kata itu diucapkan. Dalam kajian linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut deiksis. Deiksis adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa, kata tunjuk pronomina, ketakrifan, dsb. Mempunyai fungsi deiktis. Deiktis bersangkutan dengan atau mempunyai sifat deiksis.19 Dengan digunakan kata-kata atau frase-frase dalam berbahasa yang maknanya menunjukan pada bentuk yang lain menurut Bambang Kaswanti Purwo sebuah kata di katakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu.20 Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kepada kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan.
17
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.111 18 T. Fatimah djajasudarma, Semantik II, (Bandung: PT Refika, 1999), h. 43 19 Harimurti Kridalaksana, . Kamus Linguistik: Edisi keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 45. 20 Purwo, Bambang Kaswanti, Deiksis dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka.1984), h. 1.
13
Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula pada saat tempat dituturkannya kata itu. Lingkup kajian deiksis sangat luas. Dalam kajian pragmatik dikenal ada lima macam deiksis, yaitu: (1) deiksis orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial. 21 Pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk dalam tuturan baik yang mengacu pada kata yang berada di belakang maupun, yang merujuk pada kata yang berada di depan. Dalam lingustik sekarang kata itu dipakai untuk menggambarkan fungsi kata ganti persona, kata ganti demonstratif, fungsi waktu dan macam-macam ciri gramatikal dan leksikal lainnya yang mengabungkan ujaran dengan jalinan ruang dan waktu dalam tindak ujaran. Deiksis disebut juga informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu,misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat dipahami dengan tegas. Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya dapat dirujuk dari situasinya. Deiksis merupakan salah satu bagian dari ilmu pragmatik yang membahas tentang ungkapan atau konteks yang ada dalam sebuah kalimat. Deiksis ada lima macam, yaitu deiksis perorangan, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial. Deiksis dalam sebuah kalimat memang sudah banyak dibahas tetapi deiksis sosial masih jarang dibahas. Penelitian tentang deiksis sosial sendiri melibatkan dua teori atau dua pandangan, yaitu pragmatik dan sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa 21
Suyono, op. cit., h. 12.
14
sehubungan dengan penuturan bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Sosiolinguistik juga berkaitan dengan subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau faktor sosial. Menurut Alwi deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang dapat ditafsirkan acuannya menurut situasi pembicara. Kata atau konstruksi seperti itu besifat deiksis.22 Jadi deiksis adalah kata yang mempunyai acuan dapat diidentifikasi melalui pembicara, waktu, dan tempat diucapkan tuturan tersebut. Kemudian, suatu kata atau kalimat itu mempunyai makna deiksis bila salah satu segi kata atau kalimat tersebut berganti karena pergantian konteks. Makna dari kata atau kalimat yang bersifat deiksis disesuaikan dengan konteks artinya makna tersebut berubah bila konteksnya berubah. Berdasarkan beberapa definisi deiksis di atas, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun yang lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau berganti-ganti bergantung dari pembicara saat mengutarakan ujaran tersebut dan dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang terjadi saat tuturan berlangsung sehingga
sebuah
kata
dapat
ditafsirkan
acuannya
dengan
memperhitungkan situasi pembicaraan. Seperti contoh dialog berikut ini: Rangga
: “Saya akan ke Paris minggu depan, kalau kamu?”
Cinta
: “Kalau saya santai di rumah”.
Kata saya di atas sebagai kata ganti dua orang. Kata pertama adalah kata ganti dari Rangga, sedangkan kata kedua sebagai kata ganti Cinta.
22
42.
Hasan, Alwi, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka.2003), h.
15
Dari contoh di atas, tampak kata saya memiliki referen yang berpindahpindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa. Dengan demikian, deiksis merupakan identifikasi makna sebuah bahasa yang hanya dapat diketahui bila sudah berada dalam peristiwa bahasa karena dipengaruhi oleh konteks situasi pembicaraan yang diacu oleh penutur. 2. Jenis-jenis Deiksis Deiksis merupakan penggunaan bentuk dalam sebuah tuturan. Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan refrennya berpindah-pindah atau berganti-ganti bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Lingkup kajian deiksis sangat luas. Dalam kajian pragmatik dikenal ada lima macam deiksis, yaitu: 1. Deiksis orang, 2. Deiksis tempat, 3. Deiksis waktu, 4. Deiksis wacana, 5. Deiksis sosial. 23 1)
Deiksis perorangan (person deixis) Deiksis persona adalah acuan yang berkaitan dengan pemeran atau peserta yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Ada tiga kategori peran yang terlibat dalam peristiwa berbahasa,yaitu: (a) kategori orang pertama, (b) kategori orang kedua, dan (c) kategori orang ketiga. Deiksis orang biasanya berupa kata ganti orang (saya, engkau, kamu, mereka, dan sebagainya). 24 Kategori persona dengan jelas dapat didefinisikan dengan acuan pada pengertian peran-peran peserta. Persona pertama dipakai oleh pembicara untuk mengacu kepada dirinya sendiri sebagai subyek wacana, Persona kedua dipakai untuk mengacu kepada pendengar, dan Persona ketiga dipakai untuk mengacu kepada orang-orang atau barang-barang, selain pembicara dan pendengar yang sedikit ini cukup sederhana. Akan tetapi, ada
23
Chaniago, Sam Muk‟htar., dkk, Pragmatik. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 225.
24
Ibid.
16
beberapa hal dalam pembahasan tradisional mengenai kategori persona yang perlu dijelaskan. 25 Dalam sistem ini, persona pertama kategorisasi rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, persona kedua ialah kategorisasi rujukan pembicara kepada pendengar atau si alamat, dan persona ketiga adalah kategorisasi rujukan kepada orang atau benda yang bukan pembicara dan lawan bicara. Person deixis concerns the encoding of the participants in the speech event in which the utterance in question is delivered.26 Artinya
deiksis
persona
berhubungan
dengan
pemahaman
mengenai partisipant dalam situasi pertuturan di mana tuturan tersebut dibuat. Deiksis persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronominal. Bentuk-bentuk pronomina itu sendiri dibedakan atas pronomina orang pertama, pronomina orang kedua, dan pronomina orang ketiga. Di dalam bahasa Indonesia, bentuk ini masih dibedakan atas bentuk tunggal dan bentuk jamak sebagai berikut.
Tabel 2.1 Tunggal
Jamak
Orang pertama
aku, saya
kami, kita
Orang kedua
(eng)kau, kamu, anda
kamu (semua), Anda (semua), kalian
Orang ketiga
Ia, dia, beliau
mereka
Peran peserta itu dapat dibagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami.
25
Jhon Lyons, Pengantar Teori Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995),
h. 270. 26
F.X, Nandar, Op. Cit., h. 55.
17
Kedua adalah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, dan saudara. Ketiga adalah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka. Kadang-kadang penutur bahasa menyebut dirinya dengan namanya sendiri. Di antaranya penutur bahasa Indonesia, sapaan kepada orang kedua tidak hanya kamu atau saya, melainkan juga Bapak, Ibu, atau Saudara.27 Dalam kaitannya dengan pengajaran pragmatik,
yang
perlu
diperhatikan
adalah
bagaimana
menggunakan deiksis orang tersebut dengan tepat. Dengan perkataan lain, dalam suatu peristiwa berbahasa pemakaian bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis orang sesuai dengan kaidah sosial (sosio-kultural) dan santun berbahasa dengan tepat.28 Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah deiksis jabaran. Person deixis, direalisasikan dengan pronomia, misalnya I „Saya/Aku‟ yang menunjukan pembicara atau persona pertama, you „engkau/kamu‟ yang mengacu pada lawan bicara atau persona kedua, dan he „dia‟ sebagai orang ketiga yang bisa jadi merupakan tema pembicaraan. Berikut adalah contoh pemakaian deiksis persona dalam wacana: Ajat, Angga, dan Faris sedang duduk-duduk di beranda depan rumah Pak Dadi. Mereka sedang asyik berbincangbincang. Sebenarnya, mereka sedang menanti saya dan Galih, untuk belajar bersama-sama. Saya tiba dan menyapa mereka dengan ucapan selamat sore. Galih belum juga tiba. Mungkin dia terlambat datang.
27 28
Kushartanti, dkk., op. cit., h.112 Suyono, op. cit., h. 13
18
Dalam wacana di atas, kata mereka merupakan kata ganti orang ketiga jamak dan merupakan deiksis persona yang mengacu atau menunjuk pada Ajat, Angga, dan Faris, sedangkan kata saya adalah kata ganti orang pertama tunggal yang mengacu kepada penulis. Selanjutnya, kata dia merupakan persona ketiga tunggal yang menunjuk pada Galih. 2)
Deiksis tempat (place deixis) Place deixis concerns the encoding of spatial locations relative to the locations of the participants in the speech event.29 Artinya deiksis tempat berhubungan dengan pemahaman lokasi atau tempat yang dipergunakan peserta pertuturan dalam situasi penutur. Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi pemeran dalam suati peristiwa bahasa. Deiksis tempat berkaitan dengan “yang dekat dengan pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat dengan pembicara” (termasuk yang dekat dengan pendengar) (di situ) sedangkan “di sana” dipakai untuk menunjuk tempat yang jauh dengan pembicara dan pendengar.30 Deiksis ruang berkaitan dengan lokasi relatif penutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam interaksi. Di dalam bahasa Indonesia, kita mengenal di sini, di situ, dan di sana.
31
Contohnya adalah
sebagai berikut. A dan B sedang terlibat di dalam percakapan. A mengambil sepotong kue dan mengatakan, “kue ini enak.” Apa yang ditunjukan oleh A, kue ini, tentu akan disebut B sebagai kue itu. Hal ini terjadi karena titik tolak A dan B berbeda. Kita juga mengenal kata-kata seperti di sini, di situ dan ini untuk menunjuk kepada sesuatu yang kelihatan atau jaraknya terjangkau oleh penutur. Selain itu, ada kata-kata seperti di sana 29
F.X, Nandar, Op. Cit., h. 55. Suyono, op. cit., h. 13. 31 Kushartanti, dkk., op. cit., h.111. 30
19
dan itu yang merujuk pada sesuatu yang jauh atau tidak kelihatan, atau jaraknya tidak terjangkau oleh penutur.32 Place Deixis dapat dinyatakan dengan demonstrative, misalnya ini dan itu, atau dengan nomina yang menunjukan arti tempat. Menunjuk pada lokasi, dalam bahasa Inggris ada kata keterangan tempat here dan there.memberi pengertian deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Di samping itu, masih banyak bentuk-bentuk lain yang menyatakan deiksis tempat. Dalam kaitannya dengan pengajaran pragmatik, yang perlu diperhatikan adalah cara menggunakan dan menafsirkan wujud-wujud deiksis tempat dalam berbahasa secara tepat, sesuai dengan konteksnya.
3)
Deiksis waktu (time deixis) Deiksis waktu menunjuk kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat oleh pembicara. Leksem waktu yang berdeiksis misalnya sekarang, kemarin, lusa dan sebagainya.
33
Dengan kata lain deiksis waktu adalah
pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa berbahasa. Deiksis waktu mengacu ke waktu berlangsungnya kejadian, baik masa lampau, kini, maupun mendatang. Contoh mengenai deiksis waktu dalam wacana berikut ini. “Dulu dia tinggal di kota. Setelah anaknya berkeluarga, dia pulang kampung. Sekarang dia tinggal di kampung meskipun mata pencahariannya di kota. Setiap bulannya membawa pensiunan ke kota.” Dalam
wacana
di
atas,
kata
dulu
mengacu
waktu
berlangsungnya kejadian pada masa lampau. Kata sekarang
32 33
Ibid., h.111. Suyono, op. cit., h. 13.
20
mengacu ke waktu kini, sedangkan frase setiap bulannya mengacu ke waktu mendatang. Time Deixis, dapat direalisasikan dalam bentuk adverbia yang menunjukkan waktu, misalnya kemarin, tadi, besok, dan lusa, atau dengan tense bagi bahsa yang memiliki verba untuk kala kini dalam bahasa Inggris tense ukurnnya waktu ketika ia berbicara. Dalam hubungannya dengan pengajaran pragmatik, yang penting adalah melatih siswa menggunakan dan menafsirkan leksem waktu yang berdeiksis dalam kegiatan berbahasa/peristiwa berbahasa. Berkaitan dengan ini akan lebih jelas lagi bila kita menghubungkannya
dengan
faktor-faktor
penentu
tindak
komunikatif yang salah satunya adalah situasi yang terdiri atas tempat dan waktu.
4)
Deiksis wacana (discourse deixis) Deiksis wacana berkaitan dengan bagian-bagian tertentu dalam wujud kebahasaan yang merujuk pada suatu wacana tertentu.34 Deiksis wacana adalah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan. Deiksis wacana
mencakup
anafora
dan
katafora.
Anafora
adalah
penunjukkan kembali pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora adalah penunjukkan sesuatu yang disebutkan kemudian. Bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana itu adalah kata atau frase ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah. Deiksis wacana memiliki batasan yang tumpang tindih dengan anafora.
34
Chaniago, op. cit., h.227.
21
5)
Deiksis sosial (social deixis) Deiksis
mencakup
ungkapan-ungkapan
dari
kategori
gramatikal yang memiliki keragaman sama banyaknya seperti kata ganti, dan kata kerja, menerangkan berbagai entitas dalam konteks sosial, linguistik, atau ruang waktu ujaran yang lebih luas.35 Deiksis sosial menunjuk pada hubungan sosial atau perbedaanperbedaan sosial. Deiksis didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Contohnya dalam kalimat “Saya mencintai dia”, informasi dari kata ganti “saya” dan “dia” hanya dapat ditelusuri dari konteks ujaran. Deiksis sosial dapat dilihat dalam penggunaan bentuk pronominal yang biasa disebut TV (tu/vous), bentuk seperti ini dapat dilihat dalam penggunaan kamu /bapak pada contoh yang dapat dibandingkan dengan penggunaan kamu/kamu di bawah ini. A: “Kamu sudah makan?” B: “Belum, bapak?” Ungkapan-ungkapan yang diketahui hanya dari konteks ujaran itulah yang disebut deiksis. Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan
acuannya
dengan
memperhitungkan
situasi
pembicaraan. Jadi, deiksis sosial mengungkapkan perbedaanperbedaan kemasyarakatan yang terdapat antarpartisipan yang terdapat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan adanya kesopanan berbahasa. Kaitannya dalam kehidupan seharihari, yang perlu diperhatikan ialah cara menggunakan semua deiksis ini dengan tepat. Dengan perkataan lain, dalam suatu perstiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa yang tepat.
35
Louise, Cummings. Pragmatik. (Yogyakarya: Pustaka Pelajar:2007) . h. 31.
22
D. Deiksis Sosial Social deixis involves the marking of sosial relationships in linguistic expressions, with direct or oblique reference to the sosial status or role of participants in the speech event. Special expressions exist in many languages, including the honorifics well known in the languages of Southeast Asia, such as Thai, Japanese, Korea, and Javanesse. We can distinguish a number of axes on which such relations are defined (Levinson 1983, Brown and Levinson 1987).36 Deiksis sosial adalah suatu ungkapan yang menunjukkan atau mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara para partisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa, terutama yang berhubungan dengan aspek sosial budaya. Adanya deiksis ini berhubungan dengan aspek sosial budayanya. Adanya deiksis ini menyebabkan “kesopanan berbahasa” atau “etiket berbahasa”.37 Dengan deiksis ini pula bentuk/ragam bahasa yang dipilih akan diselaraskan dengan aspek-aspek sosial budaya yang dimiliki oleh para partisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Hal ini sangat menunjang terciptanya pengajaran pragmatik dalam arti yang sebenarnya. Deiksis sosial berkaitan acuan faktor sosial dalam wujud bahasa yang digunakan dalam sebuah peristiwa tutur. Deiksis sosial merupakan perwujudan dari keterkaitan antara pengguna bahasa dengan faktor sosial yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. 38 Dengan ciri-ciri seperti terutama status sosial dan atribut orang, penjelasan tentang deiksis sosial harus berkaitan dengan penyebutan deiksis orang tertentu.39 Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem morfologi kata-kata tertentu. Dalam bahasa Jawa
36
Laurence R. Horn and Gregory Ward, The Handbook of Pragmatics, (Inggris: Blackwell Publication, 2010), h. 119. 37 Suyono, op. cit., h. 14. 38 Chaniago, dkk, op. cit., h227 39 Cummings, op. cit., h. 32.
23
umpamanya, memakai kata nedo dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar, dan orang yang dibicarakan atau yang bersangkutan. Peserta pembicara terutama aspek peran sosial antara pembicara dengan rujukan yang lain. Deiksis sosial kaitannya dengan pragmatik, deiksis sosial ini punya kontribusi dalam melahirkan bentuk ujaran yang sesuai dengan situasi sosial masyarakat tertentu. Dengan kata lain, dengan memahami deiksis sosial, seseorang dapat berbahasa dengan baik, sopan, dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Adanya deiksisi ini menyebabkan “kesopanan berbahasa” atau “etiket berbahasa”. Karena bentuk/ragam bahasa yang dipilih selaras dengan aspek-aspek sosial budaya yang dimiliki oleh para partisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. 40 Deiksis sosial sangat erat kaitannya dengan unsur kalimat yang mengekspresikan atau diekspresikan oleh kualitas itu di dalam situasi sosial. Maksudnya dinyatakan berdasarkan perbedaan masyarakat yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar perbedaannya itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Deiksis sosial berarti aspek kalimat yang mencerminkan atau membentuk atau ditentukan oleh realitas tertentu dari situasi sosial di mana tindak tutur terjadi dan juga deiksis sosial mengkodekan identitas sosial manusia, atau hubungan sosial antara manusia, atau antara satu dari manusia dan orang-orang serta lingkungan disekitarnya. Untuk menangkap aspek sosial deiksis, perlulah menambahkan satu dimensi lebih lanjut yang relatif pada tingkatan sosial, di mana kedudukan sosial pembicara lebih tinggi, rendah, atau sama dengan penerima. Perbedaan tingkatan sosial di antaranya peserta pembicaraan sering diwujudkan dalam pemilihan kata, ungkapan atau sistem morfologi tertentu. Misalnya dalam bahasa Jawa terdapat sebutan terhadap orang kedua yang sekaligus menunjukkan status sosial, yaitu kowe, sampeyan, 40
Chaniago, dkk, op. cit., h. 228
24
panjenengan. Deiksis sosial memang sekaligus dapat mencakup deiksis yang lainnya, misalnya dalam contoh di atas, deiksis sosial tersebut juga mencakup deiksis persona. Variasi bahasa yang mampu menunjukkan perbedaan status sosial di atas merupakan tingkatan bahasa. Aspek berbahasa seperti ini disebut kesopanan berbahasa. Semua jenis ungkapan deiksis jenis ini memberi bukti tentang cara bicara yang berpusat pada pembicaranya. Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat yang terdapat antara para partisipan dalam peristiwa berbahasa, terutama yang berhubungan dengan aspek budayanya. Adanya deiksis ini menyebabkan kesopanan atau etika berbahasa. Kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, yang perlu diperhatikan ialah cara menggunakan semua deiksis ini dengan tepat. Dengan perkataan lain dalam suatu peristiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa yang tepat.
1.
Bentuk Deiksis sosial Bentuk deiksis yang tidak berkaitan dengan hubungan, tetapi lebih
bersifat absolut, seperti „her royal highness‟ Beberapa pakar linguistik menganalisis lima jenis deiksis sebagai fenomena yang berlaku, tetapi deiksis wacana dan sosial nampak dari tiga kategori dasar yaitu deiksis orang, tempat dan waktu. Deiksis orang dan deiksis sosial dengan ciri-ciri terutama status sosial dan atribut orang. Misalnya: Sall we go out for some lunch? (Apakah kita akan keluar makan siang?) dan We expect to cut waiting lists by the end of the year. (kami berharap dapat memangkas daftar tunggu menjelang akhir tahun ini). Kata ganti „We‟ dalam kedua ujaran tersebut berbeda, hanya dalam ujaran yang pertama sajalah kata ganti „we‟ dianggap mencakup mitra tutur dalam referen ini.41 Dalam ujaran yang kedua, „we‟ tidak mencakup mitra tutur. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam latar sosial ujaran-ujaran ini dan 41
Cummings, op. cit., h. 32
25
dampak perbedaan ini terhadap peran sosial para partisipan. Sekali lagi, deiksis orang ternyata tergantung pada aspek-aspek deiksis sosial. Deiksis sosial memiliki maksud menuju ke arah sopan santun dalam berbahasa, serta mencakup tentang ungkapan yang memiliki arti atau maksud yang merendahkan, meninggikan, kasar, netral, normal, halus, sopan, melebihlebihkan, menyindir, mengumpat, dan sebagainya. Bentuk kebahasaan merupakan bentuk-bentuk yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun gramatikal. Bentuk kebahasaan yang digunakan yaitu dalam tataran gramatikal, berupa kata, frasa, klausa dan kalimat. Dalam bahasa Indonesia istilah frasa atau frase (phrase) biasanya disebut pula dengan istilah kelompok kata karena unsur langsung yang membentuknya terdiri atas dua kata (bentuk bebas) atau lebih. Bentuk deiksis sosial merupakan bentuk yang tentunya mengandung arti. Kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri.42 Pengertian kata Murphy (2013:11) merunjuk kepada satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau mrfem terikat. Berdasarkan konsep itu dicontohkan (misalnya kata berupa morfem bebas dalam Indonesia dari ranah Tekonologi Informatika terdapat morfem bebas berupa: android, animasi, random, akses, memori, digital, kapasitas, internet, ebook, aplikasi, dls. Dalam ranah Kedokteran terdapat morfem bebas berupa saraf, sensorik, ekstensi, fleksi, dls.43Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa kata merupakan satuan bebas yang mempunyai makna dan kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata. Kata dibedakan menjadi empat, yaitu kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata satuan bahasa yang belum mendapat imbuhan. Kata berimbuhan adalah kata yang sudah 42 43
Harimurti Kridalaksana, Op. Cit., h. 98. Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2015), h. 34
26
mendapatkan imbuhan baik prefiks, infiks, dan konfiks. Kata ulang adalah kata akibat reduplikasi. Kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya sebagai kata yang mempunyai pola morfologis, gramatikal,
dan
semantik
yang
khusus
menurut
kaidah
yang
bersangkutan. Berdasarkan prilaku sintaksisnya frasa terbagi menjadi dua jenis. Kedua jenis tersebut adalah frasa endosentrik dan frasa eksosentrik.44 Frasa endosentrik adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan unsurnya. Frasa endosentrik dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu frasa endosentrik koordinatif, frasa endosentrik atributif, dan frasa endosentrika positif. Cirinya adalah pada frasa endosentrik atributif terdiri dari unsur-unsur yang setara misalnya adanya kata penghubung dan ataupun atau. Frasa endosentrik atributif terdiri dari unsur yang tidak setara misalnya sedikit pedas, sedangkan endosentrik apositif adalah frasa yang terdiri dari unsur penjelas dan unsur aposisi misalnya Yogyakarta, kota gudek. Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa urutan kata-kata berkonstruksi predikatif.45 Artinya di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Kesimpulan beberapa pendapat ahli di atas maka hasilnya adalah klausa merupakan urutan kata yang mempunyai unsur wajib yaitu subjek dan predikat. Kalimat adalah kontruksi sintaksis terbesar yang terdiri dari dua kata atau lebih.46 Kalimat ada empat yaitu kalimat deklaratif, kalimat imperatif, kalimat interogatif dan kalimat ekslamatif.47 Pertama deklaratif berupa kalimat yang berisikan suatu perintah. Kedua kalimat imperatif
44
Abdul, Chaer. Linguistik Umum. (Jakarta: Rineka Cipta:2007), h. 225. Abdul Chaer , Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. (Jakarta: PT. Rineka Cipta: 2009), h. 41. 46 Alawi, op. cit., h. 320. 47 Ibid., h. 360. 45
27
berupa kalimat formal yang memiliki intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan memiliki partikel penegas, penghalus, kata tugas, kata ajakan, harapan, permohonan dan larangan seperti ayolah, marilah, tolong, coba, silahkan,sudikah dan kiranya atau kata minta atau mohon serta kata larangan seperti janganlah, ketiga kalimat interogatif atau kalimat tanya yang ditandai dengan katatanya seperti apa, siapa, berapa, kapan dan bagaimana, sedangkan yang keempat kalimat ekslamatif atau kata seru. Kalimat ini ditandai dengan kata alangkah,betapa, dan bukan main biasanya dikatakan untuk memuji atau kagum. Deiksis baik Person deixis, place deixis, time deixis, social deixis, maupun discourse deixis, bersifat egosentris artinya karena ia terpusat pada kata lain, deiksis bersifat egosenteris karena pusat deiksis, yaitu origo, selalu dilihat berdasarkan pandangan pembicara. Jadi pusat deiksis dikerjakan atau dipegang oleh satu orang.
2.
Fungsi Deiksis Sosial Deiksis sosial kaitannya dengan pragmatik, deiksis sosial ini punya kontribusi dalam melahirkan bentuk ujaran yang sesuai dengan situasi sosial masyarakat tertentu. Dengan kata lain, dengan memahami deiksis sosial, seseorang dapat berbahasa dengan baik, sopan, dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Adanya deiksisi ini menyebabkan “kesopanan berbahasa” atau “etiket berbahasa”. Karena bentuk/ragam bahasa yang dipilih selaras dengan aspek-aspek sosial budaya yang dimiliki oleh para partisipan yang terlibatdalam peristiwa berbahasa. 48 Deiksis sosial dalam masyarakat digunakan sebagai etika bahasa yang mempengaruhi kedudukan sosial antara pembicara, pendengar, atau yang dibicarakan. Fungsi pemakaian deiksis sosial, yaitu: (1) Sebagai salah satu bentuk efektivitas kalimat, misalnya: Kapolwil; (2) Sebagai pembeda tingkat sosial seseorang, membedakan tingkatan sosial penulis, orang
48
Chaniago, dkk, op. cit., h. 228
28
yang dibicarakan dan pembaca, misalnya: Drs, prof; karena orang yang mendapatkan gelar Drs atau Prof adalah orang yang menepuh pendidikan yang tinggi, jadi panggilan tersebut merupakan pembeda tingkat sosial seseorang. (3) Untuk menjaga sopan santun berbahasa, merupakan aspek sopan santun berbahasa misalnya: PSK, Istri (4) Untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan, penggunaan sistem sapaan guna memperhalus bahasa misalnya: sungkem.49 Fungsi deiksis sosial mencakup penyebutan deiksis orang tertentu. Penutur memiliki otoritas tertentu terhadap mitra tutur yang menunjukkan bahwa penutur memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh mitra tutur. Misalnya penggunaan nama binatang oleh penutur dengan nada dan maksud merendahkan tersebut menunjukkan kurangnya jarak sosial antara penutur dan mitra tutur. Deiksis sosial berhubungan dengan hubungan sosial antara partisipan, statusnya dan hubungannya dengan topik wacana. Piranti yang digunakan untuk deiksis ini meliputi berbagai bentuk, kata ganti untuk kesopanan, istilah keturunan dan kehormatan. Gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial kemasyarakatan atau untuk tujuan bersopan santun demikian disebut eufemisme. Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat yang terdapat antara para partisipan dalam peristiwa berbahasa, terutama yang berhubungan dengan aspek budayanya. Adanya deiksis ini menyebabkan kesopanan atau etika berbahasa. Kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menggunakan semua deiksis ini dengan tepat. Dengan perkataan lain dalam suatu perstiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa yang tepat.
49
Ibid., h. 228
29
E. Hubungan Pragmatik dengan pembelajaran Bahasa Indonesia Secara umum pragmatik berhubungan dengan pemakaian bahasa (Indonesia) tulis dan lisan dalam situasi yang sebenarnya. Dengan ini berarti pemakaian bahasa Indonesia itu memperlihatkan konteks yang seutuh-utuhnya atau selengkap-lengkapnya. Terkait dengan pemakaian bahasa Indonesia dalam konteks yang seutuh-utuhnya ini, dapatlah ditelusuri ruang lingkup kajian prakmatik baik sebagai “label” keterampilan berbahasa Indonesia “plus”. Ilmu pragmatik mempelajari tentang beberapa hal; (i) deiksis, (ii) implikatur percakapan, (iii) praanggapan, dan (iv) tindak berbahasa. 50 Hubungan pragmatik dengan pembelajaran bahasa Indonesia sangat erat hubungannya karena dalam kegiatan berbahasa penggunaan bahasa memperhatikan aneka aspek situasi ujaran, penggunaan bahasa memperhatikan
prinsip-prinsip
sopan
santun,
penggunaan
bahasa
memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama, dan penggunaan bahasa memperhatikan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Aspek yang dimaksud adalah aspek pembicara atau penulis dan pihak penyimak atau pembaca. Ini berarti bahwa pragmatik tidak hanya terbatas pada pemakaian bahasa lisan tetapi juga bahasa tulis. Aspek pembicarapenyimak atau penulis-pembaca akan menentukan wujud penggunaan bahasa dalam berbagai hal mulai dari pemilihan kata, bentuk kalimat, ragam bahasa dan lain-lain. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
50
Suyono, Op. Cit., h. 11.
30
Kurikulum telah menentukan beberapa tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, yang salah satunya menyebutkan bahwa tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah agar siswa mampu menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki tujuan untuk membentuk siswa yang baik dalam berbahasa, baik lisan maupun tulis, serta mengambil pendidikan dari karya sastra. Kaitannya dengan karya sastra, pendidikan bisa diambil karena di dalam sebuah karya sastra mengandung nilai-nilai yang dapat diterapkan di kehidupan nyata baik lewat yang tersirat di dalam teks, maupun dalam proses mengkaji karya sastra tersebut. Lewat sebuah karya sastra, guru dapat memberikan pendidikan bagi siswa di kelas maupun di luar kelas. Dalam mata pelajaran pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas VIII semester dua, terdapat materi mengenai indentifikasi karakter tokoh dalam sebuah novel. Dalam materi ini, siswa diminta untuk mengidentifikasi karakter atau watak tokoh dalam dalam novel yang mereka baca. Namun, terkadang siswa memiliki hambatan dalam menentukan karakter suatu tokoh, melalui analisis deiksis soisal inilah siswa dapat mengetahui karakter atau watak tokoh dalam karya sastra. Dengan menggunakan analisis deiksis sosial maka akan terlihat jelas bagaimana karakter atau watak tokoh dalam sebuah karya sastra. Melalui ujaran yang dituturkan seorang tokoh, dapat diklasifikasikan bentuk deiksis sosial, dengan begitu siswa akan lebih mudah dalam mengidentifikasi karakter atau watak tokoh dalam sebuah karya sastra, khususnya novel. Salah satu motivasi siswa terlahir dari bahan ajar. Dalam pembentukan karakter, siswa lebih tanggap melalui apa yang ia senangi dalam kegiatan belajar di kelas, tidak hanya membaca buku ataupun
31
nasihat dari gurunya, tetapi pembentukan karakter dapat dilakukan dengan cara mendengarkan lagu, membaca puisi, membaca novel, menonton film, bercerita, dan lain-lain. Suatu tokoh dalam novel dapat menjadikan inspirasi baginya, dalam pembentukan karakter, siswa akan lebih termotivasi ketika materi yang telah dipelajari dapat diterapkan dalam kehidupannya. Analisis deiksis sosial dalam novel tidak hanya membantu siswa dalam menentukan watak suatu tokoh, tetapi dengan analisis deiksis sosial tuturan ini, siswa dapat mengetahui tuturan yang baik untuk diutarakan, karena ia menyadari bahwa tuturan menunjukkan watak seseorang. Hal ini dapat siswa terapkan dalam kehidupan bermasyarakat, dengan tuturan yang baik orang lain akan senang terhadap kita. Selain itu tuturan yang baik dapat menunjukkan bahwa orang tersebut merupakan orang yang berpendidikan.
F. Hakikat Novel 1. Pengertian Novel Kata novel berasal dari bahasa latin, novus, baru. Dalam bahasa Italia novel disebut novella. Suatu prosa menonjolkan naratif yang lebih panjang daripada cerita pendek yang biasanya memerankan tokoh-tokoh atau peristiwa imajiner. “Novel merupakan karangan sastra prosa panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu. Novel dalam bahasa Perancis disebut romana yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “roman”. Nouvelle (berasal dari bahasa Latin, Novella) mungkin berarti berita, kabar, informasi segar, dongeng, kisah, hikayat, dan cerita pendek.”51 “Novel dalam Inggris novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia, sedangkan dalam 51
Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), h. 162
32
bahasa Jerman novelle. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams, 1981:119). Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.”52 H.B Jassin menyatakan bahwa “novel adalah cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang luar biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis yang memungkinkan terjadinya perubahan nasib pada manusia.”53 R.J. Rees berpendapat bahwa yang dimaksud dengan novel adalah “A fictitious prose narrative of considerable length in wich characters and actions representative of real life are portrayed in a plot of more less complexity”, yang artinya sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup kompleks.”54 Jadi dapat penulis simpulkan bahwa novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain kesemuanya juga
52
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), h. 9 53 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.63 54 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), h.1
33
bersifat imajinatif. Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
2. Jenis Novel Murphy menggolongkan novel atas beberapa jenis, yaitu: a. Novel Populer Kata populer menurut kamus Webster‟s New Dictionary memiliki enam arti yaitu: (1) sesuatu yang dilakukan atau dijalankan oleh orang kebanyakan dan bahkan semua orang, (2) sesuatu yang menarik perhatian atau ditujukan untuk banyak orang, rakyat pada umumnya, (3) sesuatu yang terjangkau oleh orang biasa, (4) sesuatu yang dapat diterima oleh rakyat pada umumnya, (5) sesuatu atau seseorang yang disenangi oleh teman dan para kenalan.”55 Novel populer merupakan jenis sastra populer yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta, asmara yang bertujuan menghibur. Novel populer juga dikenal juga sebagai novel pop. Kata “pop” erat diasosiasikan dengan kata “populer” mungkin novel-novel itu sengaja ditulis untuk selera popular, kemudian dikemas dan dijajakan sebagai suatu barang dagangan populer, dan kemudian dikenal sebagai “bacaan
55
125
Faruk, dan Suminto A. Sayuti, Sastra Populer, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h.
34
populer”. Jadi istilah “pop” itu merupakan istilah baru dalam dunia sastra. Sastra populer dikategorikan sebagai sastra hiburan dan komersial. Kategori hiburan dan komersial menurut Umar Kayam “memang menyangkut selera orang banyak.” Jenis novel populer misalnya Puspa Indah di Taman Hati (karya Edi D. Iskandar), Badai Pasti Berlalu, Karmila (karya Marga T), Cintaku di Kampus Biru, Kugapai Cintamu (karya Ashadi Siregar). Novel populer menurut para pakar kebudayaan populer (Popular Culture), novel populer dan semua kebudayaan populer, berangkat
dari
niat
komersial.
Tujuan
utamanya
adalah
menghasilkan sesuatu yang bersifat materi. Mengingat tujuan utamanya komersial, maka karya-karya populer ditujukan untuk berbagai lapisan masyarakat. Guna mencapai sasaran, unsur hiburan menduduki tempat yang sangat penting. Akibat unsur hiburan begitu ditonjolkan, maka unsur lainnya sering diabaikan. Penekanan yang sedemikian rupa terhadap unsur hiburan inilah yang kemudian banyak menjerumuskan pengarangnya untuk mengobral hiburan murahan, bahkan cenderung rendah dan mengabaikan norma-norma kesusilaan.56 Novel populer memiliki ciri-ciri. Adapun ciri-ciri novel populer adalah sebagai berikut: a) Temanya tentang asmara, dengan tokoh ceritanya wanita-wanita muda yang Fantik. Memilihan tema boleh dikatakan “konserYatif” bersikap mempertahankan tradisi lama), tanpa terlalu banyak penjelajahan bagi pengembangan tema dan pengembangan karakter dari tokoh protagonisnya. Contoh sukses novel populer yaitu Karmila karya Marga T, yang merekam persamaan dan 56
h. 138
Maman S. Mahayana, 9 Jawaban Sastra Indonesia, (Jakarta: Bening Publishing, 2005),
35
pengalaman emosional seorang perempuan yang mengalami musibah diperkosa oleh seseorang dan terpaksa mau dikawini oleh pemerkosanya. b) Meskipun utuh alurnya datar dan sering mengabaikan karakteristik tokoh sehingga terasa dangkal. c) Menggunakan bahasa yang aktual, lincah, dan gaya cerita yang sentimental (bersifat menyentuh rasa). Banyak novelis muda sekarang memakai bahasa anak muda dengan segala jargon (kosa kata khusus yang dipergunakan) rahasia mereka. d) Bertujuan hiburan sehingga cerita yang disuguhkan dengan cara yang mengasyikkan, ringan, namun memiliki ketegangan, penuh aksi, warna, dan humor. e) Mempunyai pembaca cenderung banyak karena sifat komersial dan komunikatif dari novel populer.57 Dari ke lima ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa novel populer hanyalah novel yang hadir untuk memenuhi dahaga pembaca dengan mengikuti selera masyarakat, meskipun novel ini dianggap dangkal namun jenis novel ini memiliki pembaca yang cukup banyak, karena novel ini bertujuan sebagai sarana hiburan, dengan dikemas secara ringan dan mengasikkan, namun juga memiliki ketegangan dan aksi di dalamnya. Novel Sang Pemimpi termasuk kedalam jenis novel populer, dilihat dari genre cerita, novel Sang Pemimpi termasuk ke dalam novel inspiratif karena mengandung banyak pesan moral dan hikmah yang dapat dipetik menjadi pembelajaran hidup bagi pembaca.
b. Novel Serius Novel serius adalah novel bermutu sastra, atau disebut juga novel literer. Novel literer menyajikan persoalan-persoalan 57
Nurgiyantoro, Op. Cit., h.19
36
kehidupan manusia secara serius. Contoh novel literer Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, Salah Asuhan karya Abdoul Moeis, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Telegram dan Stasiun karya Putu Wijaya.58 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius mempunyai fungsi sosial. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina masyarakat menjadi manusia. Sastra serius biasanya cenderung melakukan panggilan dan eksplorasi, dalam berbagai unsur: tema, plot, tokoh, konflik, gaya bahasa, dan lain-lain. Adapun novel cinta dan asmara dalam novel serius hanyalah pelengkap saja, bukan yang paling utama. Kisah cinta, diungkapkan dengan perspektif yang berbeda dan baru. Sifat dari novel serius yaitu non komersil, mengulas sampai pada inti kehidupan, inovatif dan kreatif, dieksplorasi untuk mencapai daya ungkap dan estetik tertentu, serta dieksplorasi pada segala segi. Novel serius umumnya menampilkan tema yang kompleks. Meskipun temanya biasa-biasa saja, tidak berkaitan dengan peristiwa-peristiwa besar atau universal, tetapi unsurnya hadir secara fungsional, saling mendukung. Dalam novel serius, pengarang cenderung memanfaatkan kebebasan kreasi. Dengan kebebasan itu, pengarang akan berusaha menampilkan hal yang baru dengan tetap menjaga orisinalitasnya.
3. Unsur Intrinsik Novel Di dalam sebuah novel, terdapat dua unsur yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. “Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.”59 58 59
Nurgiyantoro, Loc. Cit., Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 23
37
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan unsur intrinsik ialah unsur yang membangun suatu karya sastra. Unsur yang dimaksud ialah tema, tokoh, penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat. a. Tema Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. “Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.”60 “Tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam plot.”61 Burhan Nurgiyantoro mengatakan bahwa “tema merupakan dasar cerita,
gagasan
dasar
umum,
sebuah
karya
novel.”62
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tema adalah gagasan atau ide pokok dalam suatu cerita. Setiap fiksi harus mempunyai dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan. Penulis melukiskan watak para tokoh dalam karyanya dengan dasar tersebut.63 dengan demikian tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa tema ini merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita.
b. Tokoh Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita.”64 Abrams mengatakan bahwa “yang dimaksud dengan tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral
60
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), h. 161 Aziez dan Abdul Hasim, Op. Cit., h. 75 62 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 70 63 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 61
125. 64
Wahyudi Siswanto, Op. Cit., h. 142
38
dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.”65 “Tokoh merupakan para pelaku atau subjek lirik dalam karya fiksi.”66 Berdasarkan ketiga pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tokoh ialah orang atau pelaku yang terlibat dalam suatu cerita.
c. Watak “Watak adalah sifat dasar, akhlak, atau budi pekerti yang dimiliki oleh tokoh.”67 “Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.”68 Jones mengatakan penokohan adalah “pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.”69 Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan watak adalah sifat atau perilaku tokoh dalam suatu cerita dalam sebuah karya sastra.
d.
Latar Peristiwa dalam prosa fiksi dilatari oleh tempat, waktu, dan situasi tertentu.70 Abrams mengemukakan “latar cerita adalah tempat umum (generallocale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.”71Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat
65
Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 165 Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 110 67 Ibid., h. 111 68 Siswanto, Op. Cit., h. 143 69 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 165 70 Priyatni, Op. Cit., h. 112 71 Siswanto, Op. Cit., h. 149 66
39
tokoh melakukan dan dikenai suatu kejadian.”72 Berdasarkan pemaparan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa latar merupakan waktu, tempat dan suasana yang terdapat dalam suatu cerita.
e. Alur Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat.73Abrams mengatakan bahwa “alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.”74 Stanton mengemukakan bahwa “plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.”75 Berdasarkan ketiga penjelasan tersebut bahwa alur merupakan rangkaian atau runtutan jalan cerita yang terlahir oleh tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita berdasarkan sebab-akibat.
f.
Sudut Pandang Seorang pengarang dalam memaparkan ceritanya dapat memilih sudut pandang tertentu.76 Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya.77 Abrams mengatakan bahwa “sudut pandang, point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan.”78 Berdasarkan ketiga pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa sudut pandang merupakan bagaimana
72
Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 75 Priyatni, Op. Cit., h. 112 74 Siswanto, Op. Cit., h. 159 75 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 113 76 Priyatni, Op. Cit., h. 115 77 Siswanto, Op. Cit., h. 151 78 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 249 73
40
seorang
pengarang
memposisikan
dirinya
dalam
suatu
karyanya. Di sinilah pengarang bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu, dengan gayanya sendiri g. Gaya bahasa Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.79 Abrams mengatakan bahwa “gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.”80 Dari kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gaya bahasa adalah bagaimana cara pengarang menggunakan atau memainkan bahasa dalam suatu karyanya.
h. Amanat Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.81 Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya
kepada
pembaca.82
Berdasarkan
kedua
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya.
79
Siswanto, Op. Cit., h. 159 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 276 81 Siswanto, Op. Cit., h. 162 82 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 321 80
41
G. Penelitian yang Relevan Penelitian yang baik adalah penelitian yang mampu memberikan informasi baru sehingga apa yang diteliti sebaiknya tidak menyerupai atau sama dengan penelitian yang sudah orang lain lakukan. Oleh karena itu, untuk menghindari kesamaan penelitian diperlukan adanya kajian terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Dalam mendukung penelitian, akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut: 1.
Burhan Nurgiyantoro yang menganalisis tentang Deiksis Sosial Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala tahun 1990. Penelitian ini memfokuskan pada bentuk verbal dan bentuk non verbalnya, jenis ungkapan dari deiksis sosial ketiga novel tersebut. Pada penelitian tersebut hanya membicarakan tentang bentuk dan makna ungkapan deiksis sosial yang ada dalam Trilogi Novel. Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala tahun 1990. Hasil penelitian pada deiksis sosial meliputi empat macam yang pertama bentuk deiksis sosial dikelompokkan menjadi tiga yaitu deiksis sosial berupa kata, frasa dank lausa. Kedua deiksis sosial tersebut dibedakan menurut makna ungkapannya yaitu lugas dan kias. Ketiga dijabarkan lagi dengan penggunaan fungsi yaitu fungsi pembeda tingkatan sosial seseorang, menjaga sikap sosial, dan menjaga sopan santun berbahasa. Keempat maksud deiksis sosial mencakup enam maksud, yaitu maksud merendah, meninggikan, kasar, netral/normal, halus, sopan, melebih-lebihkan dan menyindir.
2.
Deiksis sosial dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, dengan penelitinya Novita Sari pada tahun 2012 dari Universitas negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk sintaksis deiksis sosial, jenis ungkapan deiksis sosial, fungsi
42
deiksis sosial, dan maksud deiksis sosial dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Hasil penelitian pada deiksis sosial meliputi empat macam yang pertama bentuk deiksis sosial dikelompokkan menjadi tiga yaitu deiksis sosial berupa kata, frasa dank lausa .Kedua deiksis sosial tersebut dibedakan menurut makna ungkapannya yaitu lugas dan kias. Ketiga dijabarkan lagi dengan penggunaan fungsi yaitu fungsi pembeda tingkatan sosial seseorang, menjaga sikap sosial, dan menjaga sopan santun berbahasa. Keempat maksud deiksis sosial mencakup enam maksud, yaitu maksud merendah, meninggikan, kasar, netral/normal, halus, sopan, melebih-lebihkan dan menyindir. 3.
Rahmi Sari, Syahrul, Bakhtarudin dari FBS Universitas Negeri Padang menganalisis Deiksis sosial dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan deiksis sosial yang ada dalam novel tersebut berupa kata dan frase. Hasil penelitian pada deiksis sosial meliputi empat macam yang pertama bentuk deiksis sosial dikelompokkan menjadi tiga yaitu deiksis sosial berupa kata, frasa dank lausa. Kedua deiksis sosial tersebut dibedakan menurut makna ungkapannya yaitu lugas dan kias. Ketiga dijabarkan lagi dengan penggunaan fungsi yaitu fungsi pembeda tingkatan sosial seseorang, menjaga sikap sosial, dan menjaga sopan santun berbahasa. Keempat maksud deiksis sosial mencakup enam maksud, yaitu maksud merendah, meninggikan, kasar, netral/normal, halus, sopan, melebih-lebihkan dan menyindir.
Persamaan dari hasil penelitian tersebut dengan penelitian yang ingin peneliti
kaji
adalah
sama-sama meneliti
tentang deiksis
sosial.
Perbedaannya dari penelitian yang dilakukan oleh Burhan Nurgiyantoro adalah terletak pada objek penelitiannya yaitu Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala sedangkan peneliti meneliti novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
43
Penelitian yang dilakukan oleh Novita Sari dalam skripsinya adalah bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk sintaksis, jenis ungkapan deiksis sosial, fungsi deiksis sosial, dan maksud deiksis sosial dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, sedangkan penelitian yang peneliti ambil bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk deiksis sosial, fungsi deiksis sosial, makna deiksis sosial dari frasa, kata, klausa, dan kalimat yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Selanjutnya juga perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Novita meneliti novel Laskar Pelangi sedangkan peneliti meneliti novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Penelitian yang dilakukan Rahmi Sari, Syahrul, Bakhtarudin dari FBS Universitas Negeri Padang menganalisis deiksis sosial dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan deiksis sosial yang ada dalam novel tersebut berupa kata dan frasa. Berdasarkan penelitian relevan yang sudah dipaparkan, peneliti belum mendapati penelitian yang sama dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Untuk itu peneliti ingin mengetahui atau melihat bentuk ujaran yang diucapkan oleh para tokoh dalam novel Sang Pemimpi berupa kata dan frasa yang tergolong dari deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Penelitian ini merupakan penelitan yang terkini yang berusaha memperkaya khazanah penelitian mengenai deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi, yaitu cara memahami suatu fenomena.1 Metodologi merupakan hal yang penting dalam melakukan penelitian. Melalui metodologi penelitian yang sistematis, maka proses mendapatkan data hingga pengolahan data akan menjadi terorganisir. Adapun unsur-unsur metodologi dalam penelitian ini sebagai berikut. Metodologi Penelitian
Ancangan Pragmatik
Teori Deiksis Levinson
Teknik
Metode Kualitatif deskriptif k
Teknik Simak
Metode Simak
Teknik Simak bebas cakap
Teknik Catat
Skema Konseptual 1 Sumber Muhammad (2011) yang telah dimodifikasi peneliti A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai macam bahan pustaka demi mendukung penelitian. Jadi, peneliti membaca objek penelitian yaitu novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, kemudian ditambah dengan berbagai macam buku yang mendukung penelitian sebagai bahan referensi untuk memperluas wawasan. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2015 sampai dengan bulan April 2016.
1
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 17
44
45
B. Rancangan Penelitian Berdasarkan skema konseptual di atas, rancangan penelitian tersebut berpijak pada tiga aspek, yaitu ancangan penelitian, metode penelitian, dan teknik penelitian. Ancangan penelitian yang digunakan adalah ancangan pragmatik, hal tersebut dikarenakan teori deiksis sosial merupakan salah satu materi yang dibahas dalam ruang lingkup pragmatik. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan menggunakan beberapa teknik dalam penelitian.
C. Metode Penelitian Berdasarkan pendekatannya metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Berkaitan dengan itu, pada hakikatnya, penelitian adalah suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Metode kualiatif yaitu sebagai penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.2 Dalam sebuah penelitian yang ditempuh tentu terdapat tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk mempermudah penelitian tersebut. Pendekatan yang digunakan seorang peneliti akan menuntunnya pada metode apa yang harus digunakan, tetapi dalam pemilihannya ada beberapa yang harus diperhatikan seperti jenis data yang diteliti, serta paradigma yang menyertainya sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian kualitatif juga dapat dikatakan penelitian langsung, karena para penelitinya langsung melakukan penelitiannya terhadap objek yang menjadi sumber penelitiannya tanpa melalui proses statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi
oleh
peneliti
dan
kehadiran
peneliti
tidak
begitu
mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.
2
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2009), hlm.4.
46
Langkah-langkah penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan dengan pasti karena langkah-langkah penelitian kualitatif tidak mempunyai batasbatas tegas. Walaupun demikian langkah-langkah penelitian kualitatif ini dapat dibagi atas orientasi melalui bacaan, wawancara ke lapangan, eksplorasi, yaitu mengumpulkan data berdasarkan fokus yang sudah jelas.3 Maka peneliti memakai penelitian kualitatif karena seluruh sumber data yang dipakai dan digunakan tidak adanya proses statistik atau bentuk hitungan,
melainkan
menggunakan
metode
deskriptif
yang
mendeskripsikan fakta-fakta dalam penelitian dan kemudian akan dianalisis sesuai dengan konteks penelitian ini.
D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah deiksis sosial dalam novel berjudul “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata. Deiksis Sosial tidak selalu dikonstruksikan dengan bentuk lisan saja, tetapi dapat dikonstruksikan dengan berbagai bentuk wacana atau tulisan yang dicontohkan dalam bentuk novel, selanjutnya deiksis sosial ditentukan berdasarkan konteks yang melatarbelakangi tuturan diucapkan. Pada penelitian ini deiksis sosial ditentukan dengan berlandaskan pada penggolongan deiksis sosial yang ditemukan oleh Suyuno, seperti yang sudah dipaparkan pada Bab II.
E. Objek dan Sumber Penelitian Objek penelitian ini adalah deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Subjek penelitian ini yaitu dialog percakapan tokoh yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
F. Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang memadai, dalam penelitian ini ditetapkan metode dan teknik yang sesuai dengan objek penelitian. Metode yang
3
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.80.
47
digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode simak, sedangkan untuk teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas cakap dan teknik catat. 1. Metode Simak Metode simak adalah memperoleh
data
dengan
metode
yang digunakan untuk
melakukan
penyimakan
terhadap
penggunaan bahasa.4 Penggunaan bahasa dalam tuturan para tokoh pada novel. Dalam hal ini, peneliti melakukan proses: a. Menyimak; tuturan disimak berdasarkan deiksis sosial Levinson. Seperti deiksis sosial berasarkan bentuk, fungsi, dan maksud yang telah diurai dalam Bab II. b. Membaca; membaca kembali tuturan yang mwngandung deiksis sosial. c. Memahami; memahami dialog tuturan tokoh yang mengandung deiksis sosial dan konteks yang terdapat di dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Metode
ini
selanjutnya
diurai
secara
cermat
dengan
menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik simak bebas cakap dan teknik catat. 1) Teknik Simak Bebas Cakap Untuk menjalankan metode simak atau teknik sadap, peneliti hanya menjadi pengamat atau penyimak. Teknik ini sangat mungkin dilakukan bila data penelitiannya adalah data tertulis atau dokumen.5 Peneliti
tidak
terlibat
dalam
peristiwa
tuturan,
melainkan hanya menyimak tuturan tokoh yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
2) Teknik Catat 4
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa:Tahapan, Strategi, dan Tekniknya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 242 5 Muhammad, op. cit., hlm. 208
48
Selain
penggunaan
metode
simak
dalam
menganalisis data, selanjutnya peneliti menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak.6 Teknik cacat, yaitu mencatat data yang diperoleh dari objek penelitian yaitu tuturan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. G. Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis kontekstual. Adapun yang dimaksud dengan metode analisis kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan konteks.7 Konteks yang dimaksud dalam hal ini, merupakan lingkungan di mana entitas bahasa itu digunakan. Lingkungan yang dimaksud dapat mencakup baik lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik.
H. Teknik Analisis Data Analisis data penelitian untuk mengelola data yang sudah dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan. Tujuan analasis data yaitu untuk mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang perlu diuji, pertanyaan apa yang perlu dijawab, metode apa yang harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus segera diperbaiki.8 Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan penelitian dalam data: 1. Mengumpulkan dan menyediakan data Mengumpulkan data dari dengan cara mencatat tuturan-tuturan dalam percakapan tokoh dalam novel yang yang sesuai dengan karakteristik penelitian, yaitu pelanggaran maksim kesantunan berbahasa.
6
ibid., hlm. 194 R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 36 8 Ibid, hlm. 83. 7
49
2. Mengklasifikasikan data Sebelum melakukan analisis, data yang telah dikumpulkan kemudian
diklasifikasikan
berdasarkan
deiksis
sosial
teori
Levinson, dan konteks tuturan. 3. Menganalisis data Data yang terkumpul kemudian dibahas atau dianalisis berdasarkan metode analisis kontekstual. Konteks yang dimaksud mencakup lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik atau konteks situasi tutur (lokasi tutur, maksud tutur, peserta tutur, dll).
I. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian adalah langkah-langkah atau urutan-urutan yang harus dilalui atau dikerjakan dalam suatu penelitian. Adapun langkahlangkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Mengumpulkan teori-teori mengenai kajian pragmatik. 2. Membaca dengan cermat novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata (Yogyakarta: Bentang, 2006). 3. Membaca ulang dengan cermat novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata untuk menemukan pelanggaran kesantunan berbahasa yang terdapat di dalam novel tersebut dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. 4. Mengumpulkan data yang berupa deiksis sosial teori Levinson. 5. Mendeskripsikan dan menganalisis data dengan sudut pandang pragmatik. 6. Menyimpulkan hasil keseluruhan penelitian.
50
Bagan Penelitian Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Penyedian data Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
Metode Simak
Teknik Simak Bebas Cakap, Teknik Catat
Klasifikasi Data Sesuai Dengan Deiksis Sosial
Metode dan teknik Analisis data
Analisi Data dan Pembahasan
Penelitian Kualitatif Deskriptif Metode analisis kontekstual Hasil Data Pelanggaran Deiksis Sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata Teori Levinson
Skema Konseptual 2 Sumber Mahsun (2011) yang telah dimodifikasi oleh peneliti
Teori Pragmatik
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Novel Sang Pemimpi merupakan novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi memenuhi syarat sebagai novel yang baik, berkualitas, dan bernilai (value). Penulis memilih Sang Pemimpi sebagai objek kajian penelitian atas sejumlah pertimbangan. Pertama, novel Sang Pemimpi memiliki reputasi yang baik. Hal ini ditunjukkan dari angka penjualan, yakni menembus angka penjualan 253.000 ekslempar (SWA, 2008). Novel Sang Pemimpi pun diangkat ke layar lebar (film). Kedua, kesesuaian isi cerita Sang Pemimpi berkaitan dengan pelajar, Ikal dan Arai adalah siswa SMA Bukan Main dengan segala permasalahan remaja terkait masalah ekonomi, puber, prestasi, dan mimpi. Selain itu, novel Sang Pemimpi merupakan memoar (pengalaman nyata) penulisnya sewaktu remaja. Ketiga, Sang Pemimpi merupakan novel yang tidak membosankan. Penyajian yang tidak monoton akan membuat remaja membaca novel Sang Pemimpi hingga selesai. Berikut adalah analisis unsur intrinsik dalam novel Sang Pemimpi. A. Unsur Intrinsik dalam novel Sang Pemimpi. Unsur intrinsik adalah unsur yang membagun suatu karya sastra. Unsur yang dimaksud ialah tema, tokoh, penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur intrinsik dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata memiliki keterkaitan dengan deiksis sosial diantaranya tema, penokohan, gaya bahasa dan amanat. Berikut adalah penjabarannya: 1. Tema Tema merupakan gagasan atau ide pokok dalam suatu cerita. Tema dari novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata adalah bertemakan tentang persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan mimpi atau harapan. Berikut ini adalah kutipannya:
51
52
"Bukankah kita harus banyak menabung untuk sekolah ke Prancis!! Begitukan saudaraku, Jimbron??" (SP:139) Keterkaitan tema dalam novel sang pemimpi karya Andrea Hirata dengan deiksis sosial terlihat pada persahabatan yang terjalin antara Ikal, Arai, dan Jimbron. Pada ujaran di atas Arai memanggil Jimbron dengan sebutan saudaraku, saudaraku termasuk kepada deiksis sosial yang berfungsi untuk kesantunan dan pada kutipan tersebut terlihat persahabatan mereka sangat erat satu sama lain. 2. Tokoh Tokoh merupakan orang atau pelaku yang terlibat dalam sebuah cerita. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terdapat tokoh diantaranya, yaitu: a. Ikal b. Arai c. Jimbron d. Pak Balia e. Pak Mustar f. Ibu Ikal g. Ayah Ikal h. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata juga memiliki tokoh pendukung yaitu Mak Cik, Laksmi, Nurmi, Nurmala, Pak Cik Basman, Mahader, A Kiun, Taikong Hanim, Capo, Bang Zaitun, Pendeta Geovanny, A Siong, Mei Mei, Deborah Wong. 3. Penokohan Penokohan adalah sifat atau perilaku tokoh dalam suatu cerita disebuah karya sastra, dalam Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terlihat deiksis sosial pada dialog dari penokohan diantaranya, yaitu: 1. Ikal Tokoh Ikal mempunyai watak baik hati, optimis, pantang menyerah dan penyayang. Dieksis sosial yang terlihat dalam dialog
53
yang diucapkan Ikal yaitu Ikal mengucapkan kata Ayahku dan Ayahnya untuk menyebut orangtua laki-laki, hal tersebut digunakan untuk kesantunan. Berikut adalah kutipannya: a. Sifat penyayang Ikal dapat dilihat ketika ikal dan ayahnya memutuskan untuk menjemput Arai untuk menjadikannya anak asuhannya. Berikut kutipannya: ―Aku teringat, beberapa hari setelah ayahnya meninggal, dengan menumpang truk kopra, aku dan ayahku menjemput Arai. (SP: 24) b. Sifat yang baik tercermin saat saat ia ingin untuk membalas semua perbuatanya kepada jimbron. Berikut kutipannya: ―Aku ingin membahagiakan arai. Aku ingin berbuat sesuatu seperti yang ia lakukan pada jimbron. (SP:185) Ciri fisik dari tokoh ikal yaitu berambut ikal, panjang, dan tipis, berikut adalah kutipannya: ―Rambutku yang ikal, panjang, dan tipis ketika dibelah tengah lepek diatasnya namun ujung-ujungnya jatuh melngkung lentik diatas pundakku. Persis seekor angsa‖. (SP:35) 2. Arai Tokoh Arai memiliki sifat pemberani dan segala sesuatu yang dia kerjakan menanggung resiko. Arai juga pandai menyelesaikan suatu masalah dan pandai berkompeten dalam hal pendidikan. Terbukti dia mendapat ranking kedua ketika dia SMA. Otaknya memang jenius dia berhasil mendapatkan beasiswa pendidikan ke Prancis. Optimis, dan penuh semangat akan mewujudkan mimpimimpi untuk membahagiakan orang lain maupun semangat juang untuk menggapai cita-cita. Dieksis sosial yang terlihat dalam dialog yang diucapkan Arai adalah bahwa Arai menyebut dirinya Mahasiswa, maksud deiksis sosial dari mahasiswa untuk identitas sosial bahwa Arai adalah sebagai Mahasiswa, berikut kutipannya :
54
―… Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, telah menyimak harapanharapan sepi dalam hati kami, karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya, sama dengan universitas yang menerimaku, disana jelas tertulis:Universite de Paris, Sorbonne, Prancis.‖(SP: 272) Penuh dengan ide dan kreatif karena setiap kali dihadapkan dengan masalah atau kebuntuan, Arailah orang yang akan memberi idea dan jalan penyelesaian. Berikut kutipannya: ―Kami mengendap. Tersengal Arai memberi cadangan. Seperti biasa, pasti cadangan yang menjengkelkan. ―Ikal… Aku tak kuat lagihhh… Aku sesak nafas… Kalian nampak para-para itu…?‖(SP: 2) Arai memiliki ciri fisik yaitu adalah suaranya serak dan nyaring, tubuhnya jangkung, kurus, kukuknya hitam, potongan rambutnya acak-acakan dan lehernya penuh daki. Berikut kutipannya: ―Wajah Arai laksana patung muka yang dibuat mahasiswa-baru senikriya yang baru pertama kali menjamah tanah liat, pencet sana, melendung sini. Lebih tepatnya, perabotan di wajahnya seperti hasil suntikan silikon dan mulai melelh. Suaranya kering, serak dan nyaring, persis vokalis mengambil nada falseto—mungkin karena kebanyakan menangis waktu kecil. Gerak-geriknya cangung serupa belalang sembah. Tapi matanya istimewa. Disitulah pusat gravitasi pesona Arai. Kedua bola matanya itu, sang jendela hati, adalah layar mempertontonkan jiwanya yang tak pernah kosong.‖ (SP:24) ―Arai semakin jangkung, semakin kurus. Sampai keramat yang yatim piatu ini badannya kumal dan bau. Kuku-kukunya hitam, potongan rambutnya tak karuan, digunting sendiri di depan cermin dengan gaya asal tidak gondrong. Dilehernya melingkar daki, tapi masya allah hatinya putih bercahaya, hatinya itu selalu hangat. ―(SP :185)
55
3. Jimbron Tokoh jimbron memiliki watak baik, polos, suka menolong, taat beragama, dan tergila-gila dengan kuda. Dieksis sosial yang terlihat dalam dialog yang diucapkan Jimbron, bahwa Jimbron menggunakan kata Pendeta, kata Pendeta berfungsi untuk identitas sosial seseorang. Hal tersebut diatas digambarkan oleh dialog sebagai berikut:
a. Sifat Jimbron taat kepada agama, berikut kutipannya: ―Jimbron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam keheranan. Pertama, kami heran karena kalau mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang pastor karena beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah sebatang kara seperti Arai ia menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Itali itu tak sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid‖ (SP :61) b. Sifat Jimbron suka menolong dengan cara menghibur Laksmi berikut kutipannya: ―Jika pembeli sepi, jimbron bereraksi. Bukan untuk merayu atau menyatakan cinta, bukan, sama sekali bukan, tetapi untuk menghibur laksmi. Dari kejauhan aku dan arai sering terpingkalpingkal melihat jimbron bertingkah seperti kelinci berdiri.‖ (SP:80) ―Setiap minggu pagi jimbron menghambur ke pabrik cincau. Dengan senang hati, ai menjadi relawan pembantu laksmi. Tanpa diminta ia mencuci kaleng-kaleng mentega palmboom wadah cincau itu jika isinya telah kosong dan ikut menjemur daun-daun cincaun‖. (SP:79) Ciri Fisik tokoh Jibron yaitu gagap, gemuk dan tubuhnya seperti bonsai kamboja Jepang. Berikut kutipannya: ―Jimbron tak lancar berbicara, ia gagap dia tak selalu gagap. Jika suasana hatinya sedang nyaman, ia berbicara senormal orang bisa. Jimbron bertubuh tabung. Secara umum ia seperti bonsai kamboja jepang: bahu landai, leher, dan lungsur, gemuk berkumpul di daerah tengah. Wajahnya seperti bayi, bayi yang murung, seperti
56
bayi yang ingin menangis-jika melihatnya langsung timbul perasaan ingin melindunginya‖(SP: 60)
4. Mustar M. Djai'din, B.A. Mustar M. Djai'din, B.A atau Pak Mustar adalah wakil kepala sekolah SMA Bukan Main dimana ketiga tokoh utama bersekolah disana. Beliau terkenal dengan sifatnya yang disiplin, tegas, pemarah, tempra mental dan kejam. Siapa saja yang melakukan kesalahan tidak akan lolos dari kejaran beliau. Sifatnya menjadi seperti itu karena dia pernah kecewa dengan pihak sekolah. Dulu anak laki-lakinya tidak diterima di sekolah Bukan Main karena nilainya yang kurang 0,25. Semenjak itu, beliau menjadi disiplin dan tegas setiap siswanya melakukan kesalahan jangan harap diampuni oleh Pak Mustar. ―Namun, akibatnya fatal. Setelah kejadian itu, Pak Mustar berubah menjadi seorang guru bertangan besi. Beliau menumpahkan kesalahannya kepada para siswa yang diterima. ‖Disiplin yang keras!! Itulah yang diperlukan anak-anak muda Melayu zaman sekarang.‖Demikian jargon pamungkas yang bertalu-talu digaungkannya Ia juga selalu terinspirasi kata-kata mutiara Deng Xio Pingyang menjadi pedoman tindakan represif tentara pada mahasiswa di lapangan Tiannanmen, Masalah-masalah orang muda seperti akar rumput yang kusut. Jika dibiarkan, pasti berlarut-larut. Harus cepat diselesaikan dengan gunting yang tajam!! ― (SP: 10). 5. Taikong Hamim Taikong Hamim merupakan guru ngaji Ikal, Jimbron dan Arai di masjid kampung gantung. Sifatnya yang keras mengidentikan beliau menjadi tokoh antagonis. Setiap ada seseorang yang melakukan kesalahan dalam mengaji beliau selalu memberikan hukuman fisik. ‖Bagi kami Taikong Hamim tetap antagonis. Beliau selalu menerjemahkan aturan Haji Satar secara kaku tanpa perasaan. Maka dengan segala cara, kami berusaha membalas Taikong‖. (SP:64).
57
6. Ayah Ikal Ayah Ikal beliau merupakan ayah juara satu sedunia. Beliau memiliki sifat pendiam tetapi sekali berkata perkataan yang keluar selalu penuh makna. Ayah memiliki jiwa penolong, dialah yang menolong Arai dan mengadopsi Arai sebagai anak angkat. ―Dan ayahku adalah pria yang sangat pendiam. Jika berada di rumah dengan ibuku, berpenonton satu orang. Namun, belasan tahun sudah jadi anaknya. Aku belajar bahwa pria pendiam sesungguhnya memiliki rasa kasih sayang yang jauh berlebih di banding pria sok ngatur yang merepet saja mulutnya‖. (SP: 87). 7. Ibu Ikal Ibu Ikal beliau merupakan ibu juara satu sedunia, kasih sayang ibu kepada keluarganya yang tulus membuat keluarganya sayang terhadap ibu. Beliau memiliki sifat penolong meskipun beliau serba kekurangan, ibu dengan tulus menolong orang yaitu mengangkat Arai menjadi anak kandungnya dan dia menolong seorang wanita tua yang berada di dekat rumahnya. Gambaran tokoh Ibu Ikal antara lain seperti kutipan bawah ini: ‖Ibuku memberi isyarat dan Arai melesat ke gudang pregasan. Ia memasukkan beberapa takar beras ke dalam karung, kembali ke pekarangan, memberikan karung beras itu kepada ibuku kemudian melangsurkannya kepada Mak Cik‖.(SP:39). 8. Drs. Julian Ichsan Balia Drs. Julian Ichsan Balia beliau adalah Kepala Sekolah SMA Negeri Manggar dan laki-laki muda, tampan, lulusan IKIP Bandung yang masih memegang teguh idealisme. Pak Balia memiliki sifat yang berwibawa, berakhlaqul karimah yang patut dicontoh para guru di Indonesia. Gambaran tokoh Pak Balia antara lain seperti kutipan bawah ini: ―Pak Balia memang masih balia, tapi ia pengibar panji ahlakul karimah. Integritasnya tak tercela. Ia seorang bumi putra, amtenar pintar lulusan IKIP Bandung‖. (SP: 9).
58
9. Pendeta Geovanny Pendeta Geovanny adalah ayah angkat Jimbron beliau memiliki sifat penolong meskipun seorang pastur dia selalu mengantar jimbron pergi mengaji. Jiwa toleransinya yang tinggi yang memberikan gambaran kepada kita untuk meniru sifat beliau. Berikut kutipannya: ―Sebetulnya, beliau adalah seorang pastor karena beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah sebatang kara seperti Arai, ia menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Italia itu tak sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid. (SP:6061). 10. Ibu Muslimah Ibu Muslimah adalah wanita lembut pengajar pertama Laskar Pelangi dan guru paling berharga bagi mereka. Seorang wanita yang gigih dalam memperjuangkan siswa-siswa untuk maju mencari pengetahuan setinggi-tingginya. ―Tapi aku tak akan surut. Tokoh-tokoh hebat telah mempersiapkanku untuk situasi ini. Bu Muslimah guru SD-ku yang telah mengajariku agar tak takut pada kesulitan apa pun, ayahku dengan senyum lembutnya yang membakar jiwaku, Pak Balia yang menunjukan padaku indahnya penjelajahan ilmu, dan Arai yang mengingatkanku agar tak mendahului nasib‖. (SP: 256). 11. Zakiah Nurmala Zakiah Nurmala binti Berahim Mantarum adalah gadis pujaan hatinya Arai, dari SMA Arai tertarik kepada Nurmala karena kecantikan dan kepandaian. Dia juga memiliki sifat yang acuh, itu terbukti kepada Arai, berkali-kali dia menolak Arai. Gambaran dari tokoh Zakiah adalah sebagai berikut: ―Sejak kelas satu SMA sampai kini kami hampir tamat segala cara telah ditempuh Arai, semuanya tak mempan. Kenyataan sekarang Arai yang bingung menghadapi Nurmala yang different, tak acuh…‖(SP:188).
59
12. Laksmi Laksmi adalah seorang gadis yang pendiam sekaligus gadis pujaan Jimbron. Sejak kematian keluarganya di semenanjung ayah, Laksmi tak pernah tersenyum dan hanya diam. Seperti kutipan di bawah ini: ‖Di berandanya, dahan-dahan bantan merunduk kayu menekuri nasib anak-anak nelayan yang terpaksa bekerja. Salah satunya aku kenal: Laksmi. Seperti laut, mereka diam‖. (SP: 2-3). 13. Bang Zaitun Bang Zaitun adalah penyanyi dangdut yang bermain dari panggung kepanggung. Dia mudah jatuh cinta kepada gadis lain. Pemimpin musik orkestra yang memiliki 5 orang istri ini senang akan dunia humor. ―Bang Zaitun orangnya humoris dan senang sekali berbicara, persis radio. Dandannya nyentrik tipikal orang musik. Kepala ikat pinggangnya dari besi berbentuk gitar. Motif bajunya tuts-tuts piano, celananya cutbrai, jari-jarinya bertaburan cincin batu akik besar-besar. Beliau dengan sengaja mencabut kedua gigi taringnya yang sehat dengan mengantinya dengan gigi emas putih. Sungguh benar ucapan komedian Jerry Lewis: ada kesintingan pada setiap seniman yang karatnya lebih tinggi dari kebanyakan orang.‖ (SP:191). 14. Nurmi Nurmi adalah seorang gadis berbakat pemain biola, dia sangat menyayangi biolanya. Biola satu-satunya harta yang dimilikinya. Gambaran dari tokoh Nurmi sebagai berikut: ―Air mata Mak Cik meleleh. Kesusahan seakan tercetak di keningnya. Lahir untuk susah, demikian stampelnya. Putrinya yang terkecil tertidur pulas dalam dekapannya. Yang tertua, Nurmi yang kurus tinggi kurang gizi itu, baru kelasdua SMP, sama denganku dan Arai, tampak tertekan batinnya. Ia memeluk erat sebuah koper hitam lusuh berisi biola. Dia seorang pemain biola berbakat. Ingin menjadi musisi, itulah impian terbesarnya. Bakat dan biola itu diwarisinya dari kakeknya, ketua gambus kampung kami. (SP: 38).
60
15. Mak Cik Maryamah Mak Cik Maryamah adalah ibu Nurmi. Ia adalah seorang wanita yang ditinggalkan suaminya dengan dua orang anak perempuan, yaitu Nurmi dan adiknya yang masih bayi karena tidak bisa memberikan anak laki-laki. Hidupnya sangat miskin dan serba kekurangan. ―Saat itulah seorang wanita gemuk berjilbab yang matanya bengkak memasuki pekarangan. Wanita malang setengah baya itu Mak Cik Maryamah, datang bersama putrinya dan seperti ibunya, mata mereka bengkak, semuanya habis menangis‖. Aku dan Arai berlari menuju Mak Cik tapi ibuku lebih dulu menghampiri mereka. ‖Kakak..., Mak Cik Memelas‖. ‖Kalau masih ada beras, tolonglah pinjami kami...(SP: 39).
4. Latar/tempat dan Waktu Latar merupakan waktu, tempat dan suasana yang terdapat dalam suatu cerita. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata mempunyai latar tempat, latar waktu, latar suasana. sebagai berikut: a. Latar Tempat Latar tempat menunjukan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Contohnya Magelang, Yogyakarta, Juranggede, dll. Latar tempat yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi yaitu: 1. Pulau Belitong Timur Pada awal cerita pengarang melukiskan keadaan Belitong Timur karena disanalah orang-orang mencari nafkah. Berikut kutipannya: ―Setelah empat puluh tahun bumi pertiwi merdeka akhirnya Belitong Timur, pulau timah yang kaya raya itu, memiliki sebuah SMA Negeri Bukan Main. SMA ini segera menjadi
61
menara gading takhta tertinggi intelektualitas di pesisir timur, maka ia mengandung makna dari setiap syair lagu ―Godeamus Igitur‖ yang ketika mendengarnya, sembari memakai toga, bisa membuat orang meras IQ nya meningkat drastis beberapa digit.‖ (SP: 6) 2.
Di SMA Bukan Main Pada saat peresmian sekolah SMA bukan main. Berikut kutipannya: ―Pemotongan pita peresmian SMA ini adalah hari bersejarah bagi kami orang Melayu pedalaman, karena saat pita itu terkulai putus, terputus pula kami dari masa gelap gulita matematika integral atau tata cara membuat buku tabelaris hitung dagang yang dikhotbahkan di SMA. Tak perlu lagi menempuh 120 kilometer ke Tanjong Padan hanya untuk tahu ilmu debet kredit itu.‖ (SP: 6) Ketika siswa terlambat datang kesekolah dan para saat itu siswa menirukan pidato pak Mustar saat apel rutin. Berikut kutipannya:
―Senin pagi ini kuanggap hari yang sial. Setengah jam sebelum jam masuk, Pak Mustar mengunci pagar sekolah. Beliau berdiri di podium menjadi inspektur apel rutin. Celakanya banyak siswa yang terlambat, termasuk aku, Jimbron dan Arai. Lebih celaka lagi beberapa siswa yang terlambat justru mengejek Pak Mustar. Dengan sengaja mereka meniru-nirukan pidatonya. Pemimpin para siswa yang berkelakuan seperti monyet sirkus itu tak lain Arai!! Pak Mustar ngamuk. Ia meloncat dari podium dan mengajak dua orang penjaga sekolah mengejar kami.‖ (SP: 10) 3. Di Pasar Pagi Pak Mustar mengejar-ngejar Ikal berlari menuju pasar dan melompati sebuah pagar sehingga sepeda yang sedang diparkir roboh. Berikut kutipannya: ―Aku menyebrangi jalan dan berlari kencang ke utara, memasuki gerbang pasar pagi. Pak Mustar barnafsu menangkapku, jaraknya semakin dekat. Aku ketakutan dan tergesa-gesa meloncati palang besi parkir sepeda. Celaka! Salah satu sepeda tersenggol. Lalu tukang parkir terpana melihat ratusan sepeda yang telah dirapikannya susah payah, rebah satu persatu seperti permainan kartu domino,
62
menimbulkan kegaduan yang luar biasa dipasar pagi. Aku terjerembap, bangkit dan pontang-panting kabur.‖ (SP:14) ―Sekarang delapan orang memikul peti dan peti menuju pasar pagi yang ramai. Disekitar peti tukang parkir berteriak-teriak meimpali obralan pedagang Minang yang menjual baju di kaki lima. Klakson sepeda motor dan kliningan sepeda sahut menyahut dengan jeritan mesin parut dan ketukan palu para tukang sol. Lenguh sapi yang digelandang ke pejagalan beradu nyaring dengan suara bising dari balon kecil yang dipencet penjual mainan anakanak. Di punggungku kurasakan satu persatu detakan jantung Jimbron, lambat namun keras, gelisah dan mencekam‖. (SP: 20) ―Kami memasuki toko yang sesak. Barang-barang kelontong berjejal-jejal di rak-rak yang tinggi. Arai berhenti sebentar ditengah toko persis dibawah sebuah fan besar berdiameter hampir dua meter dan berfutar sangat kencang: wuttth ... wuttth ... wutttthh. Istri A siong besar di Hongkong. Hanya fan untuk pabrik itu yang membuatnya betah tinggal dibelitong yang panas. Arai membuka kancing atas bajunya, menengadahkan wajahnya, dan ketika angin fan membasuh wajahya yang bersimbah peluh ia terpejam syahdu, sebuah gaya yang sangat mengesankan‖.(SP: 43) b. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah ―kapan‖ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi yaitu: 1.
Pagi hari Ketika para siswa datang terlambat ke sekolah dan Pak Mustar mengunci pagar sekolah. Berikut kutipannya: ―Senin pagi ini kuanggap hari yang sial. Setengah jam sebelum jam masuk, Pak Mustar mengunci pagar sekolah. Beliau berdiri di podium menjadi inspektur apel rutin. Celakanya banyak siswa yang terlambat, termasuk aku, Jimbron dan Arai. Lebih celaka lagi beberapa siswa yang terlambat justru mengejek Pak Mustar. Dengan sengaja mereka meniru-nirukan pidatonya. Pemimpin para siswa yang berkelakuan seperti monyet sirkus itu tak lain Arai!! Pak Mustar ngamuk. Ia meloncat dari podium dan
63
mengajak dua orang penjaga sekolah mengejar kami‖.(SP: 10) 2.
Siang hari Pengarang melukiskan suasana pada siang hari di kapal berikut kutipanya: ―Hari keenam, pukul satu siang, aku yang sudah babak belur, compang-camping, iseng-iseng mendongakkan kapal keluar lubang palka dan alangkah terkejutnya, nun jauh disana, sayup-sayup, di garis horizon biru itu kulihat benda kotak-kotak bermunculan timbul tenggelam.‖ (SP: 224)
3. Sore hari Pengarang melukiskan suasana sore hari di perkebunan kelapa sawit berikut kutipannya: ―Sore yang indah. Perkebunan kelapa sawit di kaki gunung sebelah timur kampung kami seperti garis panjang yang membelah matahari.‖ (SP: 37) Pengarang melukiskan suasana pada petang sore hari di rumah berikut kutipanya: ―Petang yang sunyi dan menegangkan. Arai mengambil bingkai plastik foto hitam putih ayah dan ibunya. Ia menyingkir ke ruang tamu. Ia duduk di kursi malas ayahku. Di bawah bendangan lampu yang temaram. Ia tak langsung membuka suratnya. Dibekapnya surat dan bingkai foto ayah-ibunya‖. (SP: 270) 4. Malam hari Pengarang melukiskan suasana malam hari di kebun jagung berikut kutipanya: ―Usai salat isya Arai sudah berdandan rapi dan ia telah menyiapkan seikat bunga. Kami mengendap-endap di kebun jagung tiba di sebuah rumah Victoria yang besar‖.(SP: 202) ―Malam turun, satu per satu penumpang menghilang, bus sepi. Ciputat tak kunjung sampai. Aku dan arai yang kelelahan tertidur pulas. Jika ada yang ingin mengambil koper dan celengan kuda kami, kami tak’kan tahu. (SP: 228)
64
c. Latar Suasana Latar suasana merupakan situasi yang menunjukkan apa saja yang terjadi ketika si tokoh atau si pelaku melakukan sesuatu. Misalnya sedih, gembira, rusuh, dingin, damai, sepi, mencekam, dan sebagainya. Latar suasana yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi yaitu:
1. Bahagia ―Kesempatan baik, Bron!!‖ aku girang, celingukan kiri kanan. ―Tak ada kompetisi!!‖ Wajah Jimbron yang bulat jenaka merona-rona seperti buah mentega. ―Mmhhh ... mmhhaa ... mainkan, Kal!!‖ (SP: 11) ―Berbeda dengan Arai. Waktu peti melewati para pengamen ia menjetikkan para jemarinya mengikuti kerincing tamborin. Dan ia tersenyum. Aku mengerti bahwa baginya apa yang kami alami adalah sebuah petulangan yang asyik. Ia melirikku yang terjepit tak berdaya, senyumnya semakin girang. (SP: 21) ―Demikianlah arti Arai bagiku. Maka sejak Arai tinggal dirumah kami, tak kepalang senang hatiku. Aku semakin gembira karena kami diperbolehkan menempati kamar hanya untuk kami berdua. Walaupu kamar kami hanyalah gudang peregasan, jauh lebih baik daripada tidur di tengah rumah, bertumpuk-tumpuk seperti pindang bersama abangabangku yang kuli, bau keringat, dan mendengkur. (SP: 35)‖ 2. Sedih ―Di perjalanan aku tak banyak bicara karena hatiku ngilu mengenangkan nasib malang yang menimpa sepupu jauhku ini.‖ (SP: 26) ―Dari dalam karung, ia mengeluarkan sebuah benda mainan yang aneh. Aku melirik benda itu dan aku semakin pedih membayangkan ia membuat mainan itu sendirian, memainkannya juga sendirian ditengah-tengah ladang tebu. Aku tersedu sedan.‖ (SP: 27) ― Air mata Mak Cik meleleh. Kesusahan seakan tercetak di keningnya. Lahir untuk susah, demikian stempelnya. Putrinya yang terkeik tertidur pulas dalam dekapannya.
65
Yang tertua, Nurmi yang kurus tinggi kurang gizi itu, baru kelas dua SMP, sama denganku dan Arai, tampak tertekan batinnya. Ia memeluk erat sebuah koper hitam lusuh berisi biola. Dia seorang pemain biola berbakat. Ingin menjadi musisi, itulah impian terbesarnya. Bakat dan biola itu diwarisinya dari kakeknya, ketua gambus kampung itu.‖ (SP: 38) 3. Gelisah ―Sekarang delapan orang memikul peti dan peti menuju pasar pagi yang ramai. Disekitar peti tukang parkir berteriak-teriak meimpali obralan pedagang Minang yang menjual baju di kaki lima. Klakson sepeda motor dan kliningan sepeda sahut menyahut dengan jeritan mesin parut dan ketukan palu para tukang sol. Lenguh sapi yang digelandang ke pejagalan beradu nyaring dengan suara bising dari balon kecil yang dipencet penjual mainan anakanak. Di punggungku kurasakan satu persatu detakan jantung Jimbron, lambat namun keras, gelisah dan mencekam.‖ (SP: 20) 5. Alur Alur adalah rangkaian atau runtutan jalan cerita yang terlahir oleh tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita berdasarkan sebab akibat. Alur yang terdapat pada novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata adalah flashback. Cerita dimulai pada saat Ikal bersama sahabatnya
masih
bersekolah di SMA. Isi cerita mengenai pengalaman hidup tokoh di masa lampau dan juga pemplotan yang tidak selalu kronologis. Berikut adalah tahapan alur: 1. Tahap Pengenalan Situasi Tahap pengenalan situasi dimulai pada saat di ceritakan Arai sejak kecil ditinggal kedua orang tuanya. Pada akhirnya ayah Ikal mengangkat Arai menjadi anak asuhannya. Dia dibesarkan dari keluarga yang serba kekurangan. Berikut kutipannya: ―Namun sungguh malang nasibnya, waktu ia kelas satu SD, ibunya wafat sat melahirkan adiknya. Arai, baru enam tahun ketika itu, dan ayahnya, gemetar di samping jasad beku sang ibu yang memeluk erat bayi merah yang bersimbah darah. Anak beranak itu meninggal bersamaan. Lalu Arai tinggal berdua dengan ayahnya. Kepedihan belum mau menjauhi Arai. Menginjak kelas tiga SD,
66
ayahnya juga wafat. Arai menjadi yatim piatu, sebatang kara. Ia kemudian dipungut keluarga kami.‖ (SP: 24) 2. Tahap Menuju Adanya Konflik Tahap menuju adanya konflik dimulai saat Arai seringkali juga iri melihat seorang anak bersama orang tuanya. Ikal ikut terharu ketika melihatnya, Arai sejak kecil ditinggal kedua orang tuanya dan dia sangat menginginkan orang tua yang selalu disampingnya ketika dia kesepian. Permasalahan yang terjadi dalam diri Arai adalah ketidakmampuan Arai dalam mengendalikan emosinya untuk tidak cemburu pada teman yang masih mempunyai orang tua. kutipan berikut : ―Ibuku memberi isyarat dan Arai melesat ke gudang peregasan. Ia memasukkan beberapa takar beras ke dalam karung, kembali kepekarangan, memberikan karung beras itu kepada ibuku yang kemudian melungsurkannya kepada Mak Cik.‖ ―Ambillah……..‖ ―Mak Cik menerimanya dengan canggung dan berat hati. Aku tak sampai hati melihatnya. Ia berkata terbata-bata, ―Tak ’kan mampu kami menggantikannya, Kak….‖ (SP: 39). 3. Tahap Puncak konflik Puncak konflik terjadi ketika Ikal yang memiliki hutang kepada Arai yang telah berjasa karena atas dukungannya dan memberikan motivasi. Ikal membantu Arai untuk menggapai cintanya yang tumbuh sejak SMA, wanita yang di idamkan Arai adalah Nurmala gadis cantik yang pintar. Arai sering ditolak oleh Nurmala, dia diacuhkan dan beratusratus puisi dan bunga yang Arai berikan tidak bisa meluluhkan hatinya. Ikal membawa Arai kepada seorang yang ahli mengenai percintaan yaitu Bang Zaitun. Bang Zaitun mengajarkan Arai memainkan gitar untuk lebih menarik perhatian Nurmala. Berikut kutipannya: ―Kau kenal Bang Zaitun kan, Rai??‖tanyaku. Arai menjawab heran,‖Pimpinan Orkes Melayu Pasar ikan belok kiri itu...?‖
67
―Kesanalah kau harus berguru soal cinta...‖ ―Arai tersenyum. Siapa tak kenal Bang Zaitun, pria flamboyan yang kondang dalam dunia persilatan cinta. Di Belitong ada empat kampung besar, di setiap kampung itu ia punya istri. Laki-laki positif mencerna setiap usulan, memikirkannya dengan lapang dada. Arai menatapku cerah.‖ ―Kau yakin Bang Zaitun punya cukup wewenang ilmiah untuk memecahkan masalahku ini, Kal?‖ ―Tak ada salahnya mencoba, Kawan, jauh lebih terhormat daripada ke dukun!!‖ ―Ah, Keriting, baru ku tahu, kau cerdas sekali!!‖ (SP: 189)
4. Tahap Pemecahan Konflik Tahap pemecahan konflik terjadi ketika Arai, Ikal dan Jimbron lulus sebagai pelajar SMA, Arai dan Ikal mempunyai keinginan untuk pergi ke Jakarta. Arai mendapat tantangan dari salah seorang guru SD yaitu ibu Muslimah. Berikut Kutipannya. ―Jangan pernah pulang sebelum jadi sarjana..‖ pesan Ibu Muslimah, guru SD-ku. Disamping beliau Pak Mustar mengangguk-angguk. Mereka tersenyum ketika kami menyalami mereka erat-erat karena mereka tahu itu pertanda kami menerima tantangan itu: tak’kan pernah pulang ke pulau Belitong sebelum jadi sarjana. (SP: 219) Setelah mereka sampai di Jakarta, beberapa bulan kemudian Ikal diterima bekerja sebagai penyortir surat, tetapi Arai tidak diterima bekerja disitu. Akhirnya dia pergi keluar pulau untuk bekerja. Ikal tidak tahu kemana Arai Pergi dan dia merasa kehilangan. Beberapa bulan kemudian melanjutkan pendidikannya di UI dan disibukkan dengan aktifitasnya. Berikut kutipannya. ―Tahun berikutnya aku diterima di UI. Aku mengatur jadwal shift menyortir surat sesuai dengan kesibukan kuliah. Aku merindukan Arai setiap hari dan ingin kukirimkan kabar padanya bahwa jika ia kembali ke Bogor ia dapat kuliah karena aku telah berpenghasilan tetap. Walaupun sangat pas-pasan tapi jika ia juga bekerja part
68
time, aku yakin kami dapat sama-sama membiayai kuliah kami.‖ (SP: 246) 5. Tahap penyelesaian Tahap penyelesaian ketika Ikal mendaftarkan diri agar mendapat beasiswa ke luar negeri. Dia mendapatkan panggilan tes disana, dan ikal bertemu dengan sahabatnya yang telah lama tidak jumpa. Pada tahap penyelesaian diceritakan pada akhirnya Ikal dan Arai diterima di universitas yang selama ini menjadi harapan, cita-cita dan mimpinya. Berkut kutipannya. ―Aku mengambil surat kelulusan Arai dan membaca kalimat demi kalimat dalam surat keputusan yang dipegangnya dan jiwaku seakan terbang. Hari ini seluruh ilmu umat manusia menjadi setitik air di atas samudra pengetahuan Allah. Hari ini Nabi Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya, dan miliaran bintanggemintang yang berputar dengan eksentrik yang bersilangan, membentuk lingkaran episiklus yang mengelilingi miliaran siklus yang lebih besar, berlapis-lapis tak terhingga di luar jangkauan akal manusia. Semuanya tertata rapi dalam protokol jagad raya yang diatur tangan Allah. Sedikit saja satu dari miliaran episiklus itu keluar dari orbitnya, maka dalam hitungan detik sementara alam akan meledak menjadi remah-remah. Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhanbertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, telah menyimak harapan-harapan sepi dalam hati kami, karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya, sama dengan universitas yang menerimaku, disana jelas tertulis:Universite de Paris, Sorbonne, Prancis.‖(SP: 27)kan Sudut 6. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara seorang pengarang memposisikan dirinya dalam suatu karyanya. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata menggunakan Sudut pandang orang pertama (akuan) karena dalam novel ini lebih banyak menyebutkan Aku. Berikut kutipannya: ―Aku gugup, jantungku berayun-ayun seumpama punchbag yang dihantam beruntun seorang petinju. Berjingkat-jingkat di balik tumpukan peti es, kedua kakiku tak teguh, gemetar. Bau ikan
69
busuk yang merebak dari peti-peti amis, di ruangan yang asing ini, sirna dikalahkan rasa takut.‖ (SP: 2) 7. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan atau memainkan bahasa dalam suatu karyanya. Novel-novel Andrea Hirata menurut Sapardi Djoko Damono bergaya realis dan penuh dengan metafora yang berani, tak biasa, tak terduga, kadang ngawur, namun amat memikat. Menurut Ahmad Tohari, novel ini bergaya saintifik dengan penyampaian yang cerdas dan menyentuh.1 Seperti pada kutipan di bawah ini: ―Pada momen ini kami memahami bahwa persahabatan kami yang lama dan lekat lebih dari saudara, berjuang senasib sepenanggungan, bekerja keras bahu membahu sampai titik keringat terakhir untuk sekolah dan keluarga, tidur sebantal, makan sepiring, susah senang bersama.‖ (SP: 102) ―Pak Mustar berubah menjadi monster karena justru anak lelaki statusnya tak diterima di SMA Negeri itu.‖ (SP: 6) Pada kutipan pertama dan kedua bahasa yang digunakan pengarang menggambarkan gaya realis bertabur metafora, penyampaian cerita yang cerdas dan menyentuh, penuh inspirasi dan imajinasi. Komikal dan banyak mengandung letupan intelegensi yang kuat sehingga pembaca tanpa disadari masuk dalam kisah dan karakter-karakter yang ada dalam novel Sang Pemimpi. Keterkaitan deiksis sosial dengan gaya bahasa yang digunakan dalam novel Sang Pemimpi adalah pada kutipan kedua terdapat kata monster, maksud deiksis sosial dalam kata monster untuk melebihlebihkan, karena monster ditujukan untuk Pak Mustar yang marah karena anak laki-lakinya tidak diterima di SMA Bukan Main. 8. Amanat Amanat atau pesan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata adalah persahabatan yang baik yaitu saling memahami kekurangan dan kelebihan sahabat kita, selalu optimis dengan segala hal, 1
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), h. 161.
70
bercita-citalah setinggi langit, harus percaya akan keagungan dan kekuasaan Allah SWT, kemisikinan atau keterbatasan yang kita miliki bukan penghalang untuk meraih cita-cita tetap berusaha dan berdoa, saling membantu dan menghargai kepada sesama. Keterkaitan amanat dalam novel Sang Pemimpi dengan deiksis sosial terletak pada saling menghargai kepada sesama yaitu dengan dialog-dialog yang digunakan para tokoh untuk memanggil nama orang yang lebih tua dengan sebutan Pak Cik, Mak Cik, Bang, dan Nyonya. B. Analisis Deiksis Sosial Deiksis merupakan salah satu bagian dari ilmu pragmatik yang membahas tentang ungkapan atau konteks yang ada dalam sebuah kalimat. Deiksis ada lima macam, yaitu deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial. Deiksis sosial yang merupakan fokus dalam penelitian ini berarti kata atau frasa yang referennya dapat berubah-ubah berdasarkan jarak sosial antara penutur dan petutur. Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan frasa atau sistem morfologi kata-kata tertentu. Deiksis sosial yang berupa panggilan kehormatan, hubungan kekerabatan, hubungan sosial dengan kemasyarakatan, dapat dilihat bahwa deiksis sosial adalah salah satu daerah terkaya di mana bahasa dan budaya saling terkait. Jenis utama lainnya dari informasi deiksis sosial yang sering dipakai sebenarnya lebih karena kerelasional penggunaan bahasa. Dengan menggunakan deiksis sosial, kekuatan hubungan solidaritas dapat bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Hal ini mengungkapkan bahwa deiksis sosial tidak hanya sekedar mencerminkan bahasa tapi juga wujud dari sebuah budaya.
71
Lahirnya sebuah novel tidak pernah terlepas dari penggunaan deiksis sosial, karena sebuah novel biasanya diangkat dari kehidupan manusia sehari-hari yang disampaikan dengan cara yang berbeda oleh setiap pengarang. Salah satunya adalah novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Tokoh-tokoh dalam novel Sang Pemimpi menggunakan beragam bahasa saat berkomunikasi, tidak jarang dari mereka menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia serta dialek Melayu. Peneliti ingin membahas pemakaian deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karena keberagaman bahasa yang terdapat dalam novel ini. Selain itu, penulisan karya sastra tidak terlepas dari pemakaian deiksis sosial yang digunakan untuk mengetahui tingkat sosial, tingkat pendidikan, jenis kelamin, tingkat ekonomi dan siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai apa. Dalam penelitian ini, analisis fungsional digunakan untuk mengkaji satuan analisis pemakaian deiksis sosial. Bersama objek satuan tersebut dapat diketahui bentuk deiksis sosial dan maksud deiksis sosial itu diutarakan oleh penuturnya. Novel Sang Pemimpi adalah salah satu novel yang menggunakan deiksis sosial dalam tujuannya menyampaikan pesan. Untuk lebih memudahkan pembaca peneliti membuat tabel untuk lebih mudah memahami kategori deiksis soisal. Dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, maka peneliti menguraikan tabel sebagai berikut. A. Kategori Deiksis Sosial No. 1.
Kategori Deiksis Sosial Bentuk
Jenis 1. Kata 2. Frasa
2.
Fungsi
1. Pembeda Tingkat Sosial 2. Kesantunan 3. Identitas Sosial
72
3.
Maksud tuturan
1. Menyindir 2. Merendahkan 3. Menegaskan 4. Melebih-lebihkan 5. Menyapa 6. Menyatakan
Deiksis sosial yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi dapat diketahui melalui tabel-tabel di atas berikut adalah uraiannya. A. Analisis Deiksis Sosial Berdasarkan Bentuk Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila refrennya berpindahpindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat di tuturkannya kata itu. Deiksis berkaitan dengan ungkapan-ungkapan dari kategori gramaikal yang memiliki keragaman sama banyak seperti kata ganti, dan kata kerja, menerangkan berbagai entitas dalam konteks sosial, linguistik, atau ruang waktu ujaran yang lebih luas. Dari beberapa dialog yang terkandung dalam Novel Sang Pemimpi terdapat bentuk deiksis sosial, yaitu berbentuk kata dan frasa. Adapun pembahasannya sebagai berikut:
a) Kata Secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis.
2
Kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi
dari morfem tunggal misalnya batu, rumah, datang, dsb atau gabungan
2
Abdul Chaer , Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. (Jakarta: PT. Rineka Cipta: 2009), h. 37.
73
morfem.
3
Pengertian kata Murphy (2013:11) merunjuk kepada satuan
bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau mrfem terikat. Berdasarkan konsep itu dicontohkan (misalnya kata berupa morfem bebas dalam Indonesia dari ranah Tekonologi Informatika terdapat morfem bebas berupa: android, animasi, random, akses, memori, digital, kapasitas, internet, ebook, aplikasi, dls. Dalam ranah Kedokteran terdapat morfem bebas berupa saraf, sensorik, ekstensi, fleksi, dls.4 Jadi kata merupakan suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem dan merupakan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terdapat bentuk deiksis sosial berupa kata, adapun pembahasannya sebagai berikut:
1. Kata "Pak" dalam kutipan. "0,25 itu berarti segala-galanya, Pak. Angka seperempat itu adalah simbol yang menyatakan lambang ini sama sekali tidak menoleransi persekongkolan!!" (SP:8) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diucapkan di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. Latar suasana yang terjadi saat itu adalah serius karena Pak Balia, Pak Mustar dan orangtua murid sedang berdebat mengenai jumlah minimal Nem masuk sekolah SMA Bukan Main. (2) Participants: Ujaran tersebut diucapkan oleh Pak Balia kepada Pak Mustar saat rapat di depan orangtua murid. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Pak Mustar bahwa nilai 0,25 itu sangat berarti dan agar Pak Mustar tidak memaksa anaknya untuk masuk SMA Bukan Main, walaupun nilainya kurang 0,25. (4) Act 3
Harimurti Kridalaksana, . Kamus Linguistik: Edisi keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 110. 44
Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2015), h. 34
74
sequence: Bentuk pesan yang ingin disampaikan adalah Lokusi, yaitu bentuk tuturan (pesan) untuk menyatakan sesuatu, bahwa Pak Balia memberi pernyataan kepada Pak Mustar tentang arti nilai 0,25 karena Pak Mustar memaksa anaknya untuk masuk ke SMA Bukan Main, walaupun nilai anaknya kurang 0,25. (5) Key: Tegas. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Semangat dan Serius. (8) Genre: Wacana novel. 2. Kata ―Bapak‖ dalam kutipan. ―Seharusnya Bapak bisa melihat tidak diterimanya anak Bapak sebagai peluang untuk menunjukkan pada khalayak bahwa kita konsisten mengelola sekolah ini. NEM minimal 42, titik!! Tak Bisa ditawar-tawar!!‖ (SP: 9) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diucapkan di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. Latar suasana yang terjadi saat itu adalah serius karena Pak Balia, Pak Mustar dan orangtua murid sedang berdebat mengenai jumlah minimal Nem masuk sekolah SMA Bukan Main. (2) Participants: Ujaran tersebut diucapkan oleh Pak Balia untuk Pak Mustar saat rapat didepan Orangtua murid. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Pak Mustar bahwa batas minimal NEM masuk SMA Bukan Main tidak dapat diganggu-gugat. (4) Act sequence: Bentuk pesan yang ingin disampaikan adalah Lokusi, yaitu bentuk tuturan (pesan) untuk menyatakan sesuatu, Pak balia memberikan pernyatan kepada Pak Mustar tentang batas minimal NEM masuk SMA Bukan Main. (5) Key: Tegas. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah dalam situasi rapat. (8) Genre: Wacana novel. 3. Kata ―Brandal‖ dalam kutipan. ―Brandalll!!‖ (SP:13) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diucapkan di lapangan upacara
SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. Latar
suasana yang terjadi saat itu adalah serius karena Pak Mustar marah kepada anak murid yang terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti
75
upacara. (2) Participants: Ujaran tersebut diucapkan oleh Pak Mustar kepada anak murid yang terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (3) Ends: Untuk memberi teguran kepada murid yang terlambat agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. (4) Act sequence: Bentuk pesan dalam dialog diatas adalah lokusi, yaitu bentuk tuturan (pesan) untuk
menyatakan
sesuatu.
Pak
Mustar memberikan
pernyataan kepada anak murid yang terlambat masuk sekolah saat upacara berlangsung di depan gerbang sekolah. (5) Key: Emosi. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. 4. Kata ―bujang‖ dalam kutipan. ―Bujang, tolong sini! Angkat peti ini ke stanplat. Daripada kalian merokok saja di situ, aya ya… tak berguna!‖ (SP:20) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diujarkan di Gudang milik Nyonya Pho pada waktu siang hari. Latar suasana yang tergambar pada dialog tersebut adalah santai. (2) Participants: Ujaran tersebut diujarkan oleh Nyonya Pho kepada pembantu, untuk menyuruh pembantunya mengangkat peti ke stanplat. (3) Ends: Untuk memberikan perintah kepada pembantu Nyonya Pho agar tidak merokok saja, tetapi berkerja mengangkat barang untuk dipindahkan. (4) Act sequence: Nyonya Pho pemilik gudang memberikan perintah kepada pembantunya yang hanya merokok saja, lalu Nyonya Pho menyuruhnya untuk mengangkat barang untuk dipindahkan. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. 5. Kata ―kakak‖ dalam kutipan. ―Kakak…‖ Mak Cik memelas. (SP: 38) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diucapkan di Rumah Ikal pada waktu sore hari. Latar susasan yang terdapat dalam dialog tersebut adalah sedih, karena Mak Cik memanggil Ibu Ikal dengan memelas. (2) Particpants: Ujaran tersebut diucapkan oleh Mak Cik
76
kepada Ibu Ikal yang disaksikan oleh Nurmi, Ikal, dan Arai. (3) Ends: Untuk meminta beras kepada Ibu Ikal karena Mak Cik tidak memiliki uang lagi. (4) Act sequence: Bentuk pesan yang digunakan dalam ujara diatas adalah perlokusi. Perlokusi merupakan bentuk tuturan yang membuat pendengarnya atau kawan bicara menjadi terpengaruh dengan apa yang dituturkan, bahwa Mak Cik memelas untuk meminta beras kepada Ibu Ikal karena Mak Cik tidak memiliki uang lagi. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Sedih. (8) Genre: Wacana novel. 6. Kata‖Nyah‖ dalam kutipan. ―Nyah, jangan lupa minyak.‖ (SP: 45) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diucapkan di Toko sembako milik Nyonya Debora pada waktu sore hari. Latar suasana yang terdapat dalam ujaran tersebut adalah santai, karena Arai dan Ikal sedang berbelanja di toko milik Nyonya Debora. (2) Participants: Ujaran tersebut diucapkan oleh Arai kepada Nyonya Debora saat berbeanja sembako di toko Nyonya Debora bersama Ikal. (3) Ends: Untuk mengingatkan Nyonya Debora agar tidak lupa memasukan minyak kedalam belanjaannya. (4) Act sequence: Bentuk pesannya adalah ilokusi, yaitu bentuk tuturan (pesan) yang menitikberatkan lawan tutur untuk melakukan sesuatu, bahwa Arai menyatakan kepada Nyonya Debora pemilik toko sembako saat Arai dan Ikal ingin membeli sembako untuk diberikan kepada Mak Cik dengan uang hasil tabungan. (5) Key: Santai. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. 7. Kata ―Bang‖ dalam kutipan ―Ayo, tinju, Bang. Talik lambutnya…‖.(SP: 47) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujara tersebut diucapkan di Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. Latar Suasana yang terjadi adalah tegang, karena Ikal dan Arai berkelahi. (2) Participants:
77
Ujaran tersebut diucapkan oleh Mei-mei kepada Ikal untuk memberi dukungan saat berkelahi dengan Arai di toko Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. 8. Kata ―Dlakulaa‖ dalam kutipan. ―Dlakulaaaaaa…!!! (SP: 47) Konteks: (1) Setting and Scene: Ujaran tersebut diucapkan di Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. Latar susasan yang terjadi adalah tegang, karena Arai dan Ikal berkelahi di toko Nyonya Debora. (2) Participants: Ujaran tersebut diujarkan oleh Mei-mei kepada Ikal yang sedang berkelahi denganArai di toko milik Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. 9. Kata "Adinda" dalam kutipan. ―Adinda, sudikah membawakan sebuah lagu untuk Abang?‖ (SP: 51) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Mak Cik pada waktu sore hari. (2) Participants: Nurmi, Ikal, dan Arai. 3) Ends: Untuk menarik perhatian Nurmi karena Arai menyukai Nurmi dan menghibur dengan bernanyi. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Nurmi yang baru keluar dari kamarnya dan Arai menghibur Nurmi dengan
78
bernyanyi. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Gembira. (8) Genre: Wacana novel. 10. Kata ―Tolol‖ dalam kutipan. ―ini? Ini katamu! Aya, ya… tolol sekali! Yang betul ini?Di sini?Yakin?― Begitu pertanyaan A Put pada pasiennya. (SP: 56) Konteks: (1) Setting and Scene: Ruang praktik Dokter A Put pada waktu sore hari. (2) Participants: Dokter A Put dan pasiennya. 3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban pasien dari pertanyaan Dokter A Put yang menanyakan posisi atau letak sakit gigi pasiennya. (4) Act sequence: A Put seorang Dokter gigi memberikan pertanyaan kepada pasiennya yang menanyakan posisi atau letak sakit gigi pasiennya. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. 11. Kata ―Dokter‖ dalam kutipan ―Selamat, Dokter A Put. Pimpinlah kampong ini, semoga sejahtera, Kawan…‖ (SP: 57) Konteks: (1) Setting and Scene: Ruang praktik Dokter A Put pada waktu sore hari. (2) Participants: Dokter A Put dan paratetua kampung. 3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (4) Act sequence: Para tetua Melayu memberikan ucapan selamat kepada Dokter A Put dan mendukung Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm:
Penutur berbicara keras untuk
memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. 12. Kata ―Haji‖ dalam kutipan. ―Masa muda, masa yang berapi-api!!Haji Rhoma Irama!‖ (SP:77) Konteks: (1) Setting and Scene: Di kelas SMA Bukan Main pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Ikal, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban pertanyaan tentang kata-kata mutiara atau motivasi yang ditanyakan Pak Balia dari
79
Ikal. 4) Act sequence: Para tetua Melayu memberikan ucapan selamat kepada Dokter A Put dan mendukung Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 13. Kata "kriting" dalam kutipan. "Pulang sana, mengaji dan kau, kriting." (SP: 102) Konteks: (1) Setting and Scene: Di Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Cik Basman, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk Ikal, Arai, dan Jimbron tidak menonton film dan Pak Cik Basman menyuruh merekauntuk pulang saja dan mengaji. 4) Act sequence: Pak Cik Basman memberikan pernyataan kepada Ikal yang sedang bersama teman-temannya memaksa untuk masuk menonton film dewasa dan Pak Cik kesal lalu menyuruh Ikal, Arai dan Jimbron untuk pulang dan pergi mengaji saja. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. 14. Kata ―Genius‖ dalam kutipan. ―Genius!! Genius sekali, Bron!!" (SP: 103) Konteks: (1) Setting and Scene: Di rumah bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pujian kepada Jimbron dengan idenya untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Ikal kepada Jimbron yang setuju dengan ide yang di berikan oleh Jimbron, ketika Jimbron memberi ide cara untuk menarik perhatian Nurmala. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
80
15. Kata ―Brandal‖ dalam kutipan. ―Berraandaalll!!‖(SP:112) Konteks: (1) Setting and Scene: Di rumah bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak-anak yang ketahuan menonton film dewasa di bioskop, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 16. Kata "Pelajar" dalam kutipan. ―Ini rupanya kerja kalian??! Tak malu kalian sebut diri sendiri pelajar??!! Pelajar macam apakalian!!‖(SP:113) Konteks: (1) Setting and Scene: Di bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, karena Pak Mustar kecewa dan marah anak muridnya menonton film tak terpuji di bioskop. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pertanyaan kepada Arai, Ikal dan Jimbron karena kecewa dan marah anak muridnya menonton film tak terpuji di bioskop. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 17. Kata ―Bujang‖ dalam kutipan. "Tahukah kau, Bujang?? Sepanjang waktu aku bermimpi anakku duduk dikursi garda depan itu,,,‖ (SP: 148)
81
Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pengertian kepada Ikal, bahwa Pak Mustar kecewa dengan hasil nilai Ikal. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada Ikal yang kecewa dengan hasil nilai Ikal yang menurun lalu Pak Mustar memberitahu jika ia memimpikan anaknya di terima di SMA Bukan main dan duduk di garda depan merupakan satu kebanggan bagi dirinya. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 18. Kata ―Beliau‖ dalam kutipan. "Surat undangan sudah kuposkan pada ayahmu, dapat kau bayangkan perasaan beliau sekarang??‖ (SP: 149) Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Musta dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. (4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal menerima surat undangan pembagian rapor. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 19. Kata ―Bupati‖ dalam kutipan. "Ah, ayahmu, Ikal diundang pelantikan Bupati pun baju safarinya tak beliau keluarkan. Hanya untukmu Ikal, yang terbaik dari beliau selalu hanya untukmu..." (SP:149) Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Musta dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi nasihat kepada Ikal untuk tidak mengecewakan Ayahnya dengan memberikan nilai yang menurun. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana Ayahnya yang hanya memakai baju safariinya ketika datang ke Sekolah untuk
82
mnggambil rapor. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 20. Kata ―Kuli‖ dalam kutipan. "Mungkin setelah tamat SMA kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli, tetapi di sini Kal, di sekolah ini, kita akan pernah mendahului nasib kita!!‖ (SP: 153) Konteks: (1) Setting and Scene: Di aula SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Arai dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal karena prestasinya menurun, dan Arai menyemangati Ikal. (4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan Ikal karena kesal Arai prestasinya menurun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 21. Kata ―Petani dan Pedangang" dalam kutipan. "Jika dikeruk terus, timah dibawah tanah sana akan habis, Bapakbapak!! Ia tidak akan beranak pinak seperti kita-kita ini. Maka bapak-bapak harus men-trans-from dari sendiri dari seseorang buruh tambang dengan mentali tas kuli menjadi petani dengan mentali tas pedagang." (SP:161) Konteks: (1) Setting and Scene: Penambangan PN Timah pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Anak-anak melayu yang sedang kuliah di Jawa dan para kuli pertambangan. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada para kuli agar tidak melakukan kegiatan menambang secara berlebihan 4) Act sequence: Anak-anak melayu yang sedang kuliah di Jawa memberi pernyataan kepada para kuli karena kesal adanya kegiatan berlebihan menambang di Belitong. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 22. Kata "boi" dalam kutipan.
83
"Kiramu aku berdusta, boi? Aku dengar sendiri dari nyonya pho, itu sudah berita basi!!" (SP:166) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban mengapa Jimbron tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. 4) Act sequence: Minar memberi pertanyaan kepada Ikal yang kesal kepada Jimbron yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 23. Kata "Penipu" dalam kutipan. "Itulah kalau kau mau tahu tabitat pemimpin zaman sekarang, Boi!! Baru mencalonkan diri sudah jadi penipu, bagaimana kalau bajingan seperti itu jadi ketua!!??" (SP:168) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, Jimbron, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, bahwa dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. (4) Act sequence: Minar memberikan pertanyaan kepada Ikal, karena kesal dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 24. Kata "Bupati dan Haji" dalam kutipan. ―Lain kali dia datang lagi dari Jakarta, mencalonkan dirinya jadi Bupati!! Sang huruf H besar didepan namanya, mengaku dirinya Haji??!! Padahal aku tahu kelakuannya! Waktu jadi mahasiswa, wesel dari ibunya dipakainya untuk main judi buntut!!" (SP:168)
84
Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, Jimbron, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, bahwa dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. 4) Act sequence: Minar memberikan pertanyaan kepada Ikal, karena kesal dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 25. Kata "Penonton" dalam kutipan. "Para penonton serentak berteriak histeris, "haaahaaaaahhh..!!" (SP:170) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, Jimbron, dan teman-temannya. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada teman Arai di sekolah yang tidak menonton film di bioskop dan memaksa Arai untuk menceritakan tentang film tersebut. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada temannya di sekolah yang tidak menonton film di bioskop dan memaksa Arai untuk menceritakan tentang film tersebut. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 26. Kata "Bujang" dalam kutipan. "Pakai bajumu cepat, bujang. Mari kita berkuda!!" (SP:178) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal agar memakai baju dan Jimbron mengajaknya untuk berkuda. (4) Act sequence: Jimbron memberikan pernyataan kepada Ikal, bahwa Jimbron menyuruh Ikal untuk memakai baju dan mengajaknya untuk berkuda. (5) Key: Serius. (6)
85
Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 27. Kata "Bang" dalam kutipan. "Kau kenal bang Zaitun kan, Rai?" (SP:189) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. 4) Act sequence: Ikal memberikan pertanyaan kepada Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 28. Kata "Dukun" dalam kutipan. "Tak ada salahnya mencoba, kawan, jauh lenih terhormat daripada ke dukun!!" (SP:189) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk meyakinkan Arai agar Arai bernanyi untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberi pernyataan kepada Ikal dan Arai, bahwa Arai harus mencoba bernyanyi agar Nurmala tertarik dengannya. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 29. Kata "Kriting" dalam kutipan. "Ah, kriting, baru kutahu, kau cerdas sekali!!" (SP: 189) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pujian kepada Ikal karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang senang karena Ikal memberi ide tentang cara untuk
86
menaklukan Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 30. Kata ―Guru‖ dalam kutipan. "Abang tengok guru, ini abang jadi guru, tak tahu bagaimana rasanya mengurus anak-anak yang senewen tingkahnya..."(SP: 192) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai jika Bang Zaitun memiliki cita-cita menjadi guru. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang senang karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 31. Kata "Musisi" dalam kutipan. "... Maka jangan kau sangka jadi musisi itu mudah." (SP:193) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh informasi dari Bang Zaitun jika menjadi musisi itu tidak mudah. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai tentang persoalan bahwa menjadi musisi tidak mudah. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 32. Kata ―Kawan‖ dalam kutipan. "Kali ini Nurmala pasti bertekuk lutut, Kawan!!" (SP: 202) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk
87
memberikan pujian kepada Jimbron, karena Ikal senang mendapatkan ide dari Jimbron untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Ikal meberikan pernyatan kepada Jimbron karena Jimbron meemberikan ide untuk menarik hati Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 33. Kata ―Gubernur‖ dalam kutipan "Harapan kau paham Boi, setelah ini hanya kupakai kalau membawakan lagu 'Fatwa Pujangga' untuk menyambut gubernur dari Palembang..." (SP:210) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun,Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Arai jika setelan yang Bang Zaitun pinjamkan adalah setelan yang
dulu Bang Zaitun pakai untuk
menyambut Gubernur Palembang. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberi pernyataan kepada Arai tentang baju setelan yang di pinjamkan Bang Zaitun kepada Arai. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 34. Kata "Mamalia" dalam kutipan. "Untuk sementara kalian dianggap mamalia sehingga boleh numpang asalkan kalian bantu memasak, mengepel dek dan palka, serta membersihkan WC." (SP:216) Konteks: (1) Setting and Scene: Pelabuhan kapal Pulau Belitong pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mualim, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, Arai, dan Jimbron yang ingin menumpang kapal untuk sampai jawa. 4) Act sequence: Mualim memberikan pernyataan kepada Ikal, Arai, dan Jimbron yang ingin menumpang kapal untuk sampai jawa. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel.
88
35. Kata "Sarjanah" dalam kutipan. "Jangan pernah pulang sebelum jadi sarjanah..." (SP:219) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ibu Ikal, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai jika Ibunya ingin mereka menyelesaikan pendidikannya. 4) Act sequence: Ibu Ikal memberi pernyataan kepada Ikal dan Arai di telepon bahwa Ikal dan Arai tidak boleh pulang sebelum sarjanah. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel 36. Kata "Gendut" dalam kutipan. "Pemilik restoran ini adalah Mr. Fred yang gendut itu!" (SP: 233) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai di Jakarta pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Arai, dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal tentang siapa pemilik KFC saat Arai bekerja di perusahaan tersebut. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang sedang memberi informasi kepada Ikal tentang siapa pemilik KFC saat Arai bekerja di perusahaan tersebut. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. 37. Kata "Kang" dalam kutipan. "Masa depan orang ada di tangan ente, Kang..." (SP: 244) Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan para pengantar Pos. (3) Ends: Untuk memberi arahan kepada pengantar Pos yang di lakukan oleh Ikal. 4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada para pengantar Pos yang, yang sedang diberi arahan oleh Ikal tentang masa depan di tangan mereka. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel.
89
38. Kata "Doi" dalam kutipan. "Kapan sih elo ketemu doi lagi?" (SP:250) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk mengetahui jawaban Ikal tentang kabar Arai yang sudah lama Nurmala tidak bertemu. 4) Act sequence: Nurmala memberikan pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana kabar Arai yang sudah lama tidak
bertemu
dengan
Nurmala.
(5)
Key:
Kelembutan.
(6)
Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pertanyaan. (8) Genre: Wacana novel. 39. Kata "Profesor" dalam kutipan. "... Profesor menyerahkan gagang telepon padaku." (SP:257) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Ikal di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Arai bagaimana Ikal mendapatkan beasiswa. (4) Act sequence: Ikal menceritakan kepada Arai tentang beasiswa yang ia dapatkan. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 40. Kata ―Mr‖ dalam kutipan. "Oke, Mr. Hirata! Apa pendapat anda soal penyakit sapi gila?" (SP:258) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Doktor Ekonomi dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban dari Mr. Hirata mengenai penyakit sapi gila agar mendapatkan beasiswa kuliah ke Eropa. (4) Act sequence: Doktor ekonomi, memberikan pertanyaan kepada Mr. Hirata tentang pendapatnya mengenai penyakit sapi gila. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
90
b) Frasa Frasa merupakan suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak, sebuah frasa sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Anggota pembentuk ialah bagian sebuah frasa yang terdekat atau langsung membentuk frase itu.5 Jadi frasa adalah kelompok kata yang terdiri dari gabungan dua kata atau lebih. Gabungan kata ini tidak melebihi batas fungsi kalimat karena tidak memiliki fungsi sebagai subjek dan predikat serta fungsi-fungsi kalimat lainnya. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terdapat bentuk deiksis sosial berupa kata, adapun pembahasannya sebaga berikut: 1. Frasa ―Abdi Negara‖ dalam kutipan. ―Bijaksana kalau kausumbangkan jam dindingmu itu ke kantor pemerintah, agar abdi negara di sana tak bertamasya ke warung kopi waktu jam dinas! Bagaimana pendapatmu?‖ (SP: 7) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memberolah jawaban dari petanyaan seorang tauke yang anaknya ber Nem 28 ingin menyumbangkan kapur, jam dinding, pagar, dan tiang bendra untuk SMA Bukan Main agar anaknya diterima di SMA tersebut. (4) Act sequence: Pak Balia menjawab pernyataan dari seorang tauke yang ingin menyumbangkan kapur, jam dinding, pagar, dan tiang bendera ke SMA Bukan Main. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
5
J. D. Parera, Dasar-Dasar Analisis Sintaksis, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h. 54.
91
2. Frasa ―Orangtua Murid‖ dalam kutipan. “Tak pantas kita berdebat di depan para orangtua murid. Bicaralah baik-baik…,‖ bujuk Pak Balia. (SP: 8) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memberi teguran kepada Pak Mustar agar tidak memprotes dan berdebat di depan orangtua murid. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan teguran untuk Pak Mustar yang memprotes karena tidak diterima masuk SMA Bukan Main. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 3. Frasa ―Anak saya‖ dalam kutipan. ―Saya berani bertaruh, angka 0,25 tidak akan membedakan kualifikasi anak saya dibandingkan anak-anak lain yang diterima, apalah artinya angka 0,25 itu?!‖(SP: 8) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk meyakinkan Kepala Sekolah SMA Bukan Main yaitu Pak Balia jika anak Pak Mustar diterima di Sekolah tersebut. (4) Act sequence: Pak Mustar menyatakan bahwa anaknya akan dapat bersaing dengan anak-anak lain yang diterima di SMA Bukan Main, walaupun Nem anaknya kurang angka 0,25. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 4. Frasa "Para orangtua" dalam kutipan. "Bagaimana para orangtua?? Setuju dengan pendapat itu?! (SP:9) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memprovokasi para orang tua murid yang hadir di rapat
92
penerimaan siswa baru SMA Bukan Main agar Pak Balia menurunkan standar nilai Nem masuk SMA Bukan Main. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan pernyataan kepada orangtua murid bahwa nilai kurang 0,25 tidak ada perngaruhnya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 5. Frasa "Anak-anak muda Melayu Zaman sekarang" dalam kutipan. "Disiplin yang keras!! Itulah yang diperlukan anak-anak muda Melayu Zaman sekarang." (SP:10) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada muridmurid yang tidak disiplin dalam belajar. (4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada murid-muridnya yang tidak disiplin dalam kelas. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 6. Frasa ―Biang keladi‖ dalam kutipan. ―Biang keladi!! Cukup sudah aku dengan tabitamu, Rai. Lihat! Macan itu akan menerkammu!!‖ (SP:15) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Arai karena melihat Pak Mustar akan menangkapnya saat mereka terlihat terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada Arai, karena melihat Pak Mustar akan menangkapnya saat mereka terlihat terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7)
93
Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 7. Frasa ―Abang keliting‖ dalam kutipan. ―Ayo, Abang Keliting, sepak!! Sepak!! Kik… kik… hi…hi… sepak!! Tendang pelutnya!!‖ (SP: 46) Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi semangat kepada Arai karena Arai dan Ikal berkelahi. (4) Act sequence: Mei-mei memberi pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 8. Frasa "Mak Cik" dalam kutipan. "Mulai sekarang, Mak cik akan punya penghasilan!" (SP: 51) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Mak Cik pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mak Cik, Ikal, Arai, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk memberikan bahan-bahan membuat kue agar Mak Cik bisa membuka usaha. (4) Act sequence: Arai memberi pernyataan kepada Mak Cik, karena Arai dan Ikal membelikan bahan-bahan untuk membuat kue dari hasil tabungan Arai dan Ikal. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 9. Frasa ―Para Pelopor‖ dalam kutipan. ―Bangkitlah, wahai Para Pelopor!!Pekikkan padaku kata-kata yang memberimu inspirasi!!‖ (SP: 74) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan motivasi kepada siswa
94
agar tetap semangat dalam belajar dan mengubh nasibnya. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan pernyataan kepada siswa angkatan pertama SMA Bukan Main saat jam pelajaran dimulai dan Pak Balia tentang motivasi untuk siswa agar tetap semangat dalam belajar dan mengubah nasibnya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 10. Frasa ―Kaum Muda‖ dalam kutipan. ―Kaum Muda! Yang kita butuhkan adalah orang-orang yang mampu memimpikan sesuatuyang tak pernah diimpikan siapa pun! Jhon F. Kennedy, Presiden Amerika paling mansyur!‖ (SP: 74) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, Makruf, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk mengajak teman-temannya agar memimpikan sesuatu dan semangat untuk mewujudkannya. (4) Act sequence: Makruf memberikan pidato karena ia yang terpilih sebagai ketua pramuka SMA Bukan Main kepada teman-temannya saat memberikan pidato kemenangannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 11. Frasa "Si kancil keriting" dalam kutipan "Oh... Si kancil keriting itu, Pak Cik?" (SP: 89) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Taikong Hamim pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ayah Ikal dan Taikong Hamim. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban dari Ayah Ikal dari pertanyaan Taikong Hamim. (4) Act sequence: Taikong Hamim memberikan pertanyaan kepada Ayah Ikal dan Arai saat Ayah Ikal membicarakan tentang Ikal kepada Taikong Hamim dan Taikong Hamim menyebut Ikal dengan si kancil keriting. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm:
95
Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 12. Frasa ―Bapakmu‖ dalam kutipan. ―Berani-beraninya kaududukkan bapakmu di kursi si nomor 147! Apa kerjamu di sekolah selama ini?‖ (SP: 92) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ayah Ikal dan Taikong Hamim. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada anaknya karena kecewa dengan nilai yang didapat oleh anaknya. (4) Act sequence: Orangtua murid memberikan pernyataan kepada anaknya karena kecewa dengan hasil rapor anaknya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 13. Frasa "anak sekolah" dalam kutipan. "Anak sekolah, walaupun sudah tujuh belas tahun." (SP: 101) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: A Kiun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal, Arai, dan Jimbron bahwa mereka tidak noleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (4) Act sequence: A Kiun memberikan teguran kepada Ikal dan kawan-kawan yang memaksa untuk membeli tiket bioskop film dewasa karena anak sekolah tidak boleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 14. Frasa ―Bodohnya‖ dalam kutipan. ―Hei, itu dia! Sembunyi di balik pintu! Aduh, bodohnya! Itu dia…‖ (SP: 107) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3)
96
Ends: Untuk memberikan teguran kepada pria yang ada di dalam film karena tidak berhasil mengejar wanita. (4) Act sequence: Para penonton di bioskop menyatakan kepada pria di dalam film yang sedang mengejar wanita. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 15. Frasa "Majikan botakmu" dalam kutipan. "Anjing Kurap!! Biar nanti kau dan majikan botakmu itu dibakar di neraka!!" (SP:111) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran karena penonton kesal dengan ulah pemain wanita yang ada di dalam film. (4) Act sequence: Para penonton di dalam bioskop memberikan pernyataan kepada pemain wanita di dalam film yang Ikal, Arai, dan Jimbron tonton. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel 16. Frasa "Pak Cik" dalam kutipan. "Pak Cik, duduklah!! Kami mau nonton!!" (SP:111) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada laki-laki yang berada di depan Arai agar tidak menghalangi pemandangan Arai. (4) Act sequence: Arai memberikan teguran kepada laki-laki yang berada di depannya karena menghalangi Arai menonton film di bioskop. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
97
17. Frasa "Tukang jagung" dalam kutipan. " Demi tukang jagung sialan itu, ceritakan Kawan!! Cepat!! (SP:117) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mahader, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapatkan informasi tentang cerita di film yang Arai, Ikal, dan jimbron tonton. (4) Act sequence: Mahader memberikan pernyataan kepada Arai, Ikal, dam Jimbron saat di sekolah yang memaksa untuk di ceritakan isi cerita yang ada di film dewasa tersebut. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 18. Frasa ―Sahabatku‖ dalam kutipan. "Hanya mudharat, sahabatku..." (SP:135) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Jimbron pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (4) Act sequence: Arai memberi pernyataan kepada kepada Jimbron, karena Arai kesal dengan ulahnya Jimbron yang selalu membicarakan mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 19. Frasa ―Saudaraku‖ dalam kutipan. ―Ya, Jimbron saudaraku yang baik hati….,‖ (SP:139) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Jimbron pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban Jimbron mengenai tabungan untuk sekolah ke
98
Prancis dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya.(4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Jimbron untuk banyak menabung. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 20. Frasa "Ayahmu" dalam kutipan. "Ah, ayahmu, Ikal diundang pelantikan bupati pun baju safarinya tak beliau keluarkan. Hanya untukmu Ikal, yang terbaik dari beliau selalu hanya untukmu..." (SP:149) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. (4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal menerima surat undangan pembagian rapor. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 21. Frasa "Pangeran Mustika Raja Brana" dalam kutipan. "Pangeran Mustika Raja Brana!! Itu nama yang ku berikan untuknya" (SP:173) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai bahwa Bang Zaitun menyebut bahwa Rhoma Irama adalah Pangeran Mustika Raja Brana. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyatan tentang Rhoma Irama yang ia sebut dengan Pangeran Mustika Raja Brana. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
99
22. Frasa "Orang Staf" dalam kutipan. "Ada kerja borongan sebentar di Gedong, takkan lama, bisa kerja setiap pulang sekolah. Orang staf di sana mau membayar harian, bagus pula bayaran itu..." (SP: 176) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai tentang pekerjaan borongan yang mereka bisa kerjakan setelah pulang sekolah. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai bahwa ada pekerjaan untuk mereka dan orang staf mau membayar harian. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 23. Frasa ―Saudaraku‖ dalam kutipan. "Bukankah kita harus banyak menabung untuk sekolah ke Prancis!! Begitukan saudaraku, Jimbron??" (SP:176) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban Jimbron mengenai tabungan untuk sekolah ke Prancis dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Jimbron untuk banyak menabung. (5) Key: Mencekam (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 24. Frasa "Pimpinan Orkes Melayu Pasar Ikan" dalam kutipan. "Pimpinan Orkes Melayu Pasar Ikan belok kiri itu..?" (SP:189) Konteks: (1) Setting and Scene: Pasar pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Orang yang ditanya oleh Ikal, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3)
100
Ends: Untuk memperoleh jawaban dimana rumah Bang Zaitun. (4) Act sequence: Orang yang berada di jalan memberikan petanyaan kepada Ikal dan Arai yang sedang menanyakan tentang letak rumah Bang Zaitun. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 25. Frasa "Pegawai Negeri" dalam kutipan. "Abang sudah main orkes tiga puluh tahun, Boi. Kalau hitungan pegawai negeri, Abang sudah diundang ke Istana Negara."(SP:192) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan Ikal dan Arai tentang sudah berapa lama Bang Zaitun main orkes. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan jawaban kepada Ikal dan Arai yang bertanya sudah berapa lama Bang Zaitun main orkes. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 26. Frasa "Seperti Kucing" dalam kutipan. "Jangan coba-coba meniruku, Boi. Repot bukan main, aku pontang-panting seperti kucing tak sengaja menduduki Rheumason!! Hi..hi..hi" (SP: 194) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk menginformasikan kepada Ikal dan Arai jika Bang zaitun berpengalaman pernah memiliki pacar enam puluh tujuh dan pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai yang sedang menceritakan bagaimana pengalamannya yang pernah memiliki pacar enam puluh tujuh dan pernah berpacaran dengan
101
delapan wanita secara bersamaan. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 27. Frasa "Juru Sortir" dalam kutipan. "Juru sortir..." (SP: 244) Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mandor dan Ikal. (3) Ends: Untuk memanggil Ikal dengan sebutan juru sortir yang diucapkan oleh Mandor. (4) Act sequence: : Mandor memberikan pernyataan kepada Ikal yang bekerja di Kantor Pos. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 28. Frasa "Karyawan kontrak pabrik tali" dalam kutipan. "Luar biasa!! Karyawan kontrak pabrik tali!!" (SP:254) Konteks: (1) Setting and Scene: Pabrik tali pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mandor dan karyawan pabrik tali. (3) Ends: Untuk memberikan semangat kepada karyawan kontrak pabrik tali karena hasil kerja mereka sesuai dengan keinginan mandor. (4) Act sequence: Pemilik pabrik tali memberikan pernyataan kepada karyawan kontrak yang bekerja di pabrik tali miliknya saat pemilik pabrik sangat puas dengan hasil pekerjaan karyawannya. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 29. Frasa "Anak Muda" dalam kutipan. "...ha..ha..setuju, Anak muda??"(SP:255) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Profesor dan Ikal. (3) Ends: Untuk
102
mendapatkan persetujuan Profesor yang setuju dengan ide yang diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro saat wawancara untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. 4) Act sequence: Profesor memberikan persetujuan kepada Ikal, yang setuju dengan ide yang diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro saat wawancara untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 30. Frasa "Dewan Penguji" dalamm kutipan.. "...Dewan penguji akan mengambil keputusan dalam sebulan." (SP:259) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Profesor, Ikal, dan dewan penguji. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban tentang pertanyaan Ikal kapan keputusan beasiswanya di umumkan. 4) Act sequence: Profesor memberikan pernyatan kepada Ikal tentang keputusan beasiswa Ikal. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. 31. Frasa "Tuan Pos" dalam kutipan. "Tuan Pos." (SP: 269) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Ikal pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Ikal dan Ibu Ikal. (3) Ends: Untuk memberi pujian kepada Ikal dan Ibunya memanggil dirinya Tuan Pos 4) Act sequence: Ibu Ikal memanggil Ikal dengan sebutan Tuan Pos karena bekerja sebagai pewagai kantor pos. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
103
Tabel Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi berdasarkan bentuk. Bentuk Deiksis Sosial Kata
Nomor Halaman
Jumlah
8, 9, 13, 20, 38, 45, 47, 47, 51,
40
56, 57, 77, 102, 103, 112, 113, 148, 149, 149, 153, 161, 166, 168, 168, 170, 178, 189, 189, 189, 192, 193, 202, 210, 216, 219, 233, 244, 250, 257, 258. Frasa
7, 8, 8, 9, 10, 15, 46, 51,74, 74,
31
89, 92, 101, 107, 111, 111, 117, 135, 139, 149, 173, 176, 189, 192, 194, 244, 254, 255, 259, 269.
Pada tabel di atas, bentuk deiksis sosial yang sering dipakai adalah deiksis sosial berbentuk kata berjumlah 40, dan deiksis soisal berbentuk frasa berjumlah 31. Jadi deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi berdasarkan bentuk berjumlah 71 jenis yang terbagi dalam bentuk kata dan frasa. B. Analisis Deiksis Sosial Berdasarkan Fungsi Dari beberapa dialog yang terdapat dalam Novel Sang Pemimpi terdapat beberapa fungsi deiksis sosial. Setiap dialog yang terdapat dalam sebuah tentunya memiliki fungsi deiksis sosial berdasarkan konteksnya. Fungsi-fungsi deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi yaitu untuk pembeda tingkat sosial, kesantunan, dan identitas sosial. Adapun pembahasannya sebagai berikut.
104
1. Pembeda Tingkat Sosial Deiksis
sosial
ini
mengungkap
perbedaan-perbedaan
kemasyarakatan yang terdapat antara para partisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa, terutama yang berhubungan dengan aspek sosial budaya. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ini terdapat fungsi deiksis sosial salah satunya yaitu untuk pembeda tingkat sosial. Pembeda tingkat sosial atau stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang rendah.6 Menurut konsep status sosial, bahwa di dalam sekelompok masyarakat tertentu pasti di dalamnya terdapat beberapa orang yang lebih dihormati daripada orang lainnya. Status ekonomi, biasanya juga ada beberapa orang yang memiliki faktor ekonomi yang lebih tinggi daripada yang lainnya, begitu setrusnya bagi status-status lain yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. 7 Kehidupan masyarakat biasanya selalu terdapat perbedaan status antara orang satu dengan yang lainnya, antara kelompok satu dengan yang lainnya. Ada yang mempunyai status yang paling rendah dalam kehidupan masyarakat, sehingga kalau dilihat dari bentuknya seakan-akan status manusia dalam masyarakat itu berlapis-lapis dari atas ke bawah. Ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya stratifikasi sosial, yaitu antara lain: 1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran, artinya strata dalam kehidupan
6
Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
7
Ibid.
h. 82.
105
masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam masyarakat. 2. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai Dokter, Dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya, semua ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat. 3. Kesalahan seseorang dalam beragama, jika seseorang sungguhsungguh
penuh
dengan
ketulusan
dalam
menjalankan
agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat. 4. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat (ningrat) merupakan cirri seseorang yang memiliki status tinggi dalam masyarakat. 5. Latar belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok orang tinggal pada suatu tempat. Pada umumnya seseorang sebagai pendirian suatu kampung atau perguruan tertentu, biasanya dianggap masyarakat sebagai orang yang berstatus tinggi, terhormat dan disegani. 6. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang. Pada umumnya seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga jenis kelamin, laki-laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam keluarga dan dalam masyarakat. 8 Fungsi deiksis sosial yang digunakan untuk pembeda tingkat sosial terdapat pada semua jenis deiksis sosial yaitu kata dan frasa. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terdapat bentuk deiksis sosial berupa kata, adapun pembahasannya sebagai berikut: 1.1 ―Bijaksana kalau kausumbangkan jam dindingmu itu ke kantor pemerintah, agar abdi negara di sana tak bertamasya ke warung kopi waktu jam dinas! Bagaimana pendapatmu?‖ (SP: 7) 8
Abdulsyani, op.cit., h. 86.
106
Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia dan seorang tauke. (3) Ends : Untuk memberolah jawaban dari petanyaan seorang tauke yang anaknya ber Nem 28 ingin menyumbangkan kapur, jam dinding, pagar, dan tiang bendra untuk SMA Bukan Main agar anaknya diterima di SMA tersebut. (4) Act sequence: Pak Balia menjawab pernyataan dari seorang tauke yang ingin menyumbangkan kapur, jam dinding, pagar, dan tiang bendera ke SMA Bukan Main. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial dari "abdi negara" untuk pembeda tingkat sosial, karena abdi negara adalah istilah untuk seseorang yang bekerja di pemerintahan, pada masyarakat Belitong abdi negara memiliki status sosial tinggi karena di Belitong pekerjaan ini hanya untuk orang-orang tertentu saja dan orang-orang terpilih. Abdi negara termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.2 "..Selamat, Dokter A Put Pimpinlah kampung ini, semoga sejahtera kawan". (SP: 57) Konteks: (1) Setting and Scene: Ruang praktik Dokter A Put pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Dokter A Put dan paratetua kampung. 3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (4) Act sequence: Para tetua Melayu memberikan ucapan selamat kepada Dokter A Put dan mendukung Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm:
Penutur berbicara keras untuk
memberi perintah. (8) Genre:Wacana novel. Fungsi deiksis sosial dari ―Dokter" untuk pembeda tingkat sosial, karena di kampung itu hanya memiliki satu dokter gigi yaitu dokter A Put, seseorang yang bergelar Dokter sudah pasti
107
berpendidikan tinggi dan Dokter adalah sebuah profesi yang dihormati di daerah Belitong pada masa itu karena hanya memiliki satu Dokter yaitu Dokter A Put. Dokter termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.3. ―Masa muda, masa yang berapi-api!!Haji Rhoma Irama!‖ (SP:77) Konteks: (1) Setting and Scene: Di kelas SMA Bukan Main pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Ikal, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban pertanyaan tentang kata-kata mutiara atau motivasi yang ditanyakan Pak Balia dari Ikal. 4) Act sequence: Para tetua Melayu memberikan ucapan selamat kepada Dokter A Put dan mendukung Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Haji" untuk pembeda tingkat sosial, karena setiap orang yang sudah menjalankan rukun Islam yang ke 5 bergelar haji untuk membedakan tingkat sosialnya dan hanya orang yang berkecukupan materi bisa naik haji. Haji termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan kekayaan karena hanya orang yang memiliki penghasilan yang lebih bisa berangkat haji. 1.4. "Mungkin setelah tamat SMA kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli, tetapi di sini Kal, di sekolah ini, kita akan pernah mendahului nasib kita!!‖ (SP: 153) Konteks: (1) Setting and Scene: Di aula SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Arai dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal karena prestasinya menurun, dan Arai menyemangati Ikal. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan Ikal karena kesal Arai prestasinya menurun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
108
Fungsi deiksis sosial "kuli" untuk pembeda tingkat sosial, karena kuli adalah pekerjaan yang digeluti oleh orang yang berpendidikan rendah dan kuli memiliki tingkatan sosial yang rendah. Kuli termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.5. "Jika dikeruk terus, timah dibawah tanah sana akan habis, Bapakbapak!! Ia tidak akan beranak pinak seperti kita-kita ini. Maka bapakbapak harus men-trans-from dari sendiri dari seseorang buruh tambang dengan mentalitas kuli menjadi petani dengan mentalitas pedagang." (SP:161) Konteks: (1) Setting and Scene: Penambangan PN Timah pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Anak-anak melayu yang sedang kuliah di Jawa dan para kuli pertambangan. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada para kuli agar tidak melakukan kegiatan menambang secara berlebihan 4) Act sequence: Anak-anak melayu yang sedang kuliah di Jawa memberi pernyataan kepada para kuli karena kesal adanya kegiatan berlebihan menambang di Belitong. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "petani dan pedagang" untuk pembeda tingkat sosial, karena petani dan pedagang adalah sebuah pekerjaan yang mayoritas dikerjakan oleh masyarakat Belitong. Petani dan pedagang termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.6. "Harapan kau paham Boi, setelan ini hanya kupakai kalau membawakan lagu 'Fatwa Pujangga' untuk menyambut Gubernur dari Palembang..." (SP:210) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun,Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Arai jika setelan yang Bang Zaitun pinjamkan adalah setelan yang
dulu Bang Zaitun pakai untuk
menyambut Gubernur Palembang. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberi pernyataan kepada Arai tentang baju setelan yang di
109
pinjamkan Bang Zaitun kepada Arai. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Gubernur" untuk pembeda tingkat sosial, karena Gubernur adalah sebuah jabatan yang tinggi di sebuah daerah dan hanya orang terpilih saja yang berkesempatan menjadi Gubernur. Gubernur termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.7. "Pangeran Mustika Raja Brana!! Itu nama yang ku berikan untuknya" (SP:173) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai bahwa Bang Zaitun menyebut bahwa Rhoma Irama adalah Pangeran Mustika Raja Brana. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyatan tentang Rhoma Irama yang ia sebut dengan Pangeran Mustika Raja Brana. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Pangeran Mustika Raja Brana" untuk pembeda tingkat sosial, karena Bang Zaitun menyebut bahwa Rhoma Irama adalah Pangeran Mustika Raja Brana yang mempunyai arti bahwa Rhoma Irama Raja Musik dangdut. Pangeran termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan kekuasaan, karena Rhoma Irama memiliki pengaruh besar dalam musik dangdut. 1.8. "Ada kerja borongan sebentar di Gedong, tak'kan lama, bisa kerja setiap pulang sekolah. Orang staf di sana mau membayar harian, bagus pula bayaran itu..." (SP: 176) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai tentang pekerjaan
110
borongan yang mereka bisa kerjakan setelah pulang sekolah. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai bahwa ada pekerjaan untuk mereka dan orang staf mau membayar harian. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Orang staf" untuk pembeda tingkat sosial, karena orang staf adalah orang yang bekerja di perusahaan dan di khususkan untuk bagian tertentu disebut orang staf. Orang staf termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya 1.9. "Pimpinan orkes melayu pasar ikan, belok kiri itu...? (SP:189) Konteks: (1) Setting and Scene: Pasar pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Orang yang ditanya oleh Ikal, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dimana rumah Bang Zaitun. (4) Act sequence: Orang yang berada di jalan memberikan petanyaan kepada Ikal dan Arai yang sedang menanyakan tentang letak rumah Bang Zaitun. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Pimpinan orkes melayu pasar ikan" untuk pembeda tingkat sosial, karena Bang Zaitun disebut pimpinan orkes melayu pasar ikan oleh orang yang Ikal dan Arai tanyakan. Pimpinan termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan kekuasaan. 1.10. "Tak ada salahnya mencoba, kawan. Jauh lebih terhormat daripada ke dukun!!" (SP: 189) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk meyakinkan Arai agar Arai bernanyi untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberi pernyataan kepada
111
Ikal dan Arai, bahwa Arai harus mencoba bernyanyi agar Nurmala tertarik dengannya. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel Fungsi deiksis sosial "dukun" untuk pembeda tingkat sosial, karena dukun adalah orang yang mempunyai kelebihan untuk mengobati seseorang atau menjampi-jampi. Dukun termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.11. "Abang tengok guru, ingin abang jadi guru, tak tahu bagaimana rasanya mengurus anak-anak yang senewen tingkahnya..."(SP: 192) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai jika Bang Zaitun memiliki cita-cita menjadi guru. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang senang karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "guru" untuk pembeda tingkat sosial, karena guru adalah orang yang memiliki kemampuan atau memiliki latar belakang mendidik dan mengajar murid-murid. Guru termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.12. "Abang sudah main orkes tiga puluh tahun, boi. Kalau hitungan pegawai negeri, Abang sudah diundang ke Istana Negara..." (SP: 192) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan Ikal dan Arai tentang
112
sudah berapa lama Bang Zaitun main orkes. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan jawaban kepada Ikal dan Arai yang bertanya sudah berapa lama Bang Zaitun main orkes. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "pegawai negeri" untuk pembeda tingkat sosial, karena Bang Zaitun mengumpamakan lama ia main orkes dengan pegawai negeri, pegawai negeri adalah orang yang bekerja di pemerintahan. Pegawai negeri termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.13. "...Maka jaganlah kausangka jadi musisi itu mudah." (SP:193) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh informasi dari Bang Zaitun jika menjadi musisi itu tidak mudah. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai tentang persoalan bahwa menjadi musisi tidak mudah. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "musisi" untuk pembeda tingkat sosial, karena musisi adalah orang yang pekerjaannya bermain musik dan Bang Zaitun memberitahu bahwa menjadi musisi itu tidak mudah. Musisi termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.14. "Harapan kau paham, Boi. Setelan ini hanya kupakai kalau membawakan lagu "Fatwa Pujangga" untuk menyambut gubernur dari Palembang." ( SP: 210) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk
113
mendapatkan jawaban mengapa Jimbron tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. 4) Act sequence: Minar memberi pertanyaan kepada Ikal yang kesal kepada Jimbron yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "gubernur" untuk pembeda tingkat sosial karena gubernur adalah sebuah jabatan yang tinggi di sebuah daerah. Gubernur termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.15. "Jangan pernah pulang sebelum jadi sarjana..." (SP: 219) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ibu Ikal, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) End: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai jika Ibunya ingin mereka menyelesaikan pendidikannya. 4) Act sequence: Ibu Ikal memberi pernyataan kepada Ikal dan Arai di telepon bahwa Ikal dan Arai tidak boleh pulang sebelum sarjanah. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "sarjanah" untuk pembeda tingkat sosial, karena sarjana adalah orang yang sudah mendapat gelar setara satu dan menamatkan pendidikannya. Sarjanah termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pendidikannya. 1.16. "Juru sortir...," (SP: 244) Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mandor dan Ikal. (3) Ends: Untuk memanggil Ikal dengan sebutan juru sortir yang diucapkan oleh Mandor. (4) Act
114
sequence: : Mandor memberikan pernyataan kepada Ikal yang bekerja di Kantor Pos. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Juru sortir" untuk pembeda tingkat sosial, karena juru sortir adalah panggilan untuk pegawai yang bekerja di kantor Pos. Juru sortir termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.17. "Luar biasa!! Karyawan kontrak pabrik tali!!" (SP:254) Konteks: (1) Setting and Scene: Pabrik tali pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mandor dan karyawan pabrik tali. (3) Ends: Untuk memberikan semangat kepada karyawan kontrak pabrik tali karena hasil kerja mereka sesuai dengan keinginan mandor. (4) Act sequence: Pemilik pabrik tali memberikan pernyataan kepada karyawan kontrak yang bekerja di pabrik tali miliknya saat pemilik pabrik sangat puas dengan hasil pekerjaan karyawannya. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "karyawan kontrak" untuk pembeda tingkat sosial, karena karyawan kontrak adalah orang yang bekerja disalah satu perusahaan atau lembaga tetepk tidak tetap. Karyawan kontrak termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.18. "... Profesor menyerahkan gagang telepon padaku." (SP:257) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Ikal di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Arai bagaimana Ikal mendapatkan beasiswa. (4) Act sequence: Ikal menceritakan kepada Arai tentang beasiswa yang ia dapatkan. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan.
115
(7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Profesor" untuk pembeda tingkat sosial, karena Profesor adalah orang yang memiliki pangkat lebih tinggi dari dosen. Profesor termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan gelar akademisnya. 1.19. "...dewan penguji akan mengambil keputusan dalam sebulan." (SP: 259) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Profesor, Ikal, dan dewan penguji. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban tentang pertanyaan Ikal kapan keputusan beasiswanya di umumkan. 4) Act sequence: Profesor memberikan pernyatan kepada Ikal tentang keputusan beasiswa Ikal. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "dewan penguji" untuk pembeda tingkat sosial, karena dewan penguji adalah orang yang menguji sesuatu dan memutuskannya. Dewan penguji termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 1.20. "Tuan Pos." (SP: 269) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Ikal pada waktu siang hari. (2) Partisipant:Ikal dan Ibu Ikal. (3) Ends: Untuk memberi pujian kepada Ikal dan Ibunya memanggil dirinya Tuan Pos 4) Act sequence: Ibu Ikal memanggil Ikal dengan sebutan Tuan Pos karena bekerja sebagai pewagai kantor pos. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Tuan Pos" untuk pembeda tingkat sosial, karena Ibu Ikal menyebut Ikal dengan sebutan Tuan Pos yang
116
artinya kepala atau pemilik kantor pos. Tuan Pos termasuk kedalam pembeda tingkat sosial berdasarkan pekerjaannya. 2. Kesantunan Kesantunan, kesopansantunan, atau etikat adalah tatacara, adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi parsyarat yang disepakati oleh pelaku sosial. 9 Jadi kesantunan biasanya disebut tatakrama, kesantunan berbahasa menggambarkan kesantunan atau kesopanansantunan penturnya. Kekerabatan lebih menekankan status yang berupa posisi atau kedudukan sosial dan saling berhubungan antarastatus sesuai dengan prinsip kebudayaan yang berlaku. 10 Jadi kekerabatan adalah hubungan yang dekat, pertalian keluarga, sedarah sedaging, sanak saudara, atau dari keturunan yang sama. Terdapat empat fungsi dari kekerabatan, dan ini amat mendukung kokohnya norma masyarakat. Pertama, menarik garis pemisah antara yang merupakan kerabat dan bukan kerabat. Kedua, menentukan hubungan kekerabatan seseorang dengan yang lain secara lebih tepat. Ketiga, mengukur jauh-dekatnya hubungan kekerabatan individu dengan yang lain. Keempat, menentukan bagaimana individu bertingkah laku terhadap individu lain sesuai dengan aturan-aturan kekerabatan yang telah disepakati bersama.11 Kesantunan berbahasa sangat berkaitan dengan hubungan kekerabatan penutur dan mitra tuturnya. Deiksis Fungsi deiksis sosial yang digunakan untuk kesantunan terdapat pada semua jenis deiksis sosial yaitu kata dan frasa. Novel
9
Eko, A Meinarno, dkk., Manusia dalam Kebudayaan dan Kemasyarakatan, (Jakarta:Salemba Humanika, 2011), h. 150. 10 Ibid., h. 157. 11 Ibid., h. 157.
117
Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terdapat bentuk deiksis sosial berupa kata, adapun pembahasannya sebaga berikut: 2.1. “Tak pantas kita berdebat di depan para orangtua murid. Bicaralah baik-baik…,‖ bujuk Pak Balia. (SP: 8) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memberi teguran kepada Pak Mustar agar tidak memprotes dan berdebat di depan orangtua murid. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan teguran untuk Pak Mustar yang memprotes karena tidak diterima masuk SMA Bukan Main. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial dari "orang tua murid" untuk kesantunan, karena Pak Balia memanggil orang tua siswanya dengan kalimat orang tua murid. 2.2. ―Saya berani bertaruh, angka 0,25 tidak akan membedakan kualifikasi anak saya dibandingkan anak-anak lain yang diterima, apalah artinya angka 0,25 itu?!‖(SP: 8) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk meyakinkan Kepala Sekolah SMA Bukan Main yaitu Pak Balia jika anak Pak Mustar diterima di Sekolah tersebut. (4) Act sequence: Pak Mustar menyatakan bahwa anaknya akan dapat bersaing dengan anak-anak lain yang diterima di SMA Bukan Main, walaupun Nem anaknya kurang angka 0,25. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
118
Fungsi deiksis sosial dari "Anak saya" untuk kesantunan, karena Pak Mustar memanggil anaknya degan sebutan anak saya. 2.3. "Bagaimana para orangtua?? Setuju dengan pendapat itu?! (SP:9) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memprovokasi para orang tua murid yang hadir di rapat penerimaan siswa baru SMA Bukan Main agar Pak Balia menurunkan standar nilai Nem masuk SMA Bukan Main. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan pernyataan kepada orangtua murid bahwa nilai kurang 0,25 tidak ada perngaruhnya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Para orang tua" untuk kesantunan, bahwa Pak Mustar berbicara kepada para orang tua murid dengan panggilan
para
orangtua
untuk
kesantunan
dan
untuk
memprovokasi setuju dengan pendapatnya. 2.4. ―Seharusnya Bapak bisa melihat tidak diterimanya anak Bapak sebagai peluang untuk menunjukkan pada khalayak bahwa kita konsisten mengelola sekolah ini. NEM minimal 42, titik!! Tak Bisa ditawar-tawar!!‖ (SP: 9) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, dan Orangtua murid. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepda Pak Mustar bahwa batas minimal NEM masuk SMA Bukan Main tidak dapat diganggu-gugat. (4) Act sequence: Pak balia memberikan pernyatan kepada Pak Mustar tentang batas minimal NEM masuk SMA Bukan Main. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah dalam situasi rapat. (8) Genre: Wacana novel.
119
Fungsi deiksis sosial "Bapak‖ untuk kesantunan, bahwa Pak Balia memanggil Pak Mustar dengan sebutan Bapak untuk kesantunan karena Pak Mustar lebih tua dariPak Balia. 2.5. ―Kakak…‖ Mak Cik memelas. (SP: 38) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mak Cik, Ibu Ikal, Nurmi, Ikal, dan Arai. (3) Ends: Untuk meminta beras kepada Ibu Ikal karena Mak Cik tidak memiliki uang lagi. (4) Act sequence: Untuk meminta beras kepada Ibu Ikal karena Mak Cik tidak memiliki uang lagi. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Sedih. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial " Kakak" untuk kesantunan, karena Mak Cik lebih muda daripada Ibu Ikal sehingga ia memanggil Ibu Ikal dengan sebutan kakak sebagai kesantunan. 2.6. "... Nyah, jangan lupa minyak" (SP: 45) Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako milik Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk mengingatkan Nyonya Debora agar tidak lupa memasukan minyak kedalam belanjaannya. (4) Act sequence: Arai menyatakan kepada Nyonya Debora pemilik toko sembako saat Arai dan Ikal ingin membeli sembako untuk diberikan kepada Mak Cik dengan uang hasil tabungan (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Nyah" untuk kesantunan, bahwa Arai memanggil pemilik toko sembako dengan sebutan Nyah karena status pemilik toko lebih tinggi dari Arai. 2.7.―Ayo, Abang Keliting, sepak!! Sepak!! Kik… kik… hi…hi… sepak!! Tendang pelutnya!!‖ (SP: 46)
120
Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi semangat kepada Arai karena Arai dan Ikal berkelahi. (4) Act sequence: Mei-mei memberi pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Abang Keliting" untuk kesantunan, bahwa Mei-mei memanggil Ikal dengan sebutan Abang Kriting karena Ikal lebih tua dari Mei-mei. 2.8. ―Ayo, tinju, Bang. Talik lambutnya…‖.(SP: 47) Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Bang" untuk kesantunan, bahwa Mei-mei memanggil Ikal dengan sebutan Bang karena Ikal lebih tua dari Mei-mei. 2.9. "Mulai sekarang, Mak cik akan punya penghasilan!" (SP: 51) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Mak Cik pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mak Cik, Ikal, Arai, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk memberikan bahan-bahan membuat kue agar Mak Cik bisa membuka usaha. (4) Act sequence: Arai memberi pernyataan kepada Mak Cik, karena Arai dan Ikal membelikan bahan-bahan untuk
121
membuat kue dari hasil tabungan Arai dan Ikal. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Mak Cik" untuk kesantunan, bahwa Mak Cik adalah sebutan untuk bibi, Ikal dan Arai menggunakan panggilan Mak Cik untuk bibi atau perempuan yang berusia sama dengan Ibunya. 2.10. ―Adinda, sudikah membawakan sebuah lagu untuk Abang?‖(SP: 51) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Mak Cik pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Nurmi, Ikal, dan Arai. 3) Ends: Untuk menarik perhatian Nurmi karena Arai menyukai Nurmi dan menghibur dengan bernanyi. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Nurmi yang baru keluar dari kamarnya dan Arai menghibur Nurmi dengan bernyanyi. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Gembira. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Adinda" untuk kesantunan, bahwa Arai memanggil Nurmi dengan sebutan Adinda yang artinya adalah anak perempuan kesayangan. 2.11. ―Berani-beraninya kau dudukkan bapakmu di kursi si nomor 147! Apa kerjamu di sekolah selama ini?‖ (SP: 92) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ayah Ikal dan Taikong Hamim. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada anaknya karena kecewa dengan nilai yang didapat oleh anaknya. (4) Act sequence: Orangtua murid memberikan pernyataan kepada anaknya karena kecewa dengan hasil rapor anaknya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
122
Fungsi deiksis sosial "bapakmu" untuk kesantunan, bahwa orang tua murid membahasakan panggilan dirinya sediri dengan sebutan bapakmu kepada anaknya. 2.12. "Pak Cik, duduklah!! Kami mau nonton!!" (SP:111) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada laki-laki yang berada di depan Arai agar tidak menghalangi pemandangan Arai. (4) Act sequence: Arai memberikan teguran kepada laki-laki yang berada di depannya karena menghalangi Arai menonton film di bioskop. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Pak Cik" untuk kesantunan, bahwa Arai memanggil laki-laki yang seumuran dengan Ayah atau Pamannya dengan sebutan Pak Cik. 2.13. "Bukankah kita harus banyak menabung untuk sekolah ke Prancis!! Begitukan saudaraku, Jimbron??" (SP:176) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Jimbron pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban Jimbron mengenai tabungan untuk sekolah ke Prancis dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya.. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Jimbron untuk banyak menabung. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "saudaraku" untuk kesantunan, bahwa Arai menanggil Jimbron dengan sapaan saudaraku.
123
2.14. "Hanya mudharat, sahabatku..." (SP:135) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Jimbron pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (4) Act sequence: Arai memberi pernyataan kepada kepada Jimbron, karena Arai kesal dengan ulahnya Jimbron yang selalu membicarakan mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "sahabatku" untuk kesantunan, bahwa Arai
memanggil
Jimbron dengan sebutan
sahabatku
saat
memberikan pengertian kepada Jimbron. 2.15. "Surat undangan sudah kuposkan pada ayahmu, dapat kau bayangkan perasaan beliau sekarang??‖ (SP: 149) Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Musta dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. 4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal menerima surat undangan pembagian rapor. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "beliau" untuk kesantunan, bahwa Pak Mustar berbicara kepada Ikal yang sedang membicarakan bagaimana perasaan Ayah Ikal saat mengetahui nilai Ikal yang
124
menurun dan Pak Mustar menyapa Ayah Ikal kepada Ikal dengan sebutan beliau. 2.16. ―Surat undangan sudah kuposkan pada ayahmu, dapat kau bayangkan perasaan beliau sekarang??‖ (SP: 149) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. (4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal menerima surat undangan pembagian rapor. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Abang" untuk kesantunan, bahwa Pak Mustar saat berbicara kepada Ikal memanggil ayahnya Ikal dengan sebutan Ayahmu untuk kesantunan. 2.17. "Kali ini Nurmala pasti bertekuk lutut, Kawan!!" (SP: 202) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan
pujian
kepada
Jimbron,
karena
Ikal
senang
mendapatkan ide dari Jimbron untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Ikal meberikan pernyatan kepada Jimbron karena Jimbron meemberikan ide untuk menarik hati Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "kawan" untuk kesantunan, bahwa Ikal memanggil Arai dan Jimbron dengan sebutan Kawan, saat sedang berbicara tentang cara untuk mendapatkan hati Nurmala.
125
2.18. "Masa depan orang ada di tangan ente, Kang..." (SP: 244) Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan para pengantar Pos. (3) Ends: Untuk memberi arahan kepada pengantar Pos yang di lakukan oleh Ikal. 4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada para pengantar Pos yang, yang sedang diberi arahan oleh Ikal tentang masa depan di tangan mereka. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―kang‖ untuk kesantunan, karena sedang berkerja di kantor pos di daerah Bogor maka Ikal menggunakan kata kang sebagai bentuk kesantunan. 2.19. "Kapan sih elo ketemu doi lagi?" (SP:250) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk mengetahui jawaban Ikal tentang kabar Arai yang sudah lama Nurmala tidak bertemu. 4) Act sequence: Nurmala memberikan pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana kabar Arai yang sudah lama tidak bertemu dengan Nurmala. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pertanyaan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―doi‖ untuk kesantunan, bahwa Nurmala menanyakan kabar Arai kepada Ikal, bagaimana kabar Arai dengan menggunakan kata doi yang artinya dia. 2.20. "Oke, Mr. Hirata! Apa pendapat anda soal penyakit sapi gila?" (SP:258) Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Doktor Ekonomi dan Ikal.
126
(3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban dari Mr. Hirata mengenai penyakit sapi gila agar mendapatkan beasiswa kuliah ke Eropa. (4) Act sequence: Doktor ekonomi, memberikan pertanyaan kepada Mr. Hirata tentang pendapatnya mengenai penyakit sapi gila. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―Mr‖ untuk kesantunan, bahwa seorang Doktor Ekonomi pejabat Uni Eropa memanggil Ikal dengan sebutan Mr yang artinya tuan. 2.21. "0,25 itu berarti segala-galanya, Pak. Angka seperempat itu adalah simbol yang menyatakan lambang ini sama sekali tidak menoleransi persekongkolan!!" (SP:8) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, dan orangtua murid. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Pak Mustar bahwa nilai 0,25 itu sangat berarti dan agar Pak Mustar tidak memaksa anaknya untuk masuk SMA Bukan Main, walaupun nilainya kurang 0,25. (4) Act sequence: Pak Balia memberi pernyataan kepada Pak Mustar tentang arti nilai 0,25 karena Pak Mustar memaksa anaknya untuk masuk ke SMA Bukan Main, walaupun nilai anaknya kurang 0,25. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Semangat. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―Pak‖ untuk kesantunan, bahwa Pak Balia berbicara dengan Pak Mustar dengan menggunakan Pak karena Pak Mustar lebih tua dari pada Pak Balia. 2.22. "Kiramu aku berdusta, boi? Aku dengar sendiri dari nyonya pho, itu sudah berita basi!!" (SP:166) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk
127
mendapatkan jawaban mengapa Jimbron tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. 4) Act sequence: Minar memberi pertanyaan kepada Ikal yang kesal kepada Jimbron yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―boi‖ untuk kesantunan, karena boi adalah panggilan gaul orang Melayu, dan Minar memanggil Ikal dengan sebutan boi. 2.23. ―Bukankah kita harus banyak menabung untuk sekolah ke Prancis!! Begitukan saudaraku, Jimbron??" (SP:176) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban Jimbron mengenai tabungan untuk sekolah ke Prancis dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Jimbron untuk banyak menabung. (5) Key: Mencekam (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel Fungsi deiksis sosial ―saudaraku‖ untuk kesantunan, karena Ikal memanggil Jimbron dengan sebutan saudaraku. 2.24. "Kau kenal bang Zaitun kan, Rai?" (SP:189) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari Arai apakah Arai kenal
128
dengan Bang Zaitun. 4) Act sequence: Ikal memberikan pertanyaan kepada Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―bang‖ untuk kesantunan, karena Ikal dan Arai lebih muda daripada Bang Zaitun.
3. Identitas Sosial Identitas sosial menurut William James dalam Walgito, identitas sosial lebih diartikan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan fisiknya sendiri saja, melainkan juga tentang anak–istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, teman–temannya, milikinya, uangnya dan lain–lain. Lebih lanjut disimpulkan bahwa diri adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat – sifat, latar belakang budaya, pendidikan, dan semua atribut yang melekat pada seseorang. 12 Fungsi deiksis sosial yang digunakan untuk identitas sosial berupa kata dan frasa. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata terdapat bentuk deiksis sosial berupa kata, adapun pembahasannya sebaga berikut: 3.1. "... Brandal‖ (SP: 9) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Mustar dan anak murid yang terlambat. (3) Ends: Untuk membri teguran kepada murid yang terlambat agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. (4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak murid yang terlambat masuk 12
Abdulsyani, op. cit., h.15.
129
sekolah saat upacara berlangsung di depan gerbang sekolah. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Brandal" untuk identitas sosial berdasarkan sifat anak murid tersebut, bahwa Pak Mustar berbicara kepada anak muridnya yang terlambat masuk sekolah dengan sebutan brandal yang artinya orang yang tidak menuruti peraturan yang berlaku. 3.2. ―Biang keladi!! Cukup sudah aku dengan tabitamu, Rai. Lihat! Macan itu akan menerkammu!!‖ (SP:15) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Arai karena melihat Pak Mustar akan menangkapnya saat mereka terlihat terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada Arai, karena melihat Pak Mustar akan menangkapnya saat mereka terlihat terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Biang keladi" untuk identitas sosial berdasarkan sifat yang mereka lakukan, bahwa Ikal mengatakan kepada Arai sebagai biang keladi yang artinya orang yang menjadi penyebab atau dalang dari terjadinya suatu perbuatan yang jahat. 3.3. “Bujang, tolong sini! Angkat peti ini ke stanplat. Daripada kalian merokok saja di situ, aya ya… tak berguna!‖ (SP:20) Konteks: (1) Setting and Scene: Gudang milik Nyonya Pho pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Nyonya Pho dan pembantu. (3) Ends: Untuk memberikan perintah kepada pembantu Nyonya Pho agar tidak merokok saja, tetapi berkerja mengangkat barang untuk
130
dipindahkan. (4) Act sequence: Nyonya Pho pemilik gudang memberikan perintah kepada pembantunya yang hanya merokok saja, lalu Nyonya Pho menyuruhnya untuk mengangkat barang untuk dipindahkan. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Bujang" untuk identitas sosial berdasarkan statusnya, bahwa Nyonya Pho memanggil pembantunya dengan bujang yang artinya anak laki-laki yang belum menikah. 3.4 "... Drakulaa" (SP: 47) Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "drakulaa" untuk identitas sosial berdasarkan cirri fisik yang dimiliki oleh Ikal, bahwa Mei-mei memanggil Arai dengan sebutan drakula yaitu tokoh dalam cerita horor di Eropa yang menghisap darah manusia dan Arai mirip dengan tokoh tersebut menurut Mei-mei. 3.5. ―Ini? Ini katamu! Aya, ya… tolol sekali! Yang betul ini?Di sini?Yakin?― Begitu pertanyaan A Put pada pasiennya. (SP: 56) Konteks: (1) Setting and Scene: Ruang praktik Dokter A Put pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Dokter A Put dan pasiennya. 3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban pasien dari pertanyaan Dokter A Put yang menanyakan posisi atau letak sakit gigi pasiennya. (4) Act sequence: A Put seorang Dokter gigi memberikan pertanyaan kepada pasiennya yang menanyakan posisi atau letak sakit gigi pasiennya. (5)
131
Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "tolol" untuk identitas sosial berdasarkan sifatnya, bahwa A Put mengatakan jika pasiennya tolol, yang artinya tidak pandai dan tidak mengetahui apa-apa. 3.6. ―Bangkitlah, wahai Para Pelopor!!Pekikkan padaku kata-kata yang memberimu inspirasi!!‖ (SP: 74) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam belajar dan mengubh nasibnya. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan pernyataan kepada siswa angkatan pertama SMA Bukan Main saat jam pelajaran dimulai dan Pak Balia tentang motivasi untuk siswa agar tetap semangat dalam belajar dan mengubah nasibnya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Bangkitlah, wahai para pelopor" untuk identitas sosial berdasarkan sifatnya, bahwa Pak Balia memanggil siswanya dengan sebutan para pelopor yang artinya orang yang berjalan di depan dan sangat berpengaruh dalam perubahan. 3.7. ―Kaum Muda! Yang kita butuhkan adalah orang-orang yang mampu memimpikan sesuatu yang tak pernah diimpikan siapa pun! Jhon F. Kennedy, Presiden Amerika paling mansyur!‖ (SP: 74) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, Makruf, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk mengajak teman-temannya agar memimpikan sesuatu dan semangat untuk mewujudkannya. (4) Act sequence: Makruf memberikan pidato karena ia yang terpilih sebagai ketua pramuka SMA Bukan Main kepada teman-temannya saat
132
memberikan pidato kemenangannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Kaum muda" untuk identitas sosial berdasarkan statusnya, bahwa Makruf memanggil teman-temannya dengan sebutan kaum muda yang artinya anak muda. 3.8. " Oh, si kancil keriting itu, Pak Cik?" (SP: 89) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Taikong Hamim pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ayah Ikal dan Taikong Hamim. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban dari Ayah Ikal dari pertanyaan Taikong Hamim. (4) Act sequence: Taikong Hamim memberikan pertanyaan kepada Ayah Ikal dan Arai saat Ayah Ikal membicarakan tentang Ikal kepada Taikong Hamim dan Taikong Hamim menyebut Ikal dengan si kancil keriting. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "kancil keriting" untuk identitas sosial berdasarkan ciri fisik, bahwa Taikong Hamim berkata kepada Ayah Ikal dan Arai saat menanyakan Ikal dan Taikong Hamim menyebut Ikal dengan si kancil keriting karena Ikal memiliki tubuh yang kecil dan berambut keriting. 3.9. "Anak sekolah, walaupun sudah tujuh belas tahun." (SP: 101) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: A Kiun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal, Arai, dan Jimbron bahwa mereka tidak noleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (4) Act sequence: A Kiun memberikan teguran kepada Ikal dan kawan-kawan yang memaksa untuk membeli tiket bioskop film dewasa karena anak sekolah tidak boleh menonton film dewasa
133
walaupun sudah tujuh belas tahun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "Anak sekolah" untuk identitas sosial berdasarkan status mereka yang masih bersekolah, bahwa A Kiun menyebut kepada Ikal dan Kawan-kawan dengan sebutan Anak sekolah yang artinya anak yang masih mendapatkan pendidikan. 3.10. "Pulang sana, mengaji dan kau, keriting." (SP: 102) Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pujian kepada Ikal karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang senang karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "kriting" untuk identitas sosial berdasarkan ciri fisiknya, bahwa Pak Cik Basman menyebut Ikal dengan sebutan keriting karena Ikal mempunyai rambut yang keriting. 3.11. "Genius!! Genius sekali, Bron!" (SP: 103) Konteks: (1) Setting and Scene: Di rumah bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pujian kepada Jimbron dengan idenya untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: : Ikal kepada Jimbron yang setuju dengan ide yang di berikan oleh Jimbron, ketika Jimbron memberi ide cara untuk menarik perhatian Nurmala. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
134
Fungsi deiksis sosial "Genius" untuk identitas sosial berdasarkan sifatnya, bahwa Ikal bicara kepada Jimbron jika Jimbron genius, genius artinya berbakat luar biasa dalam berpikir dan menciptakan suatu ide. 3.12. ―Hei, itu dia! Sembunyi di balik pintu! Aduh, bodohnya! Itu dia…‖ (SP: 107) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada pria yang ada di dalam film karena tidak berhasil mengejar wanita. (4) Act sequence: Para penonton di bioskop menyatakan kepada pria di dalam film yang sedang mengejar wanita. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "bodohnya" untuk identitas sosial berdasarkan statusnya di dalam bioskop, bahwa para penonton berkata kepada pria yang ada di dalam film saat mengejar wanita dengan sebutan bodohnya yang artinya tidak mudah tahu dan tidak dapat mengerjakan sesuatu. 3.13. "... Brandalll." (SP: 112) Konteks: (1) Setting and Scene: Di rumah bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak-anak yang ketahuan menonton film dewasa di bioskop, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
135
Fungsi deiksis sosial "brandal" untuk identitas sosial berdasarkan sifatnya, bahwa Pak Mustar berbicara kepada anak-anak yang ketahuan menonton film dengan sebutan brandal yang artinya orang yang tidak menuruti peraturan. 3.14. ―Ini rupanya kerja kalian??! Tak malu kalian sebut diri sendiri pelajar??!! Pelajar macam apakalian!!‖(SP:113) Konteks: (1) Setting and Scene: Di bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, karena Pak Mustar kecewa dan marah anak muridnya menonton film tak terpuji di bioskop. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pertanyaan kepada Arai, Ikal dan Jimbron karena kecewa dan marah anak muridnya menonton film tak terpuji di bioskop. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "pelajar macam apa kalian" untuk identitas sosial berdasarkan statusnya Ikal, Arai, dan Jimbron yang masih bersekolah, bahwa Pak Mustar mengatakan kepada Ikal, Arai, dan Jimbron yang marah karena mereka bertiga kepergok menonton film di bioskop dan Pak Mustar berkata kepada mereka pelajar macam apa kalian, pelajar artinya anak sekolah. 3.15. "Demi tukang jagung sialan itu, ceritakan Kawan!! Cepat!! (SP:117) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mahader, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapatkan informasi tentang cerita di film yang Arai, Ikal, dan jimbron tonton. (4) Act sequence: Mahader memberikan pernyataan kepada Arai, Ikal, dam Jimbron saat di sekolah yang memaksa untuk di ceritakan isi cerita yang ada di film dewasa tersebut. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
136
Fungsi deiksis sosial "demi tukang jagung sialan itu" untuk identitas sosial berdasarkan pekerjaannya, bahwa Mahader berkata kepada Arai, Ikal, dan Jimbron saat memaksa menceritakan isi cerita yang ada di film itu dan mengucapkan demi tukang jagung, tukang jagung bermaksud orang yang pekerjaannya menjual jagung. 3.16. "Tahukah kau, Bujang?? Sepanjang waktu aku bermimpi anakku duduk dikursi garda depan itu,,,‖ (SP: 148) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal agar memakai baju dan Jimbron mengajaknya untuk berkuda. 4) Act sequence: Jimbron memberikan pernyataan kepada Ikal, bahwa Jimbron menyuruh Ikal untuk memakai baju dan mengajaknya untuk berkuda. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―bujang‖ untuk identitas sosial, bahwa Pak Mustar berbicara kepada Ikal tentang hasil nilai Ikal dan Pak Mustar memanggil Ikal dengan sebutan bujang yang artinya anak laki-laki yang belum menikah. 3.17. "Anjing Kurap!! Biar nanti kau dan majikan botakmu itu dibakar di neraka!!" (SP:111) Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran karena penonton kesal dengan ulah pemain wanita yang ada di dalam film. (4) Act sequence: Para penonton di dalam bioskop memberikan pernyataan kepada pemain wanita di dalam film yang Ikal, Arai, dan Jimbron tonton. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
137
Fungsi deiksis sosial ―majikan botakmu‖ untuk identitas sosial berdasarkan ciri fisik. Para penonton menyebut bahwa majikan pemain wanita tersebut dengan sebutan majikan botakmu, karena kepala majikannya botak. 3.18. "Para penonton serentak berteriak histeris, "haaahaaaaahhh..!!" (SP:170) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, Jimbron, dan teman-temannya. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada teman Arai di sekolah yang tidak menonton film di bioskop dan memaksa Arai untuk menceritakan tentang film tersebut.
4) Act sequence: Arai
memberikan pernyataan kepada temannya di sekolah yang tidak menonton film di bioskop dan memaksa Arai untuk menceritakan tentang film tersebut. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Nasihat. Fungsi deiksis sosial ―penonton‖ untuk identitas sosial berdasarkan statusnya saat menonton film di bioskop, bahwa Arai menceritakan kepada temannya saat dirinya menonton film di bioskop, Arai menyebut orang yang berkunjung di bioskop sebagai penonton, penonton adalah orang yang menonton pertunjukan.
3.19. "Itulah kalau kau mau tahu tabitat pemimpin zaman sekarang, Boi!! Baru mencalonkan diri sudah jadi penipu, bagaimana kalau bajingan seperti itu jadi ketua!!??" (SP:168) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, Jimbron, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, bahwa dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. 4) Act sequence: Minar memberikan pertanyaan
138
kepada Ikal, karena kesal dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―penipu‖ untuk identitas sosial berdasarkan sifat, karena Minar menyebut calon Bupati tersebut dengan penipu.
3.20.
"Ah, kriting, baru kutahu, kau cerdas sekali!!" (SP: 189)
Konteks: (1) Setting and Scene: Di Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Cik Basman, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk Ikal, Arai, dan Jimbron tidak menonton film dan Pak Cik Basman menyuruh merekauntuk pulang saja dan mengaji. 4) Act sequence: : Pak Cik Basman memberikan pernyataan kepada Ikal yang sedang bersama teman-temannya memaksa untuk masuk menonton film dewasa dan Pak Cik kesal lalu menyuruh Ikal, Arai dan Jimbron untuk pulang dan pergi mengaji saja. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―kriting‖ untuk identitas sosial berdasarkan ciri fisiknya, bahwa Arai memanggil Ikal dengan sebutan kriting karena Ikal memiliki rambut kriting. 3.21.
"Jangan coba-coba meniruku, Boi. Repot bukan main, aku pontang-panting seperti kucing tak sengaja menduduki Rheumason!! Hi..hi..hi" (SP: 194)
Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk menginformasikan kepada Ikal dan Arai jika Bang zaitun berpengalaman pernah memiliki pacar enam puluh tujuh dan pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan. (4) Act
139
sequence: : Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai yang sedang menceritakan bagaimana pengalamannya yang pernah memiliki pacar enam puluh tujuh dan pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―seperti kucing‖ untuk identitas sosial berdasarkan pengalaman hidupnya, bahwa Bang Zaitun menyebut dirinya sendiri seperti kucing yang pontang-panting karna pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan. 3.22. "Pemilik restoran ini adalah Mr. Fred yang gendut itu!" (SP: 233) Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai di Jakarta pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Arai, dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal tentang siapa pemilik KFC saat Arai bekerja di perusahaan tersebut. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang sedang memberi informasi kepada Ikal tentang siapa pemilik KFC saat Arai bekerja di perusahaan tersebut. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial "gendut" untuk identitas sosial berdasarkan ciri fisiknya, bahwa Arai menyebut pemilik restoran KFC dengan sebutan gendut karena pemilik KFC itu mempunyai tubuh yang subur. 3.23.
"...ha..ha..setuju, anak muda??"(SP:255)
Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Profesor dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapatkan persetujuan Profesor yang setuju dengan ide yang diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro saat wawancara untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. 4) Act sequence: Profesor memberikan persetujuan kepada Ikal, yang setuju dengan ide yang
140
diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro saat wawancara untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―anak muda‖ untuk identitas sosial berdasarkan status yang Ikal miliki, bahwa Profesor sangat menyetujui ide yang diberikan oleh Ikal dan memanggilnya dengan sebutan anak muda. 3.24.
"Untuk sementara kalian dianggap mamalia sehingga boleh numpang asalkan kalian bantu memasak, mengepel dak dan palka, serta membersihkan WC." (SP:216)
Konteks: (1) Setting and Scene: Pelabuhan kapal Pulau Belitong pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mualim, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, Arai, dan Jimbron yang ingin menumpang kapal untuk sampai jawa. 4) Act sequence: Mualim memberikan pernyataan kepada Ikal, Arai, dan Jimbron yang ingin menumpang kapal untuk sampai jawa. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―mamalia‖ untuk identitas sosial berdasarkan sifatnya karena mamalia identik dengan sifat, bahwa Mualim menyebut Ikal, Arai, dan Jimbron sebagai mamalia karena mereka menumpang kapal asalkan membantu untuk memasak, mengepel, dan membersihkan WC yang biasanya dilakukan oleh wanita. 3.25.
"Pakai bajumu cepat, bujang. Mari kita berkuda!!" (SP:178)
Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pengertian kepada Ikal, bahwa Pak Mustar kecewa dengan hasil nilai Ikal. 4) Act sequence: Pak Mustar
141
memberikan pernyataan kepada Ikal yang kecewa dengan hasil nilai Ikal yang menurun lalu Pak Mustar memberitahu jika ia memimpikan anaknya di terima di SMA Bukan main dan duduk di garda depan merupakan satu kebanggan bagi dirinya. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―bujang‖ untuk identitas sosial berdasarkan status Ikal yang masih bujang karna belum menikah, bahwa Jimbron menyuruh Ikal untuk memakai baju dan memanggilnya dengan sebutan bujang. 3.26. ―Brandalll!!‖ (SP:13) Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Mustar dan anak murid yang terlambat. (3) Ends: Untuk membri teguran kepada murid yang terlambat agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. (4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak murid yang terlambat masuk sekolah saat upacara berlangsung di depan gerbang sekolah. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―Brandal‖ untuk identitas sosial berdasarkan sifatnya, bahwa Pak Mustar memanggil anak murid yang terlambat dengan sebutan brandal karena brandal artinya 3.27.
"Disiplin yang keras!! Itulah yang diperlukan anak-anak muda Melayu Zaman sekarang." (SP:10)
Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada muridmurid yang tidak disiplin dalam belajar. (4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada murid-muridnya yang tidak disiplin dalam kelas. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm:
142
Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Fungsi deiksis sosial ―anak-anak muda Melayu Zaman Sekarang‖ untuk identitas sosial berdasarkan latar belakang budaya, bahwa Pak Mustar berbicara kepada Murid, jika anak-anak muda Melayu Zaman sekarang harus disiplin dan bekerja keras. Tabel Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi berdasarkan Fungsi. Fungsi Deiksis Sosial
Nomor Halaman
Jumlah
Pembeda Tingkat Sosial
7, 57, 77, 153, 161, 173, 176, 189,189, 20 192, 192, 193, 210, 210, 219, 244, 254, 257, 259.
Kesantunan
8, 8, 8, 9, 9, 38, 45, 46, 47, 51, 51, 92, 24 111, 135, 149, 149, 166, 176, 176, 189, 202.
Identitas Sosial
9, 10, 13, 15, 20, 47, 56, 74, 74, 89, 27 101, 102, 103, 107, 111, 112, 113, 117, 148, 168, 170, 178, 189, 194, 216, 233, 255.
Pada tabel di atas, fungsi deiksis sosial yang sering dipakai adalah deiksis sosial untuk pembeda tingkat sosial berjumlah 20, fungsi deiksis soisal untuk kesantunan berjumlah 24, selanjutnya fungsi deiksis sosial untuk identitas sosial berjumlah 27. Jadi fungsi deiksis sosial yang sering digunakan dalam novel Sang Pemimpi adalah untuk identitas sosial berjumlah 27, jumlah keseluruhan deiksis sosial berdasarkan fungsi berjumlah 71 jenis.
143
C. Analisis Deiksis Sosial Berdasarkan Maksud. 1. Menyindir Menyindir menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah mengkritik, mencela, mengejek, seseorang secara tidak langsung atau tidak terus terang. 1. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memberolah jawaban dari petanyaan seorang tauke yang anaknya ber Nem 28 ingin menyumbangkan kapur, jam dinding, pagar, dan tiang bendra untuk SMA Bukan Main agar anaknya diterima di SMA tersebut. (4) Act sequence: Pak Balia menjawab pernyataan dari seorang tauke yang ingin menyumbangkan kapur, jam dinding, pagar, dan tiang bendera ke SMA Bukan Main. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
"Bijaksana kalau kau sumbangkan jam dindingmu itu ke kantor pemerintah, agar abdi negara di sana tak bertamasya ke warung kopi waktu jam dinas! Bagaimana pendapatmu?" (SP:7) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa seorang tauke ingin memberikan sumbangan jam dinding ke SMA Bukan Main agar anaknya mendapatkan kursi justru Pak Balia berkata lebih baik Jam dinding diberikan kepada abdi negara yaitu pegawai pemerintah yang suka berkeluyuran saat jam kerja. 2. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Mustar dan anak murid yang terlambat. (3) Ends: Untuk membri teguran kepada murid yang
144
terlambat agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. (4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak murid yang terlambat masuk sekolah saat upacara berlangsung di depan gerbang sekolah. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah. (8) Genre: Wacana novel. "Brandal." (SP: 13) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Pak Mustar berkata kepada anak murid yang terlambat dengan sebutan brandal untuk menyindir anak murid yang terlambat. 3. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Arai karena melihat Pak Mustar akan menangkapnya saat mereka terlihat terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada Arai, karena melihat Pak Mustar akan menangkapnya saat mereka terlihat terlambat masuk sekolah dan tidak mengikuti upacara. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Biang keladi!! Cukup sudah aku dengan tabitamu, Rai. Lihat! Macan itu akan menerkammu!!‖ (SP:15) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, karena biang keladi dimaksudkan untuk Pak Mustar yang membuat Ikal dan teman-temannya berlarian karena takut tertangkap.
4. Konteks: (1) Setting and Scene: Di Pasar pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal dan Jimbron, bahwa yang harus
145
masuk kedalam peti ikan adalah Ikal karena memiliki badan yang kecil. (4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal dan Jimbron tentang siapa yang masuk terlebih dahulu kedalam peti ikan saat dikejar Pak Mustar. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Jangan banyak protes!Badanmu paling kecil. Kalimat dibawah diucapkan oleh Arai kepada Ikal dalam situasi ingin bersembunyi saat dikejar oleh Pak Mustar.Kalau tak masuk duluan, Jimbron tak bisa masuk!!‖(SP: 18) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Arai berkata kepada Ikal bahwa Ikal memiliki badan yang kecil sehingga Ikal harus masuk ke dalam peti ikan, jika ikal tidak masuk terlebih dulu maka Jimbron tidak bisa masuk. 5. Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi semangat kepada Arai karena Arai dan Ikal berkelahi. (4) Act sequence: Mei-mei memberi pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ― Bujang, tolong sini! Angkat peti ini ke stanplat. Daripada kalian merokok saja di situ, aya ya… tak berguna!‖ (SP:20) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu
untuk
menyindir,
bahwa
Nyonya
Pho
memanggil
pembantunya dengan bujang karena pembantu Nyonya Pho adalah laki-laki belum menikah dan memiliki kebiasaan merokok.
146
6. Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi semangat kepada Arai karena Arai dan Ikal berkelahi. (4) Act sequence: Mei-mei memberi pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Ayo, Abang Keliting, sepak!! Sepak!! Kik… kik… hi…hi… sepak!! Tendang pelutnya!!‖ (SP: 46) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Mei-mei memanggil Ikal dengan Abang keliting karna Ikal mempunyai rambut keriting. 7. Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. ―Dlakulaaaaaa…!!! (SP: 47) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Mei-mei memanggil Arai dengan sebutan drakula karna menurut Mei-mei, Arai memiliki wajah seperti drakula. 8. Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei
147
memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. ―ini? Ini katamu! Aya, ya… tolol sekali! Yang betul ini?Di sini?Yakin?― Begitu pertanyaan A Put pada pasiennya. (SP: 56) Dalam hal ìni, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa A Put menyebut pasiennya tolol karna pasiennya salah memberikan informasi letak sakit gigi yang di deritanya. 9. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Taikong Hamim pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ayah Ikal dan Taikong Hamim. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban dari Ayah Ikal dari pertanyaan Taikong Hamim. (4) Act sequence: Taikong Hamim memberikan pertanyaan kepada Ayah Ikal dan Arai saat Ayah Ikal membicarakan tentang Ikal kepada Taikong Hamim dan Taikong Hamim menyebut Ikal dengan si kancil keriting. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ― Oh, Si kancil keriting itu, Pak Cik?‖ (SP: 89) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Taikong Hamim menyebut Arai dan Ikal dengan kancil dan keriting. 10. Konteks: (1) Setting and Scene: Di Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Cik Basman, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk Ikal, Arai, dan Jimbron tidak menonton film dan Pak Cik Basman menyuruh merekauntuk pulang saja dan mengaji. 4) Act sequence: : Pak Cik Basman memberikan pernyataan kepada Ikal yang sedang bersama teman-temannya memaksa untuk masuk menonton film dewasa dan Pak Cik kesal lalu menyuruh Ikal, Arai
148
dan Jimbron untuk pulang dan pergi mengaji saja. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm:
Penutur
berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel.
"Pulang sana, mengaji dan kau, keriting." (SP: 102) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Pak Cik menyebut Ikal dengan sebutan keriting karena Ikal mempunyai rambut keriting. 11. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai di Jakarta pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Arai, dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal tentang siapa pemilik KFC saat Arai bekerja di perusahaan tersebut. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang sedang memberi informasi kepada Ikal tentang siapa pemilik KFC saat Arai bekerja di perusahaan tersebut. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel "Pemilik restoran ini adalah Mr. Fred yang gendut itu!" (SP: 233) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Arai menyebut Mr. Fred gendut karena Mr. Fred memiliki tubuh yang besar. 12. Konteks: (1) Setting and Scene: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak-anak yang ketahuan menonton film dewasa di bioskop, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. (2) Tempat: Bioskop. (3) Waktu: Sore hari. (4) Tujuan: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di
149
bioskop. (5) Mitra tutur: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (6) Situasi: Non formal. "... Brandalll." (SP: 112) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Pak Mustar menyindir anak-anak yang ketahuan menonton film dewasa dengan sebutan brandal. 13. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal agar memakai baju dan Jimbron mengajaknya
untuk
berkuda.
4)
Act
sequence:
Jimbron
memberikan pernyataan kepada Ikal, bahwa Jimbron menyuruh Ikal untuk memakai baju dan mengajaknya untuk berkuda. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Pakai bajumu cepat, bujang. Mari kita berkuda!!" (SP:178) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Jimbron menyindir Ikal dengan sebutan bujang yang mengajak untuk berkuda. 14. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pujian kepada Ikal karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang senang karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
150
"Ah, kriting, baru kutahu, kau cerdas sekali!!" (SP: 189) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa Arai menyindir Ikal karena Ikal memiliki rambut yang kriting. 15. Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran karena penonton kesal dengan ulah pemain wanita yang ada di dalam film. (4) Act sequence:
Para penonton
di
dalam bioskop memberikan
pernyataan kepada pemain wanita di dalam film yang Ikal, Arai, dan Jimbron tonton. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Anjing Kurap!! Biar nanti kau dan majikan botakmu itu dibakar di neraka!!" (SP:111) Dalam hal, konteks deikisis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, bahwa para penonton di Bioskop menyebut pemain laki-laki di film tersebut dengan majikan botak karena ia mempunyai kepala yang botak. 16. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, Jimbron, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, bahwa dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. 4) Act sequence: Minar memberikan pertanyaan kepada Ikal, karena kesal dengan ulah calon Bupati yang menipu masyarakat dengan janji-janji saja. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel
151
―Itulah kalau kau mau tahu tabitat pemimpin zaman sekarang, Boi!! Baru mencalonkan diri sudah jadi penipu, bagaimana kalau bajingan seperti itu jadi ketua!!??" (SP:168) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyindir, karena Minar menyebut calon Bupati tersebut dengan penipu. 2. Menegaskan Menegaskan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah menerangkan, menjelaskan atau mengatakan dengan tegas, pasti,tentu, tidak ragu-ragu dan membenarkan dan memastikan. 1. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memberi teguran kepada Pak Mustar agar tidak memprotes dan berdebat di depan orangtua murid. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan teguran untuk Pak Mustar yang memprotes karena tidak diterima masuk SMA Bukan Main. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. “Tak pantas kita berdebat di depan para orangtua murid. Bicaralah baik-baik…,‖ bujuk Pak Balia. (SP: 8) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Pak Balia tidak ingin Pak Mustar emosi di depan para orang tua murid yang sedang rapat. 2. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk meyakinkan Kepala Sekolah SMA Bukan Main yaitu Pak Balia jika anak Pak Mustar diterima di Sekolah tersebut. (4) Act sequence: Pak Mustar menyatakan bahwa anaknya akan dapat bersaing dengan anak-anak lain yang diterima di SMA Bukan Main, walaupun Nem anaknya kurang angka 0,25. (5) Key: Serius.
152
(6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Saya berani bertaruh, angka 0,25 tidak akan membedakan kualifikasi anak saya dibandingkan anak-anak lain yang diterima, apalah artinya angka 0,25 itu?!‖(SP: 8) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, karena Pak Mustar tidak terima anaknya yang nilai NEMnya kurang 0,25 tidak mendapatkan kursi, walaupun Pak Mustar adalah wakil kepala sekolah.
3. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan seorang tauke. (3) Ends: Untuk memprovokasi para orang tua murid yang hadir di rapat penerimaan siswa baru SMA Bukan Main agar Pak Balia menurunkan standar nilai Nem masuk SMA Bukan Main. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan pernyataan kepada orangtua murid bahwa nilai kurang 0,25 tidak ada perngaruhnya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Bagaimana para orangtua?? Setuju dengan pendapat itu?!‖ (SP: 9) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, karena Pak Mustar berpendapat bahwa nilai kurang 0,25 tidak ada artinya dan ia memprovokasi orang tua murid untuk setuju dengan pendapatnya.
4. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ayah Ikal dan Taikong Hamim. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada anaknya karena kecewa dengan nilai yang didapat oleh anaknya. (4) Act sequence: Orangtua murid memberikan pernyataan kepada anaknya karena kecewa dengan hasil
153
rapor anaknya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Berani-beraninya kau dudukkan bapakmu di kursi si nomor 147! Apa kerjamu di sekolah selama ini?‖ (SP: 92) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa orang tua murid memberi tahu anaknya jika ia tidak suka dengan hasil rapor anaknya. 5. Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: A Kiun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal, Arai, dan Jimbron bahwa mereka tidak noleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (4) Act sequence: A Kiun memberikan teguran kepada Ikal dan kawan-kawan yang memaksa untuk membeli tiket bioskop film dewasa karena anak sekolah tidak boleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Anak sekolah, walaupun sudah tujuh belas tahun tak boleh masuk. Tak boleh sama Pak Mustar." (SP: 101) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa A Kiun menjelaskan kepada Ikal dan kawan-kawan, walaupun mereka sudah berusia tujuh belas tahun anak sekolah tidak dibolehkan untuk menonton film dewasa.
6. Konteks: (1) Setting and Scene: Di bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, karena Pak Mustar kecewa dan marah anak muridnya menonton film tak terpuji di bioskop. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan
154
pertanyaan kepada Arai, Ikal dan Jimbron karena kecewa dan marah anak muridnya menonton film tak terpuji di bioskop. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Ini rupanya kerja kalian??! Tak malu kalian sebut diri sendiri pelajar??!! Pelajar macam apa kalian!!‖(SP:113) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Pak Mustar marah dan kecewa kepada Arai, Ikal dan Jimbron yang menonton film dewasa padahal Pak Mustar sudah melarangnya.
7. Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pengertian kepada Ikal, bahwa Pak Mustar kecewa dengan hasil nilai Ikal. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada Ikal yang kecewa dengan hasil nilai Ikal yang menurun lalu Pak Mustar memberitahu jika ia memimpikan anaknya di terima di SMA Bukan main dan duduk di garda depan merupakan satu kebanggan bagi dirinya. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Tahukah kau, Bujang?? Sepanjang waktu aku bermimpi anakku duduk dikursi garda depan itu,,,‖ (SP: 148) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Pak Mustar memberi tahu Ikal bahwa jangan menyia-nyakan kesempatan belajar di SMA Bukan Main karena Pak Mustar kecewa hasil rapor Ikal yang turun padahal masih banyak anak lain yang bersaing untuk masuk ke SMA Bukan Main termasuk anak Pak Mustar.
155
8. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan
pujian
kepada
Jimbron,
karena
Ikal
senang
mendapatkan ide dari Jimbron untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Ikal meberikan pernyatan kepada Jimbron karena Jimbron meemberikan
ide
untuk
menarik
hati
Nurmala.
(5)
Key:
Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Kali ini Nurmala pasti bertekuk lutut, Kawan!!" (SP: 202) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Arai yakin dengan ide yang di berikan oleh Jimbron untuk menarik hatinya Nurmala dan Nurmala pasti akan suka lalu bertekuk lutut kepada Arai. 9. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ibu Ikal, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai jika Ibunya ingin mereka menyelesaikan pendidikannya. 4) Act sequence: Ibu Ikal memberi pernyataan kepada Ikal dan Arai di telepon bahwa Ikal dan Arai tidak boleh pulang sebelum sarjanah. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. "Jangan pernah pulang sebelum jadi sarjana..." (SP: 219) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Ibu Ikal jika Arai dan Ikal belum jadi sarjana tidak boleh pulang ke kampung halamannya.
10. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk menginformasikan kepada Ikal dan Arai jika Bang zaitun berpengalaman pernah memiliki pacar enam puluh tujuh dan
156
pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai yang sedang menceritakan bagaimana pengalamannya yang pernah memiliki pacar enam puluh tujuh dan pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Jangan coba-coba meniruku, Boi. Repot bukan main, aku pontang-panting seperti kucing tak sengaja menduduki Rheumason!! Hi..hi..hi" (SP: 194) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Bang Zaitun menegaskan kepada Ikal dan Arai jangan sepertinya yang pernah berpacaran dengan delapan wanita secara bersamaan karena akan pontang-panting seperti kucing. 11. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Ikal pada waktu siang hari. (2) Partisipant:Ikal dan Ibu Ikal. (3) Ends: Untuk memberi pujian kepada Ikal dan Ibunya memanggil dirinya Tuan Pos 4) Act sequence: Ibu Ikal memanggil Ikal dengan sebutan Tuan Pos karena bekerja sebagai pewagai kantor pos. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Tuan Pos." (SP: 269) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Ibu Ikal menegaskan kepada Ikal yang bekerja sebagai pegawai kantor pos dan Ibu Ikal memanggil Ikal dengan tuan pos. 12. Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Profesor dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapatkan persetujuan Profesor yang setuju dengan ide yang
157
diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro saat wawancara untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. 4) Act sequence: Profesor memberikan persetujuan kepada Ikal, yang setuju dengan ide yang diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro saat wawancara untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "...ha..ha..setuju, anak muda??"(SP:255) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Profesor memanggil Ikal dengan anak muda untuk menegaskan kepada Ikal ia menyetujui dengan ide yang diberikan Ikal untuk perubahan ekonomi makro.
13. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk meyakinkan Arai agar Arai bernanyi untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberi pernyataan kepada Ikal dan Arai, bahwa Arai harus mencoba bernyanyi agar Nurmala tertarik dengannya. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Tak ada salahnya mencoba, kawan. Jauh lebih terhormat daripada ke dukun!!" (SP: 189) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Bang Zaitun menegaskan kepada Arai jika ia lebih terhormat daripada dukun jika ia bernanyi untuk menarik hati Nurmala. 14. Konteks: (1) Setting and Scene: Pelabuhan kapal Pulau Belitong pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mualim, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Ikal, Arai,
158
dan Jimbron yang ingin menumpang kapal untuk sampai jawa. 4) Act sequence: Mualim memberikan pernyataan kepada Ikal, Arai, dan Jimbron yang ingin menumpang kapal untuk sampai jawa. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. ―Untuk sementara kalian dianggap mamalia sehingga boleh numpang asalkan kalian bantu memasak, mengepel dak dan palka, serta membersihkan WC." (SP:216) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, bahwa Mualim menyebut Ikal, Arai, dan Jimbron sebagai mamalia jika ingin menumpang kapal sampai Jawa. 15. Konteks: (1) Setting and Scene: Penambangan PN Timah pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Anak-anak melayu yang sedang kuliah di Jawa dan para kuli pertambangan. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada para kuli agar tidak melakukan kegiatan menambang secara berlebihan 4) Act sequence: Anak-anak melayu yang sedang kuliah di Jawa memberi pernyataan kepada para kuli karena kesal adanya kegiatan berlebihan menambang di Belitong. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Jika dikeruk terus, timah dibawah tanah sana akan habis, Bapakbapak!! Ia tidak akan beranak pinak seperti kita-kita ini. Maka bapak-bapak harus men-trans-from dari sendiri dari seseorang buruh tambang dengan mentalitas kuli menjadi petani dengan mentalitas pedagang." (SP:161) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menegaskan, karena petani dan pedagang adalah sebuah pekerjaan yang mayoritas dikerjakan oleh masyarakat Belitong. 3. Merendahkan Merendahkan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah menjadikan rendah, membawa hingga menjadi rendah, menurunkan,
159
memandang rendah hina orang lain, menghinakan diri menjadikan dirinya merasa kurang. 1. Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada pria yang ada di dalam film karena tidak berhasil mengejar wanita. (4) Act sequence: Para penonton di bioskop menyatakan kepada pria di dalam film yang sedang mengejar wanita. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Hei, itu dia! Sembunyi di balik pintu! Aduh, bodohnya! Itu dia…‖ (SP: 107) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk merendahkan, bahwa penonton menyebut pria di dalam film bodoh karna tidak dapat mengejar wanita yang ada di dalam film tersebut. 2. Konteks: (1) Setting and Scene: Di rumah bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada Ikal, Arai, dan Jimbron, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. 4) Act sequence: Pak Mustar memberikan pernyataan kepada anak-anak yang ketahuan menonton film dewasa di bioskop, Pak Mustar kesal karena mereka telah melanggar peraturan sekolah yang tidak boleh menonton film dewasa di bioskop. (5) Key: Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. “Berraandaalll!!”(SP:112) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk merendahkan, bahwa Pak Mustar menyebut anak-
160
anak yang menonton film dewasa itu dengan sebutan berandal karena Pak Mustar kesal dengan ulah mereka. 3. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mahader, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapatkan informasi tentang cerita di film yang Arai, Ikal, dan jimbron tonton. (4) Act sequence: Mahader memberikan pernyataan kepada Arai, Ikal, dam Jimbron saat di sekolah yang memaksa untuk di ceritakan isi cerita yang ada di film dewasa tersebut. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Demi tukang jagung sialan itu, ceritakan Kawan!! Cepat!! ‖(SP:117) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk merendahkan, bahwa Mahader kesal dengan Arai, Ikal, dan Jimbron karena tidak diceritakan isi cerita film tersebut. 4. Konteks: (1) Setting and Scene: Di aula SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Arai dan Ikal. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal karena prestasinya menurun, dan Arai menyemangati Ikal. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan Ikal karena kesal Arai prestasinya menurun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Mungkin setelah tamat SMA kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli, tetapi di sini Kal, di sekolah ini, kita akan pernah mendahului nasib kita!!‖ (SP: 153) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk merendahkan, bahwa Arai kesal kepada Ikal karena nilai rapor Ikal menurun dan Arai menyebut jika Ikal sebaiknya menjadi kuli saja jika sudah taman SMA.
161
4. Melebih-lebihkan. Melebih-lebihkan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah menambah-nambahkan banyak hingga lebih dari keadaan yang sebenarnya. 1. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam belajar dan mengubh nasibnya. (4) Act sequence: Pak Balia memberikan pernyataan kepada siswa angkatan pertama SMA Bukan Main saat jam pelajaran dimulai dan Pak Balia tentang motivasi untuk siswa agar tetap semangat dalam belajar dan mengubah nasibnya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Bangkitlah, wahai Para Pelopor!! Pekikkan padaku kata-kata yang memberimu inspirasi!!‖ (SP: 74) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk melebih-lebihkan, karena Pak Balia menyebut siswanya dengan sebutan para pelopor untuk memicu semangat mereka. 2. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, Makruf, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk mengajak teman-temannya agar memimpikan sesuatu dan semangat untuk mewujudkannya. (4) Act sequence: : Makruf memberikan pidato karena ia yang terpilih sebagai ketua pramuka SMA Bukan Main kepada teman-temannya saat memberikan pidato kemenangannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel.
162
―Kaum Muda! Yang kita butuhkan adalah orang-orang yang mampu memimpikan sesuatu yang tak pernah diimpikan siapa pun! Jhon F. Kennedy, Presiden Amerika paling mansyur!‖ (SP: 74) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk melebih-lebihkan, karena Makruf memanggil teman-temannya dengan sebutan kaum muda sebagai penyemangat. 3. Konteks: (1) Setting and Scene: Di rumah bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan pujian kepada Jimbron dengan idenya untuk menarik hati Nurmala. 4) Act sequence: : Ikal kepada Jimbron yang setuju dengan ide yang di berikan oleh Jimbron, ketika Jimbron memberi ide cara untuk menarik perhatian Nurmala. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Genius!! Genius sekali, Bron!" (SP: 103) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk melebih-lebihkan, bahwa Ikal melebih-lebihkan dengan menyebut Jimbron dengan genius karena ide yang diberikannya. 4. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai bahwa Bang Zaitun menyebut bahwa Rhoma Irama adalah Pangeran Mustika Raja Brana. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyatan tentang Rhoma Irama yang ia sebut dengan Pangeran Mustika Raja Brana. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Pangeran Mustika Raja Brana!! Itu nama yang ku berikan untuknya" (SP:173) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk melebih-lebikan, bahwa Capo menyebut kuda putih dengan
163
sebutan Pangeran Mustika Raja Brana padahal itu hanya seekor hewan kuda. 5. Menyatakan Menyatakan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah menerangkan, menjadikan nyata, menjelaskan ucapannya sebelumnya. 1. Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mei-mei, Ikal, Arai, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Ikal yang sedang berkelahi dengan Arai. (4) Act sequence: Mei-mei memberikan pernyataan kepada Ikal saat berkelahi dengan Arai di toko milik Ibunya ketika sedang berbelanja sembako untuk diberikan kepada Mak Cik. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. ―Ayo, tinju, Bang. Talik lambutnya…‖.(SP: 47) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Mei-mei menyatakan untuk Ikal menarik rambut Arai saat berkelahi di toko milik ibu Mei-mei. 2. Konteks: (1) Setting and Scene: Ruang praktik Dokter A Put pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Dokter A Put dan paratetua kampung. 3) Ends: Untuk memberi dukungan kepada Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (4) Act sequence: : Para tetua Melayu memberikan ucapan selamat kepada Dokter A Put dan mendukung Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm:
Penutur berbicara keras untuk
memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. "..Selamat, Dokter A Put Pimpinlah kampung ini, semoga sejahtera kawan". (SP: 57) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa para tetua Melayu menyatakan Dokter A Put adalah mimpinan kampung.
164
3. Konteks: (1) Setting and Scene: Di SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Musta dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. 4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal
menerima
surat
undangan
pembagian
rapor.
(5)
Key:
Menakutkan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Surat undangan sudah kuposkan pada ayahmu, dapat kau bayangkan perasaan beliau sekarang??‖ (SP: 149) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan. Bahwa Pak Mustar menyatakan kepada Ikal jika perasaan Ayah Ikal pasti kecewa dengan hasil nilai dari Ikal. 4. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Ikal dan Arai jika Bang Zaitun memiliki cita-cita menjadi guru. 4) Act sequence: Arai memberikan pernyataan kepada Ikal yang senang karena Ikal memberi ide tentang cara untuk menaklukan Nurmala. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Abang tengok guru, ingin abang jadi guru, tak tahu bagaimana rasanya mengurus anak-anak yang senewen tingkahnya..."(SP: 192) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Bang Zaitun menyatakan dirinya ingin menjadi guru kepada Arai. 5. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun,Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi informasi kepada Arai jika setelan yang Bang Zaitun pinjamkan adalah setelan yang
dulu Bang Zaitun pakai untuk
165
menyambut Gubernur Palembang. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberi pernyataan kepada Arai tentang baju setelan yang di pinjamkan Bang Zaitun kepada Arai. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Harapan kau paham Boi, setelan ini hanya kupakai kalau membawakan lagu 'Fatwa Pujangga' untuk menyambut gubernur dari Palembang..." (SP:210) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Ikal menyatakan kepada Jimbron bahwa lagu Fatwa Pujangga adalah lagu untuk menyambut gubernur dari Palembang. 6. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang Zaitun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan Ikal dan Arai tentang sudah berapa lama Bang Zaitun main orkes. (4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan jawaban kepada Ikal dan Arai yang bertanya sudah berapa lama Bang Zaitun main orkes. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Abang sudah main orkes tiga puluh tahun, boi. Kalau hitungan pegawai negeri, Abang sudah diundang ke Istana Negara..." (SP: 192) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Bang Zaitun menyatakan kepada Arai dan Ikal jika ia sudah tiga puluh tahun main orkes jika pegawai negeri sudah diundang ke Istana Negara. 7. Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mandor dan Ikal. (3) Ends: Untuk memanggil Ikal dengan sebutan juru sortir yang diucapkan oleh Mandor. (4) Act sequence: : Mandor memberikan pernyataan kepada Ikal yang bekerja
166
di Kantor Pos. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Juru sortir...," (SP: 244) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Mandor menyatakan Juru Sortir karena Ikal yang bekerja di bagian Sortir surat di kantor Pos. 8. Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Profesor, Ikal, dan dewan penguji. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban tentang pertanyaan Ikal kapan keputusan beasiswanya di umumkan. 4) Act sequence: Profesor memberikan pernyatan kepada Ikal tentang keputusan beasiswa Ikal. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "...dewan penguji akan mengambil keputusan dalam sebulan." (SP: 259) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Profesor menyatakan kepada Ikal jika dewan penguji akan mengambil keputusan tentang beasiswa Ikal. 9. Konteks: (1) Setting and Scene: Pabrik tali pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mandor dan karyawan pabrik tali. (3) Ends: Untuk memberikan semangat kepada karyawan kontrak pabrik tali karena hasil kerja mereka sesuai dengan keinginan mandor. (4) Act sequence: Pemilik pabrik tali memberikan pernyataan kepada karyawan kontrak yang bekerja di pabrik tali miliknya saat pemilik pabrik sangat puas dengan hasil pekerjaan karyawannya. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Luar biasa!! Karyawan kontrak pabrik tali!!" (SP:254)
167
Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk
menyatakan,
bahwa
pemilik
pabrik
tali
menyatakan
kekagumannya kepada karyawan kontrak dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. 10. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Ikal di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada Arai bagaimana Ikal mendapatkan beasiswa. (4) Act sequence: Ikal menceritakan kepada Arai tentang beasiswa yang ia dapatkan. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "... Profesor menyerahkan gagang telepon padaku." (SP:257) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan. Bahwa Ikal menyatakan kepada Arai cerita saat Profesor menyerahkan gagang telepon kepadanya untuk mendapatkan beasiswanya. 11. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Bang Zaitun pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh informasi dari Bang Zaitun jika menjadi musisi itu tidak mudah. 4) Act sequence: Bang Zaitun memberikan pernyataan kepada Ikal dan Arai tentang persoalan bahwa menjadi musisi tidak mudah. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "...Maka jaganlah kausangka jadi musisi itu mudah." (SP:193) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Bang Zaitun menyatakan kepada Ikal dan Arai jika menjadi musisi itu tidak mudah.
168
12. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu Siang hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, Jimbron, dan teman-temannya. (3) Ends: Untuk memberikan informasi kepada teman Arai di sekolah yang tidak menonton film di bioskop dan memaksa Arai untuk menceritakan tentang film tersebut.
4) Act sequence: Arai
memberikan pernyataan kepada temannya di sekolah yang tidak menonton film di bioskop dan memaksa Arai untuk menceritakan tentang film tersebut. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. Para penonton serentak berteriak histeris, "haaahaaaaahhh..!!" (SP:170) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa Arai menyatakan kepada temannya di sekolah jika penonton serentak teriak histeris saat menonton film yang ditontonnya bersama Ikal dan Jimbron. 13. Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: A Kiun, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Ikal, Arai, dan Jimbron bahwa mereka tidak noleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (4) Act sequence: A Kiun memberikan teguran kepada Ikal dan kawan-kawan yang memaksa untuk membeli tiket bioskop film dewasa karena anak sekolah tidak boleh menonton film dewasa walaupun sudah tujuh belas tahun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Anak sekolah, walaupun sudah tujuh belas tahun." (SP: 101) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan, bahwa A Kiun menyebut kepada Ikal dan Kawan-
169
kawan dengan sebutan Anak sekolah yang artinya anak yang masih mendapatkan pendidikan. 6. Menyapa Menyapa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah mengajak bercakap-cakap, menegur, sesorang terlebih dahulu. 1. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Ikal pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mak Cik, Ibu Ikal, Nurmi, Ikal, dan Arai. (3) Ends: Untuk meminta beras kepada Ibu Ikal karena Mak Cik tidak memiliki uang lagi. (4) Act sequence: Untuk meminta beras kepada Ibu Ikal karena Mak Cik tidak memiliki uang lagi. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Sedih. (8) Genre: wacana novel. ―Kakak…‖ Mak Cik memelas. (SP: 38) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Mak Cik menyapa Ibu Ikal dengan sebutan Kakak karena Ibu Ikal lebih tua daripada Mak Cik. 2. Konteks: (1) Setting and Scene: Toko sembako milik Nyonya Debora pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Arai, Ikal, dan Nyonya Debora. (3) Ends: Untuk mengingatkan Nyonya Debora agar tidak lupa memasukan minyak kedalam belanjaannya. (4) Act sequence: Arai menyatakan kepada Nyonya Debora pemilik toko sembako saat Arai dan Ikal ingin membeli sembako untuk diberikan kepada Mak Cik dengan uang hasil tabungan (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Tegas. (8) Genre: Wacana novel. "... Nyah, jangan lupa minyak" (SP: 45) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Arai menyapa Nyonya Debora
170
pemilik toko sembako dengan sebutan Nyah karena Nyonya Debora statusnya lebih tinggi dari Arai. 3. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Mak Cik pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Mak Cik, Ikal, Arai, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk memberikan bahan-bahan membuat kue agar Mak Cik bisa membuka usaha. (4) Act sequence: Arai memberi pernyataan kepada Mak Cik, karena Arai dan Ikal membelikan bahan-bahan untuk membuat kue dari hasil tabungan Arai dan Ikal. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel ―Mulai sekarang, Mak cik akan punya penghasilan!" (SP: 51) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Arai dan Ikal menyapa dengan sebutan Mak Cik karena Mak cik berarti bibi. 4. Konteks: (1) Setting and Scene: Rumah Mak Cik pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Nurmi, Ikal, dan Arai. 3) Ends: Untuk menarik perhatian Nurmi karena Arai menyukai Nurmi dan menghibur dengan bernanyi. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Nurmi yang baru keluar dari kamarnya dan Arai menghibur Nurmi dengan bernyanyi. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Gembira. (8) Genre: Wacana novel. ―Adinda, sudikah Abang?‖(SP: 51)
membawakan
sebuah
lagu
untuk
Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Arai menyapa Nurmi dengan sebutan Adinda.
171
5. Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Doktor Ekonomi dan Ikal. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban dari Mr. Hirata mengenai penyakit sapi gila agar mendapatkan beasiswa kuliah ke Eropa. (4) Act sequence: Doktor ekonomi, memberikan pertanyaan kepada Mr. Hirata tentang pendapatnya mengenai penyakit sapi gila. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara lembut untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Oke, Mr. Hirata! Apa pendapat anda soal penyakit sapi gila?" (SP:258) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Doktor pejabat Uni Eropa menyapa Ikal dengan Mr. Hirata. 6. Konteks: (1) Setting and Scene: Bioskop pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Para penonton bioskop, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memberikan teguran kepada laki-laki yang berada di depan Arai agar tidak menghalangi pemandangan Arai. (4) Act sequence: Arai memberikan teguran kepada laki-laki yang berada di depannya karena menghalangi Arai menonton film di bioskop. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Pak Cik, duduklah!! Kami mau nonton!!" (SP:111) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Arai menyapa laki-laki yang lebih tua darinya dengan sebutan Pak CIk saat berada di Bioskop. 7. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Jimbron pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban Jimbron mengenai tabungan untuk
172
sekolah ke Prancis dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya.. (4) Act sequence: Arai memberi pertanyaan kepada Jimbron untuk banyak menabung. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Bukankah kita harus banyak menabung untuk sekolah ke Prancis!! Begitukan saudaraku, Jimbron??" (SP:176) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Arai menyapa Jimbron dengan sapaan saudaraku saat memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda. 8. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Jimbron pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk dan memberi pengertian kepada Jimbron untuk tidak lagi berbicara mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (4) Act sequence: Arai memberi pernyataan kepada kepada Jimbron, karena Arai kesal dengan ulahnya Jimbron yang selalu membicarakan mengenai kuda saat Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di dinding los kontrakannya. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Hanya mudharat, sahabatku..." (SP:135) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Arai menyapa Jimbron dengan sebutan sahabatku karena Arai kesal dengan ulah Jimbron yang selalu membicarakan mengenai kuda.
173
9. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. (4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal menerima surat undangan pembagian rapor. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Surat undangan sudah kuposkan pada ayahmu, dapat kau bayangkan perasaan beliau sekarang??‖ (SP: 149) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Pak Mustar berbicara kepada Ikal dan menyapa Ayah Ikal dengan sebutan beliau. 10. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu sore hari. (2) Partisipant: Pak Mustar, Ikal, Arai, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapat jawaban bagaimana perasaan Ayah Ikal ketika menerima surat undangan yang di Poskan. (4) Act sequence: Pak Mustar memberi pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana perasaan Ayah Ikal menerima surat undangan pembagian rapor. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Surat undangan sudah kuposkan pada ayahmu, dapat kau bayangkan perasaan beliau sekarang??‖ (SP: 149) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Pak Mustar berbicara kepada Ikal dan menyapa Ayah Ikal dengan sebutan Ayahmu. 11. Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan para pengantar Pos. (3)
174
Ends: Untuk memberi arahan kepada pengantar Pos yang di lakukan oleh Ikal. 4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada para pengantar Pos yang, yang sedang diberi arahan oleh Ikal tentang masa depan di tangan mereka. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. "Kali ini Nurmala pasti bertekuk lutut, Kawan!!" (SP: 202) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Ikal menyapa Arai dan Jimbron dengan sebutan kawan karena senang mendapatkan cara untuk menarik hati Nurmala. 12. Konteks: (1) Setting and Scene: Kantor Pos di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan para pengantar Pos. (3) Ends: Untuk memberi arahan kepada pengantar Pos yang di lakukan oleh Ikal. 4) Act sequence: Ikal memberikan pernyataan kepada para pengantar Pos yang, yang sedang diberi arahan oleh Ikal tentang masa depan di tangan mereka. (5) Key: Kegembiraan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi perintah. (8) Genre: Wacana novel. "Masa depan orang ada di tangan ente, Kang..." (SP: 244) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Ikal menyapa pengantar pos dengan sebutan kang. 13. Konteks: (1) Setting and Scene: Di kelas SMA Bukan Main pada waktu siang hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Ikal, dan siswa siswi SMA Bukan Main. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban pertanyaan tentang kata-kata mutiara atau
motivasi
yang
ditanyakan Pak Balia dari Ikal. 4) Act sequence: : Para tetua
175
Melayu memberikan ucapan selamat kepada Dokter A Put dan mendukung Dokter A Put menjadi pimpinan kampung. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Masa muda, masa yang berapi-api!!Haji Rhoma Irama!‖ (SP:77). Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Ikal menyapa Rhoma Irama dengan sebutan Haji Rhoma Irama. 14. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. 4) Act sequence: Ikal memberikan pertanyaan kepada Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. ―Bukankah kita harus banyak menabung untuk sekolah ke Prancis!! Begitukan saudaraku, Jimbron??" (SP:176) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Ikal menyapa Jimbron dengan sebutan saudaraku saat Ikal mengingatkan Jimbron harus menabung dan bekerja untuk sekolah ke Prancis. 15. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu malam hari. (2) Partisipant: Bang zaitun, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk memperoleh jawaban dari Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. 4) Act sequence: Ikal memberikan pertanyaan kepada Arai apakah Arai kenal dengan Bang Zaitun. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur
176
berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Kau kenal bang Zaitun kan, Rai?" (SP:189) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Ikal menyapa bang Zaitun dengan sebutan bang saat berbicara kepada Arai. 16. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, dan orangtua murid. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepada Pak Mustar bahwa nilai 0,25 itu sangat berarti dan agar Pak Mustar tidak memaksa anaknya untuk masuk SMA Bukan Main, walaupun nilainya kurang 0,25. (4) Act sequence: Pak Balia memberi pernyataan kepada Pak Mustar tentang arti nilai 0,25 karena Pak Mustar memaksa anaknya untuk masuk ke SMA Bukan Main, walaupun nilai anaknya kurang 0,25. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Semangat. (8) Genre: Wacana novel. "0,25 itu berarti segala-galanya, Pak. Angka seperempat itu adalah simbol yang menyatakan lambang ini sama sekali tidak menoleransi persekongkolan!!" (SP:8) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Pak Balia menyapa Pak Mustar dengan sebutan Pak karena Pak Mustar lebih tua dari Pak Balia. 17. Konteks: (1) Setting and Scene: Universitas Indonesia di Jakarta pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Ikal, dan Nurmala. (3) Ends: Untuk mengetahui jawaban Ikal tentang kabar Arai yang sudah lama Nurmala tidak bertemu. 4) Act sequence: Nurmala memberikan pertanyaan kepada Ikal tentang bagaimana kabar Arai yang sudah lama tidak bertemu dengan Nurmala. (5) Key: Kelembutan. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur
177
berbicara lembut untuk memberi pertanyaan. (8) Genre: Wacana novel. Kapan sih elo ketemu doi lagi?" (SP:250) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Nurmala menanyakan kabar Arai kepada Ikal, bagaimana kabar Arai dengan menggunakan kata doi yang artinya dia. 18. Konteks: (1) Setting and Scene: Kontrakan Arai pada waktu Malam hari. (2) Partisipant: Minar, Arai, Ikal, dan Jimbron. (3) Ends: Untuk mendapatkan jawaban mengapa Jimbron tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. 4) Act sequence: Minar memberi pertanyaan kepada Ikal yang kesal kepada Jimbron yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan Jimbron selalu memandangi gambar kepala kuda di los kontrakannya. (5) Key: Serius. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Penutur berbicara keras untuk memberi pernyataan. (8) Genre: Wacana novel. "Kiramu aku berdusta, boi? Aku dengar sendiri dari nyonya pho, itu sudah berita basi!!" (SP:166) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Minar berbicara kepada Ikal dengan sapaan boi, boi adalah panggilan gaul orang Melayu. 19. Konteks: (1) Setting and Scene: SMA Bukan Main pada waktu pagi hari. (2) Partisipant: Pak Balia, Pak Mustar, dan Orangtua murid. (3) Ends: Untuk memberi pengertian kepda Pak Mustar bahwa batas minimal NEM masuk SMA Bukan Main tidak dapat diganggu-gugat.
(4) Act sequence: Pak balia memberikan
pernyatan kepada Pak Mustar tentang batas minimal NEM masuk SMA Bukan Main. (5) Key: Mencekam. (6) Instrument: Tulisan. (7) Norm: Marah dalam situasi rapat. (8) Genre: Wacana novel.
178
―Seharusnya Bapak bisa melihat tidak diterimanya anak Bapak sebagai peluang untuk menunjukkan pada khalayak bahwa kita konsisten mengelola sekolah ini. NEM minimal 42, titik!! Tak Bisa ditawar-tawar!!‖ (SP: 9) Dalam hal ini, konteks deiksis sosial berdasarkan data di atas yaitu untuk menyapa, bahwa Pak Balia menyapa Pak Mustar dengan sebutan Bapak karena untuk menghormati Pak Mustar yang lebih tua dari Pak Balia. Tabel Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi berdasarkan Konteks Maksud. Fungsi Deiksis Sosial
Nomor Halaman
Jumlah
Menyindir
7, 13, 15, 18, 20, 46, 47, 56, 89, 102, 16 111, 112, 168, 178, 189, 233.
Menegaskan
8, 8, 9, 92, 101, 113, 148, 161, 189, 15 194, 202, 216, 219, 255, 269.
Merendahkan
107, 112, 117, 153.
4
Melebih-lebihkan
74, 74, 103, 173.
4
Menyatakan
47, 57, 101, 149, 170, 192, 192, 193, 13 210, 244, 254, 257, 259.
Menyapa
8, 9, 38, 45, 51, 51, 77, 111, 135, 149, 19 149, 166, 176, 176, 189, 202, 244, 250, 258.
Pada tabel di atas, deiksis sosial berdasarkan konteks maksud tuturan yang sering dipakai adalah deiksis sosial untuk menyapa berjumlah 19, deiksis soisal berdasarkan konteks untuk menyindir berjumlah 16, menegaskan berjumlah 15, menyatakan berjumlah 13, merendahkan dan melebih-lebihkan masing-masing berjumlah 4. Jadi deiksis sosial berdasarkan konteks maksud
179
tuturan yang sering digunakan dalam novel Sang Pemimpi adalah untuk menyapa berjumlah 19, jumlah keseluruhan deiksis sosial berdasarkan konteks maksud tuturan adalah 71 jenis. C. Gambaran Situasi Sosial, Hubungan Sosial, dan Sistem Sosial dalam Novel Sang Pemimpi. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata adalah novel yang bertemakan tentang persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan mimpi dan harapan. Tokoh dalam novel ini adalah Ikal sebagai tokoh utama, Arai sebagai saudara Ikal yang sudah yatim piatu dan akhirnya diadopsi oleh Ayah Ikal,
Jimbron adalah anak yatim piatu yang diadopsi oleh pendeta
Geovany, Pak Balia yaitu wakil kepala sekolah SMA Bukan Main, Pak Mustar adalah Kepala sekolah SMA Bukan Main, Ayah Ikal yang bekerja di PN Timah. Agama Mayoritas tokoh dalam novel Sang Pemimpi beragama Islam. Ikal, Arai dan Jimbron mereka pernah menjadi murid/santri Taikong Hamim. Sejak masuk UI, Nurmala mengenakan jilbab. Kehidupan masyarakat dalam novel Sang Pemimpi sangat beragam. Tokoh utama Ikal adalah dari keluarga miskin di kampung Magai, Pulau Balitong. Ayahnya bekerja sebagai penambang timah. Ikal berteman dengan Arai sejak kecil dan saatmulai beranjak remaja Arai mengajari Ikal mencari uang. Novel Sang Pemimpi berlatar belakang tempat di Belitong atau Belitung. Belitung adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia. Bahasa yang digunakan adalah Melayu Belitong, dengan dialek/ aksen yang berbeda antara Urang Darat dan Melayu Pesisir. Hubungan sosial yang terdapat dalam novel ini berdasarkan dengan analisis sangat erat karena Arai, Ikal, Jimbron memakai panggilan Pak Cik untuk Laki-laki yang lebih tua darinya atau seumuran dengan
180
Ayahnya, Mak Cik untuk perempuan yang lebih tua darinya atau seumuran dengan Ibunya, memanggil pemilik toko dengan sebutan Nyah jika perempuan dan Tuan jika Laki-laki. Di dalam analisis ditemukan bahwa panggilan lain seperti Bujang, Adinda, Mr, Abang, Bapak, Bapakmu, Ibumu, Majikan dan sebagainya. Sampai saat ini masyarakat Indonesia memandang bahwa status duda, janda, dan bujang atau profesi kuli dan buruh sebagai status dan profesi yang bernilai rendah dan negatif. Sementara itu, kelompok kata lain seperti gadis, suami, istri, guru, dan lurah memiliki nilai yang sebaliknya di mata penutur bahasa Indonesia. 13 Profesi yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi berdasarkan analisis terdapat profesi seperti Dokter, Gubernur, Pegawai Negeri, Abdi Negara, Guru, Bupati, Pedangan, Petani, Tukang Jagung, Buruh, Kuli, tukang Pos, Dukun, dan gelar akademik berupa Dewan Penguji hingga Profesor. Dengan ukuran-ukuran
yang sangat
relatif
dalam sebuah
masyarakat tutur sekurang-kurangnya dapat dibedakan dua jenis penutur, yakni penutur yang berkompeten dan penutur partisipatif. Penutur berkompeten adalah penutur yang benar-benar mampu menggunakan bahasa dalam berbagai tindak komunikasi. Penutur berkompeten tidak hanya memiliki pengetahuan tentang kosa kata dan struktur bahasa yang bersangkutan,
tetapi
juga
mempunyai
kemampuan
untuk
mengkomunikasikan secara pragmatis. 14 Para pelajar, karyawan pabrik, pemandu wisata, pegawai negeri, montir, dsb, masing-masing juga menggunakan jenis bahasa yang berbeda, karena mereka merupakan kelompok masyarakat tutur yang berbeda dilihat dari tingkat status sosial mereka.
D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia 13
I Dewa Putu Wijana, Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis, (Jakarta:Pustaka Pelajar, 2012), h. 21. 14 Ibid., h.48.
181
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Kurikulum telah menentukan beberapa tujuan umum pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yang salah satunya menyebutkan bahwa tujuan umum pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah agar siswa mampu menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki tujuan untuk membentuk siswa yang baik dalam berbahasa, baik lisan maupun tulis, serta mengambil pendidikan dari karya sastra. Kaitannya dengan karya sastra, pendidikan bisa diambil karena di dalam sebuah karya sastra mengandung nilai-nilai yang dapat diterapkan di kehidupan nyata baik lewat yang tersirat di dalam teks, maupun dalam proses mengkaji karya sastra tersebut. Lewat sebuah karya sastra, guru dapat memberikan pendidikan bagi siswa di kelas maupun di luar kelas. Dalam mata pelajaran pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas VIII semester dua, terdapat materi mengenai indentifikasi karakter tokoh dalam sebuah novel. Dalam materi ini, siswa diminta untuk mengidentifikasi karakter atau watak tokoh dalam dalam novel yang mereka baca. Namun, terkadang siswa memiliki hambatan dalam menentukan karakter suatu tokoh, melalui analisis deiksis soisal inilah siswa dapat mengetahui karakter atau watak tokoh dalam karya sastra. Dengan menggunakan analisis deiksis sosial maka akan terlihat jelas karakter atau watak tokoh dalam sebuah karya sastra. Melalui ujaran
182
yang dituturkan seorang tokoh, dapat diklasifikasikan bentuk deiksis sosial, dengan begitu siswa akan lebih mudah dalam mengidentifikasi karakter atau watak tokoh dalam sebuah karya sastra, khususnya novel. Salah satu motivasi siswa terlahir dari bahan ajar. Dalam pembentukan karakter, siswa lebih tanggap melalui apa yang ia senangi dalam kegiatan belajar di kelas, tidak hanya membaca buku ataupun nasihat dari gurunya, tetapi pembentukan karakter dapat dilakukan dengan cara mendengarkan lagu, membaca puisi, membaca novel, menonton film, bercerita, dan lain-lain. Suatu tokoh dalam novel dapat menjadikan inspirasi baginya, dalam pembentukan karakter, siswa akan lebih termotivasi ketika materi yang telah dipelajari dapat diterapkan dalam kehidupannya. Analisis deiksis sosial dalam novel tidak hanya membantu siswa dalam menentukan watak suatu tokoh, tetapi dengan analisis deiksis sosial tuturan ini, siswa dapat mengetahui tuturan yang baik untuk diutarakan, karena ia menyadari bahwa tuturan menunjukkan watak seseorang. Hal ini dapat siswa terapkan dalam kehidupan bermasyarakat, dengan tuturan yang baik orang lain akan senang terhadap kita. Selain itu tuturan yang baik dapat menunjukkan bahwa orang tersebut merupakan orang yang berpendidikan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan teori deiksis sosial yang digunakan dalam penelitian ini maka ditemukan 71 deiksis sosial pada novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Hasil penelitian menunjukan bahwa deiksis sosial yang digunakan berupa kata dan frasa. Hasil penelitian menunjukan bahwa fungsi pemakaian deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi meliputi: 1) sebagai media pembeda tingkat sosial seseorang, 2) untuk menjaga sopan santun dalam berbahasa, 3) untuk menjaga sikap sosial, 4) alat memperjelas kedudukan sosial seseorang, 5) alat memperjelas identitas sosial seseorang dan 6) alat memperjelas kedekatan hubungan sosial atau kekerabatan. Dalam novel Sang Pemimpi makna deiksis sosial merupakan makna suatu kata atau frasa yang referennya berpindah-pindah atau berubah-ubah, tergantung kepada siapa yang menuturkan, kapan dan dimana tuturan itu diucapkan, dengan kata lain makna berdasarkan konteks komunikasi. Proses pemaknaan deiksis sosial berupa pemberian atau penafsiran makna pada kata atau frasa setelah kata atau frasa tersebut telah memasuki beberapa konteks komunikasi.
B. Saran Penelitian yang sangat sederhana ini tidak banyak memberikan kontribusi terhadap persoalan bahasa di Indonesia, namun betapapun sebuah kerja ilmiah tentu tulisan ini bermanfaat bagi para pelajar, mahasiswa, serta banyak penggunaan bahasa khususnya agar lebih mendalami
pemahaman
tentang
pemakaian
pragmatik
khususnya
pemakaian deiksis sosial dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata sebab itu, disarankan:
183
184
1. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong peneliti lain, agar meneliti novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ini dari persoalan yang berbeda selain penggunaan deiksis sosial. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi siswa untuk dapat mengetahui mengenai deiksis sosial yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi. 3. Penelitian ini diharapkan mendorong siswa, agar lebih mendalami tentang pemakaian bahasa khususnya pragmatik yang sarat menjaga sopan santun dalam penggunaan bahasa saat berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2007. Alwi, Hasan., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2014. Arifin, Zaenal., dkk. Teori dan Kajian WacanaBahasa Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri, 2012. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bandung: Ghalia Indonesia, 2006. Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007. -----------------. Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009. Chaniago, Sam Muk’htar., dkk. Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007. Croft, William., and D. Alan Cruse. Cognitive Linguistics. United Kindom: University Press, 2010. Cummings, Louise. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik II. Bandung: PT Refika Aditama, 1999. ---------------------------------. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Refika Aditama, 2006. Faruk, dan Suminto A. Sayuti. Sastra Populer, Jakarta: Universitas Terbuka, 1999. Gunarwan, Asim. Pragmatik: Teori dan Kajian Nusantara. Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2007 Hirata, Andrea. Sang Pemimpi. Yogyakarta: Bentang, 2006. http// kamusbesar.com, 1 September 2014.
Komaruddi., dan Yooke Tjupramah S. Komaruddin. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik: Edisi keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Kushartanti., dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009 Laurence R. Horn and Gregory Ward. The Handbook of Pragmatics. Blackwell Publication, 2010.
UK:
Leech, Geoffrey. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2011. Lubis, A. hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa, 2011. Lyons, Jhon. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995. Mahayana, Maman S. 9 Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: Bening Publishing, 2005. Mulyana. Kajian Wacana : Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2005. Meinarno, E ko, A., dkk. Manusia dalam Kemasyarakatan.Jakarta: Salemba Humanika, 2011.
Kebudayaan
dan
Nadar, F.X. Pragmatik& Penelitian Pragmatik. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Nurhaidah, Nuri. Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta: Smart Writing, 2014. Parera, J. D. Teori Semantik: Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. -----------------. Dasar-Dasar Analisis Sintaksis, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009. Pradotokusumo, Partini Sardjono. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Priyatni, Endah Tri. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Purwo, Bambang Kaswanti. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984 . Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga, 2009. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008. Suparno, Darsita. Morfologi Bahasa Indonesia, Ciputat: UIN Press, 2015. Suyono. Pragmatik Dasar-dasar dan Pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990. Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 2011. Wijana, I Dewan Putu dan Muhammad Rohmadi. Sosiolinguistik. Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Yule, George. Pragmatics. New York: Oxford University Press, 1996.
LAMPIRAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah
: SMPN 166 Jakarta
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/semester
: VIII/2
Topik
: Membaca
Alokasi Waktu
: 4 x 40 menit
A. Standar Kompetensi 13 Memahami unsur intrinsik novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibaca.
B. Kompetensi Dasar 13.1 Mengidentifikasi karakter tokoh novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibaca.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu menentukan tokoh utama dan sampingan dalam cuplikan novel. 2. Mampu
mengidentifikasi
karakter
tokoh
disertai
dengan
bukti/alasan yang logis.
D. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa mampu membedakan Tokoh Utama dan sampingan dalam cuplikan novel. 2. Siswa mampu mengidentifikasi karakter tokoh disertai bukti/alasan yang logis.
E. Materi Pokok Pengidentifikasian karakter tokoh.
F. Alokasi Waktu 4 x 40 menit. G. Metode dan model pembelajaran 1. Metode Pembelajaran
: Tanya jawab, diskusi, penugasan
2. Model Pembelajaran
: Inkuiri
H. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Kegiatan
Waktu
Ke-1
10
Pendahuluan 1. Guru disiplin dengan masuk kelas tepat waktu. 2. Guru bersikap religius dengan mengucapkan salam sebelum memulai pelajaran. 3. Guru mengkondisikan keadaan peserta didik agar siap pada posisi belajar. 4. Guru peduli terhadap peserta didik dengan mengecek kehadiran peserta didik. Apersepsi Mengingat kembali materi sebelumnya guna menambah kecerdasan dan pengetahuan peserta didik. Motivasi Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengaitkan dengan keidupan sehari-hari sebagai sifat peduli kepada peserta didik.
60’ Kegiatan Inti Eksplorasi 1. Guru membuka schemata siswa mengenai materi yang akan dipelajari. 2. Guru bertanya jawab tentang materi pengidentifikasian karakter tokoh dalam novel. 3. Guru bertanya jawab kepada siswa tentang pengalamannya membaca novel dengan aktif. 4. Siswa menyebutkan cara menemukan tokoh utama dan
sampingan, serta karakter tokoh dengan tepat.
Elaborasi 1. Siswa mengamati kutipan novel yang disediakan oleh guru dengan sungguh-sungguh. 2. Siswa menemukan tokoh utama dan sampingan, dengan cermat dan teliti. 3. Siswa mengidentifikasikan krakter setiap tokoh disertai bukti/alasan dengan teliti. Konfirmasi 1. Guru berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menemukan kesulitan. 2. Guru menjadi fasilitator kepada peserta didik yang kurang atau belum bisa mengikuti materi dalam pembelajaran. 3. Guru melakukan tanya jawab dengan peserta didik tentang hal-hal yang kurang dimengerti atau belum diketahui oleh peserta didik. 4. Guru memberikan stimulus kepada peserta didik untuk menyimpulkan
secara
ringkas
tentang
pembelajaran
identifikasi karakter tokoh dengan aktif.
Kegiatan Akhir Penutup 1. Guru menutup kegiatan dengan melakukan refleksi, yaitu menanyakan apa yang telah dipelajari dan kesulitan yang dihadapi. 2. Guru menyimpulkan kembali hasil pembelajaran membaca ekstensif pada hari ini. 3. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut/ penguasaan yang diberikan oleh guru.. 4. Guru menutup pelajaran dan memberikan salam.
Ke-2 Pendahuluan 1. Guru disiplin dengan masuk kelas tepat waktu. 2. Guru bersikap
religius
dengan mengucapkan
salam
sebelum memulai pelajaran. 3. Guru mengkondisikan keadaan peserta didik agar siap pada posisi belajar. 4. Guru peduli terhadap peserta didik dengan mengecek kehadiran peserta didik. Apersepsi Mengingat kembali materi sebelumnya guna menambah kecerdasan dan pengetahuan peserta didik. Motivasi Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengaitkan dengan keidupan sehari-hari sebagai sifat peduli kepada peserta didik.
Kegiatan Inti Eksplorasi 1. Guru bertanya jawab tentang materi pengidentifikasian karakter tokoh dalam novel. 2. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang materi pengidentifikasan karakter tokoh dengan aktif. Elaborasi 1. Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari teman sebangku. 2. Bersama teman sebangkunya, siswa mendiskusikan tokoh utama dan sampingan, serta karakter setiap tokoh dengan cermat. 3. Siswa menentukan tokoh dan karakter dari novel yang didengarnya dengan tepat. Konfirmasi 1. Siswa
menyimpulkan
materi
pembelajaran
mengidentifikasi karakter tokoh dalam novel. 2. Guru menyimpulkan hal-hal yang belum diketahui siswa.
Kegiatan Akhir Penutup 1. Guru menutup kegiatan dengan melakukan refleksi, yaitu menanyakan apa yang telah dipelajari dan kesulitan yang dihadapi. 2. Guru
memberikan
kesimpulan
mengenai
hasil
pembelajaran mengidenfitikasi karakter setiap tokoh. 3. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut/ penugasan yang diberikan oleh guru. 4. Guru menutup pelajaran dan memberikan salam.
I. Alat/Bahan/Sumber 1. Buku teks Bahasa Indonesia kelas VII edisi 4, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional hlm.206. 2. Media elektronik/internet. (http://www.pengertianku.net/2014/10/pengertian-novel-danunsur-unsurintrinsik-beserta-contohnya.html) 3. LCD, contoh unsur intrinsik. 4. Power Point. (dilampirkan)
J. Penilaian Hasil Belajar 1. Tes tertulis 2. Tes praktik 3. Pilihan ganda 4. Esai 1. Bacalah salah satu kutipan novel remaja, kemudian identifikasilah macammacam tokoh yang ada di dalamnya! 2. Temukan juga karakter tokoh tersebut!
K. Format Pedoman Penilaian No
Aspek
Indikator
Skor
Bobot
Nilai Akhir
1. Menemukan
-
Tokoh lebih dari 5
tokoh utama dan satu
3
sampingan
1
- Tokoh hanya satu
10
- Tidak menemukan tokoh 2. Mengidentifikasi karakter tokoh
- Mengidentifikasi
5
10
setiap dengan tepat dengan - mengidentifikasi
3
bukti/ alasan yang kurang tepat logis.
- Mengidentifikasi
1
tidak tepat Jumlah
Mengetahui
Jakarta, 19 Mei 2015
Kepala SMPN 166 Jakarta
Guru Bahasa Indonesia
H. Poniran, S.Pd NIP. 195907251984121001
Dedi Saedin, S.Pd NIP.
Lampiran. A. Profil Pengarang Andrea Hirata Seman Said Harun lahir di Pulau Belitung, 24 Oktober 1982, Ia anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah Ia dilahirkan di sebuah desa miskin yang letaknya cukup terpelosok di Pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sejak kecil. Ia mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keprihatinan. Nama Andrea Hirata sebenarnya bukan nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tidak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu, dan mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja. Andrea diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis Presley tidak membalas suratnya, sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga sering memiliki impian dan mimpi-mimpi di masa depannya. Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukup memprihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Meskipun harus menimba ilmu di bangunan yang tidak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup
besar untuk belajar. Di sekolah itu juga, ia bertemu dengan sahabatsahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi. Di SD Muhamadiyah, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah. Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang hanya berjumlah kurang lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea terjadi karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tidak berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang pegawai rendahan. Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan
niat
untuk
menjadi
penulis
yang
menggambarkan
perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Ketika itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat Kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut. Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah menamatkan dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga mampu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di Unviversite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris. Berkat otaknya yang cemerlang, Andrea lulus dengan status cumlaude dan mampu meraih gelar Master Uni Eropa. Sekembalinya ke tanah air, Andrea bekerja di PT Telkom dan mulailah ia bekerja sebagai karyawan Telkom. Kini, Andrea masih aktif sebagai instruktur di perusahaan telekomunikasi tersebut. Selama bekerja, niatnya menjadi seorang penulis masih terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis semakin menggelora setelah ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban tsunami. Waktu itu saya melihat kehancuran akibat tsunami termasuk kehancuran sekolah-sekolah di Aceh kenang pria yang tidak memiliki latar belakang sastra ini. Selain meraih kesuksesan dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada tahun 2007.
BIOGRAFI PENULIS
AMANAH ARI RACHMANITA lahir di Jakarta pada 3 Januari 1993, biasa dipanggil dengan Ita adalah anak kedua dari empat bersaudara dari Ayah yang bernama Sutisna
dan
Ibu
yang
bernama
Siti
Djubaedah.
Menuntaskan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Serengseng Sawah 01 Pagi, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 98 Jakarta. Setelah itu, melanjutkan pendidikannya di SMA SULUH Jakarta. Setelah lulus pada tahun 2011, ia memilih meneruskan pendidikannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan memilih jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis yang bertempat tinggal di Jagakarsa Jakarta Selatan ini memiliki hobi yaitu nonton film di bioskop dan mengoleksi benda berwarna ungu, ia juga sangat menyukai coklat dan ice cream. Semoga karya pertama ini skripsi dengan judul “Deiksis Sosial dalam Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP” menjadi awal dari kesuksesan yang akan mendatang.